J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : 232 – 240
ISSN 1411-4674
HUBUNGAN ANTARA GEN LEPTIN DENGAN SKOR KONDISI TUBUH INDUK SAPI BALI DAN PERSILANGANNYA Relationship between Leptin Gen with Body Condition Score Bali Cows and Cross-Bred R. Mappanganro1, D. P. Rahardja2, H. Sonjaya2 1
Ilmu dan Teknologi Peternakan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin 2 Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin (E-mail:
[email protected]) ABSTRAK
Gen Leptin berperan dalam mengontrol hormon Leptin yang disekresikan oleh jaringan adiposa yang mempengaruhi nafsu makan, pertumbuhan, dan reproduksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara gen leptin dengan skor kondisi tubuh pada induk sapi Bali dan persilangannya. Penelitian ini menggunakan motode PCR-RFLP untuk mengamplifikasi fragmen DNA genom gen Leptin. Untuk membedakan keragaman genetik gen Leptin dilakukan pemotongan amplimer menggunakan enzim restriksi Sau3AI. Jumlah sampel yang digunakan yaitu induk sapi Bali 11 ekor dan induk sapi Bali persilangan 13 ekor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gen Leptin-Sau3AI pada induk sapi Bali bersifat monomorfik (frekuensi alel A = 1; B = 0), sedangkan pada sapi Bali persilangan bersifat polimorfik (frekuensi alel A = 0,85, B = 0,15). Sapi Bali memiliki nilai heterozigositas 0, sedangkan sapi Bali persilangan 0,26. Sapi Bali persilangan berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg dengan nilai χ² = 0,430. Semua induk sapi Bali memiliki genotip AA dengan SKT 4,91 ± 1,14; Induk sapi Bali persilangan memiliki genotip AA sebanyak 9 ekor dan genotip AB 4 ekor, dengan rata-rata SKT masing-masing 5,11 ± 0,78 dan 5,75 ± 0,50.. Tidak terdapat hubungan yang nyata (P>0,05) antara gen leptin dengan skor kondisi tubuh induk sapi Bali dan persilangannya. Kata Kunci: Induk Sapi Bali dan Persilangannya, Gen Leptin, Skor Kondisi Tubuh
ABSTRACT Leptin gene plays an important role in controlling the hormone Leptin is secreted by adipose tissue that affects appetite, growth, and reproduction. This study aimed to determine the relationship between Leptin gene with body condition score in Bali cows and cross-bred was associated with a history of twinning. This study using PCR-RFLP method possible to amplify genomic DNA fragments Leptin gene. To distinguish the genetic diversity of leptin gene amplimer was restriction using the Sau3AI enzyme. A total of 24 animals of Bali cows (n = 11); Bali cows cross (n=13). Results of this study showed that leptin gene-Sau3AI in Bali cows are monomorphic (allele frequency of A = 1, B = 0), while the Bali cows cross are polymorphic (A allele frequency A = 0,85, B = 0,15). Bali cows has a heterozygosity value is 0, while the Bali cows cross 0,26. Bali cows cross were in Hardy-Weinberg equilibrium with the value of χ² = 0,430. All the Bali cow have genotype AA (n=11) with body condition score (BCS) 4,91 ± 1,14; Bali cows cross have genotype AA (n=9) and genotype AB (n=4), with an average BCS respectively 5,11 ± 0,78 and 5,75 ± 0,50. There is no significant relationship (P >0,05) between leptin gene with body condition score Bali and Bali cows cross. Keywords: Bali and cross-bred cows, Leptin gene, Body Condition Score
232
Induk Sapi Bali dan Persilangannya, Gen Leptin, Skor Kondisi Tubuh
ISSN 1411-4674
mengkalibrasi sistem di bawah kondisi mereka sendiri dengan ternak mereka. Sebuah sistem sembilan kelas umumnya digunakan oleh para peneliti di Amerika Serikat. Seekor sapi kurus terlihat tipis, sudut sangat tajam, sementara sapi gemuk terlihat halus dan mulus dengan struktur tulang tersembunyi dari pandangan atau perabaan Selk (2008). Sistem SKT dikembangkan pada awal 1975 di Colorado State Univ. oleh R.W. Whitman, menggunakan nilai dari 1 sampai 9 (1=kurus, 9=obesitas) (Ritchie et al., 2009). Skor kondisi tubuh sapi secara signifikan dipengaruhi oleh konsentrasi hormon leptin (Lents et al., 2005). Leptin adalah hormon yang disekresikan oleh jaringan adiposa yang mempengaruhi nafsu makan, pertumbuhan, dan reproduksi yang dikontrol oleh gen leptin (Stone et al., 1996). Gen leptin sapi (LEP) terletak pada kromosom ke 4q32, panjang 16,735 kb, meliputi 3 ekson dan kode untuk protein dari 167 asam amino yang mencakup sinyal 21 urutan asam amino (Pomp et al., 1997; Taniguchi, et al., 2002). Pada ruminansia, telah dibuktikan bahwa gen leptin diekspresikan dalam jaringan adiposa (Chilliard et al., 2001), jaringan janin (Yuen et al 2002; Ehrhardt et al., 2002), kelenjar susu (Bartha et al., 2005), rumen, abomasum, duodenum (Yonekura et al., 2002) dan kelenjar pituitary (Yonekura et al., 2003). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa leptin memainkan peran penting dalam peraturan pertumbuhan, pengembangan dan efisiensi konversi pakan (Kononoff et al 2005; Zhang et al., 1994). Polimorfisme gen leptin sapi dikaitkan dengan konsentrasi hormon leptin, konsumsi pakan, dan penyimpanan energi (Corva et al., 2009). Ternak dengan genotip TT dari Sitosin/Timin menunjukkan peningkatan konsentrasi serum leptin, ketebalan lemak punggung dan skor marbling dibandingkan dengan ternak dengan genotip CC dan CT (Nkrumah et al., 2005).
PENDAHULUAN Potensi produktivitas ternak pada dasarnya dipengaruhi faktor genetik, lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan (Karnaen dan Arifin, 2009). Faktor genetik yang berpengaruh adalah bangsa ternak, sedangkan faktor lingkungan antara lain: pakan, iklim, ketinggian tempat, bobot badan, penyakit, kebuntingan dan jarak beranak, bulan laktasi serta paritas (Epaphras, et al., 2004). Pada pemeliharaan intensif maupun ekstensif, sapi Bali menunjukkan kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan. Kemampuan adaptasi ini merupakan salah satu keunggulan sapi Bali tetapi juga sekaligus merupakan kelemahannya karena bilamana lingkungan hidupnya kurang baik (pakan jelek) adaptasi sapi Bali adalah dengan menurunkan ukuran tubuh. Sehingga, dengan sendirinya akan menghasilkan jumlah edible meat sedikit dan kecilkecil. Dengan demikian pasarannya juga hanya dapat menjangkau kalangan bawah sampai menengah. Ditemukan induk sapi-sapi Bali dengan bobot badan yang hanya berkisar antara 120-150 kg dalam kehidupan padang penggembalaan di Sulawesi Selatan (Siregar dkk., 2000). Suatu sistem penilaian secara umum yang telah dikembangkan untuk menduga rataan kondisi sapi dalam suatu pemeliharaan adalah skor kondisi tubuh (Encinias dan Lardy, 2000). Sistem ini membantu peternak dalam penilaian suatu kondisi ternak dengan mengevaluasi nilai perlemakan serta penonjolan kerangka. Skor kondisi tubuh merupakan metode penilaian secara visual yang mempertimbangkan frame size atau bentuk tubuh (Phillips, 2001). Skor kondisi tubuh telah sering digunakan sebagai alat untuk menilai status energi ternak. Evaluasi status energi pada sapi sering dilakukan di empat proses fisiologis sepanjang tahun produksi: sebelum atau melahirkan, awal dari perkawinan, akhir perkawinan, dan pada penyapihan (Hudson, 2011). SKT menjadi sangat membantu, produsen 233
R. Mappanganro
ISSN 1411-4674
Beberapa individu dari sapi-sapi asli Cina dengan genotip BB memiliki indeks panjang badan, berat badan, tinggi badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang bergenotip AA dan AB (Yang et al., 2007). Secara keseluruhan, laporan ini menunjukkan bahwa gen leptin mungkin merupakan kandidat gen untuk memprediksi perbedaan dalam sifat dan atau proses fisiologis yang dipengaruhi oleh jenis dan atau tingkat adipositas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan gen leptin dengan skor kondisi tubuh pada induk sapi Bali dan persilangannya.
dan persilangannya melalui teknik molekuler Polymerase Chain Reaction – Restriction Fragmen length polymorphism (PCR-RFLP). Variabel penelitian yaitu genotip pada masing-masing kelompok sapi yang diperoleh berdasarkan hasil PCR-RFLP. Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah induk sapi Bali dan persilangannya. Ternak tersebut berasal dari peternakan rakyat yang berlokasi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Jumlah sampel yang digunakan adalah 24 ekor yang terdiri atas 11 ekor induk sapi Bali dan 13 ekor induk sapi Bali persilangan. Kriteria sampel ternak yang diambil dalam penelitian ini adalah induk sapi Bali dan persilangan dengan riwayat kelahiran kembar dan tunggal dengan umur 3 – 5 tahun Sampel darah diambil dari vena jugularis menggunakan vakutainer kedalam tabung sampel yang berisi EDTA dan disimpan pada suhu -200C sebelum diekstraksi DNA. Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan GeneJET RNA Purification Kit dari Thermo ScientificR menghasilkan 200 μl DNA sebagai template untuk PCR.
BAHAN DAN METODE Penelitian 1 Ternak dan Koleksi Sampel Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah induk sapi Bali dan persilangannya. Ternak tersebut berasal dari peternakan rakyat yang berlokasi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Jumlah sampel yang digunakan adalah 24 ekor yang terdiri atas 11 ekor induk sapi Bali dan 13 ekor induk sapi Bali persilangan. Metode penelitian yang digunakan adalah pengamatan langsung pada ternak. Kriteria sampel ternak yang diambil dalam penelitian ini adalah induk sapi Bali dan persilangan dengan riwayat kelahiran kembar dan tunggal dengan umur 3 – 5 tahun. Skor kondisi tubuh ditentukan dengan cara menggabungkan penilaian visual dengan mengevaluasi nilai perlemakan serta penonjolan kerangka dengan menggunakan sistem SKT yang dikembangkan oleh R.W. Whitman, menggunakan nilai dari 1 sampai 9 (1 = kurus, 9 = gemuk) dan sebagai panduannya dengan menggunakan panduan gambar ternak dari Eversole et al. (2009).
Penentuan Genotip Amplifikasi dilakukan pada gen leptin menggunakan sepasang primer mengikuti Pomp et al (1997) dengan runutan: Forward Primer : 5´- GTCACCAGGATCAATGACAT- 3´ Revers Primer : 5´- CCTACGCAGGAGTAGGTGGT-3´ Kondisi PCR yang diterapkan yaitu denaturasi awal suhu 94 oC selama 2 menit, diikuti dengan 35 siklus selanjutnya pada suhu 94, 58 dan 72ºC masing-masing selama 30 detik, dan terakhir (ekstensi akhir) selama 10 menit pada suhu 72ºC. PCR dilakukan dengan menggunakan Sensoquest Labcycle. Produk PCR dianalisis dengan gel agarosa 4%. Produk reaksi positif digunakan untuk digestasi enzimatik dengan enzim restriksi endonuklease Sau3AI.
Penelitian 2 Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu mendeteksi adanya polymorphisme gen leptin pada sapi Bali 234
Induk Sapi Bali dan Persilangannya, Gen Leptin, Skor Kondisi Tubuh
Hasil PCR-RFLP dielektroforesis menggunakan gel agaros 4% dan divisualisasi pada gel dokumentasi. PCR gen leptin Sau3AI menghasilkan panjang fragmen 1.820 pb, dan hasil restriksi menghasil 2 alel yaitu alel (A dan B) diverifikasi untuk pemisahan dalam tiga genotip (AA, AB, BB). Genotip AA dikenali apabila fragmen terpotong di 730, 690, and 400 bp; genotip AB (730, 690, 400, 310, dan 90 bp); genotip BB (730, 690, 310, dan 90 bp).
ISSN 1411-4674
leptin Sau3AI pada induk sapi Bali dan persilangannya yaitu genotip AA (panjang fragmen 730, 690, and 400 bp) dan genotip AB (690, 400, 310bp). Tabel 1 memperlihatkan genotip gen leptin Sau3AI pada induk sapi Bali dan persilangannya. Sapi Bali (11 ekor) memiliki genotip AA dan induk sapi Bali persilangan genotip AA (9 ekor) dan AB (4 ekor). Berdasarkan hasil analisa diperoleh frekuensi alel pada sapi Bali alel A = 1 dan alel B = 0, sedangkan pada sapi Bali persilangan alel A = 0,85 dan alel T = 0,15. Nilai heterozigositas pada sapi Bali yaitu 0 dan pada sapi Bali persilangan yaitu 0,26. Analisa keseimbangan Hardy-Weinberg menunjukkan bahwa sapi Bali tidak dapat dianalisa nilai keseimbangan Hardy-Weinberg-nya, sebab bersifat monomorphik, sedagkan pada sapi Bali persilangan diperoleh nilai χ² = 0,430 (P<0,05), yang berarti bahwa sapi Bali persilangan berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg. Semua induk sapi Bali memiliki genotip AA dengan SKT 4,91 ± 1,14; Induk sapi Bali persilangan memiliki genotip AA sebanyak 9 ekor dan genotip AB 4 ekor, dengan rata-rata SKT masing-masing 5,11 ± 0,78 dan 5,75 ± 0,50.
Analisa Data Analisa data dilakukan terhadap frekuensi alel, heterozigositas dan keseimbangan Hardy-Weinberg mengikuti persamaan (Nei at al., 2000), dan hubungan antara genotip gen leptin dan skor kondisi tubuh dianalisa dengan uji korelasi menggunakan SPSS 17 Inc (SPSS ). HASIL Gambar 1 memperlihatkan hasil PCR-RFLP gen leptin Sau3AI pada sapi Bali dan Bali persilangan. PCR-RFLP gen leptin Sau3AI menghasilkan dua alel, alel A dan alel B. Berdasarkan hasil PCR-RFLP diperoleh dua genotip gen
Gambar 1. Genotip gen leptin Sau3AI induk sapi Bali dan sapi Bali persilangan Keterangan : Jalur no. 1, 3, 5, 72, 24, 25, 28, 62, 75, I, II, III, IV, VII, XXV, XXVII, XVI, XXIII, XXVIII, XXXII: genotip AA Jalur no. 23, XVIII, XXI, XXXV : genotip AB
235
R. Mappanganro
ISSN 1411-4674
Tabel 1. Hubungan genotip gen leptin Sau3AI dengan skor kondisi tubuh pada induk sapi Bali dan induk Bali persilangan
Jenis sapi Induk Bali
Induk Bali persilangan
Genotip AA AB BB AA AB BB
n 11 9 4 -
SKT 4,91 ± 1,141 5,11 ± 0,782 5,75 ± 0,502 -
Tidak terdapat hubungan yang nyata (P>0,05)
Tabel 1 memperlihatkan genotip gen leptin Sau3AI pada induk sapi Bali dan persilangannya. Sapi Bali (11 ekor) memiliki genotip AA dan induk sapi Bali persilangan genotip AA (9 ekor) dan AB (4 ekor). Berdasarkan hasil analisa diperoleh frekuensi alel pada sapi Bali alel A = 1 dan alel B = 0, sedangkan pada sapi Bali persilangan alel A = 0,85 dan alel T = 0,15. Nilai heterozigositas pada sapi Bali yaitu 0 dan pada sapi Bali persilangan yaitu 0,26. Analisa keseimbangan Hardy-Weinberg menunjukkan bahwa sapi Bali tidak dapat dianalisa nilai keseimbangan HardyWeinberg-nya, sebab bersifat monomorphik, sedagkan pada sapi Bali persilangan diperoleh nilai χ² = 0,430 (P<0,05), yang berarti bahwa sapi Bali persilangan berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg. Semua induk sapi Bali memiliki genotip AA dengan SKT 4,91 ± 1,14; Induk sapi Bali persilangan memiliki genotip AA sebanyak 9 ekor dan genotip AB 4 ekor, dengan rata-rata SKT masing-masing 5,11 ± 0,78 dan 5,75 ± 0,50. Hasil analisa uji korelasi menggunakan SPSS 17 diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0,05) antara genotip gen leptin Sau3AI dengan skor kondisi tubuh induk sapi Bali dan Bali persilangan.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pemotongan fragmen gen leptin-Sau3AI pada 4% gel agarosa pada induk sapi Bali dan persilangannya (Gambar 1) menunjukkan bahwa gen leptin-Sau3AI pada sapi Bali bersifat monomorphik, sedangkan pada sapi Bali persilangan bersifat polimorpik. Hasil pada sapi Bali berbeda dengan Pomp, et al (1997) yang melaporkan polimorfisme gen leptin Sau3AI pada sapi Bos Taurus dan Bos Indicus di Australia; Rasor, et al (2002) pada sapi Angus, Brangus dan Brahman di Barat Daya Amerika Serikat dan Mexico Bagian Utara; Yang, et al (2007) pada sapi-sapi asli Cina. Menurut Nei dan Kumar (2000), bahwa genetik polimorphik adalah keadaan dimana dua atau lebih alel dengan substansi frekuensi relatif dalam populasi, biasanya lebih dari 1%. Penelitian ini menunjukkan bahwa gen leptin Sau3AI pada induk sapi Bali hanya memiliki genotip AA dan induk Bali persilangan memilki genotip AA dan AB. Hasil ini berbeda dengan Pomp, et al (1997) melaporkan terdapat 3 genotip leptin Sau3AI (genotip AA, AB dan BB) pada pada sapi Bos Taurus dan Bos Indicus di Australia; Rasor, et al (2002) pada sapi Angus, Brangus dan Brahman di Barat Daya Amerika Serikat dan Mexico Bagian Utara; Yang, et al (2007)
236
Induk Sapi Bali dan Persilangannya, Gen Leptin, Skor Kondisi Tubuh
pada sapi-sapi asli Cina. Tidak adanya genotip BB pada induk sapi Bali dan persilangannya disebabkan karena gen leptin Sau3AI pada sapi Bali bersifat monomorphik yaitu genotip AA, sehingga tidak ada zigot yang memiliki alel B. Sedangkan alel B pada induk sapi Bali persilangan dengan genotip AB diperoleh dari pejantan tetuanya. Berdasarkan hasil analisa, nilai heterozigositas pada induk sapi Bali adalah 0, dan pada induk sapi Bali persilangan 0,26, nilai heterozigositas pada keseluruhan populasi sebesar 0,15. Heterozigositas pada populasi ini tergolong rendah, sebab nilainya kurang dari 0,5. Menurut Nei (1989) dalam Mulliadi dan Arifin (2010) bahwa nilai heterozigositas berkisar antara 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Apabila nilai heterozigositas mendekati 0 (nol) maka nilai heterozigositas rendah, apabila nilai heterozigositas mendekati 1 (satu), maka nilai heterozigositas tinggi. Apabila nilai heterozigositas sama dengan 0 (nol), maka diantara populasi yang diukur memiliki hubungan genetik yang sangat dekat dan apabila nilai heterozigositas sama dengan 1 (satu) maka diantara populasi yang diukur tidak terdapat hubungan genetik sama sekali. Dari hasil analisa juga diketahui bahwa induk sapi Bali persilangan dalam keseimbangan genetik sesuai hukum Hardy-Weinberg. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Azari, et al. (2012) bahwa frekuensi genotipe gen leptin pada sapi asli Mazandarani berada di keseimbangan Hardy-Weinberg. Skor kondisi tubuh (SKT) induk sapi Bali dan persilangannya pada masingmasing genotip gen leptin-Sau3AI pada induk sapi Bali dan persilangannya dapat dilihat pada Tabel 1. Dari data di atas, dapat kita lihat SKT induk sapi Bali persilangan lebih tinggi daripada induk sapi Bali. Berdasarkan hasil uji analisis Korelasi menggunakan program SPSS 17 pada semua induk sapi Bali diketahui bahwa tidak terdapat hubungan genotipe gen Leptin-Sau3AI dengan Skor Kondisi
ISSN 1411-4674
Tubuh pada induk sapi Bali karena memiliki genotip yang sama (genotip AA). Hal ini sejalan dengan pernyataan Rasor, at al (2002) bahwa karena adanya persamaan allel dan genotip, maka tidak dapat diketahui hubungan antara penanda dan berat badan saat pubertas pada sapi persilangan Hereford dan Brahman, Santa Gertrudis, dan Santa Cruz. Pada induk Bali persilangan diperoleh nilai P> 0,05 yang menunjukkan hubungan yang tidak nyata pada genotip gen leptin Sau3AI dengan skor kondisi tubuh induk Bali persilangan. Semua induk sapi Bali memiliki genotip AA dengan SKT 4,91 ± 1,14; Induk sapi Bali persilangan memiliki genotip AA sebanyak 9 ekor dan genotip AB 4 ekor, dengan rata-rata SKT 5,11 ± 0,78 dan 5,75 ± 0,50. Dapat dilihat bahwa rata-rata skor kondisi tubuh dengan genotip AB lebih tinggi dibandingkan dengan genotip AA. Hasil ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Rasor et al. (2002) yang menemukan berat badan pubertas pada persilangan Hereford dan Brahman, Santa Cruz, dan Santa Gertrudis yang bergenotip AA memiliki berat badan ratarata 360 kg sedangkan yang bergenotip AB memiliki rata-rata berat badan 364 kg. Pada asupan pakan, Leifers et al. (2002) menemukan bahwa RFLP Sau3AI pada sapi perah yang dihubungkan dengan produksi susu dan menemukan Heifers dengan genotipe AB mengonsumsi 0,73 kg/hari lebih banyak pakan dibandingkan dengan genotipe AA. Dalam studi lain di Cina yang dilakukan oleh Yang et al. (2007) bahwa hubungan polimorfisme gen leptin dengan berat badan dan ukuran indeks tubuh yang dievaluasi mengetahui bahwa alel B mungkin berhubungan dengan sifat pertumbuhan yang lebih baik. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara genotip gen 237
R. Mappanganro
ISSN 1411-4674
leptinSau3AI dengan skor kondisi tubuh induk sapi Bali dan persilangannya. Disarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan induk sapi dari berbagai bangsa sapi yang lebih bervariasi atau dengan pengelompokan wilayah asal ternak mungkin dapat menambah informasi dan pengetahuan dalam memprediksi hubungan gen leptin dengan skor kondisi tubuh pada induk sapi.
Epaphras, A., E.D. Karimuribo and S.N. Msellem. 2004. Effect of season and parity on lactation of crossbred Ayrshire cows reared under coastal tropical climate in Tanzania. Livestock Research for Rural Development, 16(6). Eversole, D.E., M.F. Browne, J.B. Hall, and R.E. Dietz. 2009. Body Condition Scoring Beef Cows. Publication 400-791. Virginia Cooperative Extension. Virginia Polytechnic Institute and State University. Karnaen dan J. Arifin. 2009. Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, dengan Gabungannya. J. Anim. Production 11:135‐142. Hudson, M.D. 2011. The Effects of Nutritionally modulated prepartum BCS on pre and postpartum metabolic responses, in vitro lipid metabolism and performance of multiparous beef cows. Dissertation. The Graduate School. University of Kentucky. Kononoff PJ, Deobald HM, Stewart EL, Laycock AD, Marquess FLS. The effect of a leptin single nucleotide polymorphism on quality grade, yield grade, and carcass weight of beef cattle. Journal of Animal Science, 2005, 83(4): 927−932. Lents C. A., R. P. Wettemann, F. J. White, I. Rubi, N. H. Ciccioli, L. J. Spicer, D. H. Keisler, and M. E. Payton. 2005. Influence of nutrient intake and body fat on concentrations of insulin-like growth factor-I, insulin, thyroxine, and leptin in plasma of gestating beef cows. J ANIM SCI 2005, 83:586596. Liefers S.C., M.F.W. te Pas, R.F. Veerkamp, and T. van der Lende. 2002. Associations between Leptin Gene Polymorphisms and Production, Live Weight, Energy Balance,
DAFTAR PUSTAKA Azari, M. A., S. Hasani, M. Heidari, S. Yousefi. 2012. Genetic Polymorphism of Leptin Gene Using PCR-RFLP Method in Three different populations. Slovak J. Anim. Sci.,45, (2): 39-42. Bartha T., A.Sayed Ahmed, dan P. Rudas. 2005. Expression of leptin and its receptors in various tissues of ruminants, Domest Anim Endocrinol, 29. 193-202. Chilliard Y, M. Bonnet, C. Delavaud, Y. Fauconnier, C. Leroux. 2001. Leptin in ruminants. Gen Expression in adipose tissue and mammary gland regulation of plasma concentration, Domest Anim Endocrinol, 21, 271-295. Corva PM, Fernandez Macedo GV, Soria LA, Papaleo Mazzucco J, Motter M, Villarreal EL, Schor A, Mezzadra CA, Melucci LM, Miquel MC. 2009. Effect of leptin gene polymorphisms on growth, slaughter and meat quality traits of grazing Brangus steers. Genet Mol Res.; 8:105–16. Ehrhardt RA., AW. Bell, and YR. Biosclair. 2002. Spatial and development regulation of leptin in fetal sheep , Physiol Regul Integr Comp Physiol, 282. 1628-1635. Encinias, A.M. and G. Lardy. 2000. Body Condition Scoring I: Managing Your Cow Herd Through Body Condition Scoring. NDSU Extension Publ. AS-1026. North Dakota State University and U.S. Department of Agriculture. 238
Induk Sapi Bali dan Persilangannya, Gen Leptin, Skor Kondisi Tubuh
Feed Intake, and Fertility in Holstein Heifers. J Dairy Sci 85: 1633-1638. Mulliadi D., J. Arifin. 2010. Pendugaan Keseimbangan Populasi dan Heterozigositas Menggunakan Pola Protein Albumin Darah pada Populasi Domba Ekor Tipis (Javanese Thin Tailed) di Daerah Indramayu (Prediction Equilibrium of Population Used Blood Albumin Pattern of Thin Tailed Sheep Pop). Jurnal Ilmu Ternak. Vol 10, No 2. Nei, M and S. Kumar. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford University Press, Inc., New York. Nkrumah J.D, C. Li, J. Yu, C. Hansen, D.H. Keisler, S.S. Moore. 2005. Polymorphisms in the bovine leptin promoter associated with serum leptin concentration, growth, feed intake, feeding behavior, and measures of carcass merit. J Anim Sci. ; 83:20–8. Phillips, C. J. C. 2001. Principles of cattle production. Wallingford: CAB International. Wallingford Oxon, UK. Pomp D, Zou T, Clutter AC, Barendse W. 1997. Rapid communication: mapping of leptin to bovine chromosome 4 by linkage analysis of a PCR-based polymorphism. J Anim Sci.1997;75:1427. Rasor C. C., M. G. Thomas, PAS, R. M. Enns, H. C. Salazar, H. M. Zhang, G. L. Williams, PAS, R. L. Stanko, R. D. Randel, and J. RIOS. 2002. Allelic and Genotypic Frequencies of the Leptin Gene Sau3AI Restriction Fragment Length Polymorphism and Evaluation of Its Association with Age at Puberty in Cattle in the Southwestern United States and Northern Mexico. The Professional Animal Scientist 18:141-146. Ritchie, H., S. Rust and D. Buskirk. 2009. Research Updates. American
ISSN 1411-4674
Red Angus Magazine. Michigan State University. Selk, G. E. 2008. Body Condition Scoring of Beef Cows. Oklahoma Cooperative Extension service. ANSI-3283. Oklahoma State University. Siregar, A.R., Chalijah, M. Sariubang, dan C. Talib. 2000. Penyebab kematian dini pada pedet sapi Bali pada pemeliharaan ekstensif. Tidak dipublikasikan. Stone, R. T., S. M. Kappes, and C. W. Beattie. 1996. The bovine homolog of the obese gene maps to chromosome-4. Mamm. Genome 7:399. Taniguchi Y, Itoh T, Yamada T, Sasaki Y. 2002. Genomic structure and promoter analysis of the bovine leptin gene. IUBMB Life. ;53:131– 5. Yang, D., H. Chen, X. Wang, Z. Tian, L. Tang, Z. Zhang, C. Lei, L. Zhang & Y. Wang, 2007. Association of polymorphisms of leptin gene with body weight and body sizes indexes in Chinese indigenous cattle. Journal of Genetics and Genomics, 34, 400–405. Yonekura S., K. Kitade, G. Furukawa, K. Takahashi, N Katsumata. 2002. Effect of aging and weaning on mRNA expression of leptin and CCK receptors in the calf rumen and abomasums, Domes Animal Endocrinol, 22. 25-35. Yonekura S., T. Senoo, Y. Kobayashi, T. Yonezawa, K Katoh. 2003. Effect of acetate and butyrate on the expression of leptin and short from leptin receptor in bovine and rat anterior pituitary cells, Gen Comp Endocrinol, 133. 165-172. Yuen B. S., P.C Owens, J R. Mcarlane, M E. Symonds, LJ. Edwards. 2002. Circulating leptin concentration are positively related to leptin messenger RNA expression in
239
R. Mappanganro
ISSN 1411-4674
adipose tissue of fetal sheep in pregnant ewe fed at or below maintenance requirements during lae gestation, Biol Reprod, 67. 911-916. Zhang, Y., R. Proenca, M. Maffei, M.
Barone, L. Leopold, and Friedman. 1994. Positional of the mouse obese gene human homologue. Nature 372:425-432.
240
J. M. cloning and its (Lond.)