J. Sains & Teknologi, Juni 2014, Vol.3 No.1 : 72 – 80
ISSN 2303-3614
EVALUASI KONDISI PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KANTOR DI MENARA BALAIKOTA MAKASSAR Evaluation of Daylighting Conditions on Office Space in Makassar City Hall Tower Irnawaty Idrus Ompo, Ramli Rahim, Baharuddin Hamzah Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Hasanuddin Makassar, (E-mail:
[email protected]) ABSTRAK Sebagai usaha untuk memenuhi tuntutan fungsi sebagai tempat pelayanan kepada masyarakat maka dibutuhkan perkantoran pemerintah yang nyaman, dimana kenyamanan bisa dicapai dengan memperhatikan faktor thermis dan pencahayaan pada ruang yang akan berpengaruh terhadap phisik dan psikis. Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas pencahayaan alami pada ruang kantor di Menara Balaikota Makassar pada tiga kondisi langit yaitu cerah, berawan dan mendung. Lokasi penelitian di menara Balaikota Makassar. Sampel penelitian dipilih secara purposive sampling, sehingga dipilih lantai lima sebagai lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dalam empat tahap, yaitu pengamatan awal, pengukuran dan pencatatan di lapangan, pengukuran pencahayaan eksisting, dan kemudian melakukan simulasi pencahayaan di komputer. Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi langit cerah dan berawan, rata-rata kualitas pencahayaan alami belum memenuhi standar ketentuan pencahayaan minimum. Hanya satu dari enam zona yang memiliki pencahayaan alami yang baik. Pada kondisi langit mendung kualitas pencahayaan keseluruhan zona masih dibawah standar. Kata kunci: Pencahayaan alami, bangunan perkantoran, simulasi pencahayaan
ABSTRACT In an effort to meet the demand of functionality as a service to the public, the goverment needed a comfortable office, and it can be achieved by taking into account the thermal and lighting in the room which will affect the physical and psychological. The study aims to investigate the quality of natural lighting of the office room in Makassar City Hall Tower in three different sky conditions: clear, intermediate and overcast. The study is conducted in Makassar City Hall Tower. Rooms fifth floor were selected as samples by means of purposive sampling technique. The data were collected in four satges: initial observation, measurement and recording in the field, measurement of the existing lighting, and performing the lighting in computerized simulation. The study indicates that in the clearsky and intermediate sky the average quality of natural lighting does not meet the minimum standard of lighting provision. Only one of the six zones that have good in daylighting. In overcast sky conditions, the overall lighting quality is below standard zone. Keywords : Daylighting, Office Building, Lighting Simulation
dimana faktor-faktor ini selalu terjadi hampir sepanjang tahun. Faktor-faktor ini tentu sangat berpengaruh pada kondisi lingkungan thermis dan pencahayaan alami, yang sangat berkaitan dengan tingkat kenyamanan manusia (Sukawi, 2013). Faktor kenyamanan terhadap
PENDAHULUAN Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis lembab dengan memiliki spesifikasi intensitas radiasi matahari yang kuat, temperatur udara yang relatif tinggi, kelembaban udara yang tinggi, serta keadaan langit yang selalu berawan 72
Pencahayaan alami, bangunan perkantoran, simulasi pencahayaan
pencahayaaan dalam ruang perkantoran meliputi cahaya yang mencukupi standar minimum yang disyaratkan dan tidak menyilaukan mata. Kurangnya tingkat pencahayaan dalam ruang kerja akan menimbulkan astenopia dan akan menimbulkan kelelahan pada mata serta mengurangi kecepatan dan efisiensi membaca. Selain itu kepadatan cahaya dapat mempengaruhi kinerja dan kenyamanan visual; pencahayaan yang tidak merata tidak memuaskan secara subjektif (Kristanto, 2004). Jika lingkungan penerangan ruang tergolong buruk, dapat menyebabkan ketidakpuasan pekerja, menurunkan produktivitas kerja, dan tidak baik untuk kesehatan visual (Nurdiah, 2007). Terdapat dua jenis sumber cahaya yang dapat dipergunakan untuk penerangan di dalam ruang, yaitu cahaya alam yang berasal dari kubah langit dan cahaya buatan dari pencahayaan elektrik. Penerangan alam berperan penting dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development) karena dapat dimanfaatkan tanpa membutuhkan energi dan tidak menimbulkan polusi sehingga mengurangi polutan (Evans, 1981). Ketersediaan cahaya matahari yang melimpah merupakan suatu kelebihan tersendiri bagi bangunan-bangunan di lingkungan tropis. Intensitas penerangan alam di daerah khatulistiwa dapat mencapai ±10.000 lux dan tersedia sepanjang tahun dengan intensitas yang dipengaruhi kubah langit. Lama waktu penyinaran matahari relatif stabil sepanjang tahun yaitu antara pukul 06.00-18.00 atau antara 11-12 jam (Koenigsberger, 1974). Bangunan yang telah dirancang agar memiliki cahaya alami penuh, tetap membutuhkan sistem pencahayaan elektrik sebagai pendukung. Pada saat cahaya alami tidak dapat memenuhi standar kebutuhan cahaya pada ruang, pada saat itu pula dibutuhkan pencahayaan buatan untuk memenuhinya (Karlen, 2004). Hasil Penelitian dari Belinda (2011) tentang karakteristik
ISSN 2303-3614
pencahayaan yaitu iluminasi meningkat saat cerah dan menurun saat mendung. Dengan kemajuan teknologi, memberikan peluang dalam menganalisis pencahayaan menggunakan komputer. Program Dialux 10.1 dapat mengidentifikasi nilai cahaya siang dan cahaya artificial (lampu) secara cepat dan tepat. Simulasi pencahayaan dalam bangunan dapat dibuat sesuai dengan parameter di lapangan dan lingkungan objek, dengan hasil pengukuran berupa angka, grafik, dan gambar. Pemilihan lokasi penelitian sebagai studi kasus yaitu Menara Balaikota Makassar, yang berdasarkan pengamatan awal peneliti bahwa kualitas pencahayaan alaminya kurang baik. Penelitian ini ingin mengetahui kualitas pencahayaan alami pada ruang kerja di Menara Balaikota Makassar pada tiga kondisi cahaya langit (cerah, berawan, mendung) sehingga menjadi langkah awal untuk mengoptimalisasikan sistem pencahayaannya. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di lantai lima Menara Balaikota Makassar. Jenis penelitian yang dilakukan yaitu deskriptif kuantitatif dengan metode modelling/ permodelan. Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh ruang yang terdapat di lantai tiga hingga lantai delapan Menara Balaikota Makassar. Hal tersebut dikarenakan lantai tersebut berfungsi sebagai ruang kerja/ kantor bagi pegawai pemerintah daerah kota Makassar. Sampel dipilih secara Purposive Sampling sehingga dipilih seluruh ruang pada lantai lima sebagai wilayah sampel. Metode Pengumpulan Data Data yang akan diteliti bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan serta
73
Irnawaty Idrus Ompo
ISSN 2303-3614
dengan simulasi komputer. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen dan referensi yang di anggap relevan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, jenis data yang dibutuhkan disesuaikan dengan variabel pencahayaan yang digunakan. Berikut adalah alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian: (a) Luxmeter digital, untuk mengukur nilai iluminasi atau jumlah cahaya yang jatuh pada suatu objek, (b) Meteran untuk mengukur dimensi ruang, jarak, dan ukuran jendela, (c) Alat tulis untuk mencatat data hasil pengukuran, (d) Kamera digital, untuk mendokumentasikan objek penelitian, (e) Laptop, untuk mengolah data dan simulasi pencahayaan. Adapun software yang akan dipakai dalam simulasi komputer untuk menganalisis pencahayaan yaitu DIALux 10.1. Pelaksanaan pengumpulan data khususnya data primer, dilaksanakan dalam beberapa tahap; yakni pengamatan awal, pengukuran dan pencatatan di lapangan, pengukuran pencahayaan eksisting, dan simulasi komputer. Pengamatan awal terhadap objek penelitian melalui pengamatan langsung terhadap kuantitas pencahayaan ruang secara kualitatif. Penilaian dilakukan tanpa menggunakan peralatan tertentu tapi melalui penilaian subyektif secara visual. Data yang dikumpulkan adalah data-data mengenai jenis material pada elemen bangunan, seperti dinding, lantai, plafond, jendela, dan warna serta tekstur dari material tersebut. Data tentang elemen dan material ini digunakan sebagai pilihan material yang akan disimulasikan agar simulasi semakin mendekati kondisi sesungguhnya. Pengumpulan data fisik bangunan dilakukan dengan metode pengukuran elemen-elemen pembentuk ruangan dan bukaan-bukaan yang berpotensi mempengaruhi kuantitas pencahayaan alami dalam ruangan. Data fisik meliputi data ukuran geometri bangunan dan ruangruang, baik jarak dan ketinggian
bangunan serta overhang. Pengukuran fisik menggunakan alat berupa meteran untuk mengukur dimensi ruang. Hal ini diperlukan untuk pembuatan gambar model tiga dimensi yang akan digunakan sebagai gambar dasar dalam program simulasi. Pelaksanaan pengukuran pencahayaan pada ruang objek penelitian dengan menggunakan digital luxmeter. Pengukuran dilakukan untuk dua sistem pencahayaan, yaitu pencahayaan alami eksisting dan pencahayaan buatan eksisting. Adapun metode penempatan titik ukur, dilakukan mengikuti ketentuan SNI. Waktu pengukuran pencahayaan alami, dilakukan pada pagi (pukul 09.00), siang (pukul 12.00) dan sore (pukul 15.00). Alat ukur diletakkan setinggi 0,75 m di atas permukaan lantai, dengan pertimbangan bahwa bidang kerja horizontal setinggi meja kerja. Jarak alat ukur satu dan lainnya adalah tiga meter, TUS (Titik Ukur Samping) berjarak 1/3d dari dinding bukaan, dan TUU (Titik Ukur Utama) berada pada pertengahan ruangan (SNI 03-2396-2001). Mengingat kondisi langit yang sangat bervariasi, pengukuran dilaksanakan pada tiga kondisi langit yaitu langit cerah (clear sky), berawan (intermediate sky) dan mendung (overcast sky). Besarnya prosentase cloud cover dilihat berdasarkan pengamatan langsung terhadap keberadaan awan pada langit dengan ketentuan cloud cover pada langit cerah yaitu tidak lebih dari 30%, langit berawan 30-80% dan langit mendung diatas 80% (Baharuddin, 2009). Data yang harus dimasukkan untuk dapat melakukan simulasi meliputi model tiga dimensi, kondisi langit, waktu pengukuran (bulan, tanggal dan jam), data lokasi, zona yang disimulasikan, orientasi, titik referensi atau grid referensi sebagai posisi titik ukur dan kamera sebagai titik acuan dalam menampilkan hasil pencahayaan secara meruang. Untuk model simulasi, pertama-tama membentuk gambar tiga dimensi objek yang akan diteliti sesuai 74
Pencahayaan alami, bangunan perkantoran, simulasi pencahayaan
kondisi riil pada program DIALux 10.1. dengan penyederhanaaan bentuk dan elemen bangunan untuk memudahkan running program simulasi. Setelah semua data variabel dimasukkan, kemudian dilakukan “calculate” terhadap kualitas pencahayaan.
memudahkan peneliti dalam menganalisis (Gambar 1). Secara geografis Kota Metropolitan Makassar terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan pada koordinat 119º18'27,97” - 119º32'31,03” Bujur Timur dan 5º00'30,18” - 5º14'6,49” Lintang Selatan (Makassar dalam Angka, 2010). Lokasi yang diinput ke dalam program simulasi yaitu Makassar, dengan Longitude 119,40o dan Latitude -5,10o.
Metode Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data Statistik Deskriptif Kuantitatif. Analisis data jenis ini biasa juga disebut dengan analisis Univariat, yang terdiri dari Distribusi, Tendensi Sentral dan Dispersi. Distribusi merupakan rangkuman frekuensi dari nilai individual atau rentang nilai untuk variabel. Tendensi Sentral adalah sebuah perkiraan dari nilai distribusi, misalnya Rata-rata (Mean), Median, Modus. Dispersi merujuk pada sebaran nilai atau harga di sekitar tendensi sentral (Widi, 2010). HASIL Pengukuran dilakukan per
ISSN 2303-3614
Kualitas Pencahayaan Alami Hasil simulasi memperlihatkan bahwa rata-rata kualitas pencahayaan alami pada lantai lima Menara Balaikota Makassar kondisi langit Cerah (Clearsky) belum memenuhi standar pencahayaan minimum untuk ruang kerja pada bangunan perkantoran. Dari enam zona ruang yang diteliti, hanya satu zona yang memenuhi standarisasi (Tabel 1 dan Tabel 4). Pada kondisi langit Berawan (intermediate sky) juga hanya satu zona yang memenuhi standarisasi (Tabel 2), dan pada kondisi langit Mendung (overcast sky) tidak ada ruang yang memenuhi standarisasi (Tabel 3).
tingkat pencahayaan zona ruang untuk
Gambar 1. Zona Pencahayaan Objek Penelitian, Sumber: Peneliti, 2013
75
Irnawaty Idrus Ompo
ISSN 2303-3614
Tabel 1. Rangkuman Kualitas Pencahayaan Alami, Kondisi Langit Cerah (Clearsky) Pengukuran Luxmeter Tanggal 20 April 2013 jam 09.00-16.00. Sumber: Peneliti, 2013. NO 1
NAMA ZONA ZONA 1
ILUMINASI RATA-RATA (Eavg) 19 LUX
NAMA RUANG
WAKTU
Ruang Bidang Penggerakan Masyarakat
09.0016.00
Ruang Bidang Pengendalian Masyarakat
09.0016.00
224 LUX
2
ZONA 2
Ruang Bidang Pengendalian KB
09.0016.00
103 LUX
3
ZONA 3
Ruang Sekretariat Umum BKKBN
09.0016.00
37 LUX
4
ZONA 4
Ruang Bidang Data dan Informasi
09.0016.00
437 LUX
Ruang Sekretaris BKKBN
09.0016.00
457 LUX
Ruang Sekretariat Kepala BKKBN
09.0016.00
245LUX
5
ZONA 5
Ruang Ketua
09.0016.00
188 LUX
6
ZONA 6
Ruang Pegawai Umum
09.0016.00
19 LUX
76
KUALITAS PENCAHAYAAN BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) MEMENUHI Standarisasi (350 Lux) MEMENUHI Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux)
Pencahayaan alami, bangunan perkantoran, simulasi pencahayaan
ISSN 2303-3614
Tabel 2. Rangkuman Kualitas Pencahayaan Alami, Kondisi Langit Berawan (Intermediate Sky) Pengukuran Luxmeter, Tanggal 26 Mei 2013 pukul 09.00-13.00. Sumber: Peneliti, 2013. NO
NAMA ZONA
1
ZONA 1
2
ZONA 2
3
ZONA 3
4
ZONA 4
NAMA RUANG Ruang Bidang Penggerakan Masyarakat Ruang Bidang Pengendalian Masyarakat Ruang Bidang Pengendalian KB Ruang Sekretariat Umum BKKBN Ruang Bidang Data dan Informasi Ruang Sekretaris BKKBN
5
ZONA 5
Ruang Sekretariat Kepala BKKBN Ruang Ketua
6
ZONA 6
Ruang Pegawai Umum
ILUMINASI RATA-RATA (Eavg) 9 lux 139 lux 81 lux 23 lux 389 lux 365 lux 148 lux
10 lux
57 lux
KUALITAS PENCAHAYAAN BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) MEMENUHI Standarisasi (350 Lux) MEMENUHI Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux)
Tabel 3. Rangkuman Kualitas Pencahayaan Alami, Kondisi Langit Mendung (Overcast Sky) Pengukuran Luxmeter, Tanggal 08 Mei 2013 pukul 11.00-16.00. Sumber: Peneliti, 2013 NO
NAMA ZONA
1
ZONA 1
2
ZONA 2
3
ZONA 3
4
ZONA 4
NAMA RUANG Ruang Bidang Penggerakan Masyarakat Ruang Bidang Pengendalian Masyarakat Ruang Bidang Pengendalian KB Ruang Sekretariat Umum BKKBN Ruang Bidang Data dan Informasi Ruang Sekretaris BKKBN
5
ZONA 5
Ruang Sekretariat Kepala BKKBN Ruang Ketua
6
ZONA 6
Ruang Pegawai Umum
77
ILUMINASI RATA-RATA (Eavg) 5 lux 88 lux 36 lux 14 lux 163 lux 150 lux 46 lux
5 lux
51 lux
KUALITAS PENCAHAYAAN BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux) BELUM Memenuhi Standarisasi (350 Lux)
Irnawaty Idrus Ompo
ISSN 2303-3614
Tabel 4. False Colour Rendering Simulasi DIALux Sistem Pencahayaan Alami, Kondisi Langit Cerah (Clear Sky) Tanggal 20 April 2013. Sumber: Peneliti, 2013
09.00 PAGI (CERAH)
12.00 SIANG (CERAH)
15.00 SORE (CERAH)
Zone-1
Zone-2
Zona-3
Zone-4
Zone-5
Zone-6
LUX
kerja. Sehingga untuk zona-4 (ruang data dan ruang sekretaris) pada kondisi langit Cerah (clearsky) tidak membutuhkan bantuan penerangan lampu. Sebaliknya dengan zona yang lainnya dibutuhkan lampu untuk mencukupi penerangan pada ruang. Begitupula pada kondisi langit Berawan (intermediate sky). Pada kondisi langit Mendung (overcast sky), rata-rata kualitas pencahayaan alaminya mulai pagi hingga
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa pada kondisi langit Cerah (Clearsky), rata-rata kualitas pencahayaan alaminya mulai pagi hingga petang pada zona-1, zona-2, zona-3, zona-4 (ruang sekretariat kepala), zona-5, dan zona-6 belum memenuhi standar pencahayaan ruang kerja yaitu 350 Lux. Tetapi pada Zona-4 (ruang data dan ruang sekertaris) memenuhi standar pencahayaan ruang
78
Pencahayaan alami, bangunan perkantoran, simulasi pencahayaan
petang pada keseluruhan zona belum memenuhi standar pencahayaan ruang kerja yaitu 350 Lux. Sehingga pada kondisi langit Mendung (overcast sky) keseluruhan ruang pada seluruh zona, membutuhkan bantuan pencahayaan buatan yaitu lampu untuk mencukupi penerangan pada ruang. Apabila merujuk hasil penelitian terdahulu (Rahim, 2000) yaitu peluang terjadinya berbagai kondisi langit dalam setahun; langit Cerah 97 kali, langit Berawan 179 kali dan langit Mendung 44 kali, maka dapat juga disimpulkan bahwa dalam setahun, pada zona-4 khususnya pada ruang Data dan Informasi serta ruang Sekretaris Kepala BKKBN hanya menyalakan lampu sebanyak 44 hari dalam setahunnya.
ISSN 2303-3614
Untuk lebih mengoptimalisasi lagi sistem pencahayaan integrasi alamibuatan, maka dapat mengganti jenis lampu yang lebih hemat energi, seperti lampu LED (Light Emitting Diode). Lampu jenis ini dapat menghemat sampai dengan 80% pemakaian energi listrik. DAFTAR PUSTAKA Baharuddin. (2009). An Investigation of Factors Affecting Prediction of Daylight Avaibility in High-rise Residential Buildings in a-Highdensity Urban Environment (Disertasi). University of Hong Kong, China. Belinda, Siti. (2012). Analisis Pencahayaan pada Ruang Ibadah Masjid Agung Al-Kautsar Kendari. Program Pascasarjana UNHAS. Makassar. Evans, Benjamin. 1981. Daylight in Architecture, Architectural Record Book McGraw-Hill Book Company: New York. Koeningsborger, et all. 1973. Manual of Tropical Housing and Building, Part One: Climatic Design. Orient Longman Limited: London. Karlen, M, Benya, J. 2004. Lighting Design Basic: Dasar-Dasar Desain Pencahayaan. Terjemahan oleh Diana Rumagit. 2007. Erlangga: Jakarta. Kristanto, Luciana. (2004). Penelitian terhadap Kuat Penerangan dan Hubungannya dengan Angka Reflektansi Warna Dinding, Studi Kasus Ruang Kelas Unika Widya Mandala Surabaya. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur 32(1): 77-88. Nurdiah dkk. (2007). Pengaruh Lingkungan Penerangan Terhadap Kualitas Ruang pada Dua Tipe Ruang Kantor, Studi Kasus: Gedung Graha Pena. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana VII-2007. Rahim, Ramli. (2000). Analisa Luminansi Langit dengan Metode Rasio Awan. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur 28(2) Desember (2000):142146
KESIMPULAN DAN SARAN Rata-rata Tingkat Pencahayaan Alami dari objek penelitian pada Kondisi Langit Cerah (Clearsky), Berawan (intermediate sky) dan Mendung (overcast sky), masih belum memenuhi standarisasi Tingkat Pencahayaan Minimum (SNI 03-2396-2001). Iluminasi rata-rata ruang masih dibawah 350 Lux. Tetapi beberapa ruang seperti Ruang Data dan Informasi dan Ruang Sekretaris Kepala pada kondisi langit Cerah dan Mendung, memiliki pencahayaan alami yang cukup baik bahkan melebihi standar. Sementara pada kondisi langit Mendung (Overcast Sky), keseluruhan ruang masih belum memenuhi standarisasi. Bantuan pencahayaan buatan (artificial lighting) mutlak diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan pencahayaan pada ruang yang belum memenuhi pencahayaan alaminya. Jadi pencahayaan alami berintegrasi dengan pencahayaan buatan. Untuk optimalisasi sistem pencahayaan integrasi, dapat ditambahkan lagi alat daylight sensor sebagai pengatur kebutuhan pencahayaan ruang dalam kondisi langit yang bervariatif. 79
Irnawaty Idrus Ompo
ISSN 2303-3614
Sukawi (2013). Kajian Optimasi Pencahayaan Alami pada Ruang Perkuliahan Studi Kasus Ruang Kuliah Jurusan Arsitektur FT UNDIP. Lanting Journal of Architecture, 2(1): 1-8. SNI 03-2396-2001: Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung.
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Graha Ilmu: Yogyakarta.
80