J. Sains & Teknologi, Agustus 2014, Vol.14 No.2 : 189 – 198
ISSN 1411-4674
MODEL KOLABORASI PERENCANAAN ANTARA BALAI TAMAN NASIONAL WAKATOBI DAN PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI SECARA LESTARI A Model of Planning Collaboration betweeen Wakatobi National Park Authority and Wakatobi Regency Government in Sustainable Natural Resource Management Hery Sopari1, Ngakan Putu Oka2, Darmawan Salman3 1
Kementerian Kehutanan (Balai TN Wakatobi) Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin 3 Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
2
(E-mail:
[email protected]) ABSTRAK Masih terdapatnya permasalahan terhadap sumber daya alam hayati (SDAH) di Wakatobi memerlukan kolaborasi perencanaan sebagai salah satu alternatif solusi, khususnya antara Balai Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang memiliki tanggung jawab sebagai pengelola kawasan agar pengelolaan menjadi lebih sinergis, harmonis dan efektif. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis potensi yang ada pada Resources-Organization-Norms (R-O-N) Taman Nasional Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH di wilayah tersebut, (2) menganalisis kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH, dan (3) merumuskan model kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan SDAH secara lestari. Penelitian ini dilakukan di kota Bau-Bau dan Kabupaten Wakatobi. Metode yang digunakan adalah indepth interview, studi dokumen dan Focus Group Discussion, sedangkan analisa datanya menggunakan analisa deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) sumber daya alam hayati yang dikelola oleh kedua pihak yaitu 8 sumber daya penting/target konservasi, (2) kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi mendukung untuk kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari, (3) untuk memecahkan berbagai permasalahan SDAH, terdapat 8 model kolaborasi perencanaan yaitu: (a) penanganan kasus; (b) patroli/operasi pengamanan (c) penyuluhan/sosialisasi peraturan, (d) monitoring 8 sumber daya penting/target konservasi (e) rehabilitasi sumber daya alam hayati, (f) pengelolaan pengunjung, (g) pengelolaan ijin usaha perikanan dan (h) pengembangan dan perijinan pariwisata alam. Kata Kunci: Kolaborasi, Perencanaan, Sumber Daya Alam Hayati ABSTRACT The presence of problems on natural resource management in Wakatobi requires planning collaboration between Wakatobi National Park Authority and The Government of Wakatobi District in order to create more synergistic, harmonious and effective management. This study aims to: (1) analyze the potentials of Resources - Organization - Norms (RON) in Wakatobi National Park Authority (WNPA) and The Government of Wakatobi District (GWD) in supporting the collaboration of natural resource management planning in the area; (2) analyze the contribution and the direction of WNPA and GWD planning in supporting the collaboration of natural resource management planning; and (3) formulate a model of planning collaboration between WNPA and GWD in sustainable natural resource management. This research was conducted in Bau – Bau city and Wakatobi Regency. It used indepth interviews, document study and focus group discussions (FGD). The data were analyzed by using the qualitative descriptive analysis. The results reveal that: (1) natural resources managed by WNPA and GWD are 8(eight) important resources which become the targets of conservation; (2) the contribution and planning direction of WNPA and GWD support the collaborative planning of sustainable natural resources management; and (3) various natural
189
Hery Sopari
ISSN 1411-4674
resource problems can be solved by using 8 models of collaborative planning, including (a) case administration, (b) security patrols/operations (c) education/regulation socialization, (d) the monitoring of 8 important natural resources/conservation targets (e) natural resource rehabilitation, (f) visitor management, (g) the management of fisheries business license, and (h) the development and licensing of natural tourism. Keywords: Collaboration, Planning, Natural Resource
Dualisme kewenangan dalam pengelolaan suatu kawasan, tentu dapat berpotensi memunculkan adanya kebijakan yang kurang sinergis diantara kedua pihak pembuat kebijakan. Hal tersebut dapat menjadi hambatan baik bagi pembangunan wilayah Wakatobi sebagai sebuah kabupaten maupun pengelolaan Taman Nasional Wakatobi sebagai Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati & Ekosistemnya (KSDAH&E). Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan wilayah Wakatobi haruslah mengakomodir dua instansi pemerintah ini agar selaras dan harmonis. Pasca pembentukan kabupaten Wakatobi masih terdapat beberapa permasalahan dalam pengelolaan SDAH diantaranya yaitu belum sinergisnya pengelolaan pengunjung, perijinan usaha perikanan dan perijinan usaha pariwisata. Pengelolaan perijinan kegiatan tersebut belum terintegrasi antara Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan Balai TN Wakatobi. Dalam hal kunjungan wisata maupun kegiatan lainnya, di kawasan taman nasional (khususnya pada areal perairan/laut), setiap pengunjung kawasan taman nasional harus mendapatkan ijin masuk kawasan dari pihak Balai TN Wakatobi, oleh karena itu jika belum terjalinnya koordinasi antara kedua pihak ini, maka permasalahan seperti penertiban pengunjung oleh pihak Balai TN Wakatobi dapat terjadi, tentu hal ini menimbulkan ketidaknyamanan terhadap pengunjung. Permasalahan lainnya yaitu masih terjadinya kegiatan illegal fishing, destructive fishing, pemanfaatan satwa yang dilindungi oleh masyarakat, penambangan pasir, keterbatasan sumber daya baik manusia, sarana pengelolaan dan finansial tidak dapat diselesaikan dengan
PENDAHULUAN Sebagai upaya aktif dalam mempertahankan ekosistem dan keanekaragaman hayati, pemerintah telah menetapkan kawasan konservasi yang salah satu bentuknya adalah taman nasional. Di Indonesia, hingga saat ini terdapat 50 unit Taman Nasional dan 7 unit diantaranya merupakan Taman Nasional laut dan Wakatobi merupakan salah satunya. Wakatobi adalah sebuah kepulauan yang namanya diambil dari kependekan nama ke-empat pulau utama yang ada di wilayah ini yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Dahulu wilayah ini dikenal dengan nama kepulauan “Tukang Besi”. Perairan di Kepulauan Wakatobi memiliki keanekaragaman terumbu karang dan jenis biota laut lain yang tinggi karena berada di segitiga karang dunia, sehingga ditunjuk sebagai Taman Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 393/KPTS-VI/1996 tanggal 30 Juli 1996, dan penetapannya dilakukan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 7651/Kpts-II/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang meliputi kawasan seluas 1,39 juta hektar termasuk kawasan perairan dan seluruh kawasan daratan pulau-pulau yang ada di wilayah ini. Pada bulan Desember 2003 berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 2003, Kepulauan Wakatobi ditetapkan menjadi kabupaten tersendiri sebagai pemekaran dari Kabupaten Buton. Dengan terbentuknya Kabupaten Wakatobi, isu pertama yang muncul terkait dengan pengelolaan TN Wakatobi adalah batas dan luas kawasannya yang berhimpit dengan batas dan luas wilayah Kabupaten Wakatobi (Balai TN Wakatobi, 2008). 190
Kolaborasi, Perencanaan, Sumber Daya Alam Hayati
ISSN 1411-4674
cara sendiri-sendiri. Oleh karena itu diperlukan kolaborasi khususnya yang memiliki kewenangan dalam mengelola SDAH di Wakatobi. Peneliti yang membahas kolaborasi di taman nasional yaitu Winara dkk. (2011). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa program pengelolaan Taman Nasional Teluk Cendrawasih dapat dikolaborasikan dengan pihak lain dalam suatu manajemen kolaborasi. Peneliti lainnya yaitu Palma dkk. (2012), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat model-model kolaborasi dalam menangani berbagai permasalahan di TN Wasur. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati (SDAH) secara lestari.
Hidup. Adapun waktu pelaksanaannya yaitu bulan November sampai Desember 2013.
BAHAN DAN METODE Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengetahui potensi yang ada pada R-O-N (ResourcesOrganizations-Norms) TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi, kontribusi dan arah perencanaan kedua pihak tersebut dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati. Setelah itu, pada akhirnya akan dirumuskan model kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari.
Teknik analisis Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui potensi yang ada pada R-O-N (Resources-OrganizationsNorms) TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi, kontribusi dan arah perencanaan kedua pihak serta untuk menyusun model kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari.
Teknik pengumpulan data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kegiatan wawancara mendalam (indepth Interview) dan Focus Group Discussions (FGD) untuk menentukan model kolaborasi perencanaan. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur terhadap beberapa dokumen antara lain dokumen perenca-naan, laporan kegiatan, laporan/buku statistik, dan arsip atau jenis dokumen lainnya yang berisi tentang pengelolaan sumber daya alam hayati baik dari Balai TN Wakatobi maupun Pemerintah Kabupaten Wakatobi.
Kegunaan penelitian Hasil penelitian dapat memberikan gambaran potensi yang ada pada sumber daya (Resources/R), organisasi (Organizations/O) dan norma (Norms/N) Taman Nasional Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi, informasi tentang kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH, serta sebagai bahan masukan bagi Balai Taman Nasional Wakatobi, Pemerintah Kabupaten Wakatobi serta para pihak terkait lainnya dalam penentuan kebijakan pengelolaan sumber daya alam hayati di Wakatobi.
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai TN Wakatobi serta Pemerintah Kabupaten Wakatobi Propinsi Sulawesi Tenggara. Proses pengambilan dan pengolahan data dilakukan di kantor Balai TN Wakatobi di Kota Bau-Bau dan perkantoran Pemerintah Kabupaten Wakatobi yaitu kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta Badan Lingkungan
191
Hery Sopari
ISSN 1411-4674
penting tersebut. Terhadap sumber daya laut seperti terumbu karang dan mangrove, juga telah dikelola untuk tujuan wisata. Sama halnya dengan Balai TN Wakatobi, Pemerintah Kabupaten Wakatobi pun telah melakukan upayaupaya monitoring, patroli pengamanan, penyuluhan/sosialisasi kepada masyarakat, serta pengelolaan untuk wisata. Pengelolaan SDAH oleh Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi, serta norma/aturan-aturan pengelolaan disajikan pada Tabel 1. Adapun organisasi pengelola dan norma/ aturan-aturan pengelolaan disajikan pada Tabel 2.
HASIL Potensi R-O-N Pada TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Sumber daya alam hayati yang dikelola oleh Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi adalah 8 sumber daya penting yang terdiri dari terumbu karang, lamun, mangrove, SPAGs (Spawning Aggregations Sites/ lokasi pemijahan ikan), burung pantai/ laut, cetacean (paus dan lumba-lumba), penyu dan ikan ekonomis penting. Balai TN Wakatobi telah melakukan monitoring kondisi sumber daya alam hayati, patroli pengamanan kawasan serta penyuluhan/sosialisasi kepada masyarakat dalam mengelola 8 sumber daya
Tabel 1. Sumber Daya Alam Hayati yang dikelola oleh Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi No.
Jenis Sumber Daya Alam Hayati
Pengelolaan oleh Balai TN Wakatobi (BTNW) Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi, Wisata
Pengelolaan oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi, Wisata
1
Terumbu Karang
2
Lamun
Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
3
Mangrove
Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi, wisata
Patroli Pengamanan kawasan,Penyuluhan/ Sosialisasi, wisata
4
Burung Pantai/Laut
Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
Patroli Pengamanan Kawasan
5
Cetacean (Mamalia Laut/LumbaLumba, Paus)
Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
Patroli Pengamanan Kawasan
6
Penyu
Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
7
SPAGs (Tempat Pemijahan Ikan)
Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
Patroli Pengamanan Kawasan
8
Ikan Ekonomis penting
Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
Patroli Pengamanan Kawasan, Perijinan Perikanan tangkap
Sumber: Analisis terhadap hasil wawancara dengan Pihak Balai TNW dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (2013).
192
Kolaborasi, Perencanaan, Sumber Daya Alam Hayati
Tabel 2.
ISSN 1411-4674
Organisasi dan Norma yang ada pada TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari
No. 1
Organisasi Balai Taman Nasional Wakatobi - SBTU - SPTNW I - SPTNW II - SPTNW III
Norma - UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, - PP No. 36 tahun 2010 dan Permenhut No. 48 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam - Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) No. P. 7/IV-Set/2011 tentang tata cara masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru - PP. 59 tahun 1998 tentang tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. - Standar Operating Procedure (SOP) monitoring 8 Sumber Daya Penting
2
Pemerintah Kabupaten Wakatobi - Bappeda - DKP - BLH - Disbudpar - Dinas PKP2 - Dinas TRKP3K
- UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau Pulau Kecil - UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan - UU No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan - UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) - Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 5 Tahun 2009 tentang Pemakaian Alat Tangkap dan atau Alat Bantu Pengambilan hasil Laut dalam Wilayah Perairan Kabupaten Wakatobi - Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 18 tahun 2013 tentang Ijin Usaha Perikanan - Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 19 Tahun 2006 tentang Retribusi Ijin Penelitian dan Pemberian Surat Tanda Terima Pemberitahuan Keberdayaan Organisasi Kemasyarakatan, LSM dan Yayasan - Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 15 Tahun 2013 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga Wisata
Sumber: Hasil Analisis terhadap Peraturan yang ada pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (2013) Keterangan: Bappeda: Badan Perencanaan Pembangunan, Penanaman Modal, Penelitian dan Pengembangan Daerah. DKP: Dinas Kelautan dan Perikanan, BLH :Badan Lingkungan Hidup, Disbudpar. : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas PKP2: Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Dinas TRKP3K : Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam kebakaran (TRKP3K); SBTU : Sub Bagian Tata Usaha di baubau, SPTN Wilayah: Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTNW I di Wangi-Wangi, SPTNW II di Kaledupa, SPTN W III di Tomia)
193
Hery Sopari
ISSN 1411-4674
Tabel 3. Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Wakatobi Unsur Resources
Organizations
Norms
Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Model Kolaborasi Analisis Data Analisis Data Perencanaan Balai TN Wakatobi Pemkab. Wakatobi 1. Destructive Fishing 1. Destructive Fishing 1. Penanganan Kasus 2. Illegal Fishing 2. Illegal Fishing 3. Pemanfaatan satwa yang 3. Pemanfaatan satwa yang 2. Patroli/Operasi Pengamanan dilindungi oleh masyarakat( dilindungi oleh masyarakat 3. Penyuluhan/sosi diperjualbelikan) (diperjualbelikan) alisasi peraturan 4. Penambangan pasir 4. Penambangan pasir 4. Monitoring 8 5. Kondisi 8 Sumber Daya Penting 5. Degradasi ekosistem SDAH Sumber daya menurun penting 6. SDM masih kurang 6. SDM masih kurang 5. Rehabilitasi 7. Sarana pendukung masih 7. Sarana pendukung masih sumber daya terbatas kurang alam hayati 8. Sumber daya finansial masih 8. Sumber daya finansial masih 6. Pengelolaan kurang kurang Pengunjung 9. Kawasan Tomia dan Binongko 9. Dinas Tata Ruang KP3K masih ditangani 1 Seksi belum mengendalikan pe- 7. Pengelolaan ijin usaha perikanan Pengelolaan Taman Nasional manfaatan ruang yang ada di 8. Pengembangan laut dan perijinan 10.Dinas PKP2 belum fokus pariwisata alam pada monitoring mangrove 10.Belum sinergisnya pengelolaan 11.Perda alat tangkap masih pengunjung dan PNBP/ memasukan kompresor dan entrance fee serta ijin masuk linggis sebagai alat yang kawasan baik untuk penelitian boleh digunaka dalam maupun kegiatan lainnya terpenangkapan ikan. Padahal masuk belum sinergisnya perikedua alat tersebut dapat zinan pengusahaan perikanan merusak SDAH dan perijinan pengusahaan pariwisata alam
Sumber: Analisis Hasil Wawancara dengan Pihak Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (2013)
diharapkan dapat berjalan dengan baik karena masing-masing pihak telah memiliki pengalaman dalam melaksanakan kegiatan di bidang konservasi. Visi Balai TN Wakatobi Tahun 2010-2014 yaitu “Terwujudnya Taman Nasional Wakatobi yang mantap, dinamis dan lestari serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan daerah secara berkelanjutan” sejalan dengan visi Pemerintah Kabupaten Wakatobi tahun 2012-2016 yaitu “Terwujudnya Surga Nyata Bawah Laut di Pusat Segi Tiga Karang Dunia”, kedua visi tersebut mendukung upaya kolaborasi karena bertujuan untuk mensejahterakan rakyat
Kontribusi dan Arah Perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Mendukung Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secara Lestari Kontribusi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan SDAH secara lestari khususnya pada tahun 2012 yaitu meliputi kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan SDAH secara lestari. Kontribusi kedua pihak merupakan kegiatan-kegiatan yang bercirikan konservasi sehingga pelaksanaan kolaborasi dalam pengelolaan SDAH 194
Kolaborasi, Perencanaan, Sumber Daya Alam Hayati
dan pembangunan daerah yang berkelanjutan serta kelestarian sumber daya alam hayati. Rencana kegiatan (tahun 2014) kedua pihak pun sangat mendukung kolaborasi, karena masih mengakomodir aspek-aspek konservasi.
ISSN 1411-4674
pengelolaan wisata dan perijinan perkanan tangkap merupakan beberapa kegiatan yang berpotensi untuk dikolaborasikan oleh Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Terdapat 1 Sub Bagian Tata Usaha, 3 Seksi Pengelolaan Taman Nasional dan 6 SKPD terkait serta beberapa aturan yang berpotensi untuk mendukung kolaborasi dalam rangka mensinergiskan pengelolaan sumber daya alam hayati serta memecahkan berbagai permasalahan yang ada. Isu utama tata kelola pemerintahan khususnya di bidang lingkungan yaitu semakin meningkatnya kompleksitas permasalahan, sehingga perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam mencari solusinya. Diperlukan suatu wadah kerjasama untuk menyeimbangkan berbagai sudut pandang yang berbedabeda dari setiap stakeholders dalam rangka mencapai solusi kebijakan yang efektif. Manajemen lingkungan secara kolaboratif merupakan salah satu wadah tersebut (Weible dkk., 2010). Sejalan dengan Weible, penelitian ini bermaksud untuk menyusun suatu model kolaborasi perencanaan untuk memecahkan permasalahan pengelolaan sumber daya alam hayati yang ada di Wakatobi. Kedua instansi (BTNW dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi) tentu memiliki kontribusi dan arah perencanaan masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi dan arah perencanaan kedua pihak sangat mendukung untuk kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari. Kontribusi yang telah dilakukan kedua pihak merupakan informasi penting bahwa kedua pihak tersebut memiliki peran dalam pengelolaan SDAH dan ini dapat dijadikan acuan dalam membuat model kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari. Begitu juga dengan arah perencanaan baik visi, misi maupun rencana kerja, merupakan titik tolak kemana arah pembangunan suatu instansi akan menuju. Sehingga jika arahnya mendukung terhadap konservasi
Model Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alama Hayati Secara Lestari Model kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH yang didesain untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di Wakatobi sebagaimana disajikan pada Tabel 3 terdiri dari 8 model yaitu model kolaborasi perencanaan penanganan kasus, patroli/operasi pengamanan, penyuluhan/sosialisasi peraturan, monitoring 8 sumber daya penting/target konservasi, rehabilitasi sumber daya alam hayati, pengelolaan pengunjung, pengelolaan ijin usaha perikanan, pengembangan dan perijinan pariwisata alam. Adapun kelembagaan kolaborasi yang perlu dibentuk di Wakatobi yaitu forum pengelola SDAH, yang merupakan wadah kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH dan juga implementasinya. Dalam hal pengaturan sarana, pembiayaan dan SDM, dapat dilakukan dengan cara kedua pihak berkontribusi sesuai kemampuannya masing-masing. Sedangkan mekanisme kerja kolaborasi perencanaannya yaitu perlu adanya pertemuan rutin, baik mingguan, bulanan, triwulan, maupun semesteran untuk melakukan perencanaan berupa penjadwalan, pengaturan biaya, SDM, dan sarana pendukung secara bersamasama. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 8 sumber daya penting sebagai target konservasi di Wakatobi yang dapat dikolaborasikan pengelolaannya. Kegiatan penanganan kasus, patroli pengamanan, penyuluhan/sosialisasi peraturan, monitoring sumber daya alam, maupun 195
Hery Sopari
ISSN 1411-4674
dan pembangunan berkelanjutan, maka hal ini sangat positif dan dapat dijadikan acuan dalam menentukan model kolaborasi. Perencanaan dapat disusun dengan mengadopsi kegiatan-kegiatan sebelumnya yang disebut perencanaan inkremental dan juga perlu adaptif untuk merespon dinamika permasalahan. Oleh karena itu model kolaborasi yang disusun merupakan upaya untuk mensinergikan kegiatan-kegiatan kedua pihak baik yang telah direncanakan saat ini, (khususnya Rencana Kerja Tahun 2014) maupun kegiatan-kegiatan yang diperlukan berdasarkan hasil analisis penelitian. Model kolaborasi perencanaan yang disusun juga merupakan solusi terhadap permasalahan pengelolaan sumber daya alam hayati di Wakatobi. Palma dkk. (2012) membuat suatu model kolaborasi pengelolaan Taman Nasional Wasur dengan mengidentifikasi potensi-potensi konflik pada setiap zona yang mungkin terjadi antara masyarakat dengan Balai TN Wasur, kemudian menentukan model kolaborasi sesuai permasalahan di setiap zona TN Wasur. Begitu juga dengan Sembiring dkk. (2010) menyatakan bahwa adanya permasalahan seperti belum sinergisnya pengelolaan antara Pemda dengan Balai TN Teluk Cendrawasih membutuhkan kolaborasi sebagai solusinya. Dalam kolaborasi, kedua pihak berinteraksi sebagai aktor (penghasil manfaat) yang secara relatif berposisi sama, yakni sama-sama sebagai kontributor terhadap pengelolaan sumber daya alam hayati sebagai tujuan bersama, serta sama-sama bertukar nilai, norma, pengetahuan dan saling belajar satu sama lain. Kolaborasi dua pihak ini bukan sekedar saling mendukung, namun bagaimana rencana kerja masing-masing pihak dapat dipertemukan sehingga terjadi aksi bersama. Hasil pembelajaran bersama itulah akan berdampak pada peningkatan kapasitas kedua pihak (disubstansikan dari Salman, 2012). Dengan demikian,
kolaborasi perencanaan yang dibangun juga akan mempertemukan rencana kerja Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait), sehingga memunculkan fitur baru, pembelajaran bersama serta peningkatan kapasitas yang akan diperoleh kedua pihak. Suatu keputusan untuk berkolaborasi merupakan suatu pilihan strategis bagi suatu lembaga pemerintah khususnya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang spesifik. Banyak cara bagi pemerintah untuk berkolaborasi dalam mencapai tujuan tersebut (Koontz dkk., 2006). Alternatif kolaborasi perencanaan merupakan salah satu pilihan dan sekaligus sebagai salah satu cara dalam mencapai tujuan kelestarian sumber daya alam hayati di Wakatobi. McGuire (2006) mengemukakan bahwa ada 3 tipe kolaborasi yaitu: 1) intermittent coordination, yaitu kolaborasi yang terjadi ketika kebijakan dan prosedur dari dua atau lebih organisasi secara bersama-sama diatur untuk mencapai suatu tujuan. Interaksi terjadi pada suatu level rendah dan komitmen satu sama lain selalu dijaga terus menerus. Respon terhadap bencana merupakan contoh koordinasi ini; 2) temporary taskforce (gugus tugas sementara), tipe ini dibentuk untuk bekerja pada tujuan spesifik yang terbatas, kemudian membubarkan diri ketika tujuan telah tercapai. Tipe kolaborasi yang ke 3) yaitu yang menurut Mandell and Steelman disebut permanent atau regular coordination, tipe kolaborasi ini terjadi dimana beberapa organisasi sepakat untuk bertemu/ bersama-sama dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas terbatas untuk mencapai tujuan tertentu melalui pengaturan secara formal. Keanggotaan dalam pengaturan ini digambarkan secara ketat dan dibatasi sehingga ada koordinasi yang stabil. Pertukaran sumber daya pun terjadi lebih besar, tetapi risiko minimal. Berdasarkan penjelasan McGuire tersebut, diharapkan tipe kolaborasi yang didesain, dapat menjadi kolaborasi yang 196
Kolaborasi, Perencanaan, Sumber Daya Alam Hayati
permanen, bukan sekedar kolaborasi yang bersifat sementara atau bahkan hanya sekedar interaksi pada level rendah, namun pembahasan pada level atas (pemangku kepentingan) tidak terjadi. Membuat keputusan kolaborasi merupakan tantangan tersendiri bagi Balai Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi karena memang tidak mudah untuk dilaksanakan. Perlu komitmen yang kuat antara kedua pihak tersebut, dimana masing-masing pihak harus dapat menghilangkan ego sektoral, menuju suatu sistem kolaborasi yang didalamnya diperlukan saling menghargai, memahami, berkontribusi, belajar bersama dan posisi yang setara. Winara dkk. (2011) juga mengemukakan bahwa penerapan sebuah sistem pengelolaan kolaboratif di TN Teluk Cendrawasih (Papua) merupakan tantangan bagi pengelola, oleh karena itu kajian penerapan sistem kolaborasi dalam pengelolaan taman nasional sangatlah penting sebagai suatu pembelajaran dan perbaikan pengelolaan. Haryono (2012) menyatakan bahwa untuk mewujudkan pengelolaan TN Bukit Tiga Puluh yang terintegrasi, maka diperlukan perencanaan secara bersamasama dengan pemerintah daerah, sedangkan untuk manajemennya dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Pengaturan kelembagaan berupa pembentukan forum pengelola SDAH Wakatobi merupakan suatu wadah dimana Balai TN Wakatobi dan SKPD terkait dapat melakukan perencanaan pengelolaan dan melaksanakannya secara bersama-sama sesuai dengan tugas, fungsi dan kapasitasnya masing-masing. Khan (2008) juga menyatakan bahwa prinsip pengaturan kelembagaan itu penting terutama untuk memberikan pilihan-pilihan aksi bersama (collective actions) yang benar-benar dapat dijalankan oleh para pihak terkait. Bukan hal mudah untuk dapat terus mempertahankan keanekaragaman hayati yang ada di dalam kawasan taman nasional. Meskipun menyandang status
ISSN 1411-4674
legal sebagai salah satu tempat perlindungan keanekaragaman hayati, faktanya di TN Rawa Aopa pun tidak terbebas dari gangguan dan ancaman (Putri dkk., 2009). Oleh karena itu kolaborasi merupakan suatu keniscayaan dalam rangka memecahkan persoalan yang ada dalam pengelolaan SDAH secara lestari. Kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH di Wakatobi adalah untuk memecahkan dan bahkan mencegah potensi-potensi permasalahan baik antara pemangku kepentingan maupun ancaman terhadap sumber daya alam yang ada. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 8 sumber daya penting yang dikelola oleh Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan hingga saat ini masih terdapat berbagai macam permasalahan dalam pengelolaan sumber daya tersebut seperti illegal fishing, destructive fishing, penambangan pasir, belum sinergisnya pengelolaan (pengunjung, perijinan usaha perikanan dan perijinan pariwisata), serta keterbatasan sumber daya. Permasalahan yang ada perlu dipecahkan secara bersama-sama oleh Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi sebagai pengelola kawasan, oleh karena itu diperlukan kolaborasi perencanaan sebagai salah satu alternatif solusi. Kontribusi dan arah perencanaan kedua pihak pun mendukung untuk kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari karena masih mengakomodir kegiatan-kegiatan konservasi. Model kolaborasi perencanaan yang dapat didesain untuk memecahkan berbagai persoalan yang merupakan saran/rekomendasi dari penelitian ini yaitu model kolaborasi perencanaan: (1) penanganan kasus; 2) patroli/operasi pengamanan; (3) penyuluhan/sosialisasi peraturan; (4) monitoring 8 sumber daya penting/target konservasi; (5) rehabilitasi sumber daya 197
Hery Sopari
ISSN 1411-4674
alam hayati; (6) pengelolaan pengunjung; (7) pengelolaan ijin usaha perikanan dan (8) pengembangan dan perijinan pariwisata alam.
Sains & Teknologi Seri-Seri Ilmu Pengetahuan Vol.12 No.1: 12-21. Putri, Indra A. S.L.P., Allo, Merryana Kidding. (2009). Degradasi Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. VI No.2; 169-194. Salman, Darmawan. (2012). Manajemen Perencanaan Berbasis Komunitas dan Mekanisme Kolaborasi Serta Peran Fasilitator. Cetakan Pertama. Sulawesi Capacity Development Project: Kerjasama Teknis Kemendagri RI, Pemprov Sulawesi dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Sembiring, E., Basuni, S., Soekmadi, R. (2010). Resolusi Konflik Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih di Kabupaten Teluk Wondama. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 16(2): 84-91 Weible, Christopher M., Moore, Richard H. (2010).Analytics and Beliefs; Competing Explanantions for Defining Problems and Choosing Allies and Opponents in Collaborative Environmental Management. Public Administration Review: Sep/Oct 2010;70,5; ProQuest Research Library pg. 756 Winara, A., Mukhtar, Abdullah Syarif. (2011). Potensi Kolaborasi Dalam Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderasih di Papua. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 8 No.3; 217-226.
DAFTAR PUSTAKA Balai TN Wakatobi. (2008). Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Wakatobi Tahun 1998 s/d 2023 (Revisi 2008). Bau-Bau: Balai TN Wakatobi. Haryono, Moh. (2012). Model Pengelolaan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh secara terintegrasi.Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 9 No.1; 033-048. Khan, Azis. (2008). Alternatif Penyelesaian Masalah Peraturan Perundangan: Sebuah Pelajaran Penataan Kelembagaan. Jurnal Manajemen Hutan TropikaVol. XIV (1): 47-53 Koontz, Thomas M., Thomas, Craig W. (2006). What Do We Know and Need to Know about The Environmental Outcomes of Collaborative Management. Public Administration Review; Dec 2006; 66, SI; ProQuest Research Library pg. 111. McGuire, Michael. (2006). Collaborative Public Management: Assessing What We Know and How We Know It. Public Administration Review; Dec 2006;66,SI: ProQuest Research Library. Palma, Aguslavia S.M., Achmad, Amran., Dassir, Muhammad. (2012). Model Kolaborasi Pengelolaan Taman Nasional Wasur. Jurnal
198