IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI Proses produksi PT Amanah Prima Indonesia dimulai dari adanya permintaan dari konsumen melalui Departemen Pemasaran yang dicatat sebagai pesanan dan selanjutnya diserahkan ke Departemen Produksi. Produk jus yang dihasilkan berupa jus jambu biji, jus sirsak, jus apel, jus nanas, dan jus strawberi. Produk dikemas dalam berbagai jenis kemasan yaitu kemasan botol 330 ml, botol 1 liter, botol 2 liter dan galon 5 liter. Tahapan proses produksi terdiri dari produksi puree dan produksi jus yang diuraikan sebagai berikut:
4.1.1
Produksi puree
Proses produksi puree diawali dengan persiapan bahan baku (pencucian dan sortasi). Selanjutnya, bahan baku diekstrak untuk memperoleh puree (bubur buah). Untuk beberapa buah seperti sirsak dan nanas, harus dikupas terlebih dahulu kemudian dipotong menjadi beberapa bagian. Untuk buah yang memiliki biji seperti jambu biji, disaring dahulu ke dalam mesin penyaring berputar berbentuk silinder. Selanjutnya puree ditambahkan air dan bahan tambahan lain. Puree kemudian dikemas, ditimbang dan dimasukkan ke dalam bak pemanas untuk dipasteurisasi selama 30 menit. Puree yang telah dipasteurisasi didinginkan pada bak pendingin dan selanjutnya diangkut dengan troli untuk disimpan ke dalam kontainer dengan suhu rendah yang mencapai 2°C atau lebih rendah lagi. Diagram alir proses pembuatan puree terlampir pada Lampiran 1.
4.1.2
Produksi jus
Pembuatan jus diawali dengan melihat batchsheet produksi yang memuat tentang jus apa saja yang akan diproduksi tiap harinya, bahan baku yang digunakan, bahan tambahan yang digunakan, jumlah yang harus diproduksi, kemasan yang dipakai beserta ukuran-ukuran bahan baku dan bahan penunjang. Bahan baku yang digunakan berupa puree, yang diambil dari kontainer pendingin. Bahan-bahan penunjang seperti bahan tambahan diambil dari ruang penyimpanan dan disesuaikan dengan ukuran yang ada dalam batchsheet. Pengaturan warna, rasa, dan aroma jus dilakukan selama jus diaduk dalam blending tank. Pengujian warna, rasa dan aroma dilakukan oleh bagian QC yang terdiri dari staf, supervisor dan manajer QC serta oleh manajer pabrik. Jika jus telah dinyatakan memenuhi syarat maka selanjutnya dilakukan proses pengemasan. Diagram alir pembuatan jus terlampir pada Lampiran 2.
Secara umum, tahapan produksi yang dilakukan oleh perusahaan dapat dilihat pada Gambar 3 dan peta proses operasi terlampir pada Lampiran 3.
Buah Segar
Proses Pembuatan Jus Buah
Proses Pembuatan Puree
Persediaan Jus
Persediaan Puree
Permintaan Konsumen
Pasar
Gambar 3. Sistem produksi jus Berdasarkan sistem tersebut dapat dilihat bahwa buah segar diproses menjadi puree untuk langsung dijadikan produk akhir berupa jus dan juga untuk dijadikan sebagai persediaan jika bahan baku berlimpah. Persediaan puree tersebut kemudian akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan jus pada jadwal produksi berikutnya. Volume produksi jus tiap jenis buah terlampir pada Lampiran 4. Setiap jenis buah segar akan menghasilkan jumlah jus dan puree yang tidak sama. Demikian pula untuk puree setiap buah segar tersebut, akan menghasilkan liter jus yang berbedabeda. Jumlah produk yang dihasilkan per kilogram buah segar dapat dilihat pada Tabel 2 dan perhitungan neraca massa produksi jus terlampir pada Lampiran 5-9. Tabel 2. Jumlah produk yang dihasilkan dari 1 kg buah segar/puree Jumlah kg Buah kg Puree kg Buah Puree Buah untuk 1 untuk 1 Jus (liter) untuk 1 Jenis Buah (kg) Segar liter jus liter jus kg puree (kg) Apel 1 0,92 6,21 1,086 0,148 0,161 Nanas 1 0,78 8,98 1,282 0,086 0,111 Jambu 1 0,82 3,2 1,219 0,256 0,312 Sirsak 1 0,87 14,78 1,149 0,058 0,067 Strawberi 1 0,95 6,43 1,052 0,147 0,155 Ket: Data diolah
19
4.2 PENGELOLAAN BAHAN BAKU Dalam proses produksi, pengaturan persediaan bahan baku merupakan salah satu aspek yang sangat penting guna menunjang keoptimalan produksi. Terhadap bahan baku tersebut, perusahaan melakukan pengelolaan yang dimulai dari pengadaan, penerimaan dan pengeluaran bahan baku.
4.2.1
Organisasi Pengelola Bahan Baku
4.2.1.1 Sistem Pengadaan Bahan Baku Dalam melakukan pengadaan terhadap bahan baku, PT Amanah Prima Indonesia melibatkan beberapa departemen di antaranya Departemen Marketing, Departemen Produksi dan Departemen Purchasing. Mekanisme pengadaan bahan baku buah segar dapat dilihat pada Gambar 4. Marketing
Produksi
Purchasing Supplier
Raw Material House
Produksi
Warehouse
Gambar 4. Mekanisme pengadaan bahan baku buah segar di PT Amanah Prima Indonesia a.
Departemen Marketing Besarnya produksi jus di PT Amanah Prima Indonesia bergantung dari besarnya pesanan konsumen. Data mengenai jumlah pesanan tersebut diterima oleh Departemen Marketing. Melalui sistem informasi di PT Amanah Prima Indonesia, data berupa PO (Purchasing Order) ditransfer ke Departemen Purchasing dan Departemen Produksi.
b. Departemen Produksi Departemen Produksi selanjutnya membuat MRS (Material Requirement Status) BOM yang terdiri dari beberapa jenis bahan baku beserta jumlahnya yang digunakan dalam proses pembuatan jus buah. Setelah selesai menyusun MRS BOM,
20
dilakukan pengecekan terhadap ketersediaan stok di gudang. Jika stok tersedia dalam batas aman, maka pembelian bahan baku disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku tersebut. Namun jika ketersediaan stok bahan baku di bawah batas aman, maka pembelian bahan baku dilakukan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan berdasarkan MRS BOM. c.
Departemen Purchasing Departemen Purchasing membuat Purchasing Order (PO) yang ditujukan ke supplier bahan baku. Untuk bahan baku buah segar, pemesanan dilakukan oleh supervisor purchasing melalui media komunikasi telepon.
4.2.1.2 Sistem Penerimaan Bahan Baku Dalam melakukan penerimaan terhadap bahan baku, PT Amanah Prima Indonesia melibatkan beberapa departemen di antaranya Departemen Purchasing, Departemen Gudang dan Departemen Quality Control. Mekanisme penerimaan bahan baku di PT Amanah Prima Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5. a.
Departemen Purchasing Departemen Purchasing menerima surat jalan dari supplier, selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap PO dengan tujuan untuk melakukan penyesuaian antara pemesanan dan bahan baku yang datang. Surat jalan yang telah dicocokkan dengan PO terhadap jenis dan kuantitas bahan baku, harus ditandatangani oleh pejabat yang berwenang di Departemen Purchasing.
b. Departemen Gudang Departemen Gudang melakukan pengecekan terhadap jenis dan jumlah bahan baku yang diterima. Jika jumlah bahan baku yang dikirim tidak sesuai dengan jumlah yang telah dipesan, maka Departemen Gudang akan melaporkan ke Departemen Purchasing. Oleh Departemen Purchasing, informasi tersebut akan disampaikan ke supplier agar dilakukan pengiriman kembali sesuai dengan jumlah yang kurang. Jika jumlah yang dikirim sesuai dengan jumlah bahan yang dipesan, maka Departemen Gudang akan langsung melakukan pengkodean terhadap bahan yang masuk. c.
Departemen Quality Control Di samping itu, pengecekan juga dilakukan oleh Departemen Quality Control terhadap kualitas bahan. Jika terjadi reject, maka akan dilakukan claim yang akan diinformasikan ke supplier melalui Departemen Purchasing. Akan tetapi jika tidak terjadi reject, maka bahan tersebut akan disimpan di tempat penyimpanan sementara selama 1-2 hari sampai siap untuk digunakan dalam proses produksi.
21
Bahan baku datang
Surat jalan Purchasing
Penyesuaian
Supplier
Tidak Cek PO Ya Penandatangan surat jalan
Claim
Gudang penyimpanan sementara (buah segar)
Cek kuantitas
Warehouse
Tidak
Laporan ke Dept. Purchasing
Ya Pengkodean Penyimpanan
Quality Control
Cek kualitas
Tidak
Ya Gambar 5. Mekanisme penerimaan bahan baku buah segar di PT Amanah Prima Indonesia 4.2.1.3 Sistem Pengeluaran Bahan Baku Dalam melakukan pengeluaran terhadap bahan baku, PT Amanah Prima Indonesia melibatkan beberapa departemen diantaranya Departemen Produksi, Departemen Purchasing dan Departemen Gudang. Mekanisme pengeluaran bahan baku di PT Amanah Prima Indonesia dapat dilihat pada Gambar 6. a.
Departemen Purchasing Dalam sistem pengeluaran bahan baku, Departemen Purchasing berperan dalam menginstruksikan pengeluaran material dari gudang. Hal ini dapat membantu Departemen Gudang dalam mempersiapkan bahan baku yang akan dikeluarkan.
22
b.
Departemen Gudang Sebelum mengeluarkan bahan baku, Departemen Gudang akan mengecek TPB (Tanda Pengeluaran Barang) terlebih dahulu. Jumlah dan jenis bahan yang dikeluarkan harus sesuai dengan TPB tersebut. Selanjutnya, dilakukan persiapan terhadap bahan baku yang akan dikeluarkan lebih dulu.
c.
Departemen Produksi Departemen Produksi mengolah rencana harian sebagai acuan untuk mengeluarkan bahan baku dari gudang, dengan sebelumnya melakukan pengecekan stok di gudang. Selanjutnya Departemen Produksi akan mengecek jumlah dan size run sebelum dikirim ke bagian produksi untuk digunakan. Instruksi Pengeluaran Material
Purchasing
Bahan Baku di Gudang Tidak Cek stok
Produksi
Ya Rencana Harian
Tidak
Cek TPB Ya Persiapan
Warehouse
Tidak
Pengeluaran Bahan Baku
Cek jumlah dan size run Ya Produksi
Pengiriman ke Produksi
Proses Gambar 6. Mekanisme pengeluaran bahan baku buah segar di PT Amanah Prima Indonesia
23
Metode pengaturan pengeluaran bahan baku yang digunakan di PT Amanah Prima Indonesia adalah metode FIFO (First In First Out), yaitu bahan baku yang lebih dulu masuk ke gudang penyimpanan akan terlebih dahulu digunakan untuk proses produksi. Hal ini bertujuan agar bahan baku yang digunakan untuk proses produksi tidak melewati batas kadaluarsa.
4.2.2
Bahan Baku
4.2.2.1 Jenis Bahan Baku Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk. Dalam hal ini, bahan baku berupa buah segar diproses dan diubah menjadi puree sebagai bahan baku lanjutan untuk produksi jus. Buah segar yang digunakan oleh PT Amanah Prima Indonesia berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, perusahaan juga mengimpor buah dari luar negeri untuk jenis buah tertentu yang tidak dapat dipenuhi oleh buah lokal. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini hanya pada lima jenis bahan baku dengan tingkat permintaan yang cukup besar oleh konsumen yaitu jambu biji merah, sirsak, apel, nanas dan strawberi. Sebelum digunakan untuk produksi, bahan baku berupa buah harus disortir terlebih dahulu. Proses penyortiran harus terus diawasi untuk mendapatkan kualitas buah sebagai bahan baku yang terjamin. Penyortiran buah dilakukan berdasarkan tingkat kematangan buah. Buah yang telah lulus sortir dan telah dicuci diolah menjadi puree atau bubur buah. Pada saat tertentu, ketika jumlah persediaan buah segar jumlahnya berlimpah, maka sebagian dari bahan baku buah segar tersebut diolah menjadi puree (bubur buah). Adanya persediaan puree ini bertujuan untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku buah segar untuk proses produksi berikutnya. 4.2.2.2 Supplier Bahan Baku Bahan baku buah segar tersebut dipasok dari petani yang sudah terikat kerja sama dengan perusahaan. Buah jambu biji merah dipasok dari Depok, Bogor dan Majalengka. Buah sirsak dan apel dipasok dari daerah Jawa Timur. Buah nanas berasal dari Palembang, sedangkan untuk buah strawberi, dipasok dari Bandung. Variasi buah segar dan asalnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis, asal dan supplier buah segar Buah
Asal
Supplier
Jambu biji merah
Depok, Bogor, dan Majalengka
-
Sirsak
Mojokerto
Pasar Induk
Apel
Malang
Pasar Induk
Nanas
Palembang
Pasar Induk
Strawberi
Bandung
Pasar Induk
Sumber: Departemen Purchasing
24
4.3 KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU Pengendalian persediaan bahan baku merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi berlangsungnya kelancaran suatu produksi. Pengendalian persediaan bahan baku pada produk minuman jus merupakan salah satu sistem yang dapat menjamin kelancaran ketersediaan bahan baku, sehingga proses produksi pun berjalan lancar. Tujuan lain dari sistem pengendalian bahan baku adalah untuk meminimumkan biaya persediaan bahan baku. PT Amanah Prima Indonesia merupakan perusahaan yang menjalankan proses produksinya dengan menggunakan bahan baku bersifat mudah rusak dan ketersediaannya juga berdasarkan kondisi musim. Untuk itu, pengelolaan persediaan bahan baku perlu dilakukan dengan baik dan terpadu oleh perusahaan untuk mendukung aktivitas produksi dan untuk mencapai tingkat efektifitas pengadaan bahan baku yang tinggi.
4.3.1
Kuantitas dan Frekuensi Pemesanan Bahan Baku Buah Segar
Dalam menentukan jumlah bahan baku yang akan dipesan, PT Amanah Prima Indonesia melakukan perhitungan jumlah kebutuhan baku sesuai dengan target produksi berdasarkan permintaan konsumen. Perhitungan besarnya jumlah bahan baku yang akan dipesan dilakukan berdasarkan MRS BOM yang berisi jumlah dan jenis bahan baku yang diperlukan untuk melakukan proses produksi. Selanjutnya, Departemen Purchasing melakukan pemesanan bahan baku langsung ke supplier, dengan sebelumnya melakukan pengecekan persediaan bahan baku di gudang. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya jumlah bahan baku yang dipesan, ditentukan oleh besarnya kebutuhan bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi, jumlah persediaan yang ada di gudang dan rencana produksi. Manajemen yang tepat dalam menentukan jumlah pemesanan bahan baku merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh perusahaan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan persediaan bahan baku di gudang. Jika perusahaan melakukan pemesanan buah dalam jumlah kg yang besar dengan frekuensi pemesanan rendah, dan terjadi kelebihan persediaan, maka kondisi yang terjadi adalah perusahaan akan mengeluarkan biaya menahan persediaan yang tinggi meskipun biaya pemesanannya rendah. Sebaliknya, jika perusahaan melakukan pemesanan buah dalam jumlah kg yang kecil dengan frekuensi pemesanan tinggi, maka kondisi yang terjadi adalah perusahaan akan mengeluarkan biaya pemesanan yang tinggi meskipun biaya menahan persediaannya rendah. Frekuensi dan rata-rata jumlah per pesan untuk setiap jenis buah segar dapat dilihat pada Tabel 4.
Jenis Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Total
Tabel 4. Frekuensi pemesanan buah segar Rata-Rata Jumlah per Pesan Frekuensi (kg) 46 220,3 194 906,3 34 532,4 83 624,4 24 235,6 381 2.519
Ket: Data diolah berdasarkan data selama 2 tahun (2009-2010)
25
Berdasarkan Tabel 4 tersebut, dalam dua tahun, frekuensi pemesanan bahan baku apel sebanyak 46 kali, jambu biji merah sebanyak 194 kali, nanas sebanyak 34 kali, sirsak sebanyak 83 kali dan strawberi sebanyak 24 kali. Frekuensi pemesanan terbanyak dilakukan untuk bahan baku jambu biji merah karena kebutuhannya yang sangat tinggi. Rata-rata jumlah per pesan untuk masing-masing bahan baku: apel sebesar 220,3 kg, jambu biji merah sebesar 906,3 kg, nanas sebesar 532,4 kg, sirsak sebesar 624,4 kg, dan strawberi sebesar 235,6 kg.
4.3.2
Waktu Tunggu Pengadaan Bahan Baku Buah Segar
Waktu tunggu pengadaan bahan baku merupakan waktu yang dibutuhkan dari bahan baku dipesan hingga bahan baku tersebut diterima atau tiba di gudang. PT Amanah Prima Indonesia melakukan pemesanan bahan baku dari berbagai pemasok. Waktu tunggu untuk bahan baku buah segar berbeda-beda berdasarkan pemasoknya. Secara lebih jelas, waktu tunggu pengadaan bahan baku untuk masing-masing buah segar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Waktu tunggu pengadaan bahan baku buah segar Lead Time (hari) Jenis Buah Segar Order Apel Strawberi Nanas Jambu Sirsak
2 3 2 1 2
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
Waktu tunggu untuk pengadaan bahan baku segar apel, nanas dan sirsak adalah selama 2 hari. Sedangkan waktu tunggu untuk pengadaan buah strawberi dan jambu masing-masing yaitu 3-4 hari dan 1-2 hari.
4.3.3
Pembelian Bahan Baku Buah Segar
PT Amanah Prima Indonesia melakukan pembelian bahan baku berupa buah segar dari beberapa petani buah dan supplier di pasar induk Kramat Jati. Data yang diperoleh dari perusahaan tentang pembelian bahan baku buah segar pada 2009 dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Pembelian bahan baku buah segar per bulan (2009) Pembelian (kg) Bulan Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari 200 10.551 375 810 228 Februari 160 0 0 215 250 Maret 200 0 450 1.663 235 April 200 5.034 750 4.069 165 Mei 200 3.941,5 750 5.808 0 Juni 393 8.097 654 4.414 180
26
Tabel 6. Pembelian bahan baku buah segar per bulan (2009) (lanjutan) Pembelian (kg) Bulan Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Juli 180 9.678,5 0 1.325 247,5 Agustus 193 16.561,5 786 2.333 255 September 538 4.267 860 1.248 236 Oktober 380 8.650 0 988 257 November 190 0 1.063 2.381 267 Desember 430 5.075 375 3.017 293 Total 3.264 71.855,5 6.063 28.271 2.613,5 Rata-rata 272 5.988 505,3 2.355,9 217,8 Sumber: Departemen Purchasing
Tabel 7. Pembelian bahan baku buah segar per bulan (2010) Pembelian (kg) Bulan Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari 190 9.063 874 2.580 235 Februari 190 2.569 874 3.418 338 Maret 1.015 2.758 223 1.854 261 April 440 8.127 1.100 517 335 Mei 440 3.317 688 1.991 300 Juni 300 7.159 495 2.420 204 Juli 546 8.865 1.574 2.749 202 Agustus 490 54.836 995 1.804 197 September 800 5.153 1.992 337 299 Oktober 800 0 550 4.121 250 November 800 348 1.625 0 237 Desember 860 1.763 1.050 1.763 183 Total 6.871 103.958 12.040 23.554 3.041 Rata-rata 572,6 8.663,2 1.033,3 1.962,8 253,4 Sumber: Departemen Purchasing
Berdasarkan Tabel 6 dan 7 tersebut dapat dilihat bahwa pembelian buah jambu biji merah merupakan pembelian dengan jumlah yang terbanyak dibanding pembelian terhadap jenis buah lainnya. Hal ini disebabkan jumlah permintaan terhadap jus buah berbahan baku jambu biji merah cukup tinggi dibanding yang lain. Jumlah buah segar yang dibeli untuk sirsak, nanas dan jambu biji merah cukup bervariasi tiap bulannya, sedangkan pembelian buah apel dan strawberi relatif stabil setiap bulan.
4.3.4
Tingkat Pemakaian Bahan Baku Buah Segar
Sistem pemakaian bahan baku yang digunakan di PT Amanah Prima Indonesia adalah metode FIFO (First In First Out), yaitu bahan baku yang lebih dulu masuk ke gudang penyimpanan akan terlebih dahulu digunakan untuk proses produksi. Tingkat pemakaian buah segar pada dasarnya merupakan jumlah pemakaian buah segar untuk diproduksi menjadi puree. Jumlah pemakaian bahan baku buah segar setiap bulannya bersifat fluktuatif berdasarkan ketersediaan buah segar itu sendiri.
27
Buah segar yang tersedia di tempat penyimpanan, sebagian besar langsung digunakan untuk proses produksi puree. Sebagian kecil lainnya terdapat buah segar yang disimpan dulu beberapa hari jika kondisi kematangannya belum memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam proses produksi. Data tentang pemakaian bahan baku buah segar pada 2009 dan 2010 di PT Amanah Prima Indonesia dapat disajikan dalam Tabel 8 dan 9. Tabel 8. Rata-rata pemakaian buah segar per bulan (2009) Pemakaian (kg) Bulan Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari 200 10.551 375 810 228 Februari 0 0 0 215 250 Maret 160 0 450 721 235 April 260 4.760,5 750 4.414 0 Mei 340 4.215 569 6.093 165 Juni 393 4.413 835 4.658 0 Juli 180 13.352 0 1.393 427,5 Agustus 193 16.479,6 786 2.311 255 September 538 4.359,4 860 1.270 236 Oktober 380 8.650 0 988 257 November 190 0 1.063 2.378 267 Desember 430 5.075 375 3.020 293 Total 3.264 71.855,5 6.063 28.271 2.613,5 Rata-rata 272 5.987,96 505,25 2.355,92 217,79 Standar Deviasi 141,4 5.085,9 352,5 1.769,4 113,4 Sumber: Departemen Produksi
Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa selama tahun 2009, PT Amanah Prima Indonesia menggunakan bahan baku apel sebesar 3.264 kg, jambu biji merah sebesar 71.855,5 kg, nanas sebesar 6.063 kg, sirsak sebesar 28.271 kg dan strawberi sebesar 2.613,5 kg. Rata-rata pemakaian buah segar per bulan masing-masing yaitu: apel sebesar 272 kg, jambu sebesar 5.987,9 kg, nanas sebesar 505,2 kg, sirsak sebesar 2.355,9 kg dan strawberi sebesar 113,4 kg. Pemakaian bahan baku jambu biji merah merupakan pemakaian bahan baku terbesar dibanding bahan baku buah segar lainnya. Pemakaian buah jambu biji segar di bulan pertama cukup besar yaitu sebesar 10.551 kg. Dua bulan berikutnya yaitu pada bulan Februari dan Maret, tidak ada buah jambu biji yang digunakan untuk proses produksi. Pemakaian buah jambu biji selanjutnya terjadi pada bulan April hingga Oktober dengan jumlah yang cukup besar. Puncak pemakaian tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 16.479,6 kg.
28
Gambar 7. Grafik tingkat pemakaian bahan baku buah segar tahun 2009 Pada grafik di atas (Gambar 7), dapat dilihat bahwa untuk bahan baku apel, pemakaian tertinggi terjadi pada September dan terendah pada Maret. Pemakaian bahan baku jambu biji merah tertinggi pada Agustus dan terendah pada Mei, sedangkan untuk bahan baku nanas, pemakaian tertinggi terjadi pada November dan terendah pada Januari. Bahan baku sirsak banyak digunakan pada Mei dan terendah digunakan pada Februari. Untuk bahan baku strawberi, pemakaian tertinggi terjadi pada Juli dan terendah pada Mei. Besarnya pemakaian bahan baku yang berbeda-beda disebabkan adanya ketidakpastian ketersediaan bahan baku buah segar yang terjadi berdasarkan musim panen. Tabel 9. Rata-rata pemakaian buah segar per bulan (2010) Pemakaian (kg) Bulan Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari 190 8.956 874 2.580 235 Februari 190 2.569 874 3.239 338 Maret 1.015 2.865 223 2.033 261 April 440 8.126,5 1.100 517 335 Mei 320 3.317,5 688 1.772 300 Juni 420 7.159 495 2.639 204 Juli 546 8.865 1.574 2.059 202 Agustus 490 25.985 995 1.885 197 September 800 8.975 1.992 946 299 Oktober 800 7.334 550 2.789 250 November 800 7.985 1.625 1.332 237 Desember 860 11.821 1.050 1.763 183 Total 6.871 103.958 12.040 23.554 3.041 Rata-rata 572,58 8.663,17 1.003,33 1.962,83 253,42 Standar Deviasi 264,3 5.876,2 492,2 751 51,6 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
29
Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa selama tahun 2010, PT Amanah Prima Indonesia menggunakan bahan baku apel sebesar 6.871 kg, jambu biji merah sebesar 103.958 kg, nanas sebesar 12.040 kg, sirsak sebesar 23.554 kg dan strawberi sebesar 3.041 kg. Rata-rata pemakaian buah segar per bulan masing-masing yaitu: apel sebesar 264,3 kg, jambu sebesar 8.663,17 kg, nanas sebesar 1.003,3 kg, sirsak sebesar 1.962,8 kg dan strawberi sebesar 253,4 kg. Pemakaian bahan baku jambu biji merah merupakan pemakaian bahan baku terbesar dibanding bahan baku buah segar lainnya. Puncak pemakaian jambu biji tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 25.985 kg.
Gambar 8. Grafik tingkat pemakaian bahan baku tahun 2010 Berdasarkan Gambar 8, untuk bahan baku apel, pemakaian tertinggi terjadi pada Maret dan terendah pada Januari dan Februari. Pemakaian bahan baku jambu biji merah tertinggi pada Agustus dan terendah pada Februari, sedangkan untuk bahan baku nanas, pemakaian tertinggi terjadi pada September dan terendah pada Maret. Bahan baku sirsak, banyak digunakan pada Februari dan sedikit digunakan pada April. Untuk bahan baku strawberi, pemakaian tertinggi terjadi pada Februari dan terendah pada Desember. 4.3.4.1 Apel Pemakaian rata-rata apel selama tahun 2009 sebesar 272 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata apel sebesar 572,6 kg per bulan. Dalam satu bulan, rata-rata bahan baku berupa buah segar yang diterima langsung digunakan untuk proses produksi. Hal ini menyebabkan persediaan bahan baku di gudang tiap bulannya tidak sama. Bahkan di beberapa bulan tertentu, tidak ada persediaan bahan baku berupa apel segar di tempat penerimaan awal. Rincian tingkat persediaan apel segar dapat dilihat dalam Tabel 10.
30
Tabel 10. Tingkat persediaan apel segar (2009 dan 2010) Persediaan Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Awal (kg) 2009 2010 2009 2010 2009 2010 0 0 200 190 200 190 0 0 160 190 0 190 160 0 200 1.015 160 1.015 200 0 200 440 260 440 140 0 200 440 340 320 0 120 393 300 393 420 0 0 180 546 180 546 0 0 193 490 193 490 0 0 538 800 538 800 0 0 380 800 380 800 0 0 190 800 190 800 0 0 430 860 430 860 3.264 6.871 3.264 6.871
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata per bulan Rata-rata per minggu Standar deviasi per bulan
Persediaan Akhir (kg) 2009 2010 0 0 160 0 200 0 140 0 0 120 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
41,7
10
272
572,6
272
572,6
41,7
10
10,4
2,5
68
143,1
68
143,1
10,4
2,5
73,2
33,2
121,4
265,1
141,4
264,3
73,2
33,2
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
Berdasarkan Tabel 10 di atas, selama tahun 2009, persediaan rata-rata apel segar sebesar 41,7 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata apel segar sebesar 10 kg per bulan. Standar deviasi persediaan apel segar per minggu pada 2009 sebesar 73,2 kg dan pada 2010 sebesar 33,2 kg.
4.3.4.2 Jambu Biji Merah Pemakaian rata-rata jambu biji merah selama tahun 2009 sebesar 5.988 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata jambu biji sebesar 8.663,2 kg per bulan. Rincian jumlah persediaan jambu biji merah segar dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Tingkat persediaan jambu biji segar (2009 dan 2010) Bulan
Persediaan Awal (kg)
Penerimaan (kg)
Pemakaian (kg)
Persediaan Akhir (kg)
2009
2010
2009
2010
2009
2010
2009
2010
Januari
0
0
10.551
9.063
10.551
8.956
0
107
Februari
0
107
0
2.569
0
2.569
0
107
Maret
0
107
0
2.758
0
2.865
0
0
April
0
0
5.034
8.127
4.760,5
8.126,5
273,5
0,5
31
Tabel 11. Tingkat persediaan jambu biji segar (2009 dan 2010) (lanjutan) Persediaan Awal (kg)
Bulan
Penerimaan (kg)
Pemakaian (kg)
Persediaan Akhir (kg)
2009
2010
2009
2010
2009
2010
2009
2010
Mei
273,5
0,5
3.941,5
3.317
4.215
3.317,5
0
0
Juni
0
0
8.097
7.159
4.413
7.159
3.684
0
Juli
3.684
0
9.678,5
8.865
13.352
8.865
10,5
0
Agustus
10,5
0
16.561,5
54.836
16.479,6
25.985
92,4
28.851
September
92,4
28.851
4.267
5.153
4.359,4
8.975
0
25.029
0
25.029
8.650
0
8.650
7.334
0
17.695
Oktober November
0
17.695
0
348
0
7.985
0
10.058
Desember
0
10.058
5.075
1.763
5.075
11.821
0
0
Total*
-
-
71.856
103.958
71.856
71.856
-
-
339
6.821
5.988
8.663
5.988
8.663
339
6.821
85
1.706
1.497
2.166
1.497
2.166
85
1.706
1.012
10.468
4.781
14.28
5.086
5.877
1.012
10.468
Rata-rata per bulan* Rata-rata per minggu* Standar deviasi per bulan*
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia (* pembulatan)
Berdasarkan Tabel 11, selama tahun 2009, persediaan rata-rata jambu biji segar sebesar 339 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata jambu biji segar sebesar 6.821 kg per bulan. Standar deviasi persediaan jambu biji merah segar per minggu pada 2009 sebesar 1.012 kg dan pada 2010 sebesar 10.468 kg. 4.3.4.3 Nanas Pemakaian rata-rata nanas selama tahun 2009 sebesar 505,3 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata nanas adalah sebesar 1.003,3 kg per bulan. Rincian persediaan nanas segar dijelaskan pada Tabel 12.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
Tabel 12. Tingkat persediaan nanas segar (2009 dan 2010) Persediaan Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Awal (kg)
Persediaan Akhir (kg)
2009
2010
2009
2010
2009
2010
2009
2010
0 0 0 0 0 181 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0
375 0 450 750 750 654 0 786
874 874 223 1.100 688 495 1.574 995
375 0 450 750 569 835 0 786
874 874 223 1.100 688 495 1.574 995
0 0 0 0 181 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0
32
Tabel 12. Tingkat persediaan nanas segar (2009 dan 2010) (lanjutan) Persediaan Persediaan Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Akhir (kg) Awal (kg) Bulan 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 September 0 0 860 1.992 860 1.992 0 0 Oktober 0 0 0 550 0 550 0 0 November 0 0 1.063 1.625 1.063 1.625 0 0 Desember 0 0 375 1.050 375 1.050 0 0 Total 6.063 12.040 6.063 12.040 Rata-rata per 15,1 0 505,3 1.033,3 505,3 1.033,3 15,1 0 bulan Rata-rata per 3,8 0 126,3 250,8 126,3 250,8 3,8 0 minggu Standar deviasi 50 0 348,9 492,2 352,5 492,2 50 0 per bulan Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
Berdasarkan Tabel 12 di atas, selama tahun 2009, persediaan rata-rata nanas segar sebesar 15,1 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, tidak ada persediaan nanas segar di tempat penyimpanan karena seluruh bahan baku yang diterima di tempat penyimpanan tersebut, langsung digunakan untuk proses produksi. Standar deviasi persediaan nanas segar per minggu sebesar 50 kg pada 2009. 4.3.4.4 Sirsak Pemakaian rata-rata sirsak segar selama tahun 2009 sebesar 2.355,9 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata sirsak segar adalah sebesar 1.962,8 kg per bulan. Selama tahun 2009, persediaan rata-rata sirsak segar sebesar 162 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata sirsak segar sebesar 252,4 kg per bulan. Rincian persediaan sirsak segar dijelaskan pada Tabel 13.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Tabel 13. Tingkat persediaan sirsak segar (2009 dan 2010) Persediaan Persediaan Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Akhir (kg) Awal (kg) 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 0 0 810 2.580 810 2.580 0 0 0 0 215 3.418 215 3.239 0 179 0 179 1.663 1.854 721 2.033 942 0 942 0 4.069 517 4.414 517 597 0 597 0 5.808 1.991 6.093 1.772 312 219 312 219 4.414 2.420 4.658 2.639 68 0 68 0 1.325 2.749 1.393 2.059 0 690 0 690 2.333 1.804 2.311 1.885 22 609 22 609 1.248 337 1.270 946 0 0 0 0 988 4.121 988 2.789 0 1.332 0 1.332 2.381 0 2.378 1.332 3 0 3 0 3.017 1.763 3.020 1.763 0 0
33
Tabel 13. Tingkat persediaan sirsak segar (2009 dan 2010) (lanjutan)
Total Rata-rata per bulan Rata-rata per minggu Standar deviasi per bulan
Persediaan Awal (kg) 2009 2010 -
2009 28.271
2010 23.554
2009 28.271
2010 23.554
Persediaan Akhir (kg) 2009 2010 -
162
252,4
2.355,9
1.962,8
2.355,9
1.962,8
162
252,4
40,5
63,1
589
490,7
589
490,7
40,5
63,1
293,2
401,7
1.610,9
1.177,8
1.769,4
751
293,2
401,7
Penerimaan (kg)
Pemakaian (kg)
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
4.3.4.5 Strawberi Pemakaian rata-rata strawberi selama tahun 2009 sebesar 217,8 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata strawberi adalah sebesar 253,4 kg per bulan. Rincian jumlah persediaan strawberi segar dijelaskan dalam Tabel 14.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata per bulan Rata-rata per minggu Standar deviasi per bulan
Tabel 14. Tingkat persediaan strawberi segar (2009 dan 2010) Persediaan Persediaan Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Awal (kg) Akhir (kg) 2009 2010 2009 2010 2010 2009 2009 2010 0 0 228 235 235 0 228 0 0 0 250 338 338 0 250 0 0 0 235 261 261 0 235 0 0 0 165 335 335 0 0 165 0 300 300 0 165 0 165 0 0 0 180 204 0 204 180 0 180 0 247,5 202 427,5 202 0 0 0 0 255 197 255 197 0 0 0 0 236 299 236 299 0 0 0 0 257 250 257 250 0 0 0 0 267 237 267 237 0 0 0 0 293 183 293 183 0 0 2.613,5 3.041 2.613,5 3.041 28,8
0
217,8
253,4
217,8
253,4
28,8
0
7,2
0
54,4
63,4
54,4
63,4
7,2
0
64,4
0
73,8
51,6
113,4
51,6
64,4
0
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
Berdasarkan Tabel 14 di atas, selama tahun 2009, persediaan rata-rata strawberi sebesar 28,8 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, tidak ada persediaan strawberi segar yang terjadi karena seluruh bahan baku yang diterima langsung digunakan untuk proses produksi.
34
4.3.5 Tingkat Pemakaian Puree Dalam proses produksi yang dilakukan oleh PT Amanah Prima Indonesia, buah segar diolah menjadi puree untuk langsung diproses lebih lanjut menjadi jus dan untuk dijadikan sebagai persediaan. Adanya persediaan berupa puree ini bertujuan agar ketersediaan bahan baku tetap dapat dijaga ketika buah segar tidak dapat dipenuhi oleh pemasok akibat kondisi panen yang tidak pasti. Jumlah puree yang dihasilkan dari proses produksi buah segar pada 2009 dan 2010 dijelaskan dalam Tabel 15 dan 16. Tabel 15. Produksi puree yang dihasilkan dari buah segar per bulan (2009) Puree (kg) Bulan Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari 184 8.651,8 292,5 704,7 216,6 Februari 0 0 0 187,1 237,5 Maret 147,2 0 351 627,3 223,3 April 239,2 3.903,6 585 3.840,2 0 Mei 312,8 3.456,3 443,8 5.300,9 156,8 Juni 361,6 3.618,7 651,3 4.052,5 0 Juli 165,6 10.948,6 0 1.211,9 406,1 Agustus 177,6 13.513,3 613,1 2.010,6 242,3 September 494,9 3.574,7 670,8 1.104,9 224,2 Oktober 349,6 7.093 0 859,6 244,2 November 174,8 0 829,1 2.068,9 253,7 Desember 395,6 4.161,5 292,5 2.627,4 278,4 Total Rata-rata
3.002,9 250,2
58.921,5 4.910,1
4.729,1 394,1
24.596 2.049,7
2.483,1 206,9
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
Tabel 16. Produksi puree yang dihasilkan dari buah segar per bulan (2010) Puree (kg) Bulan Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari 174,8 7.343,9 681,7 2.244,6 223,3 Februari 174,8 2.106,6 681,7 2.817,9 321,1 Maret 933,8 2.349,3 173,9 1.768,7 248 April 404,8 6.663,7 858 449,8 318,3 Mei 294,4 2.720,4 536,6 1.541,6 285 Juni 386,4 5.870,4 386,1 2.295,9 193,8 Juli 502,3 7.269,3 1.227,7 1.791,3 191,9 Agustus 450,8 21.307,7 776,1 1.640 187,2 September 736 7.359,5 1.553,8 823 284,1 Oktober 736 6.013,9 429 2.426,4 237,5 November 736 6.547,7 1.267,5 1.158,8 225,2 Desember 791,2 9.693,2 819 1.533,8 173,9 Total 6.321,3 85.245,6 9.391,9 20.491,8 2.889,3 Rata-rata
526,8
7.103,8
782,6
1.707,7
240,8
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
35
4.3.5.1 Puree Apel Pemakaian rata-rata puree apel sebagai bahan baku untuk produksi jus selama tahun 2009 sebesar 294,8 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata puree apel sebesar 532,2 kg per bulan.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata
Tabel 17. Tingkat persediaan puree apel (2009 dan 2010) Persediaan Awal Produksi (kg) Pemakaian (kg) (kg) 2009 2010 2009 2010 2009 2010 636,1 101,5 184 174,8 438,1 185 382 91,3 0 174,8 296,7 215,9 85,3 50,1 147,2 933,8 147,1 869,5 85,3 114,4 239,2 404,8 311,8 447,8 12,7 71,4 312,8 294,4 299,8 363,9 25,7 1,9 361,6 386,4 288,7 364,1 98,5 24,2 165,6 502,3 189,9 465 74,2 61,5 177,6 450,8 224,7 483,8 27,1 28,5 495 736 421,2 728,2 100,8 36,3 349,6 736 411,6 716,5 38,9 55,8 174,8 736 197,4 708,5 16,2 83,4 395,6 791,2 310,4 837,8 3.002,9 6.321,3 3.537,5 6.386,1 131,9 60 250,2 526,8 294,8 532,2
Persediaan Akhir (kg) 2009 2010 382 91,3 85,3 50,1 85,3 114,4 12,7 71,4 25,7 1,9 98,5 24,2 74,2 61,5 27,1 28,5 100,8 36,3 38,9 55,8 16,2 83,4 101,5 36,7 87,3 54,6
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
Berdasarkan Tabel 17 di atas, selama tahun 2009, persediaan rata-rata puree apel sebesar 87,3 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata puree apel sebesar 54,6 kg per bulan. 4.3.5.2 Puree Jambu Biji Merah Pemakaian rata-rata puree jambu biji merah sebagai bahan baku untuk produksi jus selama tahun 2009 sebesar 4.571,3 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian ratarata puree jambu sebesar 7.415,9 kg per bulan. Rincian jumlah persediaan puree jambu biji merah dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Tingkat persediaan puree jambu biji merah (2009 dan 2010)* Bulan
Persediaan Awal (kg)
Produksi (kg)
Pemakaian (kg)
Persediaan Akhir (kg)
2009
2010
2009
2010
2009
2010
2009
2010
Januari Februari
1.320 6.881
5.385 5.891
8.652 0
7.344 2.107
3.090 3.143
6.839 2.861
6.881 3.738
5.891 5.137
Maret
3.738
5.137
0
2.349
3.128
3.071
610
4.416
April
610
4.416
3.904
6.664
3.541
9.514
972
1.566
Mei
972
1.566
3.456
2.720
3.600
3.325
829
962
36
Tabel 18. Tingkat persediaan puree jambu biji merah (2009 dan 2010)* (lanjutan) Persediaan Persediaan Produksi (kg) Pemakaian (kg) Akhir (kg) Awal (kg) Bulan 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 Juni Juli Agustus
829 789 3.457
962 768 217
3.619 10.949 13.513
5.870 7.269 21.308
3.658 8.281 11.154
6.064 7.820 13.632
789 3.457 5.816
768 217 7.893
September
5.816
7.893
3.575
7.360
2.901
7.908
6.490
7.344
Oktober
6.490
7.344
7.093
6.014
4.381
8.310
9.202
5.048
November Desember
9.202 6.147
5.048 1.807
0 4.162
6.548 9.693
3.055 4.923
9.789 9.860
6.147 5.385
1.807 1.640
-
-
58.922
85.246
54.856
88.991
-
-
3.855
3.869
4.910
7.104
4.571
7.416
4.193
3.557
Total Rata-rata
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia (*angka pembulatan)
Berdasarkan Tabel 18 di atas, selama tahun 2009, persediaan rata-rata puree jambu biji sebesar 4.193,1 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata puree jambu biji sebesar 3.557,3 kg per bulan. 4.3.5.3 Puree Nanas Pemakaian rata-rata puree nanas sebagai bahan baku untuk produksi jus selama tahun 2009 sebesar 407,7 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata puree nanas sebesar 777,1 kg per bulan. Selama tahun 2009, persediaan rata-rata puree nanas sebesar 273,9 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata puree nanas sebesar 242,4 kg per bulan. Rincian persediaan puree nanas dijelaskan pada Tabel 19.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata
Tabel 19. Tingkat persediaan puree nanas (2009 dan 2010) Persediaan Akhir Persediaan Awal Produksi (kg) Pemakaian (kg) (kg) (kg) 2009
2010
2009
2010
2009
2010
2009
2010
292 329,3 123,5 187,1 279 367 586 147,4 260,5 508,5 139,5 230,4 287,5
128,9 182,8 260,7 177,8 285,1 111,8 106,2 284,8 110,6 668,9 126,9 397,8 236,9
292,5 0 351 585 443,8 651,3 0 613,1 670,8 0 829,1 292,5 4.729,1 394,1
681,7 681,7 173,9 858 536,6 386,1 1.227,7 776,1 1.553,8 429 1.267,5 819 9.391,2 782,6
255,2 205,8 287,4 493,1 355,8 432,3 438,6 500 422,8 369 738,2 394,1 4.892,3 407,7
627,8 603,8 256,8 750,7 710 391,6 1.049,1 950,3 995,5 970,9 996,7 1.021,7 9.325 777,1
329,3 123,5 187,1 279 367 586 147,4 260,5 508,5 139,5 230,4 128,9 273,9
182,8 260,7 177,8 285,1 111,8 106,2 284,8 110,6 668,9 126,9 397,8 195,1 242,4
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
37
4.3.5.4 Puree Sirsak Pemakaian rata-rata puree sirsak selama tahun 2009 sebesar 2.091 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata puree nanas adalah sebesar 1.663,6 kg per bulan. Rincian jumlah persediaan puree sirsak dijelaskan dalam Tabel 20. Tabel 20. Tingkat persediaan puree sirsak (2009 dan 2010)* Bulan
Persediaan Awal (kg)
Produksi (kg)
Pemakaian (kg)
Persediaan Akhir (kg)
2009
2010
2009
2010
2009
2010
2009
2010
Januari Februari Maret
915 493 341
419 336 419
705 187 627
2.245 2.818 1.769
1.127 339 616
2.328 2.735 1.778
493 341 352
336 419 409
April
352
409
3.840
450
3.478
597
714
262
Mei
714
262
5.301
1.542
4.537
1.157
1.478
647
1.478 563 862
647 914 670
4.053 1.212 2.011
2.296 1.791 1.640
4.968 914 2.712
2.029 2.036 1.539
563 862 160
914 670 771
September
160
771
1.105
823
715
702
550
892
Oktober
550
892
860
2.426
635
2.489
774
829
November Desember
774 392
829 813
2.069 2.627
1.159 1.534
2.451 2.600
1.175 1.399
392 419
813 948
-
-
24.596
20.492
25.092
19.963
-
-
633
615
2.050
1.708
2.091
1.664
592
659
Juni Juli Agustus
Total Rata-rata
Sumber: PT Amanah Prima Indonesia (*angka pembulatan)
Berdasarkan Tabel 20, dapat dilihat bahwa selama tahun 2009, persediaan rata-rata puree sirsak sebesar 591,5 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata puree sirsak sebesar 659,2 kg per bulan. 4.3.5.5 Puree Strawberi Pemakaian rata-rata puree strawberi selama tahun 2009 sebesar 195,7 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata puree strawberi sebesar 247,4 kg per bulan. Rincian jumlah persediaan puree strawberi dijelaskan dalam Tabel 21.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
Tabel 21. Tingkat persediaan puree strawberi (2009 dan 2010) Persediaan Akhir Persediaan Awal Produksi (kg) Pemakaian (kg) (kg) (kg) 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 35 169,8 216,6 223,3 183,3 224,9 68,3 168,1 68,3 168,1 237,5 321,1 197 303,3 108,8 186 108,8 186 223,3 248 160,2 275,9 171,8 158 171,8 158 0 318,3 142 325,5 29,8 150,8 29,8 150,8 156,8 285 105,1 343,8 81,5 92 81,5 92 0 193,8 62,2 184 19,3 101,7 19,3 101,7 406,1 191,9 298,3 224,8 127,2 68,9
38
Tabel 21. Tingkat persediaan puree strawberi (2009 dan 2010) (lanjutan) Persediaan Akhir Persediaan Awal Produksi (kg) Pemakaian (kg) (kg) (kg) Bulan 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 Agustus 127,2 68,9 242,3 187,2 283,1 221,7 86,3 34,3 September 86,3 34,3 224,2 284,1 170,2 265,8 140,3 52,6 Oktober 140,3 52,6 244,2 237,5 190,8 259,5 193,6 30,6 November 193,6 30,6 253,7 225,2 293 190,8 154,3 65 Desember 154,3 65 278,4 173,9 262,8 149,2 169,8 89,6 Total 2.482,8 2.889 2.348 2.969,1 Rata-rata 101,3 106,5 206,9 240,7 195,7 247,4 112,6 99,8 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia
Berdasarkan Tabel 21 tersebut, selama tahun 2009, persediaan rata-rata puree strawberi sebesar 126,6 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata puree strawberi sebesar 99,8 kg per bulan.
4.3.6 Biaya-Biaya Persediaan PT Amanah Prima Indonesia mengeluarkan sejumlah biaya atas persediaan bahan baku yang digunakan untuk proses produksi jus yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Masing-masing bahan baku yang diperhitungkan adalah bahan baku berupa buah segar dan puree. 4.3.6.1 Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya pemesanan pada dasarnya terdiri dari biaya pengadaan dan biaya pemesanan tetap. Biaya pemesanan tetap per pesan untuk buah segar sebesar Rp 1.250.000, sedangkan untuk puree sebesar Rp 480.000. Biaya pengadaan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan sejumlah bahan baku dalam proses produksi. Perhitungan biaya pengadaan buah segar sebagai bahan baku dalam produksi puree, didasarkan pada harga buah segar per kg dan jumlah kg per pesan. Sedangkan perhitungan biaya pengadaan puree sebagai bahan baku dalam produksi jus, didasarkan pada besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi puree per kg dan jumlah kg puree yang dihasilkan per periode (bulan). a.
Biaya Pengadaan Buah Segar
Biaya pengadaan buah segar termasuk dalam jenis biaya pengadaan yang disebut dengan ordering cost karena pengadaan barang berasal dari pembelian. Dalam sekali pengadaan, biaya yang dikeluarkan untuk apel sebesar Rp 907.239,50/pesan, jambu biji sebesar Rp 3.201.142,00/pesan, nanas sebesar Rp 1.293.306,00/pesan, sirsak sebesar Rp 2.882.355,00/pesan dan strawberi sebesar Rp 2.895.925,00/pesan. Total biaya pengadaan bahan baku buah segar masing-masing untuk: apel segar sebesar Rp 1.814.479,00 per bulan, jambu biji merah sebesar Rp 25.609.138,00 per bulan, nanas sebesar Rp 2.586.612,00 per bulan, sirsak sebesar Rp 11.529.421,00 per bulan, dan strawberi sebesar Rp 2.895.925,00 per bulan. Rincian biaya pengadaan buah segar dijelaskan dalam Tabel 22.
39
Tabel 22. Biaya pengadaan buah segar Jenis
Frekuensi RataRata Pemesanan per Bulan
Rata-Rata Jumlah per Pesan (kg)
Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi
2 8 2 4 1
220,3 906,3 532,4 624,4 235,6
Harga Rata-Rata per kg 4.118,20 3.532,10 2.429,20 4.616,20 12.291,70
Total Biaya (Rp/bulan) 1.814.479 25.609.138 2.586.612 11.529.421 2.895.925
Ket.: Data diolah berdasarkan data 2 tahun (2009-2010)
b. Biaya Produksi Puree Biaya produksi puree ini disebut juga dengan set up cost karena pengadaan barang berasal dari produksi sendiri. Rincian biaya pengadaan puree dijelaskan dalam Tabel 23. Tabel 23. Biaya produksi puree Jenis Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi
Rata-Rata Jumlah Produksi per Bulan (kg)
Nilai Rata-Rata per kg
Total Biaya (Rp/bulan)
388,5 6.006,9 588,3 1.878,7 223,9
25.103 4.712 12.558 13.689 29.748
9.752.515,5 28.304.513 7.387.871,4 25.717.524 6.660.577,2
Ket.: Data diolah berdasarkan data 2 tahun (2009-2010)
4.3.6.2 Biaya Penyimpanan (Holding Cost) Biaya penyimpanan terdiri dari biaya penyimpanan tetap dan biaya menahan persediaan. Biaya penyimpanan tetap per bulan untuk buah segar sebesar Rp 15.000, sedangkan untuk puree sebesar Rp 268.524. Biaya menahan persediaan adalah biaya yang dikeluarkan atas adanya persediaan di tempat penyimpanan. Persediaan yang dimaksud adalah persediaan berupa buah segar dan persediaan berupa puree. Biaya menahan persediaan per kg buah segar dipengaruhi oleh harga bahan baku buah segar per kg. Sedangkan biaya menahan persediaan per kg puree dipengaruhi oleh nilai puree per kg. Kedua biaya menahan persediaan tersebut dipengaruhi pula oleh suku bunga yang berlaku saat itu. Selama tahun 2009 dan 2010, suku bunga bank yang berlaku adalah sebesar 12% per tahun atau sekitar 1% per bulan. Hasil perhitungan biaya menahan persediaan untuk masing-masing jenis bahan baku buah dan puree dapat dilihat dalam Tabel 24 dan rincian perhitungan tiap jenis bahan baku terlampir pada Lampiran 10a dan 10b. Tabel 24. Biaya menahan persediaan buah segar dan puree pada 2009 dan 2010 Total Biaya Menahan Persediaan Rata-Rata Biaya Menahan Jenis Bahan (Rp/kg/thn) Persediaan (Rp/kg) Baku 2009 2010 2009 2010 Buah Segar Apel 119 41 40 41 Jambu Biji 153 224 38 32 Nanas 23 0 23 0
40
Tabel 24. Biaya menahan persediaan buah segar dan puree pada 2009 dan 2010 (lanjutan) Total Biaya Menahan Persediaan Rata-Rata Biaya Menahan Jenis Bahan (Rp/kg/thn) Persediaan (Rp/kg) Baku 2009 2010 2009 2010 Sirsak 269 221 45 44 Strawberi 280 0 140 0 Puree Apel 2.768 4.814 231 401 Jambu Biji 548 586 46 49 Nanas 880 917 73 76 Sirsak 1.237 1.212 103 101 Strawberi 2.267 2.248 189 187 Ket: data diolah
4.3.6.3 Total Biaya Persediaan Perhitungan total biaya persediaan menurut perusahaan dilakukan dengan menjumlahkan total biaya pemesanan (persamaan 5) dan total biaya penyimpanan (persamaan 6). Hasil perhitungan total biaya persediaan dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil perhitungan total biaya persediaan menurut perusahaan pada 2009 dan 2010 Total Biaya Persediaan Biaya Penyimpanan Biaya Pemesanan (Rp/thn) Jenis Bahan (Rp/thn) (Rp/thn) Baku 2009 2010 2009 2010 2009 2010 Buah Segar Apel 199.706 184.872 21.841.152 35.994.778 22.040.858 36.179.650 Jambu 358.980 2.829.901 282.256.630 406.635.999 282.615.610 409.465.900 Nanas 184.163 180.000 19.978.240 35.897.568 20.162.403 36.077.568 Sirsak 266.639 323.664 150.597.974 114.536.591 150.864.613 114.860.255 Strawberi 228.150 180.000 36.330.504 41.579.060 36.558.654 41.759.060 Puree Apel 3.387.124 3.342.414 51.937.297 73.599.147 55.324.421 76.941.561 Jambu 5.311.890 5.073.324 535.511.372 698.822.617 540.823.262 703.895.941 Nanas 3.451.155 3.422.109 99.732.884 121.365.125 103.184.039 124.787.234 Sirsak 3.931.762 4.010.127 381.256.024 334.119.229 385.187.786 338.129.356 Strawberi 3.432.412 3.439.231 62.813.484 70.376.253 66.245.896 73.815.484 Ket: data diolah
4.4 ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU Sebagai salah satu input dalam proses produksi, bahan baku memiliki kedudukan yang strategis dalam manajemen perusahaan karena perannya yang sangat penting, baik sebagai bahan baku utama maupun besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi pengadaannya. Persediaan bahan baku perlu dilakukan untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Hal ini merupakan bentuk antisipasi terhadap kondisi proses produksi ataupun kondisi pengadaan bahan baku yang tidak pasti.
41
4.4.1
Analisis ABC
Analisis ABC pertama kali diperkenalkan oleh HF Dickie pada 1950-an (Herjanto, 2007). Model analisis ABC digunakan untuk melakukan klasifikasi persediaan dalam kategori berdasarkan tingkat kepentingannya. Persediaan akan dikategorikan dalam tiga kategori yaitu A, B dan C dengan basis volume penggunaan biaya persediaan dalam setahun. Bahan baku berupa buah segar yang digunakan dalam kegiatan produksi perusahaan sangat beragam jenisnya. Jumlah persediaan masing-masing bahan baku buah segar tersebut sangat banyak. Analisis ABC digunakan untuk mengetahui jenis buah segar yang perlu mendapat prioritas. Analisis ABC merupakan alat yang sangat berguna untuk menentukan jenis persediaan bahan baku buah segar yang penting untuk dikendalikan berdasarkan kriteria tertentu yang dianggap penting bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan setiap unit persediaan bahan baku merupakan modal dalam proses produksi. Analisis ini dilakukan dengan mengalikan jumlah persediaan yang digunakan dalam satu tahun dengan harga per unit persediaan. Bahan baku yang digunakan untuk analisis sebanyak lima jenis buah segar yaitu jambu biji merah, apel, sirsak, nanas dan strawberi. Pada model analisis ABC, bahan baku tersebut akan dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu kategori A (sangat penting), kategori B (penting) dan kategori C (kurang penting). Setiap kategori tersebut memiliki porsi penyerapan modal dan jumlah bahan baku yang berbeda-beda. Basis yang digunakan untuk menghitung penggunaan biaya jenis persediaan tertentu adalah jumlah unit kebutuhan persediaan per tahun dikalikan dengan biaya per unit. Kategori persediaan A adalah persediaan yang berjumlah sekitar 15% dari jumlah total persediaan, namun menghabiskan sekitar 60-80% dari total biaya persediaan dalam setahun. Kategori B adalah persediaan dengan jumlah sekitar 35% dari jumlah total persediaan, namun menghabiskan biaya sekitar 15-25% dari total biaya persediaan. Sedangkan kategori C adalah persediaan dengan jumlah sekitar 50% dari total persediaan dan menghabiskan biaya sekitar 5-10% dari total biaya persediaan per tahun. Klasifikasi bahan baku berupa buah segar dengan analisis ABC dapat dilihat pada Tabel 26.
Jenis Buah
Jambu Sirsak Strawberi Nanas Apel
Tabel 26. Klasifikasi bahan baku dengan analisis ABC Volume Harga per Penyerapan Kebutuhan Nilai (Rp) unit Modal (%) Persediaan (Rp/kg) (kg) 3.532,10 103.958 367.190.052 64,3 4.616,20 23.554 108.729.975 19,0 12.291,70 3.041 37.379.060 6,6 2.429,20 12.040 29.247.568 5,1 4.118,20 6.871 28.296.152 5,0
Kelas
A B C
Ket: Data diolah berdasarkan data kebutuhan bahan baku 2010
Berdasarkan Tabel 26, dapat dilihat bahwa bahan baku yang termasuk dalam kategori A adalah jambu. Kategori A memiliki persentase penyerapan modal sebesar 64,3% atau sejumlah Rp 367.190.052,00 dari total biaya persediaan. Bahan baku yang termasuk dalam kategori B adalah sirsak. Bahan baku pada kategori B ini memiliki persentase penyerapan modal sebesar 19,0% atau sejumlah Rp 367.190.052,00 dari jumlah total biaya persediaan bahan baku. Sedangkan bahan baku yang termasuk dalam kategori C adalah strawberi, nanas dan apel.
42
Kategori C memiliki persentase penyerapan modal sebesar 6,6% (strawberi), 5,1% (nanas) dan 5,0% (apel) dari total biaya persediaan bahan baku. Berdasarkan klasifikasi tersebut, perusahaan dapat membuat kebijakan persediaan bahan baku sebagai berikut: a. pengembangan sumber dana untuk penerimaan bahan baku kategori A lebih ditingkatkan dibanding bahan baku kategori C b. pengendalian yang lebih ketat diperlukan untuk bahan baku kategori A c. peramalan bahan baku kategori A harus lebih diperhatikan dibanding peramalan bahan baku kategori B dan C Berdasarkan hasil analisis ABC, perusahaan harus mengendalikan persediaan bahan baku yang lebih ketat terhadap bahan baku yang termasuk kategori A, yaitu buah jambu biji merah segar. Hal ini dikarenakan bahan baku dalam kategori tersebut memiliki jumlah pemakaian yang lebih besar dibanding bahan baku dalam kategori B dan C. Selain itu, bahan baku dalam kategori A juga menyerap modal persediaan bahan baku yang lebih besar dibanding bahan baku dalam kategori B dan C. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan analisis ABC terhadap bahan baku pembuatan jus secara periodik terutama jika terjadi perubahan volume produksi dan penambahan jenis persediaan, sehingga manajemen atau pengendalian persediaan tetap terkontrol dengan baik.
4.4.2
Perhitungan EOQ (Economic Order Quantity)
4.4.2.1 EOQ Dalam Menentukan Jumlah kg Puree yang Optimal untuk Diproduksi Dalam melakukan perhitungan EOQ untuk menentukan berapa besar jumlah (kg) puree yang optimal untuk diproduksi dari buah segar, terdapat beberapa aspek yang menjadi bagian dari formulasi tersebut. Total permintaan (D) merupakan besar permintaan atau kebutuhan puree yang diperlukan untuk memproduksi sejumlah jus buah (liter). Data ini diolah berdasarkan data volume produksi jus pada 2009 dan 2010 yang diperoleh dari Departemen Produksi. Volume jus dalam liter dikonversi ke kg puree yang diperlukan untuk proses produksi. Sedangkan biaya pemesanan (S) merupakan biaya pengadaan puree per periode produksi dan biaya set up (tetap). Biaya penyimpanan (H) dalam rupiah per unit per tahun merupakan biaya penyimpanan setiap kali produksi puree dalam setahun pada 2009 dan 2010. Jumlah permintaan terhadap puree untuk menghasilkan jus buah (kg), besarnya biaya pemesanan (Rp) dan biaya penyimpanan (Rp/unit/thn) pada PT Amanah Prima Indonesia selama tahun 2009-2010 dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Permintaan terhadap puree, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan periode 20092010 Jenis Permintaan terhadap Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan Tahun puree puree (kg)* (Rp) (Rp/unit/thn) 2009 3.538 480.000 3.225.056 Apel 2010 6.386 480.000 3.227.101 2009 54.856 480.000 3.222.836 Jambu 2010 88.991 480.000 3.222.837
43
Tabel 27. Permintaan terhadap puree, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan periode 20092010 (lanjutan) Permintaan terhadap Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan Jenis puree Tahun puree (kg)* (Rp) (Rp/unit/thn) 2009 4.892 480.000 3.223.168 Nanas 2010 9.325 480.000 3.223.205 2009 25.092 480.000 3.223.525 Sirsak 2010 19.963 480.000 3.223.500 2009 2.348 480.000 3.224.555 Strawberi 2010 2.969 480.000 3.224.536 Ket: *Data diolah berdasarkan kebutuhan puree untuk produksi jus (liter)
Berdasarkan data pada Tabel 27, dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui kuantitas kebutuhan puree yang optimal dengan menggunakan rumus pada persamaan (1). Hasil perhitungan EOQ untuk puree dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Jumlah kg dan frekuensi pengadaan/produksi puree yang optimal menurut metode EOQ pada 2009 dan 2010 Frekuensi Jenis puree Tahun Jumlah Puree Optimal (kg) Pengadaan/Produksi Apel 2009 32 109 2010 44 147 Jambu 2009 128 429 2010 163 547 Nanas 2009 38 128 2010 53 177 Sirsak 2009 86 290 2010 77 259 Strawberi 2009 26 89 2010 30 100 Ket: data diolah 4.4.2.2 EOQ untuk Menentukan Kuantitas Pembelian Buah Segar yang Optimal Perhitungan EOQ selanjutnya adalah perhitungan untuk menentukan kuantitas pembelian buah segar (kg) yang optimal dalam menghasilkan kg puree. Dalam melakukan perhitungan EOQ tersebut, terdapat beberapa aspek yang menjadi bagian dari formulasi EOQ. Total permintaan (D) merupakan besar permintaan atau kebutuhan buah segar yang diperlukan untuk memproduksi sejumlah puree (kg). Data ini diolah berdasarkan data kg produksi puree optimal pada 2009 dan 2010 yang diperoleh dari hasil perhitungan EOQ sebelumnya. Produksi puree dalam kg puree dikonversi ke kg buah yang diperlukan untuk proses produksi. Biaya pemesanan (S) merupakan biaya pemesanan buah segar per pesan. Biaya penyimpanan (H) diperoleh berdasarkan penjumlahan biaya menahan persediaan buah segar pada 2009 dan 2010 dengan total biaya penyimpanan tetap. Jumlah permintaan terhadap buah segar untuk menghasilkan puree (kg), besarnya biaya pemesanan (Rp) dan biaya penyimpanan (Rp/kg/thn) pada PT Amanah Prima Indonesia selama tahun 2009-2010 dapat dilihat pada Tabel 29.
44
Tabel 29. Permintaan terhadap buah segar, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan periode 2009-2010 Jenis buah
Tahun
Apel
2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010
Jambu Nanas Sirsak Strawberi
Permintaan terhadap buah segar (kg)* 3.915 6.894 66.977 108.607 6.360 11.989 28.858 22.989 2.474 3.164
Biaya Pemesanan (Rp) 1.250.000 1.250.000 1.250.000 1.250.000 1.250.000 1.250.000 1.250.000 1.250.000 1.250.000 1.250.000
Biaya Penyimpanan (Rp/kg/thn) 180.119 180.041 180.153 180.224 180.023 180.000 180.269 180.221 180.280 180.000
Ket: *Data diolah berdasarkan kebutuhan buah segar untuk produksi puree (kg)
Berdasarkan data pada Tabel 29 tersebut, dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui kuantitas kebutuhan buah segar yang optimal dengan menggunakan rumus pada persamaan (1). Hasil perhitungan EOQ untuk buah segar dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Jumlah kg dan frekuensi pembelian buah segar yang optimal menurut metode EOQ pada 2009 dan 2010 Jenis buah
Tahun
Jumlah Buah Optimal (kg)
Frekuensi Pembelian
Apel
2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010
231 311 964 1.227 295 408 633 565 186 208
17 22 69 88 21 29 46 41 13 15
Jambu Nanas Sirsak Strawberi Ket: data diolah
4.4.3
Penentuan Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Persediaan pengaman merupakan persediaan yang diadakan oleh perusahaan untuk melindungi dan menjaga kelangsungan proses produksi dari kekurangan bahan baku. Besarnya persediaan pengaman dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan berdasarkan tingkat pelayanan (service level). Faktor yang mempengaruhi besarnya persediaan pengaman adalah standar deviasi pemakaian bahan baku, waktu tunggu dan faktor kebijakan dari tingkat pelayanan. Tingkat pelayanan merupakan tingkat kemampuan persediaan pengaman untuk memenuhi kebutuhan permintaan konsumen selama waktu tunggu. Pada perhitungan ini digunakan tingkat pelayanan yang umum diterapkan perusahaan yaitu 95% (faktor konversi sebesar 1,64). Hasil
45
perhitungan persediaan pengaman dapat dilihat pada Tabel 31 dan rincian perhitungan standar deviasi pemakaian buah terlampir pada Lampiran 11-14. Tabel 31. Persediaan pengaman bahan baku buah segar (2009 dan 2010) Jenis buah
Tahun
Lead Time (hari)
Standar Deviasi Pemakaian Buah
Persediaan Pengaman (kg)
Apel
2009
2
35,4
31
2010
2
66,1
58
2009
1
1.272
781
2010
1
1.469
901
2009
2
88,1
78
2010
2
123
109
2009
2
442,3
391
2010
2
187,8
166
2009
3
28,4
31
2010
3
12,9
14
Jambu
Nanas
Sirsak
Strawberi
Ket: data diolah berdasarkan pemakaian per minggu dalam setahun
Pada Tabel 31 terlihat bahwa berdasarkan tingkat pelayanan sebesar 95% diperoleh nilai persediaan pengaman untuk masing-masing jenis buah segar: (1) apel sebesar 31 kg pada 2009 dan sebesar 58 kg pada 2010, (2) jambu sebesar 781 kg pada 2009 dan sebesar 901 kg pada 2010, (3) nanas sebesar 78 kg pada 2009 dan sebesar 109 kg pada 2010, (4) sirsak sebesar 391 kg pada 2009 dan sebesar 166 kg pada 2010, dan (5) strawberi sebesar 31 kg pada 2009 dan sebesar 14 kg pada 2010. Berdasarkan perhitungan tersebut, adanya persediaan pengaman sangat diperlukan untuk menghadapi kondisi tertentu, di antaranya jika terjadi kenaikan pemakaian bahan baku di luar kebutuhan yang diperhitungkan dan jika terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku yang dipesan. Sehingga, dengan adanya persediaan pengaman, kondisi proses produksi dapat terjaga kelangsungannya meskipun permintaan dan waktu tunggu kedatangan bahan baku bersifat fluktuatif. Penentuan besarnya persediaan pengaman merupakan suatu proses yang harus dilakukan oleh perusahaan dengan cermat dan tepat. Dengan adanya persediaan pengaman, maka akan dapat mengurangi biaya yang timbul akibat kekurangan persediaan. Semakin besar persediaan pengaman, maka semakin kecil kemungkinan kekurangan persediaan, sehingga semakin kecil pula biaya yang harus dikeluarkan karena kekurangan persediaan tersebut. Namun demikian, adanya persediaan pengaman akan menambah biaya menahan persediaan bahan baku. Oleh karena itu, perusahaan harus cermat dan tepat dalam menentukan persediaan pengaman agar persediaan tersebut dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.
4.4.4
Penentuan Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Titik pemesanan kembali merupakan suatu batas dari jumlah pembelian yang ada saat pesanan harus diadakan kembali. Dengan titik pemesanan kembali, perusahaan akan mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan. Perhitungan titik pemesanan kembali dilakukan dengan cara menghitung kebutuhan bahan baku selama waktu tunggu dan menambahkannya
46
dengan persediaan pengaman. Hasil perhitungan titik pemesanan kembali dengan tingkat pelayanan 95% dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Titik pemesanan kembali buah segar (2009 dan 2010) Jenis buah
Tahun
Lead Time (hari)
Rata-Rata Pemakaian Buah
Persediaan Pengaman* (kg)
Titik Pemesanan Kembali (kg)
Apel
2009
2
68
31
51
2010
2
143
58
99
2009
1
1.497
781
991
2010
1
2.166
901
1.204
2009
2
126
78
115
2010
2
251
109
182
2009
2
589
391
562
2010
2
491
166
308
2009
3
55
31
55
2010
3
63
14
41
Jambu Nanas Sirsak Strawberi
Ket: *berdasarkan tingkat pelayanan 95%
Berdasarkan Tabel 32 tersebut, terlihat misalnya untuk jambu biji merah segar pada 2009, perusahaan disarankan melakukan pemesanan pada saat persediaan berjumlah 991 kg. Sedangkan pada 2010, saat persediaan berjumlah sebesar 1.204 kg, perusahaan harus melakukan pemesanan jambu biji merah segar kembali. Demikian halnya dengan pemesanan kembali strawberi segar. Pada 2009, perusahaan disarankan melakukan pemesanan pada saat persediaan berjumlah 55 kg. Sedangkan pada 2010, saat persediaan berjumlah sebesar 41 kg, perusahaan harus melakukan pemesanan strawberi segar kembali.
4.4.5
Penentuan Persediaan Maksimum (Maximum Inventory)
Hasil perhitungan persediaan maksimum buah segar pada PT Amanah Prima Indonesia secara jelas disajikan dalam Tabel 33. Tabel 33. Besar EOQ, safety stock, reorder point dan maximum inventory (kg) pada 2009-2010 Jenis buah Tahun EOQ Safety Stock Reorder Point Maximum Inventory Apel Jambu
Nanas
Sirsak
Strawberi
2009
231
31
51
262
2010
311
58
99
369
2009
964
781
991
1.745
2010
1.227
901
1.204
2.128
2009
295
78
115
373
2010
408
109
182
527
2009
633
391
562
1.024
2010
565
166
308
731
2009
186
31
55
217
2010
208
14
41
222
Ket: data yang diolah
47
Berdasarkan data yang tersaji dalam Tabel 33, dapat dilihat hubungan antara nilai EOQ, Safety Stock, Reorder Point dan Maximum Inventory untuk masing-masing buah segar pada PT Amanah Prima Indonesia sebagai berikut: 4.4.5.1 Tahun 2009 a.
Apel
Berdasarkan hasil analisis, perusahaan harus melakukan pembelian buah apel pada saat persediaan apel sebesar 51 kg. Saat apel segar yang dipesan akhirnya diterima di tempat penyimpanan dengan lead time dua hari, persediaan masih tersisa 31 kg. Untuk menghindari terjadinya kelebihan persediaan, perusahaan harus melakukan pembelian sebesar 231 kg, sehingga tidak melebihi nilai maximum inventory yaitu sebesar 262 kg. Uraian digambarkan dalam grafik pada Gambar 9. Unit (kg) MI 262
EOQ 231
ROP 51 SS 31
Penggunaan selama lead time
Waktu Lead time (2 hari)
Gambar 9. Kondisi persediaan apel menurut EOQ pada 2009 b. Jambu biji merah Berdasarkan hasil analisis, perusahaan harus melakukan pembelian buah jambu biji segar pada saat persediaan sebesar 991 kg. Saat bahan baku jambu segar yang dipesan akhirnya diterima di tempat penyimpanan dengan lead time satu hari, persediaan masih tersisa 781 kg. Untuk menghindari terjadinya kelebihan persediaan, perusahaan harus melakukan pembelian sebesar 964 kg, sehingga tidak melebihi nilai maximum inventory yaitu sebesar 1.745 kg. Uraian digambarkan dalam grafik pada Gambar 10.
48
Unit (kg) MI 1.795
EOQ 1.014
ROP 991 SS 781
Penggunaan selama lead time
Waktu Lead time (1 hari)
Gambar 10. Kondisi persediaan jambu biji menurut EOQ pada 2009 c.
Nanas
Hasil analisis menunjukkan bahwa perusahaan harus melakukan pembelian nanas segar pada saat persediaan sebesar 115 kg. Saat nanas segar yang dipesan akhirnya diterima di tempat penyimpanan dengan lead time dua hari, persediaan masih tersisa 78 kg. Untuk menghindari terjadinya kelebihan persediaan, perusahaan harus melakukan pembelian sebesar 295 kg, sehingga tidak melebihi nilai maximum inventory yaitu sebesar 373 kg. Uraian digambarkan dalam grafik pada Gambar 11. Unit (kg) MI 373
EOQ 295
ROP 115 SS 78
Penggunaan selama lead time
Waktu Lead time (2 hari)
Gambar 11. Kondisi persediaan nanas menurut EOQ pada 2009 d. Sirsak Berdasarkan hasil analisis, perusahaan harus melakukan pembelian sirsak segar pada saat persediaan sebesar 562 kg. Saat sirsak segar yang dipesan akhirnya diterima di tempat penyimpanan dengan lead time dua hari, persediaan masih tersisa 391 kg. Untuk menghindari terjadinya kelebihan persediaan, perusahaan harus melakukan pembelian sebesar 633 kg,
49
sehingga tidak melebihi nilai maximum inventory yaitu sebesar 1.024 kg. Uraian digambarkan dalam grafik pada Gambar 12. Unit (kg) MI 1.024
EOQ 633
ROP 562 SS 391
Penggunaan selama lead time
Waktu Lead time (2 hari)
Gambar 12. Kondisi persediaan sirsak menurut EOQ pada 2009 e.
Strawberi
Hasil analisis menunjukkan bahwa perusahaan harus melakukan pembelian strawberi segar pada saat persediaan sebesar 55 kg. Saat strawberi segar yang dipesan akhirnya diterima di tempat penyimpanan dengan lead time tiga hari, persediaan masih tersisa 31 kg. Untuk menghindari terjadinya kelebihan persediaan, perusahaan harus melakukan pembelian sebesar 186 kg, sehingga tidak melebihi nilai maximum inventory yaitu sebesar 217 kg. Uraian digambarkan dalam grafik pada Gambar 13. Unit (kg) MI 217
EOQ 186
ROP 55 SS 31
Penggunaan selama lead time
Waktu Lead time (3 hari)
Gambar 13. Kondisi persediaan strawberi menurut EOQ pada 2009
50
4.4.5.2 Tahun 2010 a.
Apel
Berdasarkan hasil analisis, perusahaan harus melakukan pembelian saat persediaan sebesar 99 kg. Saat apel segar yang dipesan akhirnya diterima di tempat penyimpanan dengan lead time dua hari, persediaan masih tersisa 58 kg. Untuk menghindari terjadinya kelebihan persediaan, perusahaan harus melakukan pembelian sebesar 311 kg, sehingga tidak melebihi maximum inventory yaitu sebesar 369 kg. Uraian digambarkan dalam grafik pada Gambar 14. Unit (kg) MI 369
EOQ 311
ROP 99 SS 58
Penggunaan selama lead time
Waktu Lead time (2 hari)
Gambar 14. Kondisi persediaan apel menurut EOQ pada 2010 b. Jambu biji merah Berdasarkan hasil analisis, perusahaan harus melakukan pembelian pada saat persediaan sebesar 1.204 kg. Saat bahan baku jambu segar yang dipesan akhirnya diterima di tempat penyimpanan dengan lead time satu hari, persediaan masih tersisa 901 kg. Untuk menghindari terjadinya kelebihan persediaan, perusahaan harus melakukan pembelian sebesar 1.227 kg, sehingga tidak melebihi nilai maximum inventory yaitu sebesar 2.128 kg. Uraian digambarkan dalam grafik pada Gambar 15. Unit (kg) MI 2.128
EOQ 1.227 ROP 1.204 SS 901
Penggunaan selama lead time
Waktu Lead time (1 hari)
Gambar 15. Kondisi persediaan jambu biji menurut EOQ pada 2010
51
c.
Nanas
Hasil analisis menunjukkan bahwa perusahaan harus melakukan pembelian nanas segar pada saat persediaan sebesar 182 kg. Saat nanas segar yang dipesan akhirnya diterima di tempat penyimpanan dengan lead time dua hari, persediaan masih tersisa 109 kg. Untuk menghindari terjadinya kelebihan persediaan, perusahaan harus melakukan pembelian sebesar 408 kg, sehingga tidak melebihi nilai maximum inventory yaitu sebesar 527 kg. Uraian digambarkan dalam grafik pada Gambar 16. Unit (kg) MI 527
EOQ 408
ROP 182 SS 109
Penggunaan selama lead time
Waktu Lead time (2 hari)
Gambar 16. Kondisi persediaan nanas menurut EOQ pada 2010 d. Sirsak Berdasarkan hasil analisis, perusahaan harus melakukan pembelian sirsak segar pada saat persediaan sebesar 308 kg. Saat sirsak segar yang dipesan akhirnya diterima di tempat penyimpanan dengan lead time dua hari, persediaan masih tersisa 166 kg. Untuk menghindari terjadinya kelebihan persediaan, perusahaan harus melakukan pembelian sebesar 565 kg, sehingga tidak melebihi nilai maximum inventory yaitu sebesar 731 kg. Uraian digambarkan dalam grafik pada Gambar 17. Unit (kg) MI 731
EOQ 565
ROP 308 SS 166
Penggunaan selama lead time
Waktu
. Lead time (2 hari)
Gambar 17. Kondisi persediaan sirsak menurut EOQ pada 2010
52
e.
Strawberi
Berdasarkan hasil analisis, perusahaan harus melakukan pembelian strawberi segar pada saat persediaan sebesar 41 kg. Saat strawberi segar yang dipesan akhirnya diterima di tempat penyimpanan dengan lead time tiga hari, persediaan masih tersisa 14 kg. Untuk menghindari terjadinya kelebihan persediaan, perusahaan harus melakukan pembelian sebesar 208 kg, sehingga tidak melebihi nilai maximum inventory yaitu sebesar 222 kg. Uraian digambarkan dalam grafik pada Gambar 18. Unit (kg) MI 222
EOQ 208
ROP 41 SS 14
Penggunaan selama lead time
Waktu Lead time (3 hari)
Gambar 18. Kondisi persediaan strawberi menurut EOQ pada 2010
4.4.6
Perhitungan Total Biaya Persediaan Bahan Baku (TIC)
Perhitungan total biaya persediaan (Tabel 34) berupa buah segar dan puree masingmasing menurut metode EOQ dilakukan berdasarkan rumus Total Inventory Cost (TIC) pada persamaan (7). Tabel 34. Total biaya persediaan buah segar dan puree menurut metode EOQ (2009-2010) Total biaya persediaan Biaya pemesanan (Rp/thn) Biaya penyimpanan (Rp/thn) Jenis bahan (Rp/thn) baku 2009 2010 2009 2010 2009 2010 Buah Segar Apel 36.724.560 56.635.719 1.736.571 2.331.713 38.461.130 58.967.433 Jambu 323.245.923 493.737.346 7.234.738 9.212.262 330.480.661 502.949.608 Nanas 41.856.977 65.728.330 2.215.929 3.056.563 44.072.906 68.784.892 Sirsak 190.210.924 156.970.007 4.751.255 4.239.806 194.962.179 161.209.812 Strawberi 47.341.126 57.152.999 1.395.527 1.562.360 48.736.653 58.715.359 Puree Apel 89.862.936 129.526.684 4.360.552 5.860.663 94.223.489 135.387.347 Jambu 441.977.265 661.664.087 17.165.515 21.863.482 459.142.781 683.527.569 Nanas 86.370.882 131.417.450 5.126.501 7.077.692 91.497.383 138.495.142 Sirsak 370.823.653 308.633.868 11.610.610 10.356.236 382.434.263 318.990.105 Strawberi 70.881.607 83.751.257 3.552.314 3.994.572 74.433.921 87.745.829 Ket: data diolah berdasakan hasil analisis
53
4.5 PERBANDINGAN METODE EOQ
ANTARA
METODE
PERUSAHAAN
DENGAN
Perbandingan analisis pengendalian persediaan bahan baku pada PT Amanah Prima Indonesia selama 2009 dan 2010 dilakukan dengan membandingkan antara metode yang diterapkan oleh perusahaan dengan metode EOQ (Economic Order Quantity). Aspek yang dibandingkan meliputi jumlah pengadaan bahan baku optimal, frekuensi pemesanan, jumlah persediaan rata-rata, total biaya pemesanan, total biaya penyimpanan dan total biaya persediaan bahan baku (Lampiran 15). Aspek lain yang dapat dibandingkan adalah besarnya penghematan biaya selama periode tersebut. 4.5.1 Periode 2009 4.5.1.1 Apel Menurut metode perusahaan, jumlah pembelian buah apel segar sebesar 136 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 24 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 273 kg/bulan. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah pembelian buah apel segar sebesar 231 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 17 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 32 kg/periode produksi dengan frekuensi pengadaan sebanyak 109 kali produksi/tahun. Perbedaan jumlah pembelian ini tentunya akan mempengaruhi besarnya total biaya pembelian yang harus dikeluarkan. Berdasarkan kuantitas barang dan frekuensi pembelian tersebut, total biaya pembelian bahan baku menurut metode EOQ lebih kecil dibanding metode yang diterapkan oleh perusahaan. Jumlah persediaan rata-rata buah apel segar dan puree menurut metode perusahaan masing-masing sebesar 42 kg dan 87 kg. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah persediaan rata-rata buah apel segar dan puree di tempat penyimpanan masing-masing sebesar 135 kg dan 24 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan menurut metode perusahaan dan menurut metode EOQ. Total biaya persediaan bahan baku berupa apel segar menurut perusahaan adalah sebesar Rp 43.640.858 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 38.461.130. Adanya perbedaan total biaya ini menghasilkan sejumlah penghematan yang dapat diperoleh perusahaan, yaitu sebesar Rp 5.179.727. Dalam persediaan berupa puree, total biaya persediaan menurut perusahaan sebesar Rp 55.324.421 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 94.223.489. Adanya perbedaan ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan. 4.5.1.2 Jambu Menurut metode perusahaan, jumlah pembelian buah jambu biji merah segar sebesar 741 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 97 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 6.546 kg/bulan. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah pembelian buah jambu biji merah segar sebesar 964 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 69 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 128 kg/periode produksi dengan frekuensi pengadaan sebanyak 429 kali produksi/tahun. Berdasarkan kuantitas barang dan frekuensi pembelian tersebut, total biaya pembelian bahan baku menurut metode EOQ lebih kecil dibanding metode yang diterapkan oleh perusahaan.
54
Jumlah persediaan rata-rata buah jambu biji segar dan puree menurut metode perusahaan masing-masing sebesar 339 kg dan 4.193 kg. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah persediaan rata-rata buah jambu biji segar dan puree di tempat penyimpanan masing-masing sebesar 478 kg dan 78 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan menurut metode perusahaan dan menurut metode EOQ. Total biaya persediaan bahan baku berupa buah jambu biji merah segar menurut perusahaan adalah sebesar Rp 369.915.610 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 330.480.661. Adanya perbedaan total biaya ini menghasilkan sejumlah penghematan yang dapat diperoleh perusahaan, yaitu sebesar Rp 39.434.949. Dalam persediaan berupa puree, total biaya persediaan menurut perusahaan sebesar Rp 540.823.262 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 459.142.781. Penghematan yang diperoleh perusahaan dari total biaya persediaan berupa puree sebesar Rp 81.680.481. 4.5.1.3 Nanas Menurut metode perusahaan, jumlah pembelian buah nanas segar sebesar 404 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 15 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 526 kg/bulan. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah pembelian buah nanas segar sebesar 295 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 21 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 38 kg/periode produksi dengan frekuensi pengadaan sebanyak 128 kali produksi/tahun. Berdasarkan kuantitas barang dan frekuensi pembelian tersebut, total biaya pembelian bahan baku menurut metode EOQ lebih besar dibanding metode yang diterapkan oleh perusahaan. Jumlah persediaan rata-rata buah nanas segar dan puree menurut metode perusahaan masing-masing sebesar 15 kg dan 274 kg. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah persediaan rata-rata buah nanas segar dan puree di tempat penyimpanan masing-masing sebesar 172 kg dan 19 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan menurut metode perusahaan dan menurut metode EOQ. Total biaya persediaan bahan baku berupa buah nanas segar menurut perusahaan adalah sebesar Rp 33.602.403 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 44.072.906. Adanya perbedaan total biaya ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Dalam persediaan berupa puree, total biaya persediaan menurut perusahaan sebesar Rp 103.184.039 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 91.497.383. Penghematan yang diperoleh perusahaan dari total biaya persediaan berupa puree sebesar Rp 11.686.655. 4.5.1.4 Sirsak Menurut metode perusahaan, jumlah pembelian buah sirsak segar sebesar 604 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 49 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 2.050 kg/bulan. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah pembelian buah sirsak segar sebesar 633 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 46 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 86 kg/periode produksi dengan frekuensi pengadaan sebanyak 290 kali produksi/tahun. Berdasarkan kuantitas barang dan frekuensi pembelian tersebut, total biaya pembelian bahan baku untuk buah segar menurut metode EOQ lebih besar dibanding metode yang diterapkan oleh perusahaan. Jumlah persediaan rata-rata buah sirsak segar dan puree menurut metode perusahaan masing-masing sebesar 162 kg dan 592 kg. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah persediaan
55
rata-rata buah sirsak segar dan puree di tempat penyimpanan masing-masing sebesar 459 kg dan 53 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan menurut metode perusahaan dan menurut metode EOQ. Total biaya persediaan bahan baku berupa buah sirsak segar menurut perusahaan adalah sebesar Rp 186.864.613 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 194.962.179. Adanya perbedaan total biaya ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Dalam persediaan berupa puree, total biaya persediaan menurut perusahaan sebesar Rp 385.187.786 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 382.434.263. Penghematan yang diperoleh perusahaan dari total biaya persediaan berupa puree sebesar Rp 2.753.523. 4.5.1.5 Strawberi Menurut metode perusahaan, jumlah pembelian buah strawberi segar sebesar 218 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 12 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 248 kg/bulan. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah pembelian buah strawberi segar sebesar 186 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 13 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 26 kg/periode produksi dengan frekuensi pengadaan sebanyak 89 kali produksi/tahun. Berdasarkan kuantitas barang dan frekuensi pembelian tersebut, total biaya pembelian bahan baku menurut metode EOQ lebih besar dibanding metode yang diterapkan oleh perusahaan. Jumlah persediaan rata-rata buah strawberi segar dan puree menurut metode perusahaan masing-masing sebesar 29 kg dan 113 kg. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah persediaan rata-rata buah strawberi segar dan puree di tempat penyimpanan masing-masing sebesar 182 kg dan 15 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan menurut metode perusahaan dan menurut metode EOQ. Total biaya persediaan bahan baku berupa buah strawberi segar menurut perusahaan adalah sebesar Rp 47.358.654 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 48.736.653. Dalam persediaan berupa puree, total biaya persediaan menurut perusahaan, yaitu sebesar Rp 66.245.896 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 74.433.921. Adanya perbedaan total biaya ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan. 4.5.2 Periode 2010 4.5.2.1 Apel Menurut metode perusahaan, jumlah pembelian buah apel segar sebesar 312 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 22 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 527 kg/bulan. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah pembelian buah apel segar sebesar 311 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 22 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 44 kg/periode produksi dengan frekuensi pengadaan sebanyak 147 kali produksi/tahun. Perbedaan jumlah pembelian ini tentunya akan mempengaruhi besarnya total biaya pembelian yang harus dikeluarkan. Berdasarkan kuantitas barang dan frekuensi pembelian tersebut, total biaya pembelian bahan baku menurut metode EOQ lebih kecil dibanding metode yang diterapkan oleh perusahaan. Jumlah persediaan rata-rata buah apel segar dan puree menurut metode perusahaan masing-masing sebesar 10 kg dan 55 kg. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah persediaan
56
rata-rata buah apel segar dan puree di tempat penyimpanan masing-masing sebesar 180 kg dan 25 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan menurut metode perusahaan dan menurut metode EOQ. Total biaya persediaan bahan baku berupa buah apel segar menurut perusahaan adalah sebesar Rp 55.979.650 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 58.967.433. Dalam persediaan berupa puree, total biaya persediaan menurut perusahaan sebesar Rp 76.941.561 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 135.387.347. Adanya perbedaan total biaya ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan. 4.5.2.2 Jambu Menurut metode perusahaan, jumlah pembelian buah jambu biji merah segar sebesar 1.072 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 97 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 7.104 kg/bulan. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah pembelian buah jambu biji merah segar sebesar 1.227 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 88 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 163 kg/periode produksi dengan frekuensi pengadaan sebanyak 547 kali produksi/tahun. Berdasarkan kuantitas barang dan frekuensi pembelian tersebut, total biaya pembelian bahan baku menurut metode EOQ lebih kecil dibanding metode yang diterapkan oleh perusahaan. Jumlah persediaan rata-rata buah jambu biji segar dan puree menurut metode perusahaan masing-masing sebesar 6.821 kg dan 3.557 kg. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah persediaan rata-rata buah jambu biji segar dan puree di tempat penyimpanan masing-masing sebesar 544 kg dan 78 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan menurut metode perusahaan dan menurut metode EOQ. Total biaya persediaan bahan baku berupa buah jambu biji merah segar menurut perusahaan sebesar Rp 496.765.900 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 502.949.608. Adanya perbedaan total biaya ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Dalam persediaan berupa puree, total biaya persediaan menurut perusahaan sebesar Rp 703.895.941 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 683.527.569. Penghematan yang diperoleh perusahaan dari total biaya persediaan berupa puree sebesar Rp 20.368.373. 4.5.2.3 Nanas Menurut metode perusahaan, jumlah pembelian buah nanas segar sebesar 634 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 19 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 783 kg/bulan. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah pembelian buah nanas segar sebesar 408 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 29 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 53 kg/periode produksi dengan frekuensi pengadaan sebanyak 177 kali produksi/tahun. Jumlah persediaan rata-rata buah nanas segar dan puree menurut metode perusahaan masing-masing sebesar 0 kg dan 242 kg. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah persediaan rata-rata buah nanas segar dan puree di tempat penyimpanan masing-masing sebesar 182 kg dan 24 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan menurut metode perusahaan dan menurut metode EOQ. Total biaya persediaan bahan baku berupa buah nanas segar menurut perusahaan adalah sebesar Rp 53.177.568 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 68.784.892. Dalam persediaan berupa puree, total biaya
57
persediaan menurut perusahaan sebesar Rp 124.787.234 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 138.495.142. Adanya perbedaan total biaya ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan. 4.5.2.4 Sirsak Menurut metode perusahaan, jumlah pembelian buah sirsak segar sebesar 654 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 34 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 1.708 kg/bulan. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah pembelian buah sirsak segar sebesar 565 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 41 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 77 kg/periode produksi dengan frekuensi pengadaan sebanyak 259 kali produksi/tahun. Jumlah persediaan rata-rata buah sirsak segar dan puree menurut metode perusahaan masing-masing sebesar 252 kg dan 659 kg. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah persediaan rata-rata buah sirsak segar dan puree di tempat penyimpanan masing-masing sebesar 294 kg dan 44 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan menurut metode perusahaan dan menurut metode EOQ. Total biaya persediaan bahan baku berupa buah sirsak segar menurut perusahaan adalah sebesar Rp 145.460.255 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 161.209.812. Adanya perbedaan total biaya ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Dalam persediaan berupa puree, total biaya persediaan menurut perusahaan sebesar Rp 338.129.356 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 318.990.105. Penghematan yang diperoleh perusahaan dari total biaya persediaan berupa puree sebesar Rp 19.139.251. 4.5.2.5 Strawberi Menurut metode perusahaan, jumlah pembelian buah strawberi segar sebesar 253 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 12 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 241 kg/bulan. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah pembelian buah strawberi segar sebesar 208 kg/pesan dengan frekuensi pembelian sebanyak 15 kali pesan/tahun dan jumlah pengadaan puree sebesar 30 kg/periode produksi dengan frekuensi pengadaan sebanyak 100 kali produksi/tahun. Jumlah persediaan rata-rata buah strawberi segar dan puree menurut metode perusahaan masing-masing sebesar 0 kg dan 99 kg. Sedangkan menurut metode EOQ, jumlah persediaan rata-rata buah strawberi segar dan puree di tempat penyimpanan masing-masing sebesar 111 kg dan 20 kg. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan menurut metode perusahaan dan menurut metode EOQ. Total biaya persediaan bahan baku berupa buah strawberi segar menurut perusahaan adalah sebesar Rp 52.559.060 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 58.715.359. Dalam persediaan berupa puree, total biaya persediaan menurut perusahaan sebesar Rp 73.815.484 dan menurut metode EOQ sebesar Rp 87.745.829. Adanya perbedaan ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Secara jelas, perbandingan total biaya persediaan berupa buah segar dan puree menurut metode perusahaan dan metode EOQ serta besar penghematan yang diperoleh, masing-masing dapat dilihat dalam Tabel 35.
58
Tabel 35. Total biaya persediaan buah segar dan puree menurut metode perusahaan dan metode EOQ serta penghematan yang diperoleh selama 2009-2010 TIC Menurut Perusahaan TIC Menurut Metode EOQ Besar Penghematan (Rp) Jenis bahan (Rp) (Rp) baku 2009 2010 2009 2010 2009 2010 Buah Segar Apel 43.640.858 55.979.650 38.461.130 58.967.433 5.179.727 (2.987.783) Jambu 369.915.610 496.765.900 330.480.661 502.949.608 39.434.949 (6.183.708) Nanas 33.662.403 53.177.568 44.072.906 68.784.892 (10.410.504) (15.607.324) Sirsak 186.864.613 145.460.255 194.962.179 161.209.812 (8.097.566) (15.749.557) Strawberi 47.358.654 52.559.060 48.736.653 58.715.359 (1.377.999) (6.156.299) Puree Apel 55.324.421 76.941.561 94.223.489 135.387.347 (38.899.068) (58.445.786) Jambu 540.823.262 703.895.941 459.142.781 683.527.569 81.680.481 20.368.373 Nanas 103.184.039 124.787.234 91.497.383 138.495.142 11.686.655 (13.707.908) Sirsak 385.187.786 338.129.356 382.434.263 318.990.105 2.753.523 19.139.251 Strawberi 66.245.896 73.815.484 74.433.921 87.745.829 (8.188.025) (13.930.344) Ket: ( ) bersifat negatif/rugi
Berdasarkan Tabel 35, dapat dilihat bahwa total biaya persediaan baik persediaan berupa buah maupun puree yang harus dikeluarkan menurut metode perusahaan, lebih kecil dibanding total biaya menurut metode EOQ (kecuali untuk puree jambu dan sirsak). Secara umum, penggunaan metode EOQ untuk menentukan pengadaan buah segar kurang dapat memberikan penghematan bagi perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan tidak mengadakan sejumlah persediaan berupa buah segar sehingga biaya penyimpanan untuk buah segar tidak besar. Sebaliknya dengan metode EOQ, biaya penyimpanan cukup besar karena di tempat penyimpanan selalu ada sejumlah persediaan yang disimpan, tanpa memperhatikan aspek kerusakan dari buah segar itu sendiri. Maka, metode EOQ ini dapat dilakukan jika aspek kerusakan dan faktor ketersediaan buah segar bersifat pasti.
59