*Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
Kajian Penggunaan Obat Gatritis Pasien Rawat Inap Di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango Study of The Use Gastritis Drugs on Inpatient in RSUD Toto Kabila Bone Bolango District Arfenilla Salamanya1, Nur Rasdianah2, Madania3 Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG 2,3) Dosen Jurusan Farmasi, FIKK, UNG E-mail:
[email protected]
1),
ABSTRAK Gastritis merupakan salah satu masalah saluran pencernaan yang paling sering ditemukan, gastritis terjadi karena adanya peradangan atau pendarahan pada mukosa lambung. Penelitiaan ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dimana data sekunder diambil dari rekam medik, dengan tujuan untuk mengetahui jenis obat yang paling banyak digunakan dan membandingkan kombinasi obat dengan tingkat kesembuhan penyakit gastritis pada pasien gastritis di RSUD Toto Kabila. Data yang digunakan diperoleh dari rekam medik pasien, meliputi nama, usia, jenis kelamin, lama terapi di rumah sakit, serta jenis obat yang diberikan, di catat pada lembar pengambilan data kemudian diolah dengan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis obat yang paling banyak digunakan yaitu ranitidin sebanyak 42 obat (40%). Dan kombinasi obat gastritis tingkat kesembuhannya baik yaitu ranitidin dan antasida sebanyak 32 obat (60%) dengan lama terapi 1-2 hari. Ranitidin menempati reseptor histamin H2 secara selektif di permukaan sel-sel parietal sehingga menghambat sekresi asam lambung, sedangkan antasida bekerja menetralkan asam lambung. Kata kunci : Obat Gastritis
Gastritis merupakan salah satu masalah saluran pencernaan yang paling sering ditemukan (Diyono & Mulyanti, 2013:54). Gastritis terjadi karena berbagai sebab. Paling umum akibat peningkatan produksi asam lambung atau menurunnya daya tahan dinding lambung terhadap pengaruh luar (Uripi, 2001:13). Umumnya ini terjadi sebagai suatu kondisi yang akut, dan sering timbul karena salah makan. Dapat terjadi ketika menyantap makanan yang banyak bumbunya dan pedas, juga minum minuman beralkohol dalam jumlah banyak, dan merokok juga dapat menjadi penyebab atau memperhebat gejala yang sudah ada (John, 2006:296). Dinegara barat seperti Amerika Serikat, tercatat kematian yang disebabkan gastritis mencapai 8-10 % setiap tahunnya dengan angka perbandingan 150 per 1000 populasi. Angka kejadian gastritis di Indonesia cukup tinggi, dari penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6 % yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Jakarta 50 %, Denpasar 46 %, *Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
Palembang 35,5 %, Bandung 32,5 %, Aceh 31,7 %, Surabaya 31,2 % dan Pontianak 31,1 % (Sulastri dkk, 2012). Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2006 penyakit gastritis berada pada urutan kelima dari sepuluh penyakit terbanyak dengan jumlah kunjungan pasien terbanyak berobat ke rumah sakit dan puskesmas sebanyak 32,1% (44.971) kunjungan untuk semua umur Berdasarkan survei yang dilakukan pada masyarakat Jakarta tahun 2007 yang melibatkan 1.645 responden didapatkan bahwa pasien dengan masalah gastritis ini mencapai angka 60%. Artinya masalah gastritis memang ada dimasyarakat dan tentunya memang harus menjadi perhatian (Yanti, 2010). Menurut hasil data rekapitulasi rekam medik RSUD Toto Kabila, penyakit gastritis termasuk dalam10 penyakit terbesar untuk pasien rawat inap (Anonim, 2013). Pengobatan gastritis bertujuan untuk menghilangkan nyeri, menghilangkan inflamasi dan mencegah terjadinya ulkus lambung dan komplikasi. Berdasarkan patofisiologinya terapi farmakologi gastritis ditujukan untuk menekan faktor agresif dan memperkuat faktor defensif. Pada saat ini pengobatan ditujukan untuk mengurangi asam lambung. Selain itu pengobatan gastritis juga dilakukan dengan memperkuat mekanisme defensive mukosa lambung dengan obat-obat sitoproteksi. Banyaknya pilihan obat yang digunakan untuk mengobati gastritis maka dalam hal ini kajian penggunan obat bertujuan untuk melihat golongan obat gastritis yang paling banyak digunakan. Dalam pengobatan gastritis biasanya juga digunakan terapi tunggal, namun ada beberapa yang menggunakan terapi kombinasi 2 jenis obat. Biasanya obat yang digunakan dalam terapi kombinasi diberikan berdasarkan derajat gastritisnya. Banyak penderita yang dapat disembuhkan dengan pengobatan tersebut, tetapi banyak pula yang sukar disembuhkan (Irawati, 2012). Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Kajian Penggunaan Obat Gastritis Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango”. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian yang di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan 22 Mei-19 Juni 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi “Cross Sectional”. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar pengumpulan data dari rekam medik pasien. Subyek Penelitian Jumlah subyek penelitian ini adalah 50 pasien yang rawat inap yang mengalami gastritis akut dan gastritis kronik di RSUD Toto Kabila periode Oktober 2013 - Maret 2014. Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada adalah purposive sampling, yaitu dengan mengambil sampel untuk tujuan tertentu. Sampel yang digunakan yaitu data rekam medik pasien gastritis di RSUD Toto Kabila yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. 1. Kriteria Inklusi *Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
a. Pasien dengan data rekam medik yang lengkap b. Pasien dengan diagnosa mengalami gastritis akut dan gastritis kronik 2. Kriteria eksklusi Pasien dengan rekam medik yang tidak lengkap Definisi Operasional 1. Penggunaan obat gastritis adalah pasien menerima obat berdasarkan tingkat gastritisnya, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individual dan untuk jangka waktu yang cukup (adekuat). 2. Jenis obat merupakan pemilihan obat yang tepat berdasarkan golongan, fungsi, dan jenis penyakit yang diderita oleh pasien. 3. Lama terapi adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk pengobatan dan perawatan penyakit gastritis. Pengumpulan Data Teknik pengambilan data dilakukan dengan pengumpulan data melalui pencatatan rekam medik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Toto Kabila meliputi data pasien (nama, usia, jenis kelamin, tanggal masuk dan tanggal keluar rumah sakit dan lain-lain) dan peresepan (jenis obat, dosis obat, dan lama terapi pengobatan). Data yang telah diambil kemudian ditulis ke lembar pengambilan data yang sudah disiapkan. Data rekam medik yang kurang dilengkapi dengan catatan perawat. Analsis Data Pada penelitian ini digunakan teknik analisis data univariat dimana analisis ini digunakan untuk menghitung frekuensi dan presentase dari variabel mandiri, data yang di hitung yaitu jenis obat dan kombinasi obat yang banyak digunakan. HASIL PENELITIAN Gambaran Subyek Umum Penelitian Dari hasil penelitian jumlah pasien yang menderita gastritis dari Oktober 2013Juni 2014 sebanyak 50 orang. Hasil penelitian berdasarkan distribusi frekuensi profil subyek penelitian meliputi umur dan jenis kelamin, dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut : Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Profil Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Jumlah Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur (Tahun) 16-25 26-35 36-45 46-55 56-65
N
%
14 36
28% 72%
8 10 12 13 7
16% 20% 24% 26% 14%
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
*Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
Dari tabel distribusi frekuensi profil subyek penelitian di atas dapat dibuat diagram pie berikut ini : 0 0
28%
72%
Laki-laki
Perempuan
Gambar 4.1 Presentase Profil Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan grafik distribusi jenis kelamin terlihat bahwa pasien yang mengalami penyakit gastritis lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 36 pasien (72%) dan laki-laki berjumlah 14 pasien (28%).
14%
16%
20%
26%
24%
16-25
26-35
36-45
46-55
56-65
Gambar 4.2 Presentase Profil Subyek Penelitian Berdasarkan Umur Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur 46-55 tahun adalah kelompok umur pasien yang paling banyak menderita penyakit gastritis yaitu mencapai 13 orang pasien dengan presentase 26%, Kelompok umur 36-45 tahun sebanyak 12 pasien (24%), kelompok umur 26-35 tahun sebanyak 10 pasien (20%), kelompok umur 16-25 tahun sebanyak 8 pasien (16%), dan kelompok umur 56-65 tahun sebanyak 7 pasien (14%).
*Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
Jenis Obat Gastritis Hasil penelitian berdasarkan distribusi frekuensi jenis obat yang digunakan dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Obat Gastritis yang digunakan Jumlah Nama Obat n % Ranitidin Antasida Omeprazole Sucralfat
42 41 11 11
40% 39% 10,4% 10,4%
Total
105
100
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Dari tabel distribusi frekuensi jenis obat yang digunakan di atas dapat dibuat dalam bentuk diagram pie sebagai berikut :
10,40% 10,40%
40%
39%
Ranitidin
Antasida
Omeprazol
Sucralfat
Gambar 4.3 Presentase Jenis Obat Gastritis yang digunakan Dari grafik di atas dapat dilihat jenis obat gastritis yang paling banyak digunakan adalah ranitidin sebanyak (40%), kemudian antasida 39%), omeprazole (10,40%), dan sucralfat (10,40%).
*Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
Profil Terapi Obat Gastritis Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Profil Terapi Obat Gastritis Nama Obat
Lama Terapi 1-2 hari 2-3 hari 2 hari 2 hari 1 hari 1 hari 2 hari
Ranitidin, Antasida Omeprazole, Antasida Ranitidin, Antasida, Sucralfat Ranitidin, Sucralfat Omeprazole, Sucralfat Ranitidin, Omeprazole, Sucralfat Ranitidin, Omeprazole, Antasida
Jumlah n % 32 60,4% 7 13,2% 2 3.7% 8 15,0% 1 1,8% 3 5,6% 1 1,8% 53
Total
100
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Tabel distribusi frekuensi profil terapi obat gastritis diatas dapat dibuat diagram pie sebagai berikut : 1,80%
5,60%
1,80%
15,00% 3,70% 13,20%
60,40%
Ranitidin, Antasida
Omeprazole, Antasida
Ranitidin, Antasida, Sucralfat
Ranitidin, Sucralfat
Omeprazole, Sucralfat
Ranitidin, Omeprazole, Sucralfat
Ranitidin, Omeprazole, Antasida
Gambar 4.4 Presentase Profil Terapi Obat Gastritis Grafik di atas menunjukkan profil terapi obat gastrtis yang paling banyak digunakan yaitu kombinasi ranitidin dan antasida (60,40%) dengan lama terapi pengobatan 1-2 hari, kemudian kombinasi ranitidin dan sucralfat (15,0%) dengan lama terapi 2-3 hari, kombinasi omeprazole dan antasida (13,20%) lama terapi 2 hari, kombinasi ranitidin, omeprazole, sucralfat (5,6%) lama terapi 2 hari, kombinasi antara ranitidin, antasida, sucralfat (3,7%) lama terapi 2 hari, dan kombinasi ranitidin, omeprazole, antasida (1,80%) lama terapi 3 hari.
*Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
PEMBAHASAN RSUD Toto Kabila merupakan rumah sakit peninggalan pemerintah Jepang yang didirikan pada tahun 1942. Awalya RSUD Toto Kabila merupakan rumah sakit khusus penderita kusta, pada tanggal 2 Juni 2009 melalui surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 402/MENKES/SK/VI/2009 RSUD Toto Kabila menjadi rumah sakit yang berklasifikasi kelas C. Rumah sakit Toto Kabila merupakan salah satu rumah sakit yang memilki banyak pasien gastritis. Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan diperoleh jumlah pasien gastritis mencapai 50 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dimana untuk pasien yang mengalami gastritis akut sebanyak 28 orang dan gastritits kronik sebanyak 22 orang. Penderita gastritis paling banyak terjadi pada pasien yang berjenis kelamin perempuan. Dari hasil penelitian (tabel 4.1) menunjukkan bahwa pasien yang berjenis kelamin perempuan dengan jumlah pasien 36 pasien (72%) dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki yang hanya berjumlah 14 pasien (28%). Hal ini sesuai dengan data Depkes (2007) tentang data distribusi penyakit saluran cerna pada pasien rawat jalan, dimana pasien yang paling banyak mengalami gangguan saluran pencernaan adalah perempuan dengan jumlah penderita 70.873 orang dan laki-laki 57.045 orang. Dan juga sejalan penelitian yang dilakukan oleh Margareth (2014) tentang hubungan antara kebiasaan makan dengan gastritis pada mahasiswa jurusan kedokteran angkatan 2010 universitas samratulangi mengatakan jenis kelamin perempuan yang paling banyak mengalami penyakit gastritis dengan jumlah pasien 31 orang (55,4%) dibandingkan dengan laki-laki yang hanya berjumlah 25 orang. Penyakit gastritis sering terjadi pada perempuan karena tingkat stres pada perempuan lebih tinggi daripada laki laki, dan pada perempuan lebih sulit untuk mengontrol dan mengendalikan emosi yang merupakan pemicu timbulnya stres yang merupakan salah satu faktor penyebab gastritis ( Isnarti & Ritandiyah 2006). Menurut Afifah (2003) dalam Zaenal menyatakan bahwa perempuan lebih banyak menderita gastritis karena perempuan rentan secara psikologis untuk mengalami stres. Stres yang dialami akan berefek pada saluran pencernaan antara lain menyebabkan luka (ulcer) pada saluran pencernaan termasuk lambung. Mekanisme terjadinya luka lambung akibat stres adalah melalui peningkatan asam lambung, yang mengiritasi dinding mukosa lambung dan berkurangnya produksi mukus yang berfungsi sebagai lapisan pelindung dinding lambung. Hormon juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sensitifitas seseorang terhadap nyeri. Perempuan secara biologis lebih sensitif terhadap nyeri daripada laki laki. Menurut Tulaar (2007) dalam Zaenal (2009) wanita pasca monopause yang menggunakan terapi sulih hormon(hormon replacement therapy) lebih sensitif terhadap nyeri daripada wanita pasca monopause yang tidak menggunakan terapi sulih hormon dan pria. Untuk kelompok usia yang paling banyak mengalami penyakit gastritis yaitu kelompok usia 46-55 tahun dengan jumlah pasien 13 orang (26%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Apriyanti (2012) di desa Hunggaluwa dimana pasien gastritis berumur 41-64 tahun dengan jumlah 29 pasien (53,70 %). Rata-rata pasien yang mengalami gastritis berumur di atas 40 tahun ke atas, ini dikarenakan pola hidup yang tidak sehat yang meliputi kebiasaan makan, merokok, stres, dan lain-lain. Usia muda dandewasa termasuk *Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
dalam kategori usia produktif. Pada usia tersebut merupakan usia denganberbagai kesibukan karena pekerjaan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sehingga lebihcenderung untuk terpapar faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terkenagastritis, seperti pola makan yang tidak teratur, stres di tempat kerja, kebiasaan merokok, danpola hidup tidak sehat lainnya akibat berbagai aktivitas dan kesibukan di usia produktif tersebut (Gusti, 2011). Menurut Maulidiyah (2006) dalam Gusti (2001) Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwaseiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebihcenderung memiliki infeksi Helicobacter pyloriatau gangguan autoimun daripada orang yanglebih muda. Hasil penelitian pada (tabel 4.2) menunjukkan bahwa jenis obat yang paling banyak digunakan untuk terapi gastritis yaitu ranitidin sebanyak 42 obat (40%). Hal ini didukung dengan penelitian Fenny (2005) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah M.Yunus Bengkulu bahwa penggunaan obat yang paling banyak digunakan adalah ranitidin sebanyak 92 obat (65%) dan penelitian yang dilakukan oleh Muyassaroh (2009) di Rumah Sakit Umum Islam Kustati Surakarta obat yang paling banyak digunakan adalah ranitidin sebanyak 40 obat (39,24%). Ranitidin merupakan golongan antagonis reseptor H2, dimana obat-obat ini menempati reseptor histamin H2 secara selektif di permukaan sel-sel parietal sehingga sekresi asam lambung dan pepsin sangat dikurangi (Tjay & Rahardja, 2007:268). Selanjutnya jenis obat yang banyak digunakan setelah ranitidin yaitu antasida sebanyak 41 obat (39%) antasida merupakan obat yang paling umum digunakan untuk mengobati gejala gastritis yang ringan, semua obat antasida mempunyai fungsi untuk mengurangi gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, tukak lambung, gastritis, tukak usus dua belas jari, dengan gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati dan perasaan penuh pada lambung. Antasida termasuk dalam senyawa basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung untuk membentuk air dan garam(Mycek dkk, 2001:244). Terapi lainnya dengan menggunakan obat gastritis golongan penghambat pompa proton yaitu omeprazole sebanyak 11 obat (10,4%) dan obat golongan aluminium sukrosasulfat yaitu sucralfat (10,4%). Omeprazole bekerja menghambat dengan praktis sekresi asam dengan jalan menghambat enzim H+/K+-ATPase secara selektif dalam sel-sel parietal dan menekan sekresi ion hidrogen ke dalam lumen lambung. Sedangkan sucralfat bekerja menetralkan asam dan menahan kerja pepsin (Tjay & Rahardja, 2007:269). Penggunaan ranitidin digunakan oleh 42 orang dari 50 pasien gastritis, ini dikarenakan ranitidin relatif memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan obat lain, penggunaan ranitidin lebih besar tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, harga relatif lebih murah, dan tersedia dalam bentuk generik maupun non generik (Hasanah, 2007:12). Mekanisme kerja antagonis reseptor histamin H2 adalah menghambat sekresi asam lambung dengan melakukan inhibisi kompetitif terhadap reseptor histamin H2 yang terdapat pada sel parietal dan menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh makanan, ketazol, pentagrastin, kafein, insulin, danrefleks fisiologi vagal. *Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
Antasida digunakan oleh 41 orang dari 50 pasien, antasida merupakan obat umum untuk mengobati gejala gastritis ringan. Antasida merupakan obat kedua yang paling banyak digunakan setelah ranitidin. Antasida pada penelitian ini banyak dikombinasikan dengan ranitidin, omeprazole, dan sukralfat. Golongan antasida terdiri atas aluminium, magnesium, kalsium karbonat, dannatrium bikarbonat. Mekanisme kerja antasida yaitu menetralisis atau mendaparsejumlah asam tetapi tidak melalui efek langsung, atau menurunkan tekananesophageal bawah (LES). Kegunaan antasida sangat dipengaruhi oleh rata-ratadisolusi; efek fisiologi kation; kelarutan air; dan ada atau tidak adanya makanan. Antasida dapat memberikan efek samping terutama pada penggunaan dosis besar jangka lama, efek samping yang ditimbulkan antara lain batu ginjal, osteoporosis, neurotoksisitas, saluran cerna, dan asupan natrium (Anonim, 2007:520). Penggunaan obat omeprazole dan sucralfat digunakan oleh 11 orang dari 50 pasien. Omeprazole merupakan obat pemilihan pertama dalam pengobatan gastritis, namun kerjanya panjang akibat kumulasi di sel-sel tersebut.Mekanisme kerja penghambat pompa proton adalah basa lemah netral mencapai selparietal dari darah dan berdifusi ke dalam sekretori kanalikuli, tempat obat terprotonasidan terperangkap. Zat yang terprotonasi membentuk asam sulfenik dan sulfanilamide.Sulfanilamide berinteraksi secara kovalen dengan gugus sulfhidril pada sisi kritisluminal tempat H+,K+-ATPase, kemudian terjadi inhibisi penuh dengan dua molekuldari inhibitor mengikat tiap molekul enzim. Efek samping obat ini yaitu sebesar 5-10% pasien yang menggunakan obat ini dapat meningkatkan level gastrin sampai >500 ng/L, sehingga obat ini tidak dapat digunakan dalam waktu yang lama (Anonim, 2007:523). Sedangkan sucralfat merupakan obat yang tidak memiliki efek langsung terhadapasam lambung.Mekanisme kerja sukralfat adalah membentuk kompleks ulser adheren dengan eksudat protein seperti albumin dan fibrinogen pada sisi ulser dan melindunginya dari serangan asam, membentuk barier viskos pada permukaan mukosa di lambung dan duodenum, serta menghambat aktivitas pepsin dan membentuk ikatan garam dengan empedu Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosaesofagus, sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin dangaram empedu. Golongan opat ini cukup aman diberikan karena bekerja di permukaan (sitoproteksi). Menurut Dipiro (2008) dalam Wardanaiati (2011:3) mengatakan bahwa tujuan utama dalam pengobatan gastritis adalah menghilangkan nyeri, menghilangkan inflamasi dan mencegah terjadinya ulkus lambung dan komplikasi. Berdasarkan patofisiologinya terapi farmakologi gastritis ditujukan untuk menekan faktor agresif dan memperkuat faktor defensif. Sampai saat inipengobatan ditujukan untuk mengurangi asam lambung yakni dengan caramenetralkan asam lambung dan mengurangi sekresi asam lambung. Selain itupengobatan gastritis juga dilakukan dengan memperkuat mekanisme defensifmukosa lambung dengan obat-obat sitoproteks. Dalam pengobatan gastritis biasanya digunakan terapi tunggal, namun ada beberapa yang menggunakan terapi kombinasi 2 jenis obat. Biasanya obat yang digunakan dalam terapi kombinasi diberikan berdasarkan derajat gastritisnya. Banyak penderita *Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
yang dapat disembuhkan dengan pengobatan tersebut di atas, tetapi banyak pula yang sukar disembuhkan karena sebagian besar obat yang diberikan hanya digunakan untuk mengobati gejala gangguan saluran pencernaan yang umum seperti mual, muntah dan dispepsia, dan bukan untuk mengobati penyakit peptik ulser, sehingga ketidak tepatan penggunaannya cukup besar (Hasanah, 2007:17). Dari hasil penelitian (tabel 4.3) terapi kombinasi ranitidin dan antasida dengan jumlah 32 obat (60,4%) paling banyak digunakan dengan lama terapi 1-2 hari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardanaiati (2011) di RSUD Ahmad Mochtar Bukit Tinggi mengatakan bahwa kombinasi ranitidin dan antasida 80% keluhannya hilang dan penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2014) di Puskesmas Dulalowo mengatakan bahwa kombinasi yang paling banyak dipakai adalah antasida dan ranitidin. Ranitidin secara selektif mengurangi sekresi asam lambung akibat histamin dengan meghambat reseptor H 2 di lambung. Ranitidin dikombinasikan dengan antasida untuk menghilangkan keluhan nyeri. Efek samping dari kombinasi antasida dan ranitidin yaitu antasida dapat menyebabkan penurunan absorbsi dari ranitidin hingga 33%, sehingga ranitidin diberikan selang waktu 1-2 jam setelah pemberian antasida dan pemberian antasida bersama ranitidin dapat meninggikan pH intragaster . Kombinasi kedua yang paling banyak digunakan yaitu kombinasi ranitidin dan sucralfat dengan jumlah 8 obat (15%) dengan lama terapi 2 hari, kombinasi ranitidin dengan sukralfatmemberikan efek terapi yang baik dalam pengobatan gastritis dimana ranitidin berperan dalam mengurangi faktor agresif dengan cara menghambat histamin pada reseptor H2 sel parietal sehingga sel parietal tidak terangsang mengeluarkan asam lambung. Sedangkan sukralfat berperan dalam meningkatkan faktor devensif dengan cara melindungi mukosa lambung (William &Wilkins 2010). Sukralfat memerlukan pH asam untuk aktivasinya sehingga tidak boleh digunakan secara bersamaan dengan ranitidin. Kombinasi berikutnya yaitu kombinasi omeprazole dan antasida sebanyak 7 obat (13,2) dengan lama terapi 23 hari. Omeprazole memerlukan waktu penyembuhan lama dikarenakan penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan menurunkan sekresi asam lambung basal atau akibat stimulasi, lepas dari jenis perangsangnya histamin, asetilkolin, dan gastrin (Anonim, 2007:522). Antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri. Kombinasi ranitidin, omeprazole, dan sucralfat sebanyak 3 obat (5,6%) dengan lama terapi 2 hari, dimana ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel, perangsangan reseptor H 2 akan merangsang sekresi asam lambung sehingga pemberian ranitidin akan menghambat sekresi asam lambung. Omeprazole bekerja mengontrol sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa proton yang mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal lambung. Dan sukralfat bekerja di permukaan sebagai sawar terhadap HCL dan pepsin (Anonim, 2007:282,522,524). Kombinasi ranitidin, antasida dan sucralfat berjumlah 2 obat (3,7%) dengan lama terapi 2 hari. Dimana rantidin bekerja menghambat sekresi asam lambung dengan melakukan inhibisi kompetitif terhadap reseptor histamin H2 yang terdapat pada sel parietal dan menghambat sekresi asam lambung, antasida dapatmenetralkan asam lambung dengan cara meningkatkan pH lumen lambung, sedangkan sukralfat melindungi *Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
mukosa dengan cara membentuk gel yang sangat lengket dan dapat melekat kuat pada dasar tukak sehingga menutupi tukak. Ketiga kombinasi tersebut tidak seharusnya diberikan, karena sukralfat memerlukan pH asam untuk aktivasinya. (Mycekdkk, 2001:245). Kombinasi terakhir yaitu omeprazole dan sucralfat; ranitidin, omeprazole, dan antasida berjumlah 1 obat (1,8%) dengan lama terapi 13 hari. Kombinasi omeprazole dan sucralfat, dimana omeprazole bekerja mengontrol sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa proton yang mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal lambung. Dan sukralfat bekerja di permukaan sebagai sawar terhadap HCL dan pepsin (Anonim, 2007:282,522,524). Sedangkan kombinasi ranitidin, omeprazole, dan antasida, yaitu dimana ranitidin bekerja menghambat secara kompetitif ikatan antara histamin dan reseptor H 2, Omeprazole bekerja dengan mengikat enzim H+/K+-Atpase sehingga menghambat sekresi asam lambung, sedangkan antasida bekerja basa lemah akan berikatan dengan asam lambung sehingga dapat menetralkan asam lambung. Obat gastritis juga dikombinasikan dengan antibiotik, antibiotik digunakan untuk mengobati gastritis kronik yang disebabkan oleh infeksi helicobakteri pylori. Antibiotik yang digunakan yaitu tetrasiklin dan amoksisilin. Dimana tetrasiklin bekerja menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya Sedangkan amoksisilin lebi luas spektrum kerjanya dimana amoksisilin dapat melewati membran fosfolipid melalui pori-porinya (Tjay & Rahardja, 2007:70). Perbedaan lama perbaikan atau terapi diatas juga dipengaruhi oleh keadaan individu masing-masing pasien, gaya hidup serta faktor penyebab timbulnya gastritis. Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa kombinasi ranitidin dengan antasida banyak digunakan karena kedua obat tersebut memiliki efek samping yang sedikit dan ringan. Ranitidin memerlukan waktu selama 6 minggu untuk menyembuhkan ulkus lambung. Penelitian yang dilakukan oleh Wardanaiati (2011) di RSUD Ahmad Mochtar Bukit Tinggi menyatakan bahwa rata-rata pasien yang diberi kombinasi obat rantidin dan antasida keluhannya menghilang dalam waktu seminggu. Ini berarti lama perawatan di rumah sakit selama 1-2 hari belum sepenuhnya menyembuhkan gastritis, sehingga perlu dilakukan penambahan lama terapi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan kajian penggunaan obat gastritis pada pasien rawat inap RSUD Toto Kabila penggunaan obat gastritis sudah sesuai. Dimana dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Jenis obat yang paling banyak digunakan untuk terapi gastritis yaitu ranitidin sebanyak 42 (40 %). Karena ranitidin memiliki efek samping yang sedikit dan ringan dibandingkan obat lainnya, dan juga gastritis langsung bekerja menghambat ikatan antara histamin dan reseptor H2. 2. Kombinasi obat gastritis yang paling banyak digunakan yaitu ranitidin dan antasida dengan jumlah 32 (60,4%) dengan lama terapi 1-2 hari. Karena kombinasi kedua obat tersebut dapat memberikan efek yang baik dalam penyembuhan gastritis akut dan kronik.
*Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah khususnya RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango disarankan untuk menggunakan kombinasi ranitidin dan antasida. Karena kombinasi kedua obat tersebut dapat menghilangkan keluhan dalam waktu 1-2 hari 2. Untuk peneliti lain Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan : a. Kerasionalan penggunaan obat gastritis pada pasien gastritis b. Membandingkan tingkat kesembuhan obat gastritis yang diberikan secara tunggal atau kombinasi c. Kajian penggunaan obat gastritis pada pasien lanjut usia d. Interaksi obat gastritis pada pasien usia lanjut e. Evaluasi penggunaan obat gastritis dengan menggunakan instrumen penelitian kuisoner DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi.Balai Penerbit FKUI. Jakarta. --------.2012. Profil RSUD Toto Kabila Kab. Bone Bolango. Apryanti, Van, G. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyakit Gastritis (Maag) Di Kelurahan Hunggulawa Kecamatan Limboto. Jurnal.Universitas Negeri Gorontalo. (http://www.google.com/77-70-1-PB.pdf). Diakses 6 Agustus 2014 Depkes. (2007). Distribusi Penyakit sistem Cerna Pasien Rawat Inap Menurut Golongan Sakit Indonesia Tahun 2006. (http://www.yanmedikdepkes.net/statistik_rs_2007/seri3/narasi/11.doc). Diakses 6 Agustus 20014 Fenny, S. 2005. Pola Penggunaan Obat Gastritis pada Pasien Gastritis Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah M.Yunus Bengkulu Selama Bulan Januari Sampai dengan Bulan Mei 2004. Thesis. Universitas Surabaya. (http://repossitory.ubaya.ac.id/eprint/9760). Diakses 12 Juli 2014 Gusti, R. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien yang Berobat Jalan Di Puskesmas Gulai Bancah Kota Bukuttinggi Tahun 2011. Jurnal. Universitas Andalas Padang. (http://www.google.com/jurnal-penelitian.pdf). Diakses 6 Agustus 2014 Hasanah, A. 2007. Evaluasi Penggunaan Obat Antipeptik Ulser Pada Penderita Rawat Tinggal Di Rumah Sakit Advent Bandung. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Padjajaran. (http://www.google.com/evaluasi+penggunaan *Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG
+obat+antipeptik+ulser+pada+penderita+rawat tinggal+di+rumah+sakit..). Diakses 16 Juli 2014 Irawati, U.2012. Studi Terapi Pemberian Obat Pada Pasien Gastritis Di Puskesmas Dulalowo Tahun 2012. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Negeri Gorontalo.(https://www.google.com/#q=studi+terapi+pemberian+obat+pa da+pasien+gastritis+di+puskesmas+dulalowo+tahun+2012). Diakses 29 April 2014 John, K. 2006. Jantung Kuat Bernapas Lega. Indonesia Publishing House. Bandung. Margareth, S. 2014. The Reletionship Between Eating Habits With The Gastritis At The Medical Faculty Level Of Student 2010 Sam Ratulangi University Manado. Jurnal. Universitas Sam Ratulangi. (http//www.google.com/4567-8784-1-SM.pdf). Diakses 6 Agustus 2014 Muyassaroh, A. 2009. Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptik Pada Pasien Tukak Peptik (Peptic Ulser Disease) Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Islam Kustati Surakarta Tahun 2008. Skripsi. Universitas Muhamadiyah Surakarta. (http//:www.google.com/evaluasi-penggunaanobat-tukak-peptik..pdf). Diakses 6 Agustus 2014 Mycek, Harvey, Champe. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi ke dua. Widya Medika. Jakarta. Tjay, Toan Hoan & Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. Edisi ke enam. Elex Media Komputindo. Jakarta. Uripi, V. 2001. Menu untuk Penderita Hepatitis dan Gangguan Saluraan Pencernaan. Puspa Swara. Jakarta. Wardaniati, I. 2011. Gambaran Terapi Kombinasi Ranitidin Dengan Sukralfat Dan Ranitidin Dengan Antasida Dalam Pengobatan Gastritis Di SMF Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ahmad Mochtar Bukittinggi. Artikel. Universitas Andalas Padang. (http://www.Artikelisna-wardaniati.pdf). Diakses 12 Juli 2014 William, L dan Wilkins, 2010, Atlas of Pathophysilogy Third Editin, Anataomical Chart Company, Philadelpia Yanti, M. 2010. Hubungan Rentang Stres Dan Kebiasaan Pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid Dengan Kejadian Gastritis Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Djamil Padang Tahun 2010. Penelitian Keperawatan Medikal Bedah. Universitas Andalas. (http://www.penelitian-yantimega.pdf). Diakses 17 Juli 2014 *Arfenilla Salamanya, 821410047, **Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt, ***Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG