13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap sebelum percobaan (Tabel 2) memperlihatkan kandungan C-organik yang sangat rendah, yaitu 0,01 %. Tabel 2. Hasil Analisis Karakteristik Tanah Awal Parameter pH C-organik N-total C/N KTK K Na Ca Mg Fe Mn Cu Zn EC
Satuan
% % me/100gr me/100gr me/100gr me/100gr me/100gr ppm ppm ppm ppm (µS/cm)
Nilai 6,78 0,01 0,001 10 0,96 0,05 0,66 0,06 0,03 30,9 11,3 0,70 0,50 7,73
Kondisi lahan yang bertekstur dominan pasir serta sedikitnya vegetasi alami yang tumbuh pada lahan tersebut mempengaruhi rendahnya kadar Corganik. Hasil analisis tanah awal juga menunjukkan nilai N-total sebelum penanaman adalah 0,001 %, C/N 10, dan KTK 0,96 me/100gr. Nilai-nilai tersebut termasuk ke dalam kriteria penilaian tanah yang tidak subur. Nilai KB yang terukur pada tanah awal adalah 83,11 %. Besarnya nilai KB disebabkan karena unsur Na yang memiliki persentase yang lebih besar dari basa-basa lain. Hal ini disebabkan karena pengaruh garam-garam dari laut. Walaupun nilai KB tergolong besar, pada tanah-tanah berpasir nilai KB tidak berpengaruh pada tingkat
14
kesuburan. Hal ini disebabkan karena nilai KTK yang sangat rendah. Meskipun kejenuhan basa tinggi, basa-basa dalam tanah sesungguhnya sangat rendah. 4.2 Karakteristik Kimia Tanah Setelah Percobaan Setelah tanaman pada petak-petak percobaan dipanen atau dipangkas pada umur 12 MST, biomassa yang dihasilkannya dibenamkan ke dalam tanah. Selanjutnya tanah yang sudah diperkaya ini diambil contohnya pada umur 18 MST, kemudian dianalisis di laboratorium. Hasil analisis disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Kimia Tanah Sesudah Percobaan Sampel
Kontrol
pH
1
2
3
4
5
6
6,36
6,36
6,33
6,30
6,58
6,48
6,37
0,07a
0,07a
0,10ab
0,13abc
0,07a
0,17bc
0,20c*
0,006bc
0,003a
0,004ab
0,006abc
0,004ab
0,008c*
0,005ab
11,67
23,33
25,00
21,67
17,50
21,25
40,00
KTK(me/100gr)
0,96
2,88
2,88
3,13
3,13
3,13
3,13
K (me/100gr)
0,11
0,09
0,10
0,10
0,10
0,11
0,09
Na (me/100gr)
0,61c*
0,19ab
0,13a
0,16ab
0,17ab
0,20ab
0,36b
Ca (me/100gr)
0,05a
0,06a
0,06a
0,06a
0,05a
0,13b*
0,07a
Mg (me/100gr)
0,04ab
0,04a
0,04a
0,05ab
0,04ab
0,07c*
0,05b
KB (%)
84,48
12,98
12,00
11,65
11,65
16,05
18,45
Fe (ppm)
23,5bc
22,8abc
23,9bc
18,6ab
25,3c
16,9a
21,9abc
Mn (ppm)
13,6a
13,0a
12,6a
14,2ab
13,2a
18,9c*
16,0b
Cu (ppm)
0,8
0,8
0,7
0,7
0,7
0,8
0,7
Zn (ppm)
0,5a
0,4a
0,5a
0,5a
0,6ab
0,8c*
0,7bc
C-organik (%) N-total (%) C/N ratio
EC (µS/cm) 31,92b* 18,68a 16,51a 17,39a 18,68a 21,49a 22,36a Keterangan : Setiap angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata. (*) berbeda sangat nyata 1= koro benguk, 2= rumput gajah, 3= rumput gajah dan flemingia, 4= rumput gajah dan kaliandra, 5= koro benguk dan flemingia, 6= koro benguk dan kaliandra
4.2.1 Bahan Organik dan N-total Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian berada dalam proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro.
15
Sebagai akibatnya, bahan itu berubah terus dan tidak mantap dan selalu harus diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang (Soepardi, 1983). Berdasarkan analisis ragam (Tabel Lampiran 4) pemberian biomassa berpengaruh sangat nyata pada peningkatan kadar C-organik. Pada perlakuan koro benguk dan kaliandra terjadi peningkatan dari 0,01 % menjadi 0,20 %, sedangkan perlakuan lain mengakibatkan peningkatan kadar C-organik berkisar antara 0,07 0,17 %. Peningkatan kadar C-organik mampu memperbaiki sifat kimia tanah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3, di mana sebagian besar kandungan unsur hara mengalami peningkatan menjadi lebih baik setelah pemberian biomassa. Bahan organik merupakan sumber N yang utama di dalam tanah. Nilai Ntotal pada tanah awal adalah 0,001 %. Berdasarkan analisis ragam (Tabel Lampiran 13) pemberian biomassa berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan nilai N-total. Nilai N-total yang dihasilkan setelah proses penanaman sekitar 0,003 – 0,008 %. Walaupun nilai N mengalami peningkatan setelah pemberian biomassa, nilai N masih tergolong sangat rendah. Nilai C/N dari tanaman, humus ataupun tanah memberikan gambaran tentang mudah tidaknya bahan tersebut dilapuk atau tingkat kematangan dari bahan organik tersebut. Pada tanah awal nisbah C/N adalah 10. Hal ini sejalan dengan Leiwakabessy et al. (2003) yang menyatakan bahwa tanah-tanah dengan bahan organik rendah stabil umumnya mempunyai harga C/N sekitar 10. Dari keseluruhan perlakuan tanaman-tanaman, empat perlakuan memiliki nilai C/N yang berada pada rentang 20 – 30. Pada rentang nilai ini mikroorganisme dapat bekerja dengan baik untuk mendekomposisikan bahan organik, sedangkan pada dua kombinasi lain yaitu pada perlakuan 4 (rumput gajah dan kaliandra) dan 6 (koro benguk dan kaliandra) nilai C/N berturut-turut adalah 17,50 dan 40,00. Pada perlakuan 4 bahan organik sudah berada dalam keadaan matang, sehingga tidak berlangsung lagi proses dekomposisi, sedangkan pada perlakuan 6 diduga karena bahan organik memiliki kadar N yang rendah. Unsur N dibutuhkan mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik. Nilai C/N lebih dari 30 berarti bahan organik yang didekomposisi masih belum dapat didekomposisi dengan baik.
16
4.2.2 Derajat Kemasaman Tanah (pH) dan Daya Hantar Listrik (EC) Tanah pada lahan bekas tambang pasir besi memiliki kemasaman tanah awal 6,8. Namun setelah diberi perlakuan nilai pH menjadi 6,3 - 6,6. Meskipun berdasarkan analisis ragam (Tabel Lampiran 2) proses penanaman tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan pH tanah, pemberian bahan organik yang diberikan ke dalam tanah cenderung menurunkan pH tanah. Secara umum, nilai pH pada kondisi yang netral memudahkan unsur-unsur hara diserap tanaman.
9
Nilai pH
8 7 6 5 4
awal kontrol
1
2
3
4
5
6
Perlakuan
Keterangan: 1= koro benguk, 2= rumput gajah, 3= rumput gajah dan flemingia, 4= rumput gajah dan kaliandra, 5= koro benguk dan flemingia, 6= koro benguk dan kaliandra
Gambar 3. Nilai pH pada Tanah Awal, Kontrol dan Setiap Perlakuan
Lahan bekas tambang pasir besi Kutoarjo memiliki daya hantar listrik (DHL) awal 7,73 µS/cm. Setelah dilakukan proses penanaman nilai DHL mengalami peningkatan menjadi 16,51 hingga 22,36 µS/cm. Peningkatan nilai DHL ini diduga karena kation-kation yang berasal dari pupuk dasar yang bersifat anorganik
terurai
menjadi
kation-kation.
Kation-kation
tersebut
yang
menyebabkan peningkatan DHL. Penentuan nilai DHL merupakan suatu cara pendekatan untuk mengetahui taraf kejenuhan garam di dalam tanah. Menurut
17
kriteria klasifikasi berdasarkan Soil Science Society of America, Madison Wisconsin (dalam Anwar dan Sudadi, 2007) tentang tanah-tanah dipengaruhi garam (Lampiran 15), nilai DHL≤ 4 dS/m menunjukkan kandungan garam di dalam tanah rendah, dan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Nilai DHL yang rendah menunjukkan tekanan osmosis yang rendah sehingga akan memudahkan masuknya unsur hara ke dalam tanaman. Walaupun setelah penanaman mengalami peningkatan nilai DHL, peningkatan DHL yang terjadi masih dalam kategori yang baik untuk pertumbuhan tanaman. 4.2.3 Kapasitas Tukar Kation dan Basa-basa dd ( K, Na, Ca dan Mg) Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai nilai KTK lebih tinggi dari tanah-tanah dengan kadar bahan organik rendah dan tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno, 2003). Penelitian ini dilakukan pada tanah pasir dengan tekstur pasir mencapai 95,45 % (Tabel Lampiran 1) dan memiliki nilai KTK kurang dari 5 me/100gr atau sangat rendah. Lahan bekas tambang pasir besi Kutoarjo memiliki nilai KTK awal 0,96 me/100gr. KTK merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Dengan penambahan bahan organik yang dilakukan mampu menaikkan KTK menjadi 2,88 hingga 3,13 me/100gr. Perlakuan yang diuji mampu menaikkan kadar KTK hingga 300 %. Kejenuhan basa merupakan gambaran kation-kation yang terdapat dalam kompleks jerapan koloid tanah, yaitu Ca++, Mg++, K+ dan Na+. Kejenuhan basa menunjukan perbandingan nilai antara jumlah kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Kejenuhan basa pada tanah awal adalah 83,11 %, namun setelah pemberian biomassa nilai kejenuhan basa antara 11,60 % – 18,45 %. Penurunan nilai kejenuhan basa ini dipengaruhi oleh meningkatnya nilai KTK setelah dilakukannya pemberian biomassa. Unsur hara K pada tanah awal sekitar 0,05 me/100gr, nilai ini termasuk dalam kelas kriteria sangat rendah. Setelah dilakukannya penanaman terjadi peningkatan kelas kriteria dari sangat rendah menjadi rendah pada sebagian besar kombinasi. Kadar hara K pada petak kontrol menunjukkan peningkatan yang lebih
18
besar daripada petak kombinasi walaupun tidak dilakukan pemberian biomassa. Hal ini dapat disebabkan karena pemberian pupuk KCl dan senyawa humat. Senyawa humat dapat mengikat unsur hara K bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Pada proses penanaman juga mengalami peningkatkan nilai K menjadi 0,09 - 0,11 me/100gr, hal ini dapat dilihat dalam Gambar 4. Berdasarkan analisis ragam (Tabel Lampiran 3) penanaman tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar K.
0,14
K-dd (me/100gr)
0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 awal kontrol
1
2
3
4
5
6
Perlakuan Keterangan: 1= koro benguk, 2= rumput gajah, 3= rumput gajah dan flemingia, 4= rumput gajah dan kaliandra, 5= koro benguk dan flemingia, 6= koro benguk dan kaliandra
Gambar 4. Nilai Hara K pada Tanah Awal, Kontrol, dan Setiap Kombinasi
Unsur hara Na berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan daerah pantai karena tingginya kadar Na di laut. Suatu tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh > 15% Na, yang unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Nilai Na pada tanah awal tergolong sedang yaitu 0,66 me/100gr menurut kriteria penilaian sifat kimia tanah Staf PPT, 1983 (dalam Hardjowigeno.S, 2003). Setelah dilakukan penanaman, kadar Na menurun menjadi rendah sekitar 0,16 – 0,36
19
me/100gr. Berdasarkan analisis ragam (Tabel Lampiran 5) proses penanaman berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan Na. Unsur hara Ca bermanfaat mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim. Kadar Ca pada tanah awal adalah 0,06 me/100gr. Setelah dilakukannya penambahan bahan organik nilai Ca cenderung stabil pada kisaran 0,05 - 0,07 me/100gr, namun pada kombinasi koro benguk dan flemingia mengalami peningkatan yang sangat nyata berdasarkan analisis ragam (Tabel Lampiran 6) yaitu 0,13 me/100gr. Unsur hara Mg merupakan unsur pembentuk klorofil. Kadar Mg pada tanah awal adalah 0,03 me/100gr. Berdasarkan analisis ragam (Tabel Lampiran 7) setelah dilakukannya penambahan bahan organik berpengaruh sangat nyata. Pada kombinasi koro benguk dan flemingia mengalami peningkatan menjadi 0,07 me/100gr. Sedangkan pada kombinasi lain cenderung stabil pada kisaran 0,04 – 0,05 me/100gr. 4.2.4 Unsur Mikro Tersedia (Fe, Mn, Cu, Zn) Unsur mikro adalah unsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang sangat kecil. Unsur mikro dalam jumlah yang berlebihan dapat menjadi racun bagi tanaman. Kandungan Fe memiliki peran bagi tumbuhan untuk pembentukan klorofil, penyusun enzim dan protein tetapi ketersediaan besi yang terlalu banyak juga dapat menyebabkan keracunan bagi tanah tersebut (Leiwakabessy et al., 2003). Kandungan Fe pada tanah awal yakni 30,9 ppm. Setelah pemberian bahan organik, kadar Fe mengalami penurunan menjadi 16,9 - 25,3 ppm. Berdasarkan analisis ragam perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan Fe. Kandungan Mn pada tanah awal yakni 11,3 ppm namun setelah dilakukan penambahan bahan organik kandungan Mn meningkat hingga 12,6 – 18,9 ppm. Kandungan Cu pada tanah awal bernilai 0,7 ppm. Berdasarkan analisis ragam, setelah pemberian biomassa tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan Cu. Kandungan Zn pada tanah awal yakni 0,7 ppm. Berdasarkan analisis ragam pemberian biomassa berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan Zn. Kadar Cu dan Zn setelah pemberian biomassa dapat dilihat pada tabel 3.
20
4.2.5
Pertumbuhan Tanaman Pada siang hari tercatat suhu tanah mencapai ±70º C. Suhu yang sangat
tinggi pada siang hari mengakibatkan laju transpirasi meningkat. Transpirasi yang berlebihan akan menyebabkan hilangnya air lebih besar dari serapan air dan tanaman akan layu (Leiwakabessy et al., 2003) maka dalam proses pemeliharaan, dilakukannya penyiraman rutin sangat diperlukan. Suhu juga mempengaruhi absorpsi air dan absorpsi unsur hara. Absorpsi air yang terjadi pada suhu terlalu rendah dan terlalu tinggi akan mengakibatkan absorpsi air terhenti. Pada absorpsi unsur hara, suhu yang rendah akan mengurangi absorpsi dan sebaliknya bila suhu dinaikkan. Pada saat penanaman diberikan penutup jerami di atas permukaan tanah bertujuan untuk menurunkan suhu permukaan. Sehingga benih dapat berkecambah dengan baik. Tanaman koro benguk yang telah tumbuh cukup besar banyak terserang hama seperti ulat, belalang. Hal ini membuat berkurangnya biomassa
yang
dihasilkan oleh tanaman walaupun jumlahnya dapat dikendalikan oleh obat insektisida. Proses dekomposisi bahan organik pada lahan berlangsung dengan sangat lambat karena kelembaban yang kurang, tempat penimbunan menjadi kering dan mengakibatkan tanaman yang ditimbun menjadi lambat terdekomposisi. Penyiraman tetap dilakukan setelah penimbunan. Hal ini membuat bahan organik menjadi lembab, sehingga mempercepat dekomposisi. Pada perlakuan koro benguk dan flemingia memiliki rata-rata unsur hara Ca, Na, Fe, Mn, Cu, Zn yang lebih baik dari perlakuan lain. Hal ini dapat disebabkan oleh biomassa tanaman koro benguk yang tinggi, serta serapan hara yang baik. Hal ini dikarenakan serapan hara pada tanaman yang lebih baik akan lebih berperan dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara pada tanah (Christrianto, 2011, unpublished).