3.3.6 Pembuatan Humidifier Sistem kerja humidifier pada chamber A dan B yakni dengan menggunakan kain dengan daya kapilaritas tinggi untuk menyerap air dari tray yang diletakkan di bawah kain tersebut.
Berdasarkan fitur-fitur tersebut, growth chamber ini dapat mensimulasikan berbagai kondisi lingkungan untuk berbagai tipe tanaman, seperti tanaman tropis dan subtropis. Growth chamber ini juga dapat membandingkan pertumbuhan tanaman berdasarkan perlakuan suhu dan intensitas penyinaran.
Gambar 18 Desain humidifier. Keterangan gambar: 1. Kayu penyangga 2. Kain penyerap air 3. Wadah air
Gambar 19 Skema sistem kerja humidifier.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Growth Chamber Growth chamber yang dibuat pada penelitian ini memiliki beberapa fitur sebagai berikut: a) Mengatur intensitas radiasi penyinaran. b) Mengatur durasi penyinaran. c) Mengatur suhu.
Gambar 20 Growth Chamber. 4.2 Sensor Nilai kelembaban dan suhu udara dalam masing-masing growth chamber dapat diukur dengan menggunakan sensor RH dan suhu yang ditempatkan di dalam chamber. Nilai kelembaban dan suhu udara dapat dilihat secara langsung pada layar dari sensor tersebut. Pada pengukuran secara manual dalam growth chamber ini, digunakan sensor RH dari Omega tipe HHM-25. Sensor ini cukup sensitif dalam mendeteksi kelembaban udara, sehingga hanya diperlukan waktu sebentar saja untuk mengetahui kelembaban udara di dalam chamber. Sedangkan untuk sensor suhu dapat menggunakan sensor suhu termokopel Omega HHM25-TC. Sensor suhu dan kelembaban udara dari Omega ini hanya digunakan untuk keperluan kalibrasi. Namun untuk memantau kondisi suhu dan kelembaban udara dalam chamber pada saat penelitian berlangsung, cukup menggunakan sensor suhu dan kelembaban udara yang telah disediakan di dalam chamber sehingga pengamat dapat melihat nilai suhu dan kelembaban udara yang telah tertera pada layar sensor tanpa harus membuka pintu chamber. Sensor quantum digunakan untuk melihat jumlah quanta yang diserap oleh tanaman pada temperatur cahaya tertentu untuk melihat efisiensi fotosintesis di bawah
14
pengaruh cahaya lampu yang tengah digunakan. Berdasarkan nilai quanta tersebut, maka dapat ditentukan berapa filter yang harus dipakai untuk menyesuaikan pancaran radiasi dari lampu terhadap tanaman. Jumlah quanta yang dapat terserap oleh tanaman juga dipengaruhi oleh luas sudut datang cahaya dari sumber cahaya yang digunakan. Hal ini menyebabkan cahaya tidak tersebar secara merata di seluruh chamber sehingga intensitas cahaya akan lebih besar diterima oleh tanaman yang diletakkan di tengah chamber. Namun, pada penelitian ini, sensor quantum yang tersedia tidak dapat digunakan akibat kendala teknis yang terjadi pada alat. Oleh karena itu, intensitas cahaya pada chamber diukur dengan menggunakan lightmeter untuk mengetahui profil sebaran intensitas cahaya dari kedua desain konfigurasi lampu yang berbeda pada growth chamber ini. Lightmeter yang digunakan menampilkan nilai intensitas cahaya dalam satuan lux, dan kemudian dapat dihitung jumlah cahaya yang dapat diserap oleh tanaman dengan menggunakan konversi dan perhitungan tertentu. 4.3 Prinsip Kerja Growth Chamber Sistem kerja dari growth chamber ini yakni sebagai berikut: 1. Pada saat growth chamber aktif, maka terdapat dua perlakuan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, yakni modifikasi suhu dan modifikasi intensitas penyinaran. 2. Termostat suhu rendah atau tinggi diaktifkan dengan menyambungkan rangkaian tersebut ke sumber listrik sesuai dengan perlakuan yang ingin diberikan pada tanaman. 3. Perlakuan suhu rendah dapat diatur dari 17°C hingga 30°C. Pada saat uji coba alat, suhu diatur pada nilai 18°C. Ketika suhu yang terbaca oleh sensor di dalam chamber bernilai lebih dari 18°C, maka rangkaian termostat akan secara otomatis menyalakan AC dan ketika suhu pada chamber telah mencapai nilai kurang dari 18°C, sistem termostat akan mematikan AC. 4. Pada perlakuan suhu tinggi, suhu yang diatur pada saat uji coba alat, yakni 34°C. Ketika suhu yang terbaca oleh sensor lebih rendah dari 34°C, maka heater akan menyala secara otomatis dan ketika suhu pada chamber tersebut telah meningkat hingga berada pada kisaran nilai 34°C, maka sistem thermostat akan mematikan
5.
6.
7.
8.
9.
heater tersebut. Kisaran suhu panas dapat diatur sesuai kebutuhan dari 30°C hingga 50°C. Pada perlakuan intensitas penyinaran, digunakan timer yang pengaturanny dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman maupun pengguna. Timer tersebut dapat menyimpan hingga delapan pengaturan waktu yang berbeda di mana pengaturan tersebut dapat menentukan kapan arus listrik terputus ataupun terhubung untuk menyalakan dan mematikan lampu secara otomatis. Pada penelitian ini, timer dikonfigurasi untuk tersambung dengan arus listrik pada pukul 06.00 dan memutuskan arus listrik pada pukul 18.00. Intensitas penyinaran rendah menggunakan 4 buah lampu tabung fluorescent atau cukup menyalakan 1 saklar pada chamber di mana lampu tersebut dihubungkan dengan timer sehingga keempat lampu tersebut akan menyala dan mati secara otomatis pada waktu yang telah ditentukan. Jika intensitas penyinaran tersebut masih berlebih, maka dapat digunakan beberapa lapisan pemadam sesuai kebutuhan. Sebalikanya jika intensitas penyinaran pada ketiga chamber tersebut kurang tinggi, maka dapat digunakan reflektor untuk memantulkan cahaya lampu. Intensitas penyinaran tinggi menggunakan 16 buah lampu tabung fluorescent atau menyalakan 4 saklar pada chamber di mana lampu tersebut juga terhubung dengan timer sehingga lampu-lampu tersebut akan menyala dan mati secara otomatis pada waktu yang telah ditentukan. Jika intensitas penyinaran dari 16 lampu tersebut terlalu tinggi, maka dapat dimatikan beberapa saklar sesuai kebutuhan atau menggunakan beberapa lapisan pemadam.
4.4 Sistem Kontrol Cahaya Warna lampu yang digunakan pada growth chamber ini memiliki temperatur warna 6500K untuk daylight dan 2700K untuk warm white. Lampu jenis daylight mengeluarkan warna putih kebiruan di mana warna tersebut sangat cocok untuk menjaga laju pertumbuhan tanaman, sedangkan lampu jenis warm white memiliki warna kuning kemerahan yang cocok untuk pertumbuhan vegetatif dan pembungaan. Kombinasi antara lampu fluorescent jenis daylight dan warm white ditujukan untuk mendapatkan spektrum
15
radiasi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kebutuhan tanaman akan radiasi yang diserap dapat diketahui dengan menghitung total lumens yang dipancarkan oleh lampu sesuai dari besar daya lampu tersebut. Setiap jenis lampu memancarkan jumlah lumens yang berbeda. Untuk jenis lampu fluorescent, lumens yang dipancarkan berkisar antara 60 hingga 70 lumens per watt. Tanaman dapat tumbuh dengan optimal pada pancaran radiasi sebesar 3000 lm/ft2 untuk tanaman kecil, sedangkan tanaman yang berukuran sedang membutuhkan radiasi sebesar 7000 hingga 10000 lm/ft2. Intensitas penyinaran pada growth chamber ini dikonfigurasi pada dua tingkat penyinaran yang berbeda di mana secara garis besar kebutuhan minimum tanaman sebesar dan mencapai tingkat 150 µmol.m-2s-1 penyerapan photon maksimum pada kisaran 700 µmol.m-2s-1. Lampu fluorescent dapat memancarkan lumens hingga 60 lm/watt. Namun perhitungan lumens yang dapat diterima oleh tanaman tidak selalu akurat akibat dari pengaruh jarak antara tanaman dan sumber radiasi. Semakin jauh jarak tanaman dari sumber radiasinya, maka semakin berkurang jumlah lumens yang dapat diterima oleh tanaman tersebut. Jenis lampu yang dipakai adalah lampu tabung fluorescent ukuran T5 dengan daya 14 watt. Fikstur lampu ini sesuai untuk ukuran chamber yang cukup kecil. Selain dari lampu tabung fluorescent, dapat juga dipakai CFL atau Compact Fluorescent Lamps, namun lampu jenis ini cenderung mengeluarkan radiasi panas yang lebih besar daripada lampu tabung. Jika tanaman berada terlalu dekat dengan CFL, maka tanaman akan terbakar oleh panas dari lampu tersebut. Berbeda dengan lampu tabung yang lebih aman jika didekatkan pada tanaman. Berada lebih dekat dengan sumber penyinaran berarti mendapatkan jumlah photon yang lebih tinggi, di mana nilai photon yang diserap oleh tanaman dapat bertambah seiring dengan meningkatnya nilai lumens yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Berdasarkan kebutuhan daya yang telah disesuaikan dengan luasan chamber pada penelitian ini (0.29 m2), digunakan lampu fluorescent 14w sebanyak 16 tabung pada chamber A. Sementara itu pada chamber B hanya perlu dinyalakan lampu fluorescent 14w sebanyak 4 tabung. Namun, karena adanya keterbatasan ukuran lemari yang tersedia, maka pada kedua chamber hanya dipasang 16 lampu fluorescent
yang terhubung ke set saklar di luar chamber untuk menyalakan jumlah lampu yang dibutuhkan.
Gambar 21 Konstruksi lampu pada growth chamber. Idealnya, untuk mendapatkan total lumens yang lebih besar, maka diperlukan pemasangan lampu dengan jarak yang lebih dekat dengan tanaman, namun pada growth chamber ini, ketinggian lampu tidak dapat dimodifikasi, melainkan terpasang secara permanen di sisi atas chamber. Walaupun demikian, jarak tanaman terhadap lampu dapat dimodifikasi melalui ketinggian rak tanaman yang digunakan. Alternatif lain untuk meningkatkan intensitas radiasi dari lampu adalah dengan menggunakan reflektor. Kekuatan lumens yang dipancarkan oleh lampu fluorescent dapat ditingkatkan dengan cara memasang reflektor yang terbuat dari kertas perak pada dinding chamber. Hal ini dimaksudkan agar sinar dari lampu dapat direfleksikan dengan baik sehingga dapat meningkatkan lumen yang sampai pada tanaman. Reflektor juga dapat dipasang pada pintu chamber untuk membantu merefleksikan sinar dari lampu serta untuk menghalangi pengaruh cahaya dari luar chamber. Modifikasi intensitas radiasi penyinaran juga dapat dilakukan dengan memasang filter sesuai dengan kebutuhan tanaman atau penelitian. Filter yang terbuat dari laminasi kain kasa ini dapat mengurangi intensitas sinar hingga sesuai dengan kebutuhan tanaman. Semakin banyak lembar filter yang dipakai, maka sinar dari lampu akan tersaring lebih banyak sehingga kondisi chamber akan menjadi lebih redup. Hal ini dapat dianalogikan sebagai penutupan oleh kanopi yang dapat menyaring sinar matahari di mana pada lapisan di bawah kanopi terdapat tanaman yang hanya memerlukan sedikit cahaya untuk tumbuh.
16
Intensitas radiasi maksimum yang sampai pada tanaman yakni sebesar 38800 lux atau 465.5 µmol.m-2s-1 pada jarak sejauh 4 cm dari lampu. Nilai intensitas tersebut sebenarnya cukup jauh dari yang diharapkan pada penelitian ini, di mana untuk mendapatkan intensitas pencahayaan tinggi sebesar 700 µmol.m-2s-1 dibutuhkan lampu yang lebih banyak atau lampu dengan watt yang lebih tinggi. Lampu dengan watt yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran yang lebih besar dengan radiasi panas yang lebih tinggi pula, sehingga memerlukan pemasangan kipas ventilasi yang lebih baik lagi untuk membuang udara panas dari lampu tersebut.
Gambar 22 Pemasangan lapisan pemadam penyinaran. Selain dari melakukan fotosintesis, tanaman juga memerlukan waktu untuk beristirahat, yaitu melakukan respirasi yang sebagian besar respirasi dilakukan pada malam hari atau dalam keadaan tanpa cahaya. Durasi yang dibutuhkan tanaman untuk berfotosintesis dan melakukan respirasi bergantung kepada karakteristik tanaman itu sendiri. Untuk menunjang durasi lama pencahayaan sesuai dengan panjang hari yang dibutuhkan oleh tanaman, digunakan saklar otomatis (timer) yang dapat diatur dalam berbagai kombinasi waktu dan hari untuk menyalakan ataupun mematikan lampu secara otomatis. 4.5 Sistem Kontrol Suhu Sistem kontrol suhu pada growth chamber ini menggunakan AC portable untuk mendinginkan udara dan hair dryer untuk menghangatkan udara. Kisaran pilihan suhu dapat diatur pada controller yang terdapat pada rangkaian termostat. Suhu minimum
yang dapat diatur pada termostat adalah 30°C, sehingga pemanas pada chamber akan menyala ketika suhu chamber tersebut kurang dari 30°C dan pemanas akan berhenti ketika suhu chamber mencapai 30°C, begitu pula halnya pada derajat suhu panas sesuai yang diingnkan oleh pengamat, Pada penelitian ini, thermostat diatur pada suhu 34°C. Sementara itu untuk suhu rendah, pengaturan dilakukan melalui rangkaian pengontrol suhu yang telah tersambung dengan AC portable yang dapat diatur dengan menggunakan remote control. Kisaran suhu dingin yang dapat diatur pada growth chamber ini yaitu dari 17 °C sampai dengan 30°C dalam kondisi lampu chamber dimatikan, dan 20 °C sampai dengan 30°C jika lampu chamber dinyalakan. Suhu lingkungan di luar chamber dapat mempengaruhi suhu di dalam chamber walaupun tidak secara signifikan, sehingga suhu di dalam chamber dapat menjadi lebih rendah dari 17 °C jika suhu di luar chamber relatif rendah. Pengatur suhu tinggi terdapat pada chamber A, sedangkan pengatur suhu dingin terletak pada chamber B. Pengatur suhu tinggi maupun rendah bekerja untuk kedua chamber. Namun jika dibutuhkan dua perlakuan suhu tinggi dan rendah, maka kedua termostat dapat dijalankan dengan menutup ventilasi udara dingin pada chamber A dan melepaskan steker listrik hair dryer pada chamber B dari soketnya. Kendala yang terjadi selama penelitian adalah ketika lampu fluorescent dipasang pada masing-masing chamber, maka suhu udara di dalam chamber meningkat cukup signifikan akibat panas yang diemisikan oleh lampu tersebut. Hal tersebut dapat ditanggulangi dengan membatasi antara ruang lampu dan ruang tanaman dengan sekat kaca, sehingga cahaya lampu tetap sampai pada tanaman akan tetapi panas dari lampu terisolasi dari ruang tanaman. Selain itu, untuk membuang udara panas dari lampu ke luar chamber, maka diperlukan pemasangan beberapa kipas ventilasi di sisi belakang chamber agar ventilasi udara dapat mengalir dengan baik. Kipas ventilasi tersebut berfungsi untuk menarik udara yang masuk dari lubang ventilasi di pintu chamber sehingga udara panas dari ruang lampu ikut terbuang ke luar chamber. Namun hal tersebut hanya berfungsi untuk mengurangi radiasi panas dari lampu ke ruang tanaman, bukan menghilangkan total radiasi panas tersebut.
17
perbedaan suhu pada chamber A dan B tidak begitu signifikan, yakni berkisar antara 1-2°C.
Gambar 23 Konstruksi kaca pembatas pada growth chamber.
Gambar 24 Sirkulasi udara pada ruang lampu. Keterangan gambar: 1. Ruang lampu 2. Ruang tanaman 3. Kipas ventilasi 4. Kaca pembatas 5. Aliran udara masuk 6. Aliran udara panas keluar Walaupun telah dipasang kaca pembatas untuk mengisolir udara panas, masih terdapat perbedaan suhu akibat radiasi panas dari lampu yang cukup berpengaruh untuk kasus kondisi suhu rendah pada chamber. Ketika tidak ada lampu yang menyala pada chamber, suhu di dalam masing-masing chamber dapat mencapai 16,7°C. Sedangkan jika seluruh lampu dinyalakan, maka suhu minimum yang dapat tercapai pada setiap chamber yakni 20.2°C, sehingga thermostat tidak dapat diatur untuk suhu di bawah 20.2°C jika penelitian memakai intensitas penyinaran tinggi pada chamber. Selain itu, jika peneliti menggunakan dua perlakuan intensitas cahaya, akan terdapat kondisi suhu yang berbeda dari kedua chamber tersebut. Chamber dengan intensitas cahaya tinggi cenderung memiliki suhu yang lebih tinggi pula dibanding chamber dengan intensitas rendah. Walaupun demikian,
4.6 Humidifier Berdasarkan Penn State (2004), jumlah air yang dibutuhkan oleh setiap tanaman berbeda sesuai dengan karakteristik tanaman serta kondisi lingkungan di sekitar tanaman. Tanaman yang relatif besar dengan daun yang lebar akan membutuhkan lebih banyak air dan perlu dikontrol lebih intensif dibandingkan dengan tanaman yang lebih kecil. Semakin lembab udara di dalam chamber, maka kebutuhan air oleh tanaman dapat berkurang. Begitu pula dengan media tanam yang digunakan di mana selain menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, masing-masing media tanam memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyimpan air. Pendinginan udara oleh AC portable ataupun pemanasan dengan menggunakan hair dryer cenderung menyebabkan udara di dalam chamber menjadi kering. Hembusan udara kering yang langsung melewati tanaman juga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu sehingga diperlukan penghalang sehingga udara kering dari AC tersebut tidak langsung melewati tanaman. Humidifier sederhana terbuat dari kayu penyangga dengan kain tipis basah yang berfungsi untuk menyerap air dari wadah air di bawah kain tersebut dan menguapkannya sehingga distribusi kelembaban dalam chamber lebih terjaga sekaligus menghalangi hembusan udara kering dari AC sehingga udara yang melewati tanaman cenderung lebih lembab. Humidifier sederhana tidak dapat meningkatkan kelembaban udara dengan signifikan, sehingga dalam kasus tertentu, seperti udara yang sangat kering pada chamber, diperlukan humidifier yang dapat mendistribusikan uap air lebih intensif ke dalam chamber seperti humidifier jenis evaporative mist. Alternatif lain untuk mencegah kekeringan pada tanaman adalah dengan meningkatkan sistem drainase pada tanaman. Pada penelitian ini digunakan dua lapis pot di mana lapisan pot terluar digenangi dengan air agar suplai air ke media tanam lebih terjaga. 4.7 Tanaman Uji Coba Pembuatan alat untuk modifikasi iklim mikro membutuhkan perhitungan yang cukup detil untuk memberikan habitat yang sesuai bagi tanaman ataupun dalam memberikan perlakuan yang diinginkan
18
terhadap tanaman, sehingga tidak menutup kemungkinan apabila terdapat banyak faktor yang terjadi di luar perkiraan. Oleh karena itu, setelah konfigurasi perlakuan pada growth chamber disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, maka perlu dilakukan uji coba pada tanaman. Idealnya, dibutuhkan tiga periode percobaan untuk tiga jenis tanaman dengan karakteristik yang berbeda yakni tanaman yang toleran di suhu dingin, suhu tropis, dan suhu panas. Namun, untuk memberikan perbandingan dalam waktu yang singkat pada uji coba alat, maka hanya diuji pertumbuhan dari satu jenis tanaman pada masing-masing chamber dengan perlakuan suhu dingin. Tanaman yang diuji coba pada penelitian ini adalah tanaman selada atau Lactuca sativa. Selada merupakan tanaman sayur yang dapat ditanam sepanjang tahun. Benih selada akan tumbuh setelah 7 hingga 10 hari. Waktu panennya yakni 40-45 hari dari waktu penanaman. Jika tanaman selada kekurangan suplai air, maka tanaman tersebut akan tumbuh kerdil. Lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan selada, menurut Andersen (1914), yakni pada media tanam jenis tanah liat yang lembab dengan pH 6.0 hingga 7.0, beriklim sejuk dan memiliki tingkat kelembaban udara yang cukup tinggi. Menurut Chiramongkolgarn (2006), tanah yang akan ditanami tanaman sayur sebaiknya mengandung 45% unsur hara, kemudian air dan udara masing-masing 25%, lalu unsur organic 5% dari volume keseluruhan. Namun pada penelitian ini, media tanam yang digunakan adalah kompos dan tanpa adanya suplai pupuk atau melihat pengaruh dari tingkat keasaman media tanam, sehingga pertumbuhan selada yang diamati hanya dipengaruhi oleh perbedaan suhu dan intensitas penyinaran. Selada dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu udara dari 16 °C hingga 18 °C. Benih selada akan tumbuh dengan baik dengan suhu media tanam pada kisaran 4.4 °C hingga 27 °C. Jika suhu pada media tanam melebihi kisaran tersebut, maka benih selada tidak dapat tumbuh. Selain itu, jika selada ditanam pada suhu yang cukup tinggi, maka rasa selada akan menjadi pahit (PEI 2005). Pada penelitian ini, tunas selada mulai terlihat tumbuh pada hari ketiga. Pada hari keenam, mulai tampak perbedaan antara selada di chamber A (Gambar 26a) dengan selada di chamber B (Gambar 26b). Pertumbuhan selada di chamber A dengan intensitas cahaya tinggi cenderung pendek dan memiliki daun yang lebar. Akan tetapi
sebaliknya, pada chamber B dengan intensitas cahaya yang rendah, pertumbuhan selada menjadi lebih tinggi dan ramping. Panjang batang dan lebar daun menjadi dua hal yang dapat terlihat dengan jelas perbedaannya dan semakin terlihat mencolok setelah minggu kedua dari waktu penanaman. Dokumentasi harian untuk sebagai perbandingan pertumbuhan tanaman di kedua chamber dapat dilihat pada lampiran no. 2, sedangkan data suhu dan kelembaban udara harian tercantum pada lampiran no. 3.
(a)
(b)
Gambar 25 Perbandingan pertumbuhan tanaman selada pada (a) chamber A, dan (b) chamber B. 4.8 Rancangan Growth Chamber pada Penelitian Pertama Pada awal periode penelitian ini, yakni pada bulan Oktober 2010 hingga April 2011, telah dibuat rancangan awal growth chamber dengan sistem kerja yang sama. Akan tetapi growth chamber pada penelitian pertama tersebut gagal beroperasi dengan baik karena diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti emisi panas dari lampu yang sangat besar mempengaruhi suhu di dalam chamber sehingga termostat tidak dapat bekerja. Growth chamber pada penelitian pertama terbuat dari rak kayu dengan panjang 112 cm, lebar 45 cm dan tinggi 150 cm dan dilapisi oleh plastik mika tebal di sekelilingnya. Rak kayu tersebut dibagi menjadi 3 tingkat dan dibagi lagi menjadi dua ruangan simetris dengan menggunakan sekat Styrofoam, sehingga didapat 6 chamber dengan masing-masing chamber berukuran 55 x 45 x 50 cm. Keenam chamber tersebut yakni, chamber 1 (a dan b) untuk suhu dingin, chamber 2 (c dan d) untuk suhu ruangan, dan chamber 3 (e dan f) untuk suhu panas. Pintu chamber dibuat dari plastik mika dengan kait besi untuk mengunci pintu pada chamber tersebut. Berikut ilustrasi desain growth chamber yang direncanakan pada pada penelitian ini :
19
Gambar 26 Desain Growth Chamber pada penelitian pertama. Keterangan: 1. Chamber 1 2. Chamber 2 3. Chamber 3 4. AC Portable 5. Udara panas dari AC 6. Tudung plastik 7. Plastik mika 8. Kipas ventilasi dan sirkulasi udara 9. Sekat Styrofoam Pada chamber a, c, dan e, digunakan 2 lampu daylight dan 2 lampu warm white. Sedangkan akibat adanya keterbatasan tempat untuk pemasangan lampu, maka chamber b, d, dan f hanya menggunakan 7 lampu daylight dan 7 lampu warm white. Rangkaian termostat dipasang di luar chamber di mana terdapat tiga pengaturan
suhu untuk ketiga tingkat chamber dengan meletakkan tiga sensor suhu pada masingmasing tingkat, yaitu sensor suhu dingin untuk chamber 1 (chamber a dan b), sensor suhu kamar untuk chamber 2 (chamber c dan d), dan sensor suhu panas untuk chamber 3 (chamber e dan f). Sistem thermostat pada penelitian pertama hanya memiliki satu nilai
20
pengaturan untuk masing-masing suhu. Pengaturan suhu dingin hanya dibatasi pada suhu 18°C, sedangkan untuk suhu panas berada pada nilai 34°C. Sementara pada chamber 2, tidak ada perlakuan khusus terhadap chamber sehingga suhu pada chamber tersebut mengikuti fluktuasi suhu kamar atau lingkungan sekitarnya. Sensor kelembaban udara (RH) menggunakan Omega HHM25-RH. Sensor tersebut tidak dipasang secara permanen di dalam growth chamber, melainkan hanya digunakan pada saat pengukuran manual.
yang kurang sempurna sehingga hembusan udara dari AC tidak terdistribusi secara sempurna, ditambah lagi dengan adanya emisi panas dari lampu. Setelah diukur dengan sensor suhu termokopel, suhu udara minimum dalam kedua chamber tersebut hanya dapat mencapai 23.5°C, hal itu menyebabkan AC akan terus menyala untuk mendinginkan ruangan. Begitu pula halnya dengan sistem thermostat untuk chamber e dan f di mana suhu sebenarnya pada chamber tersebut dapat mencapai 40°C sehingga hair dryer tidak perlu menyala untuk dapat memanaskan chamber e dan f.
Gambar 27 Growth Chamber pada penelitian pertama. Kendala yang terjadi selama penelitian adalah ketika lampu fluorescent dipasang pada masing-masing chamber, maka suhu udara di dalam chamber meningkat cukup signifikan akibat panas yang diemisikan oleh lampu tersebut. Hal tersebut menyebabkan tidak tercapainya kondisi temperatur yang diharapkan pada masingmasing chamber. Suhu pada setiap chamber yang cenderung lebih tinggi melewati ambang batas pada pengaturan termostat menyebabkan rangkaian termostat yang telah disediakan tidak dapat digunakan. Pada chamber a dan b, AC akan mati jika suhu lebih rendah dari 18°C. Namun pada kondisi sesungguhnya, suhu udara di dalam chamber a dan b tidak dapat mencapai 18°C karena sirkulasi udara
Gambar 28 Konstruksi lampu growth chamber pada penelitian pertama. Akibat emisi panas dari lampu, maka terjadi stress panas pada tanaman yang diletakkan di dalam chamber c, d, e, dan f. Benih tanaman bahkan tidak dapat tumbuh pada chamber d dan f akibat suhu yang terlalu tinggi melebihi suhu optimum pada tanaman.
21
Selain itu, emisi panas pada masing-masing menyebabkan udara menjadi sangat kering. RH pada chamber a dan b dapat mencapai 53.2 %. Begitu pula pada chamber e dan f yang memiliki nilai RH pada kisaran 41.2 %. Hal itu menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat kemudian lambat laun tanaman akan menjadi kering dan layu, sehingga dibutuhkan suplai air tambahan untuk melembabkan udara di dalam chamber. Terjadinya stres panas pada chamber d dan f akibat emisi panas dari lampu mengakibatkan suhu dalam kedua chamber tersebut menjadi tidak baik untuk pertumbuhan tanaman pangan. Media tanam yang diletakkan dalam chamber d dan f menjadi sangat kering dan benih selada tidak dapat tumbuh pada kondisi lingkungan seperti ini. Setelah seminggu dari awal uji coba penanaman, media tanam pada kedua chamber tersebut mulai mengeras dan tidak dapat menampung air dengan baik. Humidifier tidak dapat membantu meningkatkan kelembaban udara pada kondisi lingkungan yang ekstrem panas seperti pada chamber d dan f karena udara dapat mengering dengan cepat. Rancangan growth chamber pada penelitian pertama tersebut tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga diperlukan perancangan kembali yang kemudian dilaksanakan pada periode kedua penelitian, yakni pada bulan Mei hingga Juli 2011.
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Growth chamber yang dirancang pada periode kedua penelitian ini dapat digunakan untuk menumbuhkan tanaman pada lingkungan yang terkontrol dengan menggunakan perlakuan intensitas penyinaran dan suhu udara. Rancangan growth chamber pada penelitian ini dapat menjadi alternatif yang lebih ekonomis untuk menunjang penelitian iklim mikro, walaupun spesifikasi pada growth chamber ini masih perlu ditingkatkan lebih baik lagi. Faktor utama yang mempengaruhi besar intensitas penyinaran yakni daya listrik yang dibutuhkan lampu untuk mengeluarkan lumen sejumlah yang dibutuhkan oleh tanaman. Sementara itu, suhu udara dikontrol dengan menggunakan sistem pendingin dan pemanas. Akan tetapi, dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi besar intensitas penyinaran dan suhu udara di luar dari sistem yang telah dirancang. Pada intensitas penyinaran, nilai lumen tidak selalu akurat seperti pada perhitungan dikarenakan nilai lumen yang dipengaruhi oleh jarak antara sumber penyinaran dengan tanaman. Sedangkan pada perlakuan suhu udara, emisi panas dari lampu mempengaruhi suhu dari masing-masing chamber. 5.2 Saran Perancangan growth chamber ini akan lebih baik jika dikembangkan lagi dengan modifikasi kerangka chamber yang lebih sesuai dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suhu, intensitas penyinaran, dan kelembaban udara. Ruang untuk pemasangan lampu sebaiknya terisolir dengan baik dari chamber agar panas dari lampu tidak mempengaruhi suhu chamber secara langsung. Walaupun pada penelitian ini telah menggunakan kaca sebagai pembatas dan kipas ventilasi untuk membuang udara panas dari lampu, namun panas dari lampu masih dapat mempengaruhi suhu ruang tanaman pada chamber. Oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut mengenai upaya untuk membuang udara panas dari lampu semaksimal mungkin, sehingga selisih perbedaan suhu antara kedua chamber dapat diminimalisir. Pemasangan AC window dan heater juga harus lebih diperhatikan agar udara dapat mengalir lebih sempurna dan terdistribusi. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa AC Portable ½ PK tidak mampu mendinginkan chamber dengan optimal. Kontrol iklim mikro yang dapat diterapkan pada growth chamber sederhana ini hanya sebatas pada suhu dan intensitas penyinaran saja. Untuk penelitian lebih lanjut, perlu diupayakan penambahan kontrol unsur iklim mikro lainnya, seperti kontrol untuk gas CO2 ataupun gas lainnya. Hal lain yang perlu ditingkatkan adalah dengan membuat sistem data logger sehingga data unsur iklim mikro harian pada growth chamber dapat terekam secara otomatis tanpa harus mencatat data secara manual.
22