34
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Keadaan Umum Tempat Penelitian Secara Astronomis Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119°45 – 120°52
Bujur Timur (BT) dan 9°16 – 10°20 Lintang Selatan (LS). Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Sumba Timur memiliki batas-batas :
Utara
: Selat Sumba
Selatan
: Lautan Hindia
Timur
: Laut Sabu
Barat
: Kabupaten Sumba Tengah
Luas wilayah daratan Sumba Timur 700,50 Ha. Bagian utara Sumba Timur merupakan daerah berbatu yang kurang subur sedangkan bagian selatannya merupakan bukit-bukit terjal yang mencakup 40% dari luas daerah di Sumba Timur dengan lerenglereng bukit dan merupakan lahan yang cukup subur.
Kabupaten Sumba Timur
berada pada ketinggian 0-1,225 meter dari permukaan laut. Iklim dipengaruhi oleh laut disekitarnya sehingga cuaca yang terbentuk sangat panas. Temperatur rata-rata paling tinggi pada bulan November dapat mencapai 41°C dan temperatur rata-rata paling rendah pada bulan Juli yaitu sekitar 26,1°C. Seperti halnya daerah lain di Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumba Timur memilik 2 musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada umumnya Sumba Timur diguyur hujan pada bulan Januari – April, sementara 8 bulan lainnya mengalami kemarau, yang menyebabkan wilayah Sumba Timur tergolong wilayah kering (BPS, 2014) Kabupaten Sumba Timur terbagi ke dalam 22 kecamatan, dengan Kecamatan Kota Waingapu sebagai kecamatan induk. Letak Kecamatan Kota Waingapu sangat
35
strategis dan merupakan tempat pusat pemerintahan Kabupaten Sumba Timur. Berdasarkan posisi geografisnya Kecamatan Kota Waingapu memiliki batas-batas:
Utara
: Selat Sumba
Selatan
: Kecamatan Kambera
Timur
: Kecamatan Kambera
Barat
: Kecamatan Kanatang dan Nggoa
Kecamatan Kota Waingapu mencangkup 4 (empat) kelurahan dan 3 (tiga) desa dengan luas wilayah 77,30 Km2. Jumlah populasi penduduk Kecamatan Kota waingapu menurut Registrasi Penduduk tahun 2013 berjumlah 37.459 orang jiwa terdiri atas 19.356 pria dan 18.103 wanita.
Lahan pertanian yang ada di Kecamatan Kota
Waingapu Seluas 1.767 Ha, luas lahan perkebunan 460 Ha dan padang savana seluas 1.150 Ha (BPS, 2014). Padang savana yang luas menunjang dalam penyediaan pakan ternak. Populasi ternak yang ada di Kecamatan Kota Waingapu untuk ternak kuda sebanyak 1.071 ekor, sapi potong sebanyak 738 ekor, kerbau sebanyak 547 ekor, kambing sebanyak 3.897 ekor dan babi sebanyak 5.153 ekor (BPS, 2014). Pemilik kuda pada umumnya, menggembalakan ternaknya diluar Kecamatan kota Waingapu yang merupakan pusat kota. Kecamatan kota Waingapu hanya berfungsi sebagai tempat singgah kuda yang akan mengikuti acara pacuan kuda tradisional. Ternak kuda, kerbau, sapi dan babi bagi masyarakat Sumba Timur berperan dalam upacara dan ritual adat Sumba Timur. Kepercayaan asli masyarakat Sumba yaitu Marapu, orang Sumba percaya bahwa roh nenek moyang mereka masih ada di dunia ini. Upacara adat yang menggunakan ternak diantaranya yaitu upacara kematian, urusan perdamaian dan belis atau mas kawin (Dinas Peternakan Provinsi NTT, 2012). Masyarakat Sumba Timur terutama masyrakat yang tinggal di kota Waingapu menjadikan kuda sumba sebagai hobi olahraga pacuan untuk meningkat kan nilai jual
36
atau pun untuk mencari nama di kalangan masyrakat. Hal ini membuat pacuan tradisional yang berada disumba sebagai ajang yang dinanti – nanti oleh warga sekitar. Gambar 3. Pulau Sumba Timur
Tanaman yang dapat tumbuh di daerah savanna adalah Leguminosa yang dapat tumbuh baik bersama rumput-rumput pendek di NTT, khususnya di Sumba adalah jenis leguminosa herba seperti Alysicarpus sp., (jenis leguminosa lokal) dan jenis Stylosanthes seabrana). Luas areal dan daya dukung padang rumput di NTT akan didajikan pada Tabel 4.
37
Tabel 4 . Luas Areal dan Daya Dukung Padang Rumput di NTT Lokasi
Luas (Ha)
Areal Padang Rumput (Ha)
Unit (UT)
Ternak Daya dukung (Ha/UT)
Pulau Sumba
1.805.440
770.600
145.960
5,3
Pulau Flores
1.909.500
406.170
129.630
3,1
Pulau Timor
1.699.060
765.040
537.110
1,3
NTT
4.694.000
1.475.680
812.700
1,8
Sumber : Nulik dan Bamualim (1998) 4.2
Keadaan Pacuan Kuda Tradisional Sumba Timur Sesuai dengan perkembangan kebudayaan sumba timur perkembangan pacuan
kuda di sumba timur mengalami perkembangan sesuai dengan pengetahuan masyarakat di sumba timur akan tetapi pacuan tradisional yang berada di sumba timur menjadikan semua jenis kuda dapat ikut serta dalam pacuan kuda, tetapi kuda yang biasa digunakan untuk pacuan yaitu Kuda Throughbred, Kuda Cross (hasil persilangan kuda lokal dengan kuda luar negeri) dan Kuda Sumba. Diantara 3 jenis kuda yang digunakan untuk pacuan, Kuda Cross lebih banyak digunakan dibandingkan Kuda Sumba (Sandelwood) yang merupakan Kuda asli Indoesia. Hal ini karenakan Kuda Cross memiliki prostur tubuh yang lebih baik dan mempunyai kecepatan lari yang lebih cepat di bandingkan dengan Kuda asli Indonesia (Sandelwood) yang memiliki prostur tubuh yang tidak proposional dibandingkan dengan Kuda Cross. Pacuan kuda tradisional pada tahu 1980an kuda yang dipacu adalah kuda asli Indonesia yang dipacu pada Lapangan Rihi Eti, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi
38
Nusa Tenggara Timur. Akan tetapi pada tahun 1990an kuda – kuda di lapangan ini mulai mengunakan kuda cross. Kuda yang di cross adalah kuda yang disilangkan dengan kuda yang di impor dari Australia yaitu kuda Thoroughbred dengan kuda asli Indonesia (Sandelwood). Persilangaan ini bertujuan untuk meningkatkan kecepatan lari kuda lokal akan tetapi Kuda Cross lebih banyak mempunyai kelebihan di badingkan dengan kuda murni mengakibatkan orang – orang yang mengikuti pacuan tradisional lebih banyak memakai kuda Cross yang mengakibatkan kuda asli Indonesia berkurang dalam mengikuti pacuan kuda. Pacuan kuda tradisional ini merupakan acara yang dilaksanakan 1 tahun sekali atau 1 tahun dua kali. Acara pacuan kuda ini dilaksanakan pada waktu tertentu mengakibatkan perserta yang mendaftarkan kuda nya untuk di pacu menjadi banyak awal mula perkelompokan kelas kuda sebelum tahun 1990 terdapat hanya empat kelas yaitu A,B,C dan D pada saat tahun 1990 jumlah perserta yang mendaftarkan kuda semakin banyak dan kuda yang didaftarkan kebanyakan kuda Cross maka Dinas Pertenakan, Dinas Kebudayaan, dan PORDASI Sumba Timur mengelompokan kuda yang mengikuti pacuan dengan mengukur tinggi pundak kuda pacu yang akan di tampilkan pada Tabel 5.
39
Tabel 5 . Kriteria Penggolongan Kelas Kuda Peserta Lomba Pacuan Kuda No A
B
C
Kelas
Tinggi Badan
Umur
Jarak Tempuh
1. Pemula mini
≤ 122 cm
2 tahun
600 meter
2. Pemula 1
122,1-126 cm
2 tahun
600 meter
3. Pemula 2
126,1-131 cm
2 tahun
700 meter
4. Pemula 3
131,1-136 cm
2 tahun
800 meter
5. Pemula Super
≥136,1 cm
2 tahun
1000 meter
1. E
126,1-131 cm
3 tahun
800 meter
2. E 2
131,1-136 cm
3 tahun
1000 meter
3. E Super
≥136,1 cm
3 tahun
1200 meter
1. D mini
122-126 cm
≥4 tahun
800 meter
2. D
122,1-126 cm
≥4 tahun
800 meter
3. C
126,1-131 cm
≥4 tahun
1000 meter
4. B
131,1-136 cm
≥4 tahun
1200 meter
5. A
136,1-141 cm
≥4 tahun
1400 meter
6. A 2
141,1-146 cm
≥4 tahun
1600 meter
7. A super
≥146 cm
≥4 tahun
2000 meter
Pemula :
Remaja :
Dewasa :
Sumber: Panitia Palapang Njara (Pacuan Kuda) Sumba Timur (2015) Sarana yang digunakan dalam acara pacuan kuda tradisional terdiri dari lapangan, ternak kuda, panitia penyelenggara, paramedis, joki, photo finish, gate, petugas start gate dan penonton. Pembagian tugas untuk panitia penyelengara dibagi berdasarka posisi yang telah di tentukan sesuai dengan keadaan lapangan seperti panitia yang mencatat waktu dan juara berada di menara yang berada ditengah lapangan pacuan bersama photo finish yang bertujuan untuk mempermudah pemantauan kuda
40
yang sedang bertanding kegunaan penempatan photo finish untuk menentuka kuda mana yang finish terlebih dahulu mesikipun mempunyai catatan waktu yang sama dengan cara melihat hasil foto badan kuda yang menyentuk terlebih dahulu garis putih yang berada dilapangan hal ini diperukan agar peternak kuda atau perserta pacuan tidak dapat menyalahkan keputusan panitia. Hasil dari menara yang berada di tengah lapangan pacuan kuda di kumpulkan dan di cocokan dengan hasil panitia yang berada di tempat komentator yang berada diats bangku penonton selain panitia tersebut terdapat panitia yang mengecek keadaan kuda sebelum berlari yang berguna untuk melihat keadaan kuda yang prima atau yang kurang prima. Start gate merupakan gate pemulaian untuk pacuan yang berguna sebagai tempat diam nya kuda sebelum bendera pacuan diangkat sedang kan gate adalah tempat untuk memasukan kuda dan mengeluarkan kuda dari lapangan yang bertujuan untuk sterilisasi lapangan dari penonton atau peternak. Tugas paramedic dalam pacuan kuda melakukan pertlongan pertama pada joki yang mengalami kecelakaan pada saat kami melakukan peneitian kami banyak melihat beberapa kecelakan terutama pada joki kuda ada yang mengakibatkan joki tersebut di larikan ke rumah sakit. Joki penunggang kuda berusia 7-9 tahun. Joki cilik saat menunggang kuda tidak menggunakaan sadel tetapi sebagian joki sudah ada yang menggunakan helm dan mengunakan maks. Lapangan yang digunakan untuk pacuan kuda tradisional yaitu lapangan Rihi Eti. Lapangan Rihi Eti memiliki panjang lintasan 920 meter. Dengan di sebelah barat lapangan ini terdapat kondium penonton dan tempat pakir kendara yang membawa kuda dan di sebelah untara merupakan jalan utama kota Waigapu, Tengah – tengah lapangan ini merupakan rumput hijau yang sering digunakan untuk pemanasan kuda sebelum kuda di masukan ke dalam gate. Lapangan tersebut merupakan tanah warisan dari Kerajaan Prailiu yang dulunya berkuasa di daerah tersebut. Pemilihan objek penelitian dilaksanakan dengan cara purposif yaitu berdasarkan kelas-kelas tertentu yang hanya terdapat kuda Sumba (Sandelwood).
41
Berdasarkan diskusi dengan dokter hewan Bapak Oktovianus yang berada pada saat pacuan kuda berlangsung
dan pakar kuda dari PORDASI maka pemilihan
pengambilan sampel pada kelas D mini, D dan C sebagai objek penelitian dengan kuda yang memiliki tinggi pundak dibawah 135 cm dengan rentang umur 4-7 tahun dengan catatan kuda yang dipilih tidak melikiki tanda putih di kepala dan di kaki. Pacuan kuda Sumba biasa diadakan untuk memperingati hari hari tertentu seperti hari kemerdekaan, hari kematian raja dan event yang dibuat oleh PORDASI. Kegiatan pacuan kuda tiap tahun memberi peluang bagus bagi bisnis kuda pacu di Pulau Sumba. Satu ekor kuda pacu, hasil persilangan kuda Sandelwood dengan kuda asal Australia dapat dihargai Rp. 2.000.000 – Rp.50.000.000/ekor (Dinas Peternakan Sumba Timur, 2012). Kuda pacu yang sering memenangi perlombaan berasal dari hasil perkawinan silang kuda sumba dan kuda asing, atau kuda tersebut merupakan hasil perkawinan silang (generasi kedua) dengan uda dari luar Sumba yang juga pernah menjuarai kejuaraan. Kuda-kuda keturunan juara yang masih dalam perut induknya sudah dipanjar uang minimal Rp. 6.000.000 oleh pembeli (Dinas Peternakan Sumba Timur, 2012). 4.3
Sifat Kuantitatif Pada Kuda Sumba Sifat kuantitatif merupakan sifat sifat yang dapat diukur pada seekor ternak dan
biasanya sifat kuantitatif memiliki nilai ekonomis. Sifat ini juga berhubungan dengan perfoman hewan tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan di pacuan kuda tradisional sifat kuantutatif yang di ukur berupa tinggi pundak kuda sumba, panjang badan kuda sumba dan kecepatan lari kuda sumba di kelas D mini, D dan C dengan penyajian penjelasan tentang tinggi pundak dan panjang badan pada tabel 6 .
42
Tabel 6. Tinggi Pundak, Panjang Badan dan Kecepatan Lari Kuda Sumba kelas D mini, D, dan C Variabel Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Kecepatan lari (m/s)
N
Minimum Maximum Rataan
Simp.Baku
KV (%)
64
107,00
132,00
119,87
5.72
4,77
64
116,00
132,00
124,45
4,02
3,20
64
11.94
15.62
13.53
0.71
5,24
Tabel 6 menjelaskan Tinggi pundak kuda Sumba kelas D mini, D dan C berkisar antara 107,00 cm – 132,00 cm dengan rata-rata sebesar 119,87 ± 5,72 cm cm dan koefisien keragaman Tinggi pundak kuda sumba sebesar 4,77%. Pada panajang badan berkisar 116,00 cm – 132,00 cm dengan rata-rata panjang badan 124,45 ± 4,02 cm dan keragaman panjang badan kuda sumba sebesar 3,20%. Kecepatan lari berkisar 11,94 m/s – 15,62 m/s dengan kecepatan rata-rata 13,53 m/s ± 0,71 m/s dan keragaman ukuran kecepatan lari sebesar 5,24%. Panjang badan dan tinggi pundak kuda Sumba (Sandelwood) yang diukur dalam penelitian ini mempunyai hasil pengukuran panjang badan dan tinggi pundak yang sesuai dengan hasil pengukuran Dinas Peternakan Sumba Timur tahun 2012 dengan tinggi pundak rata – rata 126 cm dengan panjang badan rata – rata 120 cm dengan tinggi pundak dan panjang badan dapat dilihat bahwa kuda Sumba (Sandelwood) masih terdapat hubungan kekerabatan dengan Kuda jawa akan tetapi rata-rata kecepatan kuda Sumba tersebut lebih rendah bila dibandingkan rata-rata kecepatan kuda Throughbred yaitu > 15 m/s (PORDASI,2003).
43
Kuda sumba memiliki sifat kuantitatif tinggi pundak dan panjang badan yang lebih kecil di bandingkan dengan kuda cross dikarenakan sifat kuantitatif kuda sumba merupkan hasil persilangan kuda mongol dengan kuda arab. Berbeda dengan kuda hasil cross yang merupakan hasil silangan dengan kuda luar dengan kuda local yang memiliki postur tubuh yang lebih tinggi dan lebih ideal yang menyebabkan masyarakat Sumba lebih memilih kuda cross dibandingkan dengan kuda Sumba karena kuda cross mempunyai tubuh yang lebih ideal dibandingkan dengan kuda keturunan asli sumba. Kuda Sumba (Sandelwood) mempunyai tempramen yang aktif (lincah) agersif untuk tempramen jantan lebih aktif dan agersif dibandingkan dengan kuda betina karena kuda jatan memiliki libido yang lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan lari kuda adalah faktor lingkungan. Menurut Buttram et al., (1998) pengaruh lingkungan permanen pada performa berlari kuda pacu adalah faktor nutrisi, cidera, pemilik dan pelatih. Selain 4 faktor yang disebutkan Buttram et al (1998) faktor lain yaitu keterampilan joki untuk memacu kuda di arena balap kuda. Populasi yang mempunyai nilai koefisien variasi dibawah 15% adalah populasi yang diamati dalam keadaan seragam (Sastrosupardi, 2000)
4.4
Korelasi Tinggi Pundak dan Panjang Badan dengan Kecepatan Lari Kuda Sumba Korelasi sama dengan +1 menunjukkan bahwa untuk setiap unit peningkatan
dalam satu variabel akan terjadi satu unit peningkatan pada sifat yang berkorelasi itu. Koefisien korelasi dapat terletak dimanapun diantara keduanya, dengan nilai 0 yang berarti tidak ada hubungan antara dua peubah. Korelasi populasi signifikan (keberadaannya nyata) apabila P-value (Sig.(2 tailed)) ≤ α, dengan P-value probabilitas kesalahan yang dihasilkan oleh pengujian dan α merupakan probabilitas kesalahan
44
yang ditentukan oleh penguji biasanya sebesar 1%, 5%, dam 10%. Nilai koefisien korelasi menurut Sarwono (2006) akan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Koefisien Korelasi Nilai korelasi
Indikator
0,00
- 0,199
Sangat Rendah
0,20
- 0,399
Rendah
0,40
- 0,599
Sedang
0,60
- 0,799
Kuat
0,80
- 1,000
Sangat Kuat
Sumber: Sarwono (2006)
Pengunaan analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) liniear antara dua variabel atau lebih. Besarnya koefisien korelasi berkisar antara +1 sampai dengan -1. Bila korelasi mempunyai nilai positif maka variable – variable tersebut mempunyai hubungan yang positif atau berbanding lurus sedangkan bila korelasi mempunyai nilai negative maka korelasi ini berhubungan akan tetapi berlawanan arah. Korelasi antara tinggi pundak dan panjang badan dengan kecepatan lari kuda Sumba di lapangan Rihi Eti, Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur akan disajikan pada Tabel 8 dengan Indikator korelasi sangat rendah, redah, sedang, kuat, dan sangat kuat.
45
Tabel 8. Hasil Analisis Korelasi antara Tinggi Pundak dan Panjang Badan dengan Kecepatan Lari Kuda Sumba Variabel
Korelasi dengan kecepatan lari
P-value (Sig.(2 tailed))
(r)
α 1%
Panjang Badan
0,64
0,000
Tinggi Pundak
0,74
0,000
Pada tabel 8 dapat dilihat bahwa hubungan korelasi bernilai positif signifikan tinggi pundak dan panjang badan dengan kecepatan lari kuda sumba dengan angka korelasi untuk tinggi pundak dengan kecepatan lari kuda sumba sebesar 0,74. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (r) termasuk dalam kategori kuat sedangkan untuk nilai korelasi panjang badan dengan kecepatan lari kuda sumba didapat 0,64 maka nilai korelasi (r) dari pajang badan dengan kecepatan lari kuda sumba mempunyai nilai
kuat. Hubungan korelasi antara dua variable dengan
kecepatan lari kuda sumba sama sama kuat. Panjang badan diukur dari jarak garis miring antara titik bahu (point of shoulder) sampai bagian pangkal ekor (points of buttocks). Panjang badan pada umumnya memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tinggi pundak. Menurut (Gay 1964) yang dikutip oleh Bandiati (1990) bahwa panjang badan relative pendek akan membantu pergerakan badan sehingga akan lebih cepat dan akan menjamin kesinambungan gerak. 4.5
Regresi Linier Berganda Tinggi Pundak dan Panjang Badan dengan Kecepatan Lari Kuda Sumba Analisis regresi digunakan untuk menggambarkan bentuk hubungan dari dua
variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dihasilkan persamaan regresi linier berganda pada variabel terikat antara kecepatan lari dengan panjang badan dengan ringgi pundak adalah Y= -2,843 + 0,32 X1 + 0,100 X2 ;
46
Persamaan regresi menunjukan nilai α1 dan α2 positif yang artinya terdapat hubungan yang positif antara X1 dengan Y dan juga X2 dengan Y. Koefisien determinasi berganda (R2/R square) digunakan untuk mengetahui sumbangan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Hasil penelitian
menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,586 atau 58,6 %, artinya pengaruh X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap Y adalah sebesar 58,6% dengan sisanya 41,4 % ditentukan oleh faktor-faktor lainnya diluar X1 dan X2 terhadap Y. Model tersebut dapat dijadikan model untuk menunjukkan hubungan antara panjang badan dan tinggi pundak dengan kecepatan lari kuda Sumba karena pengaruh Panjang badan (X1) dan Tinggi pundak (X2) terhadap Kecepatan lari (Y) cukup besar yaitu 58,6%. Faktor-faktor lain sebesar 41,4 % menunjukkan adanya pengaruh lain selain Panjang badan (X1) dan Tinggi pundak (X2) terhadap Kecepatan lari (Y). Faktor-faktor lingkungan lain yang terdapat dalam lapangan seperti berat joki, kondisi lapangan dan suhu lapangan diyakini memberikan sumbangan pengaruh terhadap kecepatan kuda meskipun kecil. Faktor lain yang berpengaruh adalah faktor lingkungan permanen seperti cidera dan manajemen pemeliharaan.
Terdapat
perbedaan antara Panjang badan dan Tinggi pundak dari kuda yang biasa dipacu dengan yang tidak biasa dipacu. Kuda yang terlatih memiliki kemampuan untuk belari dengan daya tahan rangka lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terlatih. Kuda yang memiliki panjang badan dan tinggi pundak yang panjang mempunyai ruang langkah kaki yang luas yang menjadikan kuda dapat belari dengan cepat. Menurut Buttram et al., (1998) pengaruh lingkungan permanen pada performa berlari kuda pacu adalah faktor nutrisi, cidera, pemilik, dan pelatih