IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi secara trial and error. Trial and error dilakukan untuk menemukan formula dasar dari tepung bumbu ayam goreng yang dapat memberikan kesan crispy atau renyah ketika diaplikasikan pada ayam. Trial and error dilakukan pertama-tama dengan membuat tepung bumbu dengan menggunakan 100 % tepung terigu yang dicampur dengan bumbu lada, bawang putih bubuk, dan ketumbar. Hasilnya tidak seperti yang diinginkan. Ayam yang digoreng dengan menggunakan tepung bumbu ini menjadi lembek dan tidak crispy setelah dingin, selain itu bumbunya masih kurang terasa. Oleh karena itu dilakukan formulasi dengan mencampur tepung terigu dengan tepung lainnya. Formula campuran tepung yang dicoba adalah dengan menggunakan tepung terigu, maizena, dan tepung beras. Maizena dan tepung beras ditambahkan dalam formula karena dari hasil penelitian Fransisca (2010), telah dilakukan identifikasi terhadap produk tepung bumbu yang beredar di pasaran untuk melihat komposisi yang digunakan oleh tepung bumbu komersial pada umumnya. Hasil identifikasi menyatakan bahwa hampir semua tepung bumbu menggunakan komposisi tepung yang sama antara lain tepung terigu, tepung beras, tapioka, dan maizena. Maizena merupakan tepung yang baik bila dicampur dengan tepung terigu karena dapat mengurangi rasa puffy (empuk) pada terigu. Maizena ketika digoreng cenderung lebih renyah dan mudah patah saat digigit. Pemakaian maizena yang berlebihan akan membuat gorengan terasa keras. Tepung beras merupakan salah satu pengganti maizena yang membantu memberi tekstur mudah digigit dan renyah. Tepung beras dapat membantu tepung terigu membentuk tekstur renyah dan padat (Yuyun, 2007). Penambahan tapioka bertujuan untuk menghasilkan tekstur mengembang yang diharapkan. Pada formulasi ini, tapioka tidak ditambahkan langsung melainkan sebagai bahan pengisi pada tepung bawang putih. Sehingga saat penggunaan tepung bawang
22
putih, secara tidak langsung tapioka juga ditambahkan dan akan memberikan pengaruh. Penentuan formula campuran tepung ini juga ditambahkan jenis bumbu dan rempah yang lain seperti pala, garam, cabe bubuk, dan penyedap rasa. Selain itu juga ditambahkan soda kue. Soda kue merupakan bahan pengembang yang digunakan untuk meningkatkan kerenyahan. Pada saat pemanasan, soda kue akan melepaskan karbon sehingga terbentuk struktur yang tidak terlalu kuat (renyah). Cara pengolahan tepung bumbu ayam goreng ini adalah tepung terigu, maizena, tepung beras, dan bumbu yang digunakan dicampur kering (dry mixing) di dalam wadah setelah sebelumnya bumbu yang berasal dari biji-bijian dibuat tepung terlebih dahulu. Bahan-bahan yang sudah dicampur kemudian diaduk selama satu jam hingga tercampur rata.
B. Karakterisasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Formula tepung bumbu ayam goreng yang sudah dibuat kemudian dikarakterisasi. Karakterisasi tepung bumbu ayam goreng meliputi analisis komposisi kimia, analisis sifat fungsional, dan pengujian organoleptik pada tepung bumbu ayam goreng dan aplikasinya. Hasil analisis komposisi kimia dan sifat fungsional yang telah dilakukan terhadap semua formula tepung bumbu ayam goreng dapat dilihat pada Tabel 6.
1. Komposisi Kimia a. Kadar Air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi tekstur, kenampakan, dan cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan pangan akan menentukan kesegaran dari bahan tersebut. Pada umumnya, kadar air suatu bahan pangan sering dihubungkan dengan daya simpan dan ketahanan dari suatu produk terhadap kerusakan. Bila kandungan air tinggi maka bahan akan lebih cepat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Untuk memperpanjang daya tahan bahan maka sebagian air dalam bahan harus
23
dihilangkan dengan cara yang sesuai dengan jenis bahan, seperti cara pengeringan. Tabel 6. Analisis komposisi kimia dan sifat fungsional tepung bumbu ayam goreng Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Kadar Air (%) Kadar Lemak (% bk) Kadar Serat Kasar (% bk) Kadar Abu (% bk) Kadar Protein (% bk) Kadar Karbohidrat (% bk) Water Holding Capacity (%) Oil Holding Capacity (%)
Formula B C (50 : 50) (25 : 75)
Terigu
MOCAF
A (75 : 25)
5.93
4.63
4.99
4.97
4.89
4.67
0.54
0.36
1.36
1.15
1.11
0.50
0.35
3.51
1.48
2.77
3.22
3.59
0.59
0.42
8.37
8.08
7.97
7.95
9.56
0.36
6.95
4.51
4.47
3.66
83.03
90.72
76.84
78.53
78.35
79.63
5.00
8.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
9.00
8.00
8.00
7.50
8.00
D (0 : 100)
Kadar air yang tinggi pada produk tepung-tepungan akan sangat mengganggu stabilitas dari produk tersebut. Kandungan air yang tinggi pada
produk
tepung-tepungan
akan
membuat
tepung
tersebut
menggumpal apabila disimpan. Dengan banyaknya kandungan air, kerusakan karena aktivitas mikroorganisme akan cepat terjadi. Kadar air dari tepung bumbu ayam goreng ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu adanya perlakuan pencampuran dari berbagai bahan serta kondisi penyimpanan bahan sebelum digunakan. Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan pada parameter kadar air terhadap produk tepung bumbu ayam goreng, dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 5 bahwa semakin banyak pemakaian MOCAF, kadar air akan semakin rendah. Hal ini disebabkan kadar air MOCAF yaitu 4.63 % lebih kecil dibandingkan dengan kadar air tepung terigu yaitu 5.93 %. Kadar air yang dihasilkan dari produk tepung bumbu ayam goreng ini adalah 4.67 %
24
– 4.99 %. Rentang nilai rata-rata dari kadar air ini menunjukkan bahwa kadar air pada tepung bumbu ayam goreng tersebut telah memenuhi syarat SNI 01-4476-1998 tentang tepung bumbu yaitu maksimal 12 %. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar air tepung bumbu ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2) yang dilakukan dapat dilihat pada bahwa formula D (pemakaian MOCAF 100 %) adalah formula yang berbeda nyata dari formula A, formula B, dan formula C. Sedangkan formula A, formula B, dan formula C tidak saling berbeda nyata. Formula D merupakan formula yang memiliki kadar air terendah yaitu 4.67 %. Hal ini disebabkan karena pada formula ini tingkat pemakaian MOCAF 100 %. Kadar air MOCAF yang lebih rendah dari tepung terigu membuat kadar air tepung bumbu ayam goreng pada formula D menjadi rendah. Rendahnya kadar air pada tepung bumbu ayam goreng akan membuat tepung bumbu ayam goreng ini akan tahan selama penyimpanan. Nilai kadar air yang rendah juga dapat mencegah kerusakan tepung bumbu ayam goreng yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Gambar 5. Grafik hubungan formula dengan kadar air tepung bumbu ayam goreng
25
b. Kadar Lemak Metode Soxhlet adalah metode yang digunakan untuk mengukur kadar lemak suatu bahan. Lemak yang terekstrak dengan metode ini merupakan kadar lemak kasar yaitu tidak hanya lemak yang terekstrak oleh pelarut organik tetapi juga lilin, fosfolipid, sterol, hormon, minyak atsiri, pigmen, dan juga vitamin yang larut lemak (Ketaren, 1986). Lemak sebenarnya tidak masuk dalam persyaratan SNI 01-44761998 tentang tepung bumbu, namun keberadaan lemak perlu juga diketahui karena dapat mempengaruhi mutu dari tepung bumbu yang diproduksi. Tingginya nilai lemak tidak diharapkan, karena hal ini dapat menyebabkan penurunan mutu suatu produk. Pada produk tepungtepungan termasuk tepung bumbu, tingginya kadar lemak akan membuat tepung bumbu menjadi tengik selama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi lemak. Dari data yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 6, diketahui bahwa semakin banyak pemakaian MOCAF, semakin rendah kadar lemaknya. Hal ini disebabkan oleh kadar lemak MOCAF yang rendah yaitu 0.36 % (bk), sehingga menyebabkan pergeseran persentase komposisi bahan dari tepung bumbu ayam goreng. Nilai rata-rata kadar lemak yang diperoleh dari semua formulasi tepung bumbu adalah 0.50 – 1.36 % (bk). Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar lemak tepung bumbu ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 3 bahwa formula D (pemakaian MOCAF 100 %) adalah formula yang berbeda nyata dari formula A, formula B, dan formula C. Sedangkan formula A, formula B, dan formula C tidak saling berbeda nyata. Formula D merupakan formula yang memiliki kadar lemak terendah yaitu 0.50 % (bk). Hal ini disebabkan karena pada formula ini tingkat pemakaian MOCAF 100 %. Kadar lemak MOCAF 0.36 % (bk)
26
yang lebih rendah dibandingkan kadar lemak tepung terigu 0.54 % (bk) memberikan pengaruh yang nyata pada kadar lemak tepung bumbu ayam goreng. Kadar lemak yang rendah pada tepung bumbu ayam goreng dapat mencegah terjadinya ketengikan.
Gambar 6. Grafik hubungan formula dengan kadar lemak tepung bumbu ayam goreng
c.
Kadar Serat Kasar Serat bahan pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil (Winarno, 1992). Serat terdiri dari dinding sel, selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin. Serat sukar diuraikan, memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin ataupun air panas. Kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau pemisahan antara kulit dan kotiledon. Dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses (Sudarmadji, 1989). Serat kasar ditentukan dari residu setelah bahan pangan diperlakukan dengan asam dan basa kuat. Dari data yang diperoleh seperti pada Tabel 6 dan Gambar 7, dengan semakin tingginya pemakaian MOCAF, kadar serat kasar yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena kadar serat kasar MOCAF 3.51 % (bk) lebih besar dibandingkan kadar serat kasar
27
tepung terigu 0.35 % (bk). Rentang nilai rata-rata kadar serat kasar dari tepung bumbu ayam goreng yang diproduksi adalah sebesar 1.48 % 3.59 % (bk). Kadar serat kasar ini lebih besar dari kadar serat kasar yang sudah ditetapkan oleh SNI 01-4476-1998 tentang tepung bumbu yaitu maksimal 1.5 %. Kadar serat kasar yang tinggi pada tepung bumbu ini diakibatkan kadar serat MOCAF yang besar. Hal ini disebabkan pada pembuatan MOCAF tidak melalui proses ekstraksi seperti pada pembuatan tapioka sehingga serat kasarnya masih banyak. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar serat kasar tepung bumbu ayam goreng. Adanya kandungan serat pada suatu produk pangan akan memberikan karakteristik yang fisik yang meliputi kemampuan kapasitas
untuk
mengembang,
meningkatkan
densitas
kamba,
membentuk gel dalam viskositas yang berbeda-beda, mengabsorbsi minyak, pertukaran kation, warna, dan flavor. Dengan tingginya kadar serat pada tepung bumbu maka daya penyerapan minyak dari tepung bumbu saat digunakan untuk aplikasi (coating) pada suatu bahan pangan akan semakin tinggi juga. Hal ini menyebabkan minyak goreng yang digunakan pada saat menggoreng akan cepat habis.
Gambar 7. Grafik hubungan formula dengan kadar serat kasar tepung bumbu ayam goreng
28
d. Kadar Abu Kadar abu suatu tepung berhubungan
dengan
kandungan
mineral di dalamnya. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Sekitar 96 % bahan makanan terdiri senyawa organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang dikenal juga sebagai senyawa anorganik atau kadar abu. Selama proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak terbakar karena itulah disebut abu (Hanif, 2009). Kadar abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan, umur bahan, dan lain-lain. Menurut Nielsen (2003), kadar abu tepung-tepungan bervariasi antara 0.30 – 1.40 % (bb). Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan, semakin besar pula kandungan mineral yang terkandung di dalam bahan pangan tersebut. Kandungan mineral dengan jumlah yang cukup akan bermanfaat bagi tubuh. Dari hasil yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 8, dengan semakin banyak pemakaian MOCAF pada tepung bumbu ayam goreng, kadar abu akan semakin rendah. Kadar abu MOCAF 0.42 % (bk) lebih rendah dari kadar abu tepung terigu 0.59 % (bk). Rentang nilai dari kadar abu yang diperoleh adalah sebesar 7.95 % – 8.37 % (bk). Rentang nilai ini lebih besar dibandingkan dengan ketetapan SNI 01-4476-1998 tentang tepung bumbu dimana nilai kadar abu maksimum 1.5 %. Nilai kadar abu yang besar ini disebabkan adanya penambahan bumbu seperti garam dan soda kue yang merupakan garam-garam anorganik sehingga masih tersisa sebagai abu saat dilakukan pengabuan. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar abu tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan karena jumlah garam dan soda kue yang ditambahkan pada masing-masing formula adalah sama sehingga
29
tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kadar abu tepung bumbu ayam goreng.
Gambar 8. Grafik hubungan formula dengan kadar abu tepung bumbu ayam goreng
e.
Kadar Protein Protein adalah asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 1992). Protein dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk ikatan fisis yang renggang maupun ikatan kimiawi yang lebih erat dibandingkan dengan
karbohidrat
atau
lemak (Hanif, 2009). Analisis
protein
dilakukan untuk mengetahui jumlah protein dalam bahan makanan yang menentukan kualitas bahan pangan. Kadar protein tidak menjadi suatu persyaratan dalam produk tepung bumbu. Namun keberadaan protein perlu diketahui karena dapat melengkapi nilai gizi suatu bahan pangan. Dari data yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 9, nilai protein semakin rendah seiring dengan tingkat penambahan MOCAF. Hal ini disebabkan kadar protein MOCAF yaitu 0.36 % (bk) yang jauh lebih rendah dari kadar protein tepung terigu yaitu 9.56 % (bk). Pemakaian MOCAF yang semakin banyak akan menyebabkan pergeseran persentase dari komposisi protein tepung bumbu ayam goreng tersebut. Rentang nilai rata-rata dari kadar protein tepung bumbu ayam goreng ini adalah 3.66 % – 6.95 % (bk).
30
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar protein tepung bumbu ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 6 yang dilakukan dapat dilihat bahwa formula A berbeda nyata dengan formula B, formula C, dan formula D. Sedangkan formula B, formula C, dan formula D tidak saling berbeda nyata. Formula A memiliki kadar protein yang tertinggi yaitu 6.95 % (bk). Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya pemakaian tepung terigu pada formula ini. Tepung terigu merupakan tepung yang kaya akan kandungan protein. Sedangkan kadar protein yang terendah adalah pada formula D dengan pemakaian MOCAF 100
%.
Kadar protein
MOCAF yang
rendah
akan
mempengaruhi kadar protein dari tepung bumbu ayam goreng. Kadar protein MOCAF yang rendah disebabkan karena MOCAF merupakan tepung yang berasal dari umbi-umbian. Tepung yang berasal dari umbiumbian memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi tetapi kandungan proteinnya rendah.
Gambar 9. Grafik hubungan formula dengan kadar protein tepung bumbu ayam goreng f.
Kadar Karbohidrat (by difference) Karbohidrat pada tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana, pentosa, dekstrin, selulosa, dan pati. Karbohidrat sangat penting peranannya yaitu sebagai sumber energi bagi tubuh.
31
Kadar karbohidrat pada analisis komposisi kimia ini dihitung secara by difference. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar karbohidrat tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan karena komponen utama tepung bumbu adalah tepung sehingga walaupun dilakukan formulasi dengan penambahan MOCAF hal ini tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada komposisi karbohidratnya. Tepung merupakan bahan pangan yang mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi. Dari data yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 10, kadar karbohidrat semakin meningkat seiring dengan tingkat penambahan MOCAF. Hal ini disebabkan kadar karbohidrat MOCAF yaitu 90.72 % (bk) yang lebih tinggi dari kadar karbohidrat tepung terigu yaitu 83.03 % (bk). Rentang nilai rata-rata dari kadar karbohidrat tepung bumbu ayam goreng ini adalah 76.84 % – 79.63 % (bk). Pemakaian MOCAF yang semakin banyak akan menyebabkan pergeseran persentase komposisi karbohidrat dari tepung bumbu ayam goreng tersebut. MOCAF merupakan tepung yang berasal dari umbi-umbian sehingga kadar karbohidratnya tinggi.
Gambar 10. Grafik hubungan formula dengan kadar karbohidrat tepung bumbu ayam goreng
32
2. Sifat Fungsional a.
Water Holding Capacity (WHC) Water holding capacity (WHC) digunakan untuk mengukur kemampuan tepung dalam menahan air yang diserapnya. Air yang ditambahkan pada tepung akan mempengaruhi sifat fisik dan proses pengolahan tepung menjadi produk pangan seperti pada adonan yang digunakan sebagai tepung pelapis (coating). Nilai WHC ini dipengaruhi oleh kandungan air dalam bahan. Dari hasil pengujian pada Tabel 6 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa kemampuan menahan air tepung bumbu ayam goreng meningkat seiring dengan tingkat penambahan MOCAF. Hal ini disebabkan karena dengan tingkat pemakaian MOCAF yang semakin banyak, kadar air dari tepung bumbu ayam goreng akan semakin rendah. Kadar air yang rendah pada tepung bumbu ayam goreng akan menyebabkan tepung mampu untuk menyerap air lebih banyak sehingga daya menahan airnya juga lebih besar. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada WHC tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan karena kemampuan tepung dalam menyerap dan menahan air tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan air dalam bahan saja melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kandungan amilosa, ukuran granula pati, dan kadar lemak dari bahan. Air yang terserap dalam molekul pati disebabkan oleh sifat fisik granula maupun terikat secara intramolekuler (Kulp dan Joseph, 2000). Namun pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian lebih lanjut tentang struktur molekuler dari tepung bumbu ayam goreng.
b.
Oil Holding Capacity (OHC) Oil
holding
kemampuan
tepung
capacity dalam
(OHC) menahan
digunakan minyak
untuk yang
mengukur diserapnya.
Kemampuan ini ditentukan oleh adanya kandungan lemak dan serat
33
(Yuliasih, 2008). Lemak dapat membentuk lapisan yang bersifat hidrofobik pada permukaan jaringan serat, sedangkan serat memiliki kemampuan menyerap minyak. Kandungan lemak yang rendah pada tepung akan membuat tepung menyerap minyak lebih banyak dari luar. Demikian juga kandungan serat. Kandungan serat yang tinggi pada tepung akan membuat tepung mempunyai kemampuan untuk menyerap dan menahan minyak lebih besar.
Gambar 11. Grafik hubungan formula dengan water holding capacity tepung bumbu ayam goreng
Dari hasil pengujian yang telah didapatkan pada Tabel 6 dan Gambar 12 dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya pemakaian MOCAF tidak membuat nilai OHC semakin meningkat. Padahal dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya pemakaian MOCAF, kadar lemak semakin rendah dan kadar serat semakin tinggi. Dengan keadaan tersebut seharusnya kemampuan tepung untuk menyerap dan menahan minyak semakin besar. Nilai rata-rata OHC yang didapatkan adalah 7.50 % - 8.00 %. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada OHC tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan karena kemampuan tepung bumbu ayam goreng dalam menyerap dan menahan minyak tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan lemak dan serat dari tepung bumbu ayam 34
goreng tersebut melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti kadar pati, kadar amilosa, dan kerusakan granula pati (Herniawan, 2010). Namun pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian pengujian lebih lanjut tentang
struktur molekuler dari tepung bumbu ayam goreng. Kemampuan tepung bumbu ayam goreng dalam menyerap dan menahan minyak ini akan mempengaruhi proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng menjadi bahan pangan yaitu pada saat proses penggorengan. Tepung yang memiliki nilai OHC yang besar akan lebih banyak menyerap dan menahan minyak yang digunakan untuk menggoreng. Hal ini akan menyebabkan minyak goreng yang digunakan akan cepat habis.
Gambar 12. Grafik hubungan formula dengan oil holding capacity tepung bumbu ayam goreng 3. Pengujian Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan dengan tujuan mengenal beberapa sifat-sifat organoleptik beberapa produk yang berperan dalam analisis bahan dan melatih panca indera untuk mengenal jenis-jenis rangsangan (Rahayu, 1998). Penilaian sifat-sifat indrawi dari produk pangan menggunakan manusia sebagai instrumen, karenanya sifat indrawi juga disebut subyektif. Subyektivitas sifat indrawi bertingkat-tingkat. Yang paling tinggi tingkat subyektivitasnya ialah sifat hedonik, yaitu sifat yang menyatakan disukai, disenangi, enak, atau lawannya (Soekarto dan Hubeis, 1992). Pada pengujian ini digunakan uji hedonik, yaitu pada tepung bumbu ayam goreng dan pada ayam yang telah digoreng dengan tepung bumbu tersebut.
35
a.
Tepung Bumbu Ayam Goreng Warna Warna merupakan faktor mutu yang sangat penting dalam menilai produk-produk makanan. Warna juga merupakan faktor awal yang menjadi penilaian awal konsumen terhadap suatu produk. Pada produk tepung-tepungan, warna menjadi suatu atribut yang penting. Warna pada tepung-tepungan tergantung dari warna bahan baku pembuat tepung tersebut. Warna tepung akan sangat mempengaruhi produk akhir suatu bahan pangan. Pada umumnya konsumen menyukai warna tepung yang bersih atau putih. Warna tepung yang bersih atau putih akan membuat produk akhir memiliki penampakan yang baik. Warna MOCAF lebih putih dari tepung terigu. Hal ini disebabkan karena kandungan protein MOCAF yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu. Kandungan protein dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan atau pemanasan. Dari hasil uji hedonik terhadap parameter warna diketahui bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis sebesar 3.93 - 4.13 (Gambar 13). Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada warna tepung bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dari tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari penambahan bumbu berupa tepung ketumbar, tepung pala, tepung lada, dan cabe bubuk yang berwarna coklat dan merah sehingga mempengaruhi penampakan warna dari tepung bumbu menjadi kecoklatan dan warna tersebut sangat mendominasi sehingga adanya pemakaian MOCAF tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Nilai rata-rata panelis terhadap warna tepung bumbu ayam goreng menunjukkan hasil yang fluktuatif. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
36
psikis dan fisiologis panelis mengingat pengujian ini bersifat subyektif.
Aroma Aroma merupakan parameter tepung bumbu ayam goreng yang dianalisis. Aroma dari tepung bumbu ini diakibatkan oleh adanya penambahan bumbu dan rempah. Aroma tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan bau yang khas (Dewayanti, 1997).
Gambar 13. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna tepung bumbu ayam goreng Aroma yang didapatkan dari tepung bumbu ayam goreng ini berasal dari campuran bumbu seperti tepung ketumbar, tepung pala, tepung lada, cabe bubuk, dan tepung bawang yang mempunyai kandungan minyak atsiri sehingga memberikan aroma yang khas. Dari hasil uji hedonik terhadap parameter aroma diketahui bahwa nilai ratarata tingkat kesukaan panelis sebesar 4.37 – 5.17 (Gambar 14). Rentang nilai rata-rata ini menyatakan bahwa panelis memberikan penilaian yang netral menuju suka terhadap aroma tepung bumbu ayam goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa adanya formulasi
37
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada aroma tepung bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma dari tepung bumbu ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 11, memperlihatkan bahwa formula A tidak berbeda nyata dengan formula D. Formula D, formula C, dan formula B tidak saling berbeda nyata. Sedangkan formula C dan formula B berbeda nyata dengan formula A. Dari data yang diperoleh, semakin besar tingkat pemakaian MOCAF, semakin besar pula tingkat kesukaan
panelis terhadap
aroma tepung bumbu ayam goreng. Hal ini dapat dijelaskan bahwa MOCAF
adalah
produk
turunan
dari
tepung
kasava
yang
menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Dari proses fermentasi akan terbentuk asam-asam organik. Senyawa asam ini akan bercampur dalam tepung sehingga tepung akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa ubi kayu yang cenderung tidak disukai konsumen (Subagio et al., 2008). Flavor dan aroma MOCAF ini dapat menutupi aroma ubi kayu itu sendiri dan juga mampu menutupi aroma tepung terigu atau tepung yang lainnya. Tetapi pada formula D, yaitu tingkat pemakaian MOCAF 100 %, tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung bumbu ayam goreng menurun. Hal ini disebabkan dengan pemakaian MOCAF 100 % tidak hanya dapat menutupi aroma tepung lain yang digunakan, namun disebabkan juga dapat menutupi aroma dari bumbu dan rempah yang ditambahkan.
Tekstur Tekstur merupakan parameter penting dari suatu produk tepungtepungan. Produk tepung-tepungan cenderung disukai konsumen dari segi tekstur jika memiliki tingkat kehalusan yang tinggi. Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter tekstur adalah sebesar 5.10 – 5.43 (Gambar 15). Rentang nilai ini menunjukkan
38
bahwa panelis memberikan penilaian bahwa tekstur tepung bumbu ayam goreng ini agak halus menuju ke halus.
Gambar 14. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung bumbu ayam goreng
Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tekstur tepung bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur dari tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan proses pembuatan tepung bumbu ayam goreng ini melalui cara dan tahapan yang sama sehingga tidak menyebabkan perubahan tekstur dari tepung bumbu ayam goreng tersebut. Dari data yang diperoleh, semakin besar tingkat pemakaian MOCAF, semakin besar pula tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tepung bumbu ayam goreng. Hal ini dapat dijelaskan bahwa MOCAF
adalah
produk
turunan
dari
tepung
kasava
yang
menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme. Mikroorganisme ini akan dapat membantu memperbaiki tekstur dari tepung kasava selain meningkatkan flavor dan aroma (Hanif, 2009). Sehingga dengan
39
pemakaian MOCAF yang semakin banyak, tekstur tepung akan semakin halus. Tetapi pada formula D, yaitu tingkat pemakaian MOCAF 100 %, tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tepung bumbu ayam goreng menurun. Perolehan nilai rata-rata yang menurun ini disebabkan karena panelis menilai secara subyektif. Penilaian subyektif ini dipengaruhi oleh faktor psikis dari masing-masing orang.
Penerimaan Umum Penerimaan umum adalah penerimaan panelis terhadap suatu produk secara keseluruhan. Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter penerimaan umum adalah sebesar 5.03 – 5.40 (Gambar 16). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian agak suka menuju suka terhadap tepung bumbu ayam goreng secara keseluruhan.
Gambar 15. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tepung bumbu ayam goreng Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada penerimaan umum tepung bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada
40
tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan dari tepung bumbu ayam goreng secara keseluruhan. Hal ini disebabkan bahan-bahan, cara, dan tahapan pembuatan dari tepung bumbu ayam goreng adalah sama. Selain itu bumbu-bumbu yang digunakan jenisnya sama sehingga adanya formulasi tidak memberikan perbedaan pada penampakkan tepung bumbu ayam goreng secara keseluruhan. Penilaian penerimaan umum merupakan penilaian panelis secara keseluruhan terhadap tepung bumbu ayam goreng yang dilihat dari semua parameter yang ada meliputi warna, aroma, ataupun tekstur.
Gambar 16. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan umum tepung bumbu ayam goreng
b. Aplikasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Warna Warna merupakan faktor awal yang menjadi penilaian awal konsumen terhadap suatu produk. Suatu bahan makanan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang, tidak menarik, atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Pada
produk
yang
digoreng,
warna
merupakan
indikator
kematangan. Produk gorengan jika sudah matang memiliki warna coklat keemasan. Jika warna produk pucat maka produk yang 41
digoreng itu belum matang. Namun sebaliknya jika warna terlalu coklat maka dapat dikatakan bahwa produk tersebut gosong. Warna dari produk yang digoreng sangat dipengaruhi oleh suhu pemasakan dan juga kondisi minyak yang dipakai untuk menggoreng. Jika suhu terlalu tinggi maka bahan yang digoreng akan cepat gosong sehingga warnanya tidak menarik. Demikian juga kondisi minyak yang digunakan untuk menggoreng, apabila minyak goreng yang digunakan bersih (baru), maka produk yang digoreng mempunyai penampilan yang menarik. Pada saat menggoreng, terjadi perubahan warna bahan yang digoreng. Hal ini disebabkan adanya transfer panas dari minyak ke bahan yang digoreng sehingga terjadi proses pencoklatan dari bahan tersebut. Perubahan warna bahan yang digoreng menjadi coklat ini disebabkan
oleh
reaksi
pencoklatan
non
enzimatik.
Reaksi
pencoklatan non enzimatik merupakan reaksi pencoklatan yang tidak melibatkan aktivitas enzim dan biasanya disebabkan oleh perlakuan panas. Hal ini disebut dengan reaksi Maillard. Menurut Hurrell (1982), reaksi Maillard adalah reaksi antara gugus karbonil yang berasal dari gula pereduksi dengan gugus amino yang berasal dari asam amino, peptida, atau protein. Reaksi tersebut mengarah pada pembentukan warna coklat (melanoidin) dan flavor karena adanya pemanasan. Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter warna adalah sebesar 4.67 – 5.47 (Gambar 17). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke suka terhadap warna ayam goreng yang diujikan. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada warna ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna ayam goreng.
42
Dari uji lanjut Duncan (Lampiran 14) diketahui bahwa formula D memiliki nilai rata-rata terbesar dan berbeda nyata dari formula B. Formula B tidak berbeda nyata dengan formula A dan formula C. Begitu juga formula C tidak berbeda nyata dari formula A dan formula D. Nilai rata-rata yang dihasilkan fluktiatif. Namun mulai dari formula B, semakin banyaknya pemakaian MOCAF hingga 100 % (formula D), nilai rata-rata tingkat kesukaan semakin meningkat. Warna MOCAF yang lebih putih dari tepung terigu membuat warna tepung bumbu ayam goreng menjadi lebih cerah dengan adanya pemakaian MOCAF yang semakin banyak, walaupun dari hasil uji hedonik terhadap warna dari tepung bumbu ayam goreng tidak memberikan perbedaan yang nyata tetapi memberikan hasil yang signifikan ketika tepung bumbu ayam goreng tersebut diaplikasikan pada bahan. Dengan semakin cerahnya warna tepung bumbu yang digunakan, hal ini akan berpengaruh pada bahan yang digoreng dengan menggunakan tepung bumbu, yaitu penampakan dari produk gorengan yang dihasilkan akan semakin baik.
Aroma Peranan aroma dalam makanan sangat penting karena aroma turut menentukan daya terima konsumen terhadap makanan. Aroma tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan bau yang khas, serta perbandingan berbagai komponen bahan yang lain (Dewayanti, 1997). Pada produk yang digoreng, perendaman dan pemasakan bahan pangan dalam minyak panas bertujuan untuk memperoleh produk dengan kerakteristik warna, aroma, dan tekstur yang khas (Saguy dan Dana, 2003). Aroma yang dihasilkan dari suatu produk adalah akibat dari proses pemasakan dan pematangan serta masuknya lemak dari minyak goreng ke dalam produk sehingga menambah aroma.
43
Gambar 17. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna aplikasi tepung bumbu ayam goreng Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter aroma adalah sebesar 4.83 – 5.47 (Gambar 18). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke suka terhadap aroma ayam goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada aroma ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma ayam goreng. Hal ini disebabkan pada saat pengaplikasian tepung bumbu ayam goreng pada ayam, jenis minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng adalah sama sehingga lemak yang ditransfer dari minyak goreng ke bahan juga sama sehingga flavor (aroma) yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Dari nilai rata-rata yang didapat menunjukkan bahwa tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma ayam goreng fluktuatif. Penurunan
dan
peningkatan
nilai
kesukaan
terhadap
aroma
menunjukkan pola yang tidak teratur. Hal ini disebabkan bahwa penilaian aroma sangat dipengaruhi oleh faktor psikis dan fisiologis panelis. Aroma bersifat sangat subyektif dan sukar diukur.
44
Gambar 18. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma aplikasi tepung bumbu ayam goreng Tekstur Setiap bentuk makanan mempunyai sifat tekstur sendiri tergantung pada keadaan fisik, ukuran, dan bentuk sel yang dikandungnya. Penilaian tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas, atau kerenyahan (Dewayanti, 1997). Pada produk yang digoreng, parameter tekstur lebih cenderung mengenai kerenyahan hasil akhir dari produk yang digoreng tersebut. Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter tekstur adalah sebesar 4.27 – 5.37 (Gambar 19). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke renyah terhadap tekstur ayam goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 16 menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tekstur ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur ayam goreng. Dari uji lanjut Duncan (Lampiran 16), formula A berbeda nyata dengan formula B, formula C, ataupun formula D. Sedangkan antara formula B, formula C, dan formula D tidak saling berbeda nyata. Formula D dengan pemakaian MOCAF 100 % mempunyai tingkat kerenyahan tertinggi dengan nilai rata-rata terbesar. 45
Pada produk gorengan yang di-coating, kerenyahan dipengaruhi oleh kemampuan tepung pelapis dalam menyerap dan menahan air. Jika tepung pelapis banyak menyerap air maka saat pemanasan dengan penggorengan, air akan menguap dan meninggalkan pori-pori kosong yang sebagian diantaranya akan terisi oleh minyak. Pori-pori kosong tersebut menyebabkan bahan menjadi porous dan apabila dimakan terasa renyah. Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa kerenyahan ayam meningkat sering dengan semakin banyaknya tingkat pemakaian MOCAF. Hal ini disebabkan karena semakin banyak tingkat pemakaian MOCAF, kemampuan menyerap dan menahan air semakin besar. Tepung bumbu ayam goreng dengan pemakaian MOCAF terbanyak akan lebih mampu menyerap dan menahan air yaitu pada saat pembuatan adonan pelapis untuk mencoating ayam sehingga ayam yang diaplikasikan dengan tepung bumbu ini saat digoreng menghasilkan ayam yang renyah. Menurut Yuyun (2007), hal lain yang mempengaruhi kerenyahan suatu bahan yang digoreng ditentukan oleh teknik penggorengan. Untuk menggoreng agar renyah (crispy) sebaiknya dilakukan dengan teknik deep fry, yakni semua bahan terendam dalam minyak.
Rasa Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam mengambil keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun warna, aroma, dan tekstur baik namun jika rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak makanan tersebut. Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah) dimana akhirnya kesatuan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan rasa makanan yang dinilai (Katerina, 1992). Menurut Winarno (1992), cita rasa dipengaruhi oleh senyawa yang dapat memberikan rangsangan
46
pada indera penerima pada mengecap dan kesan yang ditinggalkan pada indera perasa setelah menelan produk tersebut. Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter rasa adalah sebesar 4.73 – 5.43. Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke suka terhadap rasa ayam goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada rasa ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa ayam goreng.
Gambar 19. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur aplikasi tepung bumbu ayam goreng Menurut Yuyun (2007), teknik memasak dengan penggorengan akan menghasilkan rasa yang gurih karena kandungan lemak dalam minyak masuk ke dalam bahan yang digoreng. Pada penelitian ini ayam yang diaplikasikan dengan tepung bumbu diolah dengan teknik yang sama yaitu digoreng, memakai minyak yang sama, dan juga bahan yang sama yaitu ayam, sehingga rasa yang dihasilkan dari ayam yang diaplikasikan dengan masing-masing tepung bumbu ayam goreng adalah sama. Selain itu, jenis dan jumlah bumbu-bumbu yang
47
digunakan dalam tiap formula adalah sama sehingga rasa yang dihasilkan juga sama untuk masing-masing ayam yang diaplikasikan dengan tepung bumbu ayam goreng tersebut. Dari data yang diperoleh pada Gambar 20 memperlihatkan nilai rata-rata tingkat kesukaan konsumen rasa ayam goreng fluktuatif. Penurunan
dan
peningkatan
nilai
kesukaan
terhadap
rasa
menunjukkan pola yang tidak teratur. Hal ini disebabkan bahwa penilaian rasa bersifat subyektif.
Gambar 20. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa aplikasi tepung bumbu ayam goreng
Penerimaan Umum Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter penerimaan umum adalah sebesar 4.83 – 5.30 (Gambar 21). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral menuju suka terhadap ayam goreng secara keseluruhan. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran
18
menunjukkan
bahwa
adanya
formulasi
tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada penerimaan umum ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan dari ayam goreng secara keseluruhan.
48
Penilaian penerimaan umum merupakan penilaian panelis secara keseluruhan terhadap ayam goreng yang dilihat dari semua parameter yang ada yaitu warna, aroma, tekstur, dan rasa ayam goreng. Walaupun dari segi warna dan tekstur berbeda nyata, namun dari segi aroma dan rasa tidak berbeda nyata sehingga saat panelis memberikan penilaian secara keseluruhan, panelis memberikan penilaian tidak berbeda nyata untuk ayam yang diaplikasikan dengan masing-masing tepung bumbu tersebut.
Gambar 21. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan umum aplikasi tepung bumbu ayam goreng
C. Penyimpanan Tepung Bumbu Ayam Goreng 1. Karakteristik Kemasan Pada penelitian ini digunakan dua jenis kemasan plastik. Jenis plastik yang digunakan adalah Polypropilene (PP) dan Oriented Polypropilene / Vacuum Metalized Cast Polypropilene (OPP/VMCPP) yang dapat dilihat pada Gambar 22. Pemilihan penggunaan jenis kemasan ini didasarkan pada karakteristik kemasan yang dinilai cukup baik bagi perlindungan produk tepung bumbu ayam goreng serta ketersediaan kemasan di pasaran.
49
Gambar 22. Kemasan PP dan OPP/VMCPP yang digunakan pada penelitian
Karakteristik kemasan yang diuji meliputi ketebalan, gramatur, dan densitas. Hasil uji karakteristik kemasan dapat dilihat pada Tabel 7 dan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 7. Hasil uji karakteristik kemasan Jenis Kemasan PP OPP/VMCPP
Ketebalan (mm) 0.023 0.011
Gramatur (g/m2) 81.41 52.78
Densitas (g/m3) 3.54 x 106 4.80 x 106
Jenis bahan kemasan berkaitan dengan kemampuan uap air dan gas oksigen dalam menembus kemasan tersebut. Adanya uap air dan oksigen yang masuk ke dalam produk melalui kemasan akan menyebabkan penurunan mutu produk. Sifat-sifat daya tembus dipengaruhi oleh suhu, ketebalan lapisan, orientasi dan komposisi, kondisi atmosfer, dan faktor lainnya (Buckle, 1987). Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kemasan OPP/VMCPP mempunyai nilai densitas lebih besar dibandingkan kemasan PP. Menurut Iskandar (1988), semakin besar nilai densitasnya daya tembus (permeabilitas) gas dan uapnya semakin kecil.
2. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan a. Kadar Air Kadar air merupakan parameter mutu yang penting dalam penyimpanan produk kering. Kadar air bahan pertanian yang tinggi
50
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan kapang. Kadar air yang tinggi pada tepung bumbu ayam goreng akan menyebabkan kerusakan yang ditandai dengan penggumpalan tepung bumbu tersebut. Kadar air pada produk tepung bumbu ayam goreng dalam kemasan mengalami perubahan selama penyimpanan. Perubahan kadar air tepung bumbu ayam goreng pada dua kemasan yang disimpan pada suhu 30⁰C, 35⁰C, dan 45⁰C dapat dilihat pada Lampiran 19. Sedangkan grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dan kadar air dapat dilihat pada Gambar 23. Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui bahwa nilai kadar air mengalami peningkatan selama penyimpanan. Perubahan kadar air pada tepung bumbu ayam goreng disebabkan karena sifatnya yang higroskopis. Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya. Jika kelembaban relatif lingkungan tinggi, bahan akan menyerap sejumlah air dari lingkungannya untuk menyesuaikan dengan kelembaban relatif lingkungan. Hal ini menyebabkan nilai kadar air mengalami peningkatan. Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan regresi linier tersebut juga dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan peningkatan kadar air juga semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena adanya sifat permeabilitas dari bahan kemasan tersebut terhadap uap air. Penggunaan suhu penyimpanan yang berbeda dapat mempengaruhi sifat permeabilitas bahan kemasan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka permeabilitas bahan kemasan terhadap uap air akan semakin meningkat. Peningkatan sifat permeabilitas ini akan membuat semakin banyak uap air dari lingkungan yang melewati bahan kemasan. Permeabilitas kemasan meningkat seiring dengan peningkatan suhu disebabkan karena kemasan akan memuai pada suhu yang lebih tinggi sehingga membuat pori-pori kemasan membesar dan kemasan lebih mudah ditembus oleh uap air. Hal ini juga didukung dengan sifat tepung bumbu ayam goreng yang higroskopis sehingga uap air yang masuk akan lebih mudah diserap.
51
(a)
(b) Gambar 23. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan Kemampuan permeabilitas tiap kemasan yang berbeda-beda akan berpengaruh terhadap laju transmisi uap airnya. Permeabilitas kemasan dipengaruhi oleh nilai densitas kemasan. Pengukuran nilai densitas pada plastik sangat penting karena densitas dapat menunjukkan struktur plastik secara umum. Aplikasi dari hal tersebut yaitu dapat dilihat kemampuan plastik dalam melindungi produk dari beberapa zat seperti air, O2, dan 52
CO2. Kemiringan (slope) persamaan regresi linier pada kemasan PP lebih besar dibandingkan pada kemasan OPP/VMCPP. Dari kemiringan persamaan regresi linier ini dapat diketahui bahwa laju peningkatan kadar air pada kemasan PP lebih besar dibandingkan dengan kemasan OPP/VMCPP. Hal ini disebabkan densitas kemasan PP lebih kecil dari densitas kemasan OPP/VMCPP. Birley et al. (1988), mengemukakan bahwa plastik dengan densitas yang rendah menandakan bahwa plastik tersebut memiliki struktur yang terbuka, artinya mudah atau dapat ditembus fluida seperti air, oksigen, atau CO2. Selain itu dari karakteristiknya, kemasan OPP/VMCPP merupakan plastik laminasi dari dua buah plastik yaitu OPP dan CPP. Metallized plastik yang dimaksud dalam kemasan ini adalah CPP yang disemprot dengan aluminium sehingga terlapisi dan kemudian dilaminasi dengan OPP untuk kebutuhan pelabelan. Lapisan logam pada kemasan ini memiliki struktur molekul yang rapat sehingga dapat memperlambat proses difusi. Proses difusi yang lambat menyebabkan rendahnya tingkat permeabilitas terhadap uap air sehingga kadar air tepung bumbu ayam goreng pada kemasan ini lebih rendah dibandingkan kemasan PP.
b. Water Holding Capacity (WHC) Faktor lain yang diuji selama penyimpanan adalah water holding capacity (WHC). WHC diuji untuk mengetahui perubahan mutu tepung bumbu ayam goreng dalam menyerap dan menahan air selama penyimpanan. Perubahan WHC tepung bumbu ayam goreng pada dua kemasan yang disimpan pada suhu 30⁰C, 35⁰C, dan 45⁰C dapat dilihat pada Lampiran 20. Sedangkan grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dan WHC dapat dilihat pada Gambar 24.
53
(a)
(b) Gambar 24. Grafik perubahan WHC dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan Berdasarkan hasil regresi linier, nilai WHC yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan
selama penyimpanan.
Hal
ini
ditunjukkan dengan nilai kemiringan (slope) yang bernilai negatif. Hal ini disebabkan karena nilai WHC ditentukan oleh kadar air dalam tepung bumbu ayam goreng. Selama penyimpanan kadar air tepung bumbu ayam goreng mengalami peningkatan. Dengan kadar air yang meningkat maka kemampuan tepung bumbu untuk menyerap air dari luar akan semakin
54
rendah. Hal ini akan mempengaruhi sifat fungsional dari tepung bumbu ketika diaplikasikan. Dengan rendahnya nilai WHC, maka saat tepung bumbu ayam goreng dicampur dalam air, kemampuan menyerap dan menahan airnya akan rendah, sehingga pada saat digunakan untuk menggoreng ayam, ayam yang dicoating dengan menggunakan tepung bumbu ini tidak akan mempunyai tekstur yang renyah. Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan regresi linier, diketahui bahwa penurunan nilai WHC semakin besar dengan semakin meningkatnya suhu. Pada suhu 45⁰C penurunan nilai WHC adalah yang terbesar kemudian suhu 35⁰C dan penurunan nilai WHC yang terkecil adalah pada suhu 30⁰C. Kemasan yang digunakan juga berpengaruh terhadap nilai WHC. Kemiringan (slope) persamaan linier pada kemasan PP lebih besar dibandingkan kemasan OPP/VMCPP menunjukkan bahwa kemasan PP mempunyai penurunan nilai WHC yang lebih besar dibandingkan dengan kemasan OPP/VMCPP. Hal ini disebabkan karena kemasan PP kurang mampu melindungi tepung bumbu ayam goreng terhadap uap air sehingga laju kenaikan kadar air lebih besar sehingga mempengaruhi nilai WHC selama penyimpanan yaitu penurunan nilai WHC yang besar.
c. Oil Holding Capacity (OHC) Oil holding capacity (OHC) merupakan kemampuan tepung bumbu dalam menyerap dan menahan miyak. Kemampuan tepung bumbu dalam menyerap minyak disebabkan oleh kadar serat tepung bumbu tersebut. Perubahan WHC tepung bumbu ayam goreng pada dua kemasan yang disimpan pada suhu 30⁰C, 35⁰C, dan 45⁰C dapat dilihat pada Lampiran 21. Selama penyimpanan akan dilihat pengaruh lama penyimpanan, suhu penyimpanan dan jenis kemasan terhadap nilai dari OHC tepung bumbu ayam goreng ini. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 25.
55
(a)
(b) Gambar 25. Grafik perubahan OHC dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui bahwa nilai OHC cenderung mengalami peningkatan selama penyimpanan. Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan linier, diketahui bahwa peningkatan nilai OHC semakin tinggi dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya suhu penyimpanan, suhu di dalam ruangan akan semakin panas. Karena adanya panas inilah
56
menyebabkan pori-pori serat tepung bumbu ayam goreng membesar sehingga meningkatkan kemampuan tepung bumbu ayam goreng dalam menyerap minyak. Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan linier, diketahui juga bahwa laju peningkatan nilai OHC pada kemasan PP lebih besar dibandingkan dengan kemasan OPP/VMCPP. Hal ini disebabkan karena kemasan PP bukan merupakan plastik laminasi sehingga daya tembus panasnya lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan OPP/VMCPP yang merupakan jenis plastik laminasi dari dua jenis plastik yaitu OPP dan CPP. Berbagai jenis plastik laminasi bersifat sangat kuat dan tahan panas. Dengan daya tembus panas yang lebih tinggi, panas dari ruangan akan lebih banyak masuk ke dalam kemasan sehingga menyebabkan pori-pori serat tepung bumbu ayam goreng membesar sehingga kemampuan tepung bumbu menyerap minyak akan lebih besar. Dengan
semakin
besar
nilai
OHC,
menunjukkan
bahwa
kemampuan tepung bumbu tersebut dalam menyerap minyak goreng semakin besar. Hal ini bersifat merugikan karena minyak yang dipakai untuk menggoreng akan cepat habis.
d. Total Mikroba Pengujian mikrobiologi sangat penting bagi produk-produk makanan. Pengujian mikrobiologi dapat digunakan sebagai indikator ketahanan makanan selama penyimpanan selain itu sebagai indikator sanitasi dan keamanan pangan. Pengujian mikrobiologi terhadap tepung bumbu ayam goreng dilakukan untuk mengetahui jumlah total mikroba baik dalam bentuk kapang, khamir, maupun bakteri yang terkandung dalam tepung bumbu ayam goreng. Dalam penelitian ini digunakan metode total plate count (TPC) untuk menghitung total jumlah mikroba. Pada penelitian ini dilakukan empat kali pengamatan total jumlah mikroba yaitu pada hari ke-1, ke-2, ke-37, dan ke-51.
57
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui jumlah mikroba yang terdapat pada tepung bumbu ayam goreng mengalami peningkatan selama penyimpanan (Lampiran 22). Peningkatan jumlah mikroorganisme yang tumbuh diakibatkan karena adanya kenaikan kadar air. Hal ini seperti yang diungkapkan Herawati (2008), kandungan air dalam bahan pangan, selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan. Peningkatan jumlah mikroba pada produk tepung bumbu ayam goreng berbeda-beda selama penyimpanan. Dapat dilihat pada Gambar 26, bahwa jumlah mikroba yang banyak terjadi pada produk tepung bumbu ayam goreng yang disimpan pada suhu 30⁰C dan 35⁰C. Pada suhu tersebut dapat dilihat bahwa mikroorganisme yang banyak tumbuh adalah mikroorganisme mesofilik dengan jenis kapang dimana dapat tumbuh optimum pada suhu 30⁰C - 37⁰C. Menurut Syarief dan Halid (1991), penyimpangan mutu yang terjadi pada bahan pangan kering seperti jenis tepung, biji-bijian, dan serealia disebabkan oleh pertumbuhan kapang seperti Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan jarang disebabkan oleh bakteri dan khamir. Sampai akhir penyimpanan, jumlah mikroba yang tumbuh pada tepung bumbu ayam goreng masih di bawah ketetapan SNI 01-4476-1998 tentang tepung bumbu yang mensyaratkan jumlah total mikroba 6 log koloni/gram. Tepung bumbu ayam goreng ini relatif aman karena jumlah total mikroba masih di bawah ketetapan SNI tepung bumbu. Selain itu, cara pengaplikasian tepung bumbu ayam goreng dengan cara pemasakan dalam minyak panas (suhu tinggi) akan membuat mikroba mati.
3. Pendugaan Umur Simpan Tepung Bumbu Ayam Goreng Penentuan parameter kritis didasarkan pada penurunan mutu produk selama masa penyimpanan. Beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan meliputi kadar air, water holding capacity (WHC), dan oil holding capacity (OHC). Pemilihan parameter kritis ditentukan atas perubahan mutu selama penyimpanan yang paling cepat menyebabkan
58
kerusakan produk dan paling mudah dikenali oleh konsumen. Dari beberapa parameter yang diujikan, parameter kadar air merupakan parameter yang paling cepat mempengaruhi kerusakan produk secara fisik.
(a)
(b) Gambar 26. Grafik perubahan total mikroba dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan
Pada produk tepung-tepungan termasuk tepung bumbu ayam goreng, kerusakan produk dicirikan dari penampakan fisik tepung yang menggumpal. Hal ini disebabkan sifat tepung yang higroskopis dan sensitif terhadap perubahan kadar air. Dengan kadar air yang meningkat maka tepung bumbu
59
akan mengalami aglomerasi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya daya kohesi dan menurunnya densitas kamba. Peningkatan kadar air yang terjadi secara terus menerus akan menyebabkan kadar air pada produk tepung bumbu ayam goreng mencapai titik kritisnya. Penentuan kadar air kritis dilakukan pada saat penampakan dari produk tepung bumbu ayam goreng sudah tidak menarik, yaitu dengan adanya penggumpalan pada tepung bumbu sehingga tidak disukai konsumen dan pada umumnya sulit larut dalam air. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa kadar air kritis tepung bumbu ayam goreng dari perlakuan terbaik sebesar 22.13 % dan ditunjukkan pada Gambar 27.
Gambar 27. Tepung bumbu ayam goreng yang telah mengalami aglomerasi Produk tepung bumbu ayam goreng yang telah mengalami aglomerasi pada
umumnya
akan
sulit
untuk
diaplikasikan.
Karena
dengan
menggumpalnya tepung bumbu ayam goreng, akan mempersulit pelarutan tepung bumbu dalam air dan mempersulit perekatan tepung dengan bahan jika akan diaplikasikan secara langsung.
a. Kemasan PP Selama masa penyimpanan, kadar air tepung bumbu ayam goreng pada kemasan PP mengalami peningkatan. Langkah selanjutnya dalam pendugaan umur simpan adalah membuat regresi linier dari masingmasing suhu penyimpanan pada kemasan PP seperti pada Gambar 23a. Berdasarkan Gambar 23a, diperoleh persamaan garis lurus dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu :
60
Suhu 30⁰C
y = 0.0608x + 5.1671
R2 = 0.9812
Suhu 35⁰C
y = 0.0730x + 5.8249
R2 = 0.9288
Suhu 45⁰C
y = 0.0789x + 5.9022
R2 = 0.9104
Nilai slope dari ketiga persamaan tersebut merupakan nilai k pada masing-masing suhu penyimpanan. Setelah didapatkan nilai k pada masing-masing suhu penyimpanan, dibuat plot Arrhenius dengan nilai ln k sebagai ordinat dan nilai 1/T sebagai absis. Plot Arrhenius dari produk tepung bumbu ayam goreng ini dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Grafik hubungan nilai ln k dengan 1/T produk tepung bumbu ayam goreng pada kemasan PP Berdasarkan analisis regresi linier terhadap grafik hubungan ln k dengan 1/T didapatkan persamaan garis y = -1551.9098x + 2.3608
R2 = 0.9184
dimana nilai slope dari persamaan tersebut merupakan nilai –Ea/R dari persamaan Arrhenius, sehingga dapat diperoleh energi aktivasi dari produk tepung bumbu ayam goreng sebagai berikut : -Ea/R = -1551.9098 K R
= 1.986 kal/mol K
E
= 3082.0929 kal/mol
Nilai intersep merupakan nilai ln ko dari persamaan Arrhenius sehingga : Ln ko = 2.3608 ko = 10.5994
61
Berdasarkan nilai -Ea/R dan ko yang telah diperoleh maka dapat disusun persamaan Arrhenius sebagai berikut k = ko e –Ea/RT k = 10.5994 e -1551.9098 (1/T) Setelah didapatkan persamaan Arrhenius untuk peningkatan kadar air maka dapat dihitung laju peningkatan kadar air pada tepung bumbu ayam goreng berdasarkan suhu sebagai berikut : Suhu 30⁰C atau 303 K
k = 10.5994 e -1551.9098 (1/T) k = 10.5994 e -1551.9098
(1/303)
k = 0.0632 Suhu 35⁰C atau 308 K
k = 10.5994 e -1551.9098 (1/T) k = 10.5994 e -1551.9098
(1/308)
k = 0.0687 Suhu 45⁰C atau 318 K
k = 10.5994 e -1551.9098 (1/T) k = 10.5994 e -1551.9098 (1/318) k = 0.0805
Setelah didapatkan laju peningkatan kadar air maka dapat dicari umur simpan dari tepung bumbu ayam goreng pada masing-masing suhu berdasarkan persamaan :
Dari persamaan tersebut maka dapat diketahui umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng adalah :
62
b. Kemasan OPP/VMCPP Selama masa penyimpanan, kadar air tepung bumbu ayam goreng pada
kemasan
OPP/VMCPP
mengalami
peningkatan.
Langkah
selanjutnya dalam pendugaan umur simpan adalah membuat regresi linier dari masing-masing suhu penyimpanan pada kemasan OPP/VMCPP seperti pada Gambar 23b. Berdasarkan Gambar 23b, diperoleh persamaan garis lurus dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu :
Suhu 30⁰C
y = 0.0477x + 5.3923
R2 = 0.9432
Suhu 35⁰C
y = 0.0591x + 5.5281
R2 = 0.9222
Suhu 45⁰C
y = 0.0620x + 5.5309
R2 = 0.9193
Nilai slope dari ketiga persamaan tersebut merupakan nilai k pada masing-masing suhu penyimpanan. Setelah didapatkan nilai k pada masing-masing suhu penyimpanan, dibuat plot Arrhenius dengan nilai ln k sebagai ordinat dan nilai 1/T sebagai absis. Plot Arrhenius dari produk tepung bumbu ayam goreng ini dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29. Grafik hubungan nilai ln k dengan 1/T produk tepung bumbu ayam goreng pada kemasan OPP/VMCPP Berdasarkan analisis regresi linier terhadap grafik hubungan ln k dengan 1/T didapatkan persamaan garis y = -1519.3377x + 2.0242
R2 = 0.8612
63
dimana nilai slope dari persamaan tersebut merupakan nilai –Ea/R dari persamaan Arrhenius, sehingga dapat diperoleh energi aktivasi dari produk tepung bumbu ayam goreng sebagai berikut : -Ea/R = -1519.3377 K R
= 1.986 kal/mol K
E
= 3017.4047 kal/mol
Nilai intersep merupakan nilai ln ko dari persamaan Arrhenius sehingga : Ln ko = 2.0242 ko= 7.5701 Berdasarkan nilai -Ea/R dan ko yang telah diperoleh maka dapat disusun persamaan Arrhenius sebagai berikut k = ko e –Ea/RT k = 7.5701 e -1519.3377 (1/T) Setelah didapatkan persamaan Arrhenius untuk peningkatan kadar air maka dapat dihitung laju peningkatan kadar air pada tepung bumbu ayam goreng berdasarkan suhu sebagai berikut : Suhu 30⁰C atau 303 K
k = 7.5701 e -1519.3377
(1/T)
k = 7.5701 e -1519.3377 (1/303) k = 0.0503 Suhu 35⁰C atau 308 K
k = 7.5701 e -1519.3377 (1/T) k = 7.5701 e -1519.3377 (1/308) k = 0.0546
Suhu 45⁰C atau 318 K
k = 7.5701 e -1519.3377 (1/T) k = 7.5701 e -1519.3377 (1/318) k = 0.0637
Setelah didapatkan laju peningkatan kadar air maka dapat dicari umur simpan dari tepung bumbu ayam goreng pada masing-masing suhu berdasarkan persamaan :
64
Dari persamaan tersebut maka dapat diketahui umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng adalah :
Berdasarkan hasil perhitungan pendugaan umur simpan dengan parameter kadar air dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan, umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng semakin rendah. Demikian juga adanya kemasan dapat mempengaruhi umur simpan suatu produk. Apabila dibandingkan kemasan OPP/VMCPP lebih mampu melindungi dan mempertahankan kadar air tepung bumbu ayam goreng dibandingkan kemasan PP, sehingga umur simpannya lebih lama. Kemasan dan kondisi penyimpanan sangat mempengaruhi umur simpan produk. Penyimpanan yang sesuai akan dapat memperpanjang umur simpan produk. Dengan demikian penyimpanan yang tepat untuk produk tepung bumbu ayam goreng adalah dengan menggunakan kemasan OPP/VMCPP pada suhu 30°C. Tabel 8. Umur simpan tepung bumbu ayam goreng
Suhu Penyimpanan 30°C 35°C 45°C
Umur simpan PP OPP/VMCPP 8 bulan 27 hari 11 bulan 5 hari 8 bulan 6 hari 10 bulan 9 hari 6 bulan 29 hari 8 bulan 25 hari
65