PENGARUH KOMPRES AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN NYERI PENDERITA GOUT ARTRITIS PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PILOLODAA KEC. KOTA BARAT KOTA GORONTALO JURNAL Vira Julyanatien Igirisa, Rany Hiola, Nasrun Pakaya Jurusan Keperawatan, FIKK UNG e-mail :
[email protected] ABSTRAK Vira Julyanatien Igirisa, 2015. Pengaruh Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Penderita Gout Artritis Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Dra. Hj. Rany Hiola, M. Kes dan Pembimbing II Nasrun Pakaya, S. Kep, Ns, M. Kep. Gout Artritis merupakan penyakit sendi disebabkan oleh tingginya asam urat di dalam darah. Kadar asam urat yang tinggi di dalam darah melebihi batas normal yang menyebabkan penumpukan asam urat di dalam persendian dan organ tubuh lainnya. Salah satu penanganan nyeri secara non farmakologi yang dapat dilakukan yaitu kompres air hangat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perbedaan dan pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri penderita gout artritis pada lansia. Jenis penelitian pra eksperimental dengan rancangan one group pretestpostest. Populasinya adalah seluruh lansia yang menderita gout artritis di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa sebanyak 136 orang dengan jumlah sampel 15 orang dengan menggunakan accidental sampling. Analisis data menggunakan Paired TTest. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri gout artritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat dengan nilai p = 0,000 < α = 0,05. Diharapkan lansia dapat melakukan kompres air hangat secara mandiri atau dengan bantuan petugas sehingga dapat membantu mengatasi masalah nyeri gout artritis. Kata Kunci : Gout Artritis, Nyeri, Kompres Air Hangat Daftar Pustaka : 33 buah (2000 - 2015) 1
Vira Julyanatien Igirisa, 841411014. Program Studi Ilmu Keperawatan, FIKK, UNG, Dra. Hj. Rany Hiola, M. Kes, Nasrun Pakaya, S. Kep., Ns., M. Kep.
1
Vira Julyanatien Igirisa, 841411014. Department of Nursing, FIKK, UNG, Dra. Hj. Rany Hiola, M. Kes, Nasrun Pakaya, S. Kep., Ns., M. Kep.
PENDAHULUAN Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta bertambah baiknya kondisi sosial ekonomi menyebabkan semakin meningkatnya umur harapan hidup (life expectancy) dan dipengaruhi juga oleh majunya pelayanan kesehatan, penurunan angka kematian bayi dan anak, perbaikan gizi dan sanitasi dan peningkatan pengawasan terhadap penyakit infeksi Hal tersebut menyebabkan perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia (lansia) (Nugroho, 2008)1. Berdasarkan data WHO dalam Depkes RI (2013) di kawasan Asia Tenggara populasi lansia sebesar (8%) atau sekitar 14,2 juta jiwa. Pada tahun 2000 jumlah lansia sekitar 15,3, sedangkan pada tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 (±9%) juta jiwa dari total populasi. Dan pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai 28,8 juta jiwa (11,34%) dari total populasi. Di Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika serikat dengan harapan hidup di atas 70 tahun (Nugroho, 2008).2 Peningkatan proporsi jumlah lansia dari data diatas tersebut perlu mendapatkan perhatian karena kelompok lansia merupakan kelompok beresiko tinggi yang mengalami masalah kesehatan yang diakibatkan oleh proses penuaan. Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berkelanjutan) secara alamiah yang dimulai sejak manusia lahir sampai udzur/tua. Pada usia lansia ini biasanya seseorang akan mengalami kehilangan jaringan otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tubuh akan “mati” sedikit demi sedikit. Secara individu. Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah sosial-ekonomi, mental, maupun fisik-biologik (Mujahidullah, 2012).3 Dari aspek perubahan kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah menurunnya kemampuan muskuloskeletal kearah yang lebih buruk. Adapun orang yang tergolong lanjut usia penampilannya masih sehat, bugar, badan tegap, akan tetapi meskipun demikian, harus diakui bahwa berbagai penyakit yang sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya, hipertensi, diabetes mellitus, rematik, asam urat, dan lain-lain. Gout Arthritis adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia. Gout arthritis atau biasa disebut dengan asam urat adalah hasil akhir dari katabolisme (pemecahan) purin. Purin adalah salah satu kelompok struktur kimia
1
Nugroho, 2008. Jumlah Lansia di Indonesia. Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2 Data WHO Lansia Depkes Tahun 2013 dalam Nugroho, 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3 Mujahidullah, 2012. Proses Menua. Keperawatan Geriatrik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
pembentuk DNA. Termasuk kelompok purin adalah adenosine dan guanosin. Saat DNA dihancurkan, purin pun akan dikatabolisme (La ode, 2012)4. Kadar asam urat laki-laki di dalam darah secara alami lebih tinggi dibandingkan kadar asam urat pada wanita. karena wanita mempunyai hormon esterogen yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urine. Kadar asam urat kaum pria cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Pada wanita, peningkatan itu dimulai sejak masa monopouse. Kadar normal asam urat pada wanita adalah 2,4-6,0 mg/dl dan pria 3,0-7,0 mg/dl. Jika melebihi nilai ini, maka seseorang dikategorikan mengalami hiperurisemia. Hiperurisemia adalah terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi batas normal. Angka kejadian penyakit asam urat meningkat pada keadaan asam urat tinggi lebih dari 9,0 mg/dl (Noviyanti, 2015)5. 6 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013, prevalensi penyakit sendi adalah 11,9 % dan kecenderungan prevalensi penyakit sendi/rematik/encok (24,7%) lebih rendah dibanding tahun 2007 (30,3%). Kecenderungan penurunan prevalensi diasumsikan kemungkinan perilaku penduduk yang sudah lebih baik, seperti berolah raga dan pola makan. Prevalensi berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis nakes atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (33,1%), diikuti Jawa Barat (32,1%), dan Bali (30%). Tertinggi pada umur ≥75 tahun (33% dan 54,8%). Prevalensi yang didiagnosis nakes lebih tinggi pada perempuan (13,4%) dibanding laki-laki (10,3%) demikian juga yang didiagnosis nakes atau gejala pada perempuan (27,5%) lebih tinggi dari laki-laki (21,8%). Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah baik yang didiagnosis nakes (24,1%) maupun diagnosis nakes atau gejala (45,7%). Prevalensi tertinggi pada pekerjaan petani/nelayan/buruh baik yang didiagnosis nakes (15,3%) maupun diagnosis nakes atau gejala (31,2%). Prevalensi yang didiagnosis nakes di perdesaan (13,8%) lebih tinggi dari perkotaan (10,0%), demikian juga yang diagnosis nakes atau gejala di perdesaan (27,4%), di perkotaan (22,1%). Kelompok yang didiagnosis nakes, prevalensi tertinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah (15,4%) dan menengah bawah (14,5%). Demikian juga pada kelompok yang 4
La Ode, S. 2012. Pengertian Gout Artritis. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. 5 Noviyanti. 2015. Kadar asam urat. Hidup Sehat Tanpa Asam Urat. Yogyakarta : Notebook. 6 Riset Kesehatan Dasar Indonesia, 2013. Populasi Lansia 7 La Ode, 2012. Prevalensi Asam Urat di Indonesia. Hidup Sehat Tanpa Asam Urat. Yogyakarta : Notebook.
terdiagnosis nakes atau gejala, prevalensi tertinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah (32,1%) dan menengah bawah (29,0%). Di Indonesia prevalensi tertinggi pada penduduk pantai dan paling tinggi daerah Manado-Minahasa, karena kebiasaan atau pola makan ikan dan mengkonsumsi alkohol. Alkohol menyebabkan pembuangan asam urat leawat urine itu ikut berkurang sehingga asam uratnya bertahan di dalam darah. Konsumsi ikan laut juga mengakibatkan asam urat. Asupan yang masuk ke tubuh juga mempengaruhi kadar asam uat dalam darah (La Ode, 2012).7 Kelainan ini dapat menimbulkan gangguan berupa rasa nyeri, bengkak, kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi, gangguan berjalan dan aktivitas keseharian lainnya, dan peningkatan resiko jatuh. Di Kota Gorontalo, penyakit arthritis menjadi penyakit peringkat kedua dalam satu tahun terakhir. Ada sekitar 8462 jiwa, yang terbanyak adalah perempuan yaitu 5683 jiwa dan laki-laki yaitu 2779 jiwa. Penyakit arthritis salah satu diantaranya adalah gout arthritis. Gout arthritis ini banyak diderita oleh lansia. International Association for Study of Pain (1979), dalam Prasetyo (2010)8 mendefinisikan “nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam keadian-kejadian dimana terjadi kerusakan”. Nyeri yang dialami oleh klien yang mengalami nyeri didapatkan skala rata-rata enam atau nyeri sedang, oleh karena itu konsep keperawatan diarahkan untuk menghilangkan rasa nyeri dan mengembalikan pada kondisi yang nyaman. Metode penanganan nyeri mencakup terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis yaitu meliputi obat-obatan sedangkan terapi non farmakologis meliputi kompres hangat dan dingin, senam, dan lain-lain. Menurut penelitian yang dilakukan Ungaran tahun 20149 yang berjudul “Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat Dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran” hasil penelitian yang di dapatkan pada 17 orang lansia yang mengalami nyeri sendi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran didapatkan rata-rata skala nyeri sendi sebelum diberikan kompres jahe adalah nyeri sedang sejumlah 8 orang (47,1%), rata-rata skala nyeri sendi setelah di berikan kompres jahe adalah nyeri ringan masing-masing sejumlah 11 orang (64,7%), dan rata-rata jumlah penurunan skala nyeri sendi adalah 3. Dimana 8
9
International Association for Study of Pain (1979), dalam Prasetyo, 2010. Pengertian Nyeri. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu. Penelitian yang dilakukan Ungaran 2014 tentang Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat Dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran (http://perpusnwu.web.id).
pemberian terapi kompres jahe lebih efektif dibandingkan pemberian terapi kompres air hangat. 10 Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Wurangian (2012) yang berjudul “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado” didapatkan hasil pengukuran nyeri pada responden yang berjumlah 30 orang rata-rata nilai penderita sebelum dilakukan kompres hangat adalah 6,23 dan setelah dilakukan tindakan kompres hangat adalah 3,30 yang menunjukkan adanya penurunan skala nyeri. 11 Berdasarkan studi pendahuluan dan pengambilan data awal di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat didapatkan bahwa lansia yang menderita gout arthritis yang berkunjung pada tahun 2013 sejumlah 165 penderita, tahun 2014 sejumlah 239 penderita, tahun 2015 sejumlah 136 penderita sampai bulan April. Penatalaksanaan nyeri akibat gout artritis di Puskesmas Pilolodaa diberikan penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi, sedang tindakan non farmakologi yang sudah dilakukan adalah senam lansia, mandi air hangat dan olah raga ringan. Tindakan non farmakologis seperti kompres hangat belum dilakukan secara efektif. Penggunaan kompres hangat merupakan cara untuk menghilangkan atau menurunkan rasa nyeri yaitu secara non farmakologis yaitu memberikan rasa hangat, memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan rasa nyeri, dan mengurangi terjadinya spasme otot dengan menggunakan air panas bersuhu (37-40oC)/ air hangat (Hidayat, 2015).12 Selain itu penggunaan kompres hangat merupakan cara yang murah serta mudah untuk dilakukan sehingga tidak memerlukan biaya yang mahal untuk menggunakannya. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Gout Arthritis pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo” METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo dilaksanakan pada bulan Mei 2015. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian pra eksperimental yang bertujuan untuk melihat ada pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri penderita gout artritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat dengan 10
11
12
Penelitian yang dilakukan oleh Wurangian (2012) tentang Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado (http://ejournal.unsrat.ac.id). Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat. 2013-2015. Data Gout Artritis. Profil dan SP2TP. Gorontalo. Hidayat, 2015. Penggunaan Kompres Hangat. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
menggunakan metode pendekatan one group pretest-postest. Variabel bebas (Independen) pada penelitian ini adalah kompres air hangat dan variabel terikat adalah penurunan nyeri penderita gout artritis. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia menderita gout arthritis yang berobat/berkunjung ke Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat sejumlah 136 orang. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode accidental sampling. Sampel pada penelitian ini adalah 15 orang dengan kriteria sebagai berikut : 1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: a. Lansia yang mengalami nyeri akibat gout arthritis b. Lansia laki-laki atau perempuan c. Lansia yang bersedia menjadi responden. 2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : a. Lansia tidak berada di tempat penelitian b. Lansia yang memiliki penyakit iskemik c. Lansia yang mengkonsumsi obat penurun nyeri. Teknik analisa data menggunakan analisa univariat dan bivariat. Analisa univariat digunakan untuk distribusi masing-masing variabel yaitu skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan kompres air hangat. Analisa bivariat dilakukan dengan cara uji Paired T-test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05, untuk membuktikan adanya pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri penderita gout artritis, nilai p < α = 0,05. HASIL PENELITIAN 1. Umur dan Jenis Kelamin Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia dan jenis kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa
Sumber : Data Primer, 2015 Dari tabel 4.1 diatas jumlah penderita Gout Arthritis terbanyak lanjut usia (6074 tahun) yaitu 12 responden (80%) dan terendah lanjut usia tua (75-90 tahun) yaitu 3 responden (20%). Berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki yaitu 5 responden (33,3%) dan perempuan yaitu 10 responden (66,67%).
2.
Perbedaan Skala Nyeri Gout Artritis Pada Lansia Sebelum dan Sesudah Dilakukan Kompres Air Hangat pada Lansia di Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo. Tabel 4.2 Perbedaan Skala Nyeri Gout Arthritis Sebelum dan Sesudah dilakukan Kompres Air Hangat
Sumber : Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa skala nyeri pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan kompres hangat terdapat dimana nyeri berat ke sedang yaitu 3 responden, nyeri berat ke nyeri ringan yaitu 1 responden, nyeri sedang ke ringan yaitu 8 responden, nyeri sedang ke tidak nyeri yaitu 1 responden, nyeri sedang ke nyeri sedang yaitu 1 responden, dan nyeri ringan ke nyeri ringan yaitu 1 responden. 3. Analisis Pengaruh Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Peenderita Gout Arthritis Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota Gorontalo Tabel 4.3 Pengaruh Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Gout Arthritis pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kota Gorontalo Skala Nyeri Sebelum dilakukan kompres air hangat
N 15
Perbedaan rerata±sb 5,53±1,246
Sesudah dilakukan kompres hangat
15
2,67±1,345
P value 0,000
air
Sumber : Data Primer, 2015 Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji statistik T Dependen pada tabel diatas didapatkan nilai p = 0,000 (α = 0,05). Sehingga terdapat pengaruh pemberian kompres air hangat terhadap penurunan nyeri Gout Arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a Kec. Kota Barat Kota Gorontalo.
PEMBAHASAN 1. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Kompres Air Hangat Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat 15 responden yang mengalami nyeri gout artritis dimana nyeri yang dirasakan tiap responden berbeda-beda yakni mulai nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri berat. Pada nyeri sebelum kompres air hangat didapatkan 1 responden mengalami nyeri ringan, 10 responden mengalami nyeri sedang, dan 4 responden mengalami nyeri berat. Sedangkan pada nyeri sesudah dilakukan kompres air hangat terjadi perubahan skala nyeri yaitu berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa yang mengalami nyeri berat ke sedang yaitu 3 responden (nyeri berat yang dirasakan oleh responden yaitu berada pada skala 7 dan nyeri sedang berada pada skala 4 sampai 5). Nyeri berat ke nyeri ringan yaitu 1 responden, (nyeri berat yang dirasakan oleh responden yaitu berada pada skala 7 dan nyeri ringan pada skala 3). Nyeri sedang ke nyeri ringan yaitu 8 responden (nyeri sedang dirasakan responden yaitu berada pada skala 4 sampai 6, dan nyeri ringan berada pada skala 1 sampai 3). Nyeri sedang ke nyeri sedang yaitu 1 responden (nyeri sedang yang dirasakan oleh responden yaitu berada pada skala 6 dan nyeri sedang berada pada skala 4). Nyeri ringan ke nyeri ringan yaitu 1 responden (nyeri ringan yang dirasakan oleh responden yaitu berada pada skala 3 dan nyeri ringan berada pada skala 1). Nyeri sedang ke tidak nyeri yaitu 1 responden (nyeri sedang yang dirasakan oleh responden yaitu berada pada skala 4 dan tidak nyeri berada pada skala 0). Nyeri sedang ke nyeri sedang dan nyeri ringan ke nyeri ringan skalanya tetap terjadi penurunan tetapi hanya berubah pada angka skalanya. Hal ini disebabkan karena nyeri yang dirasakan oleh tiap individu berbeda-berbeda dan hanya dapat digambarkan individu yang mengalami nyeri itu sendi. 13 Hal ini didukung oleh International Association for Study of Pain dalam Prasetyo (2010), nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. 14Menurut Prasetyo (2010) nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan reseptor. Reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung-ujung saraf bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang kuat. Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik.
13
International Association for Study of Pain dalam Prasetyo, 2010. Pengertian Nyeri. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu. 14 Prasetyo, 2010. Reseptor Nyeri. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu.
15
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wurangian (2014) dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado” bahwa skala nyeri pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan kompres hangat terdapat perubahan dimana 7 responden dari nyeri ringan menjadi tidak nyeri, 12 responden dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan, 11 responden dari nyeri berat menjadi nyeri sedang. 2. Pengaruh Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Gout Arthritis Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a Kec. Kota Barat Kota Gorontalo Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji statistik T Dependent pada tabel diatas didapatkan nilai p = 0,000 (α = 0,05). Sehingga terdapat pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan nyeri Gout Arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a Kec. Kota Barat Kota Gorontalo. Menurut Smeltzer & Bare (2002)16 salah satu penanganan nyeri secara non farmakologi yang dapat dilakukan perawat yaitu kompres hangat. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Akan tetapi, dalam melakukan kompres hangat digunakan dengan hati-hati dan dipantau secara cermat untuk menghindari cedera kulit. Kompres hangat menimbulkan efek vasodilatasi pembuluh darah sehingga meningkatkan aliran darah. Peningkatan aliran darah dapat menyingkirkan produkproduk inflamasi seperti bardikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Selain itu kompres hangat dapat merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medula spinalis dan otak dapat dihambat (Price & Wilson 2006).17 Pada penelitian ini menggunakan kompres panas basah yaitu waslap atau handuk direndam dalam air panas yang bersuhu sekitar 37-40oC selama 15-30
15
Penelitian dilakukan Wurangian, 2014. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado (http://ejournal.unsrat.ac.id). 16 Smeltzer & Bare, 2002. Penanganan Secara Non-Farmakologi. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC. 17 Price & Wilson, 2006. Mekanisme Kompres Hangat terhadap Nyeri. Patofisiologi : Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
menit dan setiap 5 menit waslap atau handuk diganti untuk mempertahankan suhu panas dari kompres hangat tersebut. 18 Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wurangian (2014) dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado” bahwa hasil pengukuran nyeri pada responden yang berjumlah 30 orang rata-rata nilai penderita sebelum dilakukan kompres hangat adalah 6,23 dan setelah dilakukan kompres hangat adalah 3,30 yang menunjukkan adanya penurunan skala nyeri. Hasil analisis dengan menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test diperoleh bahwa terdapat perbedaan nyeri pda pasien gout arthritis diberikan kompres hangat dengan sesudah diberikan kompres hangat. Nilai p yang diperoleh melalui uji Wilcoxon Signed Ranks Test adalah (p = 0,000) dimana p < (0,05), maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pemberian kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri gout arthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. Menurut peneliti berdasarkan uraian diatas penurunan nyeri pada lansia setelah diberikan kompres hangat terjadi perubahan namun demikian perubahan tergantung pada respon lansia masing-masing karena nyeri yang dirasakan individu bersifat pribadi yang artinya antara individu satu dengan lainnya mengalami nyeri yang berbeda. Lansia mampu berespon dengan baik terhadap pemberian kompres hangat. Hal ini sesuai dengan teori gate control menurut Prasetyo (2010) yaitu apabila impuls yang dibawa serabut nyeri berdiameter kecil melebihi impuls yang dibawa oleh serabut taktil A-Beta maka “gerbang” akan terbuka sehingga perjalanan impuls nyeri tidak terhalangi sehingga impuls akan sampai ke otak. Sebaliknya, apabila impuls yang dibawa oleh serabut taktil lebih mendominasi, “gerbang” akan menutup sehingga impuls nyeri akan terhalangi. Alasan inilah mengapa dengan melakukan kompres hangat dapat mengurangi intensitas nyeri.
18
Penelitian dilakukan Wurangian, 2014. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado (http://ejournal.unsrat.ac.id).
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri gout arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a Kec. Kota Barat Kota Gorontalo didapatkan kesimpulannya sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan skala nyeri penderita gout artritis pada lansia sebelum dan sesudah kompres air hangat. 2. Ada pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri penderita gout arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a Kec. Kota Barat Kota Gorontalo. Dengan nilai p value = 0,000 (α = 0,05). SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas tentang pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri gout arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a Kec. Kota Barat Kota Gorontalo, adapun saran : 1. Bagi Lansia Lansia dapat melakukan kompres hangat secara mandiri atau dengan bantuan petugas sehingga dapat membantu mengatasi masalah nyeri gout arthritis. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hendaknya selalu memberikan pendidikan kesehatan tentang kompres hangat untuk menurunkan nyeri serta dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kepada pendidik dan mahasiswa terhadap kasus gout arthritis yaitu melalui kompres hangat dapat dijadikan sebagai komplamenter, yang dapat diterapkan dalam praktek mandiri keperawatan oleh mahasiswa keperawatan suatu saat nanti. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang kompres air hangat sebagai salah satu terapi alternatif yang telah dibuktikan secara ilmiah dan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya sehingga dalam penelitian khususnya bidang keperawatan dapat semakin berkembang.
DAFTAR PUSTAKA Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Asmadi, 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika. Cholifah, N. 2015. Pemberian Kompres Hangat Memakai Jahe untuk Meringankan Skala Nyeri pada Pasien Asam Urat Di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan (online) (http://ejournal.stikesmuhkudus.ac.id diakses tanggal 05 April 2015). Fanada, M. 2012. Pengaruh Kompres Hangat dalam Menurunkan Skala Nyeri pada Lansia yang Mengalami Nyeri Rematik Di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang (online) (www.banyuasinkab.go.id diakses tanggal 14 Mei 2015). Handono, S. 2013. Upaya Menurunkan Keluhan Nyeri Sendi Lutut Pada Lansi di Posyandu Lansia Sejahtera (online) (http://puslit2.petra.ac.id diakses tanggal 10 Februari 2015). Hani, R.A & Riwidikdo, H. 2007. Fisika Kesehatan. Yogyakarta : Press. Hidayat, A.A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Hastono, P.S & Sabri, L. 2009. Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajawali Press. Kozier B dan Gleniora Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC. La Ode, S. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. Manurung, S. 2013. Pengaruh Tehnik Pemberian Kompres Hangat Terhadap Perubahan Skala Nyeri Persalinan Pada Klien Primigravida (online) (http://poltekkesjakarta1.ac.id diakses tanggal 10 Februari 2015). Mujahidullah, K. 2012. Keperawatan Geriatrik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Nafisa, A. 2013. Ilmu Dasar Keperawatan. Yogyakarta : Citra Pustaka Yogyakarta.
Ndede, O.M.Y. 2015. Pengaruh Kompres Hangat Pada Tempat Penyuntikkan terhadap Respon Nyeri Pada Bayi Saat Imunisasi Di Puskesmas Tanawangko Kabupaten Minahasa (online) (http://ejournal.unsrat.ac.id diakses tanggal 10 Februari 2015). Noviyanti. 2015. Hidup Sehat Tanpa Asam Urat. Yogyakarta : Notebook. Notoadmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Nursalam. (2011). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika. Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. Prasetyo, S.N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu. Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat. 2013-2015. Profil dan SP2TP. Gorontalo. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Saryono, A & Upoyo, S.A. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Asam Urat pada Pekerja Kantor Di Desa Karang Turi Kec. Bumiayu Kabupaten Brebes (online) (http://jos.unsoed.ac.id diakses tanggal 10 Februari 2015). Sigalingging, G. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia : Buku Panduan Laboratorium. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC. Supranto, J. 2009. Statistik Edisi Ketujuh : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Susanti, N. 2012. Efektivitas Kompres Dingin dan Kompres Hangat pada Penatalaksanaan Demam (online) (http://ejournal.uin.malang.ac.id diakses tanggal 10 Februari 2015). Uliyah, M & Hidayat, A.A. 2015. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. Ungaran, W. 2014. Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat Dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran (online) (http://perpusnwu.web.id diakses tanggal 10 Februari 2015). Utomo, P. 2005. Apresiasi Penyakit Pengobatan Secara Tradisional dan Modern. Jakarta: Rineka Cipta. Wulan, R, A. 2015. Pengaruh Terapi Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi Pada Wanita Lanjut Usia Di Panti Tresna Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya (online) (http://jurnal.untan.ac.id diakses tanggal 14 Mei 2015). Wurangian, M. 2014. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado (online) diakses dari: http://ejournal.unsrat.ac.id tanggal 10 Februari 2015.