HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN
(Studi Penelitian di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo)
Melki Usman1. Sunarto Kadir. Iqbal D. Husain Jurusan Keperawatan. Fakultas FIKK. Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Kecemasan adalah suatu keadaan yang bersifat umum, dimana seseorang yang mengalami cemas merasa takut akan kehilangan kepercayaan diri, merasa lemah sehingga tidak mampu untuk bersikap dan bertindak secara rasional. Kecemasan sering dijumpai pada keluarga pasien di ruangan ICU. Salah satu faktor penyebab kecemasan keluarga pasien adalah kurangnya kumunikasi terapeutik perawat. Rumusan masalah pada penelitian ini apakah ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien. Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 30 responden dengan menggunakan teknik sampling accidental sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuisoner. Analisis data menggunakan uji statistik spearmen’s rank dengan derajat kemaknaan ≤ 0,05. Data diolah menggunakn program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik cukup 17 responden (56,7%), tingkat kecemasan sedang 13 responden (43,3%). Setelah dilakukan uji statistik didapatkan ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien (ρ value 0,002 ≤ 0,05). Dan nilai koofisien korelasi sebesar -0,549 artinya memiliki kekuatan hubungan sedang. Kesimpulan terdapat hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien. Saran bagi perawat diharapkan banyak memberikan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan. Kata Kunci : Komunikasi terapeutik, kecemasan, keluarga, ICU
1
Melki Usman, 841410163, Program Studi Ilmu Keperawatan. Jurusan Ilmu Keperawatan, FIKK, UNG, Sunarto Kadir, Iqbal D. Husain
Dalam bidang keperawatan, komunikasi penting untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien, untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Purwanto, 1994). Dalam praktik pelayanan keperawatan perawat perlu menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga maupun pasien, peran komunikasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan hubungan yang baik antara perawat, keluarga, dan pasien. Dalam standar asuhan keperawatan, komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi yang bersifat terapi, yaitu komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto, 1994). Komunikasi yang kurang baik dari perawat atau informasi yang kurang dari perawat seringkali membuat pasien cemas terlebih keluarganya. Terlebih lagi jika anggota keluarganya masuk rumah sakit dalam keadaan kritis dan masuk di ruang intensive care unit atau ICU. ICU merupakan tempat perawatan klien kritis atau gawat yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kegawatan, selain itu juga memerlukan perawatan yang serius dengan menggunakan alat canggih yang asing bagi keluarga, hal ini dapat meningkatkan respon kecemasan bagi keluarga pasien. Menurut Stuart, (2006) kecemasan dapat dipengaruhi faktor seperti lingkungan. Lingkungan yang dimaksudkan disini adalah ruang ICU. Kondisi lingkungan seperti ruang ICU dapat meningkatkan respon cemas bagi keluarga maupun pasien, ruang ICU tidak membolehkan keluarga untuk berada dekat dengan pasien sehingganya keluarga tidak dapat mengikuti perkembangan keadaan pasien, hal ini dapat meningkatkan respon cemas bagi keluarga pasien. Ditambah lagi apabila keluarga kurang mendapatkan informasi tentang perubahan kesehatan pasien. Hasil penelitian yang dilakukan Siswanto dkk, (2013) tentang hubungan kualitas komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan orang tua anak yang dirawat di RSUD Sumbawa, terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan orang tua anak yang dirawat di RSUD Sumbawa. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik komunikasi terapeutik perawat, maka tingkat kecemasan yang dialami orang tua akan semakin ringan. Hasil observasi awal dan wawancara di RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo terhadap 5 keluarga yang masing-masing anggota keluarganya dirawat di ruang ICU mengatakan cemas dengan apa yang terjadi dengan anggota keluarganya. Cemas yang dirasakan pun berbeda beda. Gejala yang menonjol dari lima anggota keluarga tersebut yaitu jantung berdebar-debar, khawatir akan keselamatan anggota keluarganya yang dirawat di ICU. Dan keluarga juga mengatakan mereka sangat mengharapkan informasi dari perawat mengenai perkembangan kesehatan yang dialami oleh keluarga mereka yang dirawat di ruang ICU. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien”.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di ruang ICU RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Waktu pelaksanaannya dimulai pada tanggal 29 Januari-28 Februari 2014. Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan desain cross sectional. Variabel bebas dalampenelitian ini adalah komunikasi terapeutik perawat. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan keluarga pasien. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel menggunakan teknik Accidental Sampling. Teknik pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder. Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunkana kuisioner komunikasi terapeutik yang terdiri dari 12 pertanyaan. Dan alat ukur pada kuisoner kecemasan terdiri dari 14 kelompok gejala kecemasan yang sudah di standarkan oleh Hamilton Raiting Scale for Anxiety (HARS). Teknik analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat serta uji statistic yang digunakan adalah Spearmen Rank Corelation menggunakan program SPSS. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Hasil Penelitian Karakteristik responden Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruangan ICU RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Jumlah No Jenis Kelamin n % 1 Laki-laki 12 60 2 Perempuan 18 40 Total 30 100 Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 1 di atas menunjukkan distribusi penyebaran jenis kelamin responden di Ruangan ICU RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo paling banyak responden berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 18 orang (60%) sedangkan laki laki berjumlah 12 orang (40%). Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Umur di Ruangan ICU RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Jumlah No Golongan Umur n % 1 < 35 Tahun 18 60 2 > 35 Tahun 12 40 Total 30 100 Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 2 di atas menunjukkan distribusi responden golongan umur paling banyak pada golongan umur kurang dari 35 tahun yaitu sebanyak 18 orang atau (60%), dan golongan umur paling sedikit adalah golongan umur lebih dari 35 tahun sebanyak 12 orang atau (40%).
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Ruangan ICU RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Jumlah No Tingkat Pendidikan n % 1 Tamat SD 2 6,7 2 Tanat SMP 7 23,3 3 Tamat SMA 14 46,7 4 Tamat Universitas 7 23,3 Total 30 100 Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 3 Menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan tamat SD sebanyak 2 orang (6,7%), tamat SMP dan Universitas sebanyak 7 orang (23,3%) serta jumlah responden terbanyak tamat SMA yaitu 14 orang (46,7%). Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Ruangan ICU RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Jumlah No Pekerjaan n % 1 Tidak bekerja 13 43,3 2 Bekerja 17 56,7 Total 30 100 Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 4 Menunjukkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan yaitu responden yang tidak bekerja sebanyak 13 orang (43,3%), dan responden yang bekerja sebanyak 17 orang atau (56,7%). Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Pasien di Ruangan ICU RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Jumlah No Hubungan dengan Pasien n % 1 Anak 13 43,3 2 Istri 6 20,0 3 Suami 4 Ayah 4 13,3 5 Ibu 5 16,7 6 Saudara kandung 2 6,7 Total 30 100 Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 5 Menunjukkan distribusi responden berdasarkan hubungan dengan pasien yaitu responden terbanyak yaitu anak 13 orang (43,3%), istri sebanyak 6 orang (20%), ayah sebanyak 4 orang (13,3%), ibu sebanyak 5 orang (16,7%), saudara kandung sebanyak 2 orang (6,7%) dan hubungan keluarga dengan pasien sebagai suami tidak ada.
Analisis univariat Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik di Ruangan ICU RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Jumlah Pelaksanaan Komunikasi No Terapeutik n % 1 Kurang 3 10,0 2 Cukup 17 56,7 3 Baik 10 33,3 Total 30 100 Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 6 Menunjukkan distribusi responden berdasarkan pelaksanaan komunikasi terapeutik, didapatkan frekuensi tertinggi pada komunikasi terapeutik kategori cukup, yaitu sebanyak 17 orang atau 56,7% dari 30 total responden. Dan frekuensi terendah adalah pelaksanaan komunikasi kurang sebanyak 3 orang atau 10,0% dari 30 total responden, dan sebanyak 10 orang atau 33,3% responden memiliki persepsi komunikasi terapeutik perawat baik. Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan di Ruangan ICU RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Jumlah Tingkat Kecemasan Keluarga No Pasien n % 1 Ringan 9 30,0 2 Sedang 13 43,3 3 Berat 8 26,7 Total 30 100 Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 7 Menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat kecemasan, didapatkan frekuensi tertinggi pada tingkat kecemasan kategori sedang, yaitu sebanyak 13 orang atau 43,3% dari 30 total responden. Dan frekuensi terendah adalah tingkat kecemasan kategori berat sebanyak 8 orang atau 26,7% dari 30 total responden, dan sebanyak 9 orang atau 30,0% responden memiliki tingkat kecemasan kategori ringan.
Analisis bivariat Tabel 8 Analisis Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Pelaksanaan Tingkat Kecemasan Keluarga pasien Komunikasi Jumlah ringan sedang Berat Terapeutik 0 0,0 3 3 Total Kurang 0,0% 0,0% 10,0% 10,0% % 2 12 3 17 Total Cukup 6,7% 40,0% 10,0% 56,7% % 7 1 2 10 Total Baik 23,3% 3,3% 6,7% 33,3% % 9 13 8 30 Total Jumlah 30,0% 43,3% 26,7% 100,0% % ρ = 0,002 Spearmen Corellation r = -0,549 Sumber : Data Primer, 2014 Tabel 8 menunjukkan hasil analisis korelasi antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga di ruang ICU RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo menggunakan korelasi spearman rank diperoleh nilai korelasi sebesar -0,549 dengan signifikansi sebesar 0,002 (signifikansi < 0,05). Kemudian dilakukan perbandingan dimana, dapat diketahui bahwa nilai signifikan lebih kecil dari pada α (α= 0,05), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan (korelasi) antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang ICU RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Sedangkan nilai negatif pada korelasi yaitu (-0,549), menunjukkan semakin baik komunikasi terapeutik perawat maka tingkat kecemasan keluarga pasien akan semakin ringan, atau dapat dikatakan bahwa komunikasi terapeutik perawat dan tingkat kecemasan keluarga memiliki hubungan atau korelasi yang berkebalikan. Pembahasan Komunikasi terapeutik Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik, didapatkan frekuensi tertinggi pada komunikasi terapeutik kategori cukup, yaitu sebanyak 17 orang atau 56,7% dari 30 total responden. Dan frekuensi terendah adalah pelaksanaan komunikasi terapeutik kurang sebanyak 3 orang atau 10,0% dari 30 total responden, dan sebanyak 10 orang atau 33,3% responden memiliki persepsi komunikasi terapeutik perawat baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswanto, dkk (2012) dimana komunikasi terapeutik perawat didapatkan frekuensi tertinggi pada komunikasi terapeutik perawat kategori cukup, dan frekuensi terendah adalah perawat dengan komunikasi terapeutik buruk.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya (Purwanto, 1994). Menurut Mundakir (2006) melakukan proses komunikasi terapeutik seorang perawat harus mengetahui dasar, tujuan, manfaat, proses, teknik, dan tahapan dalam komunikasi dan melaksanakannya dengan sikap yang benar di rumah sakit. Pada penelitian ini, pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat masih dinilai cukup oleh peneliti, karena mungkin kurang kesadaran diri dari perawat tentang arti penting dari komunikasi terapeutik itu sendiri. Hal ini mungkin disebabkan karena dalam menjalankan komunikasi terapeutik ada hambatan hambatan yang dapat mengganggu proses komunikasi antara perawat dengan keluarga pasien. Karena hambatan selama berkomunikasi itulah akan memberikan dampak tidak berjalan dengan baik suatu proses komunikasi. Tingkat kecemasan keluarga pasien Tabel 7 Menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat kecemasan, didapatkan frekuensi tertinggi pada tingkat kecemasan kategori sedang, yaitu sebanyak 13 orang atau 43,3% dari 30 total responden. Dan frekuensi terendah adalah tingkat kecemasan kategori berat sebanyak 8 orang atau 26,7% dari 30 total responden, dan sebanyak 9 orang atau 30,0% responden memiliki tingkat kecemasan kategori ringan. Kecemasan/ansietas merupakan suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang yang mengalami cemas, merasa ketakutan akan kehilangan kepercayaan diri dan merasa lemah sehingga tidak mampu untuk bersikap dan bertindak secara rasional (Wiramihardja, 2007). Secara teori dijelaskan bahwa Ansietas pada klien dan keluarga yang menjalani perawatan di unit perawatan kritis terjadi karena adanya ancaman ketidakberdayaan kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi dan harga diri, kegagalan membentuk pertahanan, perasaaan terisolasi dan takut mati. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswanto, dkk (2012) dimana tingkat kecemasan frekuensi tertinggi pada tingkat kecemasan kategori sedang, dan frekuensi terendah pada tingkat kecemasan kategori berat. Yang menyatakan ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan orang tua anak. Kecemasan kategori sedang yang terjadi pada keluarga pasien yang salah satu anggota keluarganya dirawat di ruang ICU, terjadi karena ancaman ketidakberdayaan, kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi dan harga diri. Selain itu pula dipengaruhi oleh faktor intrinsik misalnya jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan faktor ekstrinsik misalnya keadaan kesehatan pasien, diagnosa dokter, lingkungan ICU, biaya, dan juga kurangnya informasi yang didapatkan keluarga pasien mengenai kondisi kesehatan pasien,. Teori menjelaskan bahwa Untuk membantu meningkatkan perasaan pengendalian diri pada klien dan keluarga salah satunya dapat melalui pemberian informasi dan penjelasan (Hudak & Gallo, 1997). Pemberian informasi
dan penjelasan ini dapat dilakukan dengan baik apabila didukung oleh pelaksanaan komunikasi yang efektif. Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien Tabel 8 didapatkan hasil analisis korelasi antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang ICU RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo menggunakan korelasi spearman rank diperoleh nilai korelasi sebesar -0,549 dengan signifikansi sebesar 0,002 (signifikansi < 0,05). Kemudian dilakukan perbandingan dimana, dapat diketahui bahwa signifikansi lebih kecil dari pada α (α=0,05), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan (korelasi) antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang ICU RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Sedangkan nilai negatif pada korelasi yaitu (-0,549), menunjukkan semakin baik komunikasi terapeutik perawat maka tingkat kecemasan keluarga pasien akan semakin ringan, atau dapat dikatakan bahwa komunikasi terapeutik perawat dan tingkat kecemasan keluarga memiliki hubungan atau korelasi yang berkebalikan. Dalam teori dijelaskan bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pemberian asuhan keperawatan. Menurut Purwanto, (1994) komunikasi yang terjalin baik akan menimbulkan kepercayaan sehingga terjadi hubungan yang lebih hangat dan mendalam. Sementara Tamsuri, (2006) menjelaskan bahwa komunikasi dapat menjadi jembatan /penghubung dalam menurunkan tingkat kecemasan yang terjadi. Komunikasi terapeutik juga mengajarkan teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengawali pembicaraan sehingga dapat diterima oleh semua pihak agar dapat mencapai tujuan keperawatan yang diinginkan dari hasil interaksi yang dilakukan oleh perawat kepada klien. Dari hasil interaksi inilah perawat dapat mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga pasien, sehingga perawat dapat merencanakan, melakukan tindakan, dan mengevaluasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh keluarga pasien. Penelitian yang dilakukan peneliti diperoleh nilai korelasi -0,549 yang artinya memiliki korelasi sedang (Dahlan, 2012). Menunjukkan semakin baik komunikasi terapeutik perawat maka tingkat kecemasan keluarga pasien akan semakin ringan, atau dapat dikatakan antara variabel komunikasi terapeutik dan variabel tingkat kecemasan keluarga pasien memiliki hubungan yang berkebalikan. Korelasi sedang ini peneliti berasumsi bahwa ada penyebab lain dari kecemasan keluarga yang tetap tidak bisa diselesaikan dengan komunikasi yang dilakukan perawat. Demikian halnya dengan komunikasi terapeutik yang sudah dinilai baik oleh reponden akan tetapi masih ditemukan adanya kecemasan berat. Peneliti berasumsi bahwa ada faktor faktor tertentu yang menyebabkan kecemasan pada keluarga pasien selain kurangnya komunikasi terapeutik. Misalnya masalah biaya perawatan yang tidak dikaji, dan juga karena diruangan ICU merupakan lingkungan yang nampak menakutkan bagi keluarga pasien dan diruangan ini juga banyak ditemukan pasien yang meninggal dunia, hubungan kekeluargaan yang sangat dekat, Sehingga faktor itulah yang menyebabkan kecemasan pada keluarga selain kurangnya komunikasi terapeutik
Keterbatasan Penelitian 1. Banyaknya jumlah pernyataan pada kuisioner tingkat kecemasan memungkinkan responden menjawab asal-asalan. 2. Kesibukan, keadaan pasien yang tidak tenang memungkinkan responden terganggu konsentrasinya untuk menjawab pertanyaan dan pernyataan sehingga kadangkala ditemukan responden yang menjawab asal-asalan. 3. Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan observasi langsung kepada perawat pelaksana dalam melakukan komunikasi kepada responden sehingga hasil penelitian ini dirasa kurang representatif. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasaran hasil penelitian dan pembahasan yang telah dituliskan pada bab sebelumnya maka pada bab ini akan diuraikan beberapa simpulan yaitu : 1. Komunikasi terapeutik perawat masih dinilai cukup . Frekuensi tertinggi pada komunikasi terapeutik perawat kategori cukup, yaitu sebanyak 17 orang (56,7%), komunikasi terapeutik baik 10 orang (33,3%), dan komunikasi terapeutik kurang 3 orang (10,0%). 2. Tingkat kecemasan keluarga pasien dinilai sedang. Frekuensi tertinggi pada tingkat kecemasan kategori sedang, yaitu sebanyak 13 orang (43,3%), tingkat kecemasan ringan 9 orang (30,0%) dan tingkat kecemasan berat 8 orang (26,7%). 3. Berdasarkan hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien diperoleh ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang ICU RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Saran Pada bagian akhir penelitian ini, peneliti menyarankan kepada : 3.2.1 Perawat Diharapkan perawat banyak memberikan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan 3.2.2 Rumah sakit Hendaknya, senantiasa mendorong peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan, khususnya pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat kepada pasien ataupun keluarga. 3.2.3 Keluarga pasien Diharapkan keluarga pasien dapat memperbaiki keadaan pada saat mengalami kecemasan. 3.2.4 Peneliti lain Adanya penelitian yang lebih lanjut dan mendalam tentang efektivitas komunikasi terapeutik perawat terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien ataupun keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta Baqi, Z. A. 2005. Sukses Keluarga Mendidik Balita. Jakarta. Pena Pundi Aksara Carpenito dan Moyet. 2003. Buku Saku Keperawatan. Jakarta. Buku Saku Kedokteran EGC Dahlan. S. M. 2012. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta. Salemba Medika Damaiyanti, M. 2010. Komunikasi Terapeutik : dalam Praktik Keperawatan. Bandung. Reflika Aditama Friedmen, M. M. 1998. Family Nursing: Research, Theory, dan Praktik, Ed 4. Stamford. Appleton dan Lange. Hastono, S. P. 2001. Analisis Data. Jakarta: FKM-UI Hawari, D. 2004. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta Selatan. Salemba Medika Hudak dan Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta. EGC Husain, P.A.S. 2013. Gambaran Tingkat Kecemasan dalam Merawat Anggota Keluarga yang Menderita Stroke diruang Neuro RSUD Prof.Dr.Hi.Aloei Saboe Kota Gorontalo. Skripsi. Gorontalo. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo Kaplan, H.I, & Sadock, B. J. 1997. Synopsis of Psychiatry, Sinopsis Psikiatri. Jakarta. Binarupa Aksara Keliat, B.A. 1996. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Jakarta. EGC Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan, Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Murwani, A. 2009. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Keperawatan. Yogyakarta. Fitramaya Musliha dan Siti. 2010. Komunikasi Perawat. Yogyakarta. Nuha Medika Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. PT. Rineka Cipta Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika Potter, P.A., & Perry, A. G. 2005 . Buku Aiar Fundamentat Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik (edisi4). Jakarta. EGC. Purwanto, H. 1994. Komuikasi untuk Perawat. Jakarta. EGC Rachmawaty. 2003. Hubungan Komunikasi Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pada Pasien yang di Rawat di Unit Perawatan Kritis Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.http://keperawatanonline.wordpress.com/xmlrpc.php">. Diakses pada tanggal 8 desember 2013
Rahmatiah, I. N. 2013. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di ruang ICU RSUD Dr. M.M Dunda Limboto. Skripsi. Gorontalo. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo Setiadi. 2013. Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan. Yokyakarta. Graha Ilmu Setyoadi dan Khushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta. Salemba Medika Stuart, G.W dan Sundeen S.J, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta. EGC Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 5. Jakarta. EGC Sufren, & Natanael, 2013. Mahir Menggunakan SPSS Secara Otodidak. Jakarta. PT Elex Media Komputindo Sugiyono, 2009. Statistik Non Parametris untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung. Alfabeta Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. Buku Kedokteran EGC Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik : Teori dan Praktik. Jakarta. EGC Sulistyo, A. 2012. Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan Praktik Keperawatan. Graha Ilmu : Yogyakarta. Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga : Aplikasi dalam Praktek. Jakarta: EGC Tamsuri, A. 2006. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta. EGC Triwibowo, C. 2013. Manajemen Pelayanan Keperawatan : di Rumah Sakit. DKI Jakarta. Trans Info Media Jakarta Universitas Negeri Gorontalo. 2013. Buku Panduan Penulisan Proposal/Skripsi. Gorontalo. UNG Uripni, C.L. dkk. 2003. Komunikasi Kebidanan. Jakarta. EGC Wilda, dkk. 2012. Hubungan antara Komunikasi Perawat dengan Kecemasan Keluarga yang Salah Satu Anggota Keluarganya Dirawat di Ruang ICCU RSD Sidoarjo. http://digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/req.php. diakses pada tanggal 8 desember 2013 Wiramihardja, S.A. 2007. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung. Reflika Aditama