TINJAUAN KEPUSTAKAAN
R. Siti Maryam Jurusan Keperawatan Prodi Keperawatan Persahabatan Jakarta
ABSTRAK Dekubitus terjadi karena adanya tekanan beban tubuh pada daerah kulit yang bersentuhan dengan permukaan tempat tidur dan adanya gesekan yang mengiritasi jaringan kulit. Tekanan dan gesekan tersebut menyebabkan jaringan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga sel menjadi rusak. Salah satunya adalah kejadian pada klien yang mengalami immobilisasi dalam waktu lama. Upaya pencegahan dekubitus dapat dilakukan dengan mobilisasi, perawatan kulit, penggunaan alat/ sarana/ penataan lingkungan perawatan, pemenuhan cairan dan nutrisi serta pendidikan kesehatan. Pemahaman perawat terhadap tindakan yang dilakukan untuk mencegah kejadian dekubitus merupakan kebutuhan dasar klien yang harus dipenuhi. Profesi mandiri perawat dituntut untuk lebih meningkatkan wawasan guna tercapainya pelayanan yang komprehensif tanpa mengabaikan kolaborasi dengan tim kesehatan lain dan peran aktif keluarga klien.
PENDAHULUAN Luka dekubitus merupakan suatu masalah bagi sebagian klien yang dirawat di rumah sakit atau rumah perawatan lainnya. Mereka memiliki risiko untuk mengalami terjadinya dekubitus selama perawatan. Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi luka tekan/ dekubitus bervariasi, tetapi secara umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi di tatanan perawatan akut (acute care), 15-25% di tatanan perawatan jangka panjang (longterm care), dan 7-12% di tatanan perawatan rumah (home health care).
1
Dekubitus terjadi karena klien mengalami immobilisasi/ bedrest dalam waktu yang lama, sehingga terjadi penekanan terus menerus terhadap jaringan kulit di bawahnya yang mengakibatkan timbul luka. Menurut Exton-Smith (1983) terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan dekubitus, yaitu kondisi fisik, status mental, dan tindakan perawatan/ lingkungan. Selain itu, faktor risiko terjadinya dekubitus dipengaruhi oleh kondisi fisik, status mental, tingkat aktivitas, mobilisasi, dan inkontinensia (Norton, et al, 1962 dalam ExtonSmith, 1983).
Menurut Pam Libbs (1988) dalam Martin (1997), dekubitus 95 % dapat dicegah, dan sisanya 5 %, tindakan apapun yang dilakukan, dekubitus bisa terjadi. Anggapan bahwa dekubitus terjadi akibat kesalahan perawat tentunya sangat disayangkan karena hampir 24 jam waktu perawat ada bersama klien dan keluarganya. Oleh karena itu, peranan perawat sebagai sumber daya profesional yang mempunyai kemampuan baik intelektual, teknikal, interpersonal dan moral, bertanggung jawab dalam melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan dan aturan yang berlaku sangatlah penting.
Seorang perawat yang kompeten harus dapat memenuhi persyaratan antara lain memiliki landasan kemampuan pengembangan kepribadian; kemampuan penguasaan ilmu dan keterampilan; kemampuan berkarya; kemampuan mensikapi dan berperilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri, menilai dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab; dan dapat hidup bermasyarakat dengan bekerja sama, saling menghormati, menghargai nilai-nilai pluralisme serta kedamaian (Kepmendiknas No. 232/ U/ 2000). Bantuan keperawatan diberikan agar individu dan keluarga dapat mandiri dalam memelihara kesehatannya sehingga mampu berfungsi secara optimal.
2
Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional bersifat humanistik terintegrasi di dalam pelayanan kesehatan, dapat bersifat dependen, independen dan interdependen serta dilaksanakan dengan berorientasi kepada kebutuhan objektif klien.
PENGERTIAN Dekubitus adalah luka pada jaringan kulit yang disebabkan oleh tekanan yang berlangsung lama dan terus menerus (Doh, 1993 dalam Martin, 1997). Istilah dekubitus diambil dari kata Latin decumbere, yang artinya berbaring. Ini merupakan luka yang terjadi karena tekanan atau iritasi kronis. Keadaan ini terjadi pada kulit punggung pasien yang selalu terbaring di tempat tidur atau yang sulit bangkit dari ranjang perawatan dalam waktu yang lama. Dekubitus mengakibatkan kerusakan/ kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot bahkan sampai mengenai tulang. Hal in disebabkan adanya penekanan pada suatu bagian tubuh yang berlangsung terus menerus misalnya karena tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya sehingga peredaran darah di sekitar daerah itu terhenti, yang mengakibatkan kerusakan/ kematian kulit dan jaringan sekitarnya. Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus/ luka dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian belakang. Lokasi yang sering terkena dekubitus adalah daerah tumit, siku, kepala bagian belakang, dan daerah sekitar bokong.
3
PENYEBAB
Kulit kaya akan pembuluh darah yang mengangkut oksigen ke seluruh lapisannya. Jika aliran darah terputus lebih dari 2-3 jam, maka kulit akan mati, yang dimulai pada lapisan kulit paling atas (epidermis).
Penyebab dari berkurangnya aliran darah ke kulit adalah tekanan. Jika tekanan menyebabkan terputusnya aliran darah, maka kulit yang mengalami kekurangan oksigen pada mulanya akan tampak merah dan meradang lalu membentuk luka terbuka (ulkus). Gerakan yang normal akan mengurangi tekanan sehingga darah akan terus mengalir. Kulit juga memiliki lapisan lemak yang berfungsi sebagai bantalan pelindung terhadap tekanan dari luar. Risiko tinggi terjadinya ulkus dekubitus ditemukan pada :
1. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung). 2. Orang-orang yang tidak mampu merasakan nyeri, karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri. 3. Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang penting. 4.
Gesekan dan kerusakan lainnya pada lapisan kulit paling luar bisa menyebabkan terbentuknya ulkus.
4
Baju yang terlalu besar atau terlalu kecil, kerutan pada seprei atau sepatu yang bergesekan dengan kulit bisa menyebabkan cedera pada kulit. Pemaparan oleh kelembaban dalam jangka panjang (karena berkeringat, air kemih atau tinja) bisa merusak permukaan kulit dan memungkinkan terbentuknya ulkus.
FAKTOR RISIKO Faktor risiko terjadinya dekubitus antara lain, yaitu : 1. Mobilitas dan aktivitas Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus di tempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi berisiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. 2. Penurunan sensori persepsi Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan di atas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. 3. Kelembaban Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi.
5
Selain itu kelembaban juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit. 4. Tenaga yang merobek ( shear ) Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajat. Pada posisi ini pasien bisa merosot ke bawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak ke bawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit. 5. Pergesekan ( friction) Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati. 6. Nutrisi Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
6
7. Usia Pasien yang sudah tua memiliki risiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek. 8. Tekanan arteriolar yang rendah Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom (1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan. 9. Stress emosional Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor risiko untuk perkembangan dari luka tekan. 10. Merokok Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan. 11. Temperatur kulit Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan risiko terjadinya luka tekan.
7
STADIUM LUKA DEKUBITUS Menurut NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory Panel) pada gambar 1, luka dekubitus dibagi menjadi empat stadium, yaitu : 1. Stadium I Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. 2. Stadium II Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal. Jika kulit terluka atau robek maka akan timbul masalah baru, yaitu infeksi. Infeksi memperlambat penyembuhan ulkus yang dangkal dan bisa berakibat fatal terhadap ulkus yang lebih dalam. 3. Stadium III Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam. 4. Stadium IV Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus.
8
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Gambar 1. Stadium Luka Dekubitus menurut NPUAP (Courtesy of Prof. Hiromi Sanada, Japan)
Menurut Casel (1986) yang dikutip oleh Taylor, et al (1989) menyatakan bahwa kemerahan pada kulit dan bila ditekan kulit berwarna pucat serta lama kembali ke warna normal termasuk dekubitus stadium I, sedangkan bila sudah ada luka pada kulit termasuk dekubitus stadium II.
PENCEGAHAN DEKUBITUS Upaya pencegahan dekubitus menurut berbagai ahli secara garis besar meliputi mobilisasi, perawatan kulit, penggunaan alat/ sarana dan penataan lingkungan perawatan serta pendidikan kesehatan (Basta, 1991; Mc. Farland, 1993; Bell & Mathew, 1993; Ortwitch, 1995 dalam Noviaestari, 1997) serta pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi yang adekuat (Kozier, 1991).
9
Pencegahan dekubitus dapat dilakukan dengan : 1. Mengkaji risiko individu terhadap kejadian dekubitus/ luka tekan. Pengkajian risiko luka tekan seharusnya dilakukan pada saat klien memasuki RS dan diulang dengan pola yang teratur atau ketika ada perubahan yang signifikan, seperti pembedahan atau penurunan status kesehatan. Beberapa instrumen pengkajian risiko dapat digunakan untuk mengetahui skor risiko. Diantara skala yang sering digunakan adalah skala Norton. 2.
Mengidentifikasi kelompok kelompok yang berisiko tinggi terhadap kejadian luka tekan. Orang tua dengan usia lebih dari 60 tahun, bayi dan neonatal, pasien injuri tulang belakang, pasien dengan bedrest adalah kelompok yang mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian luka tekan.
3. Mengkaji keadaan kulit secara teratur. a. Pengkajian kulit setidaknya sehari sekali. b. Mengkaji semua daerah di atas tulang yang menonjol setidaknya sehari sekali. c. Kulit yang kemerahan dan daerah di atas tulang yang menonjol seharusnya tidak dipijat karena pijatan yang keras dapat mengganggu perfusi ke jaringan. 4. Mengkaji status mobilitas. Untuk pasien yang lemah, lakukanlah perubahan posisi. Ketika menggunakan posisi lateral,
hindari
tekanan
secara
langsung
pada
daerah
trochanter.
Untuk menghindari luka tekan di daerah tumit, gunakanlah bantal yang diletakkan di bawah kaki bawah. Bantal juga dapat digunakan pada daerah berikut untuk mengurangi kejadian luka tekan yaitu di antara lutut kanan dan lutut kiri, di antara mata kaki, dibelakang punggung, dan di bawah kepala. 5. Meminimalkan terjadinya tekanan. Hindari menggunakan kassa yang berbentuk donat di tumit. Perawat rumah sakit di Indonesia masih sering menggunakan donat yang dibuat dari kasa atau balon untuk mencegah luka tekan. Menurut hasil penelitian Sanada (1998) ini justru dapat mengakibatkan region yang kontak dengan kasa donat menjadi iskemia.
10
6. Mengkaji dan meminimalkan terhadap pergesekan (friction) dan tenaga yang merobek (shear). Bersihkan dan keringkan kulit secepat mungkin setelah inkontinensia. Kulit yang lembab mengakibatkan mudahnya terjadi pergesaran dan perobekan jaringan. Pertahankan kepala tempat tidur pada posisi 30 atau di bawah 30 derajat untuk mencegah pasien merosot yang dapat mengakibatkan terjadinya perobekan jaringan. 7. Mengkaji inkontinensia Kelembaban yang disebabkan oleh inkontinensia dapat menyebabkan maserasi. Lakukanlah latihan untuk melatih kandung kemih (bladder training) pada pasien yang mengalami inkontinesia. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka tekan adalah : ● Bersihkanlah setiap kali lembab dengan pembersih dengan PH seimbang. ● Hindari menggosok kulit dengan keras karena dapat mengakibatkan trauma pada kulit. ● Pembersih perianal yang mengandung antimikroba topikal dapat digunakan untuk mengurangi jumlah mikroba didaerah kulit perianal. ● Gunakalah air yang hangat atau sabun yang lembut untuk mencegah kekeringan pada kulit. ● Berikanlah pelembab pada pasien setelah dimandikan untuk mengembalikan kelembaban kulit. ● Bila pasien menggunakan diaper, pilihlah diaper yang memiliki daya serap yang baik, untuk mengurangi kelembapan kulit akibat inkontinensia.
Menurut Vander Cammen (1991) yang dikutip oleh Pranarka (1999) menyatakan bahwa pada dekubitus Stadium I, kulit yang tertekan dan kemerahan harus dibersihkan menggunakan air hangat dan sabun, lalu diberi lotion dan dipijat 2-3 x/hari untuk memperlancar sirkulasi sehingga iskemia jaringan dapat dihindari.
8. Mengkaji status nutrisi ● Pasien dengan luka tekan biasanya memiliki serum albumin dan hemoglobin yang lebih rendah bila dibandingkan dengan mereka yang tidak terkena luka tekan.
11
● Mengkaji status nutrisi yang meliputi berat badan pasien, intake makanan, nafsu makan, ada tidaknya masalah dengan pencernaan, gangguan pada gigi, riwayat pembedahan atau intervensi keperawatan/medis yang mempengaruhi intake makanan. 9. Mengkaji dan memonitor luka tekan pada setiap penggantian balutan luka meliputi : ● Deskripsi dari luka tekan meliputi lokasi, tipe jaringan ( granulasi, nekrotik, eschar), ukuran luka, eksudat (jumlah, tipe, karakter, bau), serta ada tidaknya infeksi. ● Stadium dari luka tekan ● Kondisi kulit sekeliling luka ● Nyeri pada luka 10. Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan ● Penyembuhan luka seringkali gagal karena adanya kondisi-kondisi seperti malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia. ● Medikasi seperti steroid, agen imunosupresif, atau obat anti kanker juga akan mengganggu penyembuhan luka. 11. Mengevaluasi penyembuhan luka ● Luka tekan stadium II seharusnya menunjukan penyembuhan luka dalam waktu 1 sampai 2 minggu. Pengecilan ukuran luka setelah 2 minggu juga dapat digunakan untuk memprediksi penyembuhan luka. Bila kondisi luka memburuk , evaluasilah luka secepat mungkin. ● Menggunakan parameter untuk penyembuhan luka termasuk dimensi luka, eksudat, dan jaringan luka. 12. Mengkaji komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan seperti abses, osteomielitis, bakteriemia, fistula. 13. Memberikan klien pendidikan kesehatan berupa penyebab dan faktor risiko untuk luka dekubitus dan cara-cara untuk meminimalkannya.
Menurut Notoatmodjo (1993), pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan. Salah satunya dengan melakukan bed side teaching dimana hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit sambil perawat melakukan tugas keperawatannya seperti saat membantu mobilisasi, memberi makan atau saat memandikan klien.
12
Dengan menggunakan berbagai media yang menarik dan jelas tentunya akan membantu klien dan keluarganya dalam meningkatkan pengetahuan guna melakukan perawatan mandiri.
TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM MENCEGAH DEKUBITUS Karena luka tekan lebih mudah dicegah daripada diobati, setiap orang yang berpartisipasi dalam perawatan pasien bertanggung jawab untuk mencegah kerusakan kulit. Jika kerusakan kulit sudah terjadi, semua pemberi asuhan harus berusaha mempercepat penyembuhan dekubitus. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah : 1. Rubah posisi pasien sedikitnya 2 jam sekali. Ketika merubah hindari pergesekan seperti menggeser pasien dengan linen atau alat-alat lain. 2. Anjurkan pasien untuk duduk di kursi roda setiap 10 menit untuk mengurangi tekanan. Bila penderita dapat duduk, dapat didudukkan di kursi. Gunakan bantalan untuk penyangga ke 2 kaki dan bantal – bantal kecil untuk menahan tubuh penderita. Bila memungkinkan ganti posisi tidur penderita setiap hari dengan cara mengganjalnya dengan bantal atau bantalan busa. 3. Anjurkan masukan nutrisi yang tepat dan cairan yang adekuat. 4. Segera bersihkan feses atau urin dari kulit karena bersifat iritatif terhadap kulit. Cuci dan keringkan daerah tersebut dengan segera. 5. Laporkan adanya area kemerahan dengan segera. 6. Jaga agar kulit tetap bersih dan kering. 7. Jaga agar linen tetap kering, bersih dan bebas dari kerutan/ tidak kusut dan benda keras. 8. Mandikan pasien dan beri perhatian khusus pada daerah-daerah yang berisiko mengalami tekanan atau gesekan. 9. Masase sekitar daerah kemerahan dengan menggunakan lotion. 10. Beri sedikit bedak tabur yang mengandung calamine, zinc, camphor yang bermanfaat untuk mencegah kerusakan kulit akibat garukan karena gatal. Jangan sampai bedak menumpuk atau menggumpal.
13
11. Lakukan latihan ROM minimal 2 kali sehari untuk mencegah kontraktur. 12. Periksa kesesuaian dan penggunaan penahan atau restrein. 13. Periksa selang NGT dan kateter untuk memastikan bahwa selang tersebut tidak pada posisi yang dapat menyebabkan iritasi. 14. Gunakan kasur busa, kasur kulit, atau kasur perubah tekanan. Jika pasien harus menjalani tirah baring dalam waktu yang lama, bisa digunakan kasur khusus, yaitu kasur yang diisi dengan air atau udara.
KESIMPULAN Perlu diwaspadai terjadinya dekubitus jika ditemui tanda-tanda seperti kulit tampak kemerahan yang tidak hilang setelah tekanan ditiadakan, pada keadaan yang lebih lanjut kulit kemerahan di sertai adanya pengelupasan sedikit. Bila keadaan ini dibiarkan setelah 1 minggu akan terjadi kerusakan kulit dengan batas yang tegas. Biasanya kerusakan ini bisa mencapai tulang dan lapisan di bawah kulit. Luka tekan yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan masa perawatan pasien menjadi panjang dan peningkatan biaya rumah sakit. Upaya pencegahan dekubitus meliputi mobilisasi, perawatan kulit, pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi yang adekuat, penggunaan alat/ sarana dan penataan lingkungan perawatan serta pendidikan kesehatan. Perawat yang terlibat di dalam pendidikan kesehatan agar lebih menyadari bahwa tindakannya dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan klien untuk mencegah terjadinya luka dekubitus akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku klien tersebut dalam melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya luka dekubitus. Oleh karena itu perawat perlu memahami secara komprehensif tentang luka dekubitus agar dapat memberikan pencegahan dan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien yang berisiko terkena luka tekan serta meningkatkan peran aktif klien dan keluarganya untuk dapat melakukan perawatan secara mandiri. 14
KEPUSTAKAAN BPPSDM Pusdiknakes Depkes. 2006. Kurikulum Pendidikan DIII Keperawatan. Jakarta : Departemen Kesehatan. Depkes RI. 2001. Pedoman Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan. Depkes RI. 2003. Pedoman Pengelolaan Kegiatan Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut. Jakarta : Departemen Kesehatan. Hegner, Caldwell. 2003. Asisten Keperawatan. Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Edisi 6. Jakarta : EGC. Kozier, B. 1991. Fundamental of Nursing. Four Edition. Addison Wisley. Majalah Keperawatan. Nursing Journal of Padjadjaran University. Volume 4 No. 7 September 2002 – Maret 2003. Mukti, Erni Novieastari. 2005. Penelusuran Hasil Penelitian tentang Intervensi Keperawatan dalam Pencegahan terjadinya Luka Dekubitus pada Orang Dewasa. Jakarta : www.fikui.ac.id. Notoatmodjo. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset. Pranarka. 1999. Buku Ajar Geriatri, Ilmu Kesehatan Usila. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Sari, Yunita. Luka Tekan (Pressure Ulcer) : Penyebab Dan Pencegahan. Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman. www.
kalbefarma.
Com.
Cermin
Dunia
Kedokteran.
ISSN
:
0125-913X.
www. medicastore.com. 2004. Ulkus Dekubitus. www. republika.com. 2004. Dekubitus.
15