ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK REKLAME DAN PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN TANGERANG
Oleh: IKHWAN SUGIONO 106082002617
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M
ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK REKLAME DAN PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN TANGERANG
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
IKHWAN SUGIONO 106082002617
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M
i
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Ikhwan Sugiono
2. Tempat/ Tanggal Lahir
: Lamongan, 25 Februari 1985
3. Alamat
: Jl. Raya Keben No. 124, Keben RT. 04 RW. 02 Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 62252
4. Telepon
II.
III.
: 08567297989
RIWAYAT PENDIDIKAN 1. TK Al-Jinan
: 1990 - 1992
2. Madrasah Ibtidaiyyah Keben Turi Lamongan
: 1992 – 1997
3. SLTPN 1 Turi Lamongan
: 1997 - 2000
4. Pondok Modern DARUSSALAM GONTOR Ponorogo
: 2000 - 2004
5. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
: 2006 – 2013
LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Nursalim
2. Tempat/ Tanggal Lahir
: Lamongan, 15 September 1962
3. Alamat
: Jl. Raya Keben No. 124, Keben RT. 04 RW. 02 Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 62252
4. Telepon
: 085732938923
5. Ibu
: Artini
6. Tempat/ Tanggal Lahir
: Lamongan, 24 Juli 1968
7. Alamat
: Jl. Raya Keben No. 124, Keben RT. 04 RW. 02 Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 62252
8. Telepon
: 085708010698
9. Anak ke
: 1 dari 2 Bersaudara v
COMPARATIVE ANALYSIS OF REVENUE OF ADVERTISING TAX AND STREET LIGHTNING TAX ON LOCAL OWN REVENUE (PAD) BEFORE AND AFTER THE REGIONAL EXPANSION ON TANGERANG REGENCY ABSTRACT The aim of this research is to know the comparison revenue of advertisement tax and street lighting tax on Local Own Revenue (PAD) before and after the regional expansion on Tangerang Regency. This research used primary and secondary data obtained from Tangerang regency Revenue Office in the form of financial statements and interviews. Methods of research using descriptive analysis method, the data are expressed in the form of words, sentences and image. Determination of the sample is done by using nonprobability sampling with acidental sampling method. While analyzing data to test the hypothesis test used Descriptive Statistic and Mann-Whitney U Test. After the regional expansion, revenue of advertisement tax fell by Rp. 9.893.210.612 and street lighting tax increase of Rp. 21.028.786.415. The results using descriptive statistics and Mann-Whitney U Test showed that the difference of revenue of advertisement tax and street lighting tax is not significant on Local Own Revenue (PAD) before and after the regional expansion on Tangerang Regency. Each year the revenue target of advertisement tax and street lighting tax unstable. Although it had declined, but the Tangerang Regency Government can bounce back and make efforts to increase local tax revenues.
Key Words: Advertisement Tax, Street Lighting Tax and Local Own Revenue (PAD)
vi
ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK REKLAME DAN PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN TANGERANG ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dan primer yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tangerang dalam bentuk Laporan Keuangan dan hasil wawancara. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan juga gambar. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan non-probability sampling dengan cara acidental sampling. Sedangkan penganalisaan data untuk menguji hipotesis digunakan statistik deskriptif dan uji Mann-Whitney U Test. Setelah pemekaran daerah, penerimaan pajak reklame turun sebesar Rp. 9.893.210.612 dan pajak penerangan jalan naik sebesar Rp. 21.028.786.415. Hasil penelitian dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji Mann-Whitney U Test menunjukan bahwa perbedaan penerimaan pajak reklame dan pajak penerangan jalan tidak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Setiap tahunnya target penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan tidak stabil. Walaupun sempat mengalami penurunan, namun Pemerintah Kabupaten Tangerang dapat bangkit kembali dan melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak daerahnya.
Kata Kunci: Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
vii
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis selalu panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karuniaNya berupa iman, islam dam kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita selalu mendapatkan hidayah-Nya sehingga kita tergolong dalam orang-orang yang berada dalam jalan, jalan yang diridhoi bukan jalan yang dimurkai. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang telah menyiarkan Agama Islam dan membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benerang seperti pada saat ini. Alhamdulillah berkat kesabaran dan petunjuk yang telah Allah SWT berikan kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “Analisis Perbandingan Penerimaan
Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Sebelum dan Sesudah Pemekaran Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Tangerang” dapat penulis selesaikan dengan baik. Disamping itu, penulis skripsi tidak mungkin selesai sebagaimana mestinya tanpa bantuan dan dorongan dari pihak-pihak yang membantu baik berupa materi, pengetahuan, tenaga, waktu, dan doa, sehingga skripsi ini terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan apresiasi yang mendalam dan tak terbatas khususnya kepada: 1. Keluarga terutama kedua orang tua tercinta (Bapak Nursalim dan Emak Artini). Terima kasih atas kasih sayang, dorongan baik materiil maupun non materiil serta pengorbanannya sehingga saya dapat melanjutkan studi hingga perguruan tinggi dan menyelesaikan studi ini. Adikku Irna Sugianti dan suami (Adik Dzulfa) yang jauh di sana, terima kasih atas suntikan dana dan moralnya selama ini. 2. Ibu DR. Rini, SE, Ak, M.Si selaku dosen pembimbing I yang selalu sabar membimbing, mengarahkan, memberikan solusi, dan selalu menyemangati
viii
serta meluangkan waktunya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selalu meluangkan waktu dan memberikan semangat, ide-ide, motivasi, arahan, dan bimbingan selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Prof. DR. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Rahmawati, SE, MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Ibu Yessi Fitri, SE, M.Si., Ak selaku sekretaris jurusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh Dosen dan Staff yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis. 8. Teman spesial terutama Ratna Sari Ningsih yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bantuannya terutama suntikan semangatnya. 9. Semua teman-teman Angkatan 2006, terutama teman-teman kelas C: Reza, Jamal, Tompra, Fuad, Haidar, Fajar, Asmi, Hatya dll yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selama ini telah berjuang bersama dan saling memberikan dukungan. 10. Teman-teman dari Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI). Rizal, Wahyu, Sule, Bagus, Didi, Ipung, mamet, Bunga dll. Tetap semangat kawan untuk memperjuangkan Indonesia tercinta. 11. Teman-teman dari Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan semangat, do'a, dukungan serta canda tawanya dalam penyusunan skripsi ini. 12. Teman-teman yang ada di HIMABI, terutama Cak Ragil Baidowi, Cak Amir, Cak Ainul, Aam, dll. 13. Teman-teman kost Kampung Utan, Amar, Ucil, Haikal, Ulil dan Eko.
ix
14. Sahabat Alumni GONTOR Angkatan 2004 yang tidak bisa disebutin satusatu, terima kasih buat motivasinya juga selama ini. Keep contact dan tetap semangat. 15. Terima kasih kepada seluruh pihak yang ada di PT. BUMI DIPA (Pak JS, Pak Imam, Pak Towil, Pak Erwo, Mas Agus, Mas Amin) yang telah memberikan do'a, bantuan, semangat dan perhatiannya semua dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat bekerja disana. 16. Dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu atas bantuannya dalam terselasainya penyusunan skripsi ini. Semoga amal kebaikan kalian semua dapat dibalas oleh Allah SWT Penulis sangat menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis menerima segala jenis kritik dan saran yang dapat membangun dari berbagain pihak. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak.
Jakarta, Mei 2013
Ikhwan Sugiono
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................. i LEMBAR KELENGKAPAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................... ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ................................................ iii LEMBAR SURAT PERNYATAAN............................................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... v ABSTACT .......................................................................................................vi ABSTRAK ................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................. viii DAFTAR ISI ..................................................................................................xi DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................xvii DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang ................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 10 D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 12 A. Tinjauan Teoritis .............................................................................. 12 1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi ............................................. 12
xi
2. Pengertian Pajak .......................................................................... 18 3. Pengklasifikasian Pajak ............................................................... 19 4. Fungsi Pajak ................................................................................ 21 5. Pajak Daerah ............................................................................... 22 a. Definisi Pajak Daerah ............................................................. 22 b. Jenis Pajak Daerah .................................................................. 23 c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah ..................................... 26 d. Objek Pajak Daerah ................................................................ 29 e. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Daerah....................... 32 f. Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan ............................ 35 1. Pajak Reklame .................................................................... 35 2. Pajak Penerangan Jalan....................................................... 41 6. Pendapatan Asli Daerah (PAD)................................................... 44 B. Tinjauan Penelitian Terdahulu .......................................................... 47 C. Kerangka Berpikir ............................................................................ 53 D. Hipotesis .......................................................................................... 55 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 57 A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 57 B. Metode Menentukan Sampel ............................................................ 57 C. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 58 D. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 58 E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 59 F. Metode Analisis Data dan Uji Hipotesis ........................................... 60
xii
1. Efektivitas Pajak Daerah .............................................................. 60 2. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD ...................................... 62 3. Laju Pertumbuhan ....................................................................... 63 4. Statistik Non Parametrik .............................................................. 63 5. Uji Mann-Whitney (U Test) ......................................................... 64 6. Analisi Statistik Deskriptif .......................................................... 66 7. Uji Spss Menggunakan Mann Whitney Test Statisticsb ................. 66 G. Definisi Operasional Variabel .......................................................... 67 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 69 A. Tinjauan Umum Kabupaten Tangerang ............................................ 69 1. Gambaran Umum Profil Daerah KabupatEn Tangerang ............... 69 2. Struktur Pemerintahan ................................................................. 72 3. Kependudukan ............................................................................. 76 4. Kondisi Sosial Ekonomi .............................................................. 77 5. Keuangan Daerah, Pendapatan Domestik Bruto (PDRB),dan Inflasi ...................................................................... 84 B. Gambaran Umum DISPENDA Kabupaten Tangerang ...................... 87 1. Kedudukan .................................................................................. 87 2. Tugas Pokok ................................................................................ 87 3. Struktur Organisasi ...................................................................... 88 C. Hasil Penelitian ................................................................................ 89 1. Penerimaan Pajak Reklame .......................................................... 89 a. Efektifitas Penerimaan Pajak Reklame .................................... 89
xiii
b. Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah .......................................................... 92 2. Penerimaan Pajak Penerangan Jalan............................................. 95 a. Efektifitas Pajak Penerangan Jalan .......................................... 95 b. Kontribusi penerimaan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah ........................................... 99 D. Hasil Uji Penelitian ........................................................................ 102 1. Uji Mann-Whitney (U Test) ...................................................... 102 a. Penerimaan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah ........................................................ 102 b. penerimaan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah ......................................... 103 c. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah ..................................... 105 2. Uji SPSS.................................................................................... 107 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ................................................. 118 A. Kesimpulan .................................................................................... 118 B. Implikasi ........................................................................................ 120 C. Saran .............................................................................................. 120 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 123 LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 125
xiv
DAFTAR TABEL
No Keterangan
Halaman
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ................................................................. 51 3.1
Interpretasi Kriteria Efektivitas ................................................................ 61
3.2
Interpretasi Kriteria Efektivitas ................................................................ 62
3.3 Defenisi Operasional Variabel ................................................................. 67 4.1 Jumlah Kecamatan, kelurahan dan Desa Kabupaten Tangerang ............. 72 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 .............................................................................................. 76 4.3 Pendapatan Daerah dan Realisasi Kab. Tangerang Tahun 2006-2011 .... 84 4.4 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Tangerang Tahun 2006-2011 ................................................. 86 4.5
Inflasi Kab. Tangerang Tahun 2006-2011 ............................................... 86
4.6 Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008) ............................................................ 89 4.7 Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011) .............................................................. 90 4.8 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008) ............................................................ 93 4.9 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011) .............................................................. 93 xv
4.10 Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008) ............................................................ 96 4.11 Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011) .............................................................. 96 4.12 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008) ................... 99 4.13 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011) .................... 100 4.14 Penerimaan Pajak Reklame Kab. Tangerang ......................................... 102 4.15 Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kab. Tangerang ........................... 104 4.16 Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kab. Tangerang .......................... 105 4.17 Descriptive Statistic Pajak Reklame ...................................................... 107 4.18 Descriptive Statistic Pajak Penerangan Jalan......................................... 108 4.19 Descriptive Statistic Pendapatan Asli Daerah ........................................ 108 4.20 Rank Pajak Reklame .............................................................................. 109 4.21 Rank Pajak Penerangan Jalan ................................................................. 110 4.22 Rank Pendapatan Asli Daerah ................................................................ 110 4.23 Test Statisticsb Pajak Reklame ............................................................... 111 4.24 Test Statisticsb Pajak Penerangan Jalan .................................................. 113 4.25 Test Statisticsb Pendapatan Asli Daerah ................................................. 115
xvi
DAFTAR GAMBAR
No
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Berpikir ................................................................................. 54
4.1
Diagram Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kab. Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ....................................... 92
4.2
Diagram Tingkat kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD di Kab. Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ......... 95
4.3
Diagram Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kab. Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ............. 98
4.4
Diagram Tingkat kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD di Kab. TangerangSebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ........ 101
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Keterangan
Halaman
1
Target dan Realisasi Pajak Reklame .................................................... 125
2
Target dan Realisasi Pajak Penerangan Jalan ....................................... 125
3
Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) ........................... 125
4
Descriptive Statistics Pajak Reklame ................................................... 126
5
Ranks Pajak Reklame .......................................................................... 126
6
Test Statisticsb Pajak Reklame ............................................................. 126
7
Descriptive Statistics Pajak Penerangan Jalan ...................................... 127
8
Ranks Pajak Penerangan Jalan ............................................................. 127
9
Test Statisticsb Pajak Penerangan Jalan ................................................ 127
10
Descriptive Statistics Pendapatan Asli Daerah (PAD).......................... 128
11
Ranks Pendapatan Asli Daerah (PAD) ................................................. 128
12
Test Statisticsb Pendapatan Asli Daerah (PAD) .................................... 128
13
Critical Values of the Mann-Whitney U .............................................. 129
xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia, tidak henti-hentinya melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan-pembangunan ini dilaksanakan di segala lapisan baik di tingkat pusat maupun daerah, hal ini bertujuan meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia dan mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa yang lain, terutama bangsa-bangsa yang sudah maju terlebih dahulu. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan
suatu
gerakan
pembangunan
yang
dikenal
dengan
istilah
pembangunan nasional. Pengertian pembangunan adalah suatu proses yang multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan yang mendasar dalam struktur sosial, setiap masyarakat dan kelembagaan nasional, pengurangan kesenjangan sosial dan pemberantasan kemiskinan absolut. Untuk itu, pemerintah harus berusaha meningkatkan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang telah dicanangkan. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah akan meningkatkan kebutuhan penerimaan dana untuk membiayai pembangunan tersebut. Dana ini diambil dari penerimaan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan dalam negeri, sedangkan penerimaan dari sumbersumber luar negeri hanya digunakan sebagai pelengkap. Salah satu sumber penerimaan negara adalah pajak. Pajak merupakan sumber untuk meningkatkan pendapatan untuk membiayai pengeluaran pemerintah atas barang dan jasa.
1
Tidak
ketinggalan,
dalam menunjang
keberhasilan
pembangunan,
kemandirian pembangunan sangat diperlukan baik ditingkat pusat maupun daerah. Hal ini sangatlah penting karena keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya. Pemerintah pusat menetapkan kebijakan-kebijakan tentang keuangan daerah agar pemerintah daerah mampu membiayai pembangunan daerahnya sesuai dengan prinsip daerah otonomi yang telah ada. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang selanjutnya telah diganti dengan UndangUndang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 merupakan landasan bagi daerah untuk membangun daerahnya secara mandiri dengan lebih mengandalkan kemampuan dan potensi yang dimiliki daerah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah antara pusat dan daerah yang dapat dijadikan dasar berpijak bagi kegiatan pembangunan yang mencerminkan rencana-rencana investasi yang memerlukan biaya didalam pelaksanaannya. Substansi dari undang-undang diatas adalah adanya pembagian kekuasaan (political sharing) dan pembagian keuangan (financial sharing) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Basri dan Hamidi, 2010:2). Dalam menjalankan kewenangan tersebut diatas pemerintah daerah mendapatkan dana dari pemerintah pusat yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
2
Pendapatan Daerah sah lainnya. Implikasinya adalah bagi daerah kabupaten dan kota, untuk tidak hanya terfokus pada dana perimbangan keuangan, namun lebih kepada penggalian dan mengembangkan potensi ekonomi daerahnya sehingga sumber dana pembangunan bagi daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli daerah dapat lebih dioptimalkan serta menjadi kontributor dana pembangunan daerah kedepan. Dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan daerah, diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang memadai (Darmono, 2010:84). Untuk mencapai itu, pemerintah pusat mengeluarkan kebijaksanaan dibidang penerimaan daerah yang berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana mobilisasi sumber-sumber daerah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari: a. Hasil pajak daerah. b. Hasil retribusi daerah. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. d. Lain-lain Pendapatan asli daerah yang sah. 2. Dana perimbangan. 3. Lain-lain pendapatan. Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
sebenarnya
merupakan
sumber
penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu
3
daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut (Riduansyah, 2003:49). PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah, oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri. Akan tetapi di beberapa daerah kontribusi PAD terhadap pendapatan dan belanja daerah masih kecil. Selama ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah-daerah tersebut masih besar, maka untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan PAD yang salah satunya dengan penggalian potensi daerah. Kabupaten Tangerang sebagai bagian dari Propinsi Banten, salah satu Daerah yang mempunyai Daerah Pemekaran atau disebut juga dengan Daerah Otonom Baru (DOB) yaitu Kota Tangerang Selatan, maka DOB baru tersebut juga akan berusaha untuk meningkatkan pembangunan daerahnya selepas dari induknya yaitu Kabupaten Tangerang. Sejak disahkan oleh Menteri Dalam Negeri sebagai Daerah Otonom Baru (DOB) pada 29 Oktober 2008, dan diperkuat dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 pada tanggal 29 September 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan Selatan, maka Kabupaten Tangerang selaku induk dari Kota Tangerang Selatan melimpahkan
4
semua semua hal yang berkaitan/bersumber dari Pendapatan Daerah khususnya yang ada wilayah Kota Tangerang Selatan. Sebagai salah satu daerah otonom yang baru, Kota Tangerang Selatan tentunya dalam menyelenggarakan pembangunan daerah juga memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Dana pembangunan tersebut diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah dan bersumber dari penerimaan pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan itu sendiri. Sumber pembiayaan kebutuhan pemerintah yang mana biasa dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pengolahan sumber daya yang dimiliki daerah di samping penerimaan dari pemerintah propinsi, pemerintah pusat serta penerimaan daerah lainnya. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan untuk dapat lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Hakki, 2008:1). Dengan adanya daerah otonom yang baru di wilayah Kabupaten Tangerang, mau tidak mau maka pendapatan dari Kabupaten Tangerang yang sebelumnya berada di Wilayah Kota Tangerang Selatan harus diserahkan kepada pemerintah baru yang ada Kota Tangerang Selatan untuk dikelola pemerintah baru tersebut. Hal ini tentu akan berdampak kepada penerimaan pendapatan yang diperoleh oleh Kabupaten Tangerang. Pendapatan suatu daerah termasuk Kabupaten Tangerang
terangkum
dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini adalah
pajak daerah. Pajak Daerah inilah yang bisa
5
dioptimalkan oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Jenis-jenis pajak Kabupaten/Kota menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah adalah: 1.
Pajak Hotel
2.
Pajak Restoran
3.
Pajak Hiburan
4.
Pajak Reklame
5.
Pajak Penerangan Jalan
6.
Pajak Parkir
7.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
8.
Pajak Air Tanah
9.
Pajak Sarang Burung Walet
10. PBB Pedesaan & Perkotaan 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara. Berdasarkan pada perkembangan realisasi pajak sebenarnya pemerintah kabupaten/kota dapat meningkatkan target penerimaan pajaknya, hal ini dapat dikatakan bahwa pemerintah kabupaten/kota tidak mengetahui potensi yang dimiliki oleh daerahnya tersebut. Kemampuan keuangan daerah di dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan otonomi di daerah. Desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah ini dipandang sebagai bagian dari paket reformasi untuk meningkatkan efisiensi di sektor publik, untuk meningkatkan persaingan antar
6
pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik (Davoodi dan Heng-fu, 1998:224) Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian otonomi daerah adalah terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Otonomi yang nyata mengandung arti bahwa pemberian otonomi kepada daerah adalah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan dan tindakan-tindakan atau kebijakan yang benar-benar menjamin daerah bersangkutan untuk mengelola rumah tangga di daerahnya. Beberapa penelitian tentang analisis perbandingan penerimaan pajak terhadap pendapatan asli daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah telah dilakukan. Penelitian Riduansyah (2000) dengan judul ”Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor)” hasilnya kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Penelitain lain dilakukan oleh Darmono (2010) dengan judul “Analisis Dana Bagi Hasil Pajak Sebelum Dan Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Berau” dengan hasil otonomi daerah memberikan pengaruh bagi penerimaan Daerah Kabupaten Berau pada pos penerimaan dana bagi hasil pajak. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Basri dan Hamidi (2010) dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Hotel Dan Restoran Kabupaten Bengkalis Pasca Otonomi Daerah” dengan hasil masih rendahnya
7
realisasi penerimaan pajak restoran dan rumah makan dibandingkan potensinya setelah adanya otonomi daerah di Kabupaten Bengkalis. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Hakki (2008) dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Sebelum Dan Pada Masa Otonomi Daerah Di Kota Bogor”, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kebijakan otonomi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah di Kota Bogor pada periode tahun 2001-2005. Berdasarkan temuan dari penelitian-penelitian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti ulang. Adapun yang menjadi perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah: 1. Periode penelitian Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2000, 2008, dan 2010 sedangkan penelitian ini dilakukan pada tahun 2013. 2. Tempat penelitian Penelitian sebelumnya melakukan riset diberbagai daerah kabupaten/kota yang berbeda sedangkan pada penelitian ini mengambil tempat di
Kabupaten
Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. 3. Variabel yang digunakan Penelitian sebelumnya meenggunakan pajak daerah, retribusi daerah, dana bagi hasil pajak, pajak hotel, dan pajak restoran sebagai variabelnya. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pajak reklame dan pajak penerangan jalan serta pendapatan asli daerah sebagai variabelnya.
8
Berdasarkan penjelasan hal tersebut di atas maka penulis ingin mengetahui sebenarnya “Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Reklame Dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum Dan Sesudah Pemekaran Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Tangerang”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana efektivitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 2. Bagaimana kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 3. Bagaimana efektivitas pajak penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 4. Bagaimana kontribusi pajak penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 5. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 6. Apakah
terdapat perbedaan penerimaan pajak penerangan Jalan terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?
9
7. Apakah terdapat perbedaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis efektivitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah. 2. Untuk menganalisis kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah. 3. Untuk menganalisis efektivitas pajak penerangan jalan di Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah. 4. Untuk menganalisis kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah 5. Untuk
menganalisis perbedaan
penerimaan pajak
reklame
terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah. 6. Untuk menganalisis perbedaan penerimaan pajak penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah. 7. Untuk
menganalisis perbedaan Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten
Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah.
10
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi penulis, namun juga bagi Pemerintah Daerah dan peneliti lainnya. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Akademik Dapat menambah kepustakaan dan dapat memberikan masukan di bidang perpajakan, khususnya mengenai penerimaan pajak reklame dan pajak penerangan jalan sebagai salah satu sumber pajak daerah yang pemungutanya merupakan hak kewenangan daerah terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah. 2. Bagi Instansi atau Pemerintah Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam usahanya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna membiayai pembangunan daerah khususnya penerimaan yang berasal dari pajak daerah. Diharapkan sebagai bahan dan informasi bagi peneliti selanjutnya terhadap masalah dan tempat yang sama dengan kajian yang lebih mendalam untuk meningkatkan penerimaan pajak. 3. Bagi Penulis Penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk mencapai studi program strata satu (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, serta untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan penulis.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Dasar pelaksanaan otonomi daerah Indonesia adalah pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut: pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar pemusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak urus daerah yang bersifat istimewa. Dalam penjelasan pasal tersebut dirumuskan: Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-undang. Secara etimologis kata otonomi berasal dari bahasa Latin, “Autos” yang berarti “sendiri” dan “Nomos” aturan. Muslimin mengatakan otonomi itu termasuk salah satu sari azas-azas pemerintahan negara, dimana pemerintah suatu negara dalam pelaksanaan kepentingan umum untuk mencapai tujuan. Disamping itu, Syafruddin mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atas kemandirian tetapi bukan
12
kemerdekaan. Kemerdekaan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selain itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, penggerakan dan evaluasi. Jadi otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas meliputi kewenangan lintas kabupaten dan kota, dan kewenangan dibidang pemerintahan
lainnya.
Prinsip-prinsip
pemberian
otonomi
daerah
berdasarkan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut: a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi,
keadilan,
pemerataan
serta
potensi
dan
keanekaragaman. b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas dan bertanggung jawab. c. Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
13
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta antar daerah. e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administratif. f. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibangun oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan industri, kawasan perumahan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan daerah otonomi. g. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan
maupun
fungsi
anggaran
atas
penyelenggaraan
pemerintahan daerah. h. Pelaksanaan asas desentralisasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. i. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana,
14
serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawaban kepada yang menugaskan. Agar pelaksanaan tugas otonomi dapat berjalan dengan baik perlu memperhatikan: sumber pendapatan daerah, teknologi, struktur organisasi pemerintah daerah, dukungan hukum, perilaku masyarakat, faktor kemimpinan. Disamping itu hal-hal yang mempengaruhi pengembangan otonomi daerah menurut Kaho sebagai berikut: a. Faktor manusia pelaksana yang baik b. Faktor keuangan daerah yang cukup dan baik c. Faktor peralatan yang cukup dan baik d. Faktor organisasi dan manajemen yang baik Menurut Undang-Undang dan beberapa pendapat para ahli tentang Otonomi Daerah: a. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 5. “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” (Undang-undang Otonomi Daerah 2004:4). b. Menurut kamus Webster’s Third New International Dictionary. Kata autonomy berasal dari bahasa Yunani (Greek), yakni dari kata autonomia, yang artinya: The quality or state being independent, free, and self directing. Atau The degree of self determination or political
15
control possed by a minority group, territorial division or political unit in its relations to the state or political community of which it forms a part and extending from local to full independence. (Saragih, 2003:9 dan 40). c. Menurut Encyclopedia of Social Science. Dalam pengertiannya yang orisinil, otonomi adalah The legal self suffiency of social body and its actual independence (Yani, 2002:5). d. Menurut Black’s Law Dictionary. Definisikan autonomy adalah The political independence of a nation, the right (and condition) of power of self government. The negation of a state of political influence from without or from foreign powers (Ibid:2000:5). Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 butir 7, menyebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sitem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini berarti pengelolaan daerah lebih dititik beratkan kepada kabupaten/kota. Mengenai sistem hubungan pusat dan daerah, berdasarkan undang-undang yang berlaku dapat dirangkum dalam tiga prinsip, yaitu: 1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.
16
2. Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. 3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung-jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Prinsip pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya adalah untuk membantu pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada masa sekarang ini titik berat ekonomi daerah diberikan kepada daerah tingkat II yaitu pemerintah kabupaten/kota. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi utama pemerintah daerah sebagai penyedia pelayanan kepada masyarakat dan pelaksana pembangunan disamping sebagai pembina kestabilan politik, sosial, ekonomi dan kesatuan bangsa. Dengan adanya desentralisasi daerah, pemerintah daerah mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: 1. Dengan
adanya
desentralisasi,
pemerintah daerah
dapat lebih
mengetahui keinginan masyarakatnya. 2. Dengan desentralisasi diharapkan pembuatan keputusan dapat lebih efektif. 3. Daerah akan dapat melakukan pendekatan dengan cara yang berbedabeda dalam menggali potensi di daerahnya masing-masing. Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip money should follow function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan. Prinsip tersebut berarti setiap penyerahan atau pelimpahan
17
wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut (Saragih, 2003:83). Kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif dari kebijakan otonomi daerah. Artinya, semakin banyak wewenang yang dilimpahkan, maka kecenderungan semakin besar biaya yang dibutuhkan oleh daerah
2. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2009:1) adalah: “Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” Soemahamidjaja dalam bukunya
Santoso (2003:34) dalam
desertasinya yang berjudul pajak berdasarkan asas gotong royong, Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2007: “Kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pajak adalah:
18
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Dalam
pembayaran
pajak
tidak
dapat
ditunjukkan
adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, maka akan digunakan untuk membiayai public investment.
3. Pengklasifikasian Pajak Mardiasmo (2009:5) menulis, ”Pajak dapat dikelompokkan tiga kelompok besar menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya”. Berikut ini adalah pengelompokkannya: a. Menurut Golongan Menurut golongan pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. 1) Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: pajak penghasilan (PPh), Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
19
2) Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN) b. Menurut Sifat Menurut sifatnya pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. 1) Pajak subjektif pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: pajak penghasilan (PPh) 2) Pajak obyektif pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) c. Menurut Lembaga Pemungut Menurut lembaga pemungutnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
20
1) Pajak Negara atau Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) 2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Kendaraan Bermotor
4. Fungsi Pajak Pembangunan yang ada selama ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat dalam membayar pajak, karena hasil dari penerimaan pajak tersebut digunakan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat. Dengan demikian pajak mempunyai beberapa fungsi, menurut Mardiasmo (2009:1), fungsi pajak antara lain: a. Fungsi Penerimaan (Budgetar) Dalam fungsinya sebagai penerimaan, pajak dipergunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan pemerintah, terutama kegiatan- kegiatan rutin. b. Fungsi Mengatur (Regular) Pajak berfungsi sebagai alat pengatur untuk
mengatur atau
melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan perekonomian guna
21
menujupertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan distribusi pendapatan serta stabilitas ekonomi.
4. Pajak Daerah a. Definisi Pajak Daerah Menurut Pasal 1 ayat 6 undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang No.18 Tahun 1997 tentang Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatakan Pajak Daerah sebagai berikut. “Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah”.
Pajak daerah sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Meskipun beberapa jenis pajak daerah sudah ditetapkan dalam undang-undang Nomor 34 tahun 2004, daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam mengali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.
22
b. Jenis Pajak Daerah Jenis pajak propinsi menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah antara lain: 1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air. 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraaan di atas Air. 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraaan Bermotor. 4) Pajak Air Permukaan. 5) Pajak Rokok. Kabupaten/kota memungut pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah antara lain: 1) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. 2) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. 3) Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, sedangkan yang dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. 4) Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, sedangkan yang dimaksud dengan reklame reklame
adalah
benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian
23
umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. 5) Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah derah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber
alam
di
dalam
dan/atau
permukaan bumi untuk
dimanfaatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara. 7) Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk
penyediaan
tempat
penitipan kendaraan bermotor.
Sedangkan yang dimaksud dengan parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara 8) Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Sedangkan yang dimaksud
dengan Air
24
Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. 9) Pajak
Sarang Burung Walet adalah
pengambilan
dan/atau
pengusahaan
pajak sarang
atas
kegiatan
burung
walet.
Sedangkan yang dimaksud dengan Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dancollocalia linchi. 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan yang dimaksud dengan Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum
yang
mengakibatkan diperolehnya
hak
atas
tanah
dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
25
c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah Adapun bagian dari subjek pajak dan wajib pajak daerah adalah: 1)
Subjek kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Subjek pajak bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor dan kendaraan di atasair.
2) Subjek pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah konsumen bahan bakar kendaraan bermotor. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan kendaraan bermotor. 3) Subjek pajak air permukaan adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Wajib pajak air permukaan adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. 4) Subjek pajak rokok adalah konsumen rokok. Wajib pajak rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok
26
yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai. 5) Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Wajib pajaknya adalah pengusaha hotel. 6)
Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran.
7) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan/atau menikmati hiburan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. 8) Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Wajib pajaknya adalah orang pribadi. 9) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik. 10) Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir
27
11) Subjek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan. Wajib pajak mineral
bukan
logam
dan
batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan. 12) Subjek pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Wajib pajak air tanah adalah
orang pribadi atau
badan yang
melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. 13) Subjek pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet. Wajib pajak sarang burung walet adalah orang
pribadi atau
badan
yang
melakukan
pengambilan
dan/atau mengusahakan sarang burung walet. 14) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
orang
mempunyai
pribadi
suatu
manfaat atas bumi,
hak
atau
badan
atas
bumi
yang
secara nyata
dan/atau memperoleh
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
28
15) Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Wajib pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
d. Objek Pajak Daerah 1) Objek pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. 2) Objek pajak bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah penyerahaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. 3) Objek pajak bahan kendaraan bermotor adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. 4) Objek
Pajak
Air Permukaan adalah pengambilan dan/atau
pemanfaatan Air Permukaan. 5) Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Rokok sebagaimana yang dimaksud meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun. 6) Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk:
29
a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. c) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. 6) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. 7) Objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. 8) Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. 9) Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. 10) Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. 11) Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi: asbes; batu tulis; batu setengah permata; batu kapur; batu apung; batu permata; bentonit; dolomit; feldspar; garam batu (halite); grafit; granit/andesit; gips; kalsit; kaolin;
30
leusit; magnesit; mika; marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk; tanah serap (fullers earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; yarosif; zeolit; basal; trakkit; dan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 12) Objek
Pajak
Air Tanah adalah pengambilan dan/atau
pemanfaatan Air Tanah. Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah adalah: a. pengambilan
dan/atau pemanfaatan
Air Tanah
untuk
keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; b. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. 13) Objek
Pajak
Sarang Burung Walet adalah
pengambilan
dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. 14) Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. 15) Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
31
e. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Daerah 1) Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dihitung sebagai perkalian dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu: a)
Nilai Jual Kendaraan Bermotor
b)
Bobot yang mencerminkan secara relative kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan sebesar 1,5%
untuk kendaraan bermotor bukan umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, dan 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar. 2)
Dasar pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dihitung berdasarkan nilai jual kendaraan di atas air. Tarif ditetapkan sebesar 1,5%.
3)
Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah nilai jual kendaraan bermotor. Tarifnya ditetapkan sebagai berikut: a) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan pertama 10% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 10% untuk kendaraan bermotor umum, dan 3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. b) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan kedua dan selanjutnya: 1% untuk kendaraan bermotor bukan
32
umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, dan 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. c) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan karena warisan: 0,1% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, dan 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan pertama ditetapkan 5% untuk penyerahan kedua dan selanjutnya sebesar 1%, dan untuk penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1%. 4)
Dasar Pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor. Tarifnya ditetapkan sebesar 5%.
5)
Dasar pengenaan Pajak Air Permukaan adalah Nilai Perolehan Air Permukaan. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
6)
Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok.Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok.
7)
Dasar Pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%.
8)
Dasar Pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%.
33
9)
Dasar Pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 35%.
10) Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 25%. 11) Dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah nilai jual tenaga listrik. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. 12) Dasar Pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. 13) Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25%. 14) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. 15) Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. 16) Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3.
34
17) Dasar
pengenaan
Bea
Perolehan
Hak
atas
Tanah
Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. Tarif
dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5%.
f. Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan 1. Pajak Reklame a. Pengertian Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, sedangkan yang dimaksud dengan reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya
untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk
memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. b. Sangsi atas Pelanggaran Pajak Reklame Sangsi yang dikenakan pada wajib pajak berupa denda atau pidana bila kewajiban perpajakannya tidak ditaati sepenuhnya. Sangsi tersebut berupa: 1. Pencabutan izin pemasangan reklame
35
2. Dikenakan denda sebesar 25% apabila angsuran yang dibayar tidak tepat waktu. 3. Selain pidana dikenakan juga hukuman kurungan selamalamanya tiga bulan. c.
Macam-macam Bentuk Reklame Dalam Peraturan Daerah No.10 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame disebutkan macam-macam bentuk reklame adalah: 1. Reklame billboard adalah papan iklan yang ditempatkan di ruang
luar
(ruang
terbuka)
yang
terbuat
dari
papan/kayu/besi/seng/bahan lain yang dipasang dengan tiang. 2. Reklame megatron adalah papan iklan yang ditempatkan di ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari papan/besi/seng/bahan lain yang dipasang dengan tiang dan ditambah peralatan mekanik elektronik sehingga menampilkan gambar atau pesan yang bervariasi. 3. Reklame kain dan sejenisnya adalah reklame yang dibuat dari kain atau bahan yang dipersamakan dengan kain. Yang termasuk reklame kain antara lain spanduk, banner, umbul-umbul, rontek yang mengandung pesan.
36
4. Reklame neonbox adalah papan reklame iklan yang ditempatkan di ruang luar (ruang terbuka) atau di dalam ruangan yang terbuat dari box yang bersinar. 5. Reklame selebaran dan sejenisnya adalah reklame yang terbuat
dari
kertas,
plastik,
atau
bahan
yang
sejenis/dipersamakan dalam bentuk selebaran. 6. Reklame berjalan adalah reklame yang ditulis atau ditempatkan (dipasang) pada kendaraan antara lain roda dua, tiga, empat atau kendaraan lain yang dipersamakan. 7. Reklame udara adalah reklame yang melayang di udara antara lain balon. 8. Reklame suara adalah reklame dengan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan oleh perantaraan alat. 9. Reklame film/slide adalah reklame yang menggunakan klise berupa kaca film atau bahan-bahan lain yang diproyeksikan pada layar putih atau benda lain. 10. Reklame peragaan adalah sejenis reklame yang dalam bentuk peragaan atau demonstrasi dari suatu hasil produksi barang yang diadakan khusus untuk tujuan promosi. 11. Reklame dengan cahaya adalah reklame yang berbentuk tulisan dan atau gambar yang terdiri dari atau dibentuk dari cahaya pijar atau alat lain yang bersinar.
37
12. Reklame tine plate adalah papan iklan yang ditempatkan di ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari plate/seng atau bahan yang dipersamakan dipasang dengan tiang ataupun menempel dalam bentuk yang sederhana 13. Reklame baliho adalah papan iklan yang ditempatkan di ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari papan atau triplek atau bahan yang dipersamakan. 14. Reklame shopsign adalah papan reklame yang terbuat dari kayu/besi/seng atau bahan lain yang dipersamakan yang menempel/melekat pada bidang bangunan. d.
Subjek, Objek dan Wajib Pajak Reklame serta Tarif Pajak Yang dimaksud dengan subjek Pajak Reklame adalah: 1. Orang dan atau badan hukum yang memasang reklame dalam wilayah daerah pemungutan pajak. 2. Orang dan atau badan hukum yang ditunjuk untuk dipungut pajak reklame atau sebagai wajib pajak pengganti. 3. Pemegang izin pemasang iklan Sedangkan yang menjadi objek pajak reklame adalah reklame yang diijinkan untuk dipasang di wilayah daerah pemungut pajak berdasarkan jenis-jenis pajak yang ditentukan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi dengan dasar pengenaan
38
pajak reklame adalah nilai sewa reklame yang tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 25%. e.
Dasar Perhitungan Pajak Reklame Besarnya pajak ditetapkan berdasarkan: 1. Tarif yang berlaku 2. Jenis reklame 3. Luas reklame 4. Masa berlakunya reklamee. Lokasi pemasangan reklame
f.
Pembebasan dan Pengecualian Pajak Reklame Pengecualian dari pengenaan Pajak Reklame adalah: 1. Reklame yang diadakan dan dibuat oleh Pemerintah 2. Reklame yang semata-mata mengenai pemilikan dan atau peruntukan tanah,
dengan ketentuan luasnya
tidak
melebihi ¼ m2 dan diselenggarakan di atas tanah tersebut. 3. Reklame yang semata-mata memuat nama dan atau pekerjaan orang atau badan yang menempati tanah/ bangunan dimana reklame, tersebut diselenggarakan dengan ketentuan luasnya tidak melebihi ¼ m2. 4. Reklame yang semata-mata memuat nama atau sebutan dari pekerjaan atau perusahaan yang diselenggarakan diatas tanah/bangunan dimana reklame tersebut luasnya tidak melebihi ¼ m2.
39
5. Reklame yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan pada kendaraan milik perusahaan tersebut, yang sematamata memuat nama dan atau sebutan umum perusahaan yang bersangkutan dengan luasnya tidak melebihi ¼ m2. 6. Reklame yang merupakan jenis reklame suara apabila menurut pendapat Kepala Daerah penyelenggaraannya termasuk golongan penjaja atau pengusaha kecil. 7. Reklame yang menurut pertimbangan dibuat untuk maksud amal dan untuk kepentingan umum untuk jangka waktu tertentu g.
Perijinan dalam Pemasangan Reklame Pemasangan
reklame harus mendapatkan ijin dari
Kepala Daerah yang dimohonkan secara tertulis melalui Dinas Cipta Karya, dengan mengisi blangko permohonan yang berisi: nama dan alamat pemohon; bentuk, ukuran dan jenis reklame; perihal yang akan dikemukakan pada reklame; jangka waktu pemasangan reklame; jumlah reklame yang dipasang; tempat pemasangan reklame, Ijin Reklame berlaku selama-lamanya 1 (satu) tahun. h.
Kewajiban, Larangan dan Pencabutan Ijin Reklame Pemasangan reklame diwajibkan: memasang stiker atau tanda yang diberikan oleh Dinas Cipta Karya dan membubuhkan tulisan tentang nomor ijin reklame serta saat
40
berlakunya pada reklame yang dipasang; mengupayakan dan menjaga reklamenya agar tidak menganggu keindahan dan ketertiban umum, keamanan, kesusilaan dan kesehatan. Ijin reklame dapat dicabut apabila: pemegang ijin tidak memenuhi
kewajiban-kewajiban
mengenai
tempat
pemasangan reklame yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah setelah
pemegang
ijin
reklame
atau
kuasanya
diberi
peringatan; pemasangan reklame mengubah bentuk reklame yang dipasang sehingga perubahan tersebut tidak sesuai dengan data pada permohonan ijin reklame yang diajukan; reklame yang dipasang tidak sesuai dengan keindahan dan ketertiban umum,keamanan, kesusilaan dan kesehatan.
2. Pajak Penerangan Jalan a.
Pengertian Pajak Penerangan Jalan Pajak Penerangan Jalan, yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.
b.
Dasar Pengenaan Tarif Dasar pengenaan tarif pajak penerangan jalan serta subyek pajak penerangan jalan adalah: 1. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual tenaga listrik.
41
2. Nilai jual tenaga listrik adalah dalam hal tenaga listrik dari PLN dengan pembayar, nilai jual tenaga listrik adalah tagihan biaya beban ditambah dengan biaya pemakaian kwh yang ditetapkan dalam rekening listrik. Sedangkan dalam hal tenaga listrik bukan dari PLN dengan tidak dipungut bayaran, nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, penggunaan tenaga listrik atau taksiran penggunaan listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan. 3. Khusus untuk kegiatan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, nilai jual tenaga listrik ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen). 4. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN bukan untuk industri sebesar 9% (sembilan persen). 5. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untuk tenaga industri sebesar 9% (sembilan persen). 6. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN untuk industri sebesar 9% (sembilan persen). 7. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN untuk industrisebesar 5% ( lima persen).
42
c.
Subjek, Wajib serta Tarif Pajak Penerangan Jalan Subyek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik yang menjadi pungutan daerah atas penggunaan tersebut dan diatur sesuai perundang-undangan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik dengan dasar pengenaan pajak adalah nilai jual tenaga listrik yang tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.
d.
Objek Pajak Penerangan Jalan Adalah penggunaan tenaga listrik di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah, dikecualikan dari objek pajak penerangan jalan yang dimaksud jika: 1. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat dan daerah, penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat perwakilan asing dan lembaga-lembaga international dengan asas timbal balik. 2. Penggunaan tenaga listrik berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dan instansi terkait.
43
3. Penggunaan tenaga listrik lainya diatur dengan peraturan daerah. e.
Sistem Pemungutan Pajak Penerangan Jalan Pemungutan pajak penerangan jalan sesuai dengan peraturan daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, menggunakan with holding system yaitu sistem pengenaan pajak yang dipungut oleh pemungut pajak pada sumbernya, dan pejabat atau badan yang ditunjuk atas tugas tersebut adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN).
5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Defenisi Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 15, pengertian Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut: “Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan”. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan
daerah
dan
dikelola
sendiri oleh
pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung
pembiayaan
daerah,
oleh
karenanya
kemampuan
melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD, semakin besar kontribusi
44
yang dapat diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan merupakan indikasi keuangan suatu pemerintah daerah. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumbersumber keuangan secara maksimal, namun tentu saja dalam koridor perundang-ungangan yang berlaku khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan didaerahnya melalui pendapatan asli daerah. Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyakanya kewenagan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah itu sendiri. b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2009:132), " pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah". Menurut undang-undang No.33 tahun 2004 pasal 6, sumbersumber pendapatan asli daerah terdiri dari: 1) Pajak daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
dan
yang
digunakan
untuk
membiayai
45
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah. 2) Retribusi daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD. b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara/BUMN. c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta/kelompok. 4) Lain-lain pendapatan yang sah Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut diatas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut:
46
a) Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan. b) Jasa giro. c) Pendapatan bunga. d) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah. e) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang dan jasa oleh daerah. f) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. h) Pendapatan denda pajak. i) Pendapatan denda retribusi. j) Pendapatan eksekusi atas jaminan. k) Pendapatan dari pengembalian. l) Fasilitas sosial dan umum. m) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. n) Pendapatan dari anggaran/cicilan penjualan.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Hasil-hasil penelitian terdahulu adalah: 1. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riduansyah (2000) dengan judul ”Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah
47
Daerah Kota Bogor)”. Penelitian ini menunjukkan bahwa Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait
dengan
penerimaan
kedua
komponen
tersebut.
Kontribusi
penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/1994 – 2000 cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78% per tahun. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBDnya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA 1993/1994 – 2000 rata-rata pertahunnya memberikan kontribusi sebesar 7,81% per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89% pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata pertahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Kota Bogor perlu dilakukan beberapa langkah di antaranya perlu dilakukan peningkatan
48
intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah, kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan memberlakukan jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada. 2. Hasil penelitian sebelumnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Darmono (2010) dengan judul “Analisis Dana Bagi Hasil Pajak Sebelum Dan Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Berau”. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa otonomi daerah memberikan pengaruh bagi penerimaan daerah Kabupaten Berau pada pos penerimaan dana bagi hasil pajak, dimana penerimaan dana bagi hasil pajak semakin tinggi setelah terjadi otonomi daerah dan diharapkan besarnya rentang peningkatan dana bagi hasil pajak lebih besar dibandingkan dengan keadaan yang ada saat ini. Oleh karena itu untuk meningkatkan penerimaan dana bagi hasil pajak maka sebaiknya dilakukan ektensifikasi dan intensifikasi sumber-sumber penerimaan yang dapat mempengaruhi perolehan dana bagi hasil pajak tersebut, misalnya pencarian sumbersumber penerimaan baru yang selama ini belum tergali dan intensifkan sumber penerimaan yang telah ada sehingga hasilnya lebih optimal, atau melalui himbauan kepada masyarakat untuk selalu taat membayar kewajibannya demi peningkatan penerimaan daerah karena akan dapat digunakan demi kemajuan pembangunan daerah mereka. 3. Hasil penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Basri dan Hamidi (2010) dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Hotel Dan Restoran Kabupaten Bengkalis Pasca Otonomi Daerah”. Penelitian ini menunjukkan bahwa
49
efektivitas pemungutan pajak hotel dan restoran untuk seluruh komponen perlu ditingkatkan. Tahun 2008 diperkirakan hasil pungutan pajak untuk dua komponen tersebut biasa mencapai 2,5 miliar. Masih rendahnya realisasi penerimaan pajak restoran dan rumah makan dibandingkan potensinya disebabkan pemungutan pajak tidak berdasarkan jumlah makanan yang terjual, melainkan hanya berdasarkan perhitungan sesaat atau perkiraan saja, karena juga disebabkan tidak adanya catatan dari beban pajak. Pihak restoran dan rumah makan sangat jarang mencantumkan beban pajak yang harus ditanggung konsumen, karena adanya kekhawatiran kehilangan pelanggan, karena menyebabkan harga menjadi mahal. 4. Penelitian terdahulu selanjutnya yang dilakukan oleh Hakki (2008) dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Sebelum Dan Pada Masa Otonomi Daerah Di Kota Bogor”, hasilnya adalah dalam periode anggaran 2001-2005 struktur sisi penerimaan APBD Kota Bogor lebih didominasi oleh bagian dana perimbangan, padahal hal tersebut tidak mencerminkan kemandirian suatu daerah dalam pembangunannya pada masa otonomi daerah sekarang ini. Penerimaan pajak daerah di Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi. Tingkat inflasi berbanding terbalik terhadap penerimaan pajak daerah Kota Bogor yang berarti apabila tingkat inflasi mengalami peningkatan, maka penerimaan pajak daerah akan menurun Hal ini dapat ditanggulangi dengan dengan cara membuat kebijakan baru atau mengoptimalkan kebijakan yang telah ada untuk mengimbangi tingkat inflasi yang sifatnya fluktuatif.
Sehingga dapat
50
disimpulkan bahwa kebijakan otonomi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah di Kota Bogor. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama dan Judul Muhammad Riduansyah (2000) Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor) Dio Hakki (2008) Analisis Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Sebelum Dan
Metodologi Penelitian Pajak Daerah Analisis dan Retribusi Deskriptif Daerah memadukan Terhadap pendekatan Pendapatan kualitatif dan Asli Daerah kuantitatif (PAD)(X1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)(X2) Otonomi Daerah (Y) Variabel
Pajak Daerah peubah ganda (multivariate (X1) analysis) Retrebusi Daerah (X2) Pendapatan Asli Daerah (Y)
Hasil Penelitian Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA 1993/1994 – 2000 ratarata pertahunnya memberikan kontribusi sebesar 7,81% per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89% pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata pertahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun
Dalam periode anggaran 2001-2005 struktur sisi penerimaan APBD Kota Bogor lebih didominasi oleh bagian dana perimbangan. Penerimaan pajak daerah di Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh variabel
Berlanjut ke halaman berikutnya 51
Lanjutan Pada Masa Otonomi Daerah Di Kota Bogor
Darmono (2010)
Dana Bagi Hasil Pajak (X) Analisis Dana Pendapatan Bagi Hasil Asli Daerah Pajak Sebelum (Y) Dan Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Berau
Syafril Basri Pajak Hotel Dan Wahyu (X1) Hamidi (2010) Pajak Restoran Analisis (X2) Penerimaan Pendapatan Pajak Hotel Asli Daerah Dan Restoran (Y) Kabupaten Bengkalis Pasca Otonomi Daerah)
tingkat inflasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan otonomi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah di Kota Bogor. Analisis uji Otonomi daerah beda dengan memberikan pengaruh menggunakan bagi penerimaan Daerah uji t Kabupaten Berau pada pos penerimaan dana bagi hasil pajak, dimana penerimaan dana bagi hasil pajak semakin tinggi setelah terjadi otonomi daerah dan diharapkan besarnya rentang peningkatan dana bagi hasil pajak lebih besar dibandingkan dengan keadaan yang ada saat ini Metode survey Perpaduan antara metode analisis kuantitatif dan kualitatif
Efektivitas pemungutan pajak hotel dan restoran untuk seluruh komponen perlu ditingkatkan. Masih rendahnya realisasi penerimaan pajak restoran dan rumah makan dibandingkan potensinya disebabkan pemungutan pajak tidak berdasarkan jumlah makanan yang terjual, melainkan hanya berdasarkan perhitungan sesaat atau perkiraan saja, karena juga disebabkan tidak adanya catatan dari beban pajak
52
C. Kerangka Berpikir Kerangka pemikiran merupakan langkah kerja pelaksanaan dimulainya penelitian ini sampai dengan terselesaikannya suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu pajak reklame dan penerangan jalan, serta satu variabel dependen yaitu PAD.
pajak
Pemberlakuan
otonomi daerah yang dilandasi oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya termasuk pemberian kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan daerahnya sendiri. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah dalam rangka untuk membiayai jalannya roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan di daerahnya. Salah satu sumber penerimaan daerah yang merefleksikan kualitas ekonomi daerah adalah PAD. PAD merupakan penerimaan daerah dari berbagai komponen seperti pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain PAD yang sah. Potensi PAD dan komponen PAD dapat diketahui dengan menganalisis kontribusi penerimaan PAD terhadap total penerimaan daerah dan kontribusi komponen PAD terhadap penerimaan PAD yang dilakukan dengan analisis secara deskriptif. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu dan keterangan di atas maka dapat digambarkan sebuah kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:
53
Dinas Pendapatan Kabupaten Tangerang
Pajak Rekalame (X1)
Pajak Penerangan jalan (X2)
Sesudah Pemekaran
Sebelum Pemekaran
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Y)
Analisis Deskriptif
Uji Mann-Whitney (U Test)
Interpretasi
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
54
D. Hipotesis Menurut Sugiyono (2004 : 10) "hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian". Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian.
Berdasarkan
kerangka
pemikiran
yang
telah
diuraikan
sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian bahwa: H1:
Pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya efektifitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang
H2:
Pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya kontribusi rata-rata pendapatan pajak reklame terhadap PAD Kabupaten Tangerang
H3:
Pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya efektifitas pajak penerangan jalan di Kabupaten Tangerang
H4:
Pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya kontribusi rata-rata pendapatan pajak penerangan jalan terhadap PAD Kabupaten Tangerang
H5:
Terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kabupaten Tangerang antara
sebelum dan sesudah Pemekaran daerah H6:
Terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kabupaten
Tangerang antara sebelum dan sesudah Pemekaran daerah
55
H7:
Terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah Pemekaran daerah
56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam melakukan studi penelitian yang berhubungan dengan judul skripsi peneliti yang berhubungan dengan penerimaan Pajak Reklame dan Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), peneliti memilih kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) yang berada di Kabupaten Tangerang beralamat Komplek Perkantoran Tiga Raksa – Tangerang 15720. Riset dengan perencanaan dan jadwal penelitian yang disesuaikan dengan kodisi lapangan.
B. Metode Menentukan Sampel Menurut Kuncoro (2009:118) "Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian". Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD dan Laporan Realisasi Pajak Daerah Tahun 2006-2011 di daerah Kabupaten Tangerang, dimana pada tahun-tahun tersebut Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan sudah dikelompokkan secara terpisah dan menjadi bagian dari pajak daerah. Menurut Kuncoro (2009:118) "Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi". Sampel dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD dan Laporan Realisasi Pajak Daerah Tahun 2006-2011 di
57
daerah Kabupaten Tangerang. Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel non-probability sampling dengan cara acidental sampling yaitu penulis menggunakan sampel yang dapat diakses dengan baik dan diperoleh dengan lengkap.
C. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Metode Diskriptis Analitif Yaitu metode yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya berdasarkan apa yang tampak kemudian digunakan untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, menganalisis dan menginterpretasikan data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. 2. Metode Historis Yaitu metode berdasarkan data historis yang ada pada organisasi yang dilakukan dengan cara membaca arsip-arsip yang terdapat dalam organisasi yang diteliti.
D. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder atau sumber sekunder. Menurut Sugiyono (2004:129), sumber sekunder yang secara tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan yang tersedia di buku-buku, jurnal, majalah dan sumber lainnya
58
yang secara tidak langsung berhubungan dengan penelitian. Jenis data yang digunakan dalam penilitian ini adalah: 1. Data kualitatif Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema dan gambar. Jenis data kualitatif ini ialah data sekunder yaitu data yang telah mengalami proses pengolahan oleh sumbernya. 2. Data kuantitatif Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka atau data kualitatif yang disajikan dalam bentuk angka. Data ini meunjukkan nilai terhadap besaran atau variabel yang diwakilinya. Sifat data ini adalah rentet waktu yaitu data yang diperoleh dari hasil pengamatan dalam suatu periode tertentu.
E. Teknik Pengumpulan Data Untuk keperluan analisis data, maka penulis memerlukan sejumlah data pendukung yang bersumber dari dalam maupun luar organisasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pengumpulan data yang berkaitan dan menunjang penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Lapangan a. Dokumentasi Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. (Arikunto, 2000:106). Metode dokumentasi ini digunakan untuk
59
mengumpulkan
data
tentang
penerimaan
pajak
reklame
dan
penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tangerang. b. Observasi Observasi adalah pengamatan langsung suatu objek yang akan diteliti dalam waktu singkat dan bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai objek penelitian. Observasi dilakukan penulis dengan mengamati bagaimana sistem pemungutan serta penerimaan Pajak Reklame dan Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tangerang. 2. Penelitian Pustaka Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan penelitian ini
F. Metode Analisis Data dan Uji Hipotesis 1. Efektivitas Pajak Daerah Efektivitas adalah perbandingan atau rasio antara penerimaan dengan target penerimaan yang telah ditetapkan setiap tahunnya berdasarkan potensi yang sesungguhnya. Adapun rumus perhitungan efektivitas menurut Halim (2001:164) adalah sebagai berikut: Realisasi Penerimaan Efektivitas Penerimaan =
Target Penerimaan
X 100 %
Sumber: Halim (2001:164) 60
Dalam perhitungan efektivitas menurut Halim, apabila yang dicapai minimal satu atau 100%, maka rasio efektivitas semakin baik, artinya semakin efektif penerimaan tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil persentasenya, maka menunjukkan penerimaan tersebut semakin tidak efektif. Untuk mengukur nilai efektivitas secara lebih rinci digunakan kriteria berdasarkan Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996 tentang pedoman kriteria efektivitas yang disusun dalam tabel berikut ini: Tabel 3.1 Interpretasi Kriteria Efektivitas Presentase
Kriteria
>100%
Sangat Efektif
90% – 100%
Efektif
80% - 90%
Cukup Efektif
60% – 80%
Kurang Efektif
< 60%
Tidak Efektif
Sumber: Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 2006
61
2. Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah. Untuk
mengetahui
bagaimana
dan
seberapa
besar
suatu
Penerimaan pajak terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka digunakan rumus sebagai berikut:
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kontibusi Pajak Daerah Terhadap PAD =
X 100 % Realisasi Penerimaan PAD
Sumber: Halim (2001:164) Dalam perhitungan kontribusi menurut Halim, apabila yang dicapai 50%, maka rasio kontribusi semakin baik, artinya semakin baik kontribusi penerimaan pajak tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil persentasenya, maka menunjukkan penerimaan pajak tersebut semakin kurang. Untuk mengukur rasio kontribusi secara lebih rinci digunakan kriteria Tim Litbang Degdagri - Fisipol UGM tahun 1991 tentang klasifikasi kriteria kontribusi yang disusun dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.2 Interpretasi Kriteria Efektivitas Persentase
Kriteria
0,00%-10% 10,10%-20% 20,10%-30% 30,10%-40% 40,10%-50% Diatas 50%
Sangat Kurang Kurang Sedang Cukup baik Baik Sangat baik
Sumber: Tim Litbang Degdagri-Fisipol UGM tahun 1991
62
3. Laju Pertumbuhan Laju
petumbuhan
suatu
pendapatan
daerah
menunjukkan
kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan pendapatan daerahnya. Laju pertumbuhan penerimaan daerah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Yt –Y (t-1) Gy =
Y (t-1)
X 100
Sumber: Halim (2001:155) Gy
= Laju Pertumbuhan Penerimaan Pertahun
Yt
= Realisasi Penerimaan Tahun Tertentu
Y (t-1) = Realisasi Penerimaan Pada Tahun Sebelumnya
4. Statistik Non Parametrik Pengujian hipotesis statistik non parametrik pada dasarnya sama dengan pengujian hipotesis statistik parametrik. Asumsi yang digunakan pada pengujian hipotesisi statistik non parametrik hanyalah bahwa observasi-observasi independen dan variabel yang diteliti memiliki kontinuitas. Asumsi bahwa variabel yang diteliti memiliki kontinuitas juga diperlukan dalam uji parametrik, namun dalam uji non parametrik, asumsi tersebut lebih longgar (Hasan, 2008:301 ). Langkah-langkah pengujian hipotesis statistik non parametrik ialah sebagai berikut: a. Menentukan formulasi hipotesis.
63
b. Menentukan taraf nyata dan nilai tabel. c. Menentukan kriterian pengujian. d. Menentukan nilai uji statistik. e. Membuat kesimpulan. Sehubungan dengan penggunaan statistik non parametrik pada skripsi ini dalam menentukan perbandingan angka tahun sebelum dan sesudah otonomi, maka peneliti menggunakan uji MU Test (Mean Whitney Test).
2. Uji Mann-Whitney (U Test) Uji Mann Whitney merupakan alternatif bagi uji-t. Uji Mann Whitney
merupakan
uji
nonparametrik
yang
digunakan
untuk
membandingkan dua mean populasi yang berasal dari populasi yang sama. Uji Mann Whitney juga digunakan untuk menguji apakah dua mean populasi sama atau tidak. Uji Mann-Whitney disebut juga pengujian U, dikembangkan oleh H.B. Mann dan D.R. Whitney pada tahun 1947. Langkah-langkah Pengujiannya ialah sebagai berikut: a. Menentukan formulasi hipotesis H0: dua sempel independen memiliki rata-rata yang sama (N1 = N2) H1: dua sempel independen memiliki rata-rata yang berbeda. b. Menentukan taraf nyata (α) dan nilai U tabel Uα(n1)(n2) = … Pengujiannya dapat berbentuk satu sisi atau dua sisi.
64
c. Menentukan kriteria pengujian H0 diterima apabila U ≥ Uα(n1)(n2) H0 ditolak apabila U < Uα(n1)(n2) d. Menentukan nilai uji statistik Nilai uji statistik ditentukan dengan tahap-tahap berikut. 1) Menggabungkan kedua sempel dan memberi urutan tiap-tiap anggota, dimulai dari pengamatan terkecil sampai terbesar. 2) Menjumlahkan urutan masing-masing (R1 dan R2) 3) Menghitung statistik U dengan rumus:
U1 = n1n2 + n1(n1+1) – R1 2
Atau: U2 = n1n2 + n2(n2+1) – R2 2
Nilai U yang diambil adalah nilai U yang terkecil. Untuk memeriksa ketelitian perhitungan dipergunakan rumus: Uterkecil = n1.n2 - Uterbesar
e. Membuat kesimpulan Menyimpulkan H0 diterima atau ditolak. H0 diterima bila test statistik U ≥ nilai kritis dan H0 ditolak jika test statistik U < nilai kritis.
65
3. Analisis Statistik Deskriptif Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan statistik deskriptif yaitu memberikan gambaran mengenai suatu data yang dilihat dari range, mean, sum, dan standart deviation dari jumlah penerimaan sebelum dan sesudah otonomi daerah. Jadi metode ini digunakan untuk mengetahui kondisi atau keadaan dari perbedaan penerimaan tersebut (Ghozali, 2009:19).
4. Uji SPSS menggunakan Mann Whitney Test Statisticsb Pengujian SPSS menggunakan Mann Whitney Test Statisticsb. Santoso (2009:425) untuk memperkuat hasil uji statistik U di awal secara manual dengan menggunakan rumus. Adapun hipotesis dan pengambilan keputusannya: 1.
Hipotesis: H0: Kedua populasi tidak berbeda atau sama H1: Kedua populasi tidak identik atau berbeda
2.
Pengambilan keputusan: Dasar pengambilan keputusan: Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
66
G. Defenisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel adalah penjelasan dari variable-variabel yang
digunakan
sebagai
objek
pengamatan
dalam
penelitian
ini.
Operasionalisasi variabel adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Sesuai dengan judul yang penulis ajukan “Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah pada Kabupaten Tangerang”, maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dan definisinya akan dijelaskan melalui tabel.
Tabel 3.3 Defenisi Operasional Variabel Jenis Variabel Independen (X1)
Nama Variabel Pajak Reklame
Definisi Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, sedangkan yang dimaksud dengan reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial,dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikansuatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah dengan objek pajak berupa semua penyelenggaraan reklame, subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Wajib pajaknya adalah orang pribadi dan dasarpengenaan pajaknya adalah nilai sewa reklameyang tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.
Berlanjut ke halaman berikutnya 67
Lanjutan Independen (X2)
Dependen (Y)
Pajak Penerangan Jalan
Pendapatan Asli Daerah
Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah derah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dengan objek pajak penggunaan tenaga listrik, di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah, subjek pajak orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik dan dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah nilai jual tenaga listrik yang tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang benar-benar diperoleh dan digali dari potensi pendapatan yang ada di suatu daerah.
68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tinjaun Umum Kabupaten Tangerang 1. Gambaran Umum Profil Daerah Kabupaten Tangerang a. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Tangerang. Merunut kepada legenda rakyat dapat disimpulkan bahwa cikalbakal Kabupaten Tangerang adalah Tigaraksa. Nama Tigaraksa itu sendiri berarti Tiang Tiga atau Tilu Tanglu, sebuah pemberian nama sebagai wujud penghormatan kepada tiga Tumenggung yang menjadi tiga pimpinan ketika itu. Seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten membangun tugu prasasti di bagian Barat Sungai Cisadane, saat ini diyakini berada di Kampung Gerendeng. Waktu itu, tugu yang dibangun Pangeran Soegri dinamakan sebagai Tangerang, yang dalam bahasa Sunda berarti tanda. Prasasti yang tertera di tugu tersebut ditulis dalam huruf Arab ”gundul” berbahasa Jawa kuno yang berbunyi ”Bismillah paget Ingkang Gusti/Diningsun juput parenah kala Sabtu/Ping Gangsal Sapar Tahun Wau/Rengsena perang netek Nangaran/Bungas wetan Cipamugas kilen Cidurian/Sakabeh Angraksa Sitingsun Parahyang”. Sebutan ”Tangeran” yang berarti ”tanda” itu lama-kelamaan berubah sebutan menjadi Tangerang sebagaimana yang dikenal sekarang ini.
69
Para bupati yang pernah memimpinan Kabupaten Tangerang di era
pemerintahan
Belanda
pada
periode
tahun
1682-1809
adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII. Setelah keturunan Aria Soetadilaga dinilai tidak mampu lagi memerintah Kabupaten Tangerang, Belanda menghapus pemerintahan ini dan memindahkannya ke Batavia. Pada akhir 1943, jumlah kabupaten di Jawa Barat mengalami perubahan, dari 18 menjadi 19 kabupaten. Hal ini disebabkan, pemerintah Jepang telah mengubah status Tangerang dari kewedanaan menjadi kabupaten. Perubahan status ini didasarkan pada dua hal: pertama, Kota Jakarta ditetapkan sebagai Tokubetsusi (Kota Praja), dan kedua, Pemerintah Kabupaten Jakarta dinilai tidak efektif membawahi Tangerang yang wilayahnya luas. Seiring dengan pemekaran wilayah dengan terbentuknya pemerintah Kota Tangerang tanggal 27 Februari 1993 berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993, maka pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa. Pemindahan ibu kota ke Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah kembali cita-cita dan semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.
70
b. Kondisi Geografis Kabupaten Tangerang terletak di bagian Timur Propinsi Banten pada koordinat 106°20′-106°43′ Bujur Timur dan 6°00′-6°20′ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Tangerang 959,6 km2 atau 9,93 % dari seluruh luas wila-yah Propinsi Banten dengan batas wilayah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Lebak. Secara administratif Kabupaten Tangerang terdiri dari yaitu 29 kecamatan, 28 kelurahan, dan 246 desa. Secara Topografi, Sebagian besar wilayah Tangerang merupakan dataran rendah, dimana sebagian besar wilayah Kabupaten Tangerang memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-3% dengan ketinggian wilayah antara 0-85 m di atas permukaan laut. Dataran rendah di Bagian Utara dengan ketinggian berkisar antara 0-25 meter di atas permukaan
laut,
yaitu
Kecamatan
Teluknaga,
Mauk,
Kemiri,
Sukadiri, Kresek, Kronjo, Pasarkemis, dan Sepatan. Dataran tinggi dari bagian tengah kearah selatan dengan ketinggian lebih dari 25 meter di atas permukaan laut. Kemiringan tanah rata-rata 0-3% menurun ke utara. Ketinggian wilayah berkisar antara 25-85 m di atas permukaan laut.
71
2. Struktur Pemerintahan Kabupaten Tangerang mempunyai pemerintahan yang sama dengan kabupaten lainnya. Unit pemerintahan di bawah kabupaten adalah kecamatan, masing-masing kecamatan terdiri atas beberapa kelurahan dan desa. Sebelum Kota Tangerang Selatan memisahkan diri, tercatat jumlah Kecamatan di Kabupaten Tangerang ada 36 Kecamatan, 77 Kelurahan dan 251 Desa. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini, terhitung sejak Kota Tangerang Selatan
memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang,
jumlah kecamatan, kelurahan maupun desa di Kabupaten Tangerang tetap yaitu 29 kecamatan, 28 kelurahan, dan 246 desa. Tabel berikut memperlihatkan jumlah kecamatan, kelurahan dan desa dengan luas wilayahnya. Tabel 4.1 Jumlah Kecamatan, kelurahan dan Desa
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
KECAMATAN Cisoka Solear Tigaraksa Jambe Cikupa Panongan Curug Kelapa Dua Legok Pagedangan Cisauk Pasar Kemis Sindang Jaya Balaraja
LUAS WILAYAH KM2 26,98 29,01 48,74 26,02 42,68 34,93 27,41 24,38 35,13 45,69 27,77 25,92 37,15 33,56
KELURAHAN
DESA
2 2 1 3 5 1 1 1 4 1
10 7 12 10 12 7 4 1 10 10 5 5 7 8
Berlanjut ke halaman berikutnya 72
Lanjutan 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Jayanti Sukamulya Kresek Gunung Kaler Kronjo Mekar Baru Mauk Kemiri Sukadiri Rajeg Sepatan Sepatan Timur Pakuhaji Teluknaga Kosambi Jumlah
23,89 26,94 25,97 29,63 44,23 23,82 51,42 32,7 24,14 53,7 17,32 18,27 51,87 40,58 29,76 959,61
1 1 1 1 3 28
8 8 9 9 10 8 11 7 8 12 7 8 13 13 7 246
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang Data Tahun 2011 Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 08 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang maka susunan organisasi perangkat daerah Kabupaten Tangerang terdiri dari: 1.
Sekretariat Daerah
2.
Sekretariat DPRD
3.
Inspektorat Kabupaten
4.
Badan Kepegawaian Daerah
5.
Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
6.
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T)
7.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
8.
Dinas Pendapatan Daerah
9.
Satuan Polisi Pamong Praja
10. Dinas Daerah, yang meliputi:
73
a.
Dinas Pendidikan
b.
Dinas Kesehatan
c.
Dinas Kesejahteraan Sosial
d.
Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata
e.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
f.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
g.
Dinas Bina Marga dan Pengairan
h.
Dinas Tata Ruang
i.
Dinas Cipta Karya
j.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
k.
Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
l.
Dinas Perikanan dan Kelautan
m. Dinas Perindustrian dan Perdagangan n.
Dinas Pertanian dan Peternakan
o.
Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman
p.
Dinas Penanggulangan Bencana dan Kebakaran
11. Lembaga Teknis Daerah yang meliputi: a.
Badan Lingkungan Hidup Daerah
b.
Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
c.
Badan Penanaman Modal Daerah
d.
Badan Ketahanan Pangan, Penyuluhan Dan Pemberdayaan Masyarakat
e.
Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
74
f.
Kantor Perpustakaan Daerah
g.
Kantor Arsip Daerah
h.
Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang
i.
Rumah Sakit Umum Daerah Balaraja Kabupaten Tangerang
12. Kecamatan 13. Kelurahan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 01 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Tangerang dengan mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007, maka urusan pemerintah Kabupaten Tangerang terdiri dari 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan yang sepenuhnya menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk pelaksanaannya sesuai azas desentralisasi kewenangan dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan. Dalam
rangka
keselarasan
pertumbuhan
antar
daerah,
pemerintah juga menyerahkan sebagian atau beberapa kekuasaan kepada alat pemerintah pusat yang ada di daerah yang pada hakekatnya alat pemerintahan pusat ini melakukan pemerintahan sentral di daerah (azas dekonsentrasi).
Implementasi
penyerahan
urusan
dengan
azas
dekonsentrasi ini pada prinsipnya disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam
rangka
Kabupaten
pelaksanaan
Tangerang
telah
azas
dekonsentrasi
melaksanakan
ini, Pemerintah
beberapa
urusan
75
pemerintahan, antara lain di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, dan pekerjaan umum.
3. Kependudukan Penduduk
Kabupaten Tangerang berdasarkan
hasil Sensus
Penduduk pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Tangerang mencapai 2,83 juta orang yang terdiri dari 1,45 juta laki-laki dan 1,38 juta perempuan. Kecenderungan penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun di Kabupaten Tangerang selain disebabkan faktor pertumbuhan penduduk secara alamiah juga tidak terlepas dari kecenderungan migran masuk yang disebabkan oleh daya tarik Kabupaten Tangerang yang merupakan daerah tujuan pencari kerja dengan adanya sentra-sentra industri, perdagangan maupun jasa. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
KECAMATAN Cisoka Solear Tigaraksa Jambe Cikupa Panongan Curug Kelapa Dua Legok Pagedangan Cisauk Pasar Kemis Sindang Jaya Balaraja
LUAS WILAYAH (KM2) 26,98 29,01 48,74 26,02 42,68 34,93 27,41 24,38 35,13 45,69 27,77 25,92 37,15 33,56
JUMLAH PENDUDUK (JIWA) 78,854 73,888 119,245 40,187 224,678 96,383 165,812 178,035 98,171 95,194 64,083 238,377 77,025 111,475
Berlanjut ke halaman berikutnya 76
Lanjutan 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Jayanti Sukamulya Kresek Gunung Kaler Kronjo Mekar Baru Mauk Kemiri Sukadiri Rajeg Sepatan Sepatan Timur Pakuhaji Teluknaga Kosambi Jumlah
23,89 26,94 25,97 29,63 44,23 23,82 51,42 32,7 24,14 53,7 17,32 18,27 51,87 40,58 29,76 959,61
63,494 59,027 60,735 47,699 55,152 35,417 77,599 40,605 53,100 133,274 92,353 81,667 103,506 138,330 131,011 2,834,376
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang, hasil SP 2010 Penduduk di Kabupaten Tangerang terdiri dari berbagai suku atau etnis diantaranya Suku Sunda, Suku Jawa, Suku Betawi dan lainnya. Dominasi penduduk di Kabupaten Tangerang berdasarkan suku terbesar adalah Suku Sunda, kemudian disusul Suku Betawi dan Suku Jawa serta yang lainnya
4. Kondisi Sosial Ekonomi a. Pendidikan Pendidikan merupakan ujung tombak dalam menentukan tidaknya suatu
maju
negara, sehingga di usia negara kita yang telah
mencapai 66 tahun seharusnya kualitas pendidikan yang baik sudah dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pendidikan dapat mempengaruhi
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM)
merupakan indikator gabungan
dari
beberapa
indikator,
yang yaitu
77
kesehatan (indeks harapan hidup), indikator pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan indikator ekonomi (tingkat daya beli penduduk/purchasing power parity/PPP). Berdasarkan data BPS, IPM Kabupaten Tangerang tahun 2010 berada pada kategori menengah dengan nilai 74,45 menempati posisi keempat di Provinsi Banten setelah Kota Tangerang Selatan 75,89, Kota Tangerang 74,99 dan Kota Cilegon nilai 74,99. Pada tahun 2010, secara umum jumlah sarana pendidikan meningkat khususnya untuk tingkat
Taman Kanak-Kanak (TK),
Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat pertama (SLTP). Sarana yang dapat dimanfaatkan masyarakat disektor pendidikan ini berupa Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak 372 unit, dimana TK Swasta 364 unit, dan TK Negeri 8 unit, SD Negeri 750 unit dan SD Swasta 147 unit, SLTP Negeri 73 unit dan SLTP Swasta berjumlah 190 unit dan SLTA Negeri 27 unit dan SLTA
Swasta
73
unit.
Sementara
untuk
sarana pendidikan
keagamaan terdiri dari 253 Roudlatul Athfal, 256 unit MI, 171 unit MTs, dan 57 unit MA. Selain itu Kabupaten Tangerang mempunyai Perguruan Tinggi dengan kualitas dan reputasi nasional dan internasional, diantaranya Universitas Pelita Harapan di Lippo Karawaci, Unversitas Multimedia Nusantara (UMN) di Kelapa Dua dan lembaga pendidikan lainnya yang dilengkapi fasilitas modern yang tersebar diberbagai wilayah di Kabupaten Tangerang.
78
b. Kesehatan Kesehatan merupakan salah satu komponen utama pembangunan selain pendidikan investasi
dan pendapatan. Kesehatan
juga
merupakan
untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki
peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Indikator keberhasilan bidang pembangunan kesehatan tercermin dari derajat kesehatan masyarakat yang merupakan salah satu faktor untuk menunjang peningkatan sumberdaya manusia. Angka Harapan Hidup (AHH) mencerminkan lamanya bayi dilahirkan, diharapkan hidup. Tinggi rendahnya AHH dan angka menggambarkan kesejahteraan hidup suatu negara. Angka harapan hidup Kabupaten Tangerang pada tahun 2010 mencapai 65,79 relatif meningkat tipis dibandingkan tahun 2009 yang sebesar
65,61.
Ini berarti rata-rata usia penduduk umumnya
diperkirakan bertambah panjang, lebih tinggi jika
dibandingkan
dengan Angka Harapan Hidup di Provinsi Banten sebesar 64,90. Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kabupaten Tangerang sampai tahun 2010, yaitu rumah sakit sebanyak 13 buah, terdiri 1 tipe B milik pemerintah daerah, yaitu RSUD Tangerang , terdiri 1 tipe C milik pemerintah daerah yaitu RSUD Balaraja, dan 12 unit milik swasta, 437 unit balai pengobatan, 42 unit puskesmas dan 39 unit puskesmas pembantu, serta puskesmas keliling roda 4 dan roda 2 yang menyebar di 29 kecamatan, klinik dokter yang
79
semakin meningkat tersebar di tiap kecamatan. Untuk tenaga kesehatan yang tersedia adalah 1.279 orang dokter umum, 301 orang dokter gigi, 425 orang dokter spesialis, tenaga bidan sebanyak
714
orang,
perawat sebanyak 654 orang, radigrafter
sebanyak 14 orang, asisten apoteker sebanyak 127 orang dan fisioterapi sebanyak 11 orang. c. Agama Kerukunan hidup beragama merupakan salah satu piranti dalam
proses pembangunan yang perlu terus dijaga dan dipelihara
dalam tatanan berbangsa dan bernegara. Dari jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Tangerang mayoritas penduduk beragama islam sekitar 94,48%, agama protestan sebanyak 2,65% dan yang memeluk kepercayaan lainnya yaitu sebanyak sebesar 2,87%. Jumlah masjid yang ada sebanyak 1.422 unit, 5.656 mushola, 70 unit gereja, 42 vihara/pura dan pondok pesantren tersebar di beberapa kecamatan diantaranya Kecamatan Kresek, Kronjo, Cikupa, Cisoka, Panongan, dan Balaraja. d. Ketenagakerjaan Sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu faktor penting bagi pembangunan ekonomi daerah yang pada akhirnya mengurangi angka pengangguran berdampak memperkecil tingkat kemiskinan pada masyarakat. Indikator ketenagakerjaan yang dapat memberikan gambaran tentang seberapa besar keterlibatan penduduk dalam
80
kegiatan ekonomi produktif adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK Kabupaten Tangerang tahun 2010 pada level 65,9% yang berarti sekitar 65,9 persen penduduk usia 15 tahun ke atas melakukan
aktivitas
bekerja
dan mencari pekerjaan atau yang
tergolong dalam angkatan kerja sehingga terdapat 34,1 persen dari jumlah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas yang bukan tergolong
dalam
Bukan
Angkatan
Kerja,
seperti
bersekolah,
mengurus rumah tangga dan lainnya. Sebagai daerah sentra industri, keterlibatan penduduk dalam sektor ekonomi di Kabupaten Tangerang sebagian besar bekerja pada sektor industri. Sektor industri sebagai sektor yang paling dominan dalam menyerap lapangan pekerjaan di Kabupaten Tangerang yaitu sebesar 35,01 persen dari seluruh penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, disusul sektor perdagangan sebesar 25,74 persen lalu sektor lainnya 18,77 persen dan sektor jasa kemasyarakatan 15,45 persen sedangkan sektor pertanian hanya menyerap 5,03 persen. e. Industri Kabupaten Tangerang disebut sebagai salah satu kantung industri,
terutama
karena keberadaannya
juga
memperkuat
pertumbuhan ekonomi daerah. Kegiatan industri yang menyita lebih dari
50%
potensi
ekonomi
daerah setempat,
memberi
peran
ekonomi yang tidak sedikit terhadap daerah lain, terutama
yang
81
menyangkut
distribusi manusia dan barang serta sektor lain yang
terkait dengan dua hal tersebut. Sebaran daerah industri meliputi Kecamatan Balaraja, Cikupa, Pasar Kemis, Legok dan Curug dengan beragam jenis industri pengolahan seperti aneka industri, industri logam dasar, elektronik, alas kaki dan kimia. Selain itu kegiatan industri yang berada di Kabupaten Tangerang memiliki kemudahan antara lain kemudahan dalam
mendistribusikan
hasil
pengolahannya
ke
daerah
lain
termasuk ekspor ke luar negeri melalui pelabuhan Tanjung Priok karena kedekatan dengan jalan tol Jakarta-Merak. Dari
4.690
perusahaan di Kabupaten Tangerang, 2.885 diantaranya perusahaan swasta nasional, 716 perusahaan PMA, 605 Perusahaan PMDN dan 484 perusahaan perorangan. Jumlah tenaga kerja yang dapat ditampung oleh perusahaan tersebut berjumlah 356.083 orang yang terdiri dari WNI sebanyak 353.762 orang dan WNA sebanyak 2.321 orang. Terlepas dari sektor industri
formal,
Kabupaten Tangerang
pun memiliki potensi Industri Kecil non-formal yang cukup besar. Berikut adalah beberapa potensi industri kecil yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Tangerang meliputi kerajinan bambu, kerajinan rotan, anyaman pandan, tas kulit reptil, alas kaki, dodol, tahu/tempe.
82
f. Perdagangan dan Pengembangan Usaha Kegairahan dunia usaha sektor perdagangan di Kabupaten Tangerang dapat dilihat dari jumlah Tanda Daftar Perusahaan (TDP) yang diterbitkan. Tercatat jumlah TDP yang diterbitkan sampai dengan saat ini sebanyak 3.070 buah. Jumlah TDP yang diterbitkan usaha bentuk Perseroan Terbatas (PT), sebanyak 1.246 perusahaan, perusahaan yang berbentuk CV, yaitu dari sebanyak 700 perusahaan sedangkan perusahaan yang berbentuk PO sebanyak 484 perusahaan. Sementara itu Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang diajukan ke Pemda Kabupaten Tangerang mencapai 5.178 buah. Dilihat menurut klasifikasi usaha peningkatan cukup besar pada penerbitan SIUP untuk klasifikasi barang sebanyak 3.572 buah, dan klasifikasi jasa sebesar 1.606 buah. Sarana perdagangan pada tahun 2010 diantaranya pasar sebanyak 45 lokasi pasar tradisional, 155 minimarket dan 2 hipermarket. g. Lembaga Keuangan dan Koperasi Lembaga keuangan perbankan yang dimiliki pemerintah daerah pada tahun 2010 sebanyak 4 unit. Sementara itu lembaga keuangan mikro yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang pada tahun 2010 sebanyak 23 lembaga Perkreditan
Kecamatan
(LPK)
yang 10
terdiri
dari
Lembaga
lembaga
dan
Lembaga
83
Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (LPP UMKM) sebanyak 13 lembaga. Dalam tata perekonomian Indonesia, koperasi merupakan alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat dan sebagai
salah
satu
urat
nadi
perekonomian bangsa
dan
alat
pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia
serta
bersatu
dalam mengatur tata laksana
perekonomian rakyat. Perkembangan koperasi pada pemerintahan Kabupaten Tangerang selama 2009-2010 menunjukkan peningkatan, dan tercatat pada tahun 2010 sebanyak 532 unit
koperasi aktif,
koperasi non aktif sebanyak 425 unit dan koperasi primer sebanyak 953 unit. Sedangkan Koperasi Unit Desa tercatat sebanyak 21 unit.
5. Keuangan Daerah, Pendapatan Domestik Bruto (PDRB), dan Inflasi a. Keuangan Daerah Tabel 4.3 Pendapatan Daerah dan Realisasi
( Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Pendapatan Pendapatan Persentase Tahun Daerah Daerah (%) (Rp) (Rp) 2006 1.199.742.682.381 1.261.750.836.799 105,17 2007 1.481.126.786.000 1.532.411.945.309 112,29 2008 1.680.196.071.000 1.906.196.738.614 113,48 2009 1.745.093.634.719 1.920.402.615.206 110,05 2010 1.533.658.027.481 1.634.236.485.836 106,56 2011 1.981.941.015.923 2.224.307.766.291 112,23 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kab. Tangerang
84
Dengan melihat perincian angka-angka dalam tabel 4.3 dapat dikatakan bahwa pada tahun Anggaran 2006 realisasi pendapatan terlihat lebih besar dari anggarannya. Persentasenya mencapai 105,17 dari anggaran. Pada tahun 2007 dalam, realisasinya mengalami peningkatan dengan persentase 112,29%, pada tahun 2008 juga mengalami peningkatan yang begitu pesat jika bandingkan tahun 2008, realisasi tahun 2009 dari hasil Pendapatan Daerah yang direlisasikan Rp. 1.906.196.738.614.531 dengan persentase 113,48%, Sedangkan pada tahun 2009 relisasi dari pendapatan daerah tersebut meskipun juga telah mencapai anggaran, namun persentasenya menurun dari 113,48% menjadi hanya 110,05%. Ada penurunan sekitar 3,43%. Penurunan ini disebabkan adanya pemekaran Daerah Otonomi Baru Kota Tangerang selatan yang sebelumnya masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tangerang. Menurut peraturan dan perundangundangan mengenai pemekaran daerah dalam hal ini tersebut sesuai dengan keputusan pemerintah pusat. Penurunan ini terus berlanjut di tahun anggaran 2010. Meskipun juga mencapai target pendapatan, namun persentasenya hanya 106,56%, lebih kecil dari tahun 2009. Baru pada tahun 2011, persentasinya kembali naik mencapai 112,23%. b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator keberhasilan pembangunan di Kabupaten Tangerang adalah diukur dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pada tahun 2006 Kabupaten Tangerang
85
Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar 23.100.149 (jutaan Rp) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) sebesar 14.907.051 (jutaan RP).
Pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh perkembangan
PDRB, pada tahun 2006, ADHB sebesar 13,65% dan ADHK sebesar 6,02%. Tabel 4.4 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Tangerang Tahun 2006-2011 PDRB ADHB
PDRB ADHK
TAHUN
Jumlah (jutaan RP)
Laju Pertumbuhan (%)
Jumlah (jutaan RP)
Laju Pertumbuhan (%)
2006 2007 2008 2009 2010 2011
23.100.149 25.412.268,79 28.437.349,10 30.884.647,87 34.802.038,10 39.993.019
13,65 9,55 11,90 8,61 12,68 14,92
14.907.051 15.805.589,85 16.647.358,27 17.382.090,66 18.549.118,62 19.912.417
6,02 6,48 5,33 4,41 6,71 7,35
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang, Data Tahun 2012 Dari tabel 4.4 tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa salah satu indikasi
bahwa
pembangunan
di bidang
perekonomian
di
Kabupaten Tangerang memang terjadi peningkatan yang belum cukup signifikan, akan tetapi terdapat potensi untuk mengarah pada perbaikan perekonomian Kabupaten Tangerang. c. Inflasi Tabel 4.5 Inflasi Kab. Tangerang Tahun Inflasi (%)
2006
2007
2008
2009
2010
2011
7,18
3,25
6,25
4,02
5,59
3,78
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang, Data Tahun 2012 86
Selama
tahun
2006
inflasi
di
Kabupaten
Tangerang
mencapai 7,18%, ini adalah tingkat inflasi tertinggi selama 6 tahun terakhir (2006-2011). Penyumbang inflasi terbesar adalah kelompok Pengangkutan
dan
Komunikasi
sebesar
11.98%.
Sedangkan
penyumbang terendah adalah kelompok Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 3.15%. Perkembangan sektor riil dan berbagai dampaknya pada kesejahteraan masyarakat, tidak lepas dari peran investasi baik dalam bidang usaha
besar, kecil
maupun
menengah.
Peran
pemerintah sebagai regulator perekonomian daerah, menyediakan fasillitas terutama perdagangan bagi masyarakat menengah kebawah.
B. Gambaran Umum DISPENDA Kabupaten Tangerang 1. Kedudukan a) Dinas Pendapatan Daerah adalah unsur pelaksana otonomi daerah yang menyelenggarakan pelayanan bidang pendapatan; b) Dinas Pendapatan Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. 2. Tugas Pokok Dinas Pendapatan Daerah
mempunyai tugas pokok merencanakan,
melaksanakan, mengarahkan, mengawasi dan mengendalikan di bidang pendapatan sesuai kebijakan pemerintah daerah.
87
3. Susunan Organisasi a). Susunan Organisasi DPPKAD dan DISPENDA terdiri dari: 1). Kepala Dinas 2). Sekretariat
Sub. Bagian Perencanaan
Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian
Sub. Bagian Keuangan
3). Bidang Pajak
Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Seksi Penetapan
Seksi Penagihan
4). Bidang Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan
Seksi Dana Perimbangan
Seksi PBB dan Biaya Peralihan Hak Tanah dan Bangunan
Seksi Lain-lain Pendapatan
5). Bidang Akuntansi dan Pelaporan
Seksi Penerimaan Daerah dan Pembiayaan
Seksi Akuntansi dan Pelaporan
Seksi Benda Berharga dan Quasi
6). Bidang Perencanaan dan Pengendalian Pendapatan
Seksi Perencanaan Pendapatan
Seksi Pengawasan dan Evaluasi
Seksi Kebijakan Pendapatan
88
7). Unit Pelaksana Teknis 8). Kelompok Jabatan Fungsional
C. Hasil Penelitian 1. Penerimaan Pajak Reklame a. Efektivitas Peneriman Pajak Reklame Tingkat efektivitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang dapat dihitung dengan membandingkan antara realisasi penerimaan pajak reklame dengan target pajak reklame. Dalam penelitian ini yang dipertimbangkan dalam menentukan efektivitas hanya pencapaian target. Dibawah ini disajikan tabel hasil perhitungan efektivitas pajak reklame Kabupaten Tangerang tahun anggaran 2006-2011.
Tabel 4.6 Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008) Tahun
Target
Realiasasi
(%)
(Rp) (Rp) 2006 7.500.000.000 7.589.474.249 101,81 2007 8.500.000.000 6.026.498.163 70,9 2008 8.000.000.000 6.065.458.779 82,96 Jumlah 19.681.431.191 255,67 Rata-Rata 6.560.477.064 85,22
Pertumbuhan
Laju Pertumbuhan
(Rp)
(%)
-1.562.976.086 38.960.616
-20,59 0,65 -19,94 -9,97
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (Data diolah) Dari data tersebut di atas penerimaan terbesar terjadi pada tahun 2006, kemudian tahun 2007 mengalami penurunan sebeasr 20,59%. Kemudian pada tahun 2008 mengalami kenaikan kembali walaupun 89
kenaikannya tidak besar yaitu hanya 0,65%. Jadi kalau dirata-ratakan, pertumbuhan Pajak Reklame sebelum adanya pemekaran adalah -9,97% dan efektivitasnya adalah 85,22%. Untuk rata-rata efektivitas pajak reklamenya menurut kriteria berarti cukup efektif.
Tabel 4.7 Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011) Tahun
2009 2010 2011
Target
Realiasasi
(Rp)
(Rp) 3.722.812.362 2.292.390.402 3.773.017.815 9.788.220.579 3.262.740.193
6.600.000.000 1.984.000.000 3.028.681.250 Jumlah Rata-Rata
(%)
Pertumbuhan (Rp)
56,41 -2.342.646.417 115,54 -1.430.421.960 124,58 1.480.627.413 296,53 98,8433
Laju Pertumbuhan (%) -38,62 -38,42 64,59 -12,45 -4,15
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah) Setelah adanya pemekaran di Kabupaten Tangerang yang dimekarkan menjadi Daerah Otonom Baru yaitu Kota Tangerang Selatan, tahun 2009
realisasi pendapatan pajak reklame hanya
Rp..3.722.812.362 turun 38,62% dari tahun sebelumnya. Begitu juga tahun 2010 bahkan lebih parah dari tahun sebelumnya, realisasi pendapatan pajak reklame kembali menurun yaitu Rp. 2.292.390.402 atau turun 38,42% dari tahun sebelumnya. Tahun 2011, pendapatan
pajak
reklame
baru
mengalami
realisasi
pertumbuhan.
Pertumbuhannya lumayan besar yakni 64,59%. Jadi kalau dirataratakan, pertumbuhan pajak reklame setelah adanya pemekaran adalah -4,15% dan efektivitasnya adalah 98,84%. Secara keseluruhan,
90
efektivitas rata-rata penerimaan pajak reklame di Kabupaten Tangerang baik sebelum maupun sesudah pemekaran adalah 92,03% dan rata-rata pertumbuhannya adalah -7,06%. Untuk rata-rata
efektivitas
pajak
reklamenya menurut kriteria berarti efektif. Efektifitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang setelah pemekaran lebih baik daripada sebelum pemekaran. Hal ini dikarenakan adanya perubahan target penerimaan pajak reklame di Kabupaten Tangerang. Dapat kita lihat di tabel 4.6 dan 4.7 diatas, pada tahun 2008 (sebelum pemekaran) target penerimaan Pajak Reklame adalah Rp..8.000.000.000 dan pada tahun 2009 (setelah pemekaran) target penerimaannya hanya
Rp. 6.600.000.000. Tahun 2010, target
penerimaan malah diturunkan jauh lebih kecil hanya Rp. 1.984.000.000 dan tahun 2011 targetnya Rp. 3.028.681.250. Hal inilah yang menyebabkan kenapa efektifitas penerimaan pajak reklame di Kabupaten Tangerang setelah pemekaran lebih baik daripada sebelum pemekaran. Meskipun efektivitasnya lebih baik akan tetapi jumlah penerimaan pajak reklame menurun. Sebelum pemekaran, total penerimaan pajak reklame adalah Rp. 19.681.431.191 sedangkan setelah pemekaran totalnya hanya Rp. 9.788.220.579 turun sebesar Rp..9.893.210.612. Untuk mempermudah dalam memahami kenaikan dan penurunan tingkat efektivitas pajak reklame bisa digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:
91
Gambar 4.1 Diagram Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) 9,000,000,000 8,000,000,000 7,000,000,000 6,000,000,000 5,000,000,000
Target
4,000,000,000
Realiasasi
3,000,000,000 2,000,000,000 1,000,000,000 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
b. Kontribusi Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah Untuk mengetahui sampai seberapa jauh peranan pajak reklame pada DISPENDA (Dinas Pendapatan Daerah) Kabupaten Tangerang terhadap
Pendapatan
Asli
Daerah,
dapat
dihitung
dengan
membandingkan realisasi penerimaan pajak reklame dengan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan memperhatikan tabel berikut ini dapat dilihat besarnya persentase (%) pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah.
92
Tabel 4.8 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008) Tahun
2006 2007 2008
Realiasasi
Realisasi
PAD
Pajak Reklame
(RP) 251.241.734.728 285.899.513.074 336.921.813.888
(RP) 7.589.474.249 6.026.498.163 6.065.458.779
Persentase Kontribusi Pajak Reklame atas PAD (%) 3,02 2,11 1,80 6,93 2,31
Jumlah Rata-Rata
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah) Dari data diatas bisa kita lihat, kontribusi paling besar terjadi pada tahun 2006 yakni sebesar 3,02%, disusul tahun 2007 sebsar 2,11% dan tahun 2008 sebesar 1,80%. Kalau dirata-ratakan, kontribusi pajak reklame terhadap PAD sebelum pemekaran adalah 2,31%. Untuk ratarata kontribusi pajak reklamenya menurut kriteria berarti sangat kurang.
Tabel 4.9 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011) Tahun
2009 2010 2011
Realiasasi
Realisasi
PAD
Pajak Reklame
(RP) 370.433.361.278 350.295.789.693 665.231.223.713
(RP) 3.722.812.362 2.292.390.402 3.773.017.815
Jumlah Rata-Rata
Persentase Kontribusi Pajak Reklame atas PAD (%) 1,00 0,65 0,57 2,23 0,74
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah) 93
Dari tabel 4.8 dan 4.9 tampak seperti di atas dapat diketahui bahwa kontribusi pajak reklame terhadap PAD dari tahun anggaran 2006 sampai dengan 2011 secara terus menerus mengalami penurunan. Kontribusinyapun bisa
dikatakan relatif kecil,
apalagi setelah
diadakannya pemekaran di Kabupaten Tangerang. Kontribusi paling besar terjadi pada tahun 2006 yakni sebesar 3,02%, kemudian terus menurun dan kontribusi terkecil terjadi pada tahun 2011 yaitu hanya sebesar 0,57%. Setelah adanya pemekaran, rata-rata kontribusinya adalah 0,74%. Untuk rata-rata kontribusi pajak reklamenya menurut kriteria berarti sangat kurang. Hal ini berarti pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya pendapatan pajak reklame atau pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya kontribusi rata-rata pendapatan pajak reklame terhadap PAD Kabupaten Tangerang dari 2,31% menjadi 0,74%. atau turun sebesar 1,57%. Secara keseluruhan, kontribusi rata-rata pajak reklame terhadap PAD baik sebelum maupun sesudah pemekaran adalah 1,53%. Untuk rata-rata kontribusi pajak reklamenya menurut kriteria berarti sangat kurang. Untuk mempermudah dalam memahami kenaikan dan penurunan tingkat
kontribusi pajak reklame terhadap PAD bisa
digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:
94
Gambar 4.2 Diagram Tingkat kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) 700,000,000,000 600,000,000,000 500,000,000,000 400,000,000,000 Realiasasi PAD 300,000,000,000
Realisasi Pajak Reklame
200,000,000,000 100,000,000,000 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
2. Penerimaan Pajak Penerangan Jalan a. Efektivitas Peneriman Pajak Penerangan Jalan Tingkat efektivitas pajak penerangan jalan di Kabupaten Tangerang dapat dihitung dengan membandingkan antara realisasi penerimaan pajak penerangan jalan dengan target pajak penerangan jalan. Dibawah ini disajikan tabel hasil perhitungan efektivitas pajak penerangan jalan Kabupaten Tangerang tahun anggaran 2006-2011.
95
Tabel 4.10 Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008) Tahun
2006 2007 2008
Target
Realiasasi
(Rp)
(Rp)
59.000.000.000 67.350.753.317 62.000.000.000 83.382.351.407 83.100.000.000 85.582.625.343 Jumlah 236.315.730.067 Rata-Rata 78.771.910.022
(%)
Pertumbuhan
(Rp) 114,15 134,49 16.031.598.090 102,99 2.200.273.936 351,63 117,21
Laju Pertumbuhan (%) 23,80% 2,64% 26,44% 13,22%
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah) Realisasi penerimaan pajak penerangan jalan pada tahun 2006 Rp..67.350.753.317
kemudian tahun 2007 mengalami peningkatan
sebesar 23,80%. Kemudian pada tahun 2008 mengalami kenaikan kembali walaupun kenaikannya tidak besar yaitu hanya 2,64%. Jadi kalau dirata-ratakan, pertumbuhan pajak penerangan jalan sebelum adanya
pemekaran
(tahun
2006-2009)
adalah
efektivitasnya adalah 117,21%. Untuk rata-rata
13,22%
efektivitas
dan pajak
penerangan jalannnya menurut kriteria berarti sangat efektif. Tabel 4.11 Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011) Tahun
2009 2010 2011
Target
Realiasasi
(Rp)
(Rp)
(%)
87.500.000.000 90.796.661.615 103,77 62.321.000.000 72.358.335.730 116,15 74.900.477.550 94.189.519.137 124,58 Jumlah 257.344.516.482 344,50 Rata-Rata 85.781.505.494 114,83
Pertumbuhan (Rp) 5.214.036.272 -18.438.325.885 21.831.183.407
Laju Pertumbuhan (%) 6,09% -20,31% 30,17% 15,96% 5,32%
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah) 96
Dari data tersebut di atas dapat diketahui bahwa efektivitas pajak penerangan jalan mengalami fluktuasi. Penerimaan terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 94.189.519.137, dan realisasi penerimaan terkecil terjadi pada tahun 2006 Rp. 67.350.753.317. Setelah adanya pemekaran di Kabupaten Tangerang yang dimekarkan menjadi Daerah Otonom Baru yaitu Kota Tangerang Selatan, dapat kita lihat di tabel.4.11 realisasi penerimaan pajak penerangan jalan telah melampaui target. Tahun 2009
realisasi pendapatan pajak penerangan jalan
Rp..90.796.661.615 hanya naik 6,09% dari tahun sebelumnya. Tahun.2010 terjadi penurunan yang lumayan besar dari tahun sebelumnya, realisasi pendapatan pajak penerangan jalan hanya Rp..72.358.335.730 atau turun 20,31% dari tahun sebelumnya. Tahun.2011,
realisasi pendapatan pajak penerangan jalan baru
mengalami pertumbuhan. Pertumbuhannya lumayan besar yakni 30,17%. Jadi kalau dirata-ratakan, pertumbuhan pajak penerangan jalan setelah adanya pemekaran adalah 7,98% dan efektivitasnya adalah 114,83%. Untuk rata-rata efektivitas pajak penerangan jalannnya menurut kriteria berarti sangat efektif. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berakibat turunnya efektivitas pajak penerangan jalan dari 117,21% menjadi 114,83% atau turun sebesar 2,38%. Meskipun rata-rata efektivitasnya turun, tetapi jumlah penerimaan pajak penerangan jalan setelah
97
pemekaran menjadi lebih besar dari Rp. 236.315.730.067 menjadi Rp..257.344.516.482 atau naik sebesar Rp. 21.028.786.415 Secara keseluruhan, efektivitas rata-rata penerimaan pajak penerangan jalan di Kabupaten Tangerang baik sebelum maupun sesudah pemekaran adalah 116,02% dan rata-rata pertumbuhannya adalah 9,27%. Untuk rata-rata efektivitas pajak penerangan jalannnya menurut kriteria berarti sangat efektif. Untuk mempermudah dalam memahami
kenaikan
dan
penurunan
tingkat
efektivitas
pajak
penerangan jalan bisa digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini: Gambar 4.3 Diagram Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) 100,000,000,000 90,000,000,000 80,000,000,000 70,000,000,000 60,000,000,000 50,000,000,000
Target
40,000,000,000
Realiasasi
30,000,000,000 20,000,000,000 10,000,000,000 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
98
b. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Untuk mengetahui sampai seberapa jauh peranan pajak penerangan jalan pada DISPENDA (Dinas Pendapatan Daerah) Kabupaten Tangerang terhadap Pendapatan Asli Daerah, dapat dihitung dengan membandingkan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan dengan realisasi Pendapatan Asli Daerah. Dengan memperhatikan tabel berikut ini dapat dilihat besarnya persentase (%) pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Tabel 4.12 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008) Tahun
Realiasasi PAD
2006 2007 2008
(Rp) 251.241.734.728 285.899.513.074 336.921.813.888
Realisasi Pajak Penerangan Jalan (Rp)
Persentase Kontribusi Pajak Reklame atas PAD (%)
67.350.753.317 83.382.351.407 85.582.625.343
26,81% 29,16% 25,40% 81,37% 27,12%
Jumlah Rata-Rata
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah) Dari tabel 4.12 Pada tahun 2007 mengalami kenaikan dari 26,81% di tahun 2006 menjadi 29,16%, kemudian mengalami penurunan kembali pada tahun 2008. Kontribusinya pada tahun 2008 hanya 25,40%. Kalau dirata-ratakan, kontribusi pajak penerangan jalan
99
terhadap PAD sebelum pemekaran adalah 27,12%. Untuk rata-rata kontribusi pajak penerangan jalannnya menurut kriteria berarti sedang. Tabel 4.13 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011) Tahun
Realiasasi PAD
2009 2010 2011
(Rp) 370.433.361.278 350.295.789.693 665.231.223.713
Realisasi Pajak Penerangan Jalan (Rp)
Persentase Kontribusi Pajak Reklame atas PAD (%)
90.796.661.615 72.358.335.730 94.189.519.137
24,51% 20,66% 14,16% 59,33% 19,78%
Jumlah Rata-Rata
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah) Dari tabel 4.12 dan 4.13 tampak seperti di atas dapat diketahui bahwa kontribusi pajak penerangan jalan terhadap PAD dari tahun anggaran 2006 sampai dengan 2011 rata-rata mengalami penurunan. Pada tahun 2007 memang mengalami kenaikan dari 26,81% di tahun 2006 menjadi 29,16%, tetapi setelah itu terus mengalami penurunan sampai di tahun 2011. Setelah
diadakannya
pemekaran
di
Kabupaten
Tangerang,
kontribusi penerimaannya semakin menurun. Kontribusi paling besar terjadi pada tahun 2007 yakni sebesar 29,16%, dan kontribusi terkecil terjadi pada tahun 2011 yaitu hanya sebesar 14,16%. Setelah pemekaran rata-rata kontribusinya 19,78%. Untuk rata-rata kontribusi pajak penerangan jalannnya menurut kriteria berarti kurang. Hal ini berarti
100
pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya kontribusi rata-rata pendapatan pajak penerangan jalan terhadap PAD Kabupaten Tangerang dari 27,12% menjadi 19,78% atau turun sebesar 7,34%. Secara keseluruhan, kontribusi rata-rata pajak penerangan jalan terhadap PAD baik sebelum maupun sesudah pemekaran adalah 23,45%. Untuk rata-rata kontribusi pajak penerangan jalannnya menurut
kriteria
berarti
sedang.
Untuk
mempermudah
dalam
memahami kenaikan dan penurunan tingkat kontribusi pajak reklame terhadap PAD bisa digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini: Gambar 4.4 Diagram Tingkat kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) 700,000,000,000 600,000,000,000 500,000,000,000 400,000,000,000
Realiasasi PAD
300,000,000,000
Realiasasi Pajak Penerangan Jalan
200,000,000,000 100,000,000,000 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah)
101
D. Hasil Uji Penelitian 1. Uji Mann Whitney U Test a. Penerimaan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dalam pengujian ini digunakan dua variabel independen yang berbeda antara sebelum dan sesudah otonomi daerah, maka diperlukan adanya pengukuran dengan menggunakan ranking dari urutan penerimaan dari mulai rangking 1 yang terkecil sampai dengan rangking 6 yang terbesar dengan tabel sebagai berikut: Tabel 4.14 Penerimaan Pajak Reklame Tahun
Sebelum Otonom Daerah
2006 2007 2008
7.589.474.249 6.026.498.163 6.065.458.779 19.681.431.191
Sampel I 3 1 2
Urutan
Tahun
Sesudah Otonomi Daerah
6 4 5 R1=15
2009 2010 2011
3.722.812.362 2.292.390.402 3.773.017.815 9.788.220.579
Sampel 2 2 1 3
Urutan 2 1 3 R2=6
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah) Dari tabel diatas, maka dapat dirumuskan dengan: U1
= n1n2
n1 (n1 1) R1 2
= (3)(3)
3(3 1) 15 2
= 9 + 6 -15 =0 U2
n (n 1) R2 = n1n2 2 2 2 = (3)(3)
3(3 1) 6 2
102
=9+6-6 =9 Nilai U yang dipilih untuk menguji hipotesis nol adalah nilai U yang lebih kecil yaitu 0. Jadi U = 0 Pemeriksaan U: Uterkecil = n1.n2 - Uterbesar 0 = 3(3) - 9 =0 Taraf nyata (ά) dan nilai U tabelnya: Menggunakan asumsi ά = 5% = 0,05 dengan n1 = 3 dan n2 = 3 Maka Uά(n1)(n2) = 0 Maka H0 diterima karena, U = 0 = Uά(n1)(n2) = 0 Jadi, kesimpulannya adalah rata-rata sampel I tidak berbeda dengan rata-rata sampel II atau keduanya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah adanya otonomi daerah.
b. Penerimaan Pajak Penerangan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sama dengan pajak reklame, untuk pengujian pajak penerangan jalan dengan Uji Mann Whitney U Test maka diperlukan adanya pengukuran dengan menggunakan ranking dari urutan penerimaan dari mulai rangking 1 yang terkecil sampai dengan rangking 6 yang terbesar dengan tabel sebagai berikut:
103
Tabel 4.15 Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Tahun
Sebelum Otonom Daerah
2006 2007 2008
67.350.753.317 83.382.351.407 85.582.625.343 236.315.730.067
Sampel I 1 2 3
Urutan
Tahun
1 3 4 R1=8
2009 2010 2011
Sesudah Otonomi Daerah 90.796.661.615 72.358.335.730 94.189.519.137 257.344.516.482
Sampel 2 2 1 3
Urutan 5 2 6 R2=13
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (data diolah) Dari tabel diatas, maka dapat dirumuskan dengan: U1 = n1n2
n1 (n1 1) R1 2
= (3)(3)
3(3 1) 8 2
=9+6-8 =7
n (n 1) R2 U2 = n1n2 2 2 2 = (3)(3)
3(3 1) 13 2
= 9 + 6 - 13 =2 Nilai U yang dipilih untuk menguji hipotesis nol adalah nilai U yang lebih kecil yaitu 2. Jadi U = 2 Pemeriksaan U: Uterkecil = n1.n2 - Uterbesar 2 = 3(3) - 7 =2
104
Taraf nyata (ά) dan nilai U tabelnya: Menggunakan asumsi ά = 5% = 0,05 dengan n1 = 3 dan n2 = 3 Maka Uά(n1)(n2) = 0, Maka H0 diterima karena, U = 2 > Uά(n1)(n2) = 0 Jadi, kesimpulannya adalah rata-rata sampel I tidak berbeda dengan rata-rata sampel II atau keduanya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah adanya otonomi daerah.
c. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Sama dengan pajak reklame dan pajak penerangan jalan, untuk pengujian Penerimaan Pendapatan Asli daerah dengan Uji Mann Whitney U Test maka diperlukan adanya pengukuran dengan menggunakan ranking dari urutan penerimaan dari mulai rangking 1 yang terkecil sampai dengan rangking 6 yang terbesar dengan tabel sebagai berikut: Tabel 4.16 Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Tahun
2006 2007 2008
Sebelum Otonom Daerah 251.241.734.728 285.899.513.074 336.921.813.888 874.063.061.690
Sampel I
Urutan
Tahun
Sesudah Otonomi Daerah
1 2 3
1 2 3 R1=6
2009 2010 2011
370.433.361.278 350.295.789.693 665.231.223.713 1.385.960.374.684
Samp el 2 2 1 3
Urutan
5 4 6 R2=15
Sumber: DISPENDA Kab. Tangerang (Data diolah)
105
Dari tabel diatas, maka dapat dirumuskan dengan: U1 = n1n2
n1 (n1 1) R1 2
= (3)(3)
3(3 1) 6 2
=9+6-6 =9
n (n 1) R2 U2 = n1n2 2 2 2 = (3)(3)
3(3 1) 15 2
= 9 + 6 - 15 =0 Nilai U yang dipilih untuk menguji hipotesis nol adalah nilai U yang lebih kecil yaitu 0. Jadi U = 0 Pemeriksaan U: Uterkecil = n1.n2 - Uterbesar 0 = 3(3) - 9 =0 Taraf nyata (ά) dan nilai U tabelnya: Menggunakan asumsi ά = 5% = 0,05 dengan n1 = 3 dan n2 = 3 Maka Uά(n1)(n2) = 0, Maka H0 diterima karena, U = 0 = Uά(n1)(n2) = 0 Jadi, kesimpulannya adalah rata-rata sampel I tidak berbeda dengan rata-rata sampel II atau keduanya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah adanya otonomi daerah. 106
Dari ketiga tabel diatas dan perhitungan dengan menggunakan Uji Mann Whitney U Test dapat kita simpulkan bahwa adanya pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang tidak mempengaruhi secara signifikan pendapatan di Kabupaten Tangerang baik dari pajak reklame, pajak penerangan jalan maupun terhadap Pendapatan Asli Daerah.
2. Uji SPSS Descriptive Statistic Tabel 4.17 Pajak Reklame Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Sebelum
3
2.2923
3.77301
3.26E9
8.407E8
Sesudah
3
6.0264
7.5894
6.56E9
8.914E8
Valid N (listwise)
3
Hasil Uji Descriptive Statistic Tabel 4.17 rata-rata pendapatan pajak reklame sebelum pemekaran adalah 3.26 dan standar deviasinya adalah 8.40. Pendapatan pajak reklame tertinggi adalah 3.77 dan terendah adalah 2.29. Sedangkan rata-rata pendapatan pajak reklame setelah pemekaran adalah 6.56 dan standar deviasinya adalah 8.91. Pendapatan pajak reklame tertinggi adalah 7.58 dan terendah adalah 6.02.
107
Tabel 4.18 Pajak Penerangan Jalan Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Sebelum
3
6.735
8.5582
7.88E10
9.952E9
Sesudah
3
7.235
9.418
8.58E10
1.175E10
Valid N (listwise)
3
Hasil Uji Descriptive Statistic Tabel 4.18 rata-rata pendapatan pajak penerangan jalan sebelum pemekaran adalah 7.88 dan standar deviasinya adalah 9.95. Pendapatan pajak penerangan jalan tertinggi adalah 8.55 dan terendah adalah 6.73. Sedangkan rata-rata pendapatan pajak penerangan jalan setelah pemekaran adalah 8.58 dan standar deviasinya adalah 1.17. Pendapatan pajak penerangan jalan tertinggi adalah 9.41 dan terendah adalah 7.23.
Tabel 4.19 Pendapatan Asli Daerah Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Sebelum
3
6.74E10
8.56E10 7.8772E10
9.95201E9
Sesudah
3
7.24E10
9.42E10 8.5782E10
1.17479E10
Valid N (listwise)
3
Hasil Uji Descriptive Statistic Tabel 4.19 rata-rata Pendapatan Asli Daerah sebelum pemekaran adalah 7.87 dan standar deviasinya adalah 9.95. Pendapatan Asli Daerah tertinggi adalah 8.56 dan terendah adalah 6.74. Sedangkan rata-rata Pendapatan Asli Daerah setelah pemekaran
108
adalah 8.57 dan standar deviasinya adalah 1.17. Pendapatan Asli Daerah tertinggi adalah 9.41 dan terendah adalah 7.24 Dalam penelitian ini statistik deskriptif dibagi menjadi dua bagian yaitu sebelum dan sesudah pemekaran daerah yang dihitung dalam jumlah angka tahun sesuai penerimaan pajak reklame, pajak penerangan jalan dan Pendapatan Asli Daerah. Sebelum pemekaran daerah diambil sempel selama
3
tahun
yaitu
periode
2006-2008
sedangkan
Untuk
membandingkannya diambil sempel selama 3 tahun periode setelah pemekaran yaitu tahun 2009-2011.
Mann-Whitney Test Tabel 4.20 Pajak Reklame Ranks Kelompok Reklame
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Sebelum
3
2.00
6.00
Sesudah
3
5.00
15.00
Total
6
Dari output ranks di atas, dapat kita lihat bahwa nilai mean untuk pajak reklame sesudah pemekaran di Kabupaten Tangerang lebih besar dari pada nilai mean sebelum pemekaran di Kabupaten Tangerang (2.00 < 5.00)
109
Tabel 4.21 Pajak Penerangan Jalan Ranks Kelompok PJU
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Sebelum
3
2.67
8.00
Sesudah
3
4.33
13.00
Total
6
. Dari output ranks di atas, dapat kita lihat bahwa nilai mean untuk pajak penerangan jalan sesudah pemekaran di Kabupaten Tangerang lebih besar dari pada nilai mean sebelum pemekaran di Kabupaten Tangerang (2.67 < 4.33)
Tabel 4.22 Pendapatan Asli Daerah Ranks Kelompok PAD
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Sebelum
3
2.00
6.00
Sesudah
3
5.00
15.00
Total
6
Dari output ranks di atas, dapat kita lihat bahwa nilai mean untuk Pendapatn asli Daerah sesudah pemekaran di Kabupaten Tangerang lebih besar dari pada nilai mean sebelum pemekaran di Kabupaten Tangerang (2.00 < 5.00)
110
Tabel 4.23 Pajak Reklame b
Test Statistics
Realisasi Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000 6.000 -1.964 .050 a
.100
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok
Terlihat pada Tabel 4.23, dari nilai uji Mann Whitney U, dapat kita lihat output "Test statisticsb" untuk pajak reklame dimana Kolom Asymp. Sig (2-tailed) adalah 0.50 dan Mann-Whitney U adalah
0.000, maka
didapat probabilitasnya di atas 0.05 maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penerimaan Pajak Reklame sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Dengan kata lain penerimaan pajak reklame di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang tidak mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan. Tidak bisa dipungkiri, dengan lepasnya Kota Tangerang Selatan yang menjadi daerah otonom baru dari Kabupaten Tangerang akan berdampak pada penerimaan daerah Kabupaten Tangerang termasuk pajak reklame. Dari pembahasan sebelumya bahwa efektifitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang setelah pemekaran lebih baik daripada sebelum pemekaran. Hal ini dikarenakan adanya perubahan dan penyesuaian target
111
penerimaan
pajak
reklame
di
Kabupaten
Tangerang.
Meskipun
efektivitasnya lebih baik akan tetapi jumlah penerimaan pajak reklame menurun. Sebelum pemekaran, total penerimaan pajak reklame adalah Rp..19.681.431.191
sedangkan
setelah
pemekaran
totalnya
hanya
Rp..9.788.220.579 atau turun sebesar Rp. 9.893.210.612. Untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah melalui sektor pajak reklame, pemerintah Kabupaten Tangerang memiliki strategi tertentu. Diantaranya melalui kegiatan intensifikasi yang meliputi pendataan pajak reklame dan potensi pajak reklame di Kabupaten Tangerang, melakukan pemanggilan terhadap wajib pajak yang reklamenya terpasang atau yang telah habis masa berlakunya, serta mengadakan sosialisasi dengan wajib pajak. Selain itu juga ada kegiatan ekstensifikasi yang meliputi melaksanakan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 dan Peraturan Bupati Nomor 33 tahun 2010 dan pembaruan dengan Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2011, berkoordinasi dengan dinas terkait khususnya Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) terkait dengan penerbitan ijin reklame, dan melaksanakan penertiban reklame yang belum membayar pajaknya.. Program-program tersebut baru benar-benar terlaksana dengan baik setelah pemekaran. Jadi, walaupun penerimaan pajak reklame di Kabupaten Tangerang mengalami perubahan atau penurunan setelah adanya pemekaran, tetapi perubahan atau penurunannya tidak berdampak signifikan.
112
Tabel 4.24 Pajak Penerangan Jalan b
Test Statistics
Realisasi Mann-Whitney U
2.000
Wilcoxon W
8.000
Z
-1.091
Asymp. Sig. (2-tailed)
.275 a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.400
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok
Terlihat pada Tabel 4.24, dari nilai uji Mann Whitney U, dapat kita lihat output "Test statisticsb" untuk pajak penerangan jalan dimana Kolom Asymp. Sig (2-tailed) adalah 0.275 dan Mann-Whitney U adalah 2.000, maka didapat probabilitasnya di atas 0.05 maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penerimaan pajak penerangan jalan sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Dengan kata lain penerimaan pajak penerangan jalan
di Kabupaten Tangerang antara
sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang tidak mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa dengan adanya pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan berakibat turunnya efektivitas pajak penerangan jalan. Untuk tetap mendapatkan pendapatan daerah yang besar khususnya dari pajak penerangan jalan, maka setelah adanya pemekaran daerah, Pemda 113
Kabupaten Tangerang segera membuat strategi dan kebijakan yang dianggap perlu baik yang bersifat intensifikasi maupun ekstensifikasi. Strategi dan kebijakan tersebut diantaranya koordinasi data wajib pajak penerangan jalan dan pemutakhiran data wajib pajak penerangan jalan. Pemda Kabupaten Tangerang juga mulai menambah Penerangan Jalan Umum (PJU) di Kabupaten Tangerang. Penerangan jalan umum di Kabupaten Tangerang yang selama ini hanya berfokus di daerah-daerah yang dianggap ramai kini mulai dipasang di wilayah yang selama ini masih minim PJU. Ada 2 dampak yang didapat dari hal ini, selain akan membuat wilayah Kabupaten Tangerang lebih terang dan memudahkan masyarakat untuk beraktifitas, hal ini juga berdampak pada penambahan pemasukan daerah melalui pajak penerangan jalan. Strategi dan tindakan ini ternyata berdampak luar biasa dalam peningkatan pendapatan pajak penerangan jalan. Hal ini terbukti pada tahun 2010 hasil pajak daerah terbesar disumbangkan
dari
pajak
penerangan
jalan mencapai
Rp..72.385.335.730 dan terus meningkat di tahun berikutnya yang mencapai Rp. 94.189.519.137. Hal-hal inilah yang membuat penerimaan pendapatan pajak penerangan jalan di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang tidak mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan.
114
Tabel 4.25 Pendapatan Asli Daerah b
Test Statistics
Realisasi Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
6.000
Z
-1.964
Asymp. Sig. (2-tailed)
.050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a
.100
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok
Terlihat pada Tabel 4.23, dari nilai uji Mann Whitney U, dapat kita lihat output "Test statisticsb" untuk Pendapatan Asli Daerah dimana Kolom Asymp. Sig (2-tailed) adalah 0.50 dan Mann-Whitney U adalah 0.000, maka didapat probabilitasnya di atas 0.05 maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Dengan kata lain penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang tidak mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan. Kota Tangerang Selatan yang sebelumnya masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tangerang adalah penyumbang terbesar bagi PAD Kabupaten Tangerang. Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan tentu akan mengurangi PAD Kabupaten Tangerang. Sadar akan hal ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang berusaha untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Dalam
peningkatan
pendapatan
daerah,
pemerintah
115
Kabupaten Tangerang melakukan berbagai kebijakan melalui kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi. Usaha-usaha untuk menggali sumbersumber pendapatan daerah khususnya yang bersumber dari pajak daerah
dan
retribusi
daerah
tidak
boleh
bertentangan
dengan
kebijaksanaan pokok nasional yakni pungutan pajak dan retribusi daerah
yang
dilaksanakan tidak
semata-mata
untuk
menggali
pendapatan daerah yang berupa sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga untuk melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar tidak memberatkan masyarakat. Kegiatan intensifikasi tersebut meliputi pendataan pajak dan potensi pajak yang ada di Kabupaten Tangerang, serta mengadakan sosialisasi dengan
wajib pajak.
Sedangkan
ekstensifikasi
seperti
pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Setelah adanya pemisahan, intensifikasi dan ekstensifikasi ternyata benar-benar terlaksana dengan baik dan dapat meningkatkan penerimaan Kabupaten Tangerang, terbukti Kabupaten Tangerang dapat bangkit dan menaikan penerimaan pajaknya. Selain dana perimbangan yang menjadi penyumbang terbesar PAD, pajak daerah juga berperan penting dalam peningkatan PAD Kabupaten Tangerang. Selama tahun 2009 dan 2010, Pemda Tangerang berhasil meningkatkan pendapatan dari Pajak Restoran. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. Tercatat pada tahun 2010 mencapai Rp. 129.888.420.481 dan
116
2011 mencapai Rp. 145.693.935.554. Sangat jauh berbeda dibandingkan sebelum pemekaran, misalnya tahun 2008 yang hanya mencapai Rp..18.130.632.213 ataupun tahun 2007 yang hanya Rp. 4.000.000.000. Ditambah lagi dengan keluarnya Undang-Undang
Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah yang menambahkan objek baru dalam Pajak Daerah yaitu Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, PBB Pedesaan & Perkotaan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Khusus untuk Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pada tahun 2011 telah memberikan kontribusi pendapatan yang luar biasa untuk Kabupaten Tangerang yang mencapai Rp. 114.624.680.823. atau berkontribusi sebesar 17.23% terhadap PAD Kabupaten Tangerang tahun 2011. Hal-hal inilah yang membuat penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang tidak mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan.
117
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Penelitian ini mengambil sempel di DISPENDA Kabupaten Tangerang periode tahun 2006 –2011. Berdasarkan hasil dari analisis dan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Efektifitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang setelah pemekaran lebih baik daripada sebelum pemekaran dan masuk kriteria efektif. Hal ini dikarenakan adanya perubahan target penerimaan pajak reklame di Kabupaten Tangerang.
2.
Kontribusi pajak reklame terhadap PAD dari tahun anggaran 2006-2011 masuk kriteria sangat kurang. Pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya pendapatan pajak reklame atau pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang berdampak menurunnya kontribusi rata-rata pendapatan pajak reklame terhadap PAD Kabupaten Tangerang.
3.
Efektivitas pajak penerangan jalan sebelum dan setelah pemekaran Tangerang masuk kriteria sangat efektif.
Pemekaran daerah di
Kabupaten Tangerang berakibat turunnya efektivitas pajak penerangan jalan. 4.
Kontribusi pajak penerangan jalan terhadap PAD sebelum pemekaran masuk kriteria sedang. Setelah diadakannya pemekaran di Kabupaten
118
Tangerang terjadi penurunan kontribusi penerimaannya sehingga masuk kriteria kurang. 5.
Hasil Uji Mann-Whitney ditemukan penerimaan pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah keduanya tidak terdapat perbedaan secara signifikan. Dengan kata lain penerimaan pajak reklame di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah pemekaran daerah periode tahun 2006-2011 di Kabupaten Tangerang tidak mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan.
6. Hasil Uji Mann-Whitney ditemukan penerimaan pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah keduanya tidak terdapat perbedaan secara signifikan. Dengan kata lain penerimaan pajak penerangan jalan di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah pemekaran daerah periode tahun 2006-2011 di Kabupaten Tangerang tidak mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan. 7. Hasil Uji Mann-Whitney ditemukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah keduanya tidak terdapat perbedaan secara signifikan. Dengan kata lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Tangerang antara sebelum dan sesudah pemekaran periode daerah tahun 2006-2011 di Kabupaten Tangerang tidak mengalami perubahan yang signifikan atau tidak mengalami banyak perubahan.
119
B. Implikasi Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, khususnya pajak reklame dan pajak penerangan jalan antara sebelum dan sesudah pemekaran di Kabupaten Tangerang. Setelah adanya pemekaran, penerimaan pendapatan
terjadi penyesuaian target
di Kabupaten Tangerang. Untuk meningkatkan
penerimaan Pendapatan Asli Daerah khususnya setelah terjadi pemekaran, Pemerintah Kabupaten Tangerang mempunyai upaya-upaya tertentu yaitu dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak yang ada di Kabupaten Tangerang. Seperti kita ketahui bahwa Pajak daerah merupakan sumber PAD yang pemungutanya berada didaerah sesuai dengan UU mengenai perda tersebut, dan yang melakukan pemungutan pajak daerah tersebut adalah instansi pemerintah yang diberi kewenangan khusus untuk memungut dan mengelola sumber PAD tersebut, instansi pemerintah tersebut adalah DISPENDA atau DPPKAD, guna untuk memaksimalkan pajak daerah dan retribusi daerah tersebut, maka diperlukan adanya pendataan mengenai apa saja yang menjadi objek dan subjek pajak sehingga dapat diketahui dari mana saja sumber pajak dan retribusi daerah tersebut.
C. Saran Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dapat memberikan saran, dan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Tangerang
120
dalam meningkatkan penerimaan PAD melalui pos pajak reklame dan pajak penerangan jalan . 1.
Menjadikan tingkat pertumbuhan realisasi pemungutan pajak reklame dan pajak penerangan jalan sebagai sebuah ukuran untuk menilai kinerja sehingga tidak hanya target APBD saja yang menjadi perhatian.
2.
Meningkatkan efektivitas pendataan terhadap WP yang tidak memiliki NPWP dengan cara observasi lapangan secara berkala.
3.
Penerapan sanksi secara efektif dan adil, seharusnya bagi mereka yang melakukan penunggakan tanpa alasan yang jelas atau bahkan berupaya untuk menghindari pembayaran pajak dikenakan sanksi yang hendaknya tidak hanya berupa denda namun sanksi lain yang dapat menimbulkan efek jera.
4.
Memperbaiki cara penagihan khususnya pada sistem official, hendaknya petugas melakukan perhitungan dan penagihan secara rutin langsung ke tempat usaha WP.
5.
Menetapkan jumlah terutang untuk pajak reklame dan penerangan jalan yang bersifat official bagi usaha yang tidak melakukan pencatatan maupun pembukuan dengan dasar omset penjualan atau laba aktual bukan data historis bulan-bulan sebelumnya sehingga hasilnya lebih akurat dan tidak ada yang merasa dirugikan.
6.
Peningkatan pengawasan dan pengendalian baik secara teknis maupun penatausahaan.
121
7.
Meningkatkan kemampuan SDM dengan cara melakukan pelatihan dan program-program pendidikan yang berkaitan dengan pengelolaam pajak dan PAD.
8.
Meningkatkan kegiatan peyuluhan pada masyarakat yang dapat membuka cakrawala berpikir masyarakat tentang betapa pentingnya pajak yang mereka bayar untuk kelangsungan kegiatan di Kabupaten Tangerang sehingga mereka tergugah untuk taat pajak.
9.
Penulis menyarankan agar tidak menggunakan hasil penelitian ini sebagai satu-satunya alat analitis untuk meningkatkan penerimaan pajak reklame dan pajak penerangan jalan serta PAD bagi Dispenda Kabupaten Tangerang, hendaknya dilakukan analisis dengan metode lainnya sebagai bahan perbandingan demi keakuratan hasil.
Penulis telah berusaha menyajikan skripsi ini sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan penulis, namun masih terdapat beberapa kelemahan dan kekurangan. Penulis memberikan saran untuk melakukan penelitian dengan jangka waktu pengamatan yang lebih lama minimal diatas 10 tahun agar hasil yang diperoleh lebih akurat, dan menggunakan variabel yang lebih banyak. Variabel independen dapat menggunakan 3 (tiga) atau lebih jenis pajak daerah dan dapat memasukkan jenis retribusi daerah karena restribusi daerah juga memiliki kontribusi besar terhadap PAD.
122
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. “Manajemen Penelitian”, Rineke Cipta, Jakarta, 2007. Bambang Prakoso, Kesit. “Pajak dan Retribusi Daerah”, Cetakan Pertama,UII Press, Yogyakarta, 2003. Basri, Syafril Dan Hamidi, Wahyu. “Analisis Penerimaan Pajak Hotel Dan Restoran Kabupaten Bengkalis Pasca Otonomi Daerah”, Fakultas Ekonomi Universitas Riau, Pekanbaru, 2010. Darmono. “Analisis Dana Bagi Hasil Pajak Sebelum Dan Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Berau”, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah, Tanjung Redeb, 2010. Davoodi, Hamid dan Zou, Heng-fu. “Fiscal Decentralization and Economic Growth: A Cross-Country Study”. JOURNAL OF URBAN ECONOMICS 43, 1998. Ghazali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005. Hakki, Dio. “Analisis Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah Di Kota Bogor”, Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2008. Halim, Abdul. “Manajemen Keuangan Daerah”,UPP AMP YKPN, Yogyakarta 2001. -------------------. “Akuntansi Keuangan Daerah”, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta, 2004. Kuncoro, Mudrajad. “Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi”, Erlangga, Jakarta, 2003. Mardiasmo. “Akuntansi Sektor Publik”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002. Pemerintah Kabupaten Tangerang. http://tangerangkab.go.id/ Peraturan Bupati Tangerang Nomor 33 Tahun 2010 Tentang “Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Kabupaten Tangerang” Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang “Pajak Daerah”
123
Resmi, Siti. “Perpajakan Teori dan Kasus”, Salemba Empat, Jakarta, 2003. Riduansyah, Muhammad. “Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonom Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor)”, Sosial Humaniora, Vol.7 No. 2, Desember jurnal Makara, 2003. Santoso, Singgih. “Mengatasi Masalah Statistik Dengan SPSS Versi 11.5”, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2009. Saragih, Juli Panglima, “Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi”, PT Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003. Suandi, Erly. “Hukum Pajak”, Edisi 2 Revisi, Salemba Empat, Jakarta, 2002. Sugiono. “Metodologi Penelitian Bisnis”, Cetakan Kesembilan, CV Alfabeta, Bandung, 2004. Tim Penyusun Panduan Penulisan Skripsi. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010. UUD RI 1945 Pasal 1 ayat 3 Perubahan ketiga Tentang “Negara Hukum” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun1999 Tentang “Pemerintah Daerah”. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”. Undang-undang Republik Indonesia 33 tahun 2004 Tentang “Pendapatan Asli Daerah dan Perimbangan Keuangn Pemerintah Pusat dan Daerah”. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2000 Tentang “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang “Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah”. Waluyo, “Perpajakan Indonesia”, Salemba Empat, Jakarta, 2008. Widarjono, Agus. “Analisis Statistika Multivariat Terapan” , Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2010.
124
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2006-2011 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Target (Rp) 7,500,000,000 8,500,000,000 8,000,000,000 6,600,000,000 1,984,000,000 3,028,681,250
Realiasasi (Rp) 7,589,474,249 6,026,498,163 6,065,458,779 3,722,812,362 2,292,390,402 3,773,017,815
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2006-2011 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Target (Rp) 59,000,000,000 62,000,000,000 83,100,000,000 87,500,000,000 62,321,000,000 74,900,477,550
Realiasasi (Rp) 67,350,753,317 83,382,351,407 85,582,625,343 90,796,661,615 72,358,335,730 94,189,519,137
Target dan Realisasi Penerimaan Asli Daerah Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2006-2011 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Target (Rp) 246,846,682,381 239,911,906,000 294,773,029,000 344,922,634,719 295,930,495,481 448,064,721,762
125
Realiasasi (Rp) 251,241,734,728 285,899,513,074 336,921,813,888 370,433,361,278 350,295,789,693 665,231,223,713
Hasil Uji Mann Whitney
NPar Tests Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Sebelum
3
2292390402
3773017815
3.26E9
8.407E8
Sesudah
3
6026498163
7589474249
6.56E9
8.914E8
Valid N (listwise)
3
Mann-Whitney Test Ranks Kelompok Realisasi
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Sebelum
3
2.00
6.00
Sesudah
3
5.00
15.00
Total
6
b
Test Statistics
Realisasi Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000 6.000 -1.964 .050 a
.100
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok
126
NPar Tests
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Sebelum
3
67350753317
85582625343
7.88E10
9.952E9
Sesudah
3
72358335730
94189519137
8.58E10
1.175E10
Valid N (listwise)
3
Mann-Whitney Test
Ranks Kelompok Realisasi
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Sebelum
3
2.67
8.00
Sesudah
3
4.33
13.00
Total
6
Test Statisticsb Realisasi Mann-Whitney U
2.000
Wilcoxon W
8.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
-1.091 .275 .400a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok
127
NPar Tests
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Sebelum
3
6.74E10
8.56E10 7.8772E10
9.95201E9
Sesudah
3
7.24E10
9.42E10 8.5782E10
1.17479E10
Valid N (listwise)
3
Mann-Whitney Test
Ranks Kelompok Realisasi
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Sebelum
3
2.00
6.00
Sesudah
3
5.00
15.00
Total
6
Test Statisticsb Realisasi Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000 6.000 -1.964 .050 .100a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok
128
129