Jurnal Sehat Mandiri Volume 11 Nomor 2 Tahun 2016
KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015
Aidil Onasis (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT The purpose of this study was to determine the density of Aedes aegypti mosquito larvae sp. and control interventions at the household breeding places on the risk of disease transmission of dengue in the city of Padang 2015. The research was descriptive design. The population of all the existing landfill in the community house as many as 200 homes. The density of research results larva Aedes aegypti larvae sp index based on Nanggalo and Belimbing Density Figure (DF) DF 4 and 5. With Container Index DF = 7. Intervention Control On Breeding Places Household Nanggalo with Moderate Risk (CI = 17-22% ) and High Risk in Belimbing (CI => 22%). Risk of transmission of dengue disease in mosquito density Nanggalo moderately region and the risk of contagion being in Belimbing with high mosquito density with regions of high transmission risk. Keywords: Shelter Water, larvae, and DBD ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti sp. dan intervensi pengendalian pada breeding places rumah tangga terhadap risiko penularan penyakit DBD di Kota Padang tahun 2015. Desain penelitian deskriptif. Populasi semua TPA yang ada di rumah masyarakat sebanyak 200 rumah. Hasil penelitian Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes aegypti sp berbasis indeks jentik di Nanggalo dan Belimbing Density Figure (DF) 4 dan DF 5. Dengan Container Index DF = 7. Intervensi Pengendalian Pada Breeding Places Rumah Tangga Nanggalo dengan Risiko Sedang (CI = 17 - 22 %) dan Belimbing Risiko Tinggi (CI = > 22 %). Risiko Penularan penyakit DBD di Nanggalo kepadatan jentik sedang dengan wilayah risiko penularan sedang dan di Belimbing dengan kepadatan jentik tinggi dengan wilayah risiko penularan tinggi. Diharapkan pengawasan TPA secara rutin dan berkala dapat mencegah perkembangbiakan jentik sebagai vektor penular DBD seperti menguras bak mandi secara berkala, memberi penutup pada ember dan baskom agar tidak menjadi tempat perindukan bagi nyamuk Aedes aegypti. Kata kunci
: Tempat Penampungan Air, jentik, dan DBD
PENDAHULUAN Penyakit
Demam
Berdarah
karena vektor akan berkembang biak
Dengue (DBD) paling sensitif terhadap
optimum apabila suhu, curah hujan,
perubahan iklim dan lingkungan fisik.
kecepatan
Perubahan iklim akan berpengaruh
tersedia dalam jumlah yang optimum
terhadap media transmisi penyakit,
untuk kehidupannya ( Depkes, 2009)
angin
dan
kelembaban
35
Aidil Onasis; Kepadatan Jentik Aedes Aegypti Sp.,,,,,,,,,,hal 35 - 41
Penyakit
DBD
merupakan
Provinsi Sumatera Barat kasus penyakit
masalah kesehatan yang menimbulkan
DBD pada tahun 2010 berjumlah 1.486
dampak
orang dengan angka insiden 30.66
sosial
maupun
ekonomi.
Kerugian sosial yang terjadi antara lain
(Budiyanto, 2012)
karena menimbulkan kepanikan dalam
Prevalensi dan risiko penularan
keluarga, kematian anggota keluarga
DBD di kota Padang
dan berkurangnya usia harapan hidup.
Laporan Dinas Kesehatan Kota (DKK)
Sejak ditemukan pertama kali tahun
Padang
1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah
Endemis DBD yang hampir ditemui
kasus
pada 11 wilayah Kecamatan yang ada
DBD
maupun
penyebarannya
luas
semakin
daerah
bertambah
dan
diketahui
terutama
berdasarkan
bahwa
pada
daerah
30
seiring dengan meningkatnya mobilitas
kelurahan
dan kepadatan penduduk. (Suroso,
peningkatan kasus dari tahun ke tahun.
2000)
Kondisi penularan kasus DBD Keadaan
dengan
ini
erat
kaitannya
peningkatan
mobilitas
penduduk sejalan
dengan lancarnya
transportasi
penyebaran
serta
virus
endemis.
wilayah Terjadinya
yang
masih lebih besar CFR nasional yaitu harus dibawah 1 %.( Budiyanto, 2012) Hasil
Survei
menunjukan
Indeks
Jentik
dapat nyamuk
dengue dan nyamuk penularnya. Di
yang
Jakarta kasus penyakit DBD dilaporkan
Dengue
pertama kali pada tahun 1969. Kejadian
kemungkinan adanya penularan virus
Luar Biasa terbesar terjadi pada tahun
DBD secara trans-ovarial dan tingkat
1998, dengan angka kesakitan (Insiden
penurunan
Rate)
100.000
aegypti
100.000
organofosfat (malathion dan temefos)
penduduk ditemukan 35 orang terinfeksi
yang telah digunakan ±10 tahun untuk
penyakit DBD dan angka kematian
pengendalian vektor( Suroso, 2000).
sebesar
penduduk
35,19
artinya
per
setiap
potensial
Jentik
dan
menularkan
indikator
status
virus
entomologi,
kerentanan
terhadap
Ae.
insektisida
sebesar 2 % artinya dari 35 orang
Survei jentik yang dilakukan baru
penderita maka 1 orang meninggal
menemukan Angka Bebas Jentik (ABJ)
dunia (WHO, 2004)
dengan sasaran 100 rumah dengan
Data
Kesehatan
hasil 88 % dengan target diatas 90 %,
Republik Indonesia Tahun 2010 jumlah
sehingga rumah dan tempat perindukan
kasus DBD 44.711 orang dengan angka
nyamuk mungkin saja terlewatkan4.
insiden tertinggi di daerah Provinsi
Hasil
penelitian
Maluku Utara (78.41). Sedangkan di
tahun
2013
36
Kementerian
sebelumnya
didapatkan
pada
gambaran
Jurnal Sehat Mandiri Volume 11 Nomor 2 Tahun 2016
sebagai berikut Rumah sebagai sarang
Identifikasi
Aedes aegypti di kelurahan Kurao
Pengendalian dan Pencegahan dengan
Pagang
Kriteria Sangat Buruk dan di Kalumbuk
= 37 %, TPA Potensial Bak
Jentik
Mandi/Bak Air. Kepadatan Jentik Kurao
Kriteria Baik = 36 %.
Pagang = 30 % dengan Indeks Jentik
Berdasarkan
Aedes
hal
aegypti.
ini
melakukan
peneliti
Rata-Rata 24 %. Kepadatan Kurao
tertarik
Pagang dengan House Index (HI)
Kepadatan jentik
sebesar 37 %, Container Index (CI) =
aegypti sp. dan intervensi pengendalian
30 % dan Breteau Index (BI) sebesar
pada Breeding Places rumah tangga
148 TPA setiap100 rumah yang ada,
terhadap
dengan rata-rata HI=28 %, CI = 24 %
Demam Berdarah Dengue (DBD) di
dan BI = 111 TPA setiap 100 rumah.
Kota Padang Tahun 2015”.
risiko
penelitian“
nyamuk
penularan
Aedes
penyakit
METODE PENELITIAN Penelitian
ini
pengendalian dan pemberantasan dan
dilakukan secara observasi dengan
kepadatan serta perbedaan kepadatan,
survei larva pada breeding places
antara lain : hasil kepadatan jentik
Rumah
nyamuk yang memakai indikator House
Tangga
Deskriptif
di
Kota
Padang.
Sampel keseluruhan adalah sebanyak
Index
200 rumah, menggunakan form survei
Breteau Index (BI) dengan Density
jentik dan kuesioner. Analisis univariat,
Figure tahun 1972 Selanjutnya Density
distribusi
Figure untuk Container Index (CI)
frekuensi
dibandingkan
dan
tendensi
dengan
teori
(HI),
Container
Index
(CI),
ditetapkan sebagai risiko penularan.
HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pemeriksaan Jentik Pada Rumah dan TPA di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2015 No Karakteristik Pemeriksaaan Jumlah % 1Tempat Penampungan Air (TPA) 259 2 TPA Ditemukan Jentik (Container Index) 47 18,14 3 Rumah Diperiksa 100 4 Rumah Ditemukan Jentik (House Index) 22 22 Digambarkan kepadatan jentik nyamuk
berada pada rentang Density Figure
Aedes aegypti di Nanggalo Padang
(DF) 2 – 5 yaitu DF 4 dan DF 5.
37
Aidil Onasis; Kepadatan Jentik Aedes Aegypti Sp.,,,,,,,,,,hal 35 - 41
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pemeriksaan Jentik Pada Rumah dan TPA di Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Padang Tahun 2015 No Karakteristik Pemeriksaaan Jumlah % 1 Tempat Penampungan Air (TPA) 127 2 TPA Ditemukan Jentik (Container Index) 39 30,70 3 Rumah Diperiksa 100 4 Rumah Ditemukan Jentik (House Index) 28 28 Dapat digambarkan kepadatan jentik
Figure (DF) 2 – 5 yaitu DF 4 dan DF 5.
nyamuk Aedes aegypti di Belimbing
Tetapi untuk Container Index
Padang berada pada rentang Density
pada DF = 7
berada
Tabel 3. Distribusi Intervensi Pengendalian berdasarkan Proporsi Indeks Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2015 Indeks Jentik House Index (HI) % Container Index (CI) % Breteau Index per 100 Rumah 18,14 = Risiko 22 47 Sedang Intervensi Pengendalian berdasarkan angka CI di Nanggalo dengan Risiko Sedang (CI = 17 - 22 %) Tabel 4. Distribusi Intervensi Pengendalian berdasarkan Proporsi Indeks Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Padang Tahun 2015 Indeks Jentik House Index (HI) % Container Index (CI) % Breteau Index per 100 Rumah 30,70 = Risiko Tinggi 22 39 Kajian
kepadatan
pengukuran
Hasil
pengamatan
kepadatan
dan analisis indeks jentik yaitu House
pengukuran dan analisis indeks jentik
Index (HI), Container Index (CI) dan
yang mendeskripsikan kepadatan di
Breteau
yang
Belimbing berada pada rentang DF(2-5)
pada
yaitu DF = 4 dan DF = 5 dengan makna
Nanggalo
kepadatan jentik sedang. Tetapi untuk
berada pada rentang DF(2-5) yaitu DF
Container Index (CI) dalam rentang DF
= 4 dan DF = 5 dengan makna
(6 - 9) yaitu DF = 7 dengan makna
kepadatan
kepadatan jentik tinggi dengan wilayah
Index
mendeskripsikan Density
Figure
jentik
(BI) kepadatan
(DF)
di
sedang
dengan
wilayah risiko penularan sedang seperti
risiko
pada tabel 3
tergambar pada tabel 4
38
penularan
tinggi
seperti
Jurnal Sehat Mandiri Volume 11 Nomor 2 Tahun 2016
PEMBAHASAN
Berdasarkan
Kepadatan jentik nyamuk Aedes
penelitian
telah
dilakukan, jenis TPA yang ditemukan
aegypti sp berbasis indeks jentik di
dalam
penelitian
Nanggalo dan Belimbing
Ember
sebanyak
tahun 2015
yang
ini
meliputi
43,6%
jenis
kemudian
dari penelitian dan pengamatan dapat
diikuti sebanyak Baskom 41,1%, dan
digambarkan
Bak mandi 15,3%.
kepadatan
jentik
di
Nanggalo rentang DF = 2 – 5 yaitu 4 dan 5
dengan tingkat kapadatan
Dengan 53,9% kontainer berada dalam
rumah
dan
luar
rumah
kontainer,
kondisi
sedang dan di Belimbing DF = 2 – 5
sebanyak
yaitu 4 dan 5. Tetapi untuk Container
warna TPA umum gelap dan tergolong
Index berada pada DF = 7.
tidak terawat di karenakan jenis TPA
Hasil
yang
yang berukuran besar dan sulit untuk di
kepadatan
bersihkan atau dikontrol, seperti TPA
vektor DBD, Indeks jentik menunjukan
jenis bak mandi yang tidak terawat dan
tingkat kepadatan.Penelitian Yudhastuti
jarang di kuras secara berkala, serta
di
letak TPA yang banyak ditemukan
merupakan
density acuan
Surabaya
angka
CI,
figure
46,1%
di
dari
menyatakan HI,
mengakibatkan
dan
tingginya BI
tingginya
dapat
diluar rumah dan kondisi warna TPA
angka
yang berwarna gelap.
kejadian DBD. Hasil ini menunjukkan
Menurut H. Hasyimi dan Mardjan
tingginya angka kejadian DBD yang
Soekirno
juga sejalan dengan penelitian yang
banyak ditemukan jentik nyamuk Aedes
telah
peneliti
Jakarta
Utara
paling
yang
juga
aegypti adalah di bak mandi. Hal ini
kejadian
DBD
dikarenakan bak mandi termasuk TPA
tinggi. Untuk survey dan pengamatan
yang berukuran besar yang sulit untuk
jentik perlu disosialisasikan kepada
mengganti airnya dan air yang berada
masyarakat terutama karena kebiasaan
di dalamnya cukup lama sehingga
menampung air dapat menciptakan
mengindikasi banyaknya jentik pada
breeding places nyamuk. Dan cara
bak mandi. Sejalan dengan Satoto di
termudah dalam pengendalian adalah
Denpasar bahwa TPA paling banyak
dengan memberantas sarang nyamuk.
adalah jenis bak mandi. Sedangkan
menunjukkan
Intervensi Breeding
lakukan
di
angka
Pengendalian
Places
letak kontainer pada dalam rumah atau
Nanggalo dengan Risiko Sedang (CI =
bangunan, Letak TPA yang di dalam
17 - 22 %) dan di Belimbing dengan
rumah apalagi TPA yang berisi air akan
Risiko
mengundang nyamuk Aedes aegyti
(CI
=
>
CI
untuk letak TPA menurut Budiyanto
di
Tinggi
berbasis
pada
22
%).
39
Aidil Onasis; Kepadatan Jentik Aedes Aegypti Sp.,,,,,,,,,,hal 35 - 41
untuk
membuat
tempat
dengan kegiatan “3M” yaitu : Menguras
perindukkannya, hal ini sesuai dengan
bak
perilaku hidup nyamuk Ae aegypti yang
penampungan air lainnya, Menutup
lebih suka beristirahat ditempat yang
tempat
gelap,
lembab
Memanfaatkan kembali barang-barang
didalam
rumah,
dan
tersembunyi
dan juga perilaku
makan nyamuk Ae aegypti sangat antropofilik. Juga
mandi,
bak
dan
penampungan
tempat
air
dan
bekas Cara
memberantas
aegypti
dengan
jentik
Ae.
menggunakan
perlu dilakukan program
insektisida pembasmi jentik (larvasida)
pencegahan dan pananggulangan DBD
di antara lain dengan temephos. Dosis
dilakukan
a).
yang di gunakan 1 ppm atau 10 gram
Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD,
(kurang lebih 1 sendok makan rata)
b). Abatisasi selektif dan c). Predaktor
untuk tiap 100 liter air. Larvasidasi
jentik. dengan membersihkan rumah
mempunyai efek residu 3 bulan. secara
sendiri dan gotong royong bersama
biologi adalah dengan cara memelihara
untuk
lingkungan,
ikan pemakan jentik contohnya : ikan
dengan begitu akan memutus rantai
kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/
perkembangbiakkan
tempalo dan lain-lainnya.
dengan
cara:
membersihkan
dan
penularan
jentik Ae. Aegypti, lebih di kenal Dengue (DBD) di Nanggalo dengan KESIMPULAN DAN SARAN Aedes
kepadatan
Kepadatan
Jentik
aegypti
Nanggalo
di
Nyamuk pada
jentik
sedang
dengan
wilayah risiko penularan sedang . Risiko
Penularan
Penyakit
Demam
rentang Density Figure (DF) 2 – 5 yaitu
Berdarah Dengue (DBD) di Belimbing
4 dan 5.Kepadatan Jentik Nyamuk
dengan kepadatan jentik tinggi dengan
Aedes aegypti di Belimbing DF yaitu 4
wilayah risiko penularan tinggi
dan 5. Tetapi untuk Container Index berada
pada
DF
=
.
Intervensi
Disarankan
Kepada
masyarakat : Menampung air dengan
Pengendalian Breeding Places Rumah
TPA
Tangga di Nanggalo dengan Risiko
memperhatikannnya dan memberinya
Sedang (CI = 17 - 22 %). Intervensi
penutup,
Pengendalian Pada Breeding Places
rumah seperti menguras bak mandi
Rumah Tangga di Belimbing dengan
secara berkala dan memberi penutup
Risiko Tinggi (CI = > 22 %). Risiko
pada
Penularan Penyakit Demam Berdarah
ditelungkupkan bila tidak dipakai serta
40
yang
mudah
dikuras
serta
Memperhatikan kebersihan
ember
dan
baskom
Jurnal Sehat Mandiri Volume 11 Nomor 2 Tahun 2016
Memelihara ikan pemakan jentik seperti
program 3M plus seperti pemakaian
ikan
Repellen
cupang.
Puskesmas:
Kepada
Pendidikan
pihak
kesehatan
dan
kawat
kasa
serta
pemberantasan jentik dengan larvasida
akan pentingnya menjaga lingkungan
(abatisasi)
dan
JUMANTIK
secara
bersih dan bebas jentik nyamuk penular
teratur mengunjungi rumah-rumah
Demam Berdarah, seperti menggiatkan DAFTAR PUSTAKA Budiyanto A. Karakteristik container terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di sekolah dasar. Sumatera Selatan ; 2012 Departemen Kesehatan RI. Pengamatan vektor penyakit Demam Berdarah di Indonesia. Jurnal data dan informasi kesehatan. 2004 : 40.
Slamet, Juli Soemirat. 2009. Kesehatan Lingkungan. Bandung : Gadjah Mada University Press Suroso, Thomas; Dkk. 2000. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Diterbitkan atas kerja sama World Heatlh Organization dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan RI. Tim Penanggulangan DBD Departemen Kesehatan RI. 2004 : 01
Supartha, I Wayan. Pengendalian terpadu vektor virus demam berdarah dengue, Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Denpasar ; 2008
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
World Health Organization. Demam Berdarah Dengue. Edisi ke-2. Jakarta : EGC ; 2009.
Hasyimi ; Soekirno, Mardjan. Jurnal pengamatan tempat perindukan Aedes aegypti pada tempat penampungan air. Di akses pada 12 Desember 2014
Yudhastuti R, Vidyani A. Hubungan kondisi lingkungan, kontainer, dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis demam derdarah dengue Surabaya. Surabaya ; 2005.
41