IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Megamendung merupakan salah satu Wilayah Binaan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Ciawi. BP3K ini terletak disebelah selatan Kabupaten Bogor, kurang lebih 30 km dari pusat ibukota Kabupaten Bogor (Cibinong), terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisarua. BP3K ini memiliki 14 Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (WKP3K) dari 34 Desa. Letak BP3K wilayah Ciawi berada di Jalan Letnan Suryanta No.9 dengan nomor Telp (0251) 8245242, tepatnya di Desa Sukamaju Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor. Megamendung adalah sebuah Kecamatan yang terletak di wilayah pembangunan Bogor Selatan. Jarak dari ibukota Pemerintah Kabupaten Bogor 33 Km, dengan ibukota Propinsi Jawa Barat 120 Km, dengan ibukota Negara RI 60 Km. Kecamatan Megamendung berada pada koordinat 1060; 56’; 42,02” Bujur Timur dan 60; 38’; 46,54” Lintang Selatan dengan topografi yang berbukit-bukit, datar, dan miring dengan jenis tanah latosol coklat
kemerahan.
Batas-batas
daerah
administrasi
Kecamatan
Megamendung adalah : a. Sebelah Utara
: Kecamatan Sukaraja
b. Sebelah Selatan
: Kecamatan Ciawi
c. Sebelah Barat
: Kecamatan Ciawi
d. Sebelah Timur
: Kecamatan Cisarua
Luas wilayah Kecamatan Megamendung secara keseluruhan adalah 5.350,1 Ha, menurut fungsinya seperti pada Tabel 6. Secara administratif Kecamatan Megamendung terdiri dari 11 desa dan didalamnya terdapat 27 dusun, terbagi menjadi 55 RW dan 255 RT. Desa-desa tersebut, yaitu Cipayung
Datar,
Cipayung
Girang,
Gadog,
Kuta,
Megamendung,
44
SukaGalih, Sukakarya, Sukamahi, Sukamaju, Sukamanah dan Sukaresmi. Kondisi topografi wilayah disajikan pada Tabel 7. Tabel 6. Luas lahan menurut fungsinya di Kecamatan Megamendung Luas Lahan Menurut Penggunaan (Ha) No
D e s a
1
Megamen-dung
231
Perikanan 1 4
2
Cipayung Girang
107
2
2
-
-
15
126
3
Cipayung Datar
174
1
4
-
-
65
244
4
Gadog
46
-
3
-
-
27
76
5
Sukamahi
94
1
1
-
-
10
106
6
Sukamaju
86
1
3
-
-
70
160
7
Sukamanah
144
-
2
-
-
56
202
8
Sukaresmi
136
-
2
200
300
26
664
9
Sukakarya
212
3
2
200
-
25
442
10
Sukagalih
148
-
1
114
200
42
505
11
Kuta
160
1
1
304
100
22
588
1.538
10
25
818
1.200
375
3.966
Pertanian
Jumlah
Peternakan
Perkebunan
Kehutanan
Pekarangan
Jumlah
-
600
17
853
Sumber: Monografi Kecamatan Megamendung, tahun 2011
45
Tabel 7. Kondisi topografi desa di Kecamatan Megamendung No
D e s a
Ketinggian Tempat (DPL)
PH Tanah
Prosentase Iklim
Drai nase
Jenis Tanah
1
Megamendung
500 – 700
5-6
-
20
Gelom -bang 80
2
Cipayung Girang
400 – 600
5-6
30
20
45
5
lembab
d.o
Ins.And
3
Cipayung Datar
300 – 500
5-6
60
-
40
-
lembab
d.o
Ins.And
4
Gadog
300 – 500
5-6
65
-
35
-
lembab
d.o
Ins.And
5
Sukamahi
300 – 500
5-6
65
-
35
-
lembab
d.o
Ins.And
6
Sukamaju
400 – 500
5-6
70
-
30
-
lembab
d.o
Ins.And
7
Sukamanah
400 – 600
5-6
70
-
30
-
lembab
d.o
Ins.And
8
Sukaresmi
400 – 700
5-6
50
50
-
-
lembab
d.o
Ins.And
9
Sukakarya
500 – 600
5-6
40
30
20
10
lembab
d.o
Ins.And
10
Sukagalih
500 – 700
5-6
40
20
30
10
lembab
d.o
Ins.And
11
Kuta
500 – 800
5-6
30
40
30
-
lembab
d.o
Ins.And
Datar
Miring
Curam -
lembab
d.o
Ins.And
Sumber : Monografi Kecamatan Megamendung Tahun 2011 Wilayah BP3K Ciawi termasuk daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi setiap tahunnya, rataan bulan basah 8 bulan, kering 4 bulan dengan rata – rata suhu maksimum 21,3 0C dan minimum 18,0 0C. Curah hujan rataan lima (5) tahun dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Data curah hujan rataan selama lima (5) tahun terakhir di WKBP3K Ciawi Rataan
Tahun No
Bulan
2007 Hh
Mm
17
3
Januari Pebruari Maret
4 5
1 2
2008
2009
Hh
Mm
Hh
Mm
299,5
20
321
26
315,0
26
927,9
28
514
13
29
395,2
26
516
April
28
384,7
22
Mei
21
123,6
18
2010 Hh
2011
Mm
Hh
Mm
Hh
Mm
29
416,2
28
416,2
24
353,5
276,0
29
531,0
23
521,0
21
553,9
25
252,3
28
470,7
26
470,7
26
420,9
405
21
329,0
18
81,5
16
81,5
21
256,3
156
17
194,0
21
288,8
22
175,1
19
187,5
46
Lanjutan Tabel 8. Tahun No
Bulan
2007 Hh
2008
Mm
Hh
Rataan
2009
Mm
Hh
2010
Mm
Hh
2011 Mm
Hh
Mm
Hh
Mm
6
Juni
18
130,1
10
62
12
107,1
18
254,8
8
140,7
13
138,9
7
Juli
6
8,2
4
33
16
240,0
22
139,2
7
38,9
11
91,8
8
Agustus
7
73,6
14
102
11
30,0
19
304,9
3
8,8
10
103,8
9
Septem-
12
62,7
14
161
10
612,0
25
373,8
ber 10
Oktober
17
166
10
226
18
192,0
23
424,9
11
Novem-
24
234,5
25
472
25
245,0
25
285,5
29
583,4
26
253
16
181,1
26
290,5
234
3.119,4
217
3.221
210
2.900,
283 6
3.861
23,6
321,8
ber 12
Desember
Jumlah Rataan
19,5
260
18,1
268,4
17,5
241,7
8
Sumber : Stasiun Klimatologi dan Geofisika Citeko, 2011.
4.1.1. Klasifikasi Lahan Luas lahan sawah di Megamendung lebih cepat berubah fungsi dari pada lahan kering. Hal ini akibat tidak konsistennya masyarakat dalam melaksanakan tata ruang. Data luas lahan menurut ekosistem khususnya di Kecamatan Megamendung dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Luas lahan menurut ekosistem di Kecamatan Megamendung per desa Tahun 2011 Lahan Basah No
D es a
Teknis
1
Megamen-
½ teknis
Lahan Kering
Seder-
Tadah
Jum-
Tegal-
Ter-
Jum-
hana
Hujan
lah
an
nak
lah
Total
-
-
-
4,0
4,0
27,0
1,0
28,0
32,0
-
8,0
11,0
-
19,0
88,0
2,0
90,0
109,0
-
65,0
-
-
65,0
109,0
1,0
110,0
175,0
-
16,0
-
-
16,0
30,0
-
30,0
46,0
dung 2
Cipayung Girang
3
Cipayung Datar
4
Gadog
47
Lanjutan Tabel 9. Lahan Basah No
D es a
Lahan Kering
Tek-
½ tek-
Seder
Tadah
Jum-
Tegal-
Ter-
nis
nis
-hana
Hujan
lah
an
nak
Jumlah
Total
5
Sukamahi
-
20.0
-
-
20,0
74,0
1,0
75,0
95,0
6
Sukamaju
-
-
42,0
30,0
72,0
14,0
1,0
15,0
87,0
7
Sukamanah
-
-
56,0
40,0
96,0
48,0
-
48,0
144,0
8
Sukaresmi
-
-
65,0
35,0
100,0
236,0
-
236,0
336,0
9
Sukakarya
-
-
66,0
26,0
92,0
300,0
3,0
303,0
395,0
10
Sukagalih
-
-
65,0
35,0
100,0
155,0
1,0
156,0
256,0
11
Kuta
-
-
45,0
16,0
61,0
403,0
1,0
404,0
465,0
-
109,0
350,0
182,0
645,0
1.484,0
12,0
1.495,0
2.140,0
Jumlah
Sumber : Monografi BP3K Wilayah Megamendung, 2011
Megamendung merupakan daerah pariwisata yang memiliki daya tarik bagi wisatawan yang akan mendorong orang luar untuk memiliki tanah di daerah tersebut, dengan harapan akan diubah fungsi menjadi bangunan villa. Implikasi dari kejadian ini banyak pelanggaran terhadap peruntukan tanah, sehingga tanah menjadi kritis. Data lahan kritis dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Data lahan kering dan kritis di Kecamatan Megamendung Tahun 2011 Tingkat Kritis
Lahan No
D e s a
1
Megamendung
2
Cipayung
Kering
Sangat
(Ha)
Kritis
Kritis
Status
Agak Kritis
1.730,5
-
-
-
206,0
-
-
-
Girang 3
Cipayung Datar
379,0
-
-
-
4
Gadog
137,0
-
-
-
5
Sukamahi
107,0
-
-
-
6
Sukamaju
135,0
-
-
-
7
Sukamanah
109,0
-
-
-
8
Sukaresmi
652,0
-
75,0
10,0
Eks.PTP VIII Cikopo
48
Lanjutan Tabel 10. Tingkat Kritis
Lahan No
D e s a
Kering
Sangat
(Ha)
Kritis
Status
Agak
Kritis
Kritis
9
Sukakarya
-
-
-
-
10
Sukagalih
-
-
90,0
-
11
Kuta
485,0
-
250,0
-
415,0
10,0
Jumlah
3.940,5
Sumber: Monografi BP3K Ciawi, 2011
4.1.2. Potensi Sumber Daya Manusia Pertanian Pertumbuhan penduduk di wilayah Megamendung tiap tahun sangat tinggi karena selain daerah tujuan pariwisata juga lokasinya sangat strategis sehingga daya tarik tersendiri bagi pendatang, lain halnya dengan penduduk yang mata pencahariannya dibidang pertanian jumlahnya makin sedikit. Pemberdayaan SDM merupakan aktivitas, atau kegiatan yang dilaksanakan agar SDM dalam suatu organisasi dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemberdayaan SDM dapat dilakukan dengan memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat, sehingga mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki mutu hidupnya. Kondisi SDM masyarakat Megamendung berdasarkan indikator mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 11. Keragaan jumlah penduduk rataan tiap desa sudah sangat tinggi, perbandingan antara laki–laki dan perempuan hampir seimbang. Data keragaan jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13.
49
Tabel 11. Data keragaan jumlah penduduk Kecamatan Megamendung per-desa menurut jenis kelamin dan status kepala keluarga Tahun 2011 Jenis Kelamin No
Kepala Keluarga
Desa Laki–Laki
Perempuan
Jumlah
Tani
Non Tani
Jumlah
1
Megamendung
3.155
2.915
6.070
467
1.404
1.871
2
Cipayung Girang
4.787
3.468
9.155
573
1.722
2.295
3
Cipayung Datar
11.644
11.046
22.690
1.460
4.380
5.840
4
Gadog
3.472
3.151
6.623
439
1.318
1.757
5
Sukamahi
4.207
3.979
8.186
547
1.644
2.191
6
Sukamaju
3.354
3.119
6.473
437
1.315
1.752
7
Sukamanah
3.612
3.304
6.916
471
1.414
1.885
8
Sukaresmi
2.434
2.165
4.599
267
803
1.070
9
Sukakarya
3.529
3.107
6.636
423
1.271
1.694
10
Sukagalih
3.908
3.750
7.658
462
1.388
1.850
11
Kuta
3.134
2.916
6.050
436
1.308
1.744
Jumlah
47.236
43.820
91.056
5.983
17.966
23.949
Sumber: Monografi Kecamatan Megamendung, 2011 Tabel 12. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian JENIS MATA PENCAHARIAN ( ORANG ) NO
DESA
Perta-
Peter-
Peri-
Kehu-
nian
nakan
kanan
tanan
Jasa
Swas-
PNS
Buruh
ta
1
Megamendung
420
23
4
20
273
264
17
182
2
Cipayung
540
28
5
-
256
431
30
104
1.373
73
14
-
874
820
57
582
Girang 3
Cipayung Datar
4
Gadog
435
-
4
-
253
641
16
168
5
Sukamahi
515
27
5
-
377
692
21
218
6
Sukamaju
413
21
4
-
256
275
16
171
7
Sukamanah
467
-
4
-
275
312
17
183
50
Lanjutan Tabel 12. JENIS MATA PENCAHARIAN ( ORANG ) NO
DESA
Perta-
Peter-
Peri-
Kehu-
nian
nakan
kanan
tanan
8
Sukaresmi
260
-
2
Jasa
Swas-
PNS
Buruh
ta
5
157
164
10
104
9
Sukakarya
398
21
4
-
239
326
15
159
10
Sukagalih
426
23
4
9
259
246
16
172
11
Kuta
403
21
4
8
265
257
17
176
5.650
237
54
42
3.484
4.428
232
2.219
Jumlah
Sumber : Monografi Kecamatan Megamendung, 2011
Tabel 13. Jumlah penduduk tani menurut status kepemilikan lahan
NO
DESA
PEMILIK
PEMILIK PENGGARAP
PENG-
PENYE-
GARAP
KAP
BURUH TANI
JUMLAH
1
Megamendung
-
378
37
5
240
660
2
Cipayung Girang
-
465
70
5
394
934
3
Cipayung Datar
-
1.253
110
10
778
2.151
4
Gadog
-
398
35
2
223
658
5
Sukamahi
-
452
63
-
364
879
6
Sukamaju
-
361
50
2
284
697
7
Sukamanah
-
426
41
-
322
789
8
Sukaresmi
-
238
20
2
183
443
9
Sukakarya
-
357
39
2
285
683
10
Sukagalih
-
382
40
4
252
678
11
Kuta
-
353
48
2
191
594
Jumlah
-
5.065
553
32
3.616
9.166
Sumber: Monografi BP3K Ciawi, 2011
4.1.3 Produksi Sayuran Kecamatan Megamendung sebagai salah satu sentra pertanian sayuran unggulan di Jawa Barat memiliki luas lahan 2.140 Ha dengan produksi khusus sayuran mencapai 5.106,7 ton. Data akumulasi produksi dapat
51
dilihat pada Tabel 14. Namun, data tersebut merupakan data sayuran konvensional, karena dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor belum memiliki data khusus sayuran organik. Sayuran yang diproduksi oleh para Petani di Kecamatan Megamendung saat ini masih beragam. Ada produk sayuran yang aman untuk dikonsumsi dan memenuhi standar kesehatan (Prima III), ada yang sudah menggunakan sistem organik pada beberapa kelompok tani, namun belum memiliki sertifikat organik (Prima I). Selain itu ada perusahaan pembudidaya sayuran organik yang telah bersertifikat organik dan merupakan anak perusahaan asing (Korea) yaitu CV. Sirna Galih Abadi Jaya di desa Sirna Galih. Pertanian Prima III yang diterapkan oleh para Petani merupakan langkah awal dan secara gradual menuju pertanian organik. Penggunaan pestisida dan insektisida merupakan suatu kebutuhan untuk mempertahankan kuantitas produksi dan dosis yang digunakan masih dalam batas normal.
Tabel 14. Luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi tanaman sayuran di Kecamatan Megamendung pada tahun 2011
No
Komoditi 1
Bawang Daun
2
Luas Tanam
Luas panen
Produktivitas
Produksi
(Ha)
(Ha)
(Kw/Ha)
(Kw)
138
149
42,4
5.847
Kentang
-
-
-
-
3
Kubis
-
-
-
-
4
Kembang Kol
-
-
-
-
5
Petsai/Caisim
88
112
47,1
4.142
6
Wortel
99
104
53,0
5.250
7
Kacang Merah
71
55
29,2
2.070
8
Kacang Panjang
62
61
107,0
6.634
9
Cabe Besar
42
40
89,3
3.750
10
Cabe Rawit
5
8
56,0
280
11
Tomat
53
44
178,8
9.479
12
Terung
50
42
140,0
6.999
13
Buncis
63
49
105,0
6.616
14
Ketimun
-
-
-
-
15
Kangkung
-
-
-
-
52
Lanjutan Tabel 14.
No
Komoditi
Luas Tanam
Luas panen
Produktivitas
Produksi
(Ha)
(Ha)
(Kw/Ha)
(Kw)
16
Bayam
-
-
-
-
17
Labu Siam
-
-
-
-
18
Paprika
-
-
-
-
Jumlah
671
664
51.067
Pedoman budidaya sayuran yang baik Good Agricultural Practices (GAP) sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai panduan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang aman dikonsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan. Perwujudan penerapan budidaya sayuran yang baik dinyatakan dengan penerbitan nomor registrasi yang diberikan sebagai hasil penilaian kebun atau lahan usaha. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi, atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan untuk mencegah dan mengurangi timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Berikut ini disajikan teknik budidaya dari beberapa komoditas sayuran unggulan di Megamendung. a. Wortel
Gambar 7. Komoditas sayuran Wortel Wortel (Gambar 7) pada dasarnya adalah tanaman musim dingin. Pada suhu
150C-200C,
Wortel
dapat
tumbuh
secara
kondusif
untuk
pengembangan pertumbuhan maksimum, warna terbaik dan bentuk terbaik.
53
Suhu yang lebih tinggi membantu dalam produksi Wortel yang pendek dan tebal, sedangkan suhu yang lebih rendah menghasilkan Wortel yang lebih panjang dan ramping. Beberapa varietas asli dan varietas eksotis telah diaklimatisasi di beberapa negara agar dapat tahan terhadap panas. Kelembaban yang diperlukan untuk perkecambahan benih Wortel yang tepat berkisar di tingkat kelembaban 20%, meskipun Wortel dapat berkecambah dalam kondisi cukup kering. Pasokan air harus di jaga terus menerus tersedia untuk menjaga tanah dalam kondisi sukulen. Cuaca kering diikuti oleh cuaca basah kondusif untuk menghasilkan Wortel bermutu tinggi. Meskipun Wortel dapat tumbuh pada semua jenis tanah, ia tumbuh baik pada tanah, lempung dan gembur. Untuk awal pertumbuhan, tanah lempung berpasir lebih baik, untuk menghasilkan Wortel yang panjang, halus dan akar ramping. Wortel dengan standar mutu tersebut, diinginkan oleh pasar segar dan dihasilkan dari kondisi tanah berdrainase baik. Wortel tumbuh pada tanah berat cenderung lebih kasar daripada yang ditanam di tanah berpasir. Wortel tidak tumbuh baik pada tanah yang sangat asam. Kondisi pH optimum tanah harus berkisar 6,0-7,0. Benih Wortel yang lambat untuk berkecambah dan tanaman muda sangat halus, sehingga tanah tidak harus memiliki kecenderungan untuk memegang akar tanaman. Persiapan lahan dengan tahapan berikut : 1. Pencangkulan tanah dilakukan hingga kedalaman 40 cm, atau lebih, kemudian dibiarkan kena sinar matahari langsung, tambahkan pupuk kandang 1,5 kg/m2. 2. Buat bedengan dengan tinggi sekitar 15 cm, lebar 100 cm, panjang 10 cm, jarak antar bedengan sekitar 40 cm. 3. Pada bedengan buat beberapa parit dengan lebar 15 cm dan kedalaman 25 cm, serta jarak 40 cm. Isi dengan pupuk kandang sebanyak satu genggam untuk 10 m. Cara penanaman Wortel adalah : 1. Buat garis memanjang pada barisan yang telah diberi pupuk kandang.
54
2. Taburkan pada alur tersebut biji Wortel yang telah dicampur dengan pupuk kandang, agar penebarannya dapat merata dan tidak berhimpitan tumbuhnya. 3. Tutup kembali biji yang dialur dengan pukan setebal satu (1) cm, lalu tutup dengan jerami, atau daun pisang, dibuka setelah tanaman tumbuh. 4. Pupuk pertama pada saat tanam ditaburkan pada alur memanjang dengan jarak lima (5) cm dari posisi tanam. Pemeliharaan tanaman Wortel diupayakan sebagai berikut : 1. Penyiraman terus-menerus hingga biji berkecambah. 2. Pengaturan jarak tanam sejauh lima (5) cm dan penyiangan gulma. 3. Pembumbunan pangkal umbi yang kelihatan di permukaan tanah. 4. Tambahkan pemupukan ke dua pada saat tanaman umur 1-1,5 bulan. Terdiri dari urea 50 kg/ha dan KCl 20 kg/ha, dengan dialur lima (5) cm dari tanaman. Untuk tanaman organik, pemupukan menggunakan pupuk kompos organik Rekomendasi pupuk untuk Wortel pada tanah mineral dengan tingkat kandungan P dan K sedang disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Rekomendasi pupuk untuk tanaman Wortel Umur
Urea
ZA
SP36
KCI
Kg/ha/Musim Tanam Perplant
249
4 MST 6 MST
Target pH 6,5
311
112
-
124
56
-
124
56
-
Pengendalian hama penyakit tanaman (HPT) dilakukan bila perlu saja, yaitu bila terlihat gejala adanya serangga atau penyakit. Untuk tindakan preventif disemprotkan pestisida setiap minggu setelah tanam dengan insektisida, dosis sesuai anjuran. Insektisida yang digunakan diantaranya Desis, atau Antrakol. Panen pada umumnya sekitar umur 3-4 bulan, tergantung varietasnya. Saat panen yang tepat umbi tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Pemanenan dilakukan
55
secara hati-hati. Sebaiknya tanah digemburkan dahulu lalu umbi dicabut atau dapat juga dengan bantuan garpu. Perlakuan pasca panen sebagai berikut : 1. Setelah dikumpulkan umbi dicuci bersih dengan air yang mengalir, sambil dilakukan seleksi. Kemudian tiriskan diatas para-para hingga kering. 2. Bila tempat penjualan tidak terlalu jauh, umbi diikat dengan daunnya dengan berat sekitar 1,1-1,3 kg. 3. Bila tempat penjualanya jauh, daun dipotong sampai pangkal, deikian juga ujung umbi yang kecil. Dengan tujuan memudahkan dan meringankan saat pengangkutan.
b. Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas hortikultura yang dapat dikonsumsi sebagai sayur, atau buah segar, maupun dikonsumsi dalam bentuk olahan seperti saus Tomat. Tomat (Gambar 8) termasuk tanaman semusim berumur 4 (empat) bulan. Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh, karena mengandung vitamin C yang berguna sebagai antioksidan dan mineral yang diperlukan untuk kesehatan. Kandungan nilai gizi (per 100 g) adalah 20 kalori, 1 g protein, 0,3 g lemak, 4,2 g karbohidrat dan 5 mg kalsium. Secara umum Tomat dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (0-1.250 mdpl). Tomat menghendaki tanah latosol, andosol, aluvial, yang gembur, porus, subur, pH 5,5–6,5 dan curah hujan 750-1.250 mm/tahun serta kelembaban relatif 25%. Suhu udara rataan harian yang optimal untuk pertumbuhan tanaman Tomat 21 0C-28 0C. Teknis budidaya Tomat dapat berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah lain, bergantung kondisi lahan, ketinggian tempat, kondisi agroklimat, kebiasan dan kemampuan Petani bersangkutan, serta pembiayaan yang tersedia. Produksi Tomat Kecamatan Megamendung pada tahun 2011 mencapai 5.512 ton dengan luas areal 2.403 ha. Desa Megamendung dan Cipayung merupakan daerah utama penghasil Tomat di Kecamatan Megamendung dengan total produksi 1.825 ton dan luas areal 73 ha. Proses produksi Tomat di Kecamatan Megamendung masih tradisional dan belum banyak
56
menggunakan bantuan mesin. Teknik budidaya Tomat terdiri dari beberapa langkah, yaitu : 1) Persiapan lahan Pilih lahan yang gembur dan subur dengan pengairan yang baik. Pilih juga lahan yang sebelumnya tidak ditanami dengan Tomat atau tanaman lain yang masih dalam satu famili Solanaceae seperti cabai, terong, tembakau atau kentang
untuk memutus siklus organisme
pengganggu tanaman (OPT). Tanah diolah sempurna, kemudian dibuat bedengan dengan lebar 120-160 cm untuk barisan ganda dan 40-50 cm untuk barisan tunggal. Diantara bedengan dibuat parit dengan lebar 20-30 cm pada kedalaman 30 cm. 2) Persemaian Pilih
benih
Tomat
dari
varietas
unggul
yang
telah
direkomendasikan. Varietas yang umum digunakan adalah Permata, Safira dan Swadesi. Kebutuhan benih 200-300 g/ha dan populasi 25.00026.000 tanaman/ha. Siapkan media tanam yang merupakan campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1, kemudian masukkan dalam polibag. Masukkan benih satu per satu dalam polibag dan tutup tipis dengan tanah halus. Setelah benih berumur 8-10 hari, pilih bibit yang baik, tegar dan sehat. 3). Teknik Penanaman. Tanah dicangkul dan dibuat bedeng berukuran dua (2) m, panjang disesuaikan dengan petakan. Tinggi bedeng 30 cm dan jarak antar bedeng 30 cm. Di atas bedeng ditaburi pupuk organik 20 ton/ha, NPK (600 kg/ha), Nitrogen (150 kg/ha), Fosfat (100 kg/ha), Kalium (50 kg/ha). Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur 3–4 minggu dengan daun 5-6 helai. Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari. 4) Pemeliharaan Tanaman. Pupuk organik cair dapat diaplikasikan setiap tujuh (7) hari sekali dengan cara disemprotkan dengan takaran sesuai rekomendasi. Untuk menopang tanaman agar tidak mudah roboh, tanaman yang telah mencapai ketinggian 10–15 cm harus segera diikat pada ajir. Pengikatan diakukan
57
kembali setiap tanaman bertambah tinggi kurang lebih 20 cm. Tanaman diikat dengan bentuk seperti angka delapan (8) dengan tali plastik (rafia/rumput Jepang), sehingga tanaman tidak rusak tergesek oleh ajir.
Tabel 16. Pengendalian OPT sayuran Tomat No. 1. 2. 3.
4.
OPT Ulat tanah (Agotis ipsilon Hufn) Ulat buah (Helicoverpa Hubn) Lalat buah (Bactrocera sp)
Cara Pengendalian Sanitasi, memusnahkan larva.
Pengaturan waktu tanam dan tumpangsari dengan jagung. Dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur alam tanah, penggunaan perangkap atraktan Metil Eugenol Busuk daun atau buah Desinfeksi permukaan benih dengan (Phytophtora infestans) air hangat dan fungisida dimusnahkan.
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010. 5) Panen dan pasca panen Pemetikan buah Tomat dapat dilakukan pada tanaman yang telah berumur 60-100 hari setelah tanam. Penentuan waktu panen hanya berdasarkan umur panen tanaman sering kali kurang tepat karena banyak faktor lingkungan yang memengaruhinya, yaitu keadaan iklim setempat dan tanah. Kriteria masak petik optimal dapat dilihat dari warna kulit buah, ukuran buah, keadaan daun tanaman dan batang tanaman, yaitu : i. kulit buah berubah, dari warna hijau menjadi kekuning-kekuningan. ii. bagian tepi daun tua telah mengering. iii. batang tanaman menguning atau mengering. Waktu pemetikan (pagi, siang dan sore) juga berpengaruh pada mutu yang dipanen. Saat pemetikan buah Tomat yang baik adalah pada pagi, atau sore hari dan keadaan cuaca cerah. Pemetikan yang dilakukan pada siang hari dari segi teknis kurang menguntungkan, karena pada siang hari proses fotosintesis masih berlangsung sehingga mengurangi zat-zat gizi yang terkandung. Disamping itu, keadaan cuaca yang panas di siang hari dapat meningkatkan suhu dalam buah Tomat sehingga dapat mempercepat proses transpirasi (penguapan air) dalam buah.
58
Keadaan ini dapat dapat menyebabkan daya simpan buah Tomat menjadi lebih pendek. Cara memetik buah Tomat cukup dilakukan dengan memuntir buah secara hati-hati hingga tangkai buah terputus. Pemutiran buah harus dilakukan satu per satu dan dipilih buah yang sudah matang. Selanjutnya, buah Tomat yang sudah dipetik dapat langsung dimasukkan ke dalam keranjang untuk dikumpulkan di tempat penampungan. Tempat penampungan hasil panen Tomat hendaknya dipersiapkan di tempat yang teduh, atau dapat dibuatkan tenda di dalam kebun. Pemetikan buah Tomat tidak dapat dilakukan sampai 10 kali pemetikan, karena masaknya buah Tomat tidak bersamaan waktunya. Pemetikan buah Tomat dapat dilakukan setiap selang 2-3 hari sekali sampai seluruh Tomat habis terpetik.
Gambar 8. Komoditas sayuran Tomat c.
Caisim Sawi hijau atau Caisim (Brassica sinensis L.) daunnya panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Kandungan gizi yang terdapat pada Caisim adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Caisim (Gambar 9) akan tumbuh baik bila dibudidayakan di daerah ketinggian 100-500 m dari permukaan laut (dpl), dengan kondisi tanah gembur, banyak mengandung humus, subur dan drainase baik. Sayuran berdaun hijau ini termasuk tanaman yang tahan terhadap air hujan dan dapat dipanen sepanjang tahun tidak tergantung dengan musim. Masa panenpun juga terbilang cukup pendek, setelah 40 hari ditanam Caisim sudah dapat dipanen.
59
Budidaya Caisim akan tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki suhu 15 0C-30 0C dan memiliki curah hujan lebih dari 200 mm/bulan. Produksi Caisim Kecamatan Megamendung pada tahun 2011 mencapai 4.142 ton dengan luas areal 1.538 ha. Desa Megamendung merupakan
daerah
utama
penghasil
Caisim
di
Kecamatan
Megamendung dengan total produksi 1.402 ton dan luas areal 164 ha. Teknik budidaya Caisim terdiri dari beberapa langkah, yaitu : a.
Pembibitan Cara bertanam Caisim sebenarnya tidak berbeda jauh dengan budidaya sayuran pada umumnya. Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usahatani. Benih yang baik akan menghasilkan tanaman yang tumbuh dengan bagus. Kebutuhan benih Caisim untuk setiap hektar lahan tanam sekitar 750 g. Tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari dan penanaman Caisim yang akan dijadikan benih terpisah dari tanaman Caisim yang lain. Pembibitan dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk penanaman, karena lebih efisien dan benih akan lebih cepat beradaptasi terhadap lingkungannya. Ukuran bedengan pembibitan adalah lebar 80–120 cm dan panjangnya 1–3 meter. Curah hujan lebih
dari
200
mm/bulan,
tinggi
bedengan
20–30
cm.
Dua (2) minggu sebelum di tabur benih, bedengan pembibitan ditaburi dengan pupuk kandang. Cara melakukan pembibitan ialah benih ditabur, lalu ditutupi tanah setebal 1–2 cm, lalu disiram dengan sprayer, kemudian diamati 3–5 hari benih akan tumbuh setelah
berumur
3–4
minggu
sejak
disemaikan
tanaman
dipindahkan ke bedengan. b.
Pengolahan media tanam Pengolahan tanah dilakukan seperti penggemburan dan pembuatan bedengan. Tahap-tahap pengemburan adalah pencangkulan untuk memperbaiki struktur tanah dan sirkulasi udara dan pemberian pupuk dasar untuk memperbaiki fisik serta kimia tanah yang akan
60
menambah kesuburan lahan yang akan digunakan. Tanah yang hendak digemburkan harus dibersihkan dari bebatuan, rerumputan, semak, atau pepohonan yang tumbuh dan bebas dari daerah ternaungi, karena tanaman Caisim suka pada cahaya matahari secara langsung. Kedalaman tanah yang dicangkul adalah 20-40 cm. Pemberian pupuk organik sangat baik untuk penyiapan tanah. Sebagai contoh pemberian pupuk kandang yang baik adalah 10 ton/ha. Pupuk kandang diberikan saat penggemburan agar cepat merata dan bercampur dengan tanah yang akan digunakan. c.
Teknik penanaman Bedengan dengan ukuran lebar 120 cm dan panjang sesuai dengan ukuran petak tanah. Tinggi bedeng 20–30 cm dengan jarak antar bedeng 30
cm,
seminggu
sebelum
penanaman
dilakukan
pemupukan terlebih dahulu, yaitu pupuk kandang 10 ton/ha, TSP 100 kg/ha dan Kcl 75 kg/ha. Sedang jarak tanam dalam bedengan 40 x 40 cm, 30 x 30 dan 20 x 20 cm. d.
Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan adalah hal yang penting, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang didapat. Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah penyiraman. Penyiraman ini tergantung pada musim, bila musim penghujan dirasa berlebih, sehingga perlu melakukan pengurangan air yang ada, tetapi sebaliknya bila musim kemarau tiba harus menambah air demi kecukupan tanaman Caisim yang ditanam. Bila tidak terlalu panas maka penyiraman dilakukan sehari cukup sekali sore, atau pagi hari. Tahap selanjutnya penjarangan yang dilakukan 2 (dua) minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat dan selanjutnya dilakukan penyulaman. Caranya sangat mudah, yaitu tanaman yang mati, atau terserang hama
dan
penyakit
diganti
dengan
tanaman
yang baru.
Penyiangan biasanya dilakukan 2–4 kali selama masa pertanaman
61
Caisim, disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma pada bedeng penanaman. Biasanya penyiangan dilakukan 1 (satu), atau 2 (dua) minggu setelah penanaman. Apabila perlu dilakukan penggemburan dan pengguludan bersamaan dengan penyiangan. Untuk mencegah hama dan penyakit yang perlu diperhatikan adalah sanitasi dan drainase lahan. OPT utama adalah ulat daun (Plutella xylostella). Pengendalian dapat dilakukan dengan memanfaatkan
Diadegma
semiclausuma
sebagai
parasitoid.
Pestisida yang aman dan mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida biologi. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar, baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya. e.
Panen dan pasca panen Dalam hal pemanenan penting sekali diperhatikan umur panen dan cara panennya. Umur panen Caisim 40-50 hari (Gambar 9). Cara panen ada 2 (dua) macam, yaitu mencabut seluruh tanaman beserta akarnya dan dengan memotong bagian pangkal batang yang berada di atas tanah dengan pisau tajam. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
pasca
panen
Caisim
adalah
pencucian
dan
pembuangan kotoran, sortasi, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan.
Gambar 9. Komoditas sayuran Caisim
62
d. Lobak Lobak (Gambar 10) adalah tumbuhan yang termasuk famili Cruciferae. Bentuk umbi Lobak seperti Wortel, tapi isi dan kulitnya berwarna putih. Tanaman Lobak berasal dari negeri Cina, tapi, telah banyak diusahakan di Indonesia. Tanaman mudah ditanam baik di dataran rendah maupun tinggi (pegunungan). Saat ini daerah yang banyak ditanami Lobak adalah dataran tinggi Pangalengan, Pacet, Cipanas dan Bedugul. Luas areal tanaman Lobak di Indonesia saat ini berkisar 15.700 ha. Tanah yang baik untuk tanaman Lobak adalah tanah gembur, mengandung humus (subur) dan lapisan atasnya tidak mengandung kerikil (batu-batu kecil). Kemudian derajat keasaman tanah 5-6, sementara waktu tanam adalah musim hujan atau awal musim kemarau. Namun kalau menanam pada musim kemarau, tanaman harus cukup air.
Gambar 10. Komoditas sayuran Lobak
Lobak ditanam dari bijinya. Bibit Lobak tidak perlu didatangkan dari luar negeri (impor), cukup dari hasil biji sendiri karena tanaman ini mudah berbunga dan berbiji. Biji-biji tersebut dapat ditanam langsung di kebun tanpa disemai terlebih dulu. Untuk penanaman seluas satu (1) ha diperlukan biji sebanyak lima (5) kg. Menurut teori, untuk lahan seluas satu (1) ha diperlukan empat (4) kg biji dengan daya kecambah 75%. Sebelum biji ditanam, lahan yang akan ditanami diolah terlebih dulu dengan dicangkul sedalam 30-40 cm, kemudian diberi pupuk kandang, atau kompos 10 ton/ha. Setelah tanah diratakan, dibuat alur dengan jarak antaralur 30 cm. Sebaiknya alur tersebut dibuat membujur dari arah Barat ke
63
Timur agar sinar matahari masuk ke tanaman sebanyak-banyaknya. Selanjutnya biji-biji tersebut ditaburkan tipis merata sepanjang alur, kemudian ditutup tanah dengan tipis-tipis. Biji akan tumbuh setelah empat (4) hari kemudian. Setelah umur 2-3 minggu, tanaman mulai disiang sambil dibuat guludan. Guludan dibuat dengan cara tanah di sepanjang barisan tanaman ditinggikan. Sambil tanah didangir, tanaman diperjarang. Caranya tanaman yang tumbuh kerdil dicabut dan yang subur ditinggalkan. Setelah diperjarang, jarak tanaman menjadi 10-20 cm. Pada umumnya Petani jarang memberikan pupuk buatan. Akan tetapi agar diperoleh hasil yang memuaskan, tanaman Lobak sebenarnya perlu diberikan pupuk buatan. Pupuk buatan yang perlu diberikan adalah urea, TSP dengan perbandingan 1:2 sebanyak enam (6) g tiap tanaman. Pupuk di kanan-kiri batang tanaman dengan jarak lima (5) cm. Dengan demikian, untuk tanaman seluas satu (1) ha diperlukan 100 kg pupuk urea dan 200 kg TSP. Pupuk sebaiknya diberikan pada waktu tanah didangir. Untuk bertanam secara organik harus diperbanyak pupuk komposnya karena tidak menggunakan pupuk kimia. Kebutuhan rataan pupuk kandang, atau kompos ini adalah 20 ton per hektar, disesuaikan dengan tingkat kesuburan dan kondisi tanahnya.
e. Bayam Bayam (Gambar 11) memiliki nama latin Amaranthus sp yang dalam bahasa Inggrisnya Amaranth. Beberapa jenis/cultiva yang sering dibudidayakan adalah Kartika, Loli dan Maestro.
Gambar 11. Komoditas Bayam Bayam merupakan sayuran dataran tinggi tetapi dapat juga hidup di dataran rendah. Bayam menghendaki tanah yang subur dan gembur. pH tanah optimal bagi pertumbuhan Bayam adalah 7, selain itu pada pH yang terlalu
64
tinggi atau terlalu rendah Bayam tidak dapat tumbuh dengan baik. Pengolahan tanah dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk dasar, bedengan dibuat dengan ukuran 1×5 m dan dibuat agak tinggi untuk mencegah keluarnya benih Bayam pada saat disiram, diantara bedengan diberi parit untuk memudahkan penyiraman. Sebelum benih ditabur perlu dicampur dengan abu dengan perbandingan 1:10 bagian abu, penaburan benih dilakukan secara merata dan tidak menumpuk. Benih Bayam dapat ditaburkan pada alur baris sepanjang bedengan dengan jarak antar baris dalam satu bedengan + 20 cm. Benih yang telah ditabur segera ditutup tanah tipis-tipis secara merata kemudian disiram dengan sprayer pagi dan sore, kecuali jika turun hujan. Penyiraman dan penggemburan serta pengendalian hama dan penyakit sangat penting untuk dilakukan. Penyiangan gulma dan penggemburan dapat dilakukan pada 2 minggu setelah tanam, dan selanjutnya dua minggu sekali. Rekomendasi pupuk untuk Bayam menurut Maynard and Hoomuth (1999) dimuat Tabel 17. Tabel 17. Pemberian pupuk pada Bayam berdasarkan umur
Umur
Urea
SP36
ZA
KCL
Kg/hektar/musim tanam Sebelum Tanam Tiga
(3)
56
Minggu 56
250
90 90
Setelah Tanam
Pemberian pupuk pada Tabel 5, menunjukkan cara tanam secara konvensional, sedangkan untuk bertanam secara organik, tidak dipakai dosis tersebut. Sebagai penggantinya adalah menggunakan pupuk organik, baik kompos maupun pupuk cair organik dari pengolahan fermentasi hayati. Kebutuhan pupuk kandang atau kompos ini adalah 20 ton per hektar. Penyakit yang sering menyerang antara lain downy mildew yang ditandai dengan bagian atas menguning, daun bagian bawah berwarna hijau keunguan dan pada akhirnya berwarna coklat, sering menyerang pada musim hujan dan dingin.
65
Penyakit ini dapat diatasi dengan pembuangan daun yang terkena dan dengan penyemprotan fungisida dithane M-45 dengan dosis dua (2) gr/l. Untuk budidaya secara organik, diupayakan menggunakan pestisida nabati yang berasal dari daun, biji atau buah . Penyakit lainnya adalah virus mozaik cucumber yang ditandai dengan daun menyempit, mengecil dan menggulung, agar tidak meluas tanaman yang terinfeksi harus segera dimusnahkan. Pencegahan dapat dilakukan dengan penyemprotan hama lalat pembawa virus dengan Cymbush 100 EC, Rahwana 500 EC, atau Dupont Lanate 25WP. Selanjutnya adalah noda daun atau leaf spot sehingga meninggalkan noda coklat pada setengah bagian daun hingga meluas dan menghancurkan daun. Penyakit ini dapat diatasi dengan penyemprotan dithane M-45 dengan dosis dua (2) g/l untuk tanaman yang belum terserang. Penyakit ini juga dapat diatasi dengan penambahan magnesium (Mn) pada saat pengolahan tanah, atau dapat ditaburi dengan dolomite. Panen dapat dilakukan tiga (3) minggu setelah tanam, dengan memetik pucuk-pucuk daun.
4.2
Kelompok Tani Poktan adalah kumpulan Petani/peternak/pekebun yang dibentuk berdasarkan kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan sumber daya), keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Kelompok tani pada dasarnya adalah organisasi non formal di perdesaan yang ditumbuhkembangkan “dari, oleh dan untuk Petani”. Pengembangan
kelompok
tani
diarahkan
pada
peningkatan
kemampuan kelompok tani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan Poktan menjadi organisasi Petani yang kuat dan mandiri. Keragaan paradigma Poktan dapat dilihat pada Gambar 12.
66
- Kepemimpinan - Kewirausahaan - Manajerial
Petani
Kelompok Tani (Poktan)
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
Kemitraan Usaha
( - Modal Usaha - Sarana dan prasarana - Penghargaan
Unit Usaha Jasa
Unit Usaha Saprodi, Saprotan
Unit Usaha Pengolahan hasil/pasca panen
Unit Usaha Pemasaran Hasil
Unit Usaha Simpan Pinjam
Gambar 12. Paradigma model pengembangan kelembagaan Petani (Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Kementerian Pertanian, 2010) Pembentukan Poktan dimaksudkan untuk membantu para Petani mengorganisasikan dirinya terutama dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, permodalan, akses pasar, akses teknologi dan informasi, serta meningkatkan kesejahteraan para Petani. Arah pengembangan kelembagaan poktan adalah terbentuknya Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di suatu desa. Gapoktan merupakan kumpulan dari kelompokkelompok tani yang bergabung dalam satu kepengurusan, untuk mencapai tujuan dan kemajuan bersama. Di dalam gapoktan ini terdapat beberapa unit usaha yang turut membantu anggotanya dalam menjalankan usahatani dan pengolahan hasil hingga ke pemasaran dan distribusi hasil pertanian. Adanya unit usaha simpan pinjam dalam gapoktan adalah untuk membantu kemudahan dan kelancaran dalam modal usahatani, hal ini dapat dikembangkan menjadi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). LKMA ini merupakan embrio, atau cikal bakal untuk dapat terbentuknya Koperasi Petani. Saat ini Poktan yang ada di Kecamatan Megamendung berjumlah 32 Poktan di bidang pertanian. Sebagai pelaku utama dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan, kelembagaan tani perlu diperkuat, karena Poktan merupakan pusat penyelenggaraan usahatani.
67
Kelembagaan tani dapat dilihat pada Tabel 18. Dalam rangka memperkuat usaha kelompok perlu ditumbuh kembangkan fasilitas pendukung. Fasilitas pendukung dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 18. Data Kelembagaan Tani berdasarkan Kelas Kemampuan BP3K Wilayah Ciawi pada tahun 2011
NO
1
JUM-
ANG-
LAH
GOTA
(UNIT)
(ORANG)
KELOMPOK TANI
122
2440
KELOMPOK TERNAK
47
KELOMPOK
KELEMBAGAAN TANI YANG DITUMBUHKAN
JUMLAH
KLASIFIKASI (KELOMPOK) Pe-
Lan-
Ma-
Uta-
mula
jut
dya
ma
34
25
68
27
2
940
15
17
21
7
2
11
165
6
6
4
1
-
15
300
8
4
8
2
-
16
69
16
-
-
-
-
6
42
6
6
-
-
-
2
24
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
80
4
-
-
-
-
1
22
6
-
-
-
-
1
25
1
-
221
4107
98
58
101
37
4
DESA
PEMBUDIDAYA IKAN KELOMPOK TANI HUTAN 2
GABUNGAN KELOMPOK TANI
3
KELOMPOK WANITA TANI
4
KELOMPOK TARUNA TANI
5
REGU PEMBERANTAS HAMA
6
PERHIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR ( P3A) MC
7
ASOSIASI PETANI DAN PEDAGANG SAYURAN INDONESIA (APPSI)
8
LUMBUNG PANGAN
Jumlah
Sumber : Program P3K. BP3K Wilayah Ciawi, 2012
68
Tabel 19. Fasilitas Pendukung Usahatani, Usaha Pembudidaya Ikan dan Kehutanan BP3K Wilayah Ciawi pada tahun 2011
NO KECAMATAN
JENIS FASILITAS (a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
(k)
1
Ciawi
3
1
-
2
2
10
1
5
5
1
-
2
Megamendung
-
1
-
-
2
7
2
5
3
-
-
3
Cisarua
1
3
2
2
1
11
2
4
7
1
-
4
5
2
4
5
28
5
14
15
2
Jumlah Keterangan : (a) : Pos Penyuluhan Desa (b) : P4S (c) : SPKP (d) : LKM – A (e) : Bank Perkreditan
-
(f) : Kios Sapurodi (g) : Pasar (h) : Traktor (i) : Huller (j) : KUD
Peningkatan produktivitas sangat ditentukan oleh penerapan teknologi usahatani oleh Petani, selain terpenuhinya sarana produksi. Data penerapan teknologi usahatani dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Data keragaan penerapan teknologi usahatani oleh Petani subsektor tanaman pangan dan hortikultura Tahun 2011
NO
KOMODITAS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
32,50
67,25
35,00
50,25
52,15
60,00
42,15
56,00
72,00
50,25
Kedelai
65,00
75,00
65,00
45,50
68,20
50,50
55,00
60,50
60,00
65,00
Kacang Tanah
50,25
62,15
55,25
32,15
56,25
40,25
45,00
62,50
65,50
42,00
Ubi Kayu
32,15
60,00
80,00
25,00
42,00
30,00
25,50
27,00
55,00
67,00
Ubi Jalar
45,00
50,50
52,15
30,25
20,15
40,50
15,00
35,50
60,50
55,25
Jagung
45,25
70,50
80,00
42,00
55,00
35,15
37,00
72,00
75,50
60,00
Bawang Daun
42,00
85,00
70,00
55,00
60,00
45,00
50,00
65,00
80,00
75,00
Kubis
75,00
65,50
67,00
60,00
62,00
50,25
55,00
60,00
72,00
60,00
Wortel
40,00
60,00
35,00
30,00
45,00
40,00
45,25
50,50
65,00
68,25
1
Padi Sawah
2
Palawija :
3
TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI ( TPT ) / ( % )
Sayuran :
69
Lanjutan Tabel 20.
NO
KOMODITAS
TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI ( TPT ) / ( % ) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
55,25
65,00
50,50
51,25
62,00
46,25
65,50
60,15
60,00
50,00
Cabe Rawit
50,00
60,00
65,00
40,00
50,25
40,00
58,25
55,15
65,00
45,00
Tomat
65,00
62,15
70,00
60,00
55,00
50,25
65,00
62,15
60,25
62,15
Caisin
50,15
55,50
65,30
45,00
60,00
55,00
60,25
55,25
67,25
55,25
Kacang
50,50
62,15
56,25
47,25
50,15
45,15
40,25
40,25
65,50
50,50
37,25
56,40
60,15
48,00
45,20
40,25
42,15
38,20
60,00
60,00
Pisang
32,15
52,50
58,25
25,00
40,50
37,50
25,00
50,50
60,00
50,00
Alpukat
49,10
50,00
56,25
40,00
42,00
30,25
30,25
40,00
50,25
40,50
Nangka
40,00
55,25
52,50
38,00
30,50
35,00
20,50
35,25
35,15
35,00
Krisan
55,25
65,85
60,50
35,00
65,00
60,75
65,25
70,00
75,00
85,00
Aglonema
37,25
57,25
50,25
40,25
65,50
72,10
61,10
25,25
60,40
75,00
Cabe
Merah
Keriting
Panjang Terong 4
5
Buah – buahan
Tanaman hias :
Sumber : Data Impact Point Penyuluh BP3K Wilayah Ciawi, 2012. Keterangan : 1. Benih / bibit 2. Pengolahan tanah 3. Jarak tanam 4. Penggiliran varietas 5. Pemupukan
6. Tata guna air 7. ZPT / PPC 8. Pengendalian hama penyakit (PHT) 9. Panen 10. Pasca panen
Wilayah Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (BP3K) Ciawi merupakan pengembang beberapa komoditi unggulan yang diharapkan akan mampu mengungkit peningkatan pendapatan para pelaku utama yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan dan harkat derajat kaum tani, sehingga mampu menolong dirinya sendiri. Beberapa komoditi yang menjadi andalan wilayah BP3K Ciawi dapat dilihat pada Tabel 21.
70
Tabel 21. Data keragaan tingkat pengelolaan usahatani di BP3K Wilayah Ciawi Tahun 2011 (Sektor Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan) LUAS / HA NO
KOMODITI
1
Padi sawah
2
Palawija
3
TANAM
PRODUKTIVITAS & PRODUKSI
PANEN
Produktivitas (kwt) / kuartal
Produksi (ton) / kuartal
Bentuk Hasil
2.743
2.431
67,0
162.877
GKP
Jagung
630
515
95,1
4.897,65
Tongkol
Kedelai
12
8
16
12,8
Biji
Ubi Kayu
30
12
160
336
Ubi basah
Ubi Jalar
217
112
185,4
2.076,48
Ubi basah
Kacang Tanah
15
10
31
31
Talas
112
93
142,15
1.321,99
Bawang Daun
300
273
99
245,7
Daun
Kubis
25
20
220
440
Bunga
Wortel
260
241
135
3.253,5
Ubi basah
75
52
92
478,4
Buah segar
Cabe Rawit
30
22
38
83,6
Buah segar
Tomat
83
70
185
1295
Buah segar
Caisin
310
282
65
1.833
Daun
Kacang
5
5
40
20
Buah
8
6
80
48
Buah
Pisang
48.650
23.000
0,32
736
Buah
Alpukat
102
16,5
0,65
10,72
Buah
Nangka
12,2
7,2
0,5
0,36
Buah muda
1,5
1,5
100.000
1.500.000
1
1
5.000
5.000
Rumpun
Cengkeh
67
13
0,8
1,04
Bunga
Kelapa
42
21
100
840.000
Buah
Polong Ubi basah
Sayuran
Cabe
Merah
Keriting
Panjang Terung 4
Buah
–
buahan
5
Tanaman hias Krisan Aglonema
6
Bunga
Perkebunan
71
Lanjutan Tabel 21. LUAS / HA NO
KOMODITI
TANAM
PRODUKTIVITAS & PRODUKSI
PANEN
Produktivitas (kwt) / kuartal
Produksi (ton) /
Bentuk hasil
kuartal
Pala
60
15
115
1,72
Buah
Jahe
0,5
0,5
250
12,5
Rimpang
2
1
60
6
Kapulaga
Buah
Sumber : Data UPT PTTP HPK VII, 2011
4.3 Analisa Usahatani Analisa usahatani pada kajian ini menggunakan kelayakan sederhana dengan melibatkan beberapa faktor produksi yang terkait dengan pasokan bahan baku dan nilai produk pada kondisi rantai pasok kelompok tani Tunas Tani. Pada analisis kelayakan usahatani sayuran organik, batasan-batasan serta pengukuran variabel yang digunakan adalah : 1. Usahatani mencakup aktivitas kegiatan tani pada lahan skala 1.000 m2 yang terkait erat dengan komoditi hortikultura, khususnya sayuran organik dalam bentuk produk akhir dari Petani, yang akan menjadi input untuk usaha restoran maupun retail besar yang mengemas dan memasarkan produk sayuran organik. 2. Distribusi produk adalah proses sampainya hasil produksi dari Petani, kemudian pengumpul, atau bandar dan retail hingga terakhir sampai ke konsumen. Baik konsumen supermarket/swalayan maupun konsumen restoran dan hotel. 3. Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam produksi sayuran organik, dari benih/bibit menjadi produk sayuran siap jual. 4. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung pada jumlah produksi produk sayuran organik. Biaya ini terdiri dari biaya penyusutan peralatan kerja dan bahan pendukung, atau biaya lainnya diluar biaya variabel
72
5. Biaya penyusutan adalah biaya yang disusutkan setiap tahun, dimana alat atau mesin semakin lama semakin turun kemampuan, serta efisiensinya. 6. Biaya produksi adalah biaya yang jumlah nilainya dipengaruhi oleh jumlah produk sayuran organik yang dihasilkan, seperti biaya input (benih), pupuk, pestisida nabati, bahan pendukung dan upah tenaga kerja. 7. Input utama adalah benih atau bibit sayuran organik yang akan ditanam/budidaya menjadi produk sayuran organik. 9. Tenaga kerja adalah para pekerja keluarga dan luar keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam proses produksi dinyatakan dalam orang/hari kerja. 10. Upah tenaga kerja adalah pengeluaran yang digunakan untuk membayar tenaga kerja dalam proses produksi (Rp/proses produksi) 11. Output adalah banyaknya hasil olahan yang diperoleh dalam satu kali proses produksi (kg) 12. Keuntungan adalah hasil yang didapat dari nilai tambah penerimaan dikurangi dengan sejumlah biaya produksi yang dikeluarkan (Rp). Berdasarkan pertimbangan analisa pasar produk sayuran organik, maka usahatani sayuran organik perlu pengembangan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang diproyeksikan semakin meningkat. Pengembangan usaha dilakukan dengan menambah luasan lahan budidaya dan populasi sayuran organik agar dapat menghasilkan produk sayuran organik yang sesuai dengan permintaan pasar. Semakin besar jumlah produk yang dapat dijual berarti memperbesar peluang kemungkinan mendapatkan laba yang lebih banyak. Analisa kelayakan usahatani secara organik maupun konvensional dilakukan pada produk pilihan yaitu Bayam (Lampiran 8 dan 9), Caisim (Lampiran 10 dan 11), Wortel (Lampiran 12 dan 13), Tomat (Lampiran 14 dan 15) dan Lobak (Lampiran 16 dan 17). Kajian ini dilakukan untuk membandingkan nilai tambah komoditi sayuran organik dengan sayuran konvensional. Hasil perhitungan kelayakan sayuran organik dan konvensional secara ringkas disajikan pada Tabel 22. Skala usaha yang digunakan adalah 1.000 m2 lahan yang dimiliki oleh Petani dan diperhitungkan dengan sistem
73
sewa per musim tanam sesuai dengan jenis komoditinya. Harga ditingkat Petani berdasarkan survey dan penelitian di lapangan. Tabel 22. Perbandingan nilai keuntungan sayuran organik dan konvensional pada skala 1.000 m2 No
Komoditi Pilihan
Organik R/C BEP Ratio Produksi Harga (kg) (Rp) 2,33 373 2.741
Keuntungan (Rp) 662.500
Konvensional R/C BEP Ratio Produksi Harga (kg) (Rp) 1,36 613 1.838
1
Bayam
Keuntungan (Rp) 3.110.000
2
Caisim
3.930.000
2,61
489
1.918
1.070.000
1,55
965
1.287
3
Wortel
6.595.000
3,31
439
2.039
1.302.500
1,59
879
1.570
4
Tomat
17.215.000
3,61
732
3.136
4.822.500
2,15
1.393
1.393
5
Lobak
6.410.000
3,11
715
1.448
2.117.500
1,89
1.588
794
Berdasarkan metode penghitungan keuntungan, untuk sayuran organik lebih menguntungkan dibandingkan non organik/konvensional. Tetapi, Petani menghadapi risiko yang lebih besar untuk kasus penjualan di tingkat Supermarket dan hal ini tidak masuk dalam perhitungan Petani. Petani dihadapkan pada dua (2) risiko besar yaitu risiko produksi dan risiko pasar (marketing). Risiko produksi masuk ke dalam kalkulasi/perhitungan kelayakan, seperti kerusakan akibat iklim maupun serangan hama dan penyakit. Sedangkan risiko pasar, petani belum memiliki bargaining position
atau
kemampuan
untuk
negosiasi,
baik
di
tingkat
pemasok/pengumpul maupun Supermarket. Hal ini menyebabkan Petani dalam kondisi tertekan dan menerima kontrak maupun perjanjian yang sebenarnya merugikan Petani. Sayuran organik memiliki potensi alternatif bagi Petani dalam memberikan sumbangan dan kontribusi terhadap perekonomian Petani sehingga tetap harus dilestarikan dan ditingkatkan dalam segi mutu, produktivitas dan pasar. Sumbangan yang potensial ini, didukung dengan keikutsertaan peran perempuan, baik istri, anak, maupun saudara dalam keluarga Petani.
74
Dari analisis kelayakan usahatani sayuran organik dan konvensional pada Tabel 22 di atas, didapatkan nilai kriteria kelayakan usahatani berikut : 1.
R/C Ratio Perbandingan total revenue (penerimaan) dan cost (biaya) dapat ditentukan sebagai perbandingan nilai penerimaan ekuivalen terhadap nilai biaya ekuivalen. Berdasarkan analisis perhitungan R/C ratio terhadap usahatani Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak secara organik, masing-masing diperoleh nilai 2,33; 2,61; 3,31; 3,61 dan 3,11 (masing-masing lebih dari 1). Nilai R/C ratio lebih besar dari 1 menunjukan bahwa pengembangan usahatani sayuran organik layak untuk dilaksanakan dan menguntungkan. Pada pengembangan usahatani ini diperhitungkan pula terhadap risiko kerusakan. Kerusakan usahatani sayuran dapat disebabkan oleh faktor cuaca, iklim tidak menentu, maupun serangan hama penyakit tanaman dan kegagalan panen lainnya. Jika dibandingkan dengan usahatani konvensional, maka nilai R/C ratio untuk usahatani organik lebih besar. Nilai R/C ratio untuk usahatani konvensional pada produk Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak berturut-turut 1,36; 1,55; 1,59; 2,15 dan 1,89 (masingmasing lebih dari 1). Nilai ini menunjukkan usahatani pada komoditi pilihan tersebut secara konvensional pun layak untuk dikembangkan. Namun bila dibandingkan dengan sistem organik, masih kurang memberikan nilai tambah. Yang membedakan nilai tambah antara usahatani organik dan konvensional diantaranya adalah harga jual produk. Perbandingan harga jual produk ditingkat Petani untuk sayuran organik dan konvensional disajikan pada Tabel 23.
75
Tabel 23. Perbandingan harga sayuran organik dan konvensional pada komoditi pilihan di tingkat Petani No
Komoditi Pilihan
1
Bayam
Harga Jual di Tingkat Petani (Rp) Organik Konvensional 7,000 2,500
2
Caisim
5,000
1,800
3
Wortel
7,000
2,500
4
Tomat
10,000
3,000
5
Lobak
5,000
1,500
Usahatani
organik
memberikan
nilai
tambah
lebih
tinggi
dibandingkan dengan usahatani konvensional. Hal ini dapat dilihat dari keuntungan dan harga jual produk yang lebih tinggi pada sayuran organik. Sehingga usahatani organik layak untuk dikembangkan dengan berbasis
pada
Petani
dan
keluarganya,
untuk
meningkatkan
kesejahteraan keluarga tani.
2.
Break Event Point (BEP) Analisis titik impas (BEP) merupakan suatu gambaran kondisi produksi yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Berdasarkan analisis perhitungan BEP produk diketahui bahwa titik impas pengembangan usahatani sayuran organik pada Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak berturut-turut 373 kg, 489 kg, 439 kg, 732 kg dan 715 kg produk agar mencapai keseimbangan pada tingkat harga masing-masing Rp7.000, Rp5.000, Rp7.000, Rp10.000 dan Rp5.000. Nilai ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan usahatani
76
konvensional yang memiliki nilai BEP produksi untuk Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak berturut-turut 613 kg, 965 kg, 879 kg, 1.393 kg dan 1.588 kg pada tingkat harga masing-masing Rp2.500, Rp1.800, Rp2.500, Rp3.000 dan Rp1.500. Usahatani organik merupakan salah satu usaha masa depan yang diharapkan karena dengan luas lahan yang sama, meskipun produktivitasnya lebih sedikit tetapi memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan usahatani konvensional karena harga jual produknya lebih tinggi. 4.4
Analisis Lingkungan Usaha Analisis lingkungan usaha adalah proses awal dalam manajemen strategi
yang
bertujuan
untuk
memantau
lingkungan
perusahaan.
Lingkungan perusahaan mencakup semua faktor, baik yang berada di dalam, maupun di luar perusahaan. Secara garis besar analisis lingkungan usaha dapat dikategorikan ke dalam dua (2) bagian besar, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal perusahaan 4.4.1 Identifikasi Faktor Internal Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada dalam organisasi dan secara normal memiliki implikasi langsung pada aktivitas organisasi. Analisis faktor internal merupakan proses identifikasi terhadap faktor kekuatan dan kelemahan dari dalam perusahaan. Lingkungan internal dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan fungsional, yaitu analisis yang dilakukan pada masing-masing fungsi dalam kelompok tani dengan mengkaji manajemen, pemasaran, keuangan, kegiatan produksi dan operasi, seperti disajikan pada Tabel 24.
77
Tabel 24. Faktor internal strategi rantai pasok sayuran organik di Megamendung Faktor Internal
Kekuatan
Kelemahan
Manajemen
1. Hubungan baik yang terjalin antara ketua dengan anggota kelompok tani 2. Ada pendampingan dan pembinaan oleh PPL 3. Ada kesadaran untuk berkelompok
1. Kemampuan manajemen SDM masih rendah 2. Sulitnya mengajak ke budidaya sayuran organik 3. Sulitnya menembus pasar organik, sebab dibutuhkan persyaratan khusus dan prosedural sertifikasi organik yang tidak mudah dijangkau Petani 4. Mental Petani bila merugi sulit bangkit kembali
Pemasaran
1. Memiliki jaringan pasar dengan pengumpul/Bandar 2. Memiliki standar harga tinggi
Keuangan
1. Ketua kelompok memiliki skill yang cukup dalam pengelolaan keuangan dan penghimpunan dana
1. Harga sayuran organik hampir sama dengan harga sayuran semi organik. 2. Tidak semua kelompok memiliki kemitraan yang mendukung pasar sayuran organik 3. Kurangnya promosi sayuran organik 4. Harga ditingkat Petani tergantung mitra, maka harganya jauh lebih rendah 5. Produk Petani jika dijual ke pasar organik, reject/returnya masih tinggi hampir 50% tidak masuk kualifikasi grade mutu 1. Biaya produksi produk organik terlalu tinggi 2. Keterbatasan modal 3. Belum terbentuknya Koperasi organik di Megamendung
78
Lanjutan Tabel 24.
Faktor Internal
Kekuatan
Kelemahan
Produksi dan operasi
1. Sayuran yang diproduksi beraneka ragam. 2. Kondisi geografis mendukung 3. Pertanian ramah lingkungan (Prima III) 4. Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi 5. Ketersediaan tenaga kerja 6. Ketersediaan sumber bahan pupuk kompos (limbah kotoran sapi)
1. Kebutuhan pupuk dan pestisida alami sangat tinggi. 2. Sertifikasi produk organik belum ada 3. Belum memiliki kemasan dan label organik. 4. Teknologi produksi masih sederhana 5. Pasokan benih belum menentu, masih ada beberapa yang dibuat sendiri oleh Petani tanpa ada kontrol genetik. 6. Volume dan kontinuitas produk belum stabil 7. Umumnya budidaya di lahan kering, sulitnya sumber air yang belum tercemar
Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal di Megamendung, terdapat beberapa kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk menuju pertanian organik. Mengingat lahan yang terbatas dan sempit, maka dibutuhkan penggabungan antara Petani agar volume dan kontinuitas produk bisa mencapai target pasar. Untuk itu perlu adanya kesadaran untuk berusaha secara berkelompok dan memiliki koordinator, atau ketua kelompok yang dapat berfungsi dalam arah produksi anggotanya. Di Megamendung kesadaran untuk berkelompok sudah relatif bagus. Kelompok tani sebagai wadah belajar dan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara para Petani memiliki peranan penting dalam menghadapi tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan, serta meningkatkan kesejahteraan Petani. Hal itu didukung pula oleh kehadiran petugas penyuluh lapangan (PPL) yang memiliki wilayah kerja dan pembinaan di daerah Megamendung. PPL secara intensif melakukan pertemuan dengan kelompok dan memberikan masukan serta mengevaluasi dinamika dan
79
kegiatan Poktan. Hubungan baik antara ketua dan anggota Poktan dapat mencapai skala ekonomi, baik kuantitas, mutu, maupun kontinuitas. Kekuatan lain yang dimiliki oleh Poktan adalah sayuran yang diproduksi beraneka ragam, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi (Prima III), serta pertanian ramah lingkungan juga menjadi modal untuk menuju pertanian organik. Didukung oleh kondisi geogafis, ketersediaan tenaga kerja dan juga ketersediaan sumber pupuk kompos (limbah kotoran sapi). Beberapa hal yang menjadi kelemahan menuju pertanian organik di Megamendung antara lain adalah kemampuan SDM masih rendah, sulitnya mengajak ke budidaya sayuran organik walaupun keinginan Petani untuk budidaya organik sudah ada. Para Petani enggan untuk memproduksi sayuran organik karena harga sayuran yang diproduksi secara konvensional hampir sama dengan harga sayuran yang diproduksi secara organik. Meskipun kelompok tani memiliki pola tanam yang sudah baik, namun mutu, kuantitas dan kontinuitas produk masih belum terjaga. Kemudian sulitnya menembus pasar organik, sebab dibutuhkan persyaratan khusus dan prosedural sertifikasi organik yang tidak mudah dijangkau Petani di Megamendung. Lebih lanjut keterbatasan akses pasar juga merupakan kelemahan untuk mengembangkan pertanian organik. Tidak semua kelompok memiliki kemitraan yang mendukung pasar sayuran organik. Selain itu produk Petani jika dijual ke pasar organik, reject/returnya masih tinggi hampir 50% tidak masuk kualifikasi grade mutu. Sehingga banyak Petani yang mengeluhkan hal ini, akan dijual kemana sisanya, bila dijual ke pasar konvensional pasti harganya jatuh sementara cost produksinya tinggi. Mutu produk sayuran organik berawal pula dari benih yang ditanamnya. Sementara ini pasokan benih belum menentu, masih ada beberapa yang dibuat sendiri oleh Petani tanpa ada kontrol genetif. Kurangnya promosi, biaya produksi sayuran organik yang tinggi (terutama sertifikasi), keterbatasan modal, kebutuhan pupuk dan pestisida alami sangat tinggi, belum memiliki kemasan dan label organik, teknologi produksi masih sederhana juga merupakan bagian dari
80
kelemahan yang dihadapi oleh para Petani di Megamendung untuk mengembangkan pertanian organik.
4.4.2 Identifikasi Faktor Eksternal Identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal menghasilkan rumusan mengenai peluang dan ancaman yang dihadapi. Rumusan peluang dan ancaman tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi pengembangan strategi rantai pasok produk sayuran organik di Megamendung. Aspek-aspek yang ditinjau antara lain ekonomi, sosial budaya, demografi, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan kompetitif. Tabel 25 menunjukan faktor eksternal strategi rantai pasok produk sayuran organik di Megamendung. Tabel 25. Faktor eksternal strategi rantai pasok produk sayuran organik di Megamendung Faktor Eksternal
Peluang
Ancaman
Ekonomi
Harga jual lebih tinggi dari Belum adanya jaminan pada produk konvensional pasar untuk produk sayuran organik, Petani terancam kerugian
Sosial budaya, demogafi
1. Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat. 2. Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature. 3. Loyalitas konsumen organik tinggi. 4. Asosiasi pertanian organik 5. Penumbuhan kelompok tani di wilayah Megamendung
1. Serangan hama dan penyakit perusak tanaman. 2. Iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil produksi 3. Beberapa Petani beralih ke usaha berkebun rumput untuk ternak sapi 4. Semakin tingginya alih fungsi lahan 5. Menurunnya kesuburan tanah (lahan) pertanian.
81
Lanjutan Tabel 25. Faktor Eksternal
Peluang
Ancaman
Politik, pemerintah, dan hukum
1. Kebijakan pemerintah mengenai progam “Go organik. 2. Dukungan pembinaan dari pemda 3. Sektor pertanian merupakan program unggulan.
1. Tarif ekspor sayuran tinggi 2. Politik dagang pengusaha organik/pesaing
Teknologi
1. Kemajuan teknologi informasi dan pengolahan pangan. 2. Pembinaan oleh PPL mengenai teknologi budidaya dan dinamika kelompok
1. Akses Petani terhadap data dan informasi agribisnis belum optimal.
Kompetitif
1. Sistem kontrak (kuota permintaan)
1. Konsinyasi harga dari para agen tengkulak 2. Munculnya pengusaha luar yang bermodal dan memonopoli pasar
Selama ini sayuran yang diproduksi di Megamendung masih berada pada tahap Prima-III (sayuran aman dikonsumsi) dan profit yang didapatkan masih dapat menutupi biaya produksi. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat, perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung back to nature, loyalitas konsumen organik tinggi, adanya asosiasi pertanian organik, kebijakan pemerintah mengenai progam “Go organik”, kemajuan teknologi informasi pengolahan pangan, pembinaan teknologi dan dinamika kelompok oleh PPL, penumbuhan kelompok tani dan sistem kontrak (kuota permintaan)
akan mendorong peningkatan
permintaan sayuran organik. Dalam hal ini bila permintaan sayuran organik tinggi, kemudian diikuti oleh biaya produksi yang efisien, serta harga jual
82
yang tinggi akan memberikan nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan para Petani. Berdasarkan identifikasi faktor eksternal, terdapat beberapa ancaman untuk menuju pertanian organik di Megamendung, diantaranya serangan hama dan penyakit perusak tanaman, iklim dan cuaca yang tidak menentu, tarif ekspor sayuran tinggi, serta konsinyasi harga dari para agen, atau tengkulak, munculnya pengusaha bermodal yang menguasai dan monopoli pasar.
4.4.3 Analisis Matriks IFE Berdasarkan hasil analisis faktor internal, maka selanjutnya akan diidentifikasi beberapa hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan kelompok tani. Setelah faktor-faktor strategi internal kelompok tani yang meliputi kekuatan dan kelemahan, maka dilakukan pengisian kuesioner. Penetapan bobot dan rating melibatkan beberapa pihak antara lain : 1. Ketua Kelompok Tani “Harapan Kita” 2. Ketua Kelompok Tani “Taruna Tani” 3. Manager Produksi “CV. Sirna Galih Abadi Jaya” 4. Ketua Kelompok Tani ”Tunas Tani’ 5. Ketua Kelompok Tani ”Mekar Jaya” 6. Asisten Manajer PT. Lion Superindo cabang Cikaret selaku retail sayuran organik 7. Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Bogor 8. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor Proses pembobotan IFE dapat dilihat pada Lampiran 18. Berdasarkan penilaian responden terhadap faktor kunci internal strategi pengembangan rantai pasok produksi sayuran organik di Megamendung, total skor rataan IFE 2,448, secara rinci disajikan pada Tabel 26. Hal ini dapat diartikan kemampuan kelompok tani untuk memanfaatkan kekuatan yang ada dan mengatasi kelemahan tergolong rataan.
83
Tabel 26. Analisis matriks IFE Faktor - Faktor Internal
Bobot
Rating
Kekuatan A Penjadwalan musim tanam dan panen
(a)
(b)
Nilai Tertimbang (a x b)
0,084
3,6
0,303
B
Dinamika kelompok tani
0,061
3,9
0,237
C
Produk diminati konsumen (ramah lingkungan)
0,074
3,6
0,266
D
Ketersediaan bahan baku pupuk
0,067
3,8
0,254
E
Lokasi geografi menunjang
0,078
3,7
0,290
F
Sudah menerapkan Just In Time (JIT) dan penjadwalan pengiriman
0,070
3,9
0,271
Kelemahan G Kemampuan manajerial Petani rendah
0,064
1,2
0,077
H
Sulitnya akses sertifikasi organik
0,058
1,4
0,082
I
Harga tergantung pengumpul, atau mitra
0,060
1,3
0,078
J
Biaya perawatan tanaman tinggi
0,060
1,4
0,085
K
Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit
0,066
1,4
0,092
L
Mutu produk Petani rendah (retur 50%)
0,058
1,4
0,081
M
Arus keuangan/pembayaran tertunda
0,062
1,4
0,086
N
Fasilitas penelitian/demplot Petani kurang memadai
0,060
1,2
0,073
O
Pasokan dan teknologi produksi benih bermutu masih rendah
0,062
1,5
0,093
Kapasitas dan kontinuitas produk belum stabil
0,063
1,3
0,082
P
2,448
Total
1,000
Pada Tabel 26, hasil perhitungan matriks IFE terlihat bahwa penjadwalan musim tanam dan panen (skor 0,303) merupakan kekuatan utama dalam strategi produksi sayuran organik di Megamendung. Dengan demikian, sistem produksi sayuran yang aman dikonsumsi dapat menjadi langkah utama menuju pertanian organik murni. Lokasi geografi yang mendukung menempati posisi kedua dengan jumlah skor 0,290. Sudah menerapkan Just In Time (JIT) dan penjadwalan pengiriman adalah faktor ketiga dalam kekuatan internal dengan jumlah skor 0,271. Kemudian produk
84
diminati konsumen (ramah lingkungan) (skor 0,266), ketersediaan bahan baku pupuk (skor 0,254), Dinamika kelompok tani (skor 0,237) menambah kekuatan yang dimiliki kelompok tani. Kelemahan utama dari sistem pertanian organik adalah Pasokan dan teknologi produksi benih bermutu masih rendah (skor 0,093). Kelemahan ini didukung oleh Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit (skor 0,092). Faktor lain yang menjadi kelemahan adalah Arus keuangan/pembayaran tertunda (skor 0,086), Biaya perawatan tanaman tinggi (skor 0,085), Sulitnya akses sertifikasi organik (0,082), Kapasitas dan kontinuitas produk belum stabil (0,082), Mutu produk Petani rendah (retur 50%) (0,081), Harga tergantung pengumpul atau mitra (0,078), Kemampuan manajerial Petani rendah (0,077) dan Fasilitas riset/demplot Petani kurang memadai (0,073).
4.4.4 Analisis Matriks EFE Matriks EFE berisi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh kelompok tani. Pemberian bobot pada matriks EFE sama seperti pemberian bobot pada matriks IFE. Proses pembobotan pada matriks EFE ini dapat dilihat pada Lampiran 19 . Berdasarkan penilaian responden terhadap faktor kunci eksternal strategi produksi sayuran organik di Megamendung, total skor rataan EFE 2,720 (Tabel 27). Hal ini dapat diartikan kemampuan kelompok tani untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada dan mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh Poktan tergolong rataan.
85
Tabel 27. Analisis matriks EFE Bobot
Rating
(a)
(b)
Nilai Tertimbang (a x b)
Lapangan (PPL)
0,079
3,4
0,267
B
Kuota permintaan belum semua terpenuhi
0,084
3,5
0,294
C
Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan
0,078
3,3
0,258
D
Rintisan pasar sayuran higienis
0,081
3,3
0,269
E
Tingkat harga bersaing
0,075
3,1
0,232
F
Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati
0,077
3,2
0,247
G
Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010”
0,088
3,3
0,290
Loyalitas konsumen organik yang tinggi
0,082
3,4
0,278
0,096
1,6
0,154
Faktor- Faktor Eksternal Peluang Dukungan dan pembinaan Petugas Penyuluh A
H
Ancaman I Perubahan iklim/cuaca J
Alih fungsi lahan
0,100
2
0,200
K
Serangan hama penyakit tanaman
0,083
1,6
0,132
L
Monopoli oleh pengusaha besar
0,083
1,2
0,100
Total
1,000
2,720
Pada Tabel 27, terlihat bahwa Kuota permintaan belum semua terpenuhi (skor 0,294) merupakan peluang utama untuk produksi sayuran organik di Megamendung. Kemudian kemajuan Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010” (skor 0,290), Loyalitas konsumen organik yang tinggi (skor 0,278), Rintisan pasar sayuran higienis (skor 0,269), Dukungan dan pembinaan PPL (skor 0,267), Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan (skor 0,258), Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati (skor 0,247) dan Tingkat harga bersaing (skor 0,232) adalah peluang-peluang untuk menuju pertanian organik di Megamendung. Ancaman utama yang dihadapi dalam produksi sayuran organik di Megamendung antara lain adalah Alih fungsi lahan (skor 0,20). Selain itu Perubahan iklim/cuaca (skor 0,154), Serangan hama penyakit tanaman (skor
86
0,132) dan Monopoli oleh pengusaha besar (skor 0,100) merupakan ancaman lain yang menghambat pertanian organik di Megamendung. Matriks IE Dari hasil evaluasi dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka akan lebih dipertajam dengan analisis internal dan eksternal yang menghasilkan matriks Internal-External (IE). Kegunaan matriks IE adalah untuk mengetahui posisi kelompok tani saat ini. Informasi spesifik tentang lingkungan internal, maupun eksternal perusahaan mengacu pada satu cara untuk mendapatkan suatu kemampuan strategi antara peluang eksternal dan kekuatan internal. Pemetaan posisi perusahaan sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi. Dengan nilai matriks IFE 2,448, artinya faktor internal berada pada posisi rataan. Sedangkan total nilai tertimbang pada matriks EFE adalah 2,720 memperlihatkan respon yang diberikan oleh kelompok tani terhadap lingkungan eksternal tergolong rataan. Posisi kelompok tani di Megamendung berada pada Kuadran V (hold and maintain) yaitu memiliki kemampuan internal dan eksternal rataan. Poktan yang masuk ke dalam kuadran ini sebaiknya dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Gambar 13 menunjukan hasil analisis matriks IE kelompok tani di Megamendung. Total Nilai IFE Diberi Bobot Kuat
Rataan
Lemah
3,0 – 4,0
2,0 – 2,99
1,0 – 1,99
3,0
4,0
2,448
2,0
1,0
Tinggi 3,0 – 4,0 Diberi Bobot
Total Nilai EFE
4.5
3,0
Menengah 2,0 – 2,99
(II)
(III)
2,720 2,0
Rendah 1,0 – 1,99
(I)
1,0
(IV)
(V)
(VI)
(VII)
(VIII)
(IX)
Gambar 13. Analisis matriks IE kelompok tani di Megamendung
87
Berdasarkan pemetaan matriks IE, Poktan di Megamendung masuk ke dalam sel Kuadran V, yang merupakan strategi hold and maintain, tetapi nilai tersebut adalah berdasarkan pada penghitungan. Tingkat sensitivitas dari metode ini belum diperhitungkan, sehingga belum diketahui apakah posisi Poktan seperti keadaan yang sebenarnya. Pada strategi Kuadran V tersebut, selain mempertahankan dan memelihara, kondisi Poktan di lapangan masih memerlukan pengembangan pasar dan peningkatan mutu maupun produktivitas dari sayuran organik yang dikembangkan.
4.6
Analisis Matriks SWOT Analisis menggunakan matriks SWOT adalah identifikasi sistematis atas kondisi internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan, serta lingkungan eksternal yang menjadi peluang dan ancaman yang dihadapi kelompok tani. Tujuan dari tahap pencocokan (matriks SWOT) adalah untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak, bukan untuk memilih strategi mana yang terbaik. Tidak semua alternatif strategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT akan dipilih dan diimplementasikan. Dengan analisa ini diharapkan Poktan dapat menyusun strategi bersaing berdasarkan kombinasi antara faktor- faktor internal dan eksternal yang telah disajikan dalam matriks IFE dan EFE, sehingga pada akhirnya didapatkan strategi yang sesuai berdasarkan posisi dan kondisi kelompok tani. Strategi ini terdiri dari strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Hasil analisis matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 28.
88
Tabel 28. Analisis matriks SWOT kelompok tani di Megamendung
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Peluang (Opportunities–O) 1. Dukungan dan pembinaan PPL 2. Kuota permintaan belum semua terpenuhi 3. Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan 4. Rintisan pasar sayuran higienis 5. Tingkat harga bersaing 6. Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati 7. Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010” 8. Loyalitas konsumen organik tinggi Ancaman (Threats–T) 1. Perubahan iklim/cuaca 2. Alih fungsi lahan 3. Serangan hama penyakit tanaman 4. Monopoli oleh pengusaha besar
Kekuatan (Strengths–S)
Kelemahan (Weakness–W)
1. Penjadwalan musim tanam dan panen 2. Dinamika kelompok tani 3. Produk diminati konsumen (ramah lingkungan) 4. Ketersediaan bahan baku pupuk 5. Lokasi geografi menunjang 6. Sudah menerapkan JIT dan penjadwalan pengiriman
1. 2. 3.
Kemampuan manajerial Petani rendah Sulitnya akses sertifikasi organik Harga tergantung pengumpul, atau mitra 4. Biaya perawatan tanaman tinggi 5. Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit 6. Mutu produk Petani rendah (retur 50%) 7. Arus keuangan/pembayaran tertunda 8. Fasilitas riset/demplot Petani kurang memadai 9. Pasokan dan teknologi produksi benih bermutu masih rendah 10. Kapasitas dan kontinuitas produk belum stabil
Strategi S–O 1. Inovasi kelembagaan dan restrukturisasi jaringan rantai pasok (S2, O1, O2, O7) 2. Peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis (STA) (S1, O4, O8) 3. Pengembangan produk sayuran organik berorientasi pasar (S3, O2, O4, O8)
Strategi W–O 1.
Melakukan perencanaan bersama anggota kelompok dan pasar/mitra pengumpul (W1, W8, O1, O6) 2. Memperbaiki dan meningkatkan efektifitas budidaya dengan mengurangi limbah (W4, W6, O1) 3. Membangun kemampuan dan keahlian Petani/pemasok melalui pelatihan dan penggunaan metode perbaikan berkesinambungan yang tepat (W9, W10, O1, O6)
Strategi S–T 1. Penguatan fungsi mata rantai kelembagaan Poktan melalui pembentukan koperasi sayur organik (S2, S3, S6, T4) 2. Perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi iklim dan cuaca tidak menentu. (S1, S5, T1) 3. Pemetaan lokasi tanam yang strategik (S5, T2)
Strategi W–T 1.
2. 3.
Menyusun SOP produksi benih dan budidaya sayuran organik, serta menerapkan SL-PHT untuk meningkatkan mutu (W6, W9, T3) Memperluas akses pasar produk sayur organik. (W3, W7, T4) Mengembangkan kemitraan dengan pasar Swalayan, menuju standar mutu di pasar terdiversifikasi (W2, W5, T4)
89
1.
Strategi S–O (Strengths–Opportunities) Strategi S–O adalah strategi yang menggunakan kekuatan internal perusahaan dengan memanfaatkan
peluang eksternal. Inovasi
kelembagaan dan restrukturisasi jaringan rantai pasok di Megamendung perlu dilakukan untuk mendukung tercapainya kuota permintaan terhadap produk sayuran organik. Tersebarluasnya pasar dan jaringan rantai pemasaran dapat mendukung program pemerintah “Go Organik”. Selama ini produk dan pasar sayuran organik di Megamendung masih belum stabil. Hal ini disebabkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produk masih belum optimal. Ketidakstabilan mutu, kuantitas dan kontinuitas membuat pelaku pasar enggan untuk membina kontrak kerjasama dengan para Petani. Dalam pertanian organik, yang menjadi perhatian utama adalah proses, yaitu bahan-bahan yang digunakan harus bebas dari kontaminasi bahan kimia. Kemudian pola tanam yang terencana dan teratur diperlukan untuk menjaga kuantitas pasokan permintaan konsumen. Ketersediaan produk secara kontinyu akan membuat konsumen semakin loyal demi meningkatkan mutu hidup. 2.
Strategi W–O (Weakness–Opportunities) Strategi W–O merupakan strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi yang diusulkan untuk produksi dan rantai pasok sayuran organik di Megamendung adalah : a. Melakukan perencanaan bersama anggota kelompok dan pasar/mitra pengumpul. b. Memperbaiki dan meningkatkan efektifitas budidaya dengan mengurangi limbah c. Membangun kemampuan dan keahlian Petani/pemasok melalui pelatihan dan penggunaan metode perbaikan berkesinambungan yang tepat
90
3.
Strategi S–T (Strengths–Threats) Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk meminimalisasi ancaman eksternal. Penguatan mata rantai melalui kelembagaan Petani dan perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi iklim dan cuaca yang tidak menentu, merupakan strategi yang dapat dikembangkan. Pola tanam adalah usaha yang dilakukan dengan melaksanakan penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dari tanaman dan tata urutan tanaman selama periode tertentu, termasuk masa pengolahan tanah. Penerapan pola tanam harus dilaksanakan dengan sistem yang benar dan sesuai dengan kondisi lahan yang akan dijadikan sebagai media tanam. Pola tanam yang baik dapat menyediakan produk sesuai dengan kebutuhan atau permintaan dari konsumen. Strategi lain yang dapat dilakukan oleh kelompok tani di Megamendung yaitu membangun dan memperkuat daerah pemasaran yang sudah ada. Keberadaan pasar mempunyai fungsi yang sangat penting.
Bagi
mempermudah
kelompok proses
tani,
pasar
penyaluran
menjadi
produk
tempat
kepada
untuk
konsumen.
Memanfaatkan pasar yang sudah ada dapat dijadikan sebagai peluang, mengingat
daerah pemasaran
produk sayuran
organik
di
Megamendung saat ini masih terbatas. Saat ini pasar yang paling dekat dan paling mudah diakses oleh kelompok tani
untuk memasarkan
sayuran organik adalah PT. Agato dan CV. Sirna Galih Abadi Jaya. 4.
Strategi W–T (Weakness–Threats) Strategi W-T adalah taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Strategi yang dapat diterapkan oleh kelompok tani adalah melakukan riset pasar untuk memantau perkembangan pemasaran produk, harga dan tingkat persaingan. Memperkenalkan dan menginformasikan produk sayuran organik perlu dilakukan untuk menarik minat konsumen. Promosi dapat dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
91
lain melalui pameran, iklan media massa maupun cetak, menyebarkan brosur, dan sebagainya. Strategi lain yang dapat dilakukan oleh Poktan adalah memperluas akses pasar produk sayuran organik. Selama ini akses pasar merupakan salah satu kelemahan yang dihadapi oleh para Petani, maupun Poktan di Megamendung. Kelompok tani di Megamendung belum memiliki informasi yang lengkap, atau rinci terkait pasar yang akan ditembus bila memasarkan produk. Padahal kemampuan mengakses pasar merupakan salah satu kunci pokok dalam bersaing. Kemudian posisi produsen (Petani) perlu diperkuat agar memiliki daya tawar, serta akses konsumen ke Petani diperluas, agar rantai distribusi lebih efisien. Ketidakstabilan harga merupakan ancaman bagi para Petani untuk memasarkan produknya. Mengingat harga merupakan unsur yang sangat sensitif bagi Petani, maka dibutuhkan akses pasar yang lebih luas. Dengan demikian perluasan akses pasar akan memberi nilai tambah bagi Petani, terutama dalam menghadapi persaingan harga dan memudahkan konsumen untuk mendapatkan produk. 4.7
Tahap Keputusan Matriks QSPM Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merupakan teknik yang secara obyektif dapat menetapkan strategi alternatif yang harus diprioritaskan. Dalam pengembangan QSPM, dibuat daftar kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang, serta nilai bobot rataan sesuai matriks IFE dan EFE. Nilai Attractiveness Score (AS) menunjukan daya tarik dari masing-masing strategi terhadap faktor kunci internal dan eksternal perusahaan. Penentuan nilai AS diperoleh melalui kuesioner yang ditujukan kepada Kasi Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil penilaian QSPM, maka diperoleh urutan dari nilai TAS paling tinggi hingga paling rendah. Dari hasil analisis QSPM (Lampiran 20) diperoleh prioritas strategi, yaitu peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis (STA)
92
(skor 5.448). Kemampuan mengakses pasar merupakan salah satu kunci pokok dalam bersaing. Ketersediaan pasar dan saluran distribusi produk juga sangat dibutuhkan untuk menyampaikan produk sayuran organik kepada konsumen. Kemudian posisi produsen (Petani maupun kelompok tani) perlu diperkuat agar memiliki daya tawar dan akses konsumen ke Petani diperluas agar rantai distribusi lebih efisien. Dengan demikian ketersediaan produk akan berdampak positif pada loyalitas konsumen. Seluruh alternatif strategi tersebut dapat diperingkat sebagai berikut : 1. Peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis (5,448) 2. Perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi iklim dan cuaca tidak menentu (5,429) 3. Memperbaiki
dan
meningkatkan
efektifitas
budidaya
dengan
mengurangi limbah (5,369) 4. Memperluas akses pasar produk sayur organik (5,368) 5. Menyusun SOP produksi benih dan budidaya sayuran organik, serta menerapkan SL-PHT untuk meningkatkan mutu (5,318) 6. Melakukan perencanaan bersama anggota kelompok dan pasar/mitra pengumpul (5,315) 7. Penguatan fungsi mata rantai kelembagaan kelompok tani melalui pembentukan koperasi sayur organik (5,271) 8. Membangun kemampuan dan keahlian Petani/pemasok melalui pelatihan dan penggunaan metode perbaikan berkesinambungan yang tepat (5,246) 9. Inovasi kelembagaan dan restrukturisasi jaringan rantai pasok (5,226) Dari berbagai alternatif strategi, ditarik secara keseluruhan bahwa pengembangan rantai pasok sayuran organik di Megamendung tidak terlepas dari usaha produksi, atau budidaya dan jaminan pasar bagi Petani. Strategi produksi yang baik diperlukan agar dapat mengetahui titi mangsa, atau waktu yang tepat dalam perencanaan pola tanam. Selain itu, dalam mengatasi ancaman alih fungsi lahan diupayakan pemetaan lokasi produksi yang tepat, sehingga kelangsungan siklus usahatani sayuran organik dapat terpelihara dengan baik. Stategi pasar diperlukan dalam pengembangan
93
rantai pasok, dimana bandar/pengumpul berkepentingan menyalurkan kembali produk sayuran organik kepada retailer/swalayan dan restoran.
4.8 Analisis Kondisi Rantai Pasok di Megamendung Di dalam perencanaan rantai pasok tidak terlepas dari informasi pasar, yang merupakan salah satu kebutuhan penting yang dirasakan oleh Petani. Jenis informasi pasar yang dibutuhkan dapat mencakup : 1. Waktu pemasaran yang tepat agar memperoleh harga yang memadai 2. Jumlah yang tepat sesuai kebutuhan permintaan/pasar 3. Mutu sesuai permintaan pasar/konsumen Pada Petani yang menjalin kemitraan usaha dalam pemasaran hasilnya, terdapat beberapa informasi yang dibutuhkan antara lain jumlah produk yang diperkirakan dapat diserap pasar, waktu yang tepat untuk pengiriman barang dan kemasan merupakan kebutuhan informasi yang perlu diupayakan setiap saat. Pada Petani di luar pola kemitraan, dimana tujuan pemasaran hasil lainnya umumnya ke pasaran luas (terutama pasar tradisional), maka informasi waktu dan jumlah yang dipasarkan merupakan hal yang diketahui secara baik. Pada pedagang pemasok, informasi mutu produk sayuran organik yang dibutuhkan misalnya besar diameter produk untuk Wortel, Lobak, Tomat dan persyaratan lainnya tergantung kebutuhan pemasok. Sumber informasi yang diperoleh Petani dalam hal tujuan pemasaran, sebagian besar diperoleh dari perusahaan mitra dan para pedagang. Selanjutnya penggunaan informasi pasar tersebut digunakan baik sepenuhnya untuk pengelolaan usahataninya maupun hanya untuk sebagian kegiatan usahataninya. Model rantai pasok pada komunitas kelompok tani Tunas Tani diperlihatkan pada Gambar 14. Input diperoleh dari Toko Obat untuk pasokan benih sayuran organik yang tidak diproduksi oleh Petani, sedangkan untuk komoditas Bayam, sawi, jagung, buncis, Wortel, kacang tanah, kacang edamame dan terong, diproduksi sendiri oleh Petani dengan pembinaan dari PPL.
94
Produsen bibit/benih, pupuk (anggota Petani lain dalam satu Poktan)
Poktan pembudidaya Sayuran organik
Pasar Tradisional
Konsumen
Pengumpul (Ibu Sisca)
Restoran Jepang dan Korea
Swalayan
Outlet Sayuran Organik (Milik Ibu Sisca)
Konsumen
Gambar 14. Model rantai pasok pada Poktan Tunas Tani Proses pengendalian mutu di tingkat Petani terbatas sampai dengan penyortiran. Untuk produk tertentu, sisa dari proses ini dijual ke pasar tradisional dengan melepaskan identitas organiknya, dan ini sangat merugikan Petani. Sebab bila tidak dijual ke pasar tradisional, Petani belum memiliki lembaga ataupun wadah khusus yang dapat menampung produk-produk organik yang sisa dari pensortiran tersebut. Selain produk sisa, biasanya ekses produk karena panen melebihi dari permintaan pengumpul, namun hanya pada produk-produk tertentu saja. Misalnya Wortel, Tomat dan Cabe Merah Keriting. Pada model ini, Petani berperan sebagai produsen utama sayuran organik dengan komoditas seperti pada Tabel 29.
95
Tabel 29. Permintaan dan harga rataan komoditas sayuran organik produksi Poktan Tunas Tani, Megamendung No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Komoditas Tomat Cabe Merah Keriting Bayam Kangkung Wortel Jagung Manis Jagung Sayur Daun Bawang Kacang Tanah Caisim Pak Choy Slada Cost Slada Keriting Lobak Total
Permintaan/Minggu (Kg) 20 20 10 10 50 50 10 3 20 10-15 10-15 5 5 35 203-213
Harga (Rp) 5.000-6.000 20.000-25.000 7.000 6.000 6.000-7.000 4.000 6.000 6.000 7.000 4.000 4.000 10.000 6.000 3000
Mekanisme transaksi penjualan produk ke pengumpul adalah dibayarkan dalam tempo dua (2) minggu setelah pengambilan. Pengumpul dalam hal ini Ibu Sisca akan akan datang langsung ke lokasi dengan membawa mobil kontainer. Produk diangkut dalam bentuk curah. Dari pihak pengumpul akan memberikan informasi produk-produk yang diminta beserta harga yang sesuai. Keputusan diambil melalui mekanisme musyawarah bersama Poktan Tunas Tani, termasuk jadwal tanam masing-masing anggota Poktan. Poktan diketuai oleh Hj Dede Supria selaku koordinator musim tanam. Anggota Poktan yang tergabung ada 25 orang, bergerak di bidang sayuran organik berjumlah 9 orang termasuk Ketua, terdiri dari Hj Dede, Karno, Ilyas, Makhil, Dana, Jaja, Djumani, Sholah dan Ucok. Sedangkan yang lainnya bergerak di bidang peternakan, perikanan dan perkebunan. Anggota kelompok yang bergerak di bidang peternakan ini, memasok bahan baku pupuk kandang kepada anggota lain yang bergerak di bidang sayuran organik. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di kebun ada sebelas (11) orang terdiri dari enam (6) orang wanita dan lima (5) orang pria, di luar keluarga. Pola budidaya yang paling banyak diusahakan adalah polikultur, atau tumpangsari.
96
4.8.1 Struktur Rantai Pasokan Struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi di Indonesia memiliki karakteristik rantai yang berbeda-beda. Struktur rantai terdiri dari anggota rantai pasokan, aktivitas rantai pasokan dan pola aliran rantai pasokan. a. Anggota Rantai Pasok Anggota rantai pasok yang menjelaskan aliran komoditas mulai dari hulu sampai hilir dijelaskan pada Tabel 30. Tabel 30. Anggota Rantai Pasok Produk Sayuran Organik di Megamendung Tingkatan Produsen
Anggota Petani luar Petani inti dan plasma Petani yang tergabung dalam Poktan
Proses Budidaya Pembelian Pengemasan Distribusi Penjualan
Aktivitas Melakukan pembelian bibit, kotoran hewan, pengolahan pupuk kompos, penanaman, perawatan, pemanenan. Petani inti melakukan distribusi sayuran organik, Petani plasma menjual kepada Petani inti sedangkan Petani luar melakukan penjualan ke bandar. Petani anggota dalam satu kelompok menjual kepada Ketua sebagai koordinator penjualan dan distribusi, atau Koperasi bila sudah terbentuk
Pengolah Hulu
Pengumpul/ bandar Pemilik outlet/toko (Fresh Market) Eksportir
Pembelian Sortasi Pengemasan Pengangkutan Penyimpanan Penjualan
Melakukan pembelian Sayuran organik dari Koperasi, atau Poktan , selanjutnya disortasi oleh pemilik outlet/toko dan pengumpul yang lebih besar. Kemudian setelah dikemas dijual ke pengolah hilir, atau didistribusikan ke perusahaan agro penghasil sayuran organik yang kapasitasnya lebih besar dan memiliki jaringan pasar lebih luas
97
Lanjutan Tabel 30. Tingkatan Pengolah Hilir
Anggota Pemasok Supermarket Pedagang pasar Perusahaan agro Eksportir
Proses Pembelian Sortasi Pengolahan Penyimpanan Penjualan
Ritel
Supermarket/ Hypermarket/ Swalayan yang membuka gerai sayuran organik Pasar tradisional Fresh Market Restoran Masyarakat umum
Pembelian Melakukan pembelian dari Penyimpanan distributor/perusahaan Penjualan agro/eksportir untuk selanjutnya penjualan ke konsumen (end user)
Restoran Tamu/pelanggan
Pembelian
Konsumen
Konsumen pelanggan restoran
Pembelian
Aktivitas Produk sayuran organik yang telah dikemas, ditimbang selanjutnya didistribusikan untuk dipasarkan ke ritel. Didistribusikan sebagai pasokan bahan baku untuk diproduksi menjadi sajian di restoran (Restoran Korea, Jepang, Taiwan).
Melakukan pembelian Produk sayuran organik dari distributor, ritel, supermarket dan eksportir untuk diolah menjadi sajian pilihan menu makanan restoran dan bagi masyarakat umum langsung dikonsumsi/dimasak untuk dinikmati Melakukan pembelian dan menikmati hidangan menu berbahan produk sayuran organik
b. Entitas Rantai Pasokan Entitas rantai pasokan menggambarkan unsur-unsur di dalam rantai pasokan. Unsur-unsur ditinjau dari produk, pasar, stakeholder rantai pasokan dan situasi persaingan. Produk sayuran organik memiliki banyak jenis dan macam sayuran, baik sayuran daun, bunga maupun sayuran buah. Yang membedakan produk sayuran organik berdasarkan mutu dan keseragaman produk. Entitas rantai pasokan terdiri dari produk, pasar, stakeholder. Penjelasan masing-masing entitas rantai pasokan berikut :
98
1. Produk Produk sayuran organik di Megamendung, khususnya di Poktan Tunas Tani diklasifikasikan berdasarkan mutunya menjadi dua (2), yaitu A dan B dicantumkan
dalam
Tabel
31.
Mutu
A
ditujukan
untuk
supermarket/hypermarket/swalayan dan toko yang menjual gerai produk organik, serta mutu B ditujukan untuk restoran. Tabel 31. Standar mutu produk Sayuran Organik untuk beberapa produk pilihan Standar Wortel Ukuran Warna Tekstur Tomat Ukuran Warna Tekstur Caisim Ukuran Warna Tekstur Lobak Ukuran Warna Tekstur Bayam Ukuran Warna
Tekstur
Mutu A
Mutu B
25-30 cm Cerah kemerah-merahan Halus
10-15 cm Ada warna hijau afkir Belah, bercabang
8-10 biji /kg Merah cerah Tidak ada belah, bentuk bagus, tidak busuk
14-15 biji/kg Agak kehitaman Agak belah/retak, gepeng, ada bercak
30-35 cm Warna hijau tua cerah, tidak banyak berlubang
20-25 cm Ada bercak kekuningan Daun banyak berlubang
20-25 cm Putih Halus
10-15 cm Ada warna kehijauan Halus
30-35 cm Hijau cerah, tidak ada bintik hitam dan kuning
20-25 cm Terdapat warna kekuningan dan bintik hitam Banyak berlubang
Sedikit berlubang
2. Pasar Pasar terdiri dari Restoran dan pasar modern/supermarket/swalayan yang membuka gerai produk sayuran organik. Restoran merupakan restoran tertentu saja, seperti restoran Taiwan, restoran Jepang dan restoran Korea yang ada di Jakarta. Sebelum sampai kepada pasar utama tersebut, sebelumnya melibatkan
99
pengumpul/bandar yang akan menghubungkan produk sehingga sampai ke tujuan utama hingga kepada konsumen. 3. Stakeholder i. Petani/ Poktan Poktan merupakan gabungan dari beberapa Petani dalam suatu hamparan yang memiliki kesamaan dalam usahatani, dalam hal ini usahatani sayuran organik dan saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, mencari solusi atas beberapa permasalahan secara bersama pula. Salah satu Poktan yang bergerak di bidang sayuran organik adalah Kelompok Tunas Tani, yang diketuai oleh Bapak H Dede, di desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung. Dalam Poktan masih banyak peluang yang dapat dikembangkan, antara lain penggabungan dengan Poktan lain yang memiliki karakteristik usaha yang sama atau usaha lain yang mendukung, untuk menjadi Gapoktan. Usaha yang saling terkait ini ini misalnya ada kelompok peternak sapi, kambing atau ayam dan kelompok tani pengolah hasil pertanian. Antar kelompok dapat saling bekerjasama dalam mendukung rantai pasokan untuk pupuk dan benih sayuran organik. Ketersediaan pupuk kandang adalah salah satu modal utama tercapainya usahatani sayuran organik di Poktan Tunas Tani dan sekitarnya. Poktan mendapatkan informasi dari pengumpul atau bandar mengenai jumlah permintaan dan pasar sayuran organik. Informasi budidaya dan pengendalian hama dan penyakit khususnya pada sayuran, Petani dapatkan dari PPL maupun dari sesama anggota kelompok. Sebagai pemasok produk sayuran organik, Petani melakukan kegiatan budidaya yang terus menerus dengan sistem tumpangsari. ii. Bandar/pengumpul Bandar, atau pengumpul merupakan anggota rantai pasok yang memberikan informasi jumlah permintaan dan informasi pasar lainnya seperti harga dan fluktuasi pasar. Bandar akan menargetkan harga tertentu kepada Petani, umumnya ini sangat merugikan Petani karena harga yang dipatok rendah. Berbeda halnya apabila sudah memiliki kemitraan, ada
100
kerjasama melalui Poktan, meskipun melalui pengumpul namun bisa memperoleh harga yang lebih baik. Hal ini karen ada kontinyuitas dan spesifikasi mutu yang diharapkan. Informasi standar mutu dan spesifikasi produk inilah yang akan menjadi dasar bagi Petani dan kelompok tani untuk berproduksi dengan baik dan benar. Memiliki kalender musim tanam yang baik dan tepat panen, menjadwal anggotanya untuk menanam jenis sayuran tertentu yang ditargetkan dengan tepat sasaran. iii. Perusahaan agro Perusahaan agro yang dimaksud adalah perusahaan yang bergerak di bidang usahatani dengan modal yang lebih besar, memiliki jaringan pasar yang lebih luas dan memiliki sertifikasi organik. Karena memiliki jaringan yang luas tentu saja ada beberapa permintaan yang belum terpenuhi semua. Sehingga masih membuka peluang bagi Petani, atau Poktan untuk memasok beberapa produk sayuran organik dengan mutu dan harga yang ditentukan. Pola rantai ini dapat berkembang kepada model kemitraan apabila kelompok tani dapat secara kontinyu memenuhi permintaan pasar. Oleh perusahaan agro akan disalurkan kepada supermarket, atau swalayan lainnya yang membuka gerai produk organik. iv. Bank Bank dalam hal ini bisa masuk ke dalam anggota rantai pasok, peranannya sebagai tempat menambah modal pinjaman bagi Petani, atau Poktan untuk kelangsungan usahatani organik. Namun pada kesempatan lain bank memiliki peranan sebagai tempat atau sarana untuk transaksi penjualan produk sayuran organik dari bandar/pengumpul maupun perusahaan kepada Petani atau kelompok tani atas pasokan produknya. Bagi beberapa anggota Petani ada yang menerima giro dari pengumpul/bandar, yang selanjutnya dapat ditukarkan pada koperasi kelompok tani sebagai bukti/agunan untuk mencairkan sejumlah dana talangan untuk modal usaha. Selanjutnya dari Koperasi yang akan meneruskannya ke bank terkait. Rantai perputaran uang hasil penjualan sayuran organik ini memang unik dibeberapa kelompok tani. Namun dinamika seperti itulah yang merupakan peluang untuk dapat dikembangkan menjadi sebuah Koperasi organik yang mandiri.
101
4.8.2 Manajemen Rantai Pasok Manajemen rantai suplai adalah koordinasi dari bahan, informasi dan arus keuangan antara perusahaan yang berpartisipasi. Manajemen rantai suplai bisa juga berarti seluruh jenis kegiatan komoditas dasar hingga penjualan produk akhir ke konsumen untuk mendaur ulang produk yang sudah dipakai. Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan. Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status pesanan, arus ini berjalan dua arah antara konsumen akhir dan penyedia material mentah. Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal pembayaran dalam penetapan kepemilikan dan pengiriman (Kalakota, 2000: 198). Menurut Turban, Rainer, Porter (2004: 321), terdapat tiga (3) macam komponen rantai suplai, yaitu: 1. Rantai suplai hulu/Upstream supply chain Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya) dan koneksinya kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan. 2. Manajemen internal suplai rantai/Internal supply chain management Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
102
3. Segmen rantai suplai hilir/Downstream supply chain segment Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi dan after-sales-service. Manajemen di Poktan Tunas Tani, di koordinasi oleh Ketua kelompok. Koordinasi meliputi distribusi dan jaringan jumlah dan lokasi pemasok, fasilitas produksi, pusat distribusi ( distribution centre/D.C.) dan pelanggan. Strategi distribusi yang dilakukan adalah sentralisasi, artinya terpusat pada salah satu pemasok saja, yang dalam rantai ini diwakili oleh Ibu Sisca, pemilik outlet dan restoran di Jakarta. Informasi sistem terintegrasi dan proses melalui rantai suplai untuk membagi informasi tentang harga, termasuk permintaan, perkiraan, inventaris dan transportasi, baik antar anggota Poktan maupun Poktan dengan pemasok. Untuk pemasok bibit, maupun pupuk juga saling memberikan informasi kepada Poktan dan sebaliknya. Manajemen inventaris mencakup kuantitas dan lokasi dari inventaris termasuk barang mentah, proses kerja dan barang jadi. Hal ini dilakukan oleh Ketua Poktan dibantu oleh pengurus kebun dan pengurus kelompok. Sedangkan aliran dana yang mengatur syarat pembayaran dan metode untuk menukar dana melewati entitas di dalam rantai suplai. Dana untuk pembelian bibit dan pupuk ada yang bersifat kolektif ada pula yang dilakukan sendiri oleh anggota Poktan, begitupun untuk pupuk. Pupuk ada yang dipasok dari produksi kelompok, secara bersama, namun ada pula yang diambil dari pemasok lain oleh masing-masing anggota Poktan. Namun hal ini tidak menjadi kendala dan permasalahan, sebab lokasi kebunnya tidak semua dalam satu hamparan, sehingga meminimalkan biaya transportasi pupuk, dipilih dengan kedekatan pemasok pupuknya. Manajemen rantai suplai ialah pendekatan antar-fungsi (cross functional) untuk mengatur pergerakan material mentah kedalam sebuah organisasi dan pergerakan dari barang jadi keluar organisasi menuju konsumen akhir. Tujuan dari manajemen rantai suplai ialah meningkatkan
103
kepercayaan dan kolaborasi di antara rekanan rantai suplai, dan meningkatkan inventaris dalam kejelasannya dan meningkatkan percepatan inventori. Arus material dan informasi dalam rantai suplai ialah memastikan material terus mengalir dari sumber ke konsumen akhir sejalan dengan informasi yang disalurkan oleh masing-masing anggota rantai pasok. Dalam kajian ini, arah arus tersebut diawali dari Petani sebagai pembudidaya sayuran organik. Petani memberikan informasi tentang kebutuhan pupuk organik kepada pemasok pupuk, pemasok benih dan bibit untuk informasi kebutuhan bibit. Petani akan memperoleh informasi pasar dari bandar, atau pengumpul dalam rantai ini perusahaan perorangan yaitu Ibu Sisca sebagai mitra utama Poktan. Alur distribusi barang yang mendukung manajemen rantai pasok disajikan pada Gambar 15.
Sumber bahan baku : Benih, pupuk, saprotan Poktan Petani Mitra Anggota Poktan
Produk sayuran organik
Usaha
Sub Supplier
Budidaya
Toko Pertanian
Pengumpul
Sortasi, pencucian, pengelompokan, pengepakan, pelabelan dan distribusi
Tujuan Pemasaran -
Restoran Korea-Jepang Supermarket Outlet Produk Organik
Gambar 15. Alur distribusi barang Informasi pasar mencakup permintaan, harga dan ramalan permintaan kedepan, sehingga dapat dijadikan bahan untuk koordinasi budidaya di
104
tingkat Poktan. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pengumpul kepada Poktan adalah langsung bayar ditempat begitu produk sayuran organik diangkut dan dibawa ke Jakarta. Hal ini sangat menguntungkan bagi Petani karena tidak ada pengendapan modal usaha, sehingga usahatani bisa berkelanjutan. Namun demikian untuk pengembangan usaha dan manajemen rantai pasok lebih lanjut diperlukan konsep sistem berorientasi pada pemupukan modal bagi Petani. Dengan demikian maka pengembangan skala usaha bagi Petani dapat mendukung permintaan pasar dan mutu yang diinginkan oleh pasar. Aliran informasi dibutuhkan sebagai pengendali utama untuk keberlanjutan usahatani sayuran organik. Oleh karena itu dalam konsep manajemen rantai pasok ini tidak terlepas dari arus informasi. Teknologi informasi memungkinkan pembagian cepat dari data permintaan dan penawaran. Dengan membagi informasi di seluruh rantai suplai ke konsumen akhir, Poktan bisa membuat sebuah rantai permintaan, diarahkan pada penyediaan nilai konsumen yang lebih. Tujuannya ialah mengintegrasikan data permintaan dan suplai jadi gambaran yang akurasinya sudah meningkat dapat diambil tentang sifat dari proses bisnis, pasar dan konsumen akhir. Integrasi ini sendiri memungkinkan peningkatan keunggulan kompetitif berbasis Petani. Jadi dengan adanya integrasi ini dalam rantai suplai akan meningkatkan ketergantungan, sehingga inventori minimum dan kontinuitas produk Petani bernilai tambah tinggi dapat ditingkatkan, baik dalam skala usaha maupun mutu produknya, yang sesuai dengan harapan dan keinginan pasar. Strategi pengembangan SCM sayuran organik berbasis Petani dan mitra tani disajikan pada Gambar 16. Dalam konsep ini, pemupukan modal berawal dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dimiliki dan dibentuk oleh Gapoktan, dimana salah satu unit usahanya adalah simpan pinjam.
105
Produk sayuran organik siap panen
Petani butuh modal usaha (Jaminkan BPKB)
Petani
Pemasok bahan baku
Pemasok butuh modal usaha (Jaminkan BPKB)
LKM (Lembaga Keuangan Mikro)
Pencairan (1 menit cair)
Membawa Cek/Giro (sebagai jaminan pinjaman)
Kirim barang Setiap hari
Pemasok/ Pengumpul
Pemasok/ Pengumpul
Cek/Giro (pencairan ditangguhkan 2-4 mgu)
Pasar Modern (Supermarket, hotel, restoran, dll)
Gambar 16. Strategi pengembangan SCM sayuran organik berbasis Petani melalui konsep LKM Yang terlibat dalam LKM ini adalah pengurus (manajer, sekretaris dan bendahara), anggota, Petani mitra, pemasok, bandar dan investor (penanam modal). Anggota LKM adalah anggota Poktan yang mendaftar dan menyertakan simpanan wajib dan sukarela sesuai dengan ketentuan. Investor LKM adalah pribadi, bisa Petani atau mitra tani yang memiliki dana lebih untuk disimpan di LKM, atau bisa berbentuk badan usaha/instansi yang memiliki dana untuk dikembangkan di LKM. Setiap investor berhak mendapatkan pembagian sisa hasil usaha (SHU), yang besarnya sesuai kesepakatan. Arus informasi seiring dengan arus pergerakan barang dan jasa. Permintaan produk sayuran organik diimbangi dengan kapasitas produk yang memadai dan berkelanjutan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar sayuran organik dan menguntungkan Petani.