J. Sains & Teknologi, Agustus 2014, Vol.14 No.2 : 180 – 188
ISSN 1411-4674
KONTRIBUSI INDUSTRI PRIMER KEHUTANAN TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BURU PROVINSI MALUKU Contribution of Forestry Primary Industry to Regional Development in Buru Regency Maluku Province Lukman Hakim1, Supratman2, A. Nixia Tenriawaru3 1
Mahasiswa PPW Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin 2 Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin 3 Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (E-mail:
[email protected]) ABSTRAK
Adanya permasalahan dalam pengelolaan industri primer kehutanan di Kabupaten Buru mengharuskan adanya arahan program dan kegiatan dalam usaha untuk peningkatan kontribusi sektor industri di Kabupaten Buru. Penelitian ini bertujuan untuk melihat besarnya kontribusi sektor kehutanan dan juga industri primer kehutanan serta arahan terhadap kebijakan dan program pemerintah daerah dalam upayanya untuk mendorong peningkatan peran dan kontribusi industri primer kehutanan di Kabupaten Buru. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara serta studi dokumen serta publikasi instansi yang terkait. Analisis dekriptif dengan pendekatan kualitatif dilakukan untuk menganalisis kontribusi sektor kehutanan dan industri primer kehutanan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja, mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi keberlangsungan industri primer kehutanan serta arahan kebijakan program pemerintah daerah dalam upayanya untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan dan industri primer kehutanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi sektor kehutanan dan industri primer di Kabupaten Buru dalam struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2012 berturut-turut rata-rata sebesar 4,13 persen dalam sub sektor pertanian. Meskipun demikian, dalam 3 tahun terakhir kontribusi sektor ini terus mengalami peningkatan. Pasokan bahan baku kayu bulat merupakan faktor penting dalam keberlangsungan industri primer kehutanan. Adapun arahan kebijakan dan program dalam usaha peningkatan kontribusi sektor kehutanan dan industri primer kehutanan antara lain pemanfaatan Pemantapan Kawasan Hutan, Revitalisasi Pemanfaatan Hutan, Revitalisasi industri kehutanan dan Penguatan Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat. Kata Kunci: Produk Domestik Bruto, Industri Primer Kehutanan, Kebijakan ABSTRACT The existence of problems in the management of primary forestry industry in Buru requires referral programs and activities in an effort to increase the contribution of the industrial sector in Buru regency. This study aimed to examine the contribution of the forestry sector and forestry primary industry and direction of the policies and programs of local government in its efforts to promote the role and contribution of forestry primary industry in Buru. Data collection methods used were interviews and study of documents and publications related agencies. Descriptive analysis with a qualitative approach for analyzing the contribution of the forestry sector and primary industries of forestry to the Gross Domestic Product (GDP) and employment, identify factors that affect the sustainability of primary industries of forestry policy and direction of local government programs in an attempt to increase the contribution of the forestry sector and primary forestry industry. The results showed that the contribution of the forestry sector and primary industries in the structure Buru Gross Domestic Product (GDP) during the period 2009 to 2012 in succession by an average of 4.13 per cent in the agriculture sub-sector. Nevertheless, in the last 3 years the contribution of this sector is constantly increasing. Roundwood supply of raw materials is an important factor in the sustainability of primary industries of forestry. As for the direction of policy and programs in
180
Produk Domestik Bruto, Industri Primer Kehutanan, Kebijakan
ISSN 1411-4674
efforts to improve the contribution of the forestry sector and primary industries of forestry, among others, the use of Stabilization of Forest Area, Forest Utilization revitalization, revitalization of the forestry industry and Institutional Strengthening and Community Empowerment. Keywords: Gross Domestic Product, Forestry Primary Industry, Policy o
menunjukkan bahwa sektor berbasis kehutanan adalah sektor yang efisien dimana pengganda nilai tambahnya lebih dari satu. Manfaat dari keberadaan industri primer kehutanan adalah adanya ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat terutama masyarakat lokal yang berada di Kabupaten Buru. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Buru, industri primer kehutanan masuk dalam kategori jenis industri hasil pertanian/kehutanan. Pada tahun 2008, jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri hasil pertanian/kehutanan adalah sebanyak 2.740 orang dengan nilai investasi sebesar Rp. 6.679.155.000,-. Kabupaten Buru memiliki 1 (satu) industri kayu lapis yang berkapasitas di atas 6.000 m3/tahun. Pada tahun 2013 tercatat jumlah tenaga kerja yang mampu terserap di industri kayu lapis tersebut sebanyak 422 orang. Sebagian besar dari tenaga kerja tersebut merupakan penduduk masyarakat sekitar dari beberapa desa yang berada dekat dengan industri. Permasalahan yang saat ini sedang dihadapi oleh industri primer seperti kayu lapis antara lain pasokan bahan baku yang semakin berkurang. Kayu bulat yang berasal dari hutan alam semakin berkurang padahal industri primer merupakan usaha yang sangat tergantung terhadap pasokan yang berasal dari hutan alam. Hutan Tanaman Industri yang diharapkan dapat memenuhi pasokan bahan baku industri belum dapat diharapkan. Tercatat hanya 1 (satu) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) yang baru dibangun di Kabupaten Buru. Jika
PENDAHULUAN Industri kehutanan (perkayuan) Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Sebelum kedatangan bangsa Eropa, di pesisir utara Pulau Jawa telah berkembang industri-industri kapal kayu berbahan baku kayu jati. Industri kapal juga berkembang di daerah lain, misalnya industri kapal pinisi di Sulawesi Selatan yang telah berkembang sebelum tahun 1500-an. Industri perkayuan terus berkembang pada masa VOC dan masa kolonial. Selain dipergunakan untuk membuat kapal, selanjutnya kayu jati di Jawa juga diperdagangkan dan dikirim ke negeri Belanda untuk membangun gedung, kantor perumahan (Gaussyah dkk., 2012). Industri perkayuan yang merupakan salah satu penopang pendapatan nasional terbesar dari sektor kehutanan yang berkembang semakin pesat setelah kemerdekaan terutama pada masa orde baru. Hal itu beriringan dengan berkembangnya eksploitasi hutan yang diyakini sebagai salah satu kekayaan bangsa Indonesia pada masa itu yang akan membawa rakyat menuju kesejahteraan (Gaussyah dkk., 2012). Berdasarkan data dari Buku Statistik Kehutanan, ekspor produk hasil hutan periode 2007-2011 mengalami fluktuasi. Puncak ekspor pada periode tersebut terjadi pada tahun 2011 dengan total ekspor produk hasil hutan berjumlah 12.635.880 ton atau setara dengan US$ 11.019.400.000. Industri yang di dalam kegiatannya mengolah bahan baku kayu bulat menjadi barang setengah jadi atau barang jadi disebut dengan Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) atau dikenal dengan industri primer kehutanan. Penelitian Wahyudi (2010) 181
Lukman Hakim
ISSN 1411-4674
permasalahan tersebut berlarut-larut maka akan berpengaruh besar terhadap keberadaan tenaga kerja yang ada di industri tersebut. Selain itu, penurunan kualitas sumberdaya alam ditunjukkan dengan tingkat eksploitasi hutan yang semakin mengkhawatirkan akibat terjadinya illegal logging. Pemanfaatan potensi yang tidak berkelanjutan juga menjadi kendala dalam peningkatan produksi dan produktivitas sub sektor kehutanan. Berkenaan dengan hal tersebut maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat besarnya kontribusi sektor kehutanan dan juga industri primer kehutanan serta arahan terhadap kebijakan dan program pemerintah daerah dalam upayanya untuk mendorong peningkatan peran dan kontribusi industri primer kehutanan di Kabupaten Buru.
Teknik pengumpulan data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi dokumen dan publikasi yang diterbitkan oleh instansi yang terkait dengan penelitian ini antara lain Rencana Strategis Dinas Kehutanan Kabupaten Buru Tahun 2012-2017, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Buru 2012-217 dan Kabupaten Buru dalam Angka 2013. Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan informan dari pihak-pihak terkait, dokumentasi, catatan lapangan, dan sebagainya. Teknik analisis Dalam penelitian ini titap-tiap data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Penelitian secara deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan data penelitian sesuai dengan indikator yang akan diteliti tanpa melakukan pengujian hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis.
BAHAN DAN METODE Pendekatan dan jenis penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan data yang akan disajikan, maka pendekatan penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian deskriptif. Berdasarkan data-data yang akan digunakan, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk kemudian diterjemahkan dan diuraikan secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran besar mengenai kontribusi sektor kehutanan terutama industri primer kehutanan terhadap pembangunan daerah di Kabupaten Buru.
Kegunaan penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kontribusi pemegang izin pengusahaan hutan yang ada di Kabupaten Buru Provinsi Maluku dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan pada umumnya dan komunitas akademika pada khususnya.
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan Desember 2013. Lokasi penelitian adalah industri primer kehutanan dalam hal ini industri kayu lapis di Kabupaten Buru, Dinas Kehutanan Kabupaten Buru, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Buru dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Buru.
HASIL Struktur Perekonomian Kabupaten Buru Struktur ekonomi suatu wilayah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Perbedaan dalam hal sumberdaya alam dan kemampuan berproduksi dari masing-masing sektor pada suatu wilayah menyebabkan struktur ekonomi 182
Produk Domestik Bruto, Industri Primer Kehutanan, Kebijakan
antar wilayah menjadi bervariasi. Sektor yang paling berkontribusi dalam struktur perekonomian di Kabupaten Buru adalah sektor pertanian. Pada kurun waktu 4 tahun terakhir periode 2009 s.d 2012 sektor ini memiliki persentase terbesar di antara sektor yang lainnya. Sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berturut-turut sebesar 48,65%, 48,14%, 46,10% dan 44,12% (Gambar 1). PDRB yang dihitung berdasarkan patokan harga konstan 2000. Meskipun sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang terbesar dalam struktur ekonomi di Kabupaten Buru, akan tetapi sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 terus mengalami penurunan. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat sektor pertanian di Kabupaten Buru merupakan salah satu sektor andalan di Provinsi Maluku. Kabupaten Buru dikenal sebagai salah satu penghasil beras di Maluku selain Pulau Seram. Salah satu faktor penyebab penurunan kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Buru adalah adanya penemuan tambang emas di Dusun Wamsaid, Kecamatan Waeapo yang menyebabkan banyak para petani beralih profesi menjadi penambang. Buruh tani pun sulit untuk didapatkan karena mereka lebih memilih menjadi penambang karena tergiur dengan penghasilan yang lebih besar ketimbang menjadi buruh tani.
ISSN 1411-4674
4,01% seperti yang tersaji pada Tabel 1. Meskipun sektor kehutanan memiliki kontribusi terkecil di antara sektor yang lainnya, akan tetapi dalam 3 tahun terakhir persentase kontribusi sektor ini memiliki kecenderungan meningkat. Dalam dunia kehutanan dikenal beberapa jenis iuran kehutanan antara lain Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). Kedua jenis pungutan tersebut kemudian akan masuk dalam komponen dana perimbangan antara pusat dan daerah. Adapun realisasi setoran PSDH dan DR periode tahun 2012 dari beberapa Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang ada di Kabupaten Buru adalah sebesar Rp.5.422.454.750 dan US$ 1.161.343,46 (Tabel 2). Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah tenaga kerja yang ada di industri kayu lapis di Kabupaten Buru adalah sebanyak 422 orang yang terdiri dari 248 laki-laki dan 174 orang perempuan. Jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang berada di industri hasil hutan/pertanian, sektor industri primer kehutanan ini memberi kontribusi sebesar ±18%. Meskipun kontribusi sektor tersebut tidak terlalu besar, akan tetapi sektor ini masih berpeluang untuk memberikan kontribusi yang lebih besar lagi dari sisi penyerapan tenaga kerja karena berdasarkan kebutuhan tenaga kerja pada industri kayu lapis tersebut masih dibutuhkan sekitar 200 orang tenaga kerja. Selain dampak langsung dari sisi penyerapan tenaga kerja, keberadaan industri primer kehutanan dalam hal ini industri kayu lapis di Kabupaten Buru juga memiliki dampak yang tidak langsung antara lain pemberian bantuan dana oleh pihak perusahaan dalam pembangunan fasilitas umum di masyarakat juga adanya insentif kepada tiap-tiap kepala desa yang berada di sekitar lokasi perusahaan.
Kontribusi Sektor Kehutanan dan Industri Kayu Lapis Sektor kehutanan termasuk dalam kategori sub sektor pertanian. Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir periode 2009 s.d 2012, sub sektor kehutanan memiliki kontribusi terkecil di antara sub sektor yang lainnya di dalam sektor pertanian. Kontribusi sektor ini selama periode 2009 s.d 2012 berturut-turut sebesar 4,68%; 3,96%; 3,89% dan
183
Lukman Hakim
ISSN 1411-4674
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Per Sub Sektor Kabupaten Buru Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009 s/d 2012 (juta rupiah)
Lapangan Usaha
Tahun 2009
2010
2011
2012
82.078,06
84.422,28
87.459,92
88.962,19
39.879,61
41.410,99
42.222,65
41.606,19
b. Tanaman Perkebunan
27.459,62
28.126,89
29.688,36
30.795,73
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
6.513,45
6.745,33
7.198,62
7.757,10
d. Kehutanan
3.843,11
3.340,05
3.399,17
3.570,83
e. Perikanan
4.382,27
4.799,02
4.951,12
5.232,34
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan a. Tanaman Bahan Makanan
Sumber : Kabupaten Buru dalam Angka 2013 Tabel 2. Realisasi Setoran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) Lingkup Dinas Kehutanan Kabupaten Buru Tahun 2012 No 1
Nama IUPHHK PT. Gema Hutani Lestari
PSDH (Rp) 2.843.723.510
DR (US$) 704.900,96
2
PT. Nusapadma Corporation
911.150.880
248.533,91
3
PT. Maluku Sentosa
895.682.280
207.908,59
4
PT. Supernal Waelala Agrotama
771.898.080
-
Total
5.422.454.750
1.161.343,46
Sumber : Kabupaten Buru dalam Angka 2013
Gambar 1. Struktur Ekonomi Kabupaten Buru Menurut Sektor Tahun 2009 s.d 2012
184
Produk Domestik Bruto, Industri Primer Kehutanan, Kebijakan
ISSN 1411-4674
Tabel 3. Arahan Program dan Kegiatan Dinas Kehutanan Kabupaten Buru dalam usaha peningkatan kontribusi sektor kehutanan dan industri primer kehutanan No.
Kebijakan
Program
Kegiatan
1
Pemantapan Kawasan Hutan
Perencanaan dan Pengembangan Hutan
a. Penyusunan database kehutanan b. Inventarisasi Sumber Daya Hutan c. Inventarisasi Areal Eks HPH (Open Access)
2
Revitalisasi Pemanfaatan Hutan
Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan
a. Optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak b. Pemantauan Pemanfaatan Hutan
3
Revitalisasi Industri Kehutanan
Pembinaan dan Penertiban Hasil Hutan
a. Sosialisasi revitalisasi industri kehutanan b. Pemantauan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri
4
Penguatan Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan
a. Fasilitasi Pengembangan Hutan Rakyat b. Fasilitasi Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat c. Fasilitasi Pengembangan Hutan Adat
Sumber : Diolah dari Rencana Strategis Dinas Kehutanan Kabupaten Buru 2012-2017
Rencana dan Realisasi Penggunaan Bahan Baku Industri Periode Tahun 2010 s.d 2013 35,000.00 30,000.00 25,000.00 20,000.00
Rencana
15,000.00
Realisasi
10,000.00 5,000.00 0.00 2010
2011
2012
2013
Gambar 2. Rencana dan Realisasi Pemenuhan Bahan Baku Industri
kayu bulat dari hutan alam dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan sedangkan hutan tanaman yang diharapkan dapat memasok kayu bulat ke industri belum dapat diharapkan karena berdasarkan data yang diperoleh Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di
Faktor yang Mempengaruhi Keberlangsungan Industri Primer Kehutanan Bahan baku kayu merupakan faktor penting dalam keberlangsungan produksi industri primer kehutanan dalam hal ini industri kayu lapis di Kabupaten Buru. Pasokan bahan baku 185
Lukman Hakim
ISSN 1411-4674
Kabupaten Buru baru sampai pada tahap penanaman (Gambar 2).
antara lain toko makanan yang menjual bahan pokok serta adanya pedagang bahan bakar yang dibutuhkan oleh para pekerja yang menggunakan kendaraan bermotor untuk berangkat menuju lokasi pabrik. Penelitian Rahmat (2011) menunjukkan bahwa sektor kehutanan merupakan salah satu dari enam sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Industri primer kehutanan dalam hal ini industri kayu lapis merupakan jenis usaha yang sangat bergantung pasokan bahan baku kayu bulat yang berasal dari hutan alam. Produksi kayu bulat yang berasal dari hutan alam di Kabupaten Buru dari tahun ke tahun semakin menurun, hal ini dapat terlihat dari realisasi penggunaan bahan baku yang tidak sesuai dengan rencana penggunaan bahan baku industri. Penelitian yang dilakukan oleh Abidin dkk., (2013) menunjukkan bahwa alternatif pemanfaatan limbah dari proses pembuatan kayu lapis di Kalimantan Selatan adalah untuk bahan baku industri kayu berbasis serat dan industri berbasis pertukangan sekunder. Hasil kajian yang dilakukan oleh Suryandari (2008) menunjukkan bahwa produksi kayu bulat yang dihasilkan dari hutan alam dalam rentang lima tahun terakhir sebelumnya cenderung menurun sedangkan produksi dari hutan tanaman dari berbagai sumber menunjukkan kenaikan yang berarti. Pasokan kayu bulat yang berasal dari hutan tanaman di Kabupaten Buru belum dapat dilaksanakan karena Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan tanaman baru berdiri pada tahun 2011 yang sampai dengan saat ini masih dalam tahap penanaman. Hasil penelitian Junaidi (2005) menunjukkan adanya kesenjangan antara jumlah kebutuhan kayu industri dengan ketersediaan bahan baku kayu baik di Kabupaten Siak maupun di Provinsi Riau. Hasil penelitian Justianto (2005) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan, beberapa kebijakan pemerintah yang berdampak
Arahan Kebijakan Program Pemerintah Daerah dalam Usaha Peningkatan Kontribusi Sektor Kehutanan Adapun arahan kebijakan dan program dalam usaha peningkatan kontribusi sektor kehutanan dan industri primer kehutanan antara lain pemanfaatan Pemantapan Kawasan Hutan, Revitalisasi Pemanfaatan Hutan, Revitalisasi industri kehutanan dan Penguatan Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat (Tabel 3). PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi sektor kehutanan dan industri primer di Kabupaten Buru dalam struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2012 berturut-turut adalah sebesar 3,84 milyar; 3,34 milyar; 3,39 milyar dan 3,57 milyar. Sektor ini hanya memberikan kontribusi rata-rata sebesar 4,13 persen dalam sub sektor pertanian. Meskipun demikian, dalam 3 tahun terakhir kontribusi sektor ini terus mengalami peningkatan. Penelitian Santosa (2006) menunjukkan bahwa peranan ekonomi kehutanan pada perhitungan PDRB Provinsi Jawa Tengah berkisar 0,51% sampai dengan 4,23 persen. Penelitian Suryandari dkk., (2008) menunjukkan bahwa sektor industri kehutanan termasuk dalam sektor unggulan karena memiliki indeks keterkaitan ke depan maupun ke belakang yang besar/tinggi > 1. Jumlah tenaga kerja yang ada di industri kayu lapis di Kabupaten Buru adalah sebanyak 422 orang. Jumlah tersebut memberikan kontribusi dalam penyerapan jumlah tenaga kerja di sektor industri hasil pertanian/kehutanan sebesar ±18 persen. Selain dampak langsung berupa penyerapan tenaga kerja, dampak tidak langsung dengan adanya industri kayu lapis tersebut antara lain berdirinya tokotoko kecil yang ada di sekitar industri 186
Produk Domestik Bruto, Industri Primer Kehutanan, Kebijakan
kepada kesejahteraan masyarakat yaitu: Pengurangan Jatah Produksi Tahunan dari Hutan Alam (soft landing), pelarangan ekspor kayu bulat, restrukturisasi industri kehutanan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumberdaya hutan yang meliputi restrukturisasi sub-sistem sumberdaya seperti sistem pengelolaan hutan alam dan hutan tanaman serta subsistem pemanfaatan yaitu industri pengolahan hasil hutan dan pemberian insentif untuk pembangunan hutan tanaman. Penelitian Adi (2007) menunjukkan bahwa sektor-sektor berbasis kehutanan dapat menjadi sektor kunci dalam perekonomian nasional karena memiliki keterkaitan ke belakang (backwards linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages) yang kuat dengan sektor hulu-hilirnya. Hasil penelitian Erwinsyah dkk., (2013) menunjukkan bahwa kenaikan PSDH dan DR secara terpisah akan meningkatkan harga kayu bulat, kecuali harga kayu bulat Hutan Tanaman Industri pulp dan meningkatkan harga produk kayu olahan. Arahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam usaha peningkatan kontribusi sektor kehutanan dan industri kehutanan antara lain revitalisasi industri kehutanan dan penguatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan pengembangan hutan rakyat maupun hutan tanaman rakyat memiliki dampak yang positif bagi masyarakat selain dapat dijadikan sebagai alternatif pasokan bahan baku kayu bulat ke industri. Usaha pembangunan kehutanan diharapkan mampu memberikan dampak ekonomi yang optimal, dalam arti dapat menciptakan dan meningkatkan keseimbangan antara manfaat yang berupa perbaikan pendapatan terhadap petani kayu rakyat, para pekerja yang terlibat dalam usaha kayu rakyat, para pedagang dan industri serta dapat dijadikan sumber pendapatan daerah. Di samping itu, dalam setiap pembangunan kehutanan mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung.
ISSN 1411-4674
Adanya lapangan pekerjaan dalam pembangunan hutan rakyat merupakan manfaat langsung, sedangkan manfaat tidak langsung seperti peningkatan kesempatan kerja dan upah, akan mengintensifkan kegiatan dalam sektor lain misalnya pada sektor rumah makan, pusat perbelanjaan dan di sektor lainnya seperti sekolah, kepadatan di jalan raya serta jasa lainnya. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa industri primer kehutanan merupakan sub sektor yang memiliki kontribusi dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) paling kecil di antara sektor lainnya di dalam sektor pertanian, meskipun demikian sektor tersebut berpotensi untuk dapat meningkatkan kontribusinya melihat dalam 3 tahun terakhir persentase sektor ini terus mengalami peningkatan. Selain itu sektor industri kehutanan juga memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja di bidang industri hasil pertanian/kehutanan sebesar ±18 persen. Bahan baku kayu bulat merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberlangsungan industri primer kehutanan. Kayu bulat yang berasal dari hutan alam dari tahun ke tahun produksinya semakin menurun yang mengakibatkan terganggunaya pasokan kayu bulat ke industri. Adapun arahan kebijakan dan program dalam usaha peningkatan kontribusi sektor kehutanan dan industri primer kehutanan antara lain pemanfaatan Pemantapan Kawasan Hutan, Revitalisasi Pemanfaatan Hutan, Revitalisasi industri kehutanan dan Penguatan Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat DAFTAR PUSTAKA Abidin., Zainal. Budi., Sulistyo B. Supraptono., Bandi. Budiarso., Edy. (2013). Optimalisasi Pemanfaatan Bahan Baku pada PT. Surya 187
Lukman Hakim
ISSN 1411-4674
Satria Timur Corporation di Kalimantan Selatan. Jurnal Hutan Tropis 1:54-63. Adi, Inna Sri Supina. (2007). Analisis Perdagangan Produk Berbasis Kayu Indonesia dan Dampaknya terhadap Deforestasi Potensial di Beberapa Wilayah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Erwinsyah, Harianto, Sinaga M. Bonar, Simangunsong C.H. Bintang. (2013). Dampak Kebijakan Provisi Sumerdaya Hutan dan Dana Reboisasi terhadap Kesejahteraan. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan 10:15-36 Gaussyah, M. Septivianto S. (2012). Laporan Hasil Penjajagan Perspektif Sektor Swasta terhadap SVLK. Kemitraan bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan, Jakarta. Junaidi. (2005). Peranan Industri Kayu Lapis terhadap Kesempatan Kerja dan Dampaknya Terhadap Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten Siak Provinsi Riau(Tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Justianto, A. (2005). Dampak Kebijakan Pembangunan Kehutanan terhadap Pendapatan Masyarakat Miskin di Kalimantan Timur: Suatu Pendekatan Neraca Sosial
Ekonomi (Disertasi). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rahmat, Mamat. (2011). Peran Sektor Kehutanan dalam Perekonomian Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan 8(2): 110121. Santosa, Bedjo. (2006). Peranan Ekonomi Kehutanan di Provinsi Jawa Tengah: Analisis Pemanfaatan Hutan dan Penanggulangan Kebocoran Pendapatan (Disertasi). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Suryandari, Yosefi Elvida. (2008). Analisis Permintaan Kayu Bulat Industri Pengolahan Kayu. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 5(1): 15-26. Suryandari, Yosefi Elvida., Indartik. (2008). Peranan Industri Berbasis Kayu dalam Perekonomian Propinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 5 (2): 125-141. Wahyudi, Agus. (2010). Dampak Revitalisasi Sektor Berbasis Kehutanan dalam Perekonomian Provinsi Jambi: Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (Disertasi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
188