HUBUNGAN KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH PUSKESMAS TELAGA BIRU KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013
Mutiara Aprilani Tahir, Rany Hiola, Sri Manovita Pateda1
Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kejadian DBD di Wilayah Puskesmas Telaga Biru Kecamatan Telaga Biru tahun 2013 sebanyak 51 kasus. Dari 15 desa, terdapat 8 desa yang rawan KLB DBD di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dengan kejadian penyakit demam berdarah dengue di wilayah Puskesmas Telaga Biru Tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah observasi dengan menggunakan metode survei dan Observasi dengan pendekatan cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 33 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan Accidental Sampling .Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan pengamatan secara langsung pada keberadaan jentik diluar maupun didalam rumah. Hasil penelitian di uji secara statistik dengan uji Chi Square dengan hasil penelitian menunjukkan hipotesis pada table 4.1.4. ada hubungan kepadatan jentik HI( ρ= 0,013), dengan kejadian penyakit DBD di wilayah Puskesmas Telaga Biru Tahun 2013 dan saran kepada masyarakat agar aktif dalam kegiatan 3M plus dan harus lebih diintensifkan secara mandiri. Kata kunci : Penyakit DBD, 3 M Plus , Kepadatan Jentik.
1
Mutiara Aprilani Tahir Mahasiswi Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo : Dra. Hj.Rany Hiola, M.Kes Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo : dr. Sri Manovita Pateda. M.Kes Dosen Jurusan Kesehatan MasyarakatUniversitas Negeri Gorontalo
DBD adalah penyakit febril akut, sering kali disertai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai gejalanya. DBD adalah penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi, (Saraswati, 2011 : 71). Quointos dkk, pada tahun 1953 melaporkan kasus demam berdarah dengue di Filipina, kemudian disusul negara-negara lain seperti Thailand dan Vietnam. Pada dekade enam puluhan penyakit ini mulai menyebar ke negara-negara Asia Tenggara, antara lain : Singapura, Malaysia dan Indonesia. Pada dekade tujuh puluhan, penyakit ini menyerang kawasan pasifik termasuk kepulauan Polinesia. Penyakit demam berdarah ini hingga saat ini terus menyebar luas di negara-negara tropis dan subtropis (Suroso dan Umar, 2004 : 15). Di wilayah pengawasan WHO Asia Tenggara, Thailand merupakan negara peringkat pertama yang melaporakan banyak kasus DBD yang dirawat di rumah sakit. Sedangkan Indonesia termasuk peringkat kedua berdasarkan jumlah kasus DBD yang dilaporkan lebih dari 10.000 setiap tahunnya (Soegijanto, 2003 : 2). DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung Jogjakarta (1972). Epidemi pertama diluar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1994 DBD telah menyebar keseluruh (27) provinsi di Indonesia (Soedarmo,2004: 1). Pada tahun 2009, provinsi dengan Angka Kesakitan (AK) tertinggi adalah Bangka Belitung (4,58%), Bengkulu (3,08%) dan Gorontalo (2,2%) sedangkan AK yang paling rendah adalah Sulawesi Barat (0%), DKI Jakarta (0,11%) dan Bali
(0,15%). AK nasional telah berhasil mencapai target di bawah 1%, namun sebagian besar provinsi (61,3%) mempunyai AK yang masih tinggi di atas 1% (Achmadi dkk, 2010 : 7) . Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti DBD masih menjadi masalah kesehatan di Propinsi Gorontalo baik di perkotaan maupun dipedesaan. Pada tahun 2013 ini penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus seperti DBD secara nasional juga menyebar dibeberapa kabupaten kota di Gorontalo. Penyebarab kasus DBD di propinsi Gorontalo terdapat di 5 Kabupaten dan 1 Kota dan juga bebrapa kecamatan atau desa/keluarahan yang adadiwilayah perkotaan maupun pedesaan. Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, jumlah kasus DBD terus meningkat. Pada tahun 2008 jumlah kasus DBD dilaporkan sebanyak 172 kasus (IR 18,20/100.000 penduduk). Tahun 2009 mengalami penurunan jumlah kasus DBD sebanyak 93 kasus (IR 9,19/100.000 penduduk). Kasus terbanyak terdapat di Kota Gorontalo sebanyak 59 kasus (IR 61,29/100.000 penduduk). Kabupaten Pohuwato memiliki kasus paling rendah yaitu 3 kasus (IR 2,5/100.000 penduduk). Kemudian pada tahun 2010 jumlah kasus DBD meningkat yaitu 480 kasus (IR 45,5/100.000 penduduk). Namun pada tahun 2011 jumlah kasus DBD menurun. Sedangkan pada tahun 2012 terjadi peningkatan kasus DBD yaitu sebanyak 148 kasus (Profil Dinkes Provinsi Gorontalo, 2012). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo, pada tahun 2010 jumlah kasus DBD sebanyak 149 orang (3,9%). Sedangkan pada tahun 2011 jumlah kasus DBD menurun yaitu sebanyak 4 orang (0,1%). Namun pada tahun 2012 jumlah kasus DBD meningkat kembali yaitu sebanyak 71 orang (1,9%). Pada bulan Januari sampai Desember tahun 2013 kasus tertinggi terjadi di wilayah kerja Puskesmas Tuladenggi Kecamatan Telaga Biru dibandingkan dengan wilayah kerja puskesmas lain di Kabupaten Gorontalo, yaitu sebanyak 47 orang (0,16%) . Selama tiga tahun terakhir kasus DBD di Puskesmas Tuladenggi mengalami peningkatan. Tahun 2011 jumlah kasus sebanyak 3 orang (0,01%), tahun 2012 jumlah
kasus sebanyak 6 orang (0,02%), sedangkan bulan Januari sampai September tahun 2013 jumlah kasus sebanyak 47 orang (0,16%) dan yang meninggal 1 orang (0,02%) (Puskesmas Tuladenggi 2013). Wilayah Puskesmas Tuladenggi yang melayani 15 Desa, terdapat 8 desa yang rawan KLB DBD di tahun 2013 (Januari-September ) yaitu Desa Tuladengghi 11 kasus (AR 0,3%), Pentadio Timur 1 kasus (AR 0,04 %), Pentadio barat 1 Kasus (AR 0,03 %), Dumati 9 kasus (AR 0,5 %), Pantungo 3 Kasus (AR 0,2), Lupoyo 5 kasus (AR 0,3 %), Tinelo 12 kasus (AR 0,3 %) dan 1 orang meninggal (CFR 9 %) , serta Timuato 1 Kasus (AR 0,06). Sehubungan dengan jumlah kasus DBD tahun 2013 di Puskesmas Telaga Biru meningkat disebabkan lingkungan sekitar perumahan warga masih banyak yang mendukung perkebangbiakan jentik yaitu adanya barang-barang bekas, kaleng – kaleng bekas, ban- ban bekas maupun container lain seperti penampung air yang dapat memungkinkan berkembang biaknya jentik. Kemudian faktor lain yaitu prilaku masyarakat yang tidak melaksakan program 3 M plus, Seperti kebiasaan menampung air di bak mandi dalam waktu yang lebih dari seminggu tanpa mengurasnya. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Laksmono Widargo pada penelitian kepadatan jentik Aedes aegypti sebagai indicator kebrhasilan 3M Plus di kelurahan Srondol Wetan, tahun 2008, bahwa kepadatan jentik ada hunbungan dengan kejadian DBD dan hubungan kepadatan jentik Aedes aegypti dan praktikum PSN dengan kejadian DBD di sekolah tingkat dasar di kota semarang bahwa hasil uji statistik di dapatkan kepadan jentik ada hubungan yang bermakna dengan kejadian DBD (Laksmono Widargo, 2008 : 18). Menurut hasil penelitian Widiyanto tahun 2007 di Kota Purwokerto Jawa Tengah, bahwa keberadaan jentik berhubungan dengan kejadian DBD. Sedangkan menurut penelitian Djafri tahun 2012 di wilayah kerja puskesmas Dulalowo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo, bahwa keberadaan jentik berhubungan dengan kejadian DBD.
Dari penelitian-penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa keberadaan dan kepadatan jentik ada hubungan dengan kejadian DBD, oleh sebab itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut megenai hubungan kepadatan jentik Aedes aegypti dengan kejadian DBD di wilayah Puskesmas Telaga Biru Tahun 2013 sehingga dapat membantu menurunkan jumlah kesakitan akibat penyakit DBD serta membantu mayarakat untuk lebih memperhatikan gerakat 3M Plus. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian di laksanakan di Wilayah Puskesmas Telaga Biru Kecamatan Telaga Biru. Waktu pelaksanaan penelitian di lakukan pada tanggal 16 s/d 30 Desember. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional dengan dengan pendekatan cross sectional study yaitu suatu penelitian dimana yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang berobat dengan gejala panas, sakit kepala mual dan munta pada selang tanggal 16-29 Desember 2013 yang berada di wilayah Puskesmas Telaga Biru berjumlah 35 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah rumah responden yang menderita sesuai dengan kriteria gejala penyakit DBD (panas, sakit kepala, mual munta dan bintik merah ), yang siap dijadikan responden sebanyak 33 penderita , dan 33 rumah di observasi lingkungan rumah baik diluar maupun di dalam rumahnya. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah menggunakan Accidental Sampling adalah dimana menggambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau bersedia di jadikan sebagai sampel. Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing variebel, baik variabel bebas, variabel terikat dan karakteristik rumah. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Karesteristik Responden 1.1.Umur Responden
Tabel 1 Distribusi Sampel Menurut Golongan Umur Yang Berkunjung Di Puskesmas Telaga Biru Desember 2013 Umur (Tahun) n % 1 – 10
12
36,4
11 – 20
8
24,2
21 – 30
7
21,2
31 – 40
4
12,1
41 – 50
2
6.1
Jumlah
33
100
Sumber : Data Primer 2013 Berdasarkan Tabel.1 menunjukkan bahwa responden yang berkunjung ke Puskesmas Telaga Biru dengan gejala panas tinggi, sakit kepala, pusing, mual dan muntah dan bintik merah rata-rata dengan usia termuda 3 tahun dan yang tertua 48 tahun, dan yang paling banyak berkunjung umur 1-10 tahun dengan jumlah 12 pasien (36,4%) dan yang paling sedikit umur 41-50 tahun dengan jumlah 2 pasien (6,1%). 2.1. Jenis kelamin Responden Tabel 2 Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin Yang Berkunjung di Puskesmmas Telaga Biru Desember 2013 Jenis Kelamin n % Laki-Laki
18
54.5
Perempuan
15
45.5
Jumlah
33
100
Sumber: Data Primer,Desember 2013 Berdasarkan Tabel .2 menunjukkan bahwa responden yang berkunjung ke Puskesmas Telaga Biru dengan gejala panas tinggi, sakit kepala, pusing, mual dan munta dan
bintik merah rata-rata sebagian besar laki-laki ada 18 pasien (54.5 %) dan perempuan 15 pasien (45.5 %) 1.3 . Tempat Tinggal Responden Tabel 3 Distribusi Sampel Menurut Tempat Tinggal Yang Bekunjung di Puskesmas Telaga Biru Desember 2013 Alamat Responden n % Tuladenggi
9
27.3
Ulapato A
6
18.2
Dumati
7
21.2
Pantungo
2
6.1
Pentadio B
1
3
Pentadio T
1
3
Tinelo
3
9.1
Timuato
3
9,1
Talumelito
1
3
Jumlah
33
100
Berdasarkan Tabel .3 menunjukkan bahwa dari 15 desa wilayah Puskesmas Telaga Biru ada 9 desa yang sering terjadi KLB dan peningkatan kasus DBD. Dan tempat tinggal responden sebagian besar tempat tinggal di desa Tuladenggi sebesar 9 (27,3%) responden dimana sering terjadi peningkatan kasus DBD. Dan sebagian kecil 1 (3%) responden ada 3 desa yaitu desa Pentadio Barat, Pentadio Timur, dan Talumelito. 1.4. Pekerjaan Responden
Tabel 4 Distribusi Sampel Menurut Pekerjaan Yang Bekunjung di Puskesmas Telaga Biru Desember 2013 Pekerjaan Responden n % PNS
4
12.1
SWASTA
7
21.2
URT
3
9.1
SISWA
14
42.4
TIADA
5
15.2
Jumlah
33
100
Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan Tabel 4.1.2.4 menunjukkan bahwa responden yang berkunjung ke Puskesmas Telaga Biru dengan gejala panas tinggi, sakit kepala, pusing, mual dan munta dan bintik merah dengan jenis pekerjaan responden yang tertinggi adalah siswa 14 responden (42,4%) dan terendah URT 3 responden (9.1 %). 2. Hasil Analisis Univariat Tabel 5 Distribusi hasil perhitungan Kejadian Penyakit DBD di Wilayah Puskesmas Telaga Biru Desember 2013 Penyakit DBD n % Menderita
9
27.3
Tidak Menderita
24
72,7
Jumlah
33
100
Sumber: Data Primer, 2013 Hasil penelitian mengenai Penyakit DBD di wilayah Puskesmas Telaga Biru di peroleh dari kunjungan rawat jalan ke puskesmas, selanjutnya di rujuk ke rumah sakit dan dibuktikan dengan hasil laboratorium dan diagnose dokter. Dari 33 responden
yang dinyatakan positf 9 responden (27,3 %) dan yang tidak menderita DBD 24 responden (72.7%). Tabel .6 Distribusi hasil perhitungan Kepadatan Jentik di Wilayah Puskesmas Telaga Biru Desember 2013 Kepadatan Jentik n %
HI (House Index)
Padat
22
66,7
Tidak Padat
11
33.3
33
100
Jumlah Sumber: Data Primer, 2011
Hasil penelitian mengenai pemeriksaan jentik Aedes aegypti di peroleh dari ada tidaknya jentik di setiap rumah responden baik diluar rumah maupun didalam rumah, sehingga diperoleh hasil kepadatan jentik adalah 66,7 %. 3. Hasil Analisis Bivariat Tabel 7 Hubungan Kepadatan Jentik Aedes aegypti Dengan Kejadian Penyakit DBD Di Wilayah Puskesmas Telaga Biru Tahun 2013 Kajadian DBD Kepadatan
Menderita
Tdk Menderita
Jentik
DBD
DBD
Jumlah
n
%
n
%
n
%
Padat
9
27,3
13
39.4
22
100
Tdk Padat
0
0
11
33,3
11
100
Jumlah
9
27,3
24
72,7
33
100
ρ Value
0,013
Sumber: Data Primer, 2013 Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat diketahui bahwa yang menderita penyakit DBD ada 9 responden, dimana 9 (27,3 %) responden rumahnya ada jentik. Hasil uji statistic Chi Square menunjukkan bahwa ρ = 0,013 ( ρ < 0,05) Ho ditolak, artinya ada hubungan kepadatan jentik Aedes aegypti dengan kejadian penyakit DBD di wilayah
Puskesmas Telaga Biru Tahun 2013, dam dilihat dari koefisien Phi = 6,188 termasuk kategori hubungan sangat kuat. Pembahasan Hasil penelitian mengenai kejadian DBD dengan kepadatan jentik Aedes aegypti pada House Index menunjukkan
bahwa nilai ρ = 0,013. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga kepadatan jentik Aedes aegypti pada House Index mempunyai hubungan terhadap kejadian penyakit DBD di wilayah Puskesmas Telaga Biru Tahun 2013. Dari beberapa tempat penampungan air yang dapat memungkinkan tempat berkembang biaknya jentik hasil observasi dilapangan bahwa jentik paling banyak di temukan yaitu pada tempat penampungan dispenser hasil tersebut dimungkinkan bahwa responden belum secara maksimal memutus rantai perkembangbiakan nyamuk dengan cara membasmi jentikjentik nyamuk dengan melakukan 3 M plus sehingga tidak sampai menjadi nyamuk dewasa. Kegiatan 3 M plus harus sering dilakukan oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. Penyebaran penyakit DBD dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti jumlah hari hujan, suhu dan kelembaban udara. Selain itu faktor lainnya yang mempengaruhi penyebaran penyakit ini adalah angka bebas jentik dan kepadatan penduduk. Lingkungan rumah merupakan keadaan lingkungan pemukiman seperti kepadatan rumah, keberadaan jentik dan kepadatan jentik sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat. Oleh sebab itu diharapkan kepada masyarakat untuk melakukan pecegahan dengan melinhat keadaan lingkungan sekitar, secara biologis yaitu memilihara ikan pemakan jentik, secara kimia yaitu dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida), dan dengan cara terpadu yaitu melaksanakan gerakan jumat bersih dengan program 3 M Plus yaitu menguras, menutup, mengubur/menimbung barang bekas. Jentik Aedes aegypti mempunyai habitat pada tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, drum air, tempayan, ember, kaleng bekas, vas bunga, botol bekas, potongan bambu, aksila daun, dan lubanglubang yang berisi air jernih. Menurut pengamatan/observasi yang dilakukan yang
dilakukan secara langsung dilapangan menunjukkan bahwa container yang berada bi dalam maupun diluar rumah banyak ditemukan jentik Aedes aegypti adalah tempat penampungan dispenser dan tempat penampungan kulkas di dalam rumah, dan diluar rumah adalah gelas aqua yang dibuang sembarangan sehingga dapat menampung air hujan yang menjadi tempat perkembang biakan jentik. Angka bebas jentik tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan program pemberantasan vector penular DBD. sebagai indicator upaya pemberantasan vektor melalui pada container adalah gerakan PSN-3M menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata angka bebas jentik yang masih di bawah 95% menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat untuk mencegah penyakit DBD dengan cara 3M di lingkungannya masing-masing belum optimal, sehingga kasus DBD masih sering terjadi Hasil pengujian hipotesis memperlihatkan bahwa dari 33 rumah responden yang diperiksa ada jentik dengan responden menderita DBD sebanyak 9 rumah responden 27,3%. Hal ini dikarenakan masih banyak ditemukan jentik Aedes setiap kontainer yang diperiksa di dalam rumah responden saat dilakukan observasi dimana di setiap rumah memilik lebih dari satu container. Sehingga hal tersebut dapat menggambarkan bahwa penyakit demam berdarah dengue di wilayah Puskesmas Telaga Biru di sebabkan oleh
kepadatan
jentik Aedes aegypti yang ada pada
kontainer. Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian Sumekar (2007). Dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes di Kelurahan Raja Basa. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa jentik Aedes di Kelurahan Raja Basa ada hubungan dengan kejadian DBD. Dan juga penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trisna (Januari-April 2013) dalam penelitian Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan penyakit DBD di wilayah Puskesmas Telaga Biru Periode januari-April 2013. Hasil penelitiannya, dari beberapa variable yang diteliti hanya keberadaan jentik yang ada hubungan dengan kejadian DBD di wilayah Puskesmas Telaga Biru.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan pada table sebelumnya, peneliti menggambil kesimpulan bahwa ada hubungan kepadatan jentik Aedes aegypti dengan kejadian penyakit DBD di Wilayah Puskesmas Telaga Biru Tahun 2013. Saran Saran
bagi
masyarakat
diharapkan
pada
masyarakat
untuk
lebih
memperhatikan kegiatan 3 M plus daan pelaksanaan PSN-DBD secara mandiri dan teratur sesuai standar agar dapat mengurangi keberadaan dan kepadatan jentik. Bagi Instansi yaitu dengan kejadian yang ditemukan dilapangan, sebaiknya pihak instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo lebih mengintensifkan kegiatan pemeriksaan jentik berkala dan menggalakkan program 3 M plus di lingkungan sekitar, sehingga dapat dijadikan sebagai monitoring. Peneliti lain aitu hasil penelitian ini dapat diteruskan oleh peneliti lain denganmenambah jumlah variable dan jumlah sampel penelitian, sehingga diharapkan dapat memperkuat keputusan yang akan diambil.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, dkk. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 2. Tersedia di http://resources.ac.id, diakses pada tanggal 5 Februari 2013. Dardjito, dkk. 2008. Beberapa Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kabupaten Banyumas. Artikel (Online), Volume 18 No.3. (http://resources.ac.id, diakses tanggal 24 Januari 2013). Departemen Kesehatan RI. 2005. Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan RI. 2008. Demam Berdarah Dengue. Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo, 2013. Data Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Kabupaten Gorontalo. Puskesmas Tuladenggi. 2013. Data Kunjungan Pasien Demam Berdarah Dengue Puskesmas Tuladenggi Kecamatan Telaga Biru. Satari dan Meiliasari. 2004. Demam Berdarah Perawatan di Rumah Sakit dan di Rumah. Jakarta: Puspa Swara. Siswanto,dkk 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran. Yogyakarta: Bursa Ilmu Soedarmo, Suroso dan Umar. 2004. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesial Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. World Health Organization (WHO). 1998. Demam Berdarah Dengue Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan Dan Pengendalian. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.