KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN WANITA YANG MELAKUKAN ABORSI
Oleh NURALIA
1981914523
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1424 HI 2004 M
Ketika kumohon pada Allah kekuatan, Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat Ketika kumohon pada Allah kebijaksanaan, Allah memberiku masalah untuk dipecahkan Ketika kumohon pada Allah kesejahteraan, Allah memberiku aka/ untuk berpikir Ketika kumohon pada Allah keberanian, Allah memberiku bahaya untuk kuatasi Ketika kumohon pada Allah sebuah cinta, Allah memberiku orang-orang bermasafah untuk kutolong Ketika kumohon pada Allah bantuan, Allah memberiku kesempatan Aku tak pernah menerima apa yang kupinta Tapi aku menerima segala yang kubutuhkan Oo'aku terjawab sudah
KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN \VANITA YANG MELAKUKAN ABORSI
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat- Syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Oleh NURALI1\
1981914523
Di bawah Bimbingan Pembimbing I
l'en bi1nbing II
Ors. H. ChoL·:uddin. AS MA NIP. 150 013 058
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1424 H/ 2004 IVI
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul KONFLJK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN WANITA YANG MELAKUKAN ABORSI telah diujikan dalarn Sidang Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 Februari 2004. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 11 Februa1 i 2004 Sidang Skripsi Dekan I Ketua Merangkap Anggota,
Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap Anggota, /
Dra. Hj. Netty Hartati, M. Si NIP. 150 215 938
Dra. H". Zahr t h
a ah M. Si
N R. 150 38 773 Anggota:
Penguji I
Penguji II
Dra. Afioah Mas'ud, M. Pd NIP. 150 220 775
Drs. C liluddin. AS MA NIP. 150 013 058
Pembimbing I
<:::L . ---:)\ ---Drs. Choliluddin. AS, MA NIP. 150 013 058
:-=:>
I
Soiicha,S.Ag NIP. 150 293 234
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Puji Allah SWT, yang telah menciptakan makhluk sesempurna manusia. Hanya dengan tanganNya manusia dapat berjalan di atas Jorong waktu yang penuh liku. Persembahan sholawat dan salam bagi insan mulia yang menjadi sahabat sejati bagi seluruh umatnya, Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah .... hanya kata itu yang dapat terucap dari bibir seorang hamba pengagumNya, karena hanya berkat curahan kasih sayangNya yang tak terhingga penulis dapat mengejar ketinggalan dan telatnya penulis menjadi wi,sudawan. Teriring do'a untuk Ayahanda tercinta H. Husin Habib (aim) nun jauh di sana, walau penulis tumbuh dan melangkah tanpanya namun samudra cinta di hatinya yang tiada henti penulis nikmati menumbuhkan keberanian dan kekuatan bagi penulis untuk menjadikan hidup demikian berharga. God forgive him!! Peluk kasih dan cinta selalu terkirim untuk lbunda tersayang
Rismiyati, ketabahanmu dalam menjalani hidup tanpanya menjadi spirit tersendiri bagiku untuk terus memandang ke depan. Jangan bosan merindukan penulis yang sering berada jauh darimu. Semoga lulusnya penulis dapat mengurangi satu kekhawatiranmu tanpa menumbuhkan kecemasan yang lain, ! love you, Mom. God love her!!! IV
Beribu kata terima kasih penulis hadiahkan kepada dua pribadi bijaksana, Bapak Drs. Choliluddin, AS. MA, pembimbing I, dan lbu Solicha, S.Ag, pembimbing II, yang selalu memberikan dukungan moril, arahan, masukan berharga, terutama kesabaran selama membimbing penulis menyelesaikan skripsi. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. lbu Dra. Hj. Netty Hartati M. Psi, Dekan Fakultas Psikologi dan Dosen Pembimbing Akademik angkatan '98, semoga perhatian lbu terhadap kemajuan Psikologi UIN terus bertambah. 2. Seluruh Dasen UIN Jakarta, khususnya para Dosen Fakultas Psikologi yang telah rela membimbing mahasiswa membuka cakrawala dunia. 3. Para staf Bagian Akademik dan Tata Usaha UIN, terutama yang bersemayam di Fakultas Psikologi, terima kasih telah bersedia dibikin repot oleh para mahasiswa. 4. My lovely family, my big brother and sister, kak Amid (semoga dapat lebih memahami keberadaanmu sebagai kakak tertua), kak lmuk (yang semakin sibuk dengan dunianya sendiri), uni Ina (untuk kasih sayangnya yang selalu penulis rindukan), dan kak Ujang (jangan berhenti menjaga our mom), juga semua kakak iparku, mbak Nur, mbak Tri, a'Tony, mbak
Siti, semoga our big family tetap berada dalam damai dan cinta even without our dady. I love u all.
v
5. Keponakan-keponakanku, Anggun 'poyeng', Ana, Zaky, Aji-bon, lqok
'bakpau', Sultan, Tasya, dan satu lagi yang belum terlahir, bersama kalian dapat melupakan kejenuhan penulis dalam kuliah. I miss u all.... !
6. Terkasih yang tak pernah berhenti kubanggakan, my big love WienRabitha, who showers me with love and happiness every time, with u my life'// be more wonderful, wo ai ni ... keep in love with me baby ... !
7. The happy family, lbu dengan keramahannya, kak Diana with her sweet smile, l·sti the lady cooky, Ami 'man of the match', dan Chintia I like your beautiful voice, terima kasih telah memperkenankan penulis 'singgah'
dihatinya dan menikmati sepanjang waktu bersamanya. Jangan bosan menerima kehadiran penulis walau mungkin terasa menjemukan. 8. My best friends, Aas (for your deep attention, dan untuk kebersamaan kita
yang terkadang penuh dengan kesensitifan), Pieh (wish u meet someone u need), Rini (tangisanmu membuat penulis terenyuh sekaligus lucu, be a stronger girl, friend .. !), Mey (don't give up to get everything you want),
k'Nung dan Goyang (all troubles never make u hopeless, keep spirit!). Thanks to you all for everytime you gave, everymoment you made, and every/ave I accept, wish our sweet friendship'// never end .. .i love u all. 9. My sisters, Yanti dan Mira, thank u for your love and attention.
10. Asep dan Lia yang berjuang bersama penulis, lcun, Wiyah, Nanung, Bowo, Febri, Anang, Turhadi, Agus-zaman, Agus-KM, Beti dan Eni
Vl
yang telah melangkahi penulis, angkatan '98 lainnya, thanks for our
friendship, moga terus love me and us. 11.Angkatan '99, Rahma, Hudan, Fikri, Deden, Suryani, Ari, Nisa, lmah,
Encot, Omah, Rahma-B, Nurhasanah, and others, hidup Psikologi!!. 12. Neni, teman seperguruan penulis dalam bimbingan skripsi. 13. Popoy' 'Roy' terima kasih atas Cianjur-nya. 14. Tek upik, mbak Nur, dan uni Mas, terima kasih telah bersedia membantu penulis dengan ceritanya yang luar biasa. 15. Para subjek penelitian yang telah bersedia diwawancarai oleh penulis. 16. Semua pihak yang menjadi tim sukses penulis, terima kasih atas segalanya.
Ciputat, 1O februari 2004
Penulis
vu
ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (B) 10 februari 2004
(C) Nur Alia (D) KONFLIK DAN PENGAMBILAN MELAKUKAN ABORSI (E) xiii +112 halaman
KEPUTUSAN
WANITA
YANG
(F) Maraknya fenomena pengguguran kandungan atau disebut aborsi yang disebabkan oleh unwanted pregnancy mengakibatkan tidak sedikit nyawa melayang akibat cara pengguguran yang tidak aman yang dilakukan bukan oleh tenaga profesional. Campur tangan para dukun beranak dalam melakukan aborsi diakibatkan tenaga medis tidak diizinkan melakukan praktek aborsi tanpa adanya indikasi medis. Hal ini mengindikasikan ilegalnya tindakan aborsi dalam hukum Indonesia sehubungan dengan resikonya yang berupa hilangnya bukan hanya nyawa janin melainkan juga nyawa ibunya. Bahkan dalam agama (dalam hal ini Islam) melarang dilakukannya aborsi yang dapat dikatakan sebagai 'pembunuhan' meskipun masih merupakan kontroversi di kalangan ulama. Secara moral, mengakhiri kehamilan sama saja dengan mengakhiri sebuah awal dari kehidupan seorang manusia. Sekali lagi dapat dikatakan bahwa tindakan aborsi merupakan tindakan 'pembunuhan' yang umumnya oleh hukum manapun tidak diperbolehkan kecuali dengan alasan-alasan yang dapat diterima secara medis. Mengingat dilarangnya tindakan aborsi yang banyak mengandung resiko ini tidak menyebabkan pelaku aborsi di Indonesia berkurang tetapi justru bertambah banyak dari tahun ke tahun, bukan tidak mungkin terdapat banyak hal yang melatarbelakanginya. Umumnya wanita yang ingin melakukan aborsi akan terlibat konflik antara keinginannya untuk aborsi dengan hal-hal lain yang dikhawatirkan terjadi akibat aborsi. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan mengungkap gambaran konflik yang dialami wanita yang ingin melakukan aborsi serta bagaimana proses pengambilan keputusannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan subjek penelitian berjumlah tiga orang, yang diambil berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Karakteristik subjek penelitian yaitu wanita beragama Islam yang melakukan aborsi provokatus criminalis. Berdasarkan hasil analisa data, diketahui bahwa konflik yang dialami wanita pelaku aborsi dapat berupa konflik internal dan eksternal. Konflik Vlll
internal terjadi lantaran kekhawatiran subjek akan dosa dan keselamatan jiwa, serta adanya penolakan dari naluri ke-ibuan. Sedangkan konflik ekstern;,:il timbul karena pertentangan dengan orang lain akibat berbedanya keinginan untuk aborsi a!au tidak. Ada pula subjek yang tidak mengalami konflik apapun ketika ingin melakukan aborsi. Decision making ketiga subjek penelitian ini dipengaruhi oleh pertimbangannya dalam mengatasi kondisi yang tidak mengenakkan yang diakibatkan oleh unwanted pregnancy. Resiko yang terkandung dalam tindakan aborsi tidak lagi diperdulikan, bahkan perasaan bersalah dan berdosa dinomorduakan dengan harapan tercapainya tujuan tertentu setelah dilakukan aborsi. Status sebagai individu yang tersisihkan dalam keluarga juga menjadi alasan untuk pasrah menerima keputusan yang dipilih keluarga. (G) Bahan bacaan: 35 (1976-2003)
IX
OAFTAR ISi
KATA PENGANTAR ........................................................................ iv ABSTRAK ...................................•................•...............................viii DAFTAR 181 .•..............••...................•............••••....•••.......•..•....•••.....x DAFTAR TABEL. ......•........................................•........•...............•..xiii DAFTAR GAMBAR •.................•...........••.............................•.•....... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............ ,. .................•..•.......................................•... 1
A. Latar belakang masalah ...................................................... 1 B. Perumusan masalah ........................................................... 8 C. Pembatasan masalah ......................................................... 8 D. Tujuan dan manfaat penelitian ............................... , .............. 9 E. Teknik penulisan ............................................................... 10 F. Sistematika penulisan ......................................................... 1O
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...............................................................12
A. Konflik ............................................................................ 12 1. Definisi konflik ............................................................... 12 2. Macam konflik ............................................................... 13 B. Pengambilan Keputusan .................................................... 17 1. Definisi Pengambilan Keputusan ...................................... 17 2. Faktor yang mempengaruhi Pengambilan Keputusan ........... 19 x
3. Strategi Pengambilan Keputusan ...................................... 20 4. Tahap-tahap Pengambilan Keputusan ............................... 21 C. Aborsi. .............................................................................23 1. Definisi aborsi. .............................................................. 23 2. Macam-macam aborsi. .................................................. 24 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aborsi. .......................... 36 4. Resiko-resiko aborsi. ...................................................... 31 5. Aborsi dalam pandangan Islam ........................................ 33 D. Proposisi teoritis ................................................................ 37
BAB Ill METODOLOGI PENELITIAN ...... ............................................ 41
A Pendekatan penelitian .................................................... .41 B. Subjek penelitian ........................................................... .42 C. Metode pengumpulan data ................................................ 43 D. lnstrumen pengumpulan data ........................................... .43 E. Teknik analisa data ......................................................... 44 F. Tahapan penelitian ........................................................ .45
BAB IV HASIL PENELITIAN ............. ........................................ ........46 A Gamba ran umum subjek ....................................................46 B. Riwayat kasus dan analisa kasus ........................................ .47 1. Kasus Nining ............................................................... .47 XI
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Gambaran um um subjek ..................................................... .47 Tabel 4.2 Perbandingan analisa antar kasus ........................................ 107
X111
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Approach-approach conflict ............................................... 13 Garn bar 2.2 Avoidance-avoidance conflict ............................................ 14 Garn bar 2.3 Approach- avoidance conflict.. .......................................... .33 Garn bar 2.4 Bagan analisa kasus ....................................................... .40 Garn bar 4.1 Bagan analisa kasus Nining .......... , ................................... 68 Garn bar 4.2 Bagan analisa kasus Rina ................................................ 88 Garn bar 4.3 Bagan analisa kasus Santi .............................................. 104
BABI PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah Bersatunya dua insan yang berbeda dalam satu ikatan yang suci akan selalu dilandasi oleh berbagai tujuan. Salah satu tujuan tersebut adalah untuk mendapatk<;n keturunan sebagai penerus kelangsungan eksistensi umat manusia. Memiliki seorang anak merupakan kebahagiaan yang tak ternilai bagi setiap pasangan, sehingga kelahirannya akan menjadi saat yang paling dinantikan terutama oleh sang ibu. Seberat apapun beban yang llarus ditanggung ketika seorang wanita sedang mengandung, tidak akan menjadi penghalang terlahirnya seorang bocah mungil dari rahimnya. Begitu besarnya arti kehadiran seorang anak dalam sebuah keluarga, sehingga banyak diantara pasangan yang belum dikaruniai anak bersedia mengadopsi anak orang lain demi memiliki sang buah hati. Walaupun anak merupakan harta yang sangat berharga bagi banyak pasangan, namun pada kenyataannya tidak sedikit wanita yang memang tidak menginginkan kehamilannya akhirnya mengakhiri masa kehamilannya dengan sengaja sehingga janin yang dikandung tidak sempat dilahirkan. Tindakan mengakhiri masa kehamilan dengan menggugurkan janin yang dikandung disebut juga dengan aborsi.
2
Fenomena aborsi sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Semakin hari semakin banyak wanita yang dengan tega menggugurkan janin yang berada dirahimnya sendiri. Berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2 juta kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia (www.aborsi.net, 2003). Berarti ada 2 juta nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji. Menurut sumber lain, kasus aborsi di Indonesia diperkirakan sudah mencapai 2,3 juta kasus setiap tahun (www.kompas.com, 2000). Angka kematian bayi akibat aborsi tersebut melebihi angka kematian manusia akibat perang, kecelakaan, maupun penyakit. Tindakan yang diambil seorang wanita untuk menggugurkan kandungannya dengan sengaja umumnya disebabkan oleh kegagalan kontrasepsi, kebutuhan hidup yang tak mencukupi, kehamilan remaja, sudah memiliki cukup banyak anak, korban perkosaan, beban ekonomi, alasan medis, dan alasan pribadi. Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, tindakan aborsi sebenarnya merupakan sesuatu yang ilegal. Namun bila ada indikasi medis seperti penyakit yang mengharuskan memilih diantara ibu dan janin, maka jiwa si ibu lah yang harus diselamatkan dengan jalan menggugurkan janin yang berada dalam rahim si ibu tersebut. Kondisi yang demikian itu menjadikan hukum aborsi berubah legal dengan ketentuan hanya boleh dilakukan oleh para ahli medis.
3
Sedangkan aborsi tanpa dasar indikasi medis tetap merupakan tindakan yang ilegal dan melanggar hukum. Hal itulah yang menyebabkan wanita yang tidak menginginkan kehamilannya melakukan aborsi dengan cara semb1Jnyi-sembunyi dan dengan cara yang tidak aman (unsafe
abortion). Unsafe abortion adalah aborsi yang dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten dengan menggunakan fasilitas yang tidak memadai dan dengan cara-cara yang membahayakan sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian. Cukup banyak pula kasus unsafe abortion yang mengakibatkan kematian wanita yang menggugurkan kandungannya tersebut. Ada yang meninggal karena menggugurkan kandungan dengan cara memasukkan tangkai-tangkai tumbuhan tertentu atau rumput ke dalam lubang kemaluan sehingga terjadi infeksi. Ada yang memijat-mijat perut hingga mengakibatkan rahim robek. Ada pula yang oleh dukun dimasukkan benda tumpul sejenis tongkat pendek ke dalam vaginanya. Bahkan ada juga dukun yang menggunakan bantuan makhluk halus dengan peralatan berupa kemenyan, dan masih banyak praktek ilegal lainnya yang membahayakan jiwa wanita. Masalah aborsi sebenarnya masih merupakan isu kontroversial di berbagai kalangan. Perdebatan pro dan kontra dalam membahas kasus aborsi lantaran aborsi tidak hanya berkaitan dengan masalah kesehatan saja,
4
tetapi lebih dari itu aborsi juga erat kaitannya dengan etika, moral, agama, dan hukum. Pada dasarnya, hukum manapun tidak membolehkan tindakan aborsi tanpa adanya indikasi medis. Menggugurkan janin yang berada dalam rahim dengan sengaja sama saja dengan membunuh janin tersebut karena ia sudah memiliki kehidupan. Hal itulah yang melandasi dilarangnya aborsi dari sudut pandang etika dan moral. Dalam Islam sendiri, sebagian ulama sepakat untuk mengharamkan aborsi ketika janin telah berusia lebih dari 120 hari kecuali untuk menyelamatkan nyawa ibu. Sedangkan sebelum janin berusia 120 hari aborsi masih boleh dilakukan jika ada alasan yang dibenarkan hukum Islam. Sebagian ulama lainnya mengharamkan aborsi baik sebelum maupun sesudah janin berusia 120 hari. Di Amerika, terdapat pula perbedaan pandangan antara kelompok yang pro-aborsi dan anti-aborsi dalam menanggapi permasalahan aborsi. Kelompok pro-aborsi berargumen bahwa: a) Wanita mempunyai hak penuh atas tubuhnya dan berhak menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya sendiri, karena wanita bukanlah produk yang dihasilkan untuk menjadi korban dari keputusankeputusan masyarakat yang tidak memperhatikan hak wanita
5
b) Anak Y,ang kelahirannya tidak diinginkan dianggap sebagai penghambat karir wanita, selain itu pula akan berdampak pada kurangnya perhatian dan tanggung jawab wanita dalam pengasuhan anak tersebut. c) Doktrin agama yang menganggap aborsi sebagai pembunuhan dengan asumsi bahwa kehidupan sudah dimulai sejak masa konsepsi, tidak sesuai dengan realita sosial dan biologis. Dari segi sosial, kehidupan itu ada sejak manusia dilahirkan, sedangkan secara biologis kehidupan itu dimulai pada saat janin berusia enam bulan. d) Melakukan aborsi ataupun melahirkan adalah pilihan pribadi, bukan paksaan dari peraturan manapun. Sedangkan argumen dari kelompok anti-aborsi adalah sebagai berikut: a) Aborsi adalah pembunuhan, sama saja dengan membinasakan kehidupan manusia, karena janin sudah memiliki kehidupan sejak berusia satu minggu. b) Aborsi bukan satu-satunya jalan untuk menghindari anak yang tidak diinginkan, melainkan masih ada cara yang lain yaitu dengan diadopsikan. Pada kenyatannya, jumlah orang yang ingin mengadopsi anak masih lebih banyak dibanding anak yang tersedia untuk diadopsi. c) Kelompok pro-aborsi adalah kelompok yang egois, karena hanya mementingkan karir wanita dan kesenangan seksual tanpa mempertimbangkan tanggung jawab sosial. Pada dasarnya aborsi dapat
6
dihindari bila para wanita tidak melakukan seks bebas atau dengan cara mengatur program kehamilan. d) Tidak ada pertimbangan moral untuk merampas kehidupan manusia dalam kondisi apapun. Kehidupan manusia merupakan hal yang benarbenar suci, dan semua orang berhak hidup walaupun dalam keadaan yang cacat tubuh atau mental. Begitulah prinsip moral yang berlaku dimanapun. Pada hakikatnya, setiap wanita tidak ada yang mempunyai keinginan untuk melakukan aborsi. Terlebih wanita yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan terkenal dengan moral dan budi pekerti. Selain itu, bahaya yang timbul dari tindakan aborsi terlampau besar karena menyangkut nyawa si pelaku aborsi. Namun terkadang keadaan yang tidak menyenangkan mendesaknya untuk lebih memilih aborsi. Disitulah timbul konflik dalam dirinya untuk tetap meneruskan kehamilan dengan menerima kondisi yang mungkin tidak diharapkan atau mengakhirinya dengan konsekuensi tertentu. Umumnya banyak konflik yang terjadi ketika seorang wanita mempunyai keinginan untuk menggugurkan kandungannya, walaupun tidak semua pelaku aborsi merasakannya. Konflik tersebut dapat berasal dari adanya pertentangan batin dalam diri sendiri dan ada pula yang berasal dari lingkungan atau orang-orang di sekitarnya.
7
f(onflik dalam diri sendiri biasanya muncul apabila keinginan untuk aborsi tersebut berbenturan dengan ni/ai religius seseorang. Be/um /agi jika bayangan akan resiko yang dapat terjadi setelah aborsi sehubungan dengan faktor kesehatan terus menghantui. Juga tak dapat dipungkiri, sekejam apapun seorang ibu, atau begitu besarnya rasa tidak suka seorang wanita atas kehamilannya, tetap saja di dalam hatinya terdapat sebuah naluri. Naluri seorang ibu yang secara alami akan menolak dilaksanakannya tindakan 'pembunuhan' bayi yang sedang dikandung. Sementara konflik lain juga dapat terjadi ketika keinginan untuk me/akukan aborsi itu tidak didukung oleh lingkungan. Terlebih bi/a orangorang terdekat yang sangat berpengaruh tidak menyetujui bahkan menentang dipilihnya tindakan tersebut. Bagi wanita yang menyadari sepenuhnya akan adanya keterlibatan berbagai pihak dalam setiap tindakan, ada atau tidaknya dukungan dari lingkungan akan sangat mempengaruhi pertimbangannya dalam menentukan tindakan yang harus diambil. Setelah melewati bermacam konflik dan pertimbangan-pertimbangan yang cukup matang, berbagai alternatif lain yang dapat menjadi solusi dari unwanted pregnancy harus juga dipertimbangkan berikut semua resiko dan manfaatnya. Selanjutnya, langkah terakhir yang /larus ditempuh adalah menetapkan suatu keputusan. Namun memutuskan tindakan mana yang
8
akan diambil juga tidaklal1 semudah membalikkan telapak tangan. Kembali terdapat kondisi dilematis yang tidak dapat begitu saja diabaikan. Meskipun pada akhirnya aborsi dipilih sebagai alternatif terbaik, namun proses untuk mengambil keputusan tersebut umumnya dirasakan sangat sulit. Kesulitan tersebut dapat tergambar dalam berbagai bentuk sesuai dengan kondisi awal hingga akhir pelbagai kasus aborsi. Melihat fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat seperti yang telah dipaparkan di atas, penulis ingin mengadakan penelitian yang bertemakan fenomena aborsi tersebut dengan judul "konflik dan
pengambilan keputusan wanita yang melakukan aborsi".
B. Perumusan Masalah Dari apa yang dipaparkan diatas, permasalahan yang timbul adalah:
1) Bagaimanakah gambaran konflik yang terjadi pada seorang wanita ketika ingin melakukan aborsi? 2) Bagaimanakah proses pengambilan keputusan seorang wanita sehingga ia memilih melakukan aborsi daripada meneruskan kehamilannya?
C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
9
1) Konflik adalah suatu kondisi dimana seseorang harus memilih diantara dua kebutuhan, harapan, ataupun tujuan yang saling bersaing dengan kekuatan yang sama. 2) Decision making adalah suatu proses pemecahan masalah yang mengharuskan seseorang memilih diantara alternatif pilihan masalah. 3) Aborsi adalah pengakhiran masa kehamilan atau hasil konsepsi (pembuahan) sebelum janin dapat dilahirkan. 4) Aborsi yang dipermasalahkan dalam penelitian ini adalah jenis abortus provocatus criminalis yakni tindakan mengakhiri masa kehamilan
dengan menggugurkannya secara sengaja tanpa adanya indikasi med is. 5) Pelaku aborsi yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah wanita yang beragama Islam, dengan pertimbangan bahwa ada larangan menggugurkan janin dalam agama Islam.
D. Tujuan dan manfaat penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi yang bagaimanakah yang dapat mengakibatkan timbulnya konflik pada wanita yang ingin melakukan aborsi dan pertimbangan-pertimbangan yang bagaimanakah yang menyebabkannya memilih aborsi daripada meneruskan kehamilannya.
10
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini secara praktis adalah agar masyarakat khususnya kaum wanita mengetahui berbagai konflik yang dapat terjadi ketika seorang wanita ingin mengambil tindakan aborsi sehingga sedapat mungkin dapat menghindari kondisi yang dapat membawanya pada timbulnya keinginan untuk melakukan aborsi. Selain itu, penelitian ini dapat pula dijadikan sebagai kaca perbandingan bagi calon pelaku aborsi agar lebih berpikir positif dalam menerima kehamilannya sehingga mampu mempertimbangkan berbagai hal dengan bijaksana sebelum memutuskan untuk melakukan aborsi. Sedangkan secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi perkembangan Psikologi yang islami.
E. Teknik penulisan Teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada APA (American Psychology Association) Citation style Guide.
F. Sistematika penulisan Dalam penelitian ini, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB!
Dalam bab pertama yang merupakan bab pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, permasalahan dalam penelitian, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, teknik penulisan, dan sistematika penulisan.
11
BAB II
Bab yang berisi kajian pustaka ini meliputi teori-teori tentang konflik, decision making, aborsi, serta proposisi teoritis.
BAB Ill
Bab ini membal1as tentang metodologi penelitian yang meliputi pendekatan penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, teknik analisa data, dan tahapan penelitian.
BAB IV
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian yang meliputi gambaran umum subyek, riwayat kasus dan analisa kasus, serta perbandingan antar kasus.
BABV
Bab yang terakhir ini berisi penutup yang meliputi kesimpulan, diskusi, dan saran.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. KONFLIK
1. Definisi konflik Teori mengenai konflik merupakan teori yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin, dengan pendefinisian sebagai berikut:
"Lewin defined a conflict situation as one in which the forces acting on the person are opposite in direction and about equal in strength" (Atkinson, 1964:89). Konflik merupakan keadaan psikologis tentang kebimbangan yang terjadi ketika seseorang pada suatu waktu dipengaruhi oleh dua daya kekuatan yang saling berlawanan dengan kekuatan yang hampir sama (Harre & Lamb, 1996). Konflik juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana ada dayadaya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama (Sarwono, 2002). Konflik dapat timbul dalam situasi di mana terdapat persaingan antara dua atau lebih kebutuhan, harapan, keinginan, dan tujuan yang tidak bersesuaian sehingga menyebabkan individu merasa ditarik ke arah dua kutub yang berbeda sekaligus, dan menimbulkan perasaan yang sangat tidak mengenakkan (Dafidoff, 1991 ).
[3
Selain itu, dapat dikatakan bahwa konflik terjadi akibat adanya vektorvektor yang saling bertentangan dan tarik-menarik dalam lapangan psikologis seseorang yang kalau tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustrasi dan ketidakseimbangan kejiwaan (Sarwono, 2000). Dari beberapa teori-teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik merupakan suatu kondisi dimana seseorang dipengaruhi oleh daya-daya yang saling berlawanan arah dengan kekuatan yang kira-kira sama.
2. Macam-macam konflik Konflik yang terjadi dalam diri individu dapat dibagi menjadi: a) Konflik mendekat-mendekat (Approach-approach conflict). Konflik ini terjadi ketika individu menghadapi dua obyek atau tujuan yang sama-sama bernilai positif pada waktu yang bersamaan.
Garn bar 2.1: Approach-approach conflict: orang tertarik antara dua hal yang positif. Jenis konflik ini lebih mudah diselesaikan dibandingkan jenis konflik lainnya. Cara penyelesaiannya umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara memuaskan salah satu tujuan terlebih dahulu lalu beralih ke tujuan
14
berikutnya, atau dengan cara memuaskan salah satu tujuan saja dan meninggalkan tujuan lainnya. b) Konflik menjauh-menjauh (Avoidance-avoidance conflict). Konflik ini terjadi bila individu dihadapkan pada pilihan dari dua obyek yang sama-sama bernilai negatif namun tidak dapat dihindari kedua-duanya. Jika menghindari salah satu obyek maka harus mendekati obyek lainnya yang juga tidak disukai, demikian pula sebaliknya .
... I
Gambar 2.2: Avoidance-avoidance conflict: orang terjepit antara dua bahaya
atau dua ancaman. Kalau tidak ada yang menghalangi, ia akan cenderung keluar dari situasi (mengikuti panah titik-titik). Ada dua bentuk perilaku yang dapat muncul akibat konflik ini. Yang pertama adalah vacillation atau kebimbangan. lndividu yang terjebak dalam konflik ini akan merasakan kebimbangan yang luar biasa dalam menghadapi dua hal yang sama-sama tidak menyenangkan. Jika ia menghindari salah satunya, maka secara otomatis ia mendekati obyek lainnya. Akibatnya, ia melakukan manipulasi terhadap wilayah konflik tersebut.
15
Bentuk perilaku yang kedua adalah attemp to leave atau meninggalkan wilayah konflik. lndividu yang berada dalam konflik ini mungkin saja mengambil tindakan dengan lari atau menjauhi wilayah terjadinya konflik tersebut. Banyak juga individu yang berusaha mengurangi ketegangan atau kecemasan yang terjadi akibat konflik ini dengan cara berkhayal yakni mengkhayalkan seandainya tidak terjebak dalam konflik tersebut atau mengkhayalkan hal-hal yang telah lalu yang tidak menyebabkannya berada dalam situasi demikian. c) Konflik mendekat-menjauh (Approach-avoidance conflict). Konflik yang terjadi ketika individu berhadapan dengan satu obyek atau tujuan yang bernilai negatif dan positif sekaligus.
Gambar 2.3: Approach-avoidance conflict: orang tertarik kepada suatu hal yang sekaligus mengandung bahaya atau ancaman. Konflik ini juga mengakibatkan timbulnya kebimbangan dalam diri individu. Ketika ia berusaha mencapai obyek atau tujuan tersebut, hal negatif yang ada dalam obyek tersebut pun akan mendekatinya. Sementara penyelesaian dengan cara melarikan diri dari konflik juga akan menimbulkan permasalahan baru. d) Jenis konflik lainnya yang juga sering terjadi dalam lapangan kehidupan seseorang adalah konflik mendekat-menghindar ganda (multiple approach-
16
avoidance conflict) yakni konflik yang terjadi ketika individu diharuskan
memilih dua obyek yang sama-sama bernilai positif dan negatif sekaligus. Terdapat pula konflik yang dibedakan berdasarkan sumber terjadinya dan dapat dibagi menjadi dua bagian (Oafidoff, 1991 ), yaitu: 1. Konflik internal (dalam diri sendiri) Konflik ini terjadi bila tujuan-tujuan yang saling bertentangan berada dalam diri individu sendiri. Konflik yang terjadi dalam diri seorang wanita ketika ingin melakukan tindakan aborsi umumnya berkaitan dengan aspek-aspek berikut: a. Kognisi Pengetahuan yang dimiliki seseorang pada dasarnya akan mempengaruhi pertimbangannya dalam melakukan hal apapun, tak terkecuali tindakan aborsi yang seharusnya dapat lebih dipertimbangkan karena menyangkut nyawa manusia. Pengetahuan tersebut meliputi: 1) Resiko aborsi baik ditinjau dari segi kesehatan maupun dampak psikologisnya. Tindakan aborsi bukan saja akan menimbulkan efek buruk bagi ala! reproduksi wanita melainkan juga keselamatan jiwa sang ibu. Terlebih bila wanita yang melakukan aborsi tersebut mengalami trauma ataupun dampak psikologis lainnya. 2) Hukum aborsi dalam agama maupun pemerintah. Walaupun hukum aborsi dalam Islam masih merupakan isu kontroversi namun dilarangnya pembunuhan-dalam hal ini seorang janin- baik oleh agama maupun
17
pemerintah setidak-tidaknya akan mempengaruhi pertimbangan seseorang ketika ingin melakukan aborsi. b. Afeksi Bagi seorang ibu, adanya janin dalam rahimnya selayaknya dapat membawa kebahagiaan karena janin tersebut telah menjadi bagian dari tubuhnya sendiri. Meskipun ia tumbuh dalam kehamilan yang tidak dikehendaki atau direncanakan namun keinginan sang ibu untuk mengakhirinya akan mendapat penolakan dari naluri ke-ibuan yang secara alami selalu menetap di jiwa setiap ibu. 2. Konflik eksternal (di luar individu) Yaitu konflik yang terjadi bila terdapat dua atau lebih tujuan yang saling be1ientangan berasal dari luar individu. Konflik ini akan terjadi jika ada pertentangan dalam keluarga ataupun lingkungan terhadap keinginan seorang wanita untuk melakukan aborsi.
B. DECISION MAKING 1. Definisi PENGAMBILAN KEPUTUSAN
"oecision making atau pengambilan keputusan merupakan suatu proses pilihan alternatif tindakan seseorang dalam cara yang adekuat dan efisien dalam situasi
tertentu~
Beberapa definisi tentang decision making atau pengambilan
keputusan menurut para ahli adalah sebagai berikut:
18
"Decision making is a kind of problem solving in which we are presented with several alternatives, among which we must choose" (Morgan, 1986: 237). "Tl1e process of choosing among various courses of action of alternatives" (Baron, 1992: 256). "The process of gathering information about relevant alternatives and making an appropriate choice" (Atwater, 1983: 403). "Tl1e decision process is considered to be one that is extended in time: it involves a series of information search, judgement and evaluation processes which are followed by further post-decision processes that serve to help people to adjust to the implications of their decisions and to understand their own goals and values" (Ran yard, 1997: 3).
'Selain itu, Marx (1976) juga mengatakan bahwa tanda-tanda umum dari sebuah keputusan adalah: 1) Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual ·· 2) Keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif
~
3) Keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan Berdasarkan beberapa definisi di alas, maka dapat disimpulkan bahwa decision making atau pengambilan keputusan adalah suatu proses dari
pemecahan masalah yang mengharuskan seseorang untuk memilih diantara berbagai alternatif. •·
19
Qaktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan menurut Marx (1976) diantaranya adalah faktor personal, yang meliputi: 1. Kognisi, yang berupa kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki individu. 2. Motif, yakni bagaimana motivasi individu dalam merespons situasi yang sedang dihadapi. 3. Sikap, yang berhubungan dengan perasaan negatif dan positif individu terhadap suatu situasi. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi pengambilan keputusan individu dalam menghadapi konflik adalah (Dafidoff, 1991 ): 1. Kuatnya motivasi. Bila motivasi yang timbul dari sebuah pilihan semakin kuat, maka akan semakin kuat pula dorongan untuk memilih hal tersebut, dibandingkan dengan pilihan yang timbul dari motivasi yang lemah. 2. Jarak, tempat, dan waktu. lndividu akan cenderung mendekati atau menghindari salah satu pilihan sesuai dengan jauh-dekatnya jarak, tempat. dan waktu dari pilihan tersebut. 3. Pengharapan. Semakin besar harapan individu terhadap salah satu pilihan maka akan besar pula kemungkinannya untuk memilih pilihan tersebut'
20
3. ·strategi pengambilan keputusan 'Terdapat berbagai strategi dalam decision making individu yang selanjutnya oleh Dinklage (1966, dalam Atwater, 1983) dikategorikan dalam: a. Strategi impulsif, yakni mengambil alternatif pertama tanpa berpikir dalam. b. Strategi fatalistik, yakni menyerahkan keputusannya kepada situasi atau nasib. c. Strategi compliant, yakni menyuruh orang lain membuat keputusan bagi dirinya. d. Strategi delaying, yakni menunda-nunda keputusan baik dalam memikirkan ataupun bertindak. e. Strategi agonizing, yakni selalu bimbang dalam pengambilan keputusan. f.
Strategi planning, yakni memakai prosedur yang rasional disertai pertimbangan atas fakta-fakta.
g. Strategi intuitif, yakni memakai rasa keseimbangan sebagai dasar keputusan. h. Strategi paralysis, yakni mau melakukan apa yang sudah menjadi keputusan namun tidak mampu mencapai keputusan. Sedangkan menurut Gelatt, Varenhorst, & Carey (1972, dalam Atwater, 1983) berdasarkan unsur resiko dan keadaan ketidakpastian yang sering ada dalam situasi decision making, maka strategi decision making dapat juga diklasifikasikan menjadi: a. Wish strategy, yaitu milmilih alternatif yang dapat membawa pada hasil yang paling diinginkan tanpa mempertimbangkan resiko.
2!
b. Escape strategy, yaitu memilih alternatif yang paling dapat terhindar dari hasil yang buruk. c. Safe strategy, yaitu memilih alternatif yang paling dapat mendatangkan keberhasilan. d. Combination strategy, yaitu memilih alternatif yang menggabungkan antara kemungkinan atau peluang paling tinggi dengan hasil yang paling diinginkan. Untuk mendapatkan keputusan yang baik yakni dengan memperoleh hasil yang paling diinginkan, maka sangat penting bagi tiap individu untuk menggunakan strategi decision making yang paling sesuai dengan individu tersebut dan situasi yang dihadapi. Berbedanya strategi yang digunakan tiap individu dalam decision making tidak terlepas dari pengaruh emosi dan kepribadian individu dalam mempertimbangkan resiko yang dapat muncul dari pengambilan keputusan. Oleh karena itu, individu tidak selalu menggunakan strategi decision making yang sama dalam berbagai situasi melainkan dapat berubah-ubah sesuai dengan waktu, situasi, dan lingkungan yang dihadapi.
4. Tahap-tahap pengambilan keputusan Janis dan Mann (1977, dalamAtwater, 1983) membagi tahap-tahap decision making ke dalam lima tahap, yaitu: 1. Appraising the challenge, yakni dengan mengenali masalah, meninjau situasi dan berbagai kendala, serta mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi.
22
Tahap ini berisi pertanyaan kunci sebagai berikut: "apakah resiko yang akan timbul jika tidak berbuat apapun?" 2. Surveying the alternatives, yakni mengumpulkan informasi tentang semua
alternatif, dengan pertanyaan kunci: "apakah seluruh alternatif yang ada telah dipertimbangkan?" 3. Weighing alternatives, yakni mengeva/uasi konsekuensi dari se/uruh alternatif terutama mengenai untung dan ruginya. Pertanyaan kuncinya adalah: "alternatif mana yang paling baik?" 4. Making a commitment, yakni membuat komitmen dalam implementasi alternatif. Pertanyaan kuncinya: "kapankah alternatif terbaik dapat diimplementasikan dan membiarkan orang lain mengetahui keputusan yang diambi/?" 5. Adhering despite negative feedback, yakni bersikap kritis dan bersedia mengubah strategi bi/a salah dalam mengambil keputusan. Pertanyaan kuncinya: "apakah resikonya akan menjadi berat jika tidak melakukan perubahan?" Se/2njutnya, Janis dan Mann (1979) mengatakan bahwa terdapat tujuh kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas dan efektivitas prosedur decision making, yaitu: 1. Memeriksa kembali dengan seksama alternatif tindakan yang dapat dilakukan. 2. Mempertimbangkan setiap tujuan dan ni/ai dalam tiap a/ternatif yang tersedia.
3. Mempertimbangkan konsekuensi negatif dan positif dari setiap pilihan yang ada. 4. Mencari informasi baru yang relevan dengan alternatif yang ada untuk mengevaluasi alternatif tersebut. 5. Memperhitungkan setiap informasi baru dari berbagai sumber walaupun tidak mendukung alternatif yang disukai. 6. Menguji kembali konsekuensi dari setiap alternatif yang ada termasuk alternatif yang tidak diterima sebelum menetapkan pilihan. 7. Membuat langkah-langkah yang terperinci dari setiap tindakan yang dipilih dan merencanakan tindakan antisipatif jika terdapat resiko dari tindakan yang telah ditetapkan.'
C. ABORSI 1.
Definisi aborsi Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah "abortus" berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. lni adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh (www.aborsi.net, 2003). Kata aborsi atau dalam bahasa lnggris disebut abortion berasal dari bahasa Latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran (Yanggo, Anshary,
1996).
24
Sardikin Ginaputra (zuhdi, 1989, seperti dikutip oleh Yanggo, Anshary, 1996) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan bahwa aborsi merupakan pengakhiran masa kehamilan atau hasil konsepsi (pembuahan) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Aborsi mengandung pengertian peristiwa berakhirnya kehamilan di mana janin belum viable (dapat hidup di luar rahim), yakni untuk usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Al Fauzi, www.kompas.com). Dari berbagai definisi aborsi tersebut dapat disimpulkan bahwa aborsi merupakan tindakan mengakhiri masa kehamilan dengan sengaja sebelum masa kehamilan tersebut berakhir secara alamiah.
2. Macam-macam aborsi Aboi·si dapat dibagi menjadi dua macam (Yanggo & Anshary, 1996) yaitu: 1. Abortus spontan atau spontaneous abortus yaitu pengguguran yang tidak disengaja dan terjadi tanpa tindakan apapun, yang dapat disebabkan oleh pendarahan (blooding), kecelakaan, dan sebagainya. 2. Abortus buatan atau abortus provocatus yaitu aborsi yang terjadi karena tindakan yang disengaja. Jenis aborsi ini dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu:
25
a. Abortus Artificialis Therapicus yaitu pengguguran yang dilakukan oleh dokter berdasarkan indikasi medis, sebagai bentuk penyelamatan atas jiwa ibu yang terancam bila kehamilannya dipertahankan.
b. Abortus Provocatus Criminalis yaitu pengguguran yang dilakukan dengan sengaja tanpa dasar indikasi medis. Biasanya aborsi jenis ini dilakukan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki. Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi (www.aborsi.net, 2003), yaitu: 1. Aborsi spontan atau alamiah, yang berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. 2. Aborsi buatan atau sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). 3. Aborsi terapeutik atau medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
26
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aborsi
Luasnya tindakan aborsi, tidak terlepas dari adanya kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy). Pada umumnya, ada lima alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya, yaitu: 1. Alasan kesehatan, yakni ketika seorang ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
Biasanya faktor kesehatan dalam kasus ini berhubungan dengan adanya penyakit tertentu yang bila kehamilannya tetap dipertahankan akan beresiko fatal terhadap keselamatan bayi dalam kandungan maupun nyawa sang ibu. Jika kondisi demikian terjadi pada seorang wanita yang sedang hamil, para ahli medis akan menyarankan untuk aborsi demi meyelamatkan jiwa sang ibu. 2. Alasan 'psikososial, yakni ketika seorang ibu sudah enggan atau tidak mau mempunyai anak lagi. Pengalaman buruk seorang ibu ketika mempunyai seorang anak dapat dikategorikan kedalam salah satu penyebab tidak dikehendakinya kehamilan berikutnya. Minimnya pengalaman seorang ibu dalam mengasuh anak akan membuatnya merasa kerepotan atau kesusahan sehingga l1al itu menjadi pengalaman yang tidak mengenakkan baginya. Ada juga seorang wanita yang ketika hamil merasa belum siap untuk mempunyai seorang anak lagi dikarenakan anaknya masih sangat kecil, atau memang kondisi psikologisnya yang belum dipersiapkan untuk hamil lagi. 3. Kehamilan di luar nikah. Wanita yang hamil akibat hubungan yang tidak sah umumnya akan menganggap kehamilan itu sebagai aib yang harus disembunyikan. Terlebih bila pria yang menghamilinya tidak mau bertanggung
27
jawab atas bayi yang dikandungnya maka biasanya jalan yang ditempuh adalah dengan aborsi agar tidak terlahir anaknya tanpa ayah. 4. Masalah sosial ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga. Bagi wanita yang berada dalam tingkatan ekonomi rendal1, mempunyai seorang anak lagi merupakan sebuah masalah yang besar. Jangankan untuk mendapatkan biaya tambahan bagi sang jabang bayi, untuk menghidupi anak-anak yang ada saja ia sudah merasa kewalahan. Hal itu biasanya menjadi pendorong digugurkannya anak yang masih dalam kandun,:;iannya. 5. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga). Perkosaan yang membuahkan kehamilan umumnya berdampak pad a bencinya wanita yang sedang mengandung tersebut pada janin dalam rahimnya. Bagaimana tidak, jika yang berada dalam perutnya adalah benih dari orang yang tidak pernah diinginkannya, orang yang memaksanya, merenggut kehormatannya dengan paksa. Mempertahankan kehamilan itu merupakan malapetaka baginya, maka aborsi menurutnya adalah cara terbaik untuk melenyapkan benih tersebut. 6. Kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak diinginkan. 'Kebobolan' (dalam istilah sehari-hari) termasuk kehamilan yang berada di luar rencana. Bagi pasangan yang memang tidak menginginkannya, membuang benih tersebut merupakan hal yang dianggapnya wajar.
28
Selain disebabkan oleh kehamilan yang tidak diinginkan, terdapat faktorfaktor lain yang menyebabkan seorang wanita melakukan tindakan aborsi (Yanggo & Anshary, 1996), diantaranya adalah: 1. Dorongan individual, yang meliputi kekhawatiran terhadap kemiskinan, tidak ingin mempunyai keluarga yang besar, demi memelihara kecantikan, mempertahankan status wanita karir, dan sebagainya. 2. Dorongan kecantikan,.yang biasanya berupa kekhawatiran akan cacatnya janin yang akan dilahirkan akibat pengaruh radiasi, obat-obatan, dan sebagainya. 3. Dorongan moral. Umumnya terjadi pada wanita yang tidak sanggup menerima sangsi sosial dari masyarakat lantaran kehamilan diluar nikah. Wanita manapun yang meminta aborsi pada hakikatnya berada dalam keadaan terjepit atau terpaksa. Tidak ada satupun wanita yang menginginkan aborsi. Diantara faktor-faktor yang membuat wanita tidak ingin diaborsi adalah: a) Takut sakit. Praktek aborsi umumnya lebih banyak dilakukan oleh dukun beranak karena para ahli medis memang sudah terikat kode etik untuk tidak sembarangan melakukan tindakan aborsi kecuali dengan alasan medis. Sebagaimana layaknya para dukun, peralatan yang digunakan untuk mengeluarkan janin dalam rahim seorang wanita merupakan peralatan yang masih sangat tradisional, seperti sebatang lidi, sebatang pohon, atau apapun yang sekiranya dapat mengorek rahim. Peralatan tersebut pastilah menyebabkan rasa sakit yang diderita ketika proses aborsi berlangsung lebih
29
parah dibandingkan dengan melahirkan. Karena itu, biasanya wanita yang ingin aborsi takut merasakan sakit tersebut. b) Takut risikonya (mungkin: kematian). Tidak sedikit wanita yang aborsi berakhir dengan pendaral1an yang tiada henti bahkan sampai mengakibatkan kematian. Bagaimana tidak, dipaksanya rahim untuk menge/uarkan benih yang ada didalamnya dengan cara yang tidak normal tentunya membuat rahim tersebut bekerja dengan tidak wajar pula, sehingga bukan hanya janin yang keluar me/ainkan juga darah akibat rusaknya rahim. Terjadinya pendarahan jika tidak segera dihentikan dapat berakibat pada kematian si pelaku aborsi tersebut. c) Biayanya mahal. Praktek aborsi yang dianggap ilegal dalam negara Indonesia umumnya memakan biaya yang tidak sedikit apa/agi bila dilakukan oleh ahli medis yang bersedia me/anggar kode etik profesinya. Belum lagi bi/a nantinya terjadi pendarahan atau apapun yang menyebabkan campur tangan Rumah Sakit untuk menyelesaikannya. Akan butuh biaya lebih banyak untuk membunui1 janin yang tak berdosa tersebut. d) Perasaan berdosa. Sebagai muslim, menggugurkan kandungan yang dapat diibaratkan dengan pembunuhan akan menimbulkan perasaan berdosa bagi pelakunya. Pertimbangan akan mendapat dosa ini/ah yang terasa paling berat bagi pelaku aborsi. e) Yang terpenting adalah naluri ke-ibu-annya menolak aborsi. Secara alamiah, setiap wanita pasti memiliki naluri sebagai seorang ibu yang tidak akan hilang
30
sampai kapanpun. Ketika wanita yang sedang hamil ingin melakukan tindakan aborsi, secara alamiahpun naluri tersebut akan berusaha menolaknya. Sedalam apapun rasa bencinya terhadap janin dalam rahimnya, pasti ada sedikit rasa sayang pada janin yang tak bersalah itu. Namun di lain pihak, ketakutan akan adanya dampak negatif yang kemungkinan akan menimpa wanita jika tidak diaborsi menyebabkannya tetap mengambil tindakan aborsi. Dampak-dampak tersebut antara lain: a. Dampak ekonomi, contohnya: a) Bagi kehamilan akibat kegagalan kontrasepsi, akan berdampak pada jumlah anak yang semakin banyak sementara penghasilan suami terbatas sehingga mengakibatkan terlantarnya anak-anak tersebut. b) Bagi pegawai ataupun sejenisnya {pramugari, polwan, dan sebagainya) mempunyai anak sebelum melewati tahap yang ditentukan akan beresiko terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) c) Bagi wanita yang hamil saat masih sekolah atau kuliah, belum adanya pekerjaan atau penghasilan yang cukup untuk membiayai calon jabang bayi dapat menjadi beban baginya bila harus mempertahankan kehamilan. b. Dampak sosial jika iidak aborsi (khusus untuk kehamilan pra-nikah), dapat mengakibatkan putus sekolah atau kuliah, malu pada keluarga atau tetangga, mengalami kebingungan dalam mengasuh bayi, terputusnya atau terganggunya karir dan masa depan,
31
4. Resiko-resiko Aborsi Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kondisi kesehatan dan keselamatan fisik seorang wanita, terlebih terhadap kondisi psikologisnya. Ada dua macam resiko yang umumnya harus ditanggung wanita yang melakukan aborsi, yaitu: 1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, yaitu: a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gaga! c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan d. Rahim yang sobek (Uterine Pedoration) e. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya f.
Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
g. Kanker indung telur (Ovarian Cancer) h. Kanker leher rahim (Cervical Cancer) 1.
Kanker hati (Liver Cancer)
j.
Kelainan pada placenta atau ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
32
k. Menjadi mandul atau tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
I.
lnfeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
m. lnfeksi pada lapisan rahim (Endometriosis) 2. Resiko terhadap kondisi psikologis Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap kondisi psikologis wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai "Post-Abortion Syndrome" (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS, yang umumnya berupa: a. Kehilangan harga diri b. Beberapa wanita mengalami depresi kronis hingga beberapa bulan c. Berteriak-teriak histeris d. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi e. Mengalami trauma f.
Pada beberapa wanita timbul perasaan benci pada semua pria
g. lngin melakukan bunuh diri h. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang. 1.
Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual
j.
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
5. Aborsi dalam pandangan Islam Secara moral, tindakan aborsi dapat dikatakan sebagai tindakan pembunuhan yang jelas dilarang dalam hukum manapun. Terlebih dalam pandangan Islam yang berdasarkan pada firman Allah dan hadis Nabi yang menerangkan bahwa manusia adalah makhluk mulia yang lahir dalam keadaan suci dan bersih, maka tindakan aborsi merupakan tindakan yang melanggar moral keislaman dan merusak kemuliaan derajat manusia (Yanggo & Anshary, 1996). Kehidupan janin merupakan kehidupan yang wajib dihormati dan dijaga. Hal itu terbukti dengan adanya kebolehan berbuka puasa bagi wanita hamil yang khawatir akan keselamatan janin dalam kandungannya, juga diwajibkannya penundaan pelaksanaan hukum qishas terhadap wanita yang sedang hamil demi menjaga janinnya. Selain itu, ada pula hukuman bagi orang yang memukul perut wanita hamil yang tidak lama setelah dilahirkan anaknya mati akibat pukulan tersebut. Semua hal itu menunjukkan bahwa Islam memberikan perhatian dan penghormatan yang besar terhadap kehidupan janin, sehingga dilarangnya tindakan yang melampaui batas (seperti aborsi) meskipun terhadap kehamilan akibat hubungan yang tidak sah (Qardhawi, 1995). Kontroversi dikalangan para ulama sehubungan dengan hukum melakukan aborsi tidak terlepas dari adanya tahap-tahap pertumbuhan janin di dalam rahim yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
34
1. Tahap a/-nuthfah, yaitu ketika terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma
sebelum empat puluh hari usia kehamilan. 2. Tahap al-alaqah, yaitu ketika sel telur yang telah dibuahi tersebut menempel atau melekat pada dinding rahim selama empat pulul1 hingga delapan puluh hari usia kehamilan. 3. Tahap al-mudhghat, yaitu ketika janin mulai menjadi tulang dan daging selama usia kehamilan mencapai 120 hari. 4. Tahap pemberian nyawa (nafkh a/-ruh), yaitu ketika janin semakin sempurna dengan ditiupkannya ruh ke dalam janin tersebut setelah 120 hari usia kehamilan. Para ulama sepakat untuk mengharamkan aborsi yang dilakukan pada saat janin sudah diberi nyawa atau setelah 120 hari usia kehamilan, kecuali alas dasar indikasi medis. Sedangkan aborsi yang dilakukan sebelum 120 hari usia kehamilan, sebagian ulama membolehkan walaupun dengan syarat-syarat tertentu dan sebagian lagi tetap melarangnya. Perbedaan pendapat tersebut dapat digolongkan menjadi: 1. Golongan yang mengharamkan aborsi secara mutlak walaupun sebelum 40
hari usia kehamilan. Dengan alasan bahwa bila air mani telah tersimpan di dalam rahim berarti sudah ada proses kehidupan. 2. Golongan yang membolehkan aborsi pada salah satu tahap dan melarang pada tahap-tahap yang lain, dengan penjelasan sebagai berikut:
35
c. Makruh pada tahap a/-nuthfah atau sebelum 40 hari dan haram pada tahap al-alaqat dan al-mudhghat. d. Boleh aborsi hanya sebelum 40 hari usia kehamilan, sedangkan setelah usia tersebut dilarang. e. Boleh aborsi pada tahap a/-nuthfah dan al-a/aqah atau sebelum 80 hari. tetapi haram pada tahap a/-mudhghat. 3. Golongan yang membolehkan aborsi sebelum kehamilan berusia 120 hari jika ada alasan yang dibenarkan hukum Islam. Alasan tersebut diantaranya kondisi kesehatan ibu sangat buruk, kehamilan dan persalinan beresiko tinggi, kehamilan yang terjadi saat ibu sedang menyusui bayi yang mengakibatkan berakhirnya masa menyusui sementara si ayah tidak mempunyai sumber pendapatan untuk memperoleh susu pengganti ASI bagi bayi tersebut, dan lainnya. Namun jika tidak ada alasan yang dibenarkan secara syar'I maka hukumnya menjadi makruh. 4. Golongan yang membolehkan aborsi sebelum kehamilan berusia 120 hari walaupun tanpa alasan apapun. Pada dasarnya, tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia adalah sangat mengerikan. Berikut ini berbagai alasan disertai dalil Al-Quran yang merupakan larangan tindakan aborsi (pro-
36
kontra-net), yaitu: a) Manusia, berapapun kecilnya, merupakan makhluk mulia ciptaan Allah. Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah beriirman: "Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia."(QS 17:70).
b) Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang. Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. c) Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang. Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar." (QS 17:31) I~ ...<"
lb. U· 1.S ~ .• t:; .·I -<WI ~ · · · · ·:"1 -I U I .. .J r o-.JY l?--' L.Y-
~ -<~';! .J , I
I I Y""' .!··::-. "iJ .J
37
d) Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan perintah Allah dan merupakan tindakan kriminal. e) Sejak janin berada dalam kandungan, Allah sudah mengenalnya. f)
Tidak ada kehamilan yang merupakan "kecelakaan" atau kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
g) Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, karena Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan.
D. PROPOSISI TEORITIS Tidak selamanya seorang wanita dapat mensyukuri anugerah Tuhan yang berwujud janin dalam kandungannya, walaupun umumnya banyak wanita yang khawatir bahkan takut bila ternyata dirinya tidak tergolong wanita yang subur kandungannya terlebih bila sampai tidak mempunyai anak. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus aborsi yang melanda setiap negara manapun di dunia bahkan hingga ke penduduk yang primitif atau modern sekalipun. Fenomena 'pembunuhan' dalam bentuk aborsi sudah menjadi hal yang biasa di lingkungan masyarakat, meskipun banyak pelaku aborsi yang menutupnutupi tindakannya tersebut dengan alasan malu, aib, dan sebagainya. Tidak sedikit pula pelaku aborsi yang menganggap enteng tindakan tersebut hingga dengan santainya mengakui dan menceritakannya kepada orang lain.
38
Kehamilan yang tidak diinginkan atau dalam istilah sehari-hari disebut 'kebobolan' merupakan alasan kuat bagi seorang wanita untuk melakukan aborsi. Keinginan untuk meggugurkan janin yang sedang dikandungnya pada hakikatnya bukanlah semata-mata keinginan yang membabi-buta atau tanpa alasan, namun terdapat bermacam faktor yang mendorongnya melakukan tindakan tersebut. Oleh karena itu tidak heran jika dalam banyak kasus, motif yang mendasari seseorang untuk melakukan aborsi itu berbeda-beda. Ada pula pelaku aborsi yang sebenarnya tidak berkeinginan untuk melakukannya. Tindakan tersebut dipilih lantaran keinginan pihak lain diluar dirinya yang mempunyai pengaruh untuk memaksanya melakukan aborsi. Ketika tindakan aborsi akan diambil oleh seorang wanita biasanya akan terjadi konflik internal yang berupa pertentangan antara keinginan dengan naluri ke-ibuan, pertimbangan faktor resiko aborsi bagi kesehatan, terlebih bila berbenturan dengan ajaran agama. Terdapat pula ketidaksesuaian keinginan antara individu dengan lingkungan disekitarnya walaupun tidak mesti terjadi pada setiap kasus. Hal itu disebabkan karena tidak semua orang lebih mementingkan tanggung jawab pada Tuhan daripada meraih apa yang diinginkan. Untuk mengatasi situasi seperti itu, dibutuhkan strategi yang paling sesuai dengan masing-masing individu agar dapat memutuskan jadi-tidaknya tindakan aborsi dilakukan. Ada pelaku aborsi yang menggunakan wish strategy, memilih aborsi tanpa memperdulikan resikonya. Ada pula yang menggunakan safe
39
strategy dengan memilih aborsi karena akan mendatangkan hasil yang
diinginkan, dan sebagainya. Bukan hanya strategi, tahap-tahap dalam mengambil keputusan pun seharusnya dilalui dengan sistematis oleh setiap pelaku aborsi. Tahapan-tahapan tersebut meliputi pertimbangan akan adanya alternatif selain aborsi dan resiko dari aborsi maupun alternatif lain tersebut, proses pemilihan aborsi atau alternatif lain dan kapan dapat diimplementasikan, serta dapat menerima umpan balik sehabis memutuskan pilihan tersebut. Selanjutnya, gambaran teoritis untuk menganalisa adanya konflik dan pengambilan keputusan dari kasus aborsi dapat dilihat dalam bagan analisa kasus berikut.
40
BAGAN DINAMIKA KONFLIK DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN WANITA PELAKU ABORSI
KEHAMlLAN
• • • • • •
._1
I
Kesehatan Psikososial Sosial-ekonomi Perkosaan Pra-nikal1 Kegagalan KB
"I INGIN ABORSI
UNWANTED PREGNANCY
I
• Diri sendiri • Orang lain
I
I
Internal
I
• Resiko aborsi •Agama • Nahrri keibuan
'.
I
I
I
Ekstemal
App-avo
DECISION MAKING
I STRATEGI
Wish Strategy I
Escape Strategy
II
l
11 App-app
H
Avo-avo
KONFLIK
H
Mult app-avo
I
-
'.
I
TAHAP
~
I Appraising the Challenge I
Surveying the Alternatives I
Weighing Alternatives
I
Safe Strategy I
Combination Strategy
I
Making a Commitment I
Adhering Despite Negative Feedback
I
BAB Ill METOOOLOGI PENELITIAN
A. PENDEKATAN PENELITIAN Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mencari gambaran tentang konflik yang dialami wanita yang ingin melakukan aborsi serta bagaimana proses pengambilan keputusannya, maka pendekatan pene/itian yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan bentuk studi kasus yang bersifat deskriptif. Pendekatan kualitatif ini dapat digunakan untuk memahami gejala tingkah laku manusia menurut penghayatan sang pelaku ataupun melalui sudut pandang subjek penelitian (Arikunto, 1995). Sedangkan digunakannya bentuk studi kasus dalam penelitian ini mengacu pada penjelasan Yin (2000) yang menjelaskan bahwa studi kasus lebih tepat digunakan bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa atau fenomena kontemporer dalam kehidupan nyata yang akan diselidiki, dengan pertanyaan penelitian yang berbunyi "how" atau "why". 8. SUBJEK PENELITIAN Subjek dalam penelitian ini diambil berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
42
1. Wanita yang melakukan aborsi provokatus criminalis 2. Beragama Islam Sedangkan jumlah subjek dalam penelitian kualitatif menurut Strauss tidak ada ketentuan bakunya (Arikunto, 1995). Terlebih apabila data yang diperoleh telah cukup memadai dan mendalam maka subjek boleh diambil dalam jumlah kecil (Poerwandari, 1998). Dalam penelitian ini subjek yang akan diambil berjumlah tiga orang sesuai dengan karakteristik di alas.
C. METODE PENGUMPULAN DATA Sebagaimana lazimnya penelitian-penelitian kualitatif lainnya, penelitian inipun menggunakan metode wawancara dan observasi sebagai metode pengumpulan data. Wawancara yang digunakan sebagai metode utama dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interview) yang bersifat semi· structured dengan menggunakan pedoman wawancara umum. Sedangkan observasi digunakan sebagai metode penunjang dalam pengumpulan data penelitian ini.
D. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA Setelah ditentukannya metode pe11gumpulan data dalam penelitian ini, selanjutnya ditentukan pula instrumen pengumpulan data yang sesuai dengan metode yang telah ditetapkan. lnstrumen yang dapat digunakan
43
dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, catatan wawancara, lembar observasi, tape-recorder, dan buku catatan. 1) Pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan untuk memfokuskan data-data yang akan diambil agar sesuai dengan tujuan penelitian, juga sebagai ala! bantu untuk mengkategorisasikan jawaban dalam analisis data. 2) Lembar observasi, yang digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pengamatan terhadap gambaran fisik subjek, keadaan tempat wawancara, sikap dan perilaku subjek selama wawancara, gangguan dan catatan khusus selama proses wawancara berlangsung. 3) Catalan wawancara, untuk mencatat identitas pribadi subjek dan ringkasan wawancara. 4) Tape-recorder, sebagai ala! untuk merekam perkataan subjek. 5) Buku catatan, digunakan untuk mencatat hal-hal yang tidak jelas atau terlewati atau tidak terekam selama proses wawancara.
E. TEKNIK ANALISA DATA Penelitian ini menggunakan bentuk analisa data pattern- macthing atau pencocokan pola, yaitu membandingkan sebuah pola yang didapat secara empiris dengan pola alternatif yang diramalkan untuk mencari validitas internal (Yin, 2000). Langkah-langkah analisa data selanjutnya adalah :
44
1. membaca data berulang-ulang untuk menemukan makna dari jawaban subjek. 2. melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok permasalahan. 3. mengelompokan data dengan memberikan kode-kode. 4. melakukan interpretasi dengan analisa pencocokan pola, lalu hasil analisa dibandingkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu, menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (Syofia, 2003} ada tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan dalam proses analisis data, yaitu : a. reduksi data, yaitu suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulankesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. b. Penyajian data, yaitu sekumpulan info yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi. Langkah-langkah analisa datanya adalah : a) Data-data yang telah terkumpul dipindahkan ke dalam transkip verbatim. b) Dibuat ringkasan dari setiap kasus dan dikumpulkan aspek-aspek penting yang relevan dengan penelitian untuk dianalisa.
45
c) Data yang dikumpulkan kemudian dikelompok-kelompokan dan diberi kode (reduksi data) serta penjelasan singkat untuk mempermudah proses interpretasi sesuai dengan outline analisa data. d) Analisa terhadap masing-masing kasus. e) Hasil analisa dirangkum dan disimpulkan dari hal yang umum ke hal yang khusus.
F. TAHAPAN PENELITIAN 1. Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu dipersiapkan instrumen yang akan digunakan daJam penelitian ini, yaitu pedoman wawancara, lembar observasi, catatan wawancara, dan tape recorder. 2. Setelah instrumen dipersiapkan, kemudian peneliti mencari informasi tentang keberadaan subjek yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini. 3. Jika keberadaan subjek telah diketahui peneliti, maka peneliti menemui subjek tersebut untuk meminta kesediaanya menjadi subjek penelitian ini. 4. Selanjutnya, penelitian dilaksanakan dengan melakukan wawancara dan observasi sesuai dengan metode yang telah ditetapkan.
BABIV HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang hasil pengolahan seluruh data yang telah didapat dari lapangan penelitian. Hasil penelitian ini dapat dijabarkan'dalam bentuk gambaran umum subjek penelitian, riwayat kasus dan analisa kasus, serta analisa perbandingan antar kasus.
A. Gambaran Umum Subjek Subjek dalam penelitian ini berjumlah tiga orang, yang diambil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Latar belakang pendidikan ketiga subjek tersebut menunjukkan tingkat yang berbeda-beda. Diantara mereka ada yang menyelesaikan pendidikannya hingga tamat pada jenjang menengah tingkat atas, ada pula yang hanya sampai lulus Sekolah Dasar, bahkan salah satunya tidak sampai selesai Sekolah Dasar. Usia mereka ketika melakukan aborsi berada pada kisaran 18 hingga 28 tahun, usia dimana mulai dimasukinya masa dewasa dini. Pada usia ini, mereka dituntut untuk mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi sehingga mereka dinilai telah cukup mampu untuk dapat mengambil keputusan. Nama-nama subjek dalam penelitian ini sengaja tidak disebutkan sesuai fakta melainkan diganti dengan nama-nama pilihan peneliti sendiri.
47
Hal ini dimaksudkan agar kerahasiaan subjek dalam penelitian ini tetap terjaga. Gambaran mengenai ketiga subjek tersebut dapat dilihat lebih jelas dalam label berikut:
Tabel 4.1 Gambaran umum Subjek No 1. 2. 3.
Nam a Ninina Rina Santi
Usia ketika aborsi 18 tahun 20tahun 27 tahun
Latar belakang oendidikan SD kelas Ill SD SPG
B. Riwayat Kasus dan Analisa Kasus 1. Kasus Nining Nining yang dilahirkan pada tahun 1959 merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Sejak kematian Ayahnya ketika usianya baru mencapai satu tahun, ia dan kakak-kakaknya tidak di asuh lagi oleh ibu kandung mereka melainkan dititipkan pada saudara-saudaranya. Sementara ibu kandung Nining telah menikah kembali, Nining tinggal bersama bibinya yang rumahnya terletak jauh dari tempat tinggal kakak-kakaknya yang lain. Nining hidup di tengah keluarga yang kondisi perekonomiannya biasabiasa saja atau dapat dikatakan berkecukupan. Bibinya yang hidup bersama suami dan dua orang anak tidak menggunakan cara yang keras dalam mendidik anak-anaknya dan Nining. Peraturan-peraturan dan disiplin apapun
48
yang berlaku dalam keluarga tersebut tidak dilaksanakan dengan cara yang kaku. Pola asuh yang liberal itulah yang didapatkan Nining dalam keluarga bibinya tersebut. Sedangkan pendidikan agama yang diterima Nining dalam keluarga itu juga sewajarnya saja. Tidak ada disiplin khusus yangs berakhir dengan hukuman bila tidak menjalankan ibadah-ibadah keagamaan. Semuanya berjalan secara apa adanya. Nining yang hidup dalam asuhan bibinya, disekolahkan ke Sekolah rakyat (sekarang SD) tetapi hanya sampai kelas tiga. Hal itu disebabkan kondisi perekonomian yang hanya cukup untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Selain bersekolah, sebagaimana layaknya anak-anak seusianya di lingkungan tersebut, ia pun setiap sore belajar mengaji di musholla dekat rumahnya. Hal itu juga hanya berjalan hingga setahun selepasnya berhenti sekolah. Sehingga selain di rumah, ia juga mendapatkan pendidikan agama dari guru ngaji tersebut walaupun tetap dalam kadar yang biasa-biasa saja atau dalam arti tidak begitu mendalam. Ketika Nining beranjak remaja, pergaulan Nining dengan pemudapemuda disekitarnya berjalan wajar. la juga sempat mempunyai hubungan khusus dengan salah satu pemuda tersebut dengan masih dalam batas-batas yang normal atau tidak melanggar norma-norma yang berlaku dalam agama.
49
Saal itu pula, !bu kandung Nining yang telah menitipkannya pada keluarga tersebut sejak ia berusia satu tahun kembali datang dan sering mengajaknya pergi berjalan-jalan. Lalu tak lama kemudian lbunya juga mengajaknya pergi menemui kakak perempuannya yang belum sempat dikena/nya. Nining dan /bunya kemudian menetap dirumah kakak kandung Nining. Di rumah itu, selain tinggal kakak Nining dan suaminya beserta tiga anaknya, juga ada /ima orang pemuda yang sebaya Nining. Pemuda-pemuda tersebut adalah adik kandung, keponakan dan saudara-saudara dari kakak ipar Nining. Nining yang pada waktu itu berusia tujuh be/as tahun menumpang hidup dalam keluarga yang bermata pencaharian dari usaha berdagang dan menjahit itu. Walaupun banyak yang menetap disana, namun tidak ada kesulitan dalam perekonomian ke/uarga tersebut. Kakak ipar Nining tetap mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Mereka hidup layak dan tidak kekurangan. Walaupun tidak mengenyam pendidikan di sekolah maupun ditempat pengajian lagi, namun keluarga yang Nining tinggali tersebut adalah keluarga yang cukup memperhatikan nilai-nilai keagamaan. Kakak iparnya yang juga sebagai guru ngaji didaerah itu sangat keras dan tegas dalam mendidik anakanaknya tak terkecuali semua orang yang tinggal disitu. Terlebih bila
50
menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan agama, kakak iparnya tak segan-segan memarahi anak-anaknya maupun siapapun yang berbuat salah. Pada kira-kira setengah tahun berada dirumah kakaknya, dua orang pemuda yang berada dirumah itu menyukainya dan berusaha menjalin hubungan khusus dengan Nining. Pemuda tersebut adalah Ari (adik kandung kakak iparnya) dan Supri (keponakan kakak iparnya). Nining yang pada waktu itu juga menyukai Ari akhirnya memutuskan untuk memilih Ari. Lalu mulailah mereka berpacaran. Hubungan khusus diantara mereka berlangsung secara wajar tanpa melanggar batas-batas susi/a. Walaupun tinggal dalam satu rumah yang sama, mereka tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Namun ternyata kakak kandung, kakak ipar, maupun ibunya tidak menyetujui hubungan tersebut lantaran Ari dan Nining adalah saudara ipar. Waiau demikian, tidak ada tindakan keras yang dilakukan kakak iparnya untuk melarang hubungan itu. Mereka berdua sama sekali tidak memperdulikan ha/ tersebut. Bahkan ketika /bu Nining membicarakan ketidaksetujuannya pada mereka berdua, Ari tetap tidak perduli. "Emak pernah ngomong sama dia, sama aku juga, 'ngapain sih kamu kok pacaran sama adeknya kakak sendiri?' terus katanya gini 'biarin aja !ah Mak, orang aku seneng ama Nining, Nining juga mau, kita kan sama-sama seneng, terus mau diapain?' gitu katanya"
51
Lalu ketika sudah hampir satu tahun Nining menjalin hubungan dengan Ari, terjadi suatu masalah yang mengharuskan Ari pergi ke luar kota untuk sementara waktu. Namun mereka tidak memutuskan hubungan begitu saja, karena mereka masih sama-sama mencintai. Ketiadaan Ari dirumah itu dimanfaatkan Supri untuk mendekati Nining kembali. Walaupun pada awalnya Nining masih menolak, namun setelah berkali-kali didekati akhirnya Nining menerimanya juga. "ya namanya juga perempuan ... dirayu /aki-laki ya manut aja ... " Mulanya, proses pacaran antara Nining dan Supri berlangsung biasabiasa saja. Tidak ada konflik ataupun hal-hal yang melanggar norma dalam hubungan tersebut. Walaupun tetap saja tidak ada dukungan dari kakak dan kakak iparnya, sementara ibu kandungnya sudah tidak mengetahui perihal keadaan Nining karena tidak berada di rumah itu lagi. Ketika Ari kembali dari luar kota, ia merasa cemburu alas hubungan antara Nining dan Supri namun ia tidak dapat berbuat apa-apa. Kedatangan Ari membawa pengaruh buruk bagi Supri. la mengalami ketakutan akan berpalingnya Nining pada Ari kembali. Berkali-kali Nining meyakinkan Supri bahwa hubungannya dengan Ari sudah berakhir, namun Supri masih saja tidak percaya pada kata-kata Nining. Dengan ketakutannya yang sangat berlebihan akan kehilangan Nining, akhirnya Supri memutuskan untuk mengambil jalan pintas. Suatu malam ketika Nining sedang tidur, Supri datang menghampirinya. Dengan alasan
52
tidak percaya akan cinta Nining padanya, ia meminta Nining untuk membuktikan kesungguhannya dengan melakukan hubungan badan. Mendengar permintaan tersebut Nining langsung menolaknya dengan terus meyakinkan bahwa dirinya hanya mencintai Supri. Tanpa menanggapi penolakan Nining, pria yang telah diliputi perasaan takut kehilangan wanita yang dicintainya itu terus memaksa Nining agar bersedia memenuhi permintaannya. Dengan berat hati akhirnya Nining hanya bisa pasrah menyerahkan dirinya untuk 'ditiduri' oleh Supri. "aku ya sebenemya engga mau, tapi dia maksa terus mau nidurin aku ... aku kaya lagi mimpi pas dia gituin aku ...kaya orang engga sadar, padahal aku sadar kok .. ya orang bangun tidur" Setelah tiga bulan kejadian itu berlalu, Nining menyadari bahwa dirinya belum mendapatkan menstruasi. Perasaan was-was akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkannya pun menghantuinya. Sambil menangis ia lalu menceritakan semua hal yang telah dialamimya tersebut pada teman dekatnya. Temannya pun beranggapan bahwa Nining telah hamil dan ia menyarankan agar Nining memberitahu tentang kehamilannya itu pada kakaknya. Nining yang merasa takut akan dimarahi oleh kakak dan kakak iparnya tidak berani mengatakan hal yang sebenarnya. Saat itu ia merasa sangat menyesali perbuatannya yang telah berlebihan hingga ia hamil. la juga takut
53
akan dosa yang harus ditanggungnya karena telah berzina. Perasaan malu pada keluarga atas kehamilannya pun meliputinya. "waktu itu aku ngerasa takut, malu, ama keluarga ... malu sama Allah soalnya udah berbuat enggak senono/J ... takutnya dosa, nyese/, nyesel karena udah berbuat begitu, habisnya kalo enggak gitu takutnya dia enggak percaya, soalnya dia enggak percayaan banget''
Setelah beberapa hari kemudian, Nining menceritakan tentang kehamilannya pada Supri. Namun dengan santainya, Supri menanggapi hal tersebut dengan ajakan untuk menikah. "aku cerita sama dia, eh dianya santai aja, kaya enggak pernah berbuat. Terus katanya 'ya udah kalo udah /Jamil ya udah nika/J aja ' gitu katanya"
Sementara itu, menurut pengakuan Nining, ada kemungkinan temannya menceritakan semuanya pada kakak kandung Nining tanpa sepengetahuannya. Hal itu terbukti dengan berubahnya sikap kakak dan kakak iparnya. Mereka berdua menjadi sering marah-marah padanya tanpa sebab dan lebih banyak diam, tidak seperti biasanya. Beberapa hari kemudian, kakak kandungnya menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya dengan alasan malu bila orang lain tahu Nining hamil di luar nikah. Menurut Nining, perintah untuk menggugurkan kandungan itu adalah atas ide kakak iparnya tetapi yang menyampaikan adalah kakak kandungnya.
r
54
"kakakku bilang gini ' .. .gugurin! cuma diurut, enggak sakit " Walaupun menurut Nining persetujuannya tidak dibutuhkan pada waktu itu, tetapi ia tetap merasa bingung. la mencoba meminta pendapat '
pada Supri, namun Supri pun hanya bisa pasrah mengikuti jalan yang dianggap terbaik menurut keluarga. Sementara ia tidak bisa meminta pendapat dari ibu kandungnya dikarenakan ia sendiri tidak tahu dimana keberadaan ibunya pada saat itu. Menurut Nining, perintah kakak dan kakak iparnya untuk menggugurkan kandungan tidak sesuai dengan keinginan pribadinya. Sebenarnya ia hanya ingin menikah saja ketika tahu dirinya telah hamil. Hal itu berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangannya bahwa dosa yang harus ditanggungnya jika menggugurkan kandungan akan lebih berat ketimbang menikah. Sementara kakaknya yang menyuruhnya untuk menggugurkan kandungan tidak menanggung apa-apa. "kalo aborsi itu dosanya gede, kalo nikah itu enggak, cuma abis nikah itu ..... yah pokoknya ka/o misa/nya /angsung nikah rasanya kita tuh enggak berdosa karena enggak ngegugurin anak, ka/o aborsi itu kan ngegugurin anak kan, sedangkan anak itu enggak berdosa, jadi kan dosanya dua kali lipat, udah kita ngelakuin, udah kita aborsi ... " Selain takut akan dosa akibat aborsi, Nining mengaku tidak tahu resiko lainnya yang dapat terjadi. Karena pada waktu itu ia belum pernah mendengar kasus serupa yang dapat dijadikan bahan pertimbangannya.
55
"waktu itu aku ya enggak tau apa-apa kalo aborsi itu sakit atau bahaya, orang enggak pernah ngedenger tentang aborsi, lagian kakakku juga enggak bilang apa-apa" Sementara keinginannya untuk menikah agar terhindar dari dosa aborsi juga ia akui tidak terlepas dari adanya resiko. Namun menurutnya hal itu adalah tanggung jawabnya sendiri karena ia yang menginginkannya. "tapi ntar pandangan orang lain, kok baru nikah udah hamil gede, kan malu ... ta pi ya biarin aja namanya udah terlanjur, mau diapain /agi" Walaupun Nining menyadari adanya resiko yang tidak dapat dihindari jika ia menikah, namun ia tetap merasa bahwa jalan yang terbaik dan lebih mudah untuk dilaksanakan pada situasi seperti itu adalah dengan menikah saja. "yang paling baik ya nikah, kalo aborsi kan dosanya terla/u berat, kalo nikah kan misalkan kita udah hami/ terus nikah , ya anaknya enggak dosa, ya ibunya juga enggak dosa, terus nanti kan sesudah ngelahirin kan kita bisa nikah lagi " Keinginan untuk menikah tersebut sempat Nining bicarakan dengan Supri. Dengan alasan belum mendapatkan penghasilan yang memadai, Supri yang sebelumnya mengajak Nining untuk menikah berbalik menolaknya. la malah menyarankan Nining untuk mengikuti perintah kakaknya saja. Nining mengaku semakin merasa kebingungan pada waktu itu. Tetapi untuk
56
membicarakan keinginannya dengan kakaknya ia tidak berani, dikarenakan takut akan diusir dari rumah tersebut. "aku enggak berani bilang ama kakak .... takut! pikiranku, kalo enggak diaborsi, aku bakalan diusir dari sini, sedangkan orang tuaku jauh enggak tau"
Selama hampir tiga hari Nining terus memikirkan apa yang harus dilakukannya tanpa mempunyai keberanian untuk mendiskusikannya dengan keluarga. Karena merasa tidak mampu dan tidak berhak untuk berbuat sesuai keinginannya meskipun menyangkut dirinya sendiri, akhirnya dengan terpaksa ia memutuskan untuk mengikuti saja keinginan kakak dan kakak iparnya tersebut. "aku takut enggak diakuin lagi ama kakak, takut dibuang, jadi satusatunya jalan ya ngikutin maunya kakak, sebenarnya pikiranku enggak mau diaborsi, kasian, cuma apa bole/J buat .... akhirnya aku ya pasra/J aja !ah, enggak mikir apa-apa lagi, uda/J enggak mikir takut dosa, ya tersera/J .. .. pokoknya aku pasra/J mau mati mau /Jidup, kalo emang suru/J digugurin ya digugurin, gitu aja"
Terlepas dari pertimbangan akan dosa, menurut Nining sendiri, tindakan menggugurkan kandungan adalah perbuatan yang tidak baik karena sama saja dengan pembunuhan.
57
"aborsi itu jelek, soalnya kan ngebunuh manusia, manusia itu kan enggak berdosa, jadi jeleknya ya disitu, tapi apa boleh buat, orang disuruh keluarga begitu supaya jangan malu, jadi ya aborsi aja " Dengan harapan yang besar agar terhindar dari rasa malu jika sampai terlihat hamil oleh tetangga, Nining tidak lagi memperdulikan dosa akibat aborsi ataupun beban moral yang sudah menjadi pertimbangannya sebelumnya. "yang penting uda/1 aborsi, yang pen ting sehatin du/u badan ... masalah agama entar du/u, digugurin du/u yang penting, supaya jangan ada malu dalam keluarga " Beberapa hari kemudian, kakaknya memanggil dukun beranak kerumahnya untuk menggugurkan kandungan Nining. Dukun itu lalu memijit perut Nining yang sedang mengandung tiga bulan. Menurutnya, saat itu ia tidak merasakan sakit. Rasanya hanya seperti dipijat biasa. Darah juga belum ada yang keluar dari rahimnya. Setelah dipijat, dukun itu memberinya jamu untuk diminum. Proses tersebut dilanjutkan pada hari berikutnya hingga berlangsung selama tiga hari. Pada hari ketiga itulah darah yang berasal dari rahimnya mulai keluar sedikit demi sedikit melalui lubang vaginanya. Hingga akhirnya terjadi pendarahan lalu Nining dibawa ke Ariumah Sakit.
58
Sesampainya di Rumah Sakit, Nining mengaku merasa ketakutan ketika melihat jarum suntik. Namun sekali lagi, ia hanya bisa pasrah menerima keadaannya tersebut. "aku mikir.. aborsi itu begini ya, sakit ... apalagi pas fiat jarum suntik serem banget, bodo' !ah, mau mati kek, mau hidup, pasrah aja ama Allah" Setelah proses aborsi selesai, Nining menyesali tindakannya yang ia anggap keliru. Sambil terus memikirkannya, ia juga menyadari adanya keterpaksaan dalam tindakannya itu. Namun sekali lagi ia tak bisa merubah apa yang sudah terjadi akibat ulahnya sendiri. " ... kenapa aku ini aborsi, kenapa aku gugurin anakku sendiri, sedangkan anak ini enggak dosa .... he e/1 ya, kita berbuat, kita sendiri, kok ma/ah dibuang anaknya, /ah kalo enggak keluarga enggak ngedukung suruh ngebuang, enggak bakalan dibuang anakku, karena ke/uarga suruh ngebuang ya terpaksa" Menurutnya, setelah keluar dari Rumah Sakit ia langsung jatuh sakit dan tidak bisa keluar rumah. Selain itu pula, alasannya tidak mau keluar rumah juga karena merasa malu dengan tetangga-tetangganya sehingga ia hanya berdiam diri di rumah. Tanpa sepengetahuannya, ternyata tetangga sudah mengetahui kabar '
tersebut. Mereka ribut membicarakan perihal aborsi Nining. Tanggapan negatif dari tetangga-tetangga yang membuat malu keluarga kakaknya itu ia
59
dengar dari mulut kakaknya sendiri. Hal itu membuatnya semakin merasa bersalah pada kakak dan kakak iparnya karena alas perbuatannya keluarga yang harus menanggung malu. Namun dibalik penyesalannya, Nining mengaku ada manfaat atas peristiwa yang dialaminya. Karena setahun kemudian ia menikah dengan Supri. Walaupun rumah tangganya hanya bertahan selama beberapa tahun saja.
Analisa Kasus
Timbulnya permasalahan dalam kasus ini diawali ketika Nining mengetahui bal1wa dirinya hamil sedangkan ia belum menikah. Ketakutannya akan mendapat amarah dari keluarganya membuatnya tidak berani menceritakan kehamilannya pada keluarga. la merasa malu atas perbuatannya yang tidak senonoh dalam rumah tersebut. Tentu saja hal itu akan menjadi aib bagi keluarga kakaknya bila orang lain sampai mengetahuinya. Alasan lain yang membuat ia tidak mau menyampaikan kabar tersebut pada keluarganya menurutnya adalah karena ia takut akan diusir dari rumah tersebut oleh kakaknya. la sangat bergantung pada keluarga kakaknya itu sehingga jika sampai ia diusir maka ia tidak tahu lagi harus tinggal dimana. Oleh karena itu ia sebenarnya ingin merahasiakan semuanya agar jangan diketahui kakaknya.
60
Dengan penuh perasaan takut dan bingung, ia menceritakan perihal kehamilannya pada Supri dan seorang temannya. Namun ternyata Supri yang memang tidak mau ambil pusing menanggapinya dengan seenaknya saja. Tanpa merasa bersalah Supri mengajaknya menikah. Namun ajakan tersebut juga tidak dilandasi dengan niatnya yang sungguh-sungguh. Akhirnya hanya kekecewaan yang diterima Nining. Hal itu membuatnya semakin bingung. Sebelumnya memang sudah timbul keinginannya untuk menutupi kehamilan itu dengan menikah. Namun sekali lagi keinginannya tidak akan terlaksana tanpa melibatkan Supri sendiri dan keluarga kakaknya. Sementara untuk mengatakan keinginannya tersebut Nining juga tidak berani karena tentunya akan berakibat terbongkarnya kehamilannya. Tanpa sepengetahuannya, temannya yang telah mengetahui kehamilan Nining menceritakannya pada kakaknya. Lalu ia mulai merasakan perubahan sikap kakak dan kakak iparnya. Mereka yang biasanya tampak bersahabat,mulai menunjukkan sikap antipati padanya. Ketakutan akan datangnya bencana besar dalam hidupnya kembali menghampirinya. Tanpa disangka-sangka, kakaknya menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya dengan alasan malu pada tetangga-tetangga jika sampai mengetahui ada wanita yang hamil di luar nikah dalam keluarga yang dikenal 'kuat' keagamaanya itu. Keluarganya tidak memberinya pilihan lain kecuali aborsi. Nining yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan dalam benaknya
61
untuk aborsi terkejut dengan perintah dari kakaknya itu. Disinilah Nining mengalami konflik eksternal. Konflik ini dialaminya ketika ia merasakan bahwa apa yang dikehendaki keluarganya tidak sesuai dengan keinginannya sendiri. Walaupun ia menyadari sepenuhnya akan kesalahan yang telah ia lakukanberzina- namun menggugurkan kandungan bukanlah solusi yang ia harapkan. Meskipun terjepit dalam situasi yang serba salah, tetap saja Nining tidak mau angkat bicara. Merasa tidak mempunyai hak untuk menentukan apa yang harus dilakukannya, ia lebih memilih diam. Karena menurutnya, sebagai 'benalu' dalam keluarga tersebut tidak seharusnya ia melawan kehendak tuan rumah. Konflik eksternal yang dialami Nining memang tidak muncul ke permukaan. Kebisuannya dapat meredam pecahnya konflik hingga orang lain-kakaknya- yang jelas-jelas menjadi sumber munculnya konflik itu tidak mengetahui adanya penolakan dalam diri Nining. Hal itu menyebabkan konflik tersebut hanya dirasakan oleh Nining saja. Untuk menyelesaikan konflik yang dialaminya dengan keluarga, Nining yang memang tidak mempunyai keberanian untuk menentang kakaknya hanya dapat pasrah menerima perintah tersebut. Tidak ada usaha lain yang dicobanya sebagai solusi dari konfliknya itu. Pada akhirnya, keinginannya
62
untuk melindungi kandungannya dengan menikah harus dikalahkan dengan kehendak keluarga (aborsi). Dalam kepasrahannya menerima apapun yang keluarga putuskan, ia tetap merasakan adanya pertentangan-pertentangan dalam dirinya. Hal ini menunjukkan adanya konflik internal yang dialami Nining. la menyadari perbuatannya yang menyebabkannya hamil sudah merupakan dosa. Oleh karena itu ia tidak mau bila harus menanggung dosa berikutnya akibat membunuh janin dalam kandungannya. Dalam hal ini, faktor agarna mempengaruhi pemikirannya. Selain itu, terlepas dari faktor agama, ia sendiri pun menganggap tindakan aborsi adalah tindakan yang tidak benar karena sama saja dengan pembunuhan. Naluri ke-ibuan seorang wanita ikut bermain pada tahap ini. Sekeras apapun penolakan seorang wanita yang sedang rnengandung terhadap janin dalam rahimnya, lazimnya tetap terdapat perasaan sayang walau sedikit terhadap benih tersebut. Apalagi dalam kasus ini Nining sendiri sebenarnya tidak menghendaki aborsi. la tidak mau membunuh janin yang akan menjadi anaknya kelak. Dalam kondisi demikian, Nining terjepit dalam dua hal yang baginya sama-sama mengandung nilai baik dan buruk, untung dan rugi. Dihadapkan pada pilihan yang diinginkannya yaitu menikah dan perintah kakaknya untuk aborsi, ia berada dalam wilayah konflik. Jenis konflik yang dialaminya merupakan multiple approach-avoidance conflict.
63
Berdiri diantara dua pilihan yang sama berat membutuhkan banyak pertimbangan bagi Nining untuk memilih. Menikah baginya dapat menghindarkannya dari dosa akibat membunuh sehingga ia tidak menanggung dosa yang berlipat ganda karena telah berzina. Namun dibalik itu ia menyadari akan terjadi gunjingan lingkungan bila perutnya yang lebih cepat membesar tidak sesuai dengan usia pernikahannya. Sementara itu, jika ia memilih aborsi maka akan lebih berat dosa yang ditanggungnya. Selain dosa akibat berzina juga dosa membunuh janin. Tetapi dengan aborsi menurutnya ia akan merasa aman, lepas dari rasa malu akibat hamil di luar nikah. Bukan hanya itu, keluarganya juga tidak akan menjadi bahan omongan para tetangga. Untuk terlepas dari permasalahan yang menjadi penyebab timbulnya berbagai konflik dalam dirinya, ia harus membuat sebuah keputusan. Nining juga melalui' beberapa tahap pengambilan keputusan yang berikutnya akan dianalisa sesuai dengan teori-teori yang ada. Begitu pula dengan strategi yang digunakannya sehingga akhirnya ia memutuskan untuk aborsi. Tahap pertama dalam pengambilan keputusan adalah dengan mengenali masalah, melacak sumber terjadinya masalah, menilai segala hal yang berkaitan dengan permasalahannya, juga mempertimbangkan resiko yang akan terjadi jika tidak berbuat apa-apa. Ketika Nining tahu bahwa dirinya hamil sebelum terikat pernikahan, pada awalnya ia panik, bingung, dan menyesal. Kehamilan inilah yang menjadi sumber terjadinya masalah
64
bagi Nining. Kemudian ia mencoba mencerilakannya pada Siwa dan lemannya. Karena lidak mendapal jawaban yang memuaskan alas pennasalahannya, ia memikirkan sualu cara unluk menulupi kehamilannya ilu. Tanpa memiliki referensi alas kasus serupa, ia menemukan solusi yakni dengan menikah. Menurulnya, jika ia menikah paslilah semua orang lidak akan menyangka kalau sebenarnya dirinya telah hamil sebelum ia resmi menikah. Sebaliknya, jika ia tidak melakukan tindakan apapun untuk menulupi kehamilannya itu tenlu bukan hanya ia saja yang akan menanggung malu telapi nama baik keluarganya pun akan lercemar. Tahap kedua adalah survei berbagai alternatif. Selelah berpikir unluk menikah, Nining memang lidak langsung mengalakannya pada keluarga karena sejak awal ia sudah merasa lakul unluk mengakui '
semuanya. Keluarganya akhirnya mengelahui kehamilannya dari temannya. Kemudian kakaknya memberikan perinlah yang berbeda dengan keinginannya. Bukannya menikah yang diperinlahkan melainkan aborsi. Beranjak dari perinlah lersebul, Nining menyadari adanya allernalif lain selain menikah unluk menulupi kehamilannya. la mulai memikirkan solusi yang dilawarkan kakaknya lersebut. Namun pikirannya lerpaul pada dosa yang akan ditanggungnya jika ia aborsi. la lerus memikirkan bagaimana sebaiknya agar ia lerbebas dari permasalahannnya ilu. la menyayangkan tindakan yang dipilih kakaknya namun tidak ada keberanian untuk menenlangnnya.
65
Tahap selanjutnya adalah mempertimbangkan alternatif. Sele/ah memikirkan berbagai hal yang berhubungan dengan aborsi, Nining lalu mempertimbangkan baik-buruknya tindakan aborsi maupun pernikahan. Dal am pertimbangannya, kedua alternatif tersebut tidak terlepas dari adanya nilai positif dan negatif. Dengan menikah ia dapat terhindar dari dosa karena aborsi namun nantinya ia akan mendapat malu jika orang Jain memperhatikan usia kehamilannya yang lebih cepat ketimbang usia perkawinannya. Sedangkan bi/a aborsi, ia dapat menutupi aibnya akibat hamil di luar nikah sehingga terhindar dari rasa ma/u namun ia mendapatkan dosa yang lebih besar karena membunuh anak. Meskipun pada dasarnya Nining tetap menginginkan pernikahan, kenyataan bahwa dirinya menumpang pada kakaknya dan harus menjaga nama baik keluarga tersebut membuatnya merasa tidak enak dan tertekan jika ia sampai membuat malu keluarganya akibat kehamilannya itu. Akhirnya dengan merasa terpaksa ia memutuskan untuk mematuhi perintah kakaknya jika memang itu merupakan jalan terbaik bagi keluarganya. Berikutnya adalah tahap untuk membuat komitmen. Nining yang memang tidak mengetahui dimana, bagaimana, dan kapan ia harus aborsi menyerahkan segalanya pada kakaknya. Beberapa hari kemudian kakaknya memanggilkan dukun beranak ke rumah itu dan langsung dimu/ailah proses aborsi tersebut. Setelah beberapa hari berikutnya ketika proses aborsi selesai, Nining jatuh sakit dan menyebabkannya hanya berada di dalam
66
rumah. Sakit yang dideritanya itu membuatnya merasa dapat menghindari sindiran para tetangga yang ia khawatirkan telah mengetahui aibnya itu. Nining sendiri mengaku tidak pernah mau mengakui tindakannya menggugurkan kandungan tersebut, sekali lagi karena ia malu. la ingin merahasiakan semuanya agar nama baiknya dan nama baik keluarganya tidak tercemar. Tahap terakhir dari pengambilan keputusan adalah menerima umpan balik meskipun negatif. Tanpa sepengetahuan Nining, ternyata tetangga telah mengetahui perihal aborsinya akibat hamil di luar nikah. Kakaknya yang memberitahukan hal itu mengaku merasa malu atas perbuatan tidak senonohnya dalam rumah itu sehingga keluarganya menjadi bahan pergunjingan para tetangga. Nining juga menyesal atas malunya keluarga karena kehamilannya namun hal itu dianggapnya sebagai kesalahan keluarganya sendiri karena menyuruhnya aborsi sehingga tetangga akhirnya mengetahui semuanya. Menurutnya jika keluarganya menyuruhnya menikah pastilah kemungkinan para tetangga mengetahui kehamilannya lebih kecil dibandingkan aborsi. Mengacu pada riwayat kasus yang berdasarkan pada pengakuan Nining, dapat dilihat bahwa dalam mengambil keputusan Nining menggunakan escape strategy, dalam arti bahwa Nining memilih alternatif yang dapat terhindar dari hasil yang buruk. Aborsi merupakan tindakan yang
67
diharapkan dapat menyembunyikan kehamilan Nining akibat 'kecelakaan' tersebut agar keluarga tidak menanggung malu.
2. Kasus Rina Subjek kedua dalam penelitian ini adalah Rina. la adalah anak kedua dari delapan bersaudara yang dilahirkan pada tahun 1973. la memiliki dua · orang saudara peremuan dan lima orang saudara lelaki. Sejak dilahirkan, ia tinggal bersama orang tua dan seluruh saudaranya di kota Jakarta. Orang tuanya bekerja sebagai pedagang dan penjahit yang berlokasi di rumahnya sendiri. Penghasilan orang tuanya yang pada saat itu dapat terbilang lumayan dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga yang berjumlah sepuluh orang tersebut. Rina dan kakaknya pun dapat mengenyam pendidikan Sekolah Dasar yang terletak tidak begitu jauh dari rumahnya. Selepas pulang sekolah, ia dan kakaknya biasanya membantu orang tuanya menjaga warung dan pekerjaanpekerjaan yang lain. Terkadang ia dan kakaknya juga bergantian mengasuh adik-adiknya. Masa kecilnya ia lalui dengan gembira meskipun menurutnya pada saat itu banyak yang harus dipelajari lebih awal dibandingkan anak-anak seusianya. Hal-hal seperti membantu pekerjaan orang tua untuk menjaga warung dan sebagainya sudah sejak kecil ia jalani. Meski demikian, orang tuanya tidak pernah menekan anak-anaknya untuk terus membantu. la dan
68
GAMBAR 4.1 BAGAN ANALISA KASUS NINING
..
KEHAMILAN
I
UNWANTED PREGNANCY
Dari orang Iain
; INGIN ABORSI
I
I I
Kehamilan pra-nikah
,.
I
KONFLIK
I
I
Internal
I
•Agama • Nalmi keilman
I
Eksternal
11
Mult app-avo
I
DECISION MAKING
,
I
STRATEGI
I
II
•
I
TAHAP
~
I Appraising the Challenge I
Snrveyillg the Alternatives Escape Strategy
I
Weighing Alternatives I
Making a Commitment I
Adhering Despite Negative Feedback
69
kakaknya dibiarkan bermain jika memang pekerjaan tersebut masih bisa ditangani oleh orang tuanya. Namun dibandingkan kakak dan adik-adiknya, Rina lebih banyak bermain daripada berada di rumah. la cenderung lebih ma/as untuk membantu pekerjaan rumah yang biasanya dilakukan o/eh setiap anak perempuan, sehingga kakaknya /ah yang banyak membantu orang tuanya. Sementara kehidupan keagamaannya ketika keci/ dirasakannya biasabiasa saja., Sebagaimana layaknya setiap anak yang dibesarkan dalam ke/uarga yang beragama Islam, orang tuanya juga mengajarkan sholat, mengaji, dan pengetahuan agama yang lain. Selain dari kedua orang tua, ia tidak mendapatkan pendidikan agama dari yang lainnya. Rina dibesarkan dalam keluarga yang liberal. Orang tuanya tidak terlalu mengekang, memerintah, ataupun menghukum anak-anaknya jika tidak menuruti perintah orang tua, sehingga tidak ada kekerasan dalam ke/uarga tersebut. Ketika ia lulus dari Sekolah Dasar, keluarganya pindah ke luar kola. Kehidupannya di daerah yang baru itu tidak jauh berbeda dengan kehidupannya di daerah sebelumnya. Orang tuanya masih cukup mampu menghidupi keluarganya walaupun dalam kadar yang 'pas-pasan' sehingga menyebabkan kakaknya dititipkan pada keluarganya yang lain. Adanya adaptasi dengan lingkungan baru dan kondisi perekonomian yang kurang memadai membuat Rina tidak melanjutkan sekolah ke jenjang
70
berikutnya. Faktor kemalasan juga mempengaruhinya sehingga enggan melanjutkan sekolah, sementara orang tuanya juga tidak memaksanya untuk bersekolah lagi. Dalam kesehariannya, ia menghabiskan waktunya untuk bermain dan menjaga warung yang terletak dalam rumahnya sendiri. Warung yang berisi barang-barang kelontong itulah yang menjadi sumber penghasilan orang tuanya. Berhubung dalam lingkungan yang baru itu ia belum mempunyai banyak teman, sehingga tidak banyak waktu yang dipergunakannya untuk bermain. Berbeda dengan ketika ia di Jakarta, sebagian besar waktunya di tempat baru tersebut dihabiskan untuk menjaga warung dan membantu pekerjaan rumah lainnya. Lalu menurut ceritanya, beberapa bulan semenjak ia tinggal di daerah tersebut, ada seorang pria yang datang berbelanja ke warungnya. Selama transaksi jual beli itu berlangsung, pria tersebut juga mencoba menggodanya sambil mengajaknya berkenalan. Rina yang memang belum mengenal pria itu, hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan padanya sekedarnya saja tanpa memperdulikan bualan-bualannya. Lalu keesokan harinya pria tersebut datang lagi. Kali ini ia datang memang tidak untuk berbelanja melainkan mengajak Rina mengobrol. Seperti biasa, Rina hanya menganggapinya sekedarnya saja.
71
Pria yang kemudian dikenalnya bernama Siwa itu, semakin sering datang hampir setiap hari untuk menggodanya. Belakangan ia mengetahui bahwa Siwa dikenal sebagai 'lelaki hidung belang' di lingkungan tersebut. Lalu orang tua Rina melarang Rina untuk tidak banyak bergaul dengan Siwa. Karena me,mang bukan Rina yang memulai semua itu, ia merasa tidak selayaknya melarang Siwa untuk berhenti mendekatinya. Selain itu, memang kedatangan Siwa ke warung itu cukup beralasan, ia ingin berbelanja. Sel1ingga tidak mungkin penjual menolak pembelinya untuk datang. Setelah hampir tiga bulan didekati oleh Siwa, Rina yang pada waktu itu baru berumur 15 tahun mulai menyukai Siwa. Lalu mereka pun mulai berpacaran. Hubungan mereka berdua ternyata tidak disukai oleh orang tua Rina. Tingkah laku 'buruk' Siwa pada setiap gadis membuat orang tua Rina khawatir akan masuknya Rina dalam perangkap Siwa. Sering sekali orang tua Rina melarangnya untuk tidak berhubungan lagi dengan Siwa. Namun Rina yang sudah terlanjur jatuh hati pada Siwa tidak pernah menghiraukan larangan tersebut. "orang tua ya marah .. .pasti positif, karena dia enggak senang ngeliat tingkah lakunya Siwa, dia kan 'brutal' ama cewek. Ya dibilang anak badung ya enggaklah, tapi kaya begitu/ah ama perempuan, enggak aku aja, banyak perempuan lain. Orang tua ngelarang banget sih, tapi aku kan karena ... orang aku seneng ya ...ya udah deketin aja /ah"
72
Hubungan mereka pun terus berjalan. Selama mereka berpacaran, menurut pengakuan Rina, Siwa mendatanginya hampir setiap hari dan ia sering diajak berjalan-jalan. Selain itu pula, Siwa juga sering menciumnya. "Jalan-jalan ya .. .jalan-jalan /ah pokoknya, kemana aja jalan. Orang tiap hari datengnya ke rumah terus. O ... pasti, brutal! Ya kalau orang pacaran ya dicium-cium gitu" Setelah kurang lebih tiga tahun berpacaran, Rina ternyata hamil. Hal itu menyebabkan kedua orang tuanya dengan terpaksa menyetujui Rina yang pada waktu berusia 18 tahun menikah dengan pemuda yang menghamilinya tersebut. "Lah itu kan enggak dibolehin sebenemya, itu kan terpaksa, karena ada, mau diapain /agi" Kehidupan rumah tangga yang dijalani Rina menurutnya tidak seindah yang ia duga. Siwa yang telah menjadi suaminya jarang berada di rumah. Setiap hari suaminya yang bekerja sebagai pemutar film di biaskop-biaskop pergi dari sore hingga tengah malam, sehingga sedikit sekali waktunya untuk memperhatikan isteri dan anaknya. Rina merasa kurang bahagia dengan kehidupan rumah tangganya yang seperti itu. ".. .sedikit! Ka/au dia /agi ada di rumah ya ngerasa bahagia, tapi kalau dia enggak ada di rumah ya enggak" Lebih dari itu, kebiasaan buruk suaminya sebagai 'lelaki hidung belang' ternyata muncul kembali. Suaminya mulai berselingkuh. Sering sekali
73
wanita lain yang tak dikenalnya datang mencari suaminya. Rina merasa sangat tertekan menerima kenyataan tersebut. Lalu ia mengadukan hal itu pada orang tuanya. Orang tuanya yang sejak awal memang tidak suka dengan tingkah laku Siwa memberinya pendapat untuk bercerai saja. Ditengah kondisi yang membingungkannya itu, tetangganya memberitahukan bahwa Siwa pernah mengaku akan menceraikan Rina. Mendengar itu semua, ia semakin merasa kesal. Malam harinya, ia menanyakan hal tersebut pada suaminya. Namun Siwa tidak membenarkan kabar itu, ia malah mengaku kalau dirinya sedang mabuk saat mengatakan hal tersebut sehingga kata-kata itu keluar dari mulutnya tanpa ia sadari. Kemudian mereka bertengkar dan pada malam itu juga Rina pulang ke rumah orang tuanya yang tidak begitu jauh dari rumah suaminya itu. " .. .dari itu kan terus aku bertengkar tuh ma/em ya, terus aku kan pulang ke rum ah, masa' isteri pulang jam 12 ma/em aja enggak mau disamperin berarti kan dia emang udah mau nyere'in aku kan"
Setelah kejadian itu, menurutnya ia merasa semakin yakin akan keputusannya untuk bercerai. Suaminya juga sudah menyepakati perceraian tersebut. Namun diluar dugaan, beberapa hari setelah dimulainya proses perceraian, ia baru menyadari kalau dirinya sudah terlambat bulan. Lalu ia memeriksakan kandungannya ke dokter dan di sana pun ia dinyatakan hamil satu bulan.
74
Keharnilan itu rnernbuat Rina panik. la sedikit rnenyesali keharnilan yang tidak dikehendakinya itu. Narnun sebenarnya bukanlah keberadaan janin dalarn rahimnya yang ia permasalahkan melainkan situasi pada saat itu yang dianggap kurang tepat. Disaat ia dan suaminya sudah memutuskan untuk bercerai tetapi justru dirinya hamil. Lalu ia datang pada suaminya dan menceritakan semuanya. Namun tanpa disangka-sangka, suaminya menangggapi kehamilan Rina dengan sikap negatif. la tidak mengakui bahwa yang dikandung Rina adalah anaknya. "aku dateng /agi ke rumahnya. Kita ngomong, 'ini gimana ini, aku hamif' aku bilang. Eh terus ma/ah katanya gini jangan-jangan itu anak bukan anakku' katanya. Kan aku jadi tambah panas, marah" Mendengar penolakan suaminya atas bayi dalam kandungannya tersebut, Rina menjadi semakin marah. la yang selama ini tetap setia pada suaminya walaupun diperlakukan dengan tidak adil-perselingkuhan suaminya-merasa harga dirinya diinjak-injak alas tuduhan yang dilontarkan suaminya itu. "karena dia ngomong begitu jadi aku ya emosi.. kesel ya gimana gitu, kok lelaki kok kayak begitu, orang sedangkan itu anak kamu kok, darah daging kamu kok, kok ngomongnya kaya gitu, /ah ama siapa kita selingkuh lagi, kalo enggak ama suami sendiri ya" Dengan penuh emosi yang membara akhirnya Rina pulang ke rumah orang tuanya. Kemudian ia mengadukan semua yang telah terjadi pada
75
ibunya. Alas pertimbangan sedang dimulainya proses perceraian dan penolakan Siwa tersebut, ibunya memberikan alternatif untuk berobat saja. Berobat dalam arti meluruhkan benih yang sudah tumbuh dalam rahimnya agar tidak timbul masalah baru. Saran dari ibunya ternyata sangat berpengaruh terhadap pemikiran Rina yang pada saat itu sedang tidak stabil. Kekecewaannya yang telah bertumpuk pada suaminya membawanya untuk menerima saran ibunya tersebut. la mulai mencari tahu dimana tempat untuk menggugurkan kandungan. Secara.kebetulan ketika ia menceritakan semua yang dialaminya pada tetangganya, ternyata tetangganya itu mengetahui tempat yang dimaksud. Namun Rina yang merasa belum begitu yakin pada niatnya untuk aborsi tidak langsung menuju tempat tersebut. Menurutnya, tidak rnudah menentukan langkah apa yang akan diambil sebagai solusi dari permasalahannya. Walaupun pada saat itu ia tidak menghendaki benih dalam rahimnya namun ia juga merasa takut jika harus menggugurkan kandungan. la takut jika terjadi sesuatu yang menyebabkan nyawa menjadi taruhannya. Sebelumnya ia sering mendengar bahaya akibat aborsi berupa pendarahan hebat yang akhirnya menyebabkan si pelaku masuk Rumah Saki!. la tidak mau hal itu terjadi pada dirinya.
"Resikonya berat ... kita bakalan ... enggak ... biasanya kan adajuga yang pendek umurnya .. ya kan pendarahan kan banyak, darah itu kan
76
keluar dari mulai ini ... sampe kita ngeluarin itu bayi kan pendarahan terus" Selain itu, sebagai seorang muslim ia mengetahui dilarangnya tindakan aborsi dalam agama. Berlandaskan hal tersebut, ia beranggapan bahwa perbuatan menggugurkan kandungan adalah dosa. Meskipun ia menyadari tingkat religiusitasnya tidak tinggi atau dalam arti ia bukan orang yang 'alim' tetapi menyangkut masalah aborsi baginya merupakan suatu dosa besar yang sama saja dengan pembunuhan. Hal itu pula yang masih dipikirkannya sebelum menentukan untuk aborsi.
'Jelek itu .. dosa iya .. kan karena aborsi sih .. aborsi anak kan enggak boleh tuh .. dilarang agama sih, dosa .. dosa berat itu.. banyak banget dosanya, terus karena .. pokoknya aku karena kepengen ceraijadinya nekat" Timbul keraguan pada diri Rina untuk terus mempertahankan kehamilan atau menggugurkannya saja. Walaupun ia menyadari janin tersebut tidak diinginkannya, namun keberadaannya yang sudah terlanjur di dalam rahim telah mengusik naluri keibuannya untuk terus membiarkannya berkembang. Menurutnya, ada perasaan 'sayang' bila kehadiran sang jabang bayi disia-siakan. Namun bila ia teringat kembali pada kekecewaan sebelumnya pada suaminya, ia merasa tidak ada gunanya lagi mempertahankan kehamilannya itu.
77
"kalo enggak digugurin ya .. aku seenggak-enggaknya kan enggak bisa cerei, lebih .. ya lebih pusing lagi !ah" Ditengah kebimbangannya, beberapa hari kemudian Siwa datang pada Rina dan menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya. Salah satu alasan yang diutarakan tidak jauh berbeda dengan pemikiran ibunya yakni sehubungan dengan proses perceraian yang tidak akan terlaksana bila sang isteri sedang hamil. Selain itu, anak pertama mereka -yang pada waktu itu baru berusia satu setengah tahun-masih terlalu kecil untuk mempunyai adik sehingga lebih baik kehamilannya diakhiri. Rina yang sebelumnya merasa masih ragu untuk aborsi, setelah mendengar argumen dari suaminya menjadi bertambah yakin akan memilih aborsi. la juga membenarkan alasan yang diungkapkan suaminya. "abisnya gini juga ya, kan anak pertama masih kecil, kan masih perlu bimbingan kita juga ya, kalo misalnya udah punya adek /agi gimana . .iya emang iya aku .. kayaknya gimana ya .. mikirjuga ya, nekat jadinya, emang itu anak mau digugwin aja, abis .. kakaknya aja masih kecil, entar kalo misa/nya ada lagi siapa yang mau ngurusin .. itu aja udah ngurusinnya rame-rame kok" Setelah lebih dari satu minggu Rina terjebak dalam kebimbangan, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil tindakan aborsi. Menurutnya tidak ada jalan lain lagi yang dapat dipilih agar terlepas dari beban rumah
78
tangganya selain bercerai. Lalu untuk mensukseskan proses perceraiannya pun jalan satu-satunya adalah dengan aborsi. "kan aku kan ja/an satu-satunya kan kepengen supaya cerai, makanya digugurin ... karena pengen cerei iya, karena dia ngomong begitu juga iya, jadinya panas hati, pokoknya udah enggak di ini-in deh" Keputusannya untuk aborsi tidak ia ceritakan pada siapapun. lbunya yang pernah menyarankan demikian pun tidak ia beritahu. Sementara untuk meminta pendapat dari bapaknya ia mengaku tidak berani karena ia yakin bapaknya tidak akan mengizinkannya untuk aborsi. "ya kalo cerita pasti kan oreng tua pasti marah, masa' anak kok digugurin kan punya bapak punya ibu, kan ada ayahnya kok kenapa digugurin, pasti kan begitu kan, kalo aku kan karena .. nekat aja !ah udah /ah, karena kita kan mau bercerai, kalo bercerai kan kita kudu kagak hamil, kalo ha mil kan kita enggak jadi bercerai" Tepatnya pada usianya yang baru mencapai dua puluh tahun, Rina yang sudah bulat keyakinannya untuk aborsi melangkah menuju tempat dimana ia bisa menggugurkan kandungannya. Di rumah dukun beranak yang berjarak kurang lebih 1O km dari rumahnya itu, ia berusaha mengeluarkan benih dalam kandungannya yang sudah berjalan lebih dari satu bulan. Dengan perasaan yang sudah diliputi hasrat untuk cepat bercerai dari suaminya, .Rina tidak lagi memikirkan rasa takut yang sebelumnya sempat
79
menghantuinya. Yang ia pikirkan saat itu hanya keluarnya janin dari rahimnya. "udah enggak ada takut mati apa enggaknya, yang penting aku udah bisa ngeluarin ini anak, yang penting bisa cere' ama bapaknya" Menurut pengakuannya, Rina melihat dukun beranak itu memasukkan sesuatu berbentuk sebatang lidi ke dalam vaginanya. Saat itu ia merasakan sedikit sakit namun hanya sebentar. Selama proses itu berjalan ternyata tidak ada setetes darahpun yang keluar dari rahimnya. Bahkan hingga selesai tetap tidak ada sesuatupun yang berhasil keluar. Dukun beranak itu beranggapan bahwa janin dalam rahim Rina memang sangat kuat sehingga tidak bisa dikeluarkan. Rina yang merasa usahanya tidak berhasil akhirnya pulang dengan pasrah. la tidak mau Jagi mencoba 'berobat' ke dukun Jainnya. la menyerahkan semuanya pada nasib dan membiarkan janin tersebut berkembang dalam rahimnya. "kalo masi/1 jadi anak ya kita urusin, kalo enggak jadi ya mau diapain gitu" Kemudian proses perceraian antara Rina dan suaminya terus berjalan. Rina tidak mengakui kehamilannya di depan penghulu agar perceraian itu tidak terhambat. Orang tua Rina yang tidak mengetahui bahwa ia telah aborsi beranggapan kalau dirinya masih mengandung. Tidak ada seorang pun yang
80
mengetahui tindakannya untuk mengakhiri kehamilannya itu. la sengaja merahasiakan perbuatannya karena merasa malu. Baginya aborsi merupakan aib. Oleh karena itu ia tidak berani menceritakannya pada orang tua terlebih lingkungan. Namun setelah tiga bulan semenjak Rina menggugurkan kandungan, pada suatu malam ketika ia sedang tidur ia terbangun seolah ada yang membangunkannya. la terkejut mendapati darah sudah banyak keluar dari vaginanya. la merasa seperti orang yang sedang melahirkan karena darah tidak berhenti mengalir. Seketika itu pula ia langsung menjerit dan menangis. Orang tuanya yang sedang tidur di samping kamarnya terbangun dan menghampirinya. Lalu tiba-tiba ketika ia mengejang ada sesuatu yang keluar dari vaginanya. la semakin terkejut ketika melihat yang keluar itu berbentuk seperti binatang. Berukuran sebesar tikus dan berwarna merah seperti daging. Ternyata itu adalah janin yang pernah ia aborsi. Rina mengalami pendarahan. la langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk di'kiret'. Setelah keadaan kembali normal, ia lalu menceritakan bahwa dirinya pernah aborsi pada orang tuanya. Sesuai dugaannya, orang tuanya terutama bapaknya langsung memarahinya dan menyalahkan tindakannya tersebut. Rina pun merasa menyesal alas apa yang telah terjadi. "tapi pas keluar itu .. janin anak itu .. nah baru terpikir.. menyesal.. anak itu kenapa anak kita di ini-in digugurin. Ya itu aku pas keluar.. pas
81
pertama ngeliat anak itu baru aku menyesal 'ya elah kok .. kayak begini kok aku ngegugurin anak, ngebunuh anak'.. menyesel ada, nangisjuga jerit-jeritan, dimarahin juga ama orang tua, itu kan namanya ngebunuh anak, ya pasti dimarahin, kalo tau begitu kan enggak bakalan dibolehin ama orangtua, orang /ua kan enggak nyuruh" Tidak berbeda dengan orang tuanya sendiri, mertuanya juga memarahinya alas tindakannya ketika mendengar kabar tersebut. Mereka menyay'3ngkan janin ca/on cucunya yang tidak sempat ter/ahir ke dunia itu. Bukan hanya orang tua dan mertuanya saja yang menyalahkannya, keluarganya yang lain juga ikut menyesali kejadian itu. Bahkan sa/ah satu pamannya sampai ada yang mengatakan bersedia mengurus dan membesarkan anaknya jika memang tidak diinginkannya. Namun tetap saja semuanya tidak bisa berubah. Nasi telah menjadi bubur. Penyesalan yang dirasakan Rina atas keluarnya janin yang dikandungnya ditumpahkan dengan menyalahkan Siwa. la datang dengan penuh emosi pada Siwa dan mengatakan kekecewaanya atas perintah Siwa untuk aborsi. Namun Siwa yang memang tidak menginginkan anak tersebut hanya terdiam tanpa penyesalan sedikitpun. "Ya dianya diem aja enggak bisa ngomong apa-apa orang dia yang
sa/a/7, ya dia yang nyuruh .. orang ceritanya macem-macem .. ngarang.. " Dibalik penyesa/annya, Rina juga merasa lega karena akhirnya proses perceraiannya dengan Siwa berjalan dengan lancar. Sele/ah kurang /ebih
82
satu tahun melewati proses tersebut, akhirnya ia benar-benar dinyatakan resmi bercerai dengan Siwa. Menurutnya, mungkin jika ia tidak mengambil tindakan aborsi tersebut, perceraiannya tidak akan berhasil. "ya/J .. /ega juga .. ak/Jirnya bisa cerei ama dia, kalo dulu enggak jadi digugurin .. enggak tau de/J, jadi gimana"
Analisa kasus
Akar permasalahan yang dirasakan Rina sebenarnya bermula dari keretakan hubungannya dengan suaminya. Satu setengah tahun hidup dalam rumah tangga yang ia idam-idamkan, ternyata berbuntut perselingkuhan suaminya sendiri. Merasa tidak tahan dengan kenyataan yang ia hadapi, akhirnya ia meminta bercerai. Suaminya yang memang menginginkan perceraian itu langsung menerima permintaan Rina. Maka dimulailah proses perceraian antara Rina dan suaminya. Tidak lama setelah dimulainya proses perceraian itu Rina ternyata hamil. Kehami!an yang tidak berada pada waktu yang tepat itu menyebabkan timbulnya masalah baru bagi Rina. la lalu mencoba mendiskusikannya pada suaminya namun bukanlah jalan keluar yang didapatkannya melainkan tuduhan dan penolakan atas janin tersebut. Kekecewaannya pada sikap negatif suaminya itu ditumpahkan pada ibunya. Pembicaraan tersebut membuahkan saran untuk aborsi dari ibunya.
83
Mulailah terpikir untuk mengakhiri saja kehamilannya itu dengan pertimbangan agar proses perceraian dapat berlangsung dengan baik. Awalnya Rina masih ragu-ragu untuk menggugurkan kandungannya tersebut. la takut akan dosa jika ia aborsi. Menurut pemahamannya sebagai seorang muslim, melakukan aborsi sama saja dengan membunuh manusia walau dalam konteks yang berbeda. Hal itu merupakan dosa yang besar. Aspek refigius menjadi sumber terjadinya konflik internal dalam dirinya ketika ingin memilih aborsi sebagai solusi dari permasalahannya. Bukan hanya itu, pengetahuannya akan resiko yang dapat terjadi akibat aborsi juga mempengaruhi pertimbangannya. la sering mendengar pelaku aborsi mengalami pendarahan hebat hingga harus dilarikan ke Rumah Saki!. Lebih dari itu, bahkan ada yang mempertaruhkan nyawa hingga benarbenar terenggut nyawanya kari'ma aborsi. Rina tidak ingin resiko tersebut menimpanya sehingga menyebabkannya belum bisa memutuskan apakah aborsi harus tetap dilakukannya atau tidak. Ditengah kebimbangannya, suaminya yang sepertinya sudah tidak perduli pada Rina dan anak yang dikandungnya menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya. Alasan yang diberikan suaminya cukup mempengaruhi pertimbangan Rina untuk aborsi. Mengingat usia anak pertama mereka yang masih sangat kecil tidak memungkinkannya untuk memiliki anak dulu. Apalagi pada saat itu mereka berdua sudah sepakat
84
bercerai bahkan sedang dalam proses, maka tidak akan berhasil perceraian itu jika isteri sedang hamil. Rina kembali meyakinkan diri untuk menggugurkan kehamilannya terlebih setelah didukung oleh suaminya. Namun ia masih merasa ada sesuatu yang menghalanginya untuk melaksanakan rencana tersebut. Sebagai seorang ibu, naluri ke-ibuannya mencegah digugurkannya janin yang sudah bersemayam dalam rahimnya itu. Sebenarnya ia sendiripun sangat menyayangkan bila anak yang tidak bersalah itu harus dibuang. Kondisi demikian membuat Rina berada dalam situasi yang serba tidak mengenakkan. Disatu sisi ia ingin agar perceraiannya dengan suaminya cepat selesai. Hal itu dapat terwujud bila kehamilannya ditiadakan dengan cara aborsi. Selain itu bila anaknya yang baru berusia satu setengah tahun itu mempunyai adik, ia merasa tidak sanggup mengurus keduanya sehingga jalan satu-satunya juga harus dengan menghilangkan calon anak tersebut. Tetapi disisi lain, untuk melaksanakan aborsipun ia merasa takut. Takut mendapat dosa karena rnembinasakan janin dan takut akan resiko dari proses aborsi yang dapat membahayakan keselamatan jiwa. Rina terjebak dalam approach-avoidance conflict. la mengharapkan aborsi dapat mengeluarkannya dari permasalahan namun dosa dan resiko dari aborsi harus ditanggungnya pula.
85
Selanjutnya, setiap konflik yang ada pasti diakhiri dengan pengambilan keputusan. Untuk itu, terdapat tahap-tahap yang harus dilalui dalam mengambil keputusan sebagaimana telah dilalui pula oleh Rina sendiri. Tahap pertama yaitu mengenali masalah. Kehamilan yang datang pada saat Rina sedang menjalankan proses perceraian baginya merupakan masalah yang dapat menghambat berlangsungnya perceraian tersebut. Terlebih kehamilannya yang hanya berjarak satu setengah tahun dari anak pertamanya dianggapnya terlalu cepat. Oleh karena itu baik Rina apalagi suaminya mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut yakni dengan aborsi. Mereka berkeyakinan seandainya bukan dengan cara menghilangkan keberadaan janin dalam rahim Rina maka mereka tidak akan berhasil bercerai. Berikutnya, survei berbagai alternatif. Pada saat itu Rina mengaku tidak menemukan jalan lain kecuali aborsi. Walaupun masih mengalami konflik dalam hatinya terhadap cara tersebut tetapi Rina berusaha mencari tahu tempat dimana ia bisa manggugurkan kandungannya. Selain itu ia juga memikirkan berbagai resiko yang dapat terjadi jika ia aborsi begitu pula dengan dosanya. Lalu tahap mempertimbangkan alternatif. Berbagai kekhawatiran yang muncui dalam benak Nining seandainya ia mengambil tindakan aborsi, terhapus ketika ia berpikir bahwa harapannya untuk segera bercerai dari suaminya akan terwujud jika ia tidak hamil lagi. Kebenciannya pada suaminya
86
menutup pikirannya sehingga tidak terpikir sama sekali untuk membatalkan perceraian tersebut demi melahirkan anaknya dengan masih memiliki ayah. Dengan harapan yang besar agar dapat berpisah dari suaminya, ia 'nekat' memilih jalan aborsi tanpa memperdulikan lagi resiko dan dosanya. Tahap selanjutnya yaitu membuat komitmen. Setelah Rina memutuskan untuk melakukan aborsi, ia langsung menuju tempat dimana ia bisa mengeluarkan janinnya yang telah ia ketahui sebelumnya dari tetangganya. Tindakannya untuk aborsi tersebut tidak ia beritahukan pada siapapun termasuk orang tuanya sendiri. la memang sengaja menyembunyikannya dari orang lain agar tidak dicap jelek karena menggugurkan kandungan. Bahkan walaupun usahanya pada awalnya tidak berhasil Ganin dalam rahimnya tidak langsung keluar pada saat itu), ia tetap tidak berkata apacapa pada orang tuanya. Ketika akhirnya janin tersebut berhasil keluar setelah tiga bulan kemudian di saksikan kedua orang tuanya, barulah ia mengakui tindakannya untuk membuang janin itu. Setelah kejadian itu, Nining berani menceritakan semua nya tetapi hanya pada keluarga dan orang-orang terdekatnya. Sementara pada tetangganya, ia sampai sekarang masih tidak mau menceritakannya karena tidak mau diketahui kejelekannya. , Tahap terakhir yakni menerima umpan balik. Keluarnya janin yang memang pada awalnya diharapkan kepergiannya, berbuntut penyesalan yang mendalam pada diri Rina. Meskipun Rina berniat menggugurkannya, namun ketika janin tersebut tidak berhasil keluar ia akhirnya dapat menerima
87
keberadaan janin ilu dalam rahimnya. lronisnya, juslru disaal ia sudah lerbiasa dengan kehadiran janin lersebul lelapi ma/ah janin ilu pergi. Penyesalan yang dirasakan Rina bertambah parah kelika orang tuanya, mertuanya, dan saudara-saudaranya menyalahkannya alas kejadian lersebut. Tidak lerima atas kesa/ahan yang hanya dilimpahkan padanya, Rina berbalik menyalahkan suaminya karena alas perintahnya Rina mengambil /angkah lersebut. Namun dibalik penyesalannya, Rina juga merasa keadaannya menjadi lebih baik. Harapannya unluk bercerai dari suaminya telah lerlaksana berkat keliadaan janin dalam rahimnya. Penga/aman tersebul dijadikan pelajaran bagi Rina untuk tidak melakukan aborsi lagi, hingga kini. Melihal kenekatan Rina unluk mengambil tindakan aborsi lanpa memperdulikan lagi resiko yang akan dihadapinya (walaupun sebe/umnya sempat dipertimbangkan) maka dapat dipastikan bahwa slrategi yang digunakan dalam mengambil keputusan adalah wish strategy.
3. Kasus S'anti Subjek terakhir dalam pene/itian ini bernama Santi. la adalah anak lerakhir dari tiga bersaudara yang dilahirkan pada tanggal 5 apri/ 1969. Kedua saudaranya semuanya le/aki. Ayahnya berprofesi sebagai seorang po/isi sedangkan ibunya menjadi ibu rumah tangga.
88
GAMBAR 4.2 BAGAN ANALISA KASUS RINA
. I
I
KEHAMILAN
.
i
UNWANTED PREGNANCY
INGIN ABORSI
I
• 1
• Diri sendiri • Orang lain
I
Psikososial
I
I
I
App-avo
DECISION MAKING
I
KONFLIK
I
I
Internal
• Resiko aborsi •Agatna • Naluri keibuan
'
I
I .
. ~
I I
STRATEGJ
TAHAP
L
Appraising the Challenge I
Surveying the Alternatives
,
Wish Strategy
I
Weighing Alternatives I
Making a Commitment I
Adhering Despite Negative Feedback
89
Menurut pengakuannya, Santi sejak kecil hingga dewasa tidak pernah merasakan kesusahan. Dari penghasilan ayahnya yang cukup lumayan sebagai polisi, keluarganya hidup serba berkecukupan. Santi dan dua kakaknya dapat mengenyam pendidikan hingga lulus Sekolah Dasar. Selanjutnya, mereka juga meneruskan pendidikannya hingga akhir jenjang sekolah menengah ke atas. Kedua kakaknya tidak melanjutkan pendidikan kejenjang berikutnya dikarenakan malas. Begitu pula Santi tidak merasakan bangku kuliah karena setelah lama! SPG ia keburu menikah dengan kekasihnya. Sebagaimana layaknya anak-anak kecil seusianya, ia mengaku masa kecilnya cukup bahagia. Banyaknya teman-teman disekitar rumahnya membuatnya tidak merasa kesepian, karena setiap hari dapat bermain bersama mereka. Walaupun ayahnya bekerja sebagi polisi, namun disiplin yang keras tidak diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. Menurut Santi, ayahnya tidak terkesan otoriter dalam keluarga tetapi malah cenderung permissif. Ayahnya tidak pernah benar-benar mengontrol apa yang dilakukan anak-anaknya baik dirumah apalagi di luar rumah. Santi menilai, hal itu mungkin disebabkan oleh kesibukan ayahnya dalam memperoleh penghasilan bagi keluarga. Termasuk juga dalam hal ibadah, ayah Santi tidak pernah memperhatikan satu-persatu bagaimana ibadah yang dijalankan anakanaknya. Seperti kebanyakan orang tua lainnya yang muslim, ayahnya juga
90
mengingatkan anak-anaknya untuk melaksanakan ibadah seperti sholat dan mengaji. Hanya sampai disitu. Ayahnnya seakan tidak memiliki kesempatan untuk mengecek apakah anak-anaknya menjalankannya atau tidak. Sekali lagi menurut Santi hal itu dikarenakan kesibukan ayahnya yang jarang berada di rumah sehingga waktu yang dapat dihabiskan bersama keluarga hanya sedikit. Sebenarnya Santi sendiri mengaku sangat menyayangkan hal tersebut. Bagi Santi, ayahnya yang sedari kecilnya sudah dapat dikategorikan memahami agama secara mendalam, terlebih berasal dari keluarga yang 'agamanya kuat' (istilah yang dipakai Santi) seharusnya juga menurunkan ilmunya tersebut pada anak-anaknya. Namun pada kenyataannya Santi dan kedua kakal
91
dari kampung-kekampung, nah terus bapak aku ini salahnya gini, karena terlalu sibuk dia enggak merhatiin anak-anaknya, cuman anaknya disuruh ngaji, entah itu mau ngaji mau enggak yang penting berangkat ma/em ngaji, tapi nyatanya enggak ada yang bisa ngaji ... pokoknya kurang /ah, enggak ketat banget gitu, karena bapakku kan tugas .. .jadi sampe sekarang ya keluarga aku .. ya tentang agama ya enggak tau banget, ya tau paling cuman dikit-dikit enggak mendalam .. karena bapak aku kan sibuk, berangkat pagi pulang sore, terus berangkat /agi tengah ma/em" Sementara ibunya juga bertindak sama. la tidak terlalu menuntut anak, anaknya untuk berdisiplin dalam hal ibadah. Yang penting bagi ibunya, anakanaknya tidak melawan perintah kedua orang tua. "Mamakku ... cuek, terlalu cuek dia, suka-suka anaknya, yang penting anaknya nurut, gitu aja udah" Ketika Santi menginjak remaja, pergaulannya dengan teman sejenis ataupun lawan jenisnya tidak mengalami masalah. la juga sempat merasakan jatuh cinta dan berpacaran meskipun baginya hal itu hanya merupakan cinta monyet. Lalu ketika pendidikannya di SPG (kini setingkat SMU) sudah hampir selesai, ia mulai merasakan benar-benar mencintai seorang pria. Selama kurang lebih delapan bulan mereka berpacaran, akhirnya tidak lama selepas Santi lulus dari sekolahnya ia memutuskan untuk menikah dengan pacarnya
92
tersebut. Hal itu menyebabkannya enggan untuk melanjutkan pendidikannya menjadi mahasiswa. Kehidupan rumah tangga yang dijalani Santi bersama suaminya tergolong sangat sederhana. Keputusan untuk menikah dalam usia yang masih sangat muda terkesan belum dipersiapkan dengan matang. Suaminya yang juga hanya tamat SMA sepertinya, belum mempunyai penghasilan tetap. Namun hal itu tidak membuat hubungan mereka sebagai suami-isteri mengalami' goncangan. Mungkin karena mereka merupakan pasangan yang baru menikah, yang baru menikmati hal-hal indah dalam kebersamaan sebagai suami-istri, sehingga belum merasakan hal tersebut sebagai masalah. Sejak menikah, Santi dan suaminya menempati sebuah rumah milik mertuanya. Direnakan belum mempunyai pekerjaan, suaminya ikut membantu usaha yang dimiliki orang tuanya sehingga ia dapat menghasilkan sedikit pemasukan untuk menghidupi keluarganya. Sementara Santi yang juga hanya tamat SPG, berusaha menjalankan bisnis kecil-kecilan untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tak hanya itu, mereka berdua juga masih mendapatkan bantuan dari orang tua dan mertua Santi sehingga walaupun hidup dengan penghasilan yang tidak pasti mereka tidak kekurangan. Setelah kira-kira satu tahun menikah, Santi melahirkan seorang anak perempuan pada usianya yang kedua puluh satu tahun. Semakin lengkaplah
93
kebahagiaan Santi dan suaminya dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Namun sekali lagi, suaminya yang masih belum mendapatkan pekerjaan tetap mengharuskan mereka hidup serba pas-pasan. Terlebih dengan kehadiran seorang bayi yang membutuhkan lebih banyak biaya dari biasanya. Santi yang walaupun belum berpengalaman dalam mengasuh anak, tidak
mera~a
kerepotan dengan lahirnya anak pertama mereka.
Sebagaimana ibu-ibu muda lainnya, Santi juga masih sering dibantu oleh orang tua dan mertuanya dalam mengasuh anak. Lalu empat tahun kemudian, Santi melahirkan anak keduanya. Ternyata anak yang kedua ini juga berjenis kelamin wanita. Tidak jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya, Santi dan suaminya juga masih hidup dalam kesederhanaan. Namun pada saat itu suaminya sudah merasa mantap pada pekerjaannya bergabung dengan usaha orang tuanya. Waiau demikian, kehadiran anak kedua membutuhkan lebih banyak biaya lagi sehingga tetap saja Santi merasa kondisi perekonomian keluarganya masih pas-pasan. Pengalaman mengasuh anak pertamanya membuat Santi tidak lagi membutuhkan bantuan orang tua maupun mertuanya untuk mengasuh anak keduanya. Santi juga mengaku tidak pernah mendapatkan pengalaman buruk baik dalam mengasuh anak pertama maupun anak keduanya. Semua itu dilaluinya dengan lancar.
94
Namun lama-kelamaan Santi mulai merasa kewalahan harus mengasuh kedua anaknya yang masih kecil-kecil seorang diri. Terlebih urusan rumall tangga seperti memasak dan membereskan rumah juga ditanganinya sendiri. Oleh karena itu ia berniat untuk tidak menambah anak dulu sebelum kedua anaknya besar. , Sejak Santi melallirkan anak pertamanya, ia sudah mengikuti program Keluarga Berencana. Begitu pula setelah anak keduanya lallir, ia kembali mengatur rencana kehamilannya lewat program KB tersebut. Apalagi menyadari kondisi perekonomian rumah tangganya yang dirasakan semakin sulit ketika mempunyai dua orang anak, ia dan suaminya bertekad untuk menunda kellamilan berikutnya sebelum mendapatkan penghasilan yang memuaskan. "suamiku kan ketjaannya be/um mantep.jadi ya aku pengen gedein dia orang dulu !ah, Rara sama Gaea, aku enggak pengen punya anak du/u"
Namun tanpa disangka-sangka, ketika usia anak keduanya baru mencapai tiga setengah tahun dan pemasukan yang ia dan suaminya dapatkan belum sesuai dengan yang mereka harapkan ternyata Santi hamil lagi. Kehamilan itupun disadarinya ketika ia sudah tidak mendapatkan menstruasi selama dua bulan lebih. la memeriksakan kandungannya ke dokter dan dinyatakan bahwa dirinya telah hamil sekitar hampir tiga bu Ian.
95
Berdasarkan pengakuannya, ketika mendengar pernyataan dari dokter tersebut bukannya kebahagian yang dirasakannya melainkan perasaan tertekan. Batinnya langsung menolak kehadiran janin dalam rahimnya yang menurutnyl'! tumbuh akibat 'kebobolan'. ".. .ih kok aku ha mil lagi, /ah aku males /ah hamil /ah, aku males pokoknya hamil"
Santi yang merasa tidak berkenan untuk mempunyai anak lagi pada waktu itu, langsung terdetik dalam hatinya untuk melakukan aborsi. la lalu bercerita dan bertanya pada temannya, mencari tahu dimana tempat untuk menggugurkan kandungannya. "pas dikasih tau dokter aku hami/ dua bu/an setengah, terus pu/ang pulang dari dokter itu uda/1 langsung cari dimana tempat gugurin"
la pun langsung memberitahukan suaminya perihal kehamilan dan niatnya untuk aborsi. Suaminya yang juga menyadari semua alasan yang dikemukakan Santi adalah benar, tidak melarangnya melakukan aborsi. Menurutnya, keinginan untuk aborsi itu timbul lantaran ia merasa belum siap untuk mempunyai anak lagi. Setelah mempunyai dua anak, baginya dibutuhkan persiapan lahir dan batin untuk menghadapi kehamilan berikutnya. Persiapan lahir yang berupa cukupnya materi dan persiapan batin dalam bentuk benar-benar menginginkan keberadaan anak berikutnya. Saal itu, baik persiapan lahir maupun batin belum dimilikinya. Kondisi keuangan keluarga yang menurutnya belum memadai untuk kehadiran anak
96
ketiga ditambah ia memang belum berencana untuk hamil lagi, membuatnya ingin membuang janin tersebut. , "ya namanya kalo kita hamil, be/um siap lahir batin, daripada anak itu nanti entah cacat, entah pertumbuhannya kurang gimana, ya aku gugurin, pokoknya aku be/um siap lahir batin punya anak"
Selain itu, anak kedua Santi yang pada waktu itu berumur tiga setengah tahun dianggapnya masih terlalu kecil. Hal itu pula yang menyebabkannya belum merasa siap untuk mempunyai anak lagi. ".. orang Caca masih keci/ kan, dia kan be/um sekolah sih waktu itu, orang dia baru umur tiga faun kan be/um sekolah, ya pokoknya bagi aku gimana ya .. pokoknya punya anak itu .. batin aku itu enggak tenang.. ya karena aku enggak siap itu /ah"
Bagi Santi, saat itu tidak ada jalan lain untuk menghindari keadaan rumah tangganya yang diramalkannya akan bertambah buruk jika mempunyai anak lagi. Hanya dengan aborsi ia dapat terlepas dari situasi yang dapat menyulitkannya. ".. pokoknya bayangan aku tuh repooot banget, susaaaah banget kalo punya anak lagi, satu-satunya ja!an ya cuma digugurin.."
Usaha Santi mencari tempat untuk dapat melakukan aborsi sudah mulai menampakkan hasil. Temannya yang sebenarnya tidak mengetahui tempat yang dimaksud, merekomendasikannya pada saudaranya yang diketahui pernah melakukan aborsi. Tanpa berpkir panjang lagi, Santi segera
97
menuju terhpat saudaranya untuk memperoleh jawaban. la memang merasa sudah yakin akan melakukan aborsi tanpa memperdulikan dosa, resiko atau apapun.
"enggak ada ragu-ragu pokoknya maju terus pantang mundur, enggak ada! ... enggak ada perasaan sayang, enggak ada perasaan..itu nyesel.. dalam agama itu dilarang, dosa besar, bayinya mau d1kemanain itu enggak ada kepikiran sedikitpun kesana .. suer, yang penting keluar aja gitu" Ketika Santi sedang berada di rumah mertuanya yang hanya berjarak dua ratus meter dari rumahnya, ia pun menceritakan kehamilannya dan niatnya untuk aborsi kepada mertuanya. Mengerti dengan kondisi yang dihadapi menantunya tersebut, ibu dari suaminya itu menyerahkan pada Santi apapun yang sudah menjadi keputusannya. Sementara itu, menurut pengakuannya Santi tidak mau menceritakan niatnya tersebut pada orang tuanya sendiri. Semenjak ia menikah, ia menganggap pennasalahan apapun yang terjadi dalam rumah tangganya adalah tanggung jawabnya dan suaminya sendiri. Termasuk untuk aborsi, ia juga menganggap tidal< ada gunanya menceritakannya pada orang tua.
"males cerita ke orang tua, sampe sekarang juga enggak tau, tau-tau pas aku di Rumah Sakit kemaren, aku bilang pernah dikiret gara-gara ngegugugin, eh terus katanya 'kalo aku tau dulu lu aborsi pasti dilarang' gitu"
98
Butuh beberapa minggu bagi Santi untuk mengetahui dimana tempat mewujudkan keinginannya. Selama menunggu informasi tersebut, ia mencoba datang kedokter kandungan yang sudah menjadi langganannya dan menceritakan maksud kedatangannya yang tak lain adalah untuk aborsi. Tanpa banyak komentar dokter tersebut memberinya obat yang dianggap Santi saat itu untuk meluruhkan benih dalam rahimnya. Namun ternyata, belakangan diketahui bahwa obat yang diberikan itu bukanlah untuk membantu mengeluarkan janin melainkan sebaliknya, untuk membuat rahim Santi bertambah kuat. Kecewa dengan perlakuan dokter, Santi yang sudah mengetahui tempat praktek aborsi yang dilakukan dukun beranak akhirnya menuju tempat tersebut. Tanpa keraguan sedikitpun sejak menginginkan aborsi, ia pergi diantar oleh suami dan saudaranya. "aku udah enggak mikir-mikir lagi. Pokoknya taunya anak itu keluar aja, aku be/um siap, gitu, pokoknya .. keluar aja bayi itu, aku be/um siap /ahir batin punya anak /agi" Di tempat tersebut, Santi melihat sang dukun memasukkan sesuatu yang katanya seperti batang pohon kedalam vaginanya. la hanya merasakan sedikit sakit dan seketika itu keluar beberapa tetes darah yang berasal dari rahimnya. Kemudian dukun tersebut memberinya obat berupa aspirin dengan maksud mencegah terjadinya demam. Namun karena malas, Santi tidak meminum obat tersebut. Beberapa hari kemudian Santi merasakan seluruh
99
tubuhnya menggigil dan keluar keringat dingin dalam ukuran yang tidak normal. Lalu tidak lama terjadi pendarahan. la langsung dibawa ke Rumah Sakit oleh suaminya. Disana ternyata ia dikiret, dibersihkan rahimnya akibat terjadi pendarahan tadi. Maka benar-benar keluarlah janin yang telah dikandungnya itu. Setelah bebas dari kehamilan, Santi mengaku merasa tenang dan lega. la terlepas dari beban yang menghimpitnya sejak awal kehamilannya. " .. ./ega .. p!ong .. enggak kepikir-pikir kesitu /agi sampe sekarang" Santi yang pada saat itu memang tidak mengetahui bagaimana pandangan Islam mengenai aborsi, merasa tidak malu-malu untuk menceritakan perihal aborsinya pada teman dan tetangganya. Berangkat dari kepribadian yang super cuek, ia pun menganggap aborsi sudah umum dilakukan orang lain sehingga tidak ada perasaan malu sedikitpun atas aborsi yang bagi kebanyakan orang justru malah merupakan aib. " ... cerita aku .. uh aku cuek bener, seo!ah-olah aku ini enggak dosa !oh, bener, sumpah deh, kayaknya aku ini gimana ya .. kayaknya aku ini bangga bener, tapi apa yang mau dibanggain coba sebenemya, kayaknya seolah-o!ah dosa itu enggak numpuk di muka aku itu kayaknya enggak ada dosa, tapi tak pikir-pikir sekarang dosa juga, aku ma/ah ngajak-ngajak orang yang mau gugurin Joh, maklum du!u aku kali.. kurang .. kurang gimana ya isti!ahnya agamanya kurang, jadi cerita kaya gitu kayaknya cerita .. a!ah udah umum, ya sekarang kalo ada
JOO
yang tanya ya tak jawab aku dulu emang pernah gugurin, tapi enggak sesumbar kaya dulu"
Banyak dari tetangga Santi yang menyayangkan tindakannya mengaborsi. Namun dengan santai, ia menjawab semua itu dengan alasan belum siap lahir dan batin. la sama sekali tidak memperdulikan tanggapan lingkungan atas tindakannya tersebut, karena ia sendiri tidak pernah menyesali janin yang memang tidak diinginkannya itu. Santi yang ketika diwawancara juga sedang hamil lima bulan, mengaku pernah berniat untuk menggugurkan kehamilannya itu. Namun suaminya yang telah mengetahui adanya dosa bagi pelaku aborsi tidak mengizinkannya. Akhirnya sampai sekarang kehamilannya masih terus bertahan. la pun sudall tidak lagi mempunyai keinginan untuk aborsi karena baginya kini aborsi adalah dosa.
Analisa kasus
Seperti kasus-kasus sebelumnya, permasalahan dimulai ketika Santi mengetahui kehamilannya justru disaat ia sedang tidak menginginkannya. Usahanya menunda kehamilan karena alasan ekonomi ternyata kebobolan juga. Unwanted pregnancy, kembali menjadi sumber permasalahan dalam setiap kasus aborsi dalam penelitian ini. Kehamilan tersebut tidak dikehendakinya tidak lain adalah karena ia merasa belum siap lahir dan batin untuk mengurus anak lagi, sedangkan ia
101
sudah cukup kerepotan mengasuh kedua anak sebelumnya. Kondisi demikian diperparah karena pada saat itu menurut Santi suaminya belum mendapatkan penghasilan yang memadai. Tanpa memiliki pengetahuan akan resiko dan hukum menggugurkan kandungan dalam agama, Santi bertekad membunuh janin dalam rahimnya sehingga rencananya untuk tidak mempunyai anak dulu sebelum merasa mapan kembali terwujud. Terlebih ketika niatnya itu didukung oleh orangorang disekitarnya terutama sang suami. Tidak seperti kasus-kasus aborsi pada umumnya, tidak terjadi konflik dalam diri Santi ketika ingin melakukan aborsi baik konflik internal maupun eksternal. Kasus seperti ini memang jarang ditemui dalam kenyataan karena menurut teori wanita yang ingin melakukan aborsi biasanya akan selalu merasakan pertentangan-pertentangan dalam hatinya, pemikirannya, minimal nalurinya sebagai wanita. Dapat pula pertentangan itu terjadi dengan orangorang disekitarnya (biasanya keluarga) akibat tidak setuju atas tindakan aborsi. Namun hal itu tidak terjadi pada Santi. la sama sekali tidak mengalami pertentangan dalam dirinya berkaitan dengan faktor resiko maupun agama. Bahkan nalurinya sebagai seorang ibupun tidak menunjukkan peran. Pengetahuan agama yang dirasakan Santi sendiri masih sangat kurang, kemungkinan menjadi penyebab tidak adanya informasi yang masuk
102
dalam kognisinya mengenai pandangan agama terhadap aborsi. Selain itu, keluarganya juga tidak ada yang mengingatkannya akan hal tersebut. Sementara Santi yang sudah sering mendengar tetangganya banyak yang melakukan aborsi dan berhasil dengan selamat, tidak ada resiko apaapa, juga membuatnya beranggapan kalau aborsi itu tidak beresiko. Hal itu menyebabkan tidak terjadinya kebimbangan dalam diri Santi untuk melakukan aborsi. Selanjutnya, akan dibahas tahap-tahap pengambilan keputusan yang dilewati Santi untuk melakukan aborsi. Tahap pertama yaitu mengenali masalah. Santi menyadari kehamilannya itu ia anggap sebagai masalah karena kondisi perekonomian keluarganya yang pada saat itu menurutnya belum bisa menjamin kesejahteraan Santi, suaminya, dan dua anaknya. Apalagi jika harus ditambah dengan anggota baru, dalam hal ini anak dalam kandungan Santi yang akan terlahir. Mengingat pertimbangan-pertimbangan tersebut, Santi langsung memutuskan untuk menggugurkan kandungannya sejak awal diketahui kehamilannya. Menurutnya, jika tidak digugurkan kemungkinan anak tersebut akan tidak terawat dengan baik. Hal itu akan menjadi beban baru bagi Santi dan keluarga. Memasuki tahap kedua, survei alternatif. Santi tidak menginginkan bayangan-bayangan buruk karena kelahiran anak ketiga benar-benar
103
menimpanya. Oleh karena itu, menurutnya hanya aborsi satu-satunya jalan untuk menghentikan terlahirnya anak tersebut. Tahap ketiga yaitu mempertimbangkan alternatif. Keinginannya sejak awal untuk aborsi tidak pernah diwarnai dengan keragu-raguan. Dengan harapan yang besar agar tidak kesusahan dalam mengurus anak sehubungan dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan, ia menganggap aborsi merupakan solusi terbaik dari permasalahannya. Selanjutnya, tahap membuat komitmen. Setelah mengetahui tempat dimana ia dapat menggugurkan kandungannya, dengan langkah pasti ia menuju tempat tersebut. Begitu berhasil dengan aborsinya, tanpa mempunyai perasaan malu Santi menceritakan hal itu pada tetangga-tetangganya. la sedikitpun tidak menganggap aborsi sebagai aib sehingga tidak pernah merahasiakan pada siapapun kalau dirinya pernah aborsi. Terakhir, menerima umpan balik. Terdapat reaksi negatif dari tetangga Santi yang menyayangkan aborsi tersebut. Namun karena ia sendiri tidak merasakan adanya perasaan menyesal, ditambah dengan sifatnya yang demikian cuek, maka reaksi negatif yang ada tidak pernah diperdulikannya. Pada kasus Santi ini, dapat disimpulkan bahwa strategi yang dipergunakannya dalam mengambil keputusan adalah wish strategy. la tidak memperdulikan resiko yang dapat terjadi akibat aborsi karena ia sendiri memang tidak mengetahuinya. Yang ia tahu hanya bagaimana agar janin dalam kandungannya dapat keluar.
104
GAMBAR 4. 3 BAGAN ANALISA KASUS SANTI
KEHAMILAN
INGIN ABORSI
UNWANTED PREGNANCY
Diri sendiri Psikososial
DECISION MAKING
I
STRATEGI
l
.
'
I
I
TAHAP
~
I Appraising the Challenge I
Surveying the Alternatives Wish Strategy
I
Weighing Alternatives I
Making a Coll!lnitment I
Adhering Despite Negative Feedback
I
105
C. Perbandingan analisa antar kasus Dari ketiga kasus di atas, dapat diketahui bahwa penyebab timbulnya keinginan untuk aborsi adalah adanya unwanted pregnancy. Untuk kasus Rina dan Santi, keinginan itu timbul dari dalam diri sendiri meskipun pada awalnya Rina mendapat saran dari ibu dan suaminya. Sedangkan pada kasus Nining, keinginan untuk aborsi merupakan keinginan keluarganya. la sendiri sebenarnya tidak setuju atas aborsi tersebut. Nining menganggap kehamilannya sebagai unwanted pregnancy karena kehamilannya di luar nikah. Sedangkan Rina tidak menginginkan kehamilannya karena alasan psikososial yakni perceraiannya yang akan terhambat gara-gara kehamilannya, juga karena anak pertamanya masih terlalu kecil. Sementara Santi merasa belum siap lahir dan batin atas kehamilannya, kondisi perekonomian keluarganya yang belum cukup, dan usia anak-anaknya yang masih dianggap terlalu kecil. Pada waktu dimulainya proses aborsi, Nining dan Santi sedang mengandung tiga bulan, sementara Rina baru memasuki satu bulan usia kehamilannya. Anehnya, Rina yang menggugurkan kandungannya ketika memasuki bulan pertama ternyata janin tersebut keluar setelah berusia empat bulan dalam rahim Rina. Menggali tipe konflik yang mereka alami, Nining mengalami konflik dalam dirinya dan pertentangan dengan keluarga atas perbedaan pemilihan
106
alternatif. Sedangkan jenis konflik lain yang juga dialami Nining termasuk kedalam mu/tipple approach-avoidance conflict. Rina berada dalam approach-avoidance conflict. la juga mengalami konflik dalam dirinya atas pertimbangannya akan dosa, resiko aborsi, dan naluri keibuannya yang menolak aborsi tersebut. Sedangkan Santi, tidak mengalami konflik apapun baik dalam dirinya maupun bersama orang lain. la tidak pernah merasa ragu sedikitpun ketika ingin melakukan aborsi. Rina dan Santi sama-sama menggunakan wish strategy dalam mengambil keputusan, dalam arti bahwa mereka berdua tidak memperdulikan resiko apapun yang dapat terjadi akibat aborsi. Yang mereka utamakan adalah bagaimana mewujudkan harapan-harapan mereka yang akan tercapai hanya dengan aborsi. Berbeda dengan Nining, ia menggunakan escape strategy dalam mengambil keputusannya untuk aborsi. Sedangkan untuk tahap-tahap pengambilan keputusan, ketiga subjek dalam penelitian ini sama-sama melewati keseluruhan tahap tersebut. Sehingga dapat dipastikan bahwa mereka telah mengambil keputusan secara bijaksana. Perbandingan analisa ketiga kasus dalam penelitian ini dapat dilihat dalam label berikut:
107
Tabel 4.2 Perbandingan analisa antar kasus Nining
Unwanted pregnancy Keinginan aborsi Tipe konflik Strates:ii DM Usia kehamilan ketika aborsi
Rina
Hamil ora-nikah Psikososial Diri sendiri Orano lain Int, eks, muff app- Int, app-avo avo Escape strategy Wish strategy 3 bulan 1 bulan
Santi Psikososial Diri sendiri Tidak ada
Wish strategy 3 bulan
BABV KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
Dalam bab terakhir ini akan dijelaskan kesimpulan penelitian yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian, disertai diskusi dan saran yang konstruktif dari peneliti.
A. Kesimpulan
Berpatokan pada data hasil wawancara dan observasi peneliti di lapangan yang telah dianalisa dalam bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Konflik yang dialami para subjek penelitian ketika ingin melakukan aborsi timbul akibat pengaruh faktor kognisi dan afeksi. Faktor kognisi yang dima~sud berupa pengetahuan subjek akan pandangan agama (dalam ha! ini Islam) mengenai aborsi, yang walaupun masih merupakan kontroversi para ulama namun dikalangan orang awam diketahui bahwa aborsi dilarang. Hal ini menimbulkan ketakutan pada diri subjek terhadap dosa yang diyakini akan ditanggungnya jika melakukan aborsi. Demkian pula dengan adanya pengetahuan subjek akan bermacam bahaya bagi keselamatam jiwa yang diakibatkan oleh aborsi. Bahaya yang terkadang hingga merenggut nyawa tersebut ,
membuat subjek merasa ragu untuk melakukan aborsi. Sedangkan 108
109
faktor afeksi berperan ketika naluri alamiah subjek sebagai seorang ibu menolak dilakukannya aborsi karena merasa sayang atau kasihan terhadap janin yang tidak berdosa tersebut. Bermacam konflik di alas dapat dikategorikan ke dalam konflik internal. 2) Bukan hanya konflik internal yang dirasakan calon pelaku aborsi, terdapat pula konflik eksternal berupa pertentangan subjek dengan orang laiin (keluarga atau lingkungan} antara keinginan untuk aborsi atau tetap mempertahankan kehamilan. 3) Tidak semua pelaku aborsi mengalami konflik sebelum melakukannya. Dari salah satu kasus dalam penelitian ini terdapat pelaku aborsi yang tidak menemui konflik apapun dalam dirinya baik konflik internal maupun konflik eksternal. Hal itu disebabkan kurangnya pengetahuan subjek akan aborsi dalam agama, dan tidak pernah diketahuinya bahaya fisik dan psikis yang ditimbulkan oleh aborsi. 4) Dalam mengambil keputusan, ketiga subjek melewati tahap-tahap pengambilan keputusan meskipun tanpa mereka sadari. Tahap-tahap tersebut yakni berupa pengenalan masa/ah, mencari alternatif so/usi /ainnya, mempertimbangkan alternatif yang ada, menetapkan dan melaksanakan keputusan, serta menerima eva/uasi dari orang lain meskipun bernilai negatif. Ketiga subjek dalam penelitian ini menganggap aborsi sebagai satu-satunya alternatif yang tepat untuk mencapai tujuan mereka yaitu satu subjek yang ingin agar
110
perceraiannya berjalan dengan baik, satu subjek lagi untuk menutupi malu akibat hamil pra-nikah, dan subjek lainnya yang merasa belum siap lahir dan batin untuk mempunyai anak lagi. Demi alasan-alasan tersebut para subjek mengesampingkan perasaan takut dosa dan takut mati ataupun penolakan dari naluri keibuan. Dengan kekhawatiran akan bertambah parahnya kondisi karena tidak tercapainya tujuan akibat kehamilan, maka mereka memutuskan untuk aborsi.
B. Diskusi Sesuai dengan teori yang ada, bahwa maraknya tindakan aborsi khususnya di Indonesia terjadi karena adanya unwanted pregnancy atau kehamilan yang tidak diinginkan. Dalam penelitian ini, faktor yang menyebabkan timbulnya unwanted pregnancy adalah karena kehamilan pranikah dan faktor psikososial. Penelitian ini mendukung teori yang mengatakan bahwa banyak diantara pelaku aborsi sebenarnya tidak menginginkan tindakan tersebut. Adanya resiko yang menyangkut keselamatan jiwa si pelaku maupun ketakutan akan dosa menimbulkan konflik dalam diri calon pelaku aborsi. Terlebih pada dasarnya naluri ke-ibuan si pelaku aborsi jelas-jelas menolak tindakan ini.
111
Namun pada kenyataannya, ada juga pelaku aborsi yang tidak mengalami 'konflik apapun baik karena faktor agama ataupun resiko kesehatan. Bahkan tidak ada penolakan yang ia rasakan dari nalurinya sebagai seorang ibu. Hal ini membuktikan bahwa terdapat pelaku aborsi yang memang benar-benar tidak menginginkan adanya janin dalam rahimnya tanpa terlibat konflik sama sekali. Fenomena tersebut dapat disebabkan oleh minimnya pengetahuan agama si pelaku sehingga tidak ada informasi yang diterimanya mengenai hukum aborsi dalam agama. Juga tidak diketahuinya resiko yang dapat terjadi akibat aborsi, atau dapat juga karena kepribadian yang terlalu cuek sehingga tidak memikirkan akibat apapun jika ingin melakukan sesuatu. Penelitian ini juga mendukung teori yang dikemukakan oleh Marx (1976) dan Dafidoff (1991) yang menyatakan bahwa faktor personal berupa kognisi, motif, sikap, dan pengharapan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan individu dalam menghadapi konflik. Pelaku aborsi yang mempunyai harapan besar terhadap aborsi, ditambah dengan adanya res pons negatif terhadap terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan lantaran hamil, akan memperkuat motivasinya untuk aborsi.
C. Saran Setelah terjun langsung dalam lapangan penelitian, ternyata banyak hambatan yang ditemukan sehubungan dengan pengambilan data. Saran
112
dari peneliti berikut kiranya dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan peneliti lain yang te1iarik pada penelitian sejenis ini. 1) Sebaiknya mencari subjek penelitian yang baru melakukan aborsi
(maksimal 5 tahun) agar konflik dan pengambilan keputusannya dapat tergali lebih dalam. 2) Sebaiknya dalam melakukan wawancara, tidak dihadiri pihak lain agar subjek dapat lebih terbuka . 3) Bagi wanita yang ingin melakukan aborsi, sebaiknya memikirkannya lebih matang terlebih dahulu karena aborsi tidak terlepas dari resiko yang berat. Hukum aborsi dalam agama juga sebaiknya bahkan seharusnya dipertimbangkan dulu agar tidak ada perasaan menyesal dan takut dosa dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Arikunto, Suharsimi. (1995). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Atkinson, Rita L., Atkinson, Richard C., Smith, Edward E., Bern, Daryl J. (1999). Introduction to psychology, 111h. Ed. Diterjemahkan oleh Widjaja Kusuma. Batam Centre: lnteraksara. Atwater, Eastwood. ( 1983). Psychology of adjustment: personal growth in a
changing world, -;tid edition. New Jersey: Prentice Hall. Baron, Robert A. (1992). Introduction to psychology, -;tid edition. USA: Allyn & Bacon. Chaplin, James P. (2000). Kamus lengkap psikologi. Diterjemahkan oleh Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Cet.6. Collins, Randall. (1986). Sociology of marriage and the family: gender, love,
and property. Chicago: Nelson-Hall. Dafidoff, Linda L. (1991 ). Psikologi: suatu pengantar, edisi kedua. Diterjemahkan oleh Mari Juniati. Jakarta: Penerbit Erlangga Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. (1997). Aborsi, kontrasepsi, dan mengatasi
kemandulan: isu-isu biomedis dalam perspektif Islam. Diterjemahkan oleh Sari Meutia. Bandung: Penerbit Mizan. Echols, John M., Shadily, Hassan. (1996). Kamus lnggris-lndonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Cet-23. Harre, Rom, & Lamb, Roger. (1996). Ensik/opedi psikologi: pembahasan dan
evaluasi lengkap berbagai topik, teori, riset, dan penemuan baru dalam i/mu psikologi. Editor edisi Indonesia: Danuyasa Asihwardji. Jakarta: Penerbit Arcan. Hurlock, Elizabeth B. (2001) Psikologi perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
'' '1 '
Janis, Irving L., Mann, Leon. (1979). Decision making: a psychological analysis of conflict, choice & commitment. New York: The Free Press.
vfuiarx. Melvin H. (1976). Introduction to psychology: problems, procedures and principles. New York: MacMillan Publishing Co., Inc.
Moleong, Lexy J. (1997). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet-8. Morgan, Clifford T., et. al. (1986). Introduction to psychology,
1h edition.
Singapore: McGraw-Hill Book Co. Poerwandari, Kristi. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI. Rakhmat, Jalaluddin. (1996). Psikologi komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cet ke-10. Ranyard, Rob, Crozier, W. Ray, & Olasvenson. (1997). Decision making: cognitive models and explanations. New York: Routledge.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2000). Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi. Jakarta: PT. Bulan Bintang. Cet -3.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2002). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet-7. 'Umran, Abd ar-Rahim. (1997). Family planning in the legacy of Islam. Diterjemahkan oleh Muhammad Hasyim. Islam dan KB.Jakarta: PT. Lentera Basritama. Yanggo, Chuzaimah T., & Anshary AZ .. Hafiz. (1996). Problematika hukum Islam kontemporer (//). Jakarta: PT. Pustaka Firdaus. Cet ke-2.
Yin, Robert K. (2000). Studi kasus. Jakarta: Raja Grafindo.
Jurnal: Utomo, Budi, dkk. (2002). Prosiding seminar: insiden dan aspek psiko-sosial aborsi di Indonesia (2001). Jakarta: CV. Tri Agung, Pusat Penelitian
Kesehatan , Lembaga Penelitian UL Cet-1.
Skripsi: Cahyatama, Hidayatullah. (1999). Dinamika konf/ik dan pengambilan keputusan pada mahasiswi mus/imah yang membuka jilbab. Depok:
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Putrini, Alfatiane. (2002). Pengambilan keputusan untuk menikah dan tidak menikah saat masa ku/iah pada mahasiswi. Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia. Syofia. (2003). Peri/aku coping pada narapidana: studi kasus pada LP wanita Tangerang. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN.
Internet: Al-fauzi, Asra. Opini: kontroversi masa/ah aborsi from http://www.kompas.com/kompascetak/0104/04/daerah/dkks 19.htm/kontroversi masalah aborsi. Anshor, Maria Ulfah. Opini Aborsi, antara Fakta dan Norma. Retrieved Senin, 2 Juli 2001 from http://www.kompas.com/kompascetak/0107/02/dikbud/abor35. Ada 2,3 Juta Aborsi di Indonesia Setiap Tahun. Retrieved Jumat, 3 Maret
2000 from http://www.kompas.com/kompascetak/0003/03/iptek/ada 10. htm http: //www.aborsi.net/resiko.htm/senin 20 oktober 2003 Opini. From http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0104/04/daerah/dkks19.htm/aborsi di indonesia
_ _ _ from http://www.kompas.com/kompascetak/O 104/04/daerah/dkks 19 .htm/unsafe abortion _ _ _ from http://www.kompas.com/kompascetak/0104/04/daerah/dkks 19.htm/pro dan kontra . .Waryono, eko. Memberikan Pifihan kepada Perempuan. Retrieved Rabu, 15 November 2000 from http://www.kompas.com/kompascetak/0011/15/dikbud/memb28.htm /Kompasleko waryono.