IV. KONDISI UMUM 4.1
Kondisi perairan Teluk Kelabat
4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Kelabat Propinsi Kepulauan Bangka- Belitung. Perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung yang diteliti adalah perairan antara 01o 25’ 00” LS, - 105o 32’ 00” BT dengan 0o 32’ 39,84” LS, - 105o 41’ 34,50” BT.Perairan sekitar Teluk Kelabat, Pulau Bangka memiliki ekosistem muara sungai (estuaria), ekosistem mangrove dan ekosistem karang. Bentuk Teluk Kelabat cukup unik seolah-olah terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar melebar di tengah menyempit dimana terletak Pelabuhan Belinyu dan bagian dalamnya melebar lagi. Bagian dalam teluk memiliki dua estuaria yang cukup besar yaitu estuaria Layang dan estuaria Antan. Teluk Kelabat merupakan bagian dari perairan pulau Bangka yang menjorok ke daratan dalam dua cekungan. Cekungan pertama (bagian utara) berupa mulut dan bibir teluk, pada bagian ini sebagian substrat paparan terumbu belum tercemar oleh sedimen lumpur. Di bagian cekungan ke dua (bagian selatan/dalam) substrat paparan terumbu berlumpur, di lokasi ini tempat penambang timah. Dalam kaitannya dengan kegiatan budidaya perikanan, maka pada bagian cekungan pertama mulut dan bibir pantai masih layak untuk budidaya rumput laut. Pantai/ paparan terumbu rata-rata dengan substrat pasir, gravel, batu karang, karang mati dan karang hidup. Perairan pantai cekungan pertama sebelah barat dan timur serta kedua bibir mulut teluk ditemukan pertumbuhan
algae/rumput laut. Kehadiran rumput laut ini merupakan indikasi dari faktor hidrologi dan substrat yang lebih baik dibandingkan cekungan kedua yang tidak ditemukan pertumbuhan algae atau lamun dan substrat berlumpur. Untuk Lebih jelasnya paparan rumput laut dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.
Tabel 8. Kehadiran rumput laut di Teluk Kelabat, Bangka Belitung Nama Rumput laut 1 Chlorophyceae Halimeda discoidea
2
3 4 5 6 7
Halimeda opuntia Neomeris annulata Ulva lactuca Phaeophyceae Dictyota dichotoma Hormophysa triquetra Lobophora variegata Padina australis Sargassum polycystum Sargassum echinocarpum Turbinaria ornata Rhodophyceae Acanthophora spicifera Actinotrichia fragilis Amphiroa foliacea Amphiroa fragilissima Chondrococcus hornemannii Halymenia durvillaei Hypnea sp. Galaxaura silindrica Gracilaria eucheumioides
Sumber : P2O LIPI 2003. Jakarta Keterangan : + = ada - = tidak ada
Lokasi penelitian Tanjung. Meliala Tanjung penyusu +
+
+ + +
+ + +
+ + + + + +
+ + + -
+ + + + + + + + +
+ + + + -
Tabel 9. Kondisi substrat dan biomassa rumput laut di Teluk Belitung L o k a s i Tanjung Meliala : St. 5 : L 05o 90’ 00” S B 105o 36’ 00” E
St. 7 : L 01o 32’ 500” S B 105o 38’ 500” E St. 9 : L 0o 36’ 500” S B 105o 39’ 000” E St. 10 : L 01o 37’ 500” S B 105o 40’ 500” E Tanjung Penyusu St. 6 : L 01o 31’ 000” S B 105o 40’ 500” E St. 11 : L 01o 35’ 000” S B 105o 43’ 000” E
Substrat (%) Pasir Bt. Karang
Kr. hidup
Kr. mati
5
50
5
40
70
10
5
10
80
15
5
-
90
5
5
-
5
50
25
20
75
10
5
10
Kelabat, Bangka
Nama Rumput laut Halimeda Lobophora Padina Sargassum Turbinaria Amphiroa Galaxaura Halimeda Sargassum Turbinaria
epadatan Rata-rata (g/m2 30 35 25 250 15 25 25 10 25 10
Halimeda Sargassum Turbinaria Halimeda
20 25 10 10
Ulva Halimeda Sargassum Acanthophora Gracilaria Ulva Gracilaria
20 25 20 40 25 15 20
Sumber : P2O LIPI 2003. Jakarta
4.1.2. Produktivitas Secara umum massa air di Teluk Kelabat dapat dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama di mulut teluk memiliki ciri massa air samudera, yakni kondisi perairannya relatif jernih belum terpengaruh oleh massa air dari sungai dan bagian dasar perairan berupa karang dan pasir. Bagian kedua mulai dari Tanjung Penyusuk sampai sekitar pantai Ridingpanjang adalah merupakan percampuran
massa air dari samudera, dari sungai dengan bagian dasar perairan berupa pasir berlumpur, sedang bagian ketiga mulai dari pantai Ridingpanjang sampai bagian hulu teluk (muara sungai) merupakan massa air yang berasal dari darat (sungai) dengan dasar perairan berupa lumpur. Kandungan klorofil fitoplankton yang tinggi ditemui di luar teluk dan semakin ke arah teluk nilainya berangsur – angsur turun hingga minimum di muara sungai. Sedangkan kandungan seston menunjukkan sebaran yang sebaliknya, maksimum ditemui di sekitar mulut sungai dan semakin ke arah luar dari teluk nilainya berangsur turun hingga mencapai minimum.
4.1.3. Kondisi terumbu karang di Teluk Kelabat 1. Paparan terumbu sebelah barat (Tanjung Meliala). Paparan terumbu pada umumnya substrat pasir, batuan vulkanik, karang mati dan karang hidup. Secara umum pantai terdapat celah kecil dengan substrat pasir putih. Dengan keberadaan rumput laut alam, pantai terdapat lekukan dari batuan vulkanik dan batu karang, substrat dasar dari pasir, batuan vulkanik, batu karang dan karang hidup. Perairan lebih jernih dibanding pada cekungan kedua (bagian dalam). Kondisi ini memungkinkan bahwa pantai pada cekungan pertama (bagian mulut dan bibir) pantai dapat dimanfaatkan untuk lokasi budidaya. Pengaruh terhadap gempuran ombak, dimusim timur pada bulan April-Agustus ombak lebih kecil dan perairan lebih tenang. 2. Paparan terumbu sebelah timur Tanjung Penyusuk Kawasan perairan terdapat pulau Penyusuk besar, Hantu dan Penyusuk kecil. Pulau ini, terdapat lekukan-lekukan selat yang sempit perairan lebih tenang jernih. Lokasi ini sangat cocok untuk budidaya rumput laut. Paparan terumbu kebanyakan terlindung batu karang dari gempuran ombak, banyak ditemukan
jenis rumput laut jenis Gracilaria, Sargassum dan Halimeda. Rumput laut yang dominan Acanthophora, kehadiran rumput laut alam ini sebagai indikasi untuk dapat dijadikan lokasi budidaya. Dari posisi letak dipaparan terumbu pantai ini dapat dibudidaya di kedua musim barat dan timur Pantai di Tanjung Penyusuk kebanyakan bersubstrat pasir dan ujung tubir terdapat dinding tubir berbatu karang, dapat untuk budidaya rumput laut terutama pada bulan April-September pantai terlindung dari gempuran ombak oleh dinding tubir, dan perairan jernih. Pada musim barat ombak lebih besar dibandingkan pantai bagian sebelah barat.
4.1.4. Ikan karang Jumlah jenis ikan major yang ditemukan di perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung bagian luar adalah 58 jenis yang termasuk dalam 9 suku. Suku Pomacentridae yang terdiri dari 25 jenis dan suku Labridae dengan 20 jenis merupakan dua suku yang memiliki jumlah jenis terbanyak di dalam struktur komunitas ikan karang yang ada di Teluk Kelabat, Bangka Belitung. Jenis ikan yang umumnya ditemukan hampir di semua lokasi adalah jenis Abudefduf sexfasciatus, Pomacentrus bankanensis, Hemiglyphidodon plagiometopon, Halichoeres purpurascens.. Hal yang menarik adalah ditemukannya beberapa jenis ikan hias yang sangat berpotensi seperti Pomacanthus anularis ( Enjiel biru), Platax pinnatus (Ikan kelelawar) dan Cheilinus unifasciatus ( keling ekor putih). Ikan enjiel biru ini ditemukan hampir disetiap lokasi pengamatan, sehingga kelangsungannya perlu di jaga dari pemburu ikan hias, karena ikan ini termasuk dalam golongan ikan hias yang mahal (Kelas A) (P2O-LIPI 2003). Jumlah jenis ikan target yang ditemukan di perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung bagian luar adalah sebanyak 21 jenis yang termasuk dalam 11 suku
jenis ekor kuning (Caesio cunning) merupakan jenis ikan yang umumnya ditemukan dalam jumlah besar serta terdapat hampir di setiap lokasi ikan ini pada ukuran dewasa, suku Serranidae (kerapu) yang ditemukan umumnya masih merupakan benih kerapu. Kepadatan dari beberapa jenis ikan target ekonomis penting pada daerah ini dapat dilihat dibawah ini :
Tabel 10. Kepadatan ikan target ekonomis penting No
Nama Jenis
1. Cephalopolis boenack 2. Cephalopolis formosa 3. Caesio cunning 4. Lutjanus carponotatus 5. Siganus virgatus Sumber : P2O LIPI 2003.
Nama Lokal Kerapu Kerapu Ekor kuning Kakap Beronang
Jumlah individu 28 21 740 28 17
Densitas (ekor/m2) total indv/3750 m2 0,007 0,005 0,197 0,007 0,0045
Taksiran ukuran Ketika di sensus 15 – 20 cm 12 – 16 cm 20 – 25 cm 25 – 30 cm 20 – 25 cm
Jumlah jenis ikan indikator yang ditemukan pada daerah ini hanya 2 jenis yakni jenis Chaetodon oktofasciatus dan Chelmon rostratus. Hal ini karena umumnya di daerah Propinsi Bangka Belitung ini jumlah jenis ikan Chaetodontidae relatif sedikit.
4.1.5. Toksikologi Kualitas sedimen dari perairan dalam Teluk Kelabat dijumpai masih relatif lebih baik dibanding dengan sedimen dari perairan di luar. Kualitas sedimen sangat dipengaruhi oleh kualitas air laut. Kontaminan yang tidak terserap atau terurai akan mengendap di dasar perairan. Kandungan kontaminan dalam sedimen yang terlarut dalam air (bioavailable) akan menjadi sumber toksikan
bagi biota yang hidup disekitarnya. Hasil uji toksisitas sedimen menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya pengaruh toksik dari sedimen yang di uji. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan algae yang diuji, yaitu meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan algae pada kontrol. Sehingga dapat diduga bahwa kandungan kontaminan dalam sedimen tidak bioavailable bagi biota atau karena faktor lingkungan lain yang tidak diukur.
Jumlah sel (x 10000 sel/mL)
160 140 120 100 80 60 40 20 0 1
2
3
4
5
Lokasi Laut Cina Selatan 2002
Teluk Mei 03
Sumber : P2O LIPI 2003.
Gambar 8. Perbandingan pertumbuhan Chaetoceros gracilis yang dipaparkan pada sedimen dari perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung, Juni- Juli 2003 dengan dari perairan di Laut Cina Selatan 2002.
4.1.6. Fisika oseanografi dan kondisi hidrologi perairan 4.1.6.1. Suhu
Secara umum suhu air laut di sekitar perairan Teluk Kelabat pada Bulan 27 Juni – 8 Juli 2003 ini bervariasi antara 29,283° C – 30,671° C. Suhu air pada lapisan permukaan memperlihatkan nilai yang lebih bervariasi dari pada suhu air pada lapisan yang lebih dalam. Semakin ke dalam, suhu air memperlihatkan nilai yang cenderung makin dingin. Suhu pada lapisan permukaan cenderung lebih hangat dari pada lapisan di bawahnya, dan maksimum suhu air teramati pada lapisan permukaan. Secara rinci distribusi nilai suhu air laut di perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung di setiap interval lapisan kedalaman seperti terlihat dalam Tabel 11.
Tabel 11. Distribusi suhu air laut (oC) di perairan Teluk Kelabat, Belitung Bulan Juni – Juli 2003. Parameter
Lapisan Kedalaman (m)
Suhu
Suhu air (o C)
Nilai Rerata
Bangka Simpangan baku (std.dev)
©
Minimum
Maksimum
©
©
1
29,288
30,671
29,677
0,321
5
29,283
29,998
29,507
0,1923
Sumber : P2O LIPI 2003.
4.1.6.2. Salinitas Nilai salinitas di sekitar perairan teluk pada bulan 27 Juni – 8 Juli 2003 ini bervariasi antara 24,957 psu – 32,739 psu. Makin ke dalam, salinitas cenderung makin besar. Salinitas pada lapisan permukaan juga lebih bervariasi daripada lapisan dibawahnya. Kisaran salinitas tertinggi dijumpai pada lapisan permukaan dan maksimum salinitas teramati pada lapisan kedalaman dekat dasar. Pada arah menegak distribusi nilai salinitas yang relatif lebih bervariasi dijumpai di alur stasiun bagian luar dari teluk. Pada alur stasiun luar, distribusi nilai
salinitas lebih beragam. Secara rinci distribusi nilai salinitas di setiap interval lapisan kedalaman pada bulan Juni – Juli 2003 seperti terlihat dalam Tabel 12.
Tabel 12. Distribusi nilai salinitas (dalam psu) di perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung Bulan Juni – Juli 2003 Parameter
Lapisan Kedalaman (m)
Salinitas
Salinitas (psu)
Nilai Rerata
Simpangan baku (std.dev)
(psu)
Minimum
Maksimum
(psu)
(psu)
1
24,957
32,739
30,975
2,183
5
30,264
32,734
32,206
0,688
Sumber : P2O LIPI 2003. Jakarta
4.1.6.3. Arus Kecepatan arus yang diukur beragam dengan arah yang bervariasi. Arus waktu pengamatan mempunyai kecepatan yang bervariasi dari 5,0 cm/detik – 71,9 cm/detik. Arah arus menujukkan arah yang berbeda di setiap lapisan kedalaman. Di lapisan permukaan (lapisan 1 m) arah arus cenderung menuju ke arah Barat Daya, sedangkan pada lapisan kedalaman 5 m dan arus cenderung menuju ke arah Tenggara. Secara terperinci distribusi nilai arus di setiap interval lapisan kedalaman pada bulan Juni Juli 2003 seperti terlihat dalam Tabel 13 .
Tabel 13. Distribusi nilai kecepatan arus (cm/detik) di perairan, Bulan Juli 2003. Parameter
Arus
Lapisan Kedalaman (m)
Kecepatan arus (cm/detik) Minimum Maksimum (psu) (psu)
Nilai Rerata (cm/detik)
Juni –
Simpangan baku (cm/detik)
Arah arus rerata (cm/detik)
1
5,0
71,8
28,3
7,723
Barat daya
5
5,0
71,9
41,7
20,99
Tenggara
Sumber : P2O LIPI 2003.
4.1.7. Geologi Fragmen batuan yang dijumpai umumnya dari batuan beku dan batuan sedimen ini sendiri, cangkang biota umumnya dari jenis moluska. Karbon yakni bahan-bahan organik seperti sisa tumbuh–tumbuhan berupa kayu, akar dan daun dijumpai sangat sedikit dengan pengendapan karbon ini menunjukkan lokasi sedikit memiliki bentang mengingat berat jenis karbon adalah kecil. (P2O LIPI 2003)
4.1.8. Kimia anorganik Perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung yang diteliti adalah perairan antara 01o 25’ 00” LS, - 105o 32’ 00” BT dengan 0 o 32’ 39,84” LS, - 105o 41’ 34,50” BT. Perairan Teluk Kelabat termasuk perairan neritik dangkal. Kadar logam berat Pb perairan pada permukaan berkisar antara 0,001 ppm – 0,007 ppm. Untuk kadar logam berat Cd relatif sama yaitu
< 0,001 ppm. Untuk kadar
logam berat Cu relatif sama yaitu < 0,001 ppm. Untuk kadar logam berat Zn berkisar antara < 0,001 – 0,007 ppm, untuk kadar logam berat Ni berkisar antara < 0,001 ppm – 0,003 ppm. Walaupun daerah tersebut dekat penambangan timah (TI), namun tetap saja sama kadar logam beratnya dengan yang tidak dekat penambangan. Ini diduga karena pengadukan arus yang relatif seragam. Kadar logam berat Pb perairan pada dasar berkisar antara
0,001 ppm
– 0,006 ppm. Kadar logam berat Cd relatif sama yaitu < 0,001 ppm. Untuk kadar logam berat Cu juga relatif sama. Untuk kadar logam berat Zn berkisar antara
<0,001 ppm – 0,003 ppm. Untuk kadar logam berat Ni berkisar antara < 0,001 ppm – 0,002 ppm. Dekat penambangan timah (TI), kadar logam beratnya relatif sama dengan stasiun yang tidak dekat penambangan timah (TI), karena pengadukan massa air yang relatif seragam. Kadar logam berat perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung baik permukaan atau dasar, masih dalam ambang batas diperbolehkan untuk budidaya dan konservasi menurut Peraturan Pemerintah No. Kep-02/Men KLH/I/1998. Namun karena perairan ini penuh dengan mineral berat, maka disarankan agar Pemda membuat Baku Mutu Daerah (BMD). Kadar logam berat dalam sedimen, dapat dikatakan abadi dengan tanda kutip, karena logam berat diserap lewat kisi-kisi kristal sedimen. Kadar logam berat Pb dalam sedimen perairan berkisar antara 1,06 ppm – 58,19 ppm. Dekat lokasi penambangan timah (TI), kadar logam berat Pb relatif besar yaitu berkisar antara 2,75 ppm – 45,00 ppm, diduga karena pengendapan sedimen yang mantap dalam palung hasil pengerukan. Untuk kadar logam berat Cd berkisar antara 0,01 ppm – 0,10 ppm, dan stasiun dekat penambangan timah (TI) adalah relatif sama kadar logam beratnya. Untuk kadar logam berat Cu berkisar antara 0,28 ppm – 5,67 ppm, dan stasiun dekat penambangan timah (TI) adalah relatif sama kadar logam beratnya yaitu 0,44 ppm – 2,78 ppm. Untuk kadar logam berat Cr berkisar antara 0,68 ppm – 15,97 ppm, namun stasiun dekat penambangan relatif kecil kadar logam beratnya , dan yang relatif besar kadar logam beratnya justru stasiun yang jauh dari penambangan timah (TI), hal ini diduga karena porositas sedimen
kecil. Untuk kadar logam berat Zn berkisar antara 0,43 ppm – 36,85 ppm, dan stasiun pada penambangan timah (TI) relatif besar karena adanya palung yang memantapkan pengendapan sedimen. Untuk kadar logam berat Mn berkisar antara 5,34 ppm – 376,53 ppm, sedangkan kadar logam berat dekat penambangan timah (TI) lebih kecil yang diduga pengadukan arus. Untuk kadar logam berat Ni berkisar antara 0,26 ppm – 7,55 ppm, dan juga kadar logam beratnya kecil pada lokasi penambangan timah (TI). Untuk kadar logam berat Fe berkisar antara 468,64 ppm – 12.838,16 ppm, dan inipun kadar logam berat kecil pada lokasi penambangan timah (TI). Disebabkan perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung penuh dengan batuan mineral, kawasan ini memiliki unsur hara yang amat lengkap dan meningkatkan kualitas tanah. Untuk itu disini dapat digalakkan “agrogeologi”. Agrogeologi adalah geologi yang melayani pertanian. Namun harus diketahui bahwa adanya penambangan hanya memberikan pendapatan tinggi karena skala produksi. Dengan perkataan lain, tidak memberikan nilai tambah dari industri hilir. Lingkungan dapat dipulihkan adalah “retorika kosong”. Para ahli lingkungan mengatakan bahwa nilai ekonomi total lingkungan adalah jumlah manfaat langsung (harga crude oil), harga bijih tambang dan sebagainya (ditambah manfaat tak langsung (pencegahan banjir, mematok kualitas air, mencegah longsor) plus “optimal value” dan existention value” (nilai pilihan).
4.1.9. Kimia nutrisi Keadaan kimia nutrisi perairan disajikan pada Tabel. 14. Uraian kimia zat hara tersebut meliputi beberapa aspek.
Tabel 14. Rata-rata kadar beberapa parameter kimia air laut di perairan teluk kelabat, bangka belitung, bulan Juni - Juli 2003.
Permukaan Min Max Rata2 5 meter Min Max Rata2 Dekat Dasar Min Max Rata2
pH
Oksigen ( ml/l )
Fosfat (µg A/l )
Nitrit (µg A/l )
Nitrat (µg A/l )
Ammonia (µg A/l )
Silikat (µg A/l )
7,56 7,89 7,77
3,54 3,88 3,69
0,09 0,66 0,30
0,04 0,18 0,10
0,06 1,34 0,49
0,07 1,02 0,38
0,88 16,66 7,41
7,75 7,90 7,84
3,22 3,30 3,26
0,13 0,79 0,35
0,04 0,19 0,09
0,10 0,64 0,29
0,08 1,06 0,49
0,98 10,97 5,01
7,11 7,91 7,32
2,97 3,78 3,10
0,36 0,88 0,56
0,04 0,25 0,13
0,18 0,96 0,46
0,15 2,16 0,54
1,66 11,85 6,18
Sumber : P2O LIPI 2003. Jakarta
4.1.12.1. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) didefinisikan dalam bentuk rumus: pH = - log [H+], dimana H+ adalah ion hidrogen. Pada umumnya, nilai pH dalam suatu perairan berkisar antara 4 – 9, sedangkan di daerah bakau, nilai pH dapat menjadi lebih rendah. Menurut Mulyanto (1992), pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar antara 5 – 9 dan antara 6,5 – 8,5 (Baku Mutu Air Laut 1988). Secara keseluruhan nilai pH berkisar antara 7,11 - 7,91 dengan rata-rata 7,68. Nilai tertinggi diperoleh kedalaman 20 m dan terendah pada kedalaman 5 m di lapisan permukaan. Kisaran nilai pH yang diperoleh pada lapisan permukaan dari pengamatan ini adalah 7,56 – 7,89 dengan rata-rata 7,77 dan pada kedalaman 5 m yaitu 7,75 - 7,90 dengan rata-rata 7,84 dan dekat dasar 7,11 - 7,91 dengan rata-rata 7,32. Variasi nilai pH di perairan ini dipengaruhi buangan limbah di muara sungai maupun di sepanjang
pantai. Hal ini terlihat dari nilai pH yang lebih rendah di perairan ini ditemukan di daerah dekat pantai dan muara sungai, sedangkan yang lebih tinggi diperoleh di lepas pantai. Menurut SALIM (1986) nilai pH di suatu perairan laut berkisar antara 8,2 – 8,5. Nilai pH di perairan ini masih baik untuk peruntukan budidaya perikanan karena masih dalam kisaran nilai yang diperkenankan oleh Environment Protection Agency (1973) dan Baku Mutu Air Laut (1988) yaitu 6,5 – 8,5. 4.1.12.2. Oksigen terlarut (O2) Oksigen terlarut yang terdapat dalam air laut berasal dari diffusi udara dan fotosintetis fitoplankton dan tumbuhan bentik. Kecepatan diffusi oksigen dari udara kedalam air sangat lambat, sehingga fotosintetis fitoplankton merupakan sumber utama dalam penyediaan oksigen terlarut di perairan. Beberapa faktor yang mempemgaruhi kelarutan oksigen antara lain suhu, salinitas, pergerakan massa air, tekanan atmosfir, luas permukaan air dan persentase oksigen sekelilingnya. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan persediaan oksigen terlarut yang cukup dalam kolom air, yaitu masuknya air tawar dan air laut di daerah estuari secara teratur, karena kondisi daerah tersebut dangkal sehingga pengadukan massa air serta percampuran oleh angin akan berlangsung dengan baik. Sedangkan berkurangnya oksigen dalam air antara lain disebabkan pelepasan oksigen ke udara, aliran air tanah ke dalam perairan, adanya zat besi, reduksi yang disebabkan oleh desakan gas lainnya dalam air respirasi biota dan dekomposisi bahan organik (Nybakken 1988; Mulyanto 1992). Untuk kelangsungan hidup ikan ditemukan kadar oksigen yang beragam. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam jumlah yang sedang akan menurunkan kegiatan fisiologis mahluk hidup dalam air diantaranya terjadinya penurunan pada nafsu makan, pertumbuhan dan kecepatan berenang ikan pada saat kadar oksigen terlarut kurang dari 8 – 10 ppm (Welch 1980). Menurut Mulyanto (1992), pada kadar oksigen terlarut < 4 – 5 ppm, pertumbuhan kurang baik dan nafsu makan ikan berkurang sedangkan pada kadar 3 – 4 ppm dalam jangka waktu yang lama, ikan akan berhenti makan dan pertumbuhan terhenti. Secara keseluruhan kadar oksigen terlarut berkisar antara 2,97 - 3,88 ml/l dengan rata-rata 3,44 ml/l. Nilai tertinggi diperoleh
pada Stasiun 8 di lapisan permukaan dan terendah pada kedalaman 14 m (dekat dasar) .Kadar oksigen terlarut ini rendah bila dibandingkan dengan kadar oksigen terlarut di perairan laut yang normal yang berkisar antara 5,7 ppm – 8,5 ppm (Sutamihardja 1978). Kadar oksigen terlarut di lapisan permukaan, 5 m dan dekat dasar masing-masing berkisar antara 3,54 – 3,88 ml/l dengan rata-rata 3,69 ml/l ; 3,22 - 3,30 ml/l dengan rata-rata 3,26 ml/l dan 2,97 - 3,78 ml/l dengan rata-rata 3,10 µg A/l (untuk mengkonversi ml/l menjadi ppm, angka ini dikalikan dengan konstanta 1,429). Kadar oksigen terlarut yang lebih tinggi diperoleh di lepas pantai sebelah timur dan selatan perairan ini. Pengaruh aktivitas manusia dan buangan limbah organik melalui sungai-sungai sebelah barat perairan ini dapat menurunkan kadar oksigen terlarut karena digunakan bakteri untuk pernafasan dalam menguraikan zat organik menjadi zat anorganik. Hal ini terlihat dari kadar oksigen terlarut yang lebih rendah di sebelah barat dekat pantai perairan ini. Namun kondisi oksigen di perairan ini masih dapat digunakan untuk kepentingan budidaya perikanan karena masih memenuhi nilai ambang batas oksigen > 5 ppm dan > 4 ppm (Baku Mutu Air Laut 1988). Kadar oksigen terlarut untuk budidaya kerang hijau dan tiram berkisar antara 3 ppm – 8 ppm, sedangkan untuk beronang, kerapu dan kakap antara 4 ppm – 8 ppm dan untuk kerang bulu berkisar antara 2 ppm – 3 ppm (Baku Mutu Air Laut Departemen Pertanian dalam KLH 1984).
4.1.12.3. Zat hara (fosfat, nitrat, nitrit, ammonia dan silikat) Zat hara nitrogen (sebagai nitrat) dan fosfor (sebagai fosfat) merupakan zat hara anorganik utama yang dibutuhkan fitoplankton sebagai rantai makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Menurut Nybakken (1988) kadar kedua unsur ini sangat kecil dalam air laut, sehingga merupakan faktor pembatas bagi produktivitas fitoplankton. Di perairan tropik dan subtropik kadar zat hara pada
umumnya rendah di lapisan permukaan, namun meningkat dengan bertambahnya kedalaman (Koesoebiono 1981), sedangkan di perairan pantai aliran drainase sungai sangat berpengaruh terhadap kedua zat hara ini (Harvey 1945 dalam Koesoebiono 1981). Menurut Raymont (1963) nitrogen dalam bentuk an-organik yang berguna bagi tumbuh-tumbuhan adalah nitrat, nitrit dan amoniak disebabkan terjadinya proses perombakan material-material yang mengandung nitrogen dalam batuan mikroorganisme dimana nitrogen dirubah dari amino nitrogen (R – NH2) berturutturut menjadi ammonium (NH4+) kemudian menjadi nitrit (NO2) dan selanjutnya menjadi (NO3). Diantara ketiga bentuk senyawa nitrogen tersebut, yang paling tinggi kadarnya adalah ammonia. Hal ini disebabkan terjadinya reaksi oksidasi sebagai akibat banyaknya pasokan limbah nitrogen organik dari limbah argoindustri, pertanian dan tambak udang. Bakosurtanal (1994) menganjurkan kadar ammonia tidak lebih dari 0,42 ppm untuk kriteria tingkat kesesuaian perikanan tambak dan perikanan laut. Dari hasil penelitian Sharp (1983) di perairan Belgia diperoleh kadar ammonia yang tinggi yaitu 600 µg A/l (8,40 ppm). Dengan demikian bila mengacu pada hasil penelitian Sharp tersebut, kualitas perairan Teluk Kelabat, BangkaBelitung masih normal ditinjau dari variasi kadar nitrogennya. Silikat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Kadar silikat disuatu daerah estuari selain berasal dari perairan itu sendiri juga tergantung kepada keadaan sekelilingnya, seperti tingginya curah hujan serta sumbangan dari daratan dengan terjadinya erosi melalui sungai keperairan tersebut. Fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan silikat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung kepada kandungan zat hara di perairan tersebut antara lain zat hara silikat (Nybakken 1982). Sama halnya seperti zat hara lainnya, kadar silikat disuatu perairan, secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup di perairan tersebut. Zat hara lainnya seperti fosfat dan nitrat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Diantara jenis flora laut seperti algae, sangat membutuhkan zat hara fosfat, nitrat dan silikat dalam jumlah besar (Lund 1950, Jorgensen 1953, Prescott 1969).
Beberapa jenis fitoplankton diantaranya diatom dan silicoflagellata membutuhkan silikon (Si) untuk pembentukan kerangka dinding selnya, namun dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa silikon (Si) juga diperlukan untuk sintetis DNA (Raymont 1980). Secara umum, kondisi kadar zat hara ini relatif tinggi dalam suatu perairan. Hal ini sangat dipengaruhi musim timur pada bulan Agustus dengan kuatnya pengadukan (turbulence) massa air laut yang mengakibatkan naiknya zat-zat hara dari dasar perairan ke permukaan. Ditinjau dari kadar zat hara tersebut, dapat dikatakan bahwa perairan ini relatif subur karena masih berada pada kisaran zat hara fosfat di perairan laut yang normal yaitu 0,10 – 1,68 µg A/l (Sutamihardja 1978). Menurut Joshimura dalam Liaw (1969) tingkat kesuburan perairan dapat ditinjau dari kadar fosfat dalam suatu perairan dengan kisaran 0,07 – 1,61 µg A/l adalah kategori perairan cukup subur, sedangkan pada beberapa perairan seperti di perairan Teluk Penghu dan Selat Taiwan, merupakan daerah budidaya (oyster) dengan kadar fosfat dan nitrat masingmasing berkisar antara 0,08 – 1,20 µg A/l dan 0,08 – 1,80 µg A/l (Liu and Fang 1986), sehingga bila ditinjau dari kadar fosfat dan nitrat yang merupakan salah satu indikator kesuburan, maka perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung masih baik untuk peruntukan budidaya perikanan. Kadar fosfat dan nitrat yang baik untuk budidaya kerang hijau dan kerang bulu masing-masing berkisar antara 0,5 – 1,0 µg A/l dan 2,5 – 3,0 µg A/l. Untuk budidaya tiram berkisar antara 0,5 – 3,0 µg A/l dan 1,5 – 3,0 µg A/l sedangkan untuk budidaya beronang, kakap dan kerapu berkisar antara 0,2 – 0,5 µg A/l dan 0,9 – 3,2 µg A/l (Baku Mutu Air Laut Departemen Pertanian dalam KLH, 1984). Namun dari data yang diperoleh, ternyata hanya kadar fosfat yang cocok untuk budidaya tiram sedangkan kadar nitrat tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Baku Mutu tersebut. Hal ini mungkin disebabkan kadar fosfat dan nitrat sangat dipengaruhi kondisi perairan dan bervariasi dalam dimensi ruang dan waktu, namun telah diperoleh kondisi luwes untuk kadar fosfat dan nitrat dalam suatu peruntukan budidaya perikanan dalam suatu perairan (KMN-LH 1988).
4.1.10.
Mikrobiologi Kepadatan bakteri heterotrofik dan halotoleran menunjukkan bahwa di
Perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung pengaruh lingkungan laut lebih besar dari pada lingkungan darat. Hal ini dapat teramati dari selalu lebih tingginya kepadatan bakteri heterotrofik daripada bakteri halotoleran. Kepadatan bakteri heterotrofik di perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung berkisar <1x 103 s/d 20 x 103 koloni/ml dengan rata-rata 6.5 x 103 koloni/ml. Kepadatan bakteri halotoleran di perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung berkisar dari <11x 1x 103 s/d 25.5 x 103 koloni/ml dengan rata-rata 3.1 x 103 koloni/ml. Kepadatan bakteri heterotrofik dan halotoleran keduanya berada di daerah pantai timur Teluk Kelabat, Bangka-Belitung bagian dalam. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung bagian dalam cukup subur karena kandungan bahan organiknya cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan kawasan lain, perairan ini memiliki kepadatan bakteri pemecah organik asal laut (heterotrof) dan asal laut (halotoleran) yang jauh lebih tinggi dari pada daerah pengamatan lainnya. Kisaran kepadatan bakteri heterotrofnya adalah 3.5 x 103 koloni/ml – 38.5 x 103 koloni/ml, sedangkan bakteri halotolerannya <1 x 103 koloni/ml – 25.5 103 koloni/ml. Adanya masukan bahan organik dari Sungai Layang yang bermuara ke perairan tersebut telah meningkatkan ketersediaan bahan organik di perairan ini. (P2O LIPI 2003) Kepadatan bakteri heterotrofik dan halotoleran terendah teramati di perairan pantai timur Teluk Kelabat bagian luar. Hal ini menunjukkan bahwa
perairan ini memiliki kandungan bahan organik yang rendah atau mungkin lingkungan tersebut mengalami tekanan akibat keberadaan bahan beracun yang dapat membunuh/menekan pertumbuhan bakteri. Hal ini dapat berupa tingginya konsentrasi polutan logam berat ataupun bahan organik. Jika diperhatikan, kepadatan bakteri pemecah minyak dan indikator pencemaran domestiknya menunjukkan angka yang cukup tinggi. Kepadatan keduanya termasuk rendah. Berdasarkan data bakteri indikator pencemaran domestik, nampak bahwa perairan ini cukup bersih. Nilai rata-rata kandungan bakteri fekal kolinya belum mencapai 1000 koloni/100ml dan kandungan bakteri koliformnya juga masih jauh dibawah 10.000 koloni/100 ml. Nilai ini digunakan dalam baku mutu air laut untuk penentuan peruntukan suatu perairan (Anonim, 1988). Dari 25 contoh air yang diperiksa hanya 5 contoh yang mengandung bakteri fekal koli, itupun dalam jumlah yang relatif rendah yaitu 4 – 13 koloni/100ml. Contoh tersebut berasal dari perairan di mulut Teluk. Di perairan lainnya, bakteri fekal koli tidak terdeteksi. Kepadatan bakteri koliform juga menunjukkan angka yang rendah yaitu 143 – 4015 koloni/100 ml. Nilai ini masih jauh di bawah ambang batas maksimum untuk kawasan budidaya yaitu 10.000 koloni/100 ml. Perairan yang nilai rata-rata kepadatan bakteri koliformnya tertinggi teramati di perairan mulut teluk dan kedua tertinggi di pantai barat teluk bagian luar. Diduga, perairan ini mendapat pengaruh dari aliran Sungai Musi yang mengandung limbah domestik lebih banyak daripada DAS Sungai Layang yang ada di Pulau Bangka.
Hasil penelitian para pakar ( Atlas 1995; Atlas and Bartha 1973; Hood et al. 1975 ) menunjukkan bahwa dalam keadaan normal bakteri pemecah minyak ada di alam dalam jumlah yang sangat kecil, namun ketika terjadi pencemaran jumlah bakteri tersebut akan meningkat secara tajam. Bahkan, dapat mendominasi mikroflora di perairan tersebut. Di perairan Teluk Kelabat, keberadaan bakteri pemecah minyak dapat terdeteksi di semua contoh lumpur/sedimen. Kepadatannya berkisar dari 4 X 102 – >2400 x 102 JPT/100mg, dengan nilai ratarata 350 x 102 JPT/100mg. Nilai ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian di Laut Natuna (Pusat Penelitian Oseanografi 2002) menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi. Kepadatan bakteri ini di perairan Laut Natuna hanya berkisar antara 0 – 150 x102 JPT/100mg dengan nilai rata-rata 13 x 102 JPT/100mg. Hal ini diduga karena Teluk Kelabat merupakan perairan yang semi tertutup, minyak yang masuk ke perairan ini baik akibat dari berbagai aktivitas di laut maupun limbah dari darat tidak dapat dengan bebas terbawa ke luar teluk. Kepadatan bakteri pemecah minyak tertinggi teramati di Perairan Pantai timur Teluk Kelabat bagian luar. Pantai timur bagian utara digunakan sebagai tempat rekreasi pantai, karena memiliki pantai yang berpasir putih. Namun di sebelah selatannya terdapat pelabuhan dan tempat penambangan pasir timah yang menggunakan kapal keruk. Tentunya kedua aktivitas tersebut akan memberikan dampak terhadap perairan sekitarnya, diantaranya adalah terjadinya cemaran minyak . Hal ini terbukti dari tingginya kepadatan bakteri pengurai minyak di
perairan tersebut, nilai rata-ratanya mencapai 1153 x 102/100mg. Padahal di kawasan lainnya masih relatif rendah.
4.1.11.
Plankton
Sel-sel fitoplankton dan zooplankton terlihat pada lampiran. Fitoplankton kelimpahan sel-sel fitoplankton berkisar antara 4.000 sel/m3 di sebelah dalam teluk (st. 16) – 2,5 j sel/m3 di muka Teluk Kelabat. Kelimpahan dinoflagellata sangat rendah yaitu hanya 1.000 sel/m3. Ternyata sebaran baik sel-sel fitoplankton secara umum maupun diatomae atau dinoflagellata tampak seirama, yaitu kelimpahan tinggi (di depan wilayah Bubus). Hampir seluruh populasi fitoplankton didominasi oleh marga dari kelompok diatomae yaitu Rhizosolenia, yang kemudian kelimpahan tersebut disusul oleh Chaetoceros), dan Guinardia. Hal ini ternyata sangat menarik. Dominasi Chaetoceros menunjukkan bahwa perairan tersebut mempunyai arus yang berbeda dengan wilayah-wilayah lainnya yaitu arus yang agak deras. Dengan demikian kesimpulan sementara menunjukkan bahwa ke tiga wilayah tersebut mempunyai arus yang deras. 4.2
Kondisi pesisir daratan Teluk Kelabat
4.2.1. Drainase dan daerah rawan bencana Drainase suatu daerah dinilai dari cepat atau lambatnya aliran permukaan tanah dan penyerapan air tanah. Hal ini berkaitan dengan unsur-unsur fisik tanah, seperti lereng, tekstur dan tanaman penutup tanah. Daerah yang tidak tergenang memiliki kondisi drainase baik, daerah yang tidak tergenang dalam waktu lama artinya daerah yang sepanjang tahunnya lebih banyak tidak tergenang atau air
tergenang sementara yang kemudian dapat diserap oleh vegetasi penutup tanah dan tanah itu sendiri. Daerah ini digolongkan sebagai drainase sedang. Sedangkan daerah yang tergenang air sepanjang tahun digolongkan sebagai daerah dengan drainase jelek. Daerah yang dapat menyerap air dengan baik dengan demikian dapat menahan laju aliran permukaan, sehingga memiliki kemampuan yang tinggi untuk mencegah terjadinya erosi dan banjir dapat dikategorikan sebagai daerah yang sangat rendah sampai ringan bencana. Sementara daerah dengan kondisi tanaman penutup tanah yang mulai berkurang sehingga laju aliran permukaan cukup besar digolongkan sebagai daerah rawan bencana dengan klasifikasi sedang. Sedangkan daerah yang terbuka dan bertekstur pasir umumnya mudah terjadi erosi dan banjir dikategorikan sebagai daerah rawan bencana agak berat sampai berat.
4.2.2. Penggunaan lahan Berdasarkan kegiatan ekonomi budidaya penggunaan lahan dikelompokkan kedalam 3 kelompok, yaitu: (i) lahan yang sudah diusahakan, (ii) lahan yang belum diusahakan, dan (iii) lahan lainnya. Lahan yang diusahakan mencakup penggunaan lahan untuk pemukiman, tanaman pangan, kebun campuran, perkebunan, hutan tanaman industri dan tambak. Kebun campuran merupakan campuran antara perkebunan rakyat dengan hutan, tanaman pangan dan semak belukar, diusahakan secara tradisional dengan ciri ladang berpindah. Perkebunan terdiri dari lada, karet, kelapa dan kelapa sawit serta cengkeh dan coklat. Tanaman karet kondisinya bercampur dengan hutan
atau tanaman lainnya. Hutan tanaman industri berupa tanaman acasia diusahakan oleh swasta. Lahan yang belum diusahakan, atau sudah dicadangkan tetapi belum termanfaatkan adalah hutan (lebat/belukar), semak belukar, alang-alang, tanah tandus/rusak dan padang rumput. Hutan alam tropis ditumbuhi jenis pohon seru (Shima bancana), nyato (Palaqium rostratum), pelawan (Tristania sp), mentangur (Calopylum sp), meranti (Shorea sp), gelam (Malaleuca leucadendron) dan lainnya. Hutan belukar yang ada merupakan hasil reklamasi lahan bekas garapan yang telah ditinggalkan, memiliki kayu dengan diameter 0 – 30 cm. Lahan alangalang dan semak tergolong lahan kritis karena kurang subur dan rawan erosi. Lahan lainnya termasuk di dalamnya daerah sungai, kolong, dan perairan lainnya seperti rawa-rawa.
4.2.3. Keadaan dan perkembangan ekonomi Perkembangan ekonomi masyarakat dari aktivitas ekspor produk andalan dapat dilihat pada Tabel 12. Sementara perkembangan pendapatan per kapita tahun 2000 sebesar Rp. 4.536.110 (harga berlaku) atau Rp. 1.901.396 (harga konstan) merupakan pendapatan di atas rata-rata nasional, untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Produk andalan Kabupaten Bangka Tahun 1997 s/d 2000 NO.
SEKTOR/SUB SEKTOR SATUAN
I. Perindustrian
1997
VOLUME EKSPORT/PRODUKSI 1998 1999
2000
1.Timah
M ton
II. Perdagangan 1.Logam timah 2.Lada 3.Moulding 4.Karet Sir 20 5.Ikan segar 6.Kaolin III. Pertambangan 1.Timah 2.Kaolin 3.Pasir kuarsa 4.Granit 5.Tanah Liat 6.Batu koral 7.Pasir bangunan IV. Perkebunan
1.Lada 2.Karet 3.Kelapa Sawit
V. Perikanan 1.Penangkapan di laut 2.Hasil perairan umum Budidaya (Udang, . kerapu, ikan) VI. Pertanian tanaman pangan 1.Buah-buahan
52,669.340
Kg Kg M3 Kg Kg Kg
43,101.251
36,934.430
42,109.314
39,819,143.600 20,053,080.000 4,090.960 4,026,460.000 560,000.000 8,500,000.000
40,720,581.600 36,685,180.200 33,985.989 16,169,960.000 23,223,880.000 34,763,575.000 2,404.800 1,965.500 1,019.568 6,361,900.000 2,983,700.000 3,415,520 1,410,150.000 1,009,850.000 923,600.000 10,140,000.000 12,259,000.000 7,969,000.000
Ton Sn Ton Ton M3 Ton Ton Ton
54,521.077 35,170.000 71,896.000 60,011.000 540.000 110,957.110 482,645.000
43,463.984 40,264,762.000 51,196,500.000 11,948.000 15,033.600 47,550.000 22,972.000 162,100.000 191.060 2,884.500 960.000 87,000.000 476,606.000 -
Ton Ton Ton
18,849.860 33,833.000 219,633.800
21,637.530 36,436.000 663,689.000
17,520.520 37,376.500 759,592.800
26,780.600 37,936.500 369,045.100
Ton Ton
47,546.000 48.000
51,349.700 51.800
54,350.000 53.200
57,200.000 60.000
Ton
90.000
101.700
190.200
141.000
Ton
20,911.000
4,727.000
28,756.000
19,979.000
Sumber Data : Bangka dalam angka 2000
Tabel 16. Perkembangan pendapatan regional dan pendapatan perkapita kabupaten bangka tahun 1993 s/d 2000 atas dasar harga konstan tahun 1993 NO.
URAIAN
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
1. P D R B (Juta Rupiah)
857,030
925,445 1,002,662 1,128,643 1,221,096 1,138,713
1 ,176,535 1,247,883
2. Penyusutan (Juta Rupiah)
52,832
62,213
64,715
68,239
3.
P D R B Atas Dasar Harga Pasar 804,198 (Juta Rupiah)
863,232
937,947 1,061,216 1,150,844 1,072,369 1,108,296 1,175,027
4.
Pajak Tidak Langsung (Juta Rupiah)
61,180
70,870
55,238
67,427
83,863
70,252
96,005
66,344
80,674
87,064
72,856
92,895
5.
P D R B Atas Dasar Biaya Faktor 748,960 (Juta Rupiah)
802,052
867,077
977,353 1,054,839 991,695
6.
Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (Jiwa)
531,668
541,772
547,344
7. P D R B Per Kapita (Rupiah) 8.
521,562
553,050
558,471
1,021,232 1,082,132 563,803
569,125
1,643,199 1,740,645 1,850,708 2,062,036 2,207,931 2,038,983 2,086,784 2,192,634
Pendapatan Regional Per Kapita 1,435,994 1,508,558 1,600,446 1,785,628 1,907,312 1,775,732 1,811,328 1,901,396 (Rupiah)
Sumber : BPS 2001
Pertumbuhan ekonomi dari industri kecil, seperti kerajinan, pengolahan hasil pangan pertanian, perkebunan dan perikanan, industri menengah seperti produksi cabang pangan dan kimia serta bahan bangunan, demikian pula dari industri besar, seperti cabang kimia dan bangunan, logistik dan jasa juga pangan dengan uraian sebagai berikut: 1. Pertumbuhan jumlah industri kecil dan kerajinan secara keseluruhan selama tahun 1993/1994 – 2000 sebanyak 3.264 unit atau rata-rata 10,87% per tahun. Adapun yang paling besar pertumbuhannya adalah jenis industri cabang pangan sebanyak 2.219 unit atau rata-rata 18,46% per tahun dan industri kimia dan bahan bangunan sebanyak 1.257 unit atau 52,35% per tahun. Sedangkan industri sandang dan kulit dan kerajinan umum mengalami pertumbuhan negatif masing-masing 96 unit (3,20% per tahun) dan 499 unit (4,75% per tahun). 2. Pertumbuhan jumlah industri menengah selama tahun 1993/1994 – 2000 mengalami penurunan sebanyak 76 atau rata-rata 13,08% per tahun. Pertumbuhan negatif tertinggi terjadi pada industri pangan sebanyak 47 unit (13,43% per tahun). 3. Pertumbuhan industri besar selama tahun 1993/1994 – 2000 sebanyak 6 unit atau rata-rata 10,71% per tahun. pertumbuhan tertinggi pada industri kimia dan bahan bangunan sebanyak 3 unit (14,29% per tahun) serta industri pangan sebanyak 2 unit (28,57% per tahun).
4. Adapun pertumbuhan nilai investasi tertinggi terdapat pada industri besar sebanyak Rp . 62.830.321.000,- atau rata-rata 95,25% per tahun, diikuti oleh industri kecil dan kerajinan sebesar Rp. 13.090.994.000,- atau rata-rata 31,93% per tahun. Sedangkan pertumbuhan industri menengah selama tahun 1993/1994 – 2000 mengalami penurunan investasi sebanyak Rp. 80.572.895.000,- atau ratarata 13,43% per tahun. 5. Adapun pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor industri ini adalah sebagai berikut : •
Industri kecil dan kerajinan mengalami pertumbuhan sebanyak 7.205 orang atau rata-rata 7,04% per tahun.
•
Industri menengah mengalami penurunan sebanyak 5.287 orang atau rata-rata 13,19% per tahun.
•
Industri besar mengalami pertumbuhan sebanyak 1.579 orang atau rata-rata 53,08% per tahun.
4.3
Kondisi dan potensi sumberdaya pesisir
4.3.1. Potensi dan pemanfaatannya Sumberdaya pesisir dan laut Kabupaten Bangka telah dimanfaatkan sejak lama, namun belum maksimal sebagaimana pemanfaatan sumberdaya daratan, padahal potensi sumberdaya pesisir dan laut sangat besar. Beberapa sektor yang berhubungan dengan potensi pesisir dan kelautan dapat diuraikan sebagai berikut.
4.3.1.1. Pertambangan Bahan tambang yang memiliki potensi cukup besar adalah mineral timah (Zirkon) tersebar mulai dari Selat Bangka sampai Pulau Belitung dan telah dimanfaatkan dari zaman Belanda sampai sekarang oleh PT Timah Tbk dan PT. Kobatin. Selain timah, potensi bahan galian golongan C, berupa pasir kuarsa, batu granit, kaolin dan lainnya dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 17. Jenis bahan, potensi dan pemanfaatan tambang galian golongan C No.
Jenis Bahan
Potensi (ha) 3.689
Jumlah (juta ton/m3) 321
1
Pasir Bangunan
2
Pasir Kuarsa
3.174
252
3
Batu Granit
338
310
Pemanfaatan Lokasi Kecamatan Ket. Izin SIPD (ha) 602 Mentok, Koba, 11 perusahaan Toboali, Merawang, Payung, Belinyu, Sungailiat, Sungai Selan 1.581 Mentok, Sungailiat, 20 perusahaan Merawang, Pangkalanbaru, jebus 81 Seluruh Kecamatan 3 perusahaan
Sumber: Ali (2000)
Di samping tambang timah dan galian golongan C, masih dalam pencarian secara intensif jenis tambang lainnya seperti minyak dan gas alam, mineral biji besi, dan lainnya. 4.3.1.2. Pariwisata Kabupaten Bangka telah ditetapkan sebagai salah satu kawasan andalan pariwisata oleh Departemen Pariwisata, khususnya wisata bahari yang memiliki panatai panjang dan indah. Sebagai tindak lanjut, pemerintah daerah menetapkan 5 daerah simpul pengembangan serta menetapkan 8 tapak kawasan wisata dalam Peraturan Daerah, seperti tabel berikut:
Tabel 18. Tapak kawasan wisata Kabupaten Bangka No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Tapak Kawasan Wisata Pantai Matras dan Parai Tenggiri Sungailiat Teluk Uber Sungailiat Tanjung Kelian Mentok Tanjung Ular Mentok Remodong Belinyu Tanjung Belayar Pulau Panjang Lepar Pongok Pulau Semujur Pasir Kuning Tempilang Rebo Sungailiat Sadai Toboali
Luas (ha) 800 25 282 96,80 76,25 110 70 10 60 119 240
Jumlah
1.889,05
Sumber: Ali. 2000.
Beberapa tapak kawasan wisata, seperti Pantai Parai Tenggiri, Rebo, Remodong, Teluk Uber, telah dimanfaatkan dan dikembangkan. Saat ini di kawasan tersebut terdapat pembangunan hotel, cottage serta fasilitas pelengkapnya. Beberapa jenis wisata bahari yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut yang masih perlu dikembangkan adalah diving, fishing dan sailing. 4.3.1.3. Kehutanan Kabupaten Bangka memiliki hutan mangrove yang cukup luas yaitu kurang lebih 40.000 ha atau 3,47 % dari luas Pulau Bangka. Hutan mangrove tersebar di sepanjang pantai barat, utara dan selatan dan sedikit di sepanjang pantai timur. Beberapa areal, terutama di pantai barat, seperti pesisir Mentok, telah ditetapkan sebagai hutan lindung dan sebagai sempadan pantai dan sungai, agar tetap berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan biota laut, dan penyangga pantai dari erosi dan abrasi. Sementara di bagian utara dilaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Masyarakat menggunakan hutan mangrove ini untuk berbagai kepentingan antara lain, kayunya untuk tajur atau junjung tanaman lada merambat, selain itu untuk industri arang kayu, tiang bagan dan sebagainya. 4.3.1.4. Perhubungan laut Sebagai daerah kepulauan, perhubungan laut menjadi alternatif lebih efisien untuk angkutan barang dibandingkan perhubungan udara. Perhubungan laut sangat dibutuhkan untuk menggerakkan roda perekonomian daerah dalam perdagangan. Peranan sektor perhubungan laut dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Angkutan barang dan orang Tahun 1998/1999 No. 1
Uraian Penumpang a. Datang
Satuan Orang
Alat Angkut Kapal Laut Kapal Udara 170.572 (62,65%)
101.700(37,35%)
Jumlah 272.272
2 3
b. Berangkat Arus Kapal Arus Barang Bongkar/Impor Muat/Ekspor
Orang Unit Ton Ton
169.428(61,65%) 51.947(95,28%)
105.374(38,35) 2.575(4,72%)
274.802 54.522
2.829.013(99,91%) 2.480.260(99,925)
2.413(0,09%) 2.069(0,08%)
2.831.426 2.482.329
Sumber: Ali. 2000.
4.3.3. Keadaan industri maritim 4.3.3.1. Industri kapal dan sejenisnya Industri kapal baja/galangan kapal/doking perkapalan di Kabupaten Bangka telah berkembang dengan baik. Lokasi industri kapal tersebut berada di Selindung Kecamatan Pangkalan Baru dan Air Kantung Kecamatan Sungailiat dengan jumlah industri sebanyak 7 buah. Industri ini sebagian besar memanfaatkan tenaga lokal, dan bahan bakunya sebagian berasal dari luar daerah seperti plat baja, cat, kawat las dan lainnya. Perkembangan industri ini dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 20. Volume dan nilai produksi industri kapal baja Tahun 1996 1997 1998 1999
Volume Produksi (Unit) 72 69 69 93
Nilai Produksi (Jutaan Rp) 6.405 9.558 6.040 6.828
Sumber: Ali. 2000.
Industri kapal kayu/galangan kapal rakyat yang membuat kapal-kapal kayu untuk pelayaran lokal antar pulau dan kapal nelayan untuk penangkapan ikan ternyata lebih cepat berkembang. Industri ini berlokasi di Bangka Kota Kecamatan Payung, Koba dan Lepar Pongok dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal dan bahan lokal berupa kayu dan papan. Perkembangannya sebagai berikut.
Tabel 21. Jumlah industri, volume dan nilai produksi industri kapal kayu Tahun 1996 1997
Jumlah Industri (buah) 43 47
Volume Produksi (buah) 142 158
Nilai (Jutaan Rp) 1.646 2.018
1998 1999
52 58
178 202
2.588 2.922
Sumber: Ali. 2000.
Industri yang berkaitan dengan perkapalan ini adalah industri chatodic protection, yaitu bahan anti karat pada kapal atau kerangka besi/baja lainnya yang dipergunakan di laut. Industri ini sudah lama berdiri di Kabupaten Bangka yaitu di Selindung Kecamatan Pangkalan Baru sebanyak satu buah dengan volume dan nilai produksi sebagai berikut: Tabel 22. Volume dan nilai produksi industri chatodic protection Tahun 1996 1997 1998 1999
Volume Produksi (Unit) 257,032 260,218 140,835 377,163
Nilai Produksi (Jutaan Rp) 6.516,4 6.046,5 3.472,7 10.038,1
Sumber: Ali. 2000.
4.3.3.2. Industri pengolahan hasil laut Industri pengolahan hasil laut yang berkembang adalah industri kerupuk/kemplang, ikan asin/cumi kering, terasi, rusip, abon ikan dan pembeku udang/cumi-cumi. Jenis industri ini merupakan industri kecil yang berbasis pada ekonomi kerakyatan, dikerjakan secara sederhana dengan teknologi sederhana pula serta padat karya. Industri ini tersebar di seluruh wilayah, terutama sentra produksinya di Kecamatan Belinyu, Sungailiat, Pangkalanbaru dan Toboali. Sentuhan teknologi modern untuk fase-fase tertentu pada saat pengolahan dapat saja diberikan di masa mendatang untuk meningkatkan kualitas produksi, misalnya pada fase pengolahan, pengepakan (pengemasan siap saji) dan lainnya. Perkembangan industri ini dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Jumlah, volume dan nilai produksi industri kerupuk/kemplang Tahun
Jumlah (Unit)
Volume Produksi (Ton)
Nilai Produksi (Jutaan Rp)
1996 1997 1998 1999
196 205 215 220
780 820 860 880
5.850 8.200 10.750 13.200
Sumber: Ali. 2000.
Industri yang paling banyak menyerap bahan baku hasil laut pada saat ini adalah ikan asin/cumi kering. Dengan membaiknya harga ikan di pasaran luar daerah, maka industri ikan asin/cumi kering ini berkembang cukup pesat sebagaimana data di bawah ini (Tabel 24).
Tabel 24. Jumlah, volume dan nilai produksi industri ikan asin/cumi Tahun 1996 1997 1998 1999
Jumlah (Unit) 203 220 245 275
Volume Produksi (Ton) 2.030 2.200 2.450 2.750
Nilai Produksi (Jutaan Rp) 15.225 22.000 29.400 35.750
Sumber: Ali. 2000.
Data tersebut menunjukkan perkembangan jumlah industri sejak tahun 1996 sampai 1999 rata-rata 11, 82 % per tahun, volume produksi meningkat rata-rata 16,46 % per tahun dan nilai produksi meningkat 33,70 % per tahun. Industri ikan asin/cumi kering ini berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Bangka dengan pusat produksi di Mentok, Toboali, Sungai Selan, Koba, Belinyu, Sungailiat dan Pangkalanbaru. Salah satu industri olahan ikan dan udang yang cukup terkenal adalah terasi dengan sentra produksi di Kecamatan Mentok, Toboali, Tempilang dan Payung. Perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 25 berikut.
Tabel 25. Jumlah, volume dan nilai produksi industri terasi Tahun
Jumlah (Unit)
Volume Produksi (Ton)
Nilai Produksi (Jutaan Rp)
1996 1997 1998 1999
198 216 224 230
297 314 337 348
1.504 2.698 3.372 4.486
Sumber: Ali. 2000.
Data di atas menunjukkan pertumbuhan industri ini rata-rata per tahun adalah 5,38 %, sedangkan volume produksi dan nilai produksi meningkat rata-rata per tahun 5,72 % dan 66,09 %. Sementara itu industri rusip juga menunjukkan perkembangannya, seperti tabel 26 berikut ini.
Tabel 26. Jumlah, volume dan nilai produksi industri rusip Tahun 1996 1997 1998 1999
Jumlah (Unit) 31 35 37 39
Volume Produksi (Botol) 54.400 63.300 66.600 72.100
Nilai Produksi (Jutaan Rp) 135 220 299 396
Sumber: Ali. 2000.
Industri pengolahan lainnya adalah industri abon ikan yang juga merupakan industri rumah tangga berskala kecil. Industri ini berada pada sentra produksi perikanan tertentu saja, yaitu kecamatan Belinyu, Sungailiat, dan Pangkalanbaru. Perkembangan industri abon ikan ini baik jumlah, volume maupun nilai produksinya relatif cepat sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 27 di bawah ini. Tabel 27. Jumlah, volume dan nilai produksi industri abon ikan Tahun 1996 1997 1998 1999
Jumlah (Unit) 15 21 26 29
Volume Produksi (Ton) 18 24 31 36
Nilai Produksi (Jutaan Rp) 269 421 594 810
Sumber: Ali. 2000.
Jenis industri lainnya yang mengolah hasil laut adalah pembekuan udang/cumicumi yang baru dimulai pada tahun 1998. Industri ini banyak berlokasi di Pangkal
Pinang dan baru satu buah yang berlokasi di Kabupaten Bangka yaitu di Desa Kenanga Kecamatan Sungailiat. Melihat perkembangannya yang cukup menggembirakan dengan semakin meningkatnya volume dan nilai produksinya, seperti yang terdapat pada tabel 28 di bawah ini. Tabel 28. Jumlah, volume dan nilai produksi industri ikan asin/cumi Tahun 1998 1999
Volume Produksi (Ton) Udang Beku Cumi Beku 180 60 108 45
Nilai Produksi (Jutaan Rp) Udang Beku Cumi Beku 5.400 240 4.320 202
Sumber: Ali. 2000.
Industri yang pengolahan hasil laut lainnya yang belum berkembang di Kabupaten Bangka adalah industri pengalengan ikan dan rumput laut. Potensi budidaya rumput laut cukup potensial, terutama di perairan Kecamatan Lepar Pongok, Toboali, Kelapa dan Belinyu.
4.3.3.3. Industri pariwisata Pariwisata Kabupaten Bangka lebih mengandalkan kepada wisata bahari, karena objek wisata yang menonjol adalah pantai dan laut, sehingga sektor pariwisata ini dapat mendukung industri maritim. Pada saat ini tersedia 36 objek wisata pantai, 32 wisata budaya 5 objek wisata sejarah dan 15 objek wisata agro yang tersebar di 9 kecamatan dan telah tersedia pula 1 hotel berbintang IV, I hotel bintang III, dan 1 hotel bintang I serta 7 hotel kelas melati. Selain itu terdapat 3 travel biro, restoran, rumah makan, pramu wisata, tempat rekreasi dan olah raga serta hiburan umum. Jumlah kunjungan wisatawan dari tahun 1995 sampai 1999 dapat dilihat pada Tabel 29 di bawah ini.
Tabel 29. Jumlah kunjungan wisatawan dari Tahun 1995 s/d 1999 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999
Wisatawan Nusantara 44.704 51.637 58.029 55.292 41.720
Wisatawan Manca Negara 1.405 1.083 559 548 460
Jumlah 46.109 52.720 58.588 55.840 42.180
Sumber: Ali (2000).
4.3.3.4. Industri pengolahan bahan galian tambang Industri bahan galian timah berupa industri peleburan timah Pusat Metalurgi Timah (PUSMET) di Mentok milik PT. Timah Tbk. Industri kerajinan timah telah pula berkembang sebagai peningkatan nilai tambah produksi timah dalam membina karyawannya dan masyarakat. Industri galian tambang lainnya adalah tegel granit yang berlokasi di Desa Riau Silip Belinyu dengan produksi 2.500 m3 per tahun.