*Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Studi Efektivitas dan Efek Samping Obat Anti Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Gorontalo A Study On Effectiveness and Side Effect Of Antihypertensive Drug at general Ward Room at Islamic Hospital Gorontalo Febriana Astuti Utami Monoarfa1, Teti Sutriyati Tuloli2, Nur Rasdianah3 1), Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG 2,3) Dosen Jurusan Farmasi, FIKK, UNG E-mail:
[email protected] ABSTRAK Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang sering dijumpai dan termasuk masalah kesehatan penting karena angka prevalensi yang tinggi sehingga evaluasi penggunaan obatnya perlu dilakukan. Untuk mengetahui efektivitas dan efek samping dari Nifedipin Candesartan dan Bisoprolol dilakukan penelitian croos sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Data dianalisis secara univariat dan bivariat melalui penggunaan uji Kolmogorov-Smirnov, Wilcoxon dan Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas obat anti hipertensi dalam menurunkan tekanan darah pasien yaitu Nifedipin sebesar 19,50%, Candesartan sebesar 17,05% dan Bisoprolol sebesar 16,95%. Efek samping yang terjadi setelah pasien mengonsumsi obat antihipertensi Nifedipin sebesar 47,83%, Candesartan sebesar 17,39% dan Bisoprolol sebesar 34,78%. Kata Kunci : Hipertensi, Nifedipin, Candesartan, Bisoprolol Setiap orang pasti mendambakan kesehatan jasmani dan rohani. Namun sayangnya, bertambahnya usia seringkali membuat kesehatan terkikis sedikit demi sedikit. Ketahanan terhadap infeksi perlahan menurun, kinerja berbagai organ tubuh pun lambat laun melorot. Penyembuhan penyakit lewat upaya medis kedokteran tentu masih menjadi pilihan utama bagi masyarakat luas. Salah satu penyakit yang sering muncul seiring dengan berjalannya waktu, terutama jika dalam silsilah keluarga ada yang menderita, adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi. Secara visual, penyakit ini memang tidak tampak mengerikan. Namun ia bisa membuat penderita terancam jiwanya atau paling tidak menurunkan kualitas hidupnya. Karenanya, ia dijuluki penyakit terselubung atau silent killer . Istilah “hipertensi” diambil dari bahasa inggris “hypertension”. Kata hypertension itu sendiri berasal dari bahasa latin, yakni “hyper” dan “tension”. “hyper” berarti super atau luar biasa dan “tension” berarti tekanan atau tegangan. Hypertension akhirnya menjadi istilah kedokteran yang populer untuk menyebut penyakit tekanan darah tinggi. Di samping itu, dalam bahasa inggris digunakan istilah “high blood pressure” yang berarti tekanan darah tinggi (Bangun, 2002:12).
*Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang sering dijumpai dan termasuk masalah kesehatan penting karena angka prevalensi yang tinggi sehingga evaluasi penggunaan obatnya perlu dilakukan (WHO, 2010). Hipertensi telah membunuh 1,4 juta jiwa warga dunia setiap tahunnya. WHO memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi. Presentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara berkembang. Terdapat 40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Afrika memegang puncak penderita hipertensi sebanyak 46%, kawasan Amerika 35%, kawasan Asia Tenggara 36% orang dewasa menderita hipertensi. Di kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta jiwa setiap tahunnya. Untuk pria, peningkatan penderita dari 18% menjadi 31% dan wanita terjadi peningkatan jumlah penderita dari 16% menjadi 29% (WHO, 2010). Berdasarkan data dari dinas kesehatan Provinsi Gorontalo, tercatat jumlah kasus baru untuk pasien hipertensi dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 3499 kasus dan pada perempuan sebanyak 5517 kasus. Sedangkan untuk jumlah kasus lama pasien dengan jenis kelamin laki-laki yang menderita hipertensi adalah sebanyak 4842 kasus dan pada perempuan sebanyak 7821 kasus. Untuk jumlah kematian, pada laki-laki tercatat 140 kasus, dan perempuan sebanyak 132 kasus. Jumlah tersebut merupakan jumlah penyakit terbanyak yang tercatat di Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di Rumah Sakit Islam Gorontalo, tercatat pada bulan Mei 2012 - April 2013, penyakit Hipertensi menduduki peringkat ke tiga untuk penyakit yang terbanyak dengan 120 kasus. Secara umum, tingkat efektivitas obat-obat antihipertensi lebih tinggi dibandingkan efek samping yang terjadi terhadap pengobatan hipertensi di Rumah Sakit Islam Gorontalo. Walaupun kemungkinan terjadinya efek samping kecil, belum ada pihak manapun yang melakukan penelitian tentang perbandingan efektivitas dan efek samping obat antihipertensi di rumah sakit, khususnya di Rumah Sakit Islam Gorontalo yang menggunakan obat nifedipin, candesartan dan bisoprolol. Hasil penelitian sebelumnya oleh Baharuddin dkk (2013:4) menunjukkan bahwa hidroklortiazid dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi sebesar 27,05/9,35 mmHg. Kaptopril dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi sebesar 29,16/11,83 mmHg. Amlodipin dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi sebesar 32,94/16,38 mmHg. Persentase kejadian efek samping akibat penggunaan hidroklortiazid sebesar 10,9%, akibat kaptopril sebesar 16,7%, dan akibat penggunaan amlodipin sebesar 26,5%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang serupa, dengan tempat dan objek penelitian yang berbeda. Pengobatan hipertensi biasanya ditujukan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Penurunan tekanan sistolik harus menjadi perhatian utama, karena pada umumnya tekanan diastolik akan terkontrol bersamaan dengan terkontrolnya tekanan sistolik (Anonim, 2009:341).
*Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan manfaat dan resiko. Keamanan pemakaian obat anti hipertensi perlu diperhatikan. Meminimalkan resiko pengobatan dengan meminimalkan masalah ketidakamanan pemberian obat. Tujuannya dengan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan resiko minimal (Baharuddin dkk, 2013:2). Mekanisme pengamanannya berupa pemantauan efektivitas dan efek samping obat (Ikawati, dkk, 2008:152). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan suatu penelitian dengan judul : “Studi Efektivitas Dan Efek Samping Obat Anti Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Gorontalo”. METODELOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Islam Kota Gorontalo, pada tanggal 20 Juni – 20 Juli tahun 2014. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional dengan menggunakan pendekatan studi “Cross Sectional”. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar pengumpulan data dari rekam medik pasien. Pengambilan Sampel Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non random (non probability) sampling, yang mencakup tehnik purposive sampling, dimana pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010:124-125). Pengambilan sampel ini dlakukan dari tanggal 20 Juni - 20 Juli 2014. Kriteria Inklusi : Sebanyak 35 orang pasien hipertensi yang baru pertama kali mendapat antihipertensi atau pernah mendapat antihipertensi monoterapi (nifedipin 3 kali sehari 10 mg, kandesartan 1 kali sehari 8 mg, bisoprolol 1 kali sehari 5 mg), dan pasien yang tidak mengalami hipertensi sekunder. Kriteria Ekslusi: Pasien hipertensi yang mendapatkan terapi kombinasi antihipertensi, mendapatkan antihipertensi monoterapi selain nifedipin 3 kali sehari 10 mg, kandesartan 1 kali sehari 8 mg, bisoprolol 1 kali sehari 5 mg, mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal Jantung, stroke, gagal ginjal dan Diabetes Melitus. Kriteria Drop Out: Pasien yang ganti obat, pasien tidak teratur minum obat dan pasien meninggal. Definisi Operasional 1. Nifedipin termasuk dalam golongan antagonis kalsium. Obat ini mengurangi influks ion kalsium transmembran ke dalam sel-sel otot polos vaskular dan otot jantung, tanpa mengubah konsentrasi kalsium serum. Pasien yang diteliti pada penelitian ini adalah adalah pasien yang mengonsumsi obat anti hipertensi nifedipin dengan dosis 3 kali sehari 10 mg. 2. Kandesartan adalah antagonis angiotensin II nonpeptida yang menghambat secara selektif pengikatan angiotensin II pada reseptor AT 1 dalam jaringan seperti otot polos vaskular dan kelenjar adrenal. Pasien yang diteliti pada penelitian ini adalah adalah pasien yang mengonsumsi obat anti hipertensi kandesartan dengan dosis 1 kali sehari 8 mg. *Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
3. Bisoprolol adalah zat penyekat adrenoreseptor beta 1 selektif sintetik tanpa aktivitas stabilisasi membran yang signifikan atau aktivitas simpatomimetik intrinsik pada dosis terapi. Pasien yang diteliti pada penelitian ini adalah pasien yang mengonsumsi obat anti hipertensi bisoprolol 1 kali sehari 5 mg. 4. Efektivitas merupakan kemampuan untuk menghasilkan efek menguntungkan yang dikehendaki dalam penggunaan yang sebenarnya. Efektivitas obat anti hipertensi dilihat dari seberapa besar presentase suatu obat dalam menurunkan tekanan darah pasien hipertensi. Indikator yang diperhatikan dalam menilai efektivitas obat dalam penelitian ini yaitu apabila terjadi penurunan darah pada pasien hipertensi hingga tekanan darahnya mencapai titik normal menurut klasifikasi JNC-VII. 5. Efek samping adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat-obat hipertensi dilihat dari keluhan pasien yang dirasakan setelah mengonsumsi obat antihipertensi yang telah diberikan, dimana keluhan tersebut tidak dirasakan pasien sebelum mengonsumsi obat antihipertensi, dan termasuk dalam kategori efek samping dari obat tersebut. Pengumpulan Data Rekam medik pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian di observasi dengan melihat penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada hari pertama, kedua dan ketiga serta efek samping yang dialami pasien. Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat merupakan analisis sederhana yang bertujuan untuk mendeskripsikan variabel yang akan diteliti. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentasi dari variabel yang akan diteliti, yaitu dengan mengobservasi rekam medik pasien untuk melihat efektivitas dan efek samping pengobatan hipertensi di Rumah Sakit Islam Gorontalo. Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmojo, 2010:183). Analisis ini melihat hasil uji wilcoxon untuk menguji perbedaan antara sebelum dan sesudah pemberian obat anti hipertensi nifedipin, candesartan dan bisoprolol, serta uji Kruskall-Wallis untuk menguji efektivitas serta efek samping obat. HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Subyek Penelitian Dari hasil pengumpulan data berdasarkan data rekam medik yang dilaksanakan dari tanggal 20 Juni – 20 Juli 2014 diperoleh jumlah total pasien hipertensi di Rumah Sakit Islam Gorontalo sebanyak 35 orang. Keseluruhan sampel telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan.
*Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Tabel 1 Profil Subyek Penelitian Bedasarkan Umur
Jumlah
Karateristik Umur
Frekuensi
Presentase
≤ 50
4
11,43 %
51-60
13
37,14 %
61-70
18
51,43 %
Total
35
100 %
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 terlihat bahwa pasien dengan kelompok umur 61-70 adalah kelompok umur yang paling banyak menderita hipertensi mencapai 18 pasien dengan presentase 51,43 %, sedangkan kelompok umur 51-60 tahun menduduki peringkat kedua, sebanyak 13 pasien dengan presentase 37,14 %, dan yang paling sedikit adalah kelompok umur dibawah 50 tahun, yaitu sebanyak 4 pasien, dengan presentase 11,43 %. Tabel 2 Profil Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Karateristik Jenis Jumlah Kelamin
Frekuensi
Presentase
Laki-laki
16
45,7 %
Perempuan
19
54,3 %
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin pada tabel 2 memperlihatkan bahwa pasien berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 19 pasien dengan presentase 54,3 % dibandingan dengan jenis kelamin laki-laki yang berjumlah 16 pasien dengan presentase 45,7 %. Tabel 3 Distribusi Penggunaan Terapi Anti Hipertensi
Golongan obat
Jumlah
Nama obat N
%
Antagonis kalsium
Nifedipin
14
40,0
Antagonis angiotensin II
Candesartan
11
31,4
β-Blocker
Bisoprolol
10
28,6
35
100
Total Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Dari hasil yang terdapat pada tabel 3 dapat dilihat penggunaan terapi anti hipertensi lebih banyak menggunakan obat golongan antagonis kalsium yaitu *Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
nifedipin sebanyak 14 pasien dengan presentase 40 %, untuk penggunaan golongan antagonis angiotensin II yaitu candesartan sebanyak 11 pasien dengan presentase 31,4 %, dan untuk penggunaan obat golongan β-Blocker yaitu bisoprolol hanya 10 pasien dengan presentase 28,6 % Tabel 4 Tekanan Darah rata-rata pasien sebelum dan sesudah antihipertensi
mengonsumsi obat
Tekanan darah rata-rata pasien hipertensi No
Obat
Td awal
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Selisih td
S
D
S
D
S
D
S
D
S
D
1
Nifedipin
179,29
105,00
145,71
89,29
127,14
84,29
117,14
79,29
47,50
12,50
2
Candesartan
180,00
105,45
150,00
91,82
128,18
85,45
118,18
79,09
40,00
20,00
3
Bisoprolol
188,00
109,00
147,00
92,00
126,00
87,00
120,00
79,00
58,90
12,50
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Dari hasil yang tercantum dalam tabel 4 diatas dapat dilihat tekanan darah rata-rata pasien hipertensi sebelum dan sesudah mengonsumsi obat antihipertensi nifedipin, candesartan dan bisoprolol. 4.1.3 Analisis Bivariat Berdasarkan kerangka konsep, analisis bivariat menguji hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dalam penelitian ini digunakan uji bivariat menggunakan uji statistik wilcoxon untuk menguji perbedaan antara sebelum dan sesudah pemberian obat dan uji Kruskall-Wallis untuk menguji efektivitas serta efek samping obat. Adapun hasil uji normalitas akan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 5 Hasil Uji Normalitas
Tekanan Darah
Signifikasi
Awal
0,255
Akhir
0,936
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Dari tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi dari tekanan darah awal sebesar 0,255 dan nilai signifikansi dari tekanan darah akhir sebesar 0,936. Nilai ini lebih besar dari nilai alpha 0,05. Sehingga data dalam penelitian ini berditribusi normal. Dengan kata lain pengujian normalitas terpenuhi. Pengujian Wilcoxon Tabel 6 Hasil Pengujian Analisis Wilcoxon
Tekanan darah Pasien
N
Tekanan darah akhir < tekanan darah awal
30
Tekanan darah Akhir > tekanan darah Awal
5
Tekanan darah Akhir = tekanan darah Awal
0
Signifikasi
0,000
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
*Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Dari tabel 6 diketahui bahwa ada 30 orang pasien memiliki tekanan darah akhir lebih kecil daripada tekanan darah awal, 5 orang pasien memiliki tekanan darah akhir lebih besar daripada tekanan darah awal, dan tidak ada pasien yang mempunyai tekanan darah akhir sama dengan tekanan darah awal dengan nilai signifikasi 0,000. Hal ini menunjukan bahwa ada perbedaan yang nyata pada tekanan darah pasien karena nilai signifikan yang diperoleh adalah 0,000 ( Sig < 0,05) Pengujian Kruskal-Wallis Tabel 7 Hasil Pengujian Efektivitas Obat Menggunakan Analisis Kruskal-Wallis
Obat
N
Presentase
Signifikasi
Nifedipin
14
Candesartan
11
0,778
Bisoprolol
10
19,50% 17,05% 16,95%
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Dari tabel 7 diketahui bahwa ada 14 orang pasien menggunakan obat nifedipin, 11 orang pasien menggunakan obat candesartan, dan 10 orang pasien yang menggunakan obat bisoprolol dengan nilai signifikasi 0,778. ( Sig > 0,05) Tabel 8 Hasil Pengujian Efek Samping Obat Menggunakan Analisis Kruskal-Wallis
Efek Samping Obat Obat
Ada efek samping
Tidak ada efek
Total Presentase Signifikansi
samping
Nifedipin
11
3
14
47,83%,
Candesartan
4
7
11
17,39%
Bisoprolol
8
2
10
34,78%
23
12
Total
0,781
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Dari tabel 8 diketahui pada 14 orang pasien yang menggunakan obat Nifedipin, 11 diantaranya mengalami efek samping, sedangkan 3 lainnya tidak mengalami efek samping. Candesartan sebanyak 4 orang mengalami efek samping, sedangkan 7 lainnya tidak mengalami efek samping dan Bisoprolol sebanyak 8 orang mengalami efek samping, sedangkan 2 lainnya tidak mengalami efek samping dengan nilai signifikansi 0,781 ( Sig > 0,05). PEMBAHASAN Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah pasien dengan kelompok umur 6170 adalah kelompok umur yang paling banyak menderita hipertensi mencapai 18 *Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
pasien dengan presentase 51,43%, sedangkan kelompok umur 51-60 tahun menduduki posisi kedua sebanyak 13 pasien dengan presentase 37,14% dan pada usia di bawah 50 tahun memiliki jumlah penderita yang paling sedikit yaitu sebanyak 4 pasien dengan presentase 11,43%. Menurut Vestal & Gurwitz (2000) dalam Ikawati (2008:151), seiring meningkatnya usia maka penyakit kronis juga meningkat, sehingga usia lanjut lebih banyak membutuhkan terapi dengan obat untuk penatalaksanaan berbagai penyakit yang diderita. Menurut Magill dkk (2003) dalam Ikawati (2008:151)., hipertensi adalah suatu penyakit yang prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 90 % usia dewasa dengan tekanan darah normal berkembang menjadi hipertensi tingkat satu dalam Ikawati (2008:151). Hal ini sesuai dengan teori Depkes RI (dalam Masyitah 2012:34) bahwa tingginya kejadian hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah sistolik. Prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi, sekitar 40% dengan kematian sekitar diatas usia 65 tahun. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Baharuddin dkk (2013:4) yang menunjukkan bahwa distribusi pasien berdasarkan umur pada seluruh sampel adalah usia <45 tahun sebanyak 46 orang (22,1%), umur 45 – 59 tahun sebanyak 48 orang (23,1%) dan umur >59 tahun sebanyak 114 (54,8%). Berdasarkan hasil penelitian ini yang dibandingkan dengan penelitian Ikawati (2008), Baharudiin dkk (2013) dan disesuaikan dengan teori Depkes RI dalam Masyitah (2012) dapat digambarkan bahwa semakin bertambahnya usia maka risiko mengalami penyakit hipertensi lebih tinggi. Hal ini menurut Bakri dkk dalam Ikawati (2008:151) disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan fisiologis akibat proses menua. Perubahan fisiologis yang terjadi pada usia lanjut menyebabkan konsentrasi obat menjadi lebih besar, waktu eliminasi obat menjadi panjang, terjadi penurunan fungsi dan respon dari organ, adanya berbagai penyakit lain, adanya obat-obat untuk penyakit-penyakit penyerta yang sementara dikonsumsi adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat anti hipertensi (dalam Ikawati, 2008:151) Dari hasil penelitian pada tabel 2 dapat dilihat bahwa pasien berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 19 pasien dengan presentase 54,3% dibandingan dengan jenis kelamin laki-laki yang berjumlah 16 pasien dengan presentase 45,7%, hal ini menggambarkan bahwa angka kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingakan pada laki-laki. Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Baharuddin dkk (2013) yang menyatakan Persentase pasien hipertensi berjenis kelamin perempuan (68,3%) sebanyak 142 orang lebih tinggi dibandingkan pasien berjenis kelamin laki-laki (31,7%) sebanyak 66 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan kesesuaian dengan teori dan penelitian sebelumnya bahwa jenis kelamin perempuan memiliki resiko yang lebih tinggi menderita hipertensi. Presentase kejadian hipertensi pada perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki karena hipertensi pada perempuan lebih banyak terjadi setelah memasuki masa monopause. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. *Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Hormonal yang dimaksud yaitu esterogen dan progesteron yang bersifat kardio protektif. Esterogen dan progesteron alami dapat melindungi pembuluh darah dari cedera oksidatif dan peradangan, mencegah penyakit kardiovaskuler (Masyitah, 2012:35). Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol yaitu umur, etnis, faktor keturunan/genetik dan faktor yang bisa diubah/dikontrol yaitu kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stres, obesitas, konsumsi garam dan penggunaan obat-obatan termasuk pil KB. Pil KB mengandung hormon estrogen dan progesteron serta dapat menghambat ovulasi. Sedikit peningkatan tekanan darah terjadi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi kadang- kadang terjadi pula peningkatan tekanan darah secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh ekspansi volume intravaskuler akibat dari peningkatan aktivitas sistem renin-angiostensin-aldosteron (Kawatu dkk, 2012:29). Dari hasil yang terdapat pada tabel 3 dapat dilihat penggunaan terapi anti hipertensi lebih banyak menggunakan obat golongan antagonis kalsium (penyekat kanal kalsium) yaitu nifedipin sebanyak 14 pasien dengan presentase 40,0%, untuk penggunaan obat golongan antagonis angiotensin II (penghambat reseptor angiotensin II/ARB) yaitu candesartan sebanyak 11 pasien dengan presentase 31,4%, dan untuk penggunaan obat golongan β-blocker yaitu bisoprolol sebanyak 10 pasien dengan presentase 28,6%. Dalam penggunaanya terapi antihipertensi yang lebih banyak digunakan adalah obat golongan penyekat kanal kalsium, yaitu nifedipin. Obat golongan penyekat kanal kalsium dianjurkan jika obat-obatan lini pertama yang lebih disukai merupakan kontraindikasi atau tidak efektif. Pada pasien hipertensi, dalam satu penelitian retrospektif menunjukkan bahwa penggunaan penyekat kanal kalsium kerja singkat terutama dengan dosis tinggi berhubungan dengan peningkatan bahaya infark jantung (Mycek dkk, 2001:188). Untuk penggunaan antihipertensi terbanyak kedua, golongan antagonis angiotensin II, yaitu candesartan. Tidak seperti obat golongan inhibitor ACE, obat golongan antagonis angiotensin II tidak memecah bradikinin, sehingga hal ini tidak memberikan efek samping batuk. Antagonis angiotensin II memiliki efek samping yang lebih rendah daripada antihipertensi lainnya. Batuk sangat jarang terjadi (ISFI, 2008:124). Dalam penggunaannya, kondisi yang mengurangi penggunaan β-blocker misalnya penyakit obstruksi paru kronik, gagal jantung kongestif kronik, penyakit vaskular perifer oklusif berat yang simtomatik dan lebih banyak ditemukan pada orang dengan penyakit diabetes. Penghentian obat mendadak dapat menimbulkan rebound hipertensi. Pasien harus menjalani terapi β-blocker yang bertahap untuk menghindari terjadinya aritmia. β-blocker harus dihindari pada pasien asma, gagal jantung kongestif dan penyakit vascular perifer (Mycek dkk, 2001:186-187). Penghentian terapi β-blocker pada pasien tidak boleh secara mendadak karena dapat memprovokasi infark dan memperburuk angina. Sebaiknya dosis diturunkan berangsur-angsur selama periode 2 minggu. Pada pasien hipertensi dapat timbul efek penarikan, seperti rasa tegang, takut, tachycardia dan berkeringat hebat dalam 1 minggu setelah penghentian terapi. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa penggunaan terapi anti hipertensi nifedipin merupakan yang terbanyak karena obat golongan ini dianjurkan jika obat-obatan garis pertama yang lebih disukai merupakan kontraindikasi atau tidak *Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
efektif. Terbanyak kedua yaitu candesartan karena obat golongan ini memiliki efek samping yang paling sedikit dibandingkan antihipertensi lainnya. Obat ini juga tidak seperti golongan ACE inhibitor yang menimbulkan efek samping batuk (kaptopril) seperti yang tercantum dalam penelitian Baharuddin dkk (2013) dari 60 pasien yang diberikan pengobatan dengan kaptopril, 10 orang (16.7%) mengalami efek samping dan 50 (83.3%) orang tidak mengalami efek samping. Batuk kering merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Karenanya, obat ini dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan apabila efek samping dari obat golongan ACE inhibitor seperti batuk kering tidak dapat ditolerir lagi. Penggunaan antihipertensi yang paling sedikit yaitu antihipertensi golongan βblocker. Hal ini disebabkan karena penggunaannya yang harus sangat selektif dan berhati-hati, serta penghentian mendadak pengobatan harus sangat dihindari. Berdasarkan hasil uji wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% atau derajat kemaknaan 0,05 di mana p<0,05 (P=0,000 lebih kecil dari 0,05). Dapat ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada tekanan darah pasien sebelum dan sesudah pemberian obat Nifedipin, Candesartan dan Bisoprolol pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Islam Gorontalo. Data yang disajikan pada tabel 6 menunjukkan bahwa sebanyak 30 pasien memiliki tekanan darah akhir setelah mengonsumsi obat lebih kecil daripada tekanan darah awal sebelum mengonsumsi obat. Dengan kata lain 30 pasien tersebut pengalami penurunan tekanan darah setelah mengonsumsi obat anti hipertensi. Sebanyak 5 pasien justru menunjukkan peningkatan tekanan darah sebelum dan setelah mengonsumsi obat anti hipertensi. Hal ini disebabkan oleh tingkat kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat. Hal ini diperkuat oleh teori Mycek dkk (2001:185) bahwa kurangnya kepatuhan merupakan penyebab paling sering untuk kegagalan terapi antihipertensi. Contohnya dalam penggunaan terapi Nifedipin, dokter selalu meresepkan penggunaan obat secara sublingual. Agar efeknya pesat, tablet Nifedipin dapat dikunyah atau diletakkan di bawah lidah (Tjay dan Rahardja, 2007:557). Pengujian normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas diuji dengan normal probability plot dan kolmogorov smirnov. Dengan uji normal probability plot, apabila dengan uji kolmogorov smirnov, nilai signifikansi dari pengujian lebih dari nilai alpha 0,05, maka model regresi tersebut memenuhi asumsi normalitas. Dalam penelitian ini uji normalitas diuji melalui kolmogorov smirnov agar hasilnya lebih dapat diandalkan. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menentuan tingkat signifikansi. Tingkat kepercayaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 95% atau tingkat signfikansinya (alpha) sebesar 5%. Untuk penentuan Statistik Uji Dalam penelitian ini menggunakan metode kolmogorov smirnov. Kriteria uji dengan menggunakan kolmogorov smirnov, apabila nilai signifikansi dari pengujian lebih dari nilai alpha 0,05, maka model regresi tersebut memenuhi asumsi normalitas. Dari hasil pengolahan data tersebut dengan menggunakan SPSS versi 18 yang disajikan pada tabel 4.5 diperoleh besarnya nilai signifikansi dari tekanan darah awal sebesar 0,255 dan nilai signifikansi dari tekanan darah akhir sebesar 0,936. Nilai ini lebih besar dari nilai alpha 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data *Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
dalam penelitian ini berditribusi normal. Pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah 0,05 berarti terdapat perbedaan yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Penerapan pada uji kolmogorov smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal. Lebih lanjut, jika signifikansi di atas 0,05 maka berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, artinya data yang kita uji normal karena tidak memiliki perbedaan dengan normal baku (Samsudin, 2011:3) Dari 14 pasien yang diberi nifedipin didapatkan bahwa rerata tekanan darah sistolik sebelum pengobatan sebesar 179,29 mmHg, setelah 1 hari pengobatan menurun menjadi 145,71 mmHg, setelah 2 hari pengobatan menjadi 127,14 dan setelah 3 hari pengobatan turun menjadi 117,14 mmHg. Sedangkan rerata tekanan darah diastolik sebelum pengobatan sebesar 105,00 mmHg, setelah 1 hari pengobatan menjadi 89,29 mmHg, setelah 2 hari pengobatan menjadi 84,29 dan setelah 3 hari pengobatan turun menjadi 79,29 mHg. Dengan demikian, nifedipin dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 47,50 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 12,50 mmHg dengan presentase 19,50%. Dari hasil penelitian sebelumnya oleh Agodoa dkk dalam Nugraha (2011:2) pasien yang diberikan amlodipine (golongan antagonis kalsium) menunjukkan penurunan tekanan darah dari 150/95,7 mmHg menjadi 134/83,1 mmHg sedangkan ramipril menunjukkan penurunan tekanan darah dari 151/96 mmHg menjadi 134,3/84. Hal ini menunjukkan selisih penurunan tekanan darah yang tidak begitu besar namun dari angka tersebut menunjukkan amlodipine lebih unggul daripada ramipril (golongan ACE inhibitor). Antihipertensi golongan antagonis kalsium menyebabkan relaksasi otot cardiac dan otot polos dengan memblok voltagesensitive kanal kalsium sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos vaskular menyebabkan vasodilatasi dan reduksi pada tekanan darah. Antagonis kalsium golongan dihydropyridine bisa menyebabkan aktivas refleks simpatik, dan semua agen (kecuali amodipine) bisa menghasilkan efek inotropik negatif. Nifedipin jarang menyebabkan peningkatan frekuensi, intensitas, dan durasi angina yang dikaitkan dengan hipotensi akut. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan sediaan lepas lambat nifepidine atau dihydropiridine lainnya (Dipiro dkk, 2008:193-194). Dari 11 pasien yang diberi candesartan didapatkan bahwa rerata tekanan darah sistolik sebelum pengobatan sebesar 180,00 mmHg, setelah 1 hari pengobatan menurun menjadi 150,00 mmHg, setelah 2 hari pengobatan menjadi 128,18 dan setelah 3 hari pengobatan turun menjadi 118,18 mmHg. Sedangkan rerata tekanan darah diastolik sebelum pengobatan sebesar 105,45 mmHg, setelah 1 hari pengobatan menjadi 91,82 mmHg, setelah 2 hari pengobatan menjadi 85,45 dan setelah 3 hari pengobatan turun menjadi 79,09 mHg. Dengan demikian, Candesartan dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 40,00 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 20,00 mmHg dengan presentase 17,05% (Data Sekunder, 2014). Angiotensin II dihasilkan oleh jalur renin-angiotensin (yang melibatkan ACE) dan jalur alternatif yang menggunakan enzim lain sepeti chymases. ACE inhibitor menghambat hanya jalur renin-angiotensin, sedangkan *Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
angiotensin II receptor blocker mengantagonis angiotensin II yang dibuat dari kedua jalur. Antagonis Angiotensin II secara langsung menghambat reseptor AT 1 angiotensin yang memediasi efek angiotensin II (vasokonstriksi, pelepasan aldosterone, aktivasi simpatik, pelepasan antidiuretic hormone, dan konstriksi arteriol efferen dari glomerulus). Tidak seperti ACE inhibitor, obat ini tidak menghambat pemecahan bradikinin. Ini memang mengurangi efek samping batuk, tapi bisa ada konsekuensi merugikan karena beberapa efek antihipertensi dari ACE inhibitor bisa karena peningkatan level bradikinin (Dipiro dkk, 2008:193).. Dari 10 pasien yang diberi bisoprolol didapatkan bahwa rerata tekanan darah sistolik sebelum pengobatan sebesar 188,00 mmHg, setelah 1 hari pengobatan menurun menjadi 147,00 mmHg, setelah 2 hari pengobatan menjadi 126,00 dan setelah 3 hari pengobatan turun menjadi 120,00 mmHg. Sedangkan rerata tekanan darah diastolik sebelum pengobatan sebesar 109,00 mmHg, setelah 1 hari pengobatan menjadi 92,00 mmHg, setelah 2 hari pengobatan menjadi 87,00 dan setelah 3 hari pengobatan turun menjadi 79,00 mHg. Dengan demikian, Bisoprolol dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 58,90 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 12,50 mmHg dengan presentase 16,95%. Mekanisme hipotensi yang pasti dari β blocker masih belum jelas tapi melibatkan penurunan cardiac output melalui konotropik negatif dan efek inotropik pada jantung dan inhibisi pelepasan renin dari ginjal. Bisoprolol, metoprolol, atenolol, dan asebutolol adalah cardioselective pada dosis rendah dan mengikat lebih kuat pada respetor β1 daripada reseptor β2. sebagai hasil, agen-agen ini lebih jarang menyebabkan bronkospasma dan vasokontriksi dan bisa lebih aman dari β blocker non selective pada pasien dengan asma, chronic obstructive pulmnary disease, diabetes, dan penyakit vaskular perifer (Dipiro dkk, 2008:194-195). Dari hasil uji statistik kruskall wallis terhadap efektivitas obat anti hipertensi nifedipin, kandesartan dan bisoprolol menunjukkan bahwa ketiga obat tersebut memberikan efektivitas yang relatif sama terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi di Rumah Sakit Islam Gorontalo. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,778 (sig > 0,05) yang berarti efektivitas ketiga obat tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Dari 14 pasien yang diberi nifedipin didapatkan bahwa sebanyak 11 orang mengalami efek samping dengan presentase sebesar 47,83%. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Ikawati dkk (2008:162) presentasi pemakaian nifedipin sebesar 47,5% dan presentasi muncul ESO sebesar 34,2%. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemakaian nifedipin yaitu sakit kepala, kemerahan, pusing, gingival hyperplasia, edema perifer, perubahan mood dan keluhan pada saluran pencernaan (ISFI, 2008:125) Dari 11 pasien yang diberi candesartan didapatkan bahwa hanya sebanyak 4 orang mengalami efek samping dengan presentase sebesar 17,39%. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Ikawati dkk (2008:162) presentasi pemakaian Irbesartan (golongan antagonis angiotensin II) presentase sebesar 2,5% dan presentase ESO sebesar 0,0% Hal ini sesuai dengan teori bahwa Antagonis angiotensin II memiliki efek samping yang lebih rendah daripada antihipertensi lainnya. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemakaian Candesartan yaitu insufisiensi ginjal, hiperkalemia dan hipotensi ortostatik (ISFI, 2008:124). *Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Dari 10 pasien yang diberi bisoprolol didapatkan bahwa sebanyak 8 orang mengalami efek samping dengan presentase sebesar 34,78%. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Ikawati dkk (2008:162) presentasi pemakaian Bisoprolol sebesar 6,3% dan presentasi muncul ESO sebesar 0,0%. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemakaian Bisoprolol yaitu kelelahan, letargi, insomnia, dan halusinasi. Penghentian obat mendadak dapat menimbulkan rebound hipertensi (Mycek dkk,, 2001:187). Dari hasil uji statistik kruskal wallis pada tabel 8 dapat dilihat bahwa dari keseluruhan sampel sebanyak 35 orang, ada 23 pasien yang menunjukkan adanya efek samping dengan nilai signifikansi sebesar 0,781. Ini disebabkan oleh tingkat kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat. Hal ini diperkuat oleh teori Mycek dkk (2001:185) bahwa kurangnya kepatuhan merupakan penyebab paling sering untuk kegagalan terapi antihipertensi. Contohnya dalam penggunaan terapi Nifedipin, dokter selalu meresepkan penggunaan obat secara sublingual. Agar efeknya pesat, tablet Nifedipin dapat dikunyah atau diletakkan di bawah lidah (Tjay dan Rahardja, 2007:557). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil pengumpulan data rekam medik pasien hipertensi di Rumah Sakit Islam Gorontalo didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Efektivitas obat anti hipertensi dalam menurunkan tekanan darah pasien yaitu Nifedipin sebesar 19,50%, Candesartan sebesar 17,05% dan Bisoprolol sebesar 16,95% 2. Efek samping yang terjadi setelah pasien mengonsumsi obat antihipertensi Nifedipin sebesar 47,83%, Candesartan sebesar 17,39% dan Bisoprolol sebesar 34,78%. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Disarankan kepada Rumah Sakit Islam Gorontalo untuk dapat membentuk komite medik dan menentukan formularium untuk terapi anti hipertensi yang baik digunakan pada pasien hipertensi guna meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. 2. Dianjurkan kepada pihak yang terkait dengan penyediaan obat di Rumah Sakit untuk menyediakan obat antihipertensi yang lebih beragam, agar tenaga medis dapat memilih antihipertensi yang paling sesuai dengan kondisi pasien, 3. Dianjurkan kepada tenaga medis dan profesional kesehatan lainnya untuk dapat mempertimbangkan candesartan sebagai terapi antihipertensi yang efektif. 4. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan efektivitas dan efek samping obat-obat anti hipertensi golongan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. *Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Baharuddin., Kabo, P., Suwandi, D., 2013. Perbandingan Efektifitas Dan Efek Samping Obat Antihipertensi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Makassar. Bakri S, Suhardjono, J Djafar., 2001, Hipertensi pada Keadaan keadaan Khusus, dalam S Suyono, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-3, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 483-487. Bangun, A. P. 2005. Terapi Jus dan Ramuan Tradisional untuk Hipertensi. Agro Media Pustaka. Jakarta. Dinkes Provinsi Gorontalo. 2013. Jumlah Kasus dan Kematian Penyakit Tidak Menular Menurut Jenis Kelamin dan Umur Provinsi Gorontalo. Gorontalo. DiPiro JT, RL Talbert, GC Yee, GR Matzke, BG Welss, LM Posey,., 2005, Heart Failure in Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 6th ed., Mc Graw Hill, Co. LTD., 239. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT ISFI Penerbitan. Ikawati, Djumiani, Putu. 2008. Kajian Keamanan Pemakaian Obat Antihipertensi Di Poliklinik Usia Lanjut RS DR. Sardjito. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1. http:// jfi.iregway.com/index.php/jurnal/article/download/.../8., diakses 12 Januari 2014 (09:59). Magill MK, K Gunning, SS Shrier, C Gay., 2003, New Development in the Management of Hypertension, American Family Physician, 68:853-858, www.aafp. org/afp, Diakses September 05. Masyitah, D. 2012. Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi Tahun 2012. Tesis. Universitas Indonesia. http:// lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20335006...pdf., diakses 14 Januari 2014 (08:56). Mycek, M., Harvey, R., Champe, P. 2001. Lippincott’s Illustrated Reviews : Pharmacology, 2/E. Lippincott-Raven Publishers. Terjemahan Agoes, A., Prof., dr., H. 2001. Farmakologi : Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta : Widya Medika. Jakarta : Widya Medika. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. *Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Samsudin A,. 2011. Statistika Non parametrik Uji Tanda, Uji Wilcoxon dan Kolmogorov Smirnov. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Tjay, H, T., Rahardja, K., 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Vestal RE, JH Gurwitz, 2000, Geriatric Pharmacology, in SG Carruthers, BB Hoffman, KI Melmom, DW Nierenberg, Clinical Pharmacology, Basic principles in therapeutics, 4th ed., McGraw-Hill, Chapter 21. WHO. 2010. Data Global Status Repori On Communicable Diseases. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. Italy.
*Febriana Astuti Utami Monoarfa, 82141001, ** Dr. Teti Sutriyati Tuloli,
S.Farm., M.Si., Apt *** Nur Rasdianah, S.Si., M.Si., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.