IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
SIFAT KIMIA SNACK
1.
Hasil analisis proksimat Hasil analisis proksimat pada berbagai jenis snack yang diuji terdiri dari
kadar air, protein, lemak, abu dan karbohidrat by difference. Data lengkap berbagai snack dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Analisis proksimat berbagai produk snack Sampel Biskuit Wafer coklat Coklat batang FSB Var. A FSB Var. B FSB Var. C FSB Var. D
Kadar Air (%bb) 2.1 2.0 0.9 9.2 8.7 9.6 11.4
Kadar Protein (%bb) 10.0 7.4 7.5 15.6 15.8 15.7 15.5
Kadar Lemak (%bb) 15.4 16.9 29.6 27.5 28.1 25.6 20.8
Kadar Abu (%bb) 3.2 1.2 1.5 2.5 2.2 2.4 2.5
Karbohidrat by difference (%bb) 69.3 72.4 60.5 45.2 45.1 46.7 49.9
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian a.
Kadar Air Menurut deMan (1997), kadar air dapat mempengaruhi penurunan mutu
makanan secara kimia dan mikrobiologi. Beberapa kerusakan yang disebabkan oleh kadar air yang tinggi pada bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, dan hidrolisis lemak.
Berdasarkan Tabel 6, kadar air pada biskuit dan wafer coklat masih dianggap aman karena nilainya masih di bawah 5% (BSN 1992). Keempat varian fruit soy bar memiliki nilai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan produk lainnya. Coklat batang memiliki kadar air terendah yaitu 0,9 % bb. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar lemak dan karbohidrat pada coklat batang yang menurunkan nilai kadar air.
b.
Kadar Protein Protein adalah zat gizi yang amat penting bagi manusia, karena berfungsi
sebagai sumber energi, zat pembangun, dan zat pengatur di dalam tubuh
27
(Muchtadi et. al. 2006). Dalam tubuh, protein diserap dalam bentuk asam amino. Setiap asam amino selalu mempunyai unsur nitrogen. Jumlah unsur nitrogen dapat digunakan sebagai dasar penentuan kadar protein. Pada pangan, protein mempunyai peran penting baik sebagai zat gizi maupun sebagai senyawa fungsional (Vaclavik dan Christian 2003). Kadar protein berbeda-beda tergantung dari bahan utama yang digunakan untuk membuat snack tersebut. Berdasarkan Tabel 6, keempat varian fruit soy bar berbasis tepung kedelai memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan produk lainnya, berkisar antara 15,5 hingga 15,8% bb. Biskuit memiliki kadar protein sebesar 10,0% bb. Wafer coklat dan coklat batang memiliki kadar protein yang hampir sama yaitu 7,4 dan7,5% bb.
c. Kadar Lemak Lemak (lipid) meliputi trigliserida sebagai komponen utama dan juga fosfolipid dan sterol (Vaclavik dan Christian 2003). Lemak (lipid) adalah istilah
umum yang menunjukkan senyawa yang relatif tidak larut air dan dapat diekstrak oleh pelarut non-polar (Muchtadi et. al. 2006). Lemak merupakan sumber energi yang dapat memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein, yaitu sebesar 9,0 kkal per gram serta berfungsi sebagai pelarut, pembawa vitamin larut lemak (A,D,E,K), dan sebagai peningkat palatabilitas (rasa enak dan lezat). Menurut Almatsier (2001), konsumsi lemak sebanyak 15-30% dari kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan. Namun lemak juga berperan penting dalam fungsi fisiologis dan sensori dari suatu produk pangan.
Berdasarkan Tabel 6, coklat batang memiliki kadar lemak tertinggi yaitu 29,6% bb. Keempat varian fruit soy bar memiliki kadar lemak yang berkisar antara 20,8 hingga 28,1% bb. Menurut SNI 01-2973-1992, kadar lemak biskuit dan wafer coklat memenuhi syarat mutu biskuit karena nilainya melebihi standar (9 %) yaitu 15,4 dan 16,9% bb.
d.
Kadar Abu Mineral dikenal sebagai komponen anorganik, dan umumnya jumlahnya
tidak lebih dari 4% dari total berat makanan. Mineral dalam bahan pangan
28
dibutuhkan untuk memelihara dan menjaga metabolisme normal dari tubuh dan fungsi-fungsi dari jaringan tubuh (Nabryzki 2002). Mineral merupakan zat gizi yang esensial karena tubuh tidak dapat mensintesisnya sehingga harus disuplai dari makanan yang dikonsumsi (Muchtadi et. al. 2006). Berdasarkan Tabel 6, biskuit memiliki kadar abu tertinggi yaitu 3,2 % bb. Kadar abu coklat batang adalah 1,5% bb, dan kadar abu keempat varian fruit soy bar berkisar antara 2,2 hingga 2,5% bb. Menurut SNI 01-2973-1992, snack yang memenuhi mutu syarat kandungan abu adalah wafer coklat (1,2% bb).
e.
Kadar Karbohidrat Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama bagi tubuh
(Almatsier 2001). Karbohidrat merupakan komponen organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen dapat berupa molekul sederhana dan kompleks (Vaclavik dan Christian 2003). Komponen karbohidrat yang banyak terdapat pada
produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Karbohidrat berperan dalam pembentukan karakteristik produk pangan. Kadar karbohidrat diukur dengan metode by difference. Berdasarkan Tabel 6, wafer coklat memiliki nilai karbohidrat tertinggi yaitu 72,4% bb sesuai dengan syarat mutu biskuit SNI 01-2973-1992 (min. 70%). Biskuit memiliki kadar karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 69,3% bb. Kadar karbohidrat coklat adalah 60,5% bb. Keempat varian fruit soy bar memiliki nilai karbohidrat terendah, yaitu berkisar antara 45,1 hingga 49,9% bb.
2.
Hasil analisis pati dan total gula Pati merupakan suatu bentuk homopolimer dengan ikatan α glikosidik. Pati
terdiri dari dua polimer yang berbeda, yaitu senyawa yang lurus (amilosa) dan senyawa bercabang (amilopektin) (Muchtadi et. al. 2006). Hasil analisis pati dan jumlah gula yang terdapat pada snack dapat dilihat pada Tabel 7.
29
Tabel 7. Kadar pati dan total gula berbagai produk snack Sampel Biskuit Wafer coklat Coklat batang FSB Var. A FSB Var. B FSB Var. C FSB Var. D
Kadar Pati (g/100g) 40.1 35.2 1.4 12.4 11.1 11.2 12.8
Kadar Amilosa (g/100g) 19.5 11.7 0.1 1.8 1.1 1.0 1.1
Kadar Amilopektin (g/100g) 20.6 23.5 1.3 10.5 10.0 10.2 11.7
Total Gula (g/100g) 24.3 32.2 58.1 24.2 26.0 26.5 26.6
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian a.
Analisis Total Pati Pati merupakan polisakarida yang banyak ditemukan di alam, selain
selulosa. Pati ditemukan dalam daun semua tanaman hijau dan dalam biji-bijian, buah-buahan, batang, akar, dan umbi. Pati merupakan produk akhir fotosintesis dan menyediakan energi yang disimpan secara kimia. Sumber energi bagi organisme non-fotosintesis berasal dari pati, yang secara prinsip berasal dari tanaman pangan seperti gandum, kentang, beras, jagung, sorgum, kacangkacangan, umbi garut, dan lain-lain. Asupan kalori manusia diperkirakan 60-70 % berasal dari pati (Robyt 2008). Berdasarkan Tabel 7, biskuit memiliki kadar pati tertinggi yaitu 40,1%. Wafer coklat berbasis terigu dan coklat memiliki kadar pati 35,2%. Kadar pati terendah dimiliki oleh coklat batang (1,4%) karena bahan utamanya adalah coklat. Keempat varian fruit soy bar mempunyai nilai kadar pati cukup rendah, yaitu berkisar antara 11,1 hingga 12,8%.
b.
Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin Menurut Chaplin (2008) amilosa adalah homopolimer lurus α-D-glukosa
yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4) dan bersifat larut dalam air panas. Amilopektin merupakan molekul polisakarida dengan rantai cabang. Ikatan pada rantai utama adalah α-(1,4) sedangkan ikatan pada titik cabang adalah α-(1,6) dan bersifat tidak larut dalam air. Struktur terbuka amilopektin membuat amilopektin mudah untuk digelatinisasi. Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. 30
Gambar 2. Struktur amilosa
Gambar 3. Struktur amilopektin Amilosa dan amilopektin memiliki karakteristik yang berbeda, antara lain hasil reaksi dengan iod. Jika bereaksi dengan iod, amilosa akan menghasilkan warna biru, sedangkan amilopektin akan menghasilkan warna merah jingga. Prinsip inilah yang digunakan pada analisis kadar amilosa. Pengukuran amilosa dilakukan berdasarkan prinsip iodine-binding. Amilosa akan berikatan dengan iodine pada pH rendah (4.5-4.8) sehingga terbentuk kompleks berbentuk heliks yang berwarna biru. Kompleks lemak dan amilosa akan mengakibatkan terhambatnya reaksi amilosa dengan iodin sehingga mengurangi intensitas warna biru dan mengakibatkan kecilnya kadar amilosa (Eliasson 2004). Nilai kadar amilosa dapat dilihat pada Tabel 7, biskuit memiliki nilai amilosa tertinggi yaitu 19,5%, disusul oleh wafer coklat yaitu 11,7%. Coklat batang memiliki kadar amilosa terendah yaitu 0,1%. Keempat varian fruit soy bar memiliki kadar amilosa yang cukup rendah, yaitu berkisar antara 1,0 hingga 1,8%.
31
Hasil analisis amilopektin diperoleh dari selisih kadar pati dan amilosa. Berdasarkan Tabel 7, nilai amilopektin tertinggi dimiliki oleh wafer coklat (23,5%), disusul oleh biskuit (20,6%). Coklat batang memiliki nilai amilopektin terendah yaitu 1,3%. Keempat varian fruit soy bar memiliki kadar amilopektin yang berkisar antara 10,0 hingga 11,7%.
c.
Analisis Total Gula Total gula yang dihitung adalah jumlah sukrosa dalam snack. Berdasarkan
Tabel 7, coklat batang memiliki jumlah gula terbanyak (58,1%) sedangkan biskuit memiliki jumlah gula yang rendah (24,3%). Keempat varian fruit soy bar mempunyai nilai total gula yang rendah, yaitu berkisar antara 24,2 hingga 26,6%. Nilai total gula fruit soy bar berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan kandungan buah kering yang terdapat di dalamnya. Wafer coklat memiliki jumlah gula 32,2%.
3.
Analisis Komposisi Mineral Sampel snack yang akan digunakan dalam pengukuran kadar mineral
harus terlebih dahulu diubah menjadi larutan abu melalui proses pengabuan. Proses pengabuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengabuan basah (wet digestion). Keuntungan metode pengabuan basah adalah kehilangan mineral akibat pemanasan yang berlebihan (di atas 6000C) dapat diminimalisasi (Robinson 1970). Sampel snack hasil pengabuan basah selanjutnya digunakan untuk analisis kadar Ca, K, Na, dan Fe dengan menggunakan flame AAS. AAS adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada absorpsi sinar UV atau visible oleh atomatom bebas pada fase gas (Robinson 1970). Larutan abu tersebut kemudian didispersikan menjadi droplet kecil yang kemudian akan dicampurkan dengan bahan bakar dan oksidan, lalu dibakar dalam api (flame). Api tersebut bertindak sebagai chamber (tempat larutan abu direaksikan). Efisiensi atomisasi dan ionisasi meningkat seiring dengan kenaikan suhu api. Kombinasi oksidan dan bahan bakar yang umum digunakan adalah campuran udara dan asetilen (Miller 1998).
32
Tabel 8. Kadar Ca, K, Na, dan Fe berbagai jenis snack Sampel Biskuit Wafer coklat Coklat batang FSB Var. A FSB Var. B FSB Var. C FSB Var. D
Kadar Ca (mg/100g) 506 241 270 301 297 298 299
Kadar K (mg/100g) 906 429 438 502 498 508 511
Kadar Na (mg/100g) 402 221 185 181 183 182 186
Kadar Fe (mg/100g) 7 7 7 8 8 9 8
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian Hasil analisis kadar Ca, K, Na, dan Fe berbagai snack dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, biskuit memiliki nilai Ca, K, dan Na paling tinggi. Kadar Fe tertinggi dimiliki oleh fruit soy bar varian C. Natrium merupakan ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi Na yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat dan menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi. Oleh karena itu, biskuit yang memiliki kadar Na tertinggi dapat menyebabkan hipertensi. Keunggulan keempat varian fruit soy bar adalah memiliki kadar Na rendah yang mencegah timbulnya hipertensi.
4.
Analisis kadar serat pangan Berdasarkan the 27th session of the Codex Committee on Nutrition and
Foods for Special Diettary (2005) di dalam Mcrealy (2005), serat pangan merupakan polimer karbohidrat dengan degree of polymerization (DP) tidak kurang dari tiga yang tidak dapat dicerna maupun diserap oleh usus. Serat pangan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu serat pangan larut air (SPL) dan serat pangan tidak larut air (SPTL). Kadar serat pangan adalah jumlah dari serat pangan larut dan serat pangan tidak larut air. Serat pangan larut (pektin, gum) umumnya dapat difermentasi oleh mikroorganisme di dalam usus besar, sedangkan serat pangan tidak larut (selulosa, lignin) lebih sulit untuk didegradasi oleh mikroorganisme. Selulosa yang terfermentasi hanya sekitar 5% (Mann dan Truswell, 2002). Hasil dari fermentasi adalah gas berupa asam lemak rantai
33
pendek (SCFA = Short Chain Fatty Acids), dan peningkatan jumlah mikroflora usus. Secara umum, konsumsi serat pangan dapat mencegah beberapa penyakit degeneratif. SPL berguna untuk memperlambat kecepatan pencernaan dalam usus, memberikan rasa kenyang yang lebih lama, serta memperlambat peningkatan glukosa darah. Sedangkan SPTL mempunyai fungsi yang berhubungan dengan pencegahan penyakit saluran pencernaan, seperti wasir, divertikulosis, dan kanker usus besar. Selain itu, serat pangan pada bahan pangan mempunyai fungsi fisiologis bagi manusia, antara lain menurunkan IG pangan dan berperan sebagai prebiotik. Tabel 9. Serat pangan berbagai jenis snack Sampel Biskuit Wafer coklat Coklat batang Fruit Soy Bar Varian A Fruit Soy Bar Varian B Fruit Soy Bar Varian C Fruit Soy Bar Varian D
Keterangan : SPL TSP
SPL % 1.2 0.9 1.3 1.5 1.5 1.4
SPTL % 2.7 2.1 0.9 5.6 5.5 5.6 5.7
TSP % 3.8 3.0 0.9 6.9 7.0 7.1 7.1
= Serat Pangan Larut, SPTL = Serat Pangan Tidak Larut, = Total Serat Pangan
Berdasarkan Tabel 9, keempat varian fruit soy bar memiliki TSP yang lebih tinggi dibandingkan produk lainnya, yaitu berkisar antara 6,9 hingga 7,1%. Coklat batang memiliki nilai TSP terendah yaitu 0,9%. Biskuit dan wafer coklat memiliki nilai TSP cukup rendah yang masing-masing nilainya 3,8% dan 3,0%.
B.
ANALISIS DAYA CERNA PATI IN VITRO Metode pengukuran daya cerna pati dilakukan secara in vitro (Muchtadi,
1989). Pati dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit maltosa. Daya cerna pati produk dihitung sebagai persentase terhadap pati murni (soluble starch). Menurut Mahadevamma et. al. (2003), proses pencernaan pati dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang menyebabkan pati lambat dicerna dalam usus halus yaitu jika bentuk fisik
34
makanan mengganggu pengeluaran amilase pankreatik, khususnya jika granula pati terhalang oleh material lain. Senyawa polifenol dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan, terutama amilase dan tripsin (Griffiths dan Moseley 1980; Despandhe dan Salunkhe 1982). Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi daya cerna pati adalah transit time, bentuk makanan, konsentrasi amilase pada usus, kadar tanin, jumlah pati dan keberadaan komponen pangan lainnya. Penurunan aktivitas enzim alfa amilase akan mempengaruhi nilai daya cerna pati dari suatu bahan pangan. Tabel 10. Daya cerna pati berbagai jenis snack Sampel Biskuit Wafer coklat Coklat batang FSB Var. A FSB Var. B FSB Var. C FSB Var. D
DCP (% pati) 65,2 62,3 45,4 51,5 51,0 53,5 50,8
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian Hasil penelitian pada Tabel 10, menunjukkan bahwa nilai daya cerna pati yang paling tinggi terdapat pada biskuit dan wafer yang merupakan snack berbasis tepung terigu dan tepung terigu-coklat, yaitu 65,2 dan 62,3 % pati. Keempat varian fruit soy bar memiliki nilai daya cerna pati yang berkisar antara 50,8 hingga 53,5% pati. Coklat batang memiliki daya cerna pati terendah yaitu 45,4% pati. Semakin rendah nilai daya cerna pati, semakin rendah pula kemampuan pati untuk dihidrolisis oleh enzim.
C.
Indeks Glikemik
a.
Indeks Glikemik Snack Metode analisis IG yang dilakukan pada penelitian ini adalah menurut El
(1999). Pengujian IG merupakan uji in vivo, karena menggunakan darah manusia sebagai subjek. Manusia digunakan sebagai subjek karena metabolisme manusia sangat rumit sehingga sulit untuk ditiru secara in vitro (Ragnhild et. al. 2004). Indeks glikemik (IG) adalah kecepatan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah setelah mengonsumsi suatu bahan pangan sumber karbohidrat (Yokoyama 2004). Indeks glikemik memberikan petunjuk efek faali makanan terhadap kadar 35
gula darah dan respon insulin (Rimbawan dan Siagian 2004). Pati yang dicerna dan diserap oleh tubuh akan menyebabkan kenaikan kadar gula darah (plasma glucose). Puncak kenaikan akan terjadi sekitar 15-45 menit setelah konsumsi, tergantung dari kecepatan pencernaan dan penyerapan karbohidrat dalam tubuh manusia. Kadar gula darah akan kembali normal setelah dua sampai tiga jam. Panelis yang digunakan terdiri atas dua kategori yaitu individu normal (non DM) sebanyak 10 orang, serta 10 individu penderita diabetes (DM). Namun, panelis yang digunakan datanya hanya 7 panelis tiap kelompok untuk meminimalisir variasi data. Syarat-syarat panelis normal yang digunakan untuk uji IG adalah sehat, tidak menderita diabetes melitus, dan memiliki indeks massa tubuh (IMT) pada kisaran normal. Indeks massa tubuh adalah suatu besaran yang menggambarkan suatu kondisi umum tubuh berdasarkan perbandingan berat dan tinggi badan. Kisaran IMT normal adalah 18.5-24.9 kg/m2, yaitu 18.5-22.9 kg/m2 untuk wanita dan 20-24.9 kg/m2 untuk pria (WHO 2000). Pengukuran glukosa darah menggunakan alat Glukonometer One Touch UltraTM. Pengambilan darah dilakukan pada pembuluh darah kapiler di jari tangan. Pengambilan darah bukan dari pembuluh vena karena darah pada pembuluh kapiler mempunyai variasi kadar glukosa darah antara panelis yang lebih kecil (Ragnhild et al. 2004). Sampel darah yang diperoleh disentuhkan pada celah sensor ujung strip uji yang telah terpasang detektor digital. Celah sensor pada strip uji berisi reagen berupa enzim glucose oxidase dan potassium ferrisianida (Arkay 2001). Prinsip kerja sensor strip uji glukonometer yaitu glukosa dalam cairan sampel akan diubah menjadi glukonolakton oleh glucose oxidase. Enzim tersebut akan direoksidasi oleh ion ferrisianida menghasilkan ion ferrosianida. Ferrosianida yang dihasilkan akan terdeteksi melalui mekanisme pengukuran chronoampherometric pada potensial listrik tertentu. Muatan listrik yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa dalam sampel (Batki et. al. 2003) Sebelum konsumsi sampel, panelis normal dan DM yang telah menjalani puasa 10 jam (overnight fasting) diambil contoh darahnya sebanyak 50 μL dari ujung jari (finger-prick capillary blood samples method) dan diukur kadar glukosanya. Hasilnya dinyatakan sebagai kadar glukosa darah puasa (kadar
36
glukosa menit ke-0). Sebanyak 50 μL sampel darah diambil kembali dari ujung jari (finger-prick capillary blood samples method) setiap 30 menit untuk diukur kadar glukosanya (pengukuran kadar glukosa menit ke-30, 60, 90, dan 120). Sebagai standar, digunakan 50 gram glukosa murni. Jumlah sampel yang dikonsumsi relawan dapat dilihat pada Tabel 11. Berat sampel yang dikonsumsi dikonversi dari basis basah sehingga setara dengan 50 gram karbohidrat. Tabel 11. Jumlah sampel setiap snack yang dikonsumsi relawan Sampel
Karbohidrat (%bb)
Berat sampel setara 50 g karbohidrat total (gram)
Biskuit (20g/saji)
69,3
72,2
Wafer coklat (45g/saji)
72,4
69,1
Coklat batang (30g/saji)
60,5
82,6
Fruit soy bar (30g/saji)
46,7
107,0
Kadar glukosa darah yang didapat lalu dibuat kurva dengan sumbu X sebagai waktu pengambilan darah dan sumbu Y sebagai kadar glukosa darah yang dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan (glukosa murni). Kurva kadar glukosa darah yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
37
Kurva Kadar Glukosa Terhadap Waktu (NON DM)
Kadar Glukosa (mg/dL)
180 150 Glukosa 120
Biskuit
90
Wafer cokelat
60
FSB A
30
FSB B FSB C
0
FSB D 0
30
60
90
120
150
Waktu (menit)
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar Gambar 4. Kurva kenaikan kadar glukosa darah terhadap waktu pada relawan normal (non DM) Kurva Kadar Glukosa Darah Terhadap Waktu (DM) 360 330 300 Kadar Glukosa (mg/dL)
270 240
Glukosa
210
Biskuit
180
Wafer Cokelat
150
FSB A
120
FSB B
90
FSB C
60
FSB D
30 0 0
30
60
90
120
150
Waktu (menit)
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar Gambar 5. Kurva kenaikan kadar glukosa darah terhadap waktu pada relawan Diabetes Mellitus 38
Kadaar glukosa darah d normal menurut (S Sardesai 20003) berkisar antara 55140 mg/dL.. Kadar glu ukosa darah minimum sebesar 40--60 mg/dL diperlukan u untuk menyyediakan eneergi bagi suusunan saraff pusat yangg memerlukaan glukosa s sebagai enerrgi utama. Kurva K kenaikkan kadar gluukosa darah pada relawaan non DM ( (Gambar 4) cenderung g normal karrena kadar glukosa g daraahnya berkisar antara 8 89,29 hingga 142,64 mgg/dL selama 2 jam (Lam mpiran 1). N Namun, kurv va kenaikan k kadar glukossa darah cennderung tingggi pada relaawan DM (G Gambar 5) karena k nilai k kadar glukoosa darah beerkisar antarra 135,7 hinngga 341,29 mg/dL selaama 2 jam ( (Lampiran 2). Oleh kaarena itu, nillai IG yang dihasilkan berbagai b prooduk snack d dua kateegori responnden berbedaa nyata. dari Nilaii hasil uji IG berbagaai produk snack pada relawan noormal (non d diabetes mellitus) dapatt dilihat padda Gambar 6. Nilai IG sampel snacck berkisar a antara 24 hingga h 67. Nilai N yang ppaling tingggi adalah wafer w cokelaat (berbasis t tepung terigu u dan coklatt) yaitu 67, dan d paling reendah adalahh fruit soy baar varian A d B (24).. Hasil uji lanjut dan l Dunccan pada La ampiran 3 menunjukkaan terdapat p perbedaan n nilai IG (p < 0.05) anttar produk. Nilai N IG bisskuit dan wafer coklat t tidak berbed da nyata satuu sama lain ,ttetapi nyata lebih tinggi dibandingkaan keempat v varian fruit soy bar dann coklat barr. Nilai IG keempat k varrian fruit soyy bar tidak b berbeda nyaata (p > 0.05)) dengan cokklat batang.
8 80 62 IG
6 60 4 40
b
67 b 42 a 24
a
2 24
a
28 a
25
a
2 20 0 Wafer Coklat FSB FSB Biskuit W c coklat batangg Var. A Var. B
FSB FSB Var. D Var. C V
Keteran ngan : FSB = Fruit Soy Bar, B Var = Varian V Gam mbar 6. Nilaii IG snack ppada relawann normal (non DM)
39
Bahaan pangan berdasarkan b n nilai IG dapat d diklassifikasikan dalam d tiga g golongan. Berdasarkan B pengklasifiikasian terseebut, nilai IG biskuit dan wafer c coklat pada Gambar 6 tergolong ke dalam bahan b pangaan dengan IG I sedang. C Coklat batan ng dan keem mpat varian fruit soy ba ar memiliki nilai IG renndah. Data y yang diikuti oleh huruf yna y berbeda pada Gamb bar 6 dan Gaambar 7 meenunjukkan p perbedaan yang nyata (p p < 0.05). 80
7 d 75 63
IG
60
c 43
b 31
40
a
36
ab
ab 41 ab 35 5
20 0 Biskkuit Wafer C Coklat FSB FSB FSB FSB C Var. D coklat baatang Var. A Var. B Var. C
Keteran ngan : FSB = Fruit Soy Bar, B Var = Varian V Gam mbar 7. Nilaii IG snack ppada relawann DM G pada relaw wan DM (Ga ambar 7) berrkisar antaraa 31 hingga Nilaii hasil uji IG 7 Nilai IG yang palingg rendah adalah fruit soy bar varian A (31) dan yang 75. y paling t tinggi adalaah biskuit (75). ( Hasil analisis siddik ragam m menunjukkaan terdapat p perbedaan y yang nyata pada nilai IG G antar produuk (p < 0.05). Hasil uji beda b lanjut D Duncan padaa Lampiran n 4 menunjukkkan tidak teerdapat perbbedaan nyataa (p > 0.05) a antara nilai IG coklat batang b dan ketiga variaan fruit soy bar. Namunn, nilai IG c coklat berbeeda nyata deengan fruit ssoy bar varian A (p < 00.05). Nilai IG biskuit d wafer cooklat berbed dan da nyata (p < 0.05). Berd dasarkan penngklasifikasiaan nilai IG, m maka nilai IG I coklat baar dan keem mpat varian fruit f soy barr tergolong IG rendah. N Nilai IG paada wafer coklat termasuk ke dalaam IG sedaang, sedangkkan biskuit m memiliki nillai IG yang tinggi. t Berd dasarkan ujii statistik (IIndependentt samples T-Test), T nilaai IG dari k kategori DM M dan norm mal pada prooduk biskuitt, wafer cokklat dan cokklat batang m menunjukka an tidak terddapat perbeddaan nyata (p ( > 0.05) nnilai IG antaar kategori p pada tiap produk (Lamp piran 19). U Uji statistik (Independen ( nt samples T-Test) T juga
40
dilakukan pada rata-rata nilai IG keempat varian produk fruit soy bar tiap responden dari kedua kategori DM dan normal. Hasil yang diperoleh adalah nilai IG DM berbeda nyata dengan normal (p < 0.05) (Lampiran 19). Komposisi kimia yang mempengaruhi nilai IG antara lain: protein, lemak, serat pangan, amilosa, dan total gula. Selain itu, daya cerna pati juga mempengaruhi nilai IG. Nilai setiap komponen kimia yang terkandung dalam snack dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Komposisi kimia dan daya cerna pati berbagai snack Jenis Snack Biskuit
Wafer coklat
Coklat batang
FSB Var. A
FSB Var. B
FSB Var. C
FSB Var. D
Protein
10.0
7.4
7.5
15.6
15.8
15.7
15.5
Lemak
15.4
16.9
29.6
27.5
28.1
25.6
20.8
Serat Pangan
3.8
3.0
0.9
6.9
7.0
7.1
7.1
Amilopektin
20.6
23.5
1.3
10.5
10.0
10.2
11.7
Total gula
24.3
32.2
58.1
24.2
26.0
26.5
26.6
Daya cerna pati
65.2
62.3
45.4
51.5
51.0
53.5
50.8
Faktor-faktor
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian Bahan pangan yang memiliki kandungan lemak dan protein tinggi cenderung memiliki nilai IG yang rendah. Hal tersebut dikarenakan laju pengosongan lambung menjadi lambat, sehingga pencernaan dan kenaikan glukosa darah juga menjadi lambat (Rimbawan dan Siagian 2004). Berdasarkan Tabel 12, keempat varian fruit soy bar memiliki kadar protein lebih tinggi sehingga cenderung memiliki IG yang lebih rendah dibandingkan produk lainnya. Kadar lemak coklat batang dan keempat varian fruit soy bar lebih tinggi bila dibandingkan dengan snack lainnya, sehingga berkontribusi terhadap nilai IG yang lebih rendah. Berdasarkan Tabel 12. kandungan serat pangan yang tinggi pada keempat varian fruit soy bar menyebabkan rendahnya nilai IG. Serat dapat menurunkan kerapatan (densitas) energi. Pangan berserat tinggi juga dapat meningkatkan distensi (pelebaran) lambung sehingga memberikan efek cepat kenyang. Serat
41
juga dapat mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan sehingga memperlambat lewatnya makanan dan pergerakan enzim. Pencernaan yang lambat menyebabkan respon glukosa darah juga menjadi rendah. Amilosa merupakan polimer gula sederhana yang tidak bercabang. Struktur tersebut membuat amilosa terikat lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan akibatnya menjadi sulit dicerna. Amilopektin merupakan polimer gula sederhana yang bercabang sehingga lebih terbuka. Selain itu, ukuran molekul amilopektin lebih besar sehingga mudah tergelatinisasi dan akibatnya menjadi mudah dicerna. Hal tersebut menyebabkan respon glukosa lebih tinggi apabila kadar amilopektin lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 12, keempat varian fruit soy bar dan coklat batang memiliki nilai amilopektin yang lebih rendah sehingga nilai IG-nya lebih rendah dibandingkan biskuit dan wafer coklat. Di dalam hati, fruktosa diubah menjadi glukosa secara lambat, akibatnya glukosa dilepaskan ke darah dengan lambat pula. Hal ini mengakibatkan melambatnya kenaikan kadar gula dalam darah, sehingga menurunkan nilai IG. Walaupun kadar gula coklat batang tinggi (Tabel 12), rendahnya IG pada coklat batang disebabkan oleh faktor lain seperti tingginya lemak, serta rendahnya kadar amilopektin dan daya cerna pati. Daya cerna pati adalah kemampuan pati untuk dihidrolisis oleh enzim pemecah pati sehingga menjadi unit-unit yang lebih kecil, seperti gula sederhana (maltosa dan glukosa) dan alfa limit dekstrin. Dengan demikian semakin tinggi nilai daya cerna pati, nilai indeks glikemiknya akan cenderung tinggi. Berdasarkan Tabel 12, hasil analisis daya cerna pati keempat varian fruit soy bar dan coklat batang lebih rendah sehingga nilai IG-nya lebih rendah dibandingkan biskuit dan wafer coklat.
b.
Beban Glikemik Snack Beban glikemik (BG) harus diperhitungkan nilainya pada pangan sumber
karbohidrat. Beban glikemik bertujuan menilai dampak konsumsi karbohidrat dengan mempertimbangkan indeks glikemik pangan (Rimbawan dan Siagian
42
2004). Beban glikemik memberikan informasi pangan yang lebih lengkap mengenai pengaruh konsumsi pangan aktual terhadap peningkatan kadar glukosa. Tabel 13. Nilai IG dan BG berbagai snack Sampel Biskuit Wafer coklat Coklat batang Fruit Soy Bar
IG 62 67 42 25
Jumlah per sajian (g) 20 45 30 30
Karbohidrat (%bb) per takaran saji 14 33 18 14
BG 8.7 22.2 7.5 3.5
Berdasarkan nilai beban glikemiknya, suatu takaran saji dari suatu pangan digolongkan bernilai BG rendah apabila memiliki nilai BG <10, tergolong bernilai BG sedang apabila memiliki nilai BG 11-19, dan termasuk bernilai BG tinggi apabila memiliki nilai BG >20 (Harris dan Karmas 1989 di dalam Nisviati 2006). Berdasarkan Tabel 13, fruit soy bar, coklat batang, dan biskuit tergolong memiliki BG rendah, sedangkan wafer coklat memiliki BG tinggi. Jika dilihat dari nilai indeks glikemik dan beban glikemiknya, jenis snack yang paling bagus untuk dikonsumsi adalah fruit soy bar karena memiliki nilai IG dan BG yang rendah. Selain itu, fruit soy bar merupakan snack berbasis tepung kedelai yang kaya akan serat, protein nabati dan senyawa isoflavon. Coklat batang juga memiliki indeks glikemik dan beban glikemik yang rendah, tetapi kandungan lemak dan kadar gula yang cukup tinggi, sehingga tidak baik untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes. Penderita diabetes biasanya mengalami komplikasi hiperlipidemia akibat abnormalitas metabolisme. Oleh sebab itu, penderita diabetes idealnya tidak hanya ditujukan untuk menekan peningkatan kadar glukosa darah tetapi juga menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida plasma darah (Levine 1983). Nilai indeks glikemik biskuit dan wafer termasuk golongan sedang dengan BG masing-masing tergolong rendah dan tinggi. Dengan demikian, biskuit dan wafer juga kurang cocok untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes.
43
D.
ANALISIS FISIK FRUIT SOY BAR Analisis fisik snack yang dilakukan secara obyektif antara lain pengukuran
warna dengan chromameter serta pengukuran tingkat kekerasan dengan menggunakan Rheoner. Analisis fisik ini hanya dilakukan untuk keempat varian produk fruit soy bar. Setelah dilakukan analisis fisik dilanjutkan dengan uji evaluasi sensori untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap keempat produk fruit soy bar tersebut. a.
Uji Kekerasan dengan Rheoner Kekerasan adalah daya tahan untuk pecah akibat daya tekan yang
diberikan. Hasil analisis tingkat kekerasan dengan rheoner berbeda-beda sesuai kandungan isi buah kering pada produk tersebut. Nilai kekerasan dari keempat varian fruit soy bar dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil analisis kekerasan fruit soy bar Sampel
Tingkat Kekerasan (g force)
Fruit Soy Bar Var.A
771±8.93
Fruit Soy Bar Var.B
1292±10.17
Fruit Soy Bar Var.C
1074±30.81
Fruit Soy Bar Var.D
667±31.45
Nilai tingkat kekerasan yang diperoleh berdasarkan 3 ulangan berkisar antara 667 g force – 1292 g force. Semakin besar nilai tingkat kekerasan maka semakin keras pula tekstur dari fruit soy bar. b.
Uji Warna Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan chromameter.
Parameter yang digunakan adalah nilai L yang menunjukkan kecerahan (brightness). Nilai L memiliki skala dari 0 sampai 100, di mana semakin besar nilai L maka sampel akan berwarna semakin cerah. Berdasarkan Tabel 15, diketahui fruit soy bar varian B memiliki nilai tertinggi yaitu 53.215. Nilai kecerahan terendah diperoleh oleh fruit soy bar varian D yaitu 39.220.
44
Tabel 15. Hasil analisis warna fruit soy bar Sampel
L
a
b
b/a
FSB Var.A
49.125
9.3775
33.3175
FSB Var.B
53.215
8.7675
FSB Var.C
44.065
FSB Var.D
39.220
0
Hue
Warna
3.55
74.27
Yellow Red
35.5875
4.06
76.16
Yellow Red
9.6475
28.3900
2.94
71.21
Yellow Red
10.9000
27.6575
2.54
68.51
Yellow Red
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Keempat varian fruit soy bar memiliki nilai a yang positif yaitu berkisar antara 8.7675 (FSB varian B) hingga 10.9000 (FSB varian D) . Nilai a tersebut tidak berbeda jauh antar varian sampel dan menempati posisi di sekitar warna merah. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna biru. Berdasarkan Tabel 15, hasil analisis warna fruit soy bar nampak bahwa nilai b semua positif. Keempat varian fruit soy bar ini berada di daerah warna kuning. Setelah nilai L, a, dan b diperoleh, maka data diolah dengan rumus untuk memperoleh nilai 0Hue sehingga jenis warna dapat ditentukan. Nilai 0Hue keempat varian fruit soy bar berada di antara kisaran 540 – 900 maka jenis warna yang dimiliki adalah yellow-red.
c.
Uji Evaluasi Sensori Menurut Soekarto (1992) penilaian organoleptik (daya terima) banyak
digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini sering dilakukan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Penelitian dengan indera melebihi ketelitian alat yang paling selektif dalam beberapa hal. Penilaian daya terima dapat dilakukan dengan mencicipi, mencium aroma, melihat warna, walaupun penilaiannya lebih bersifat subyektif. Uji organoleptik yang digunakan ada dua jenis yaitu uji rating hedonik dan uji ranking hedonik. Panelis diminta untuk menilai keempat sampel dari tingkat 45
s sangat tidak k suka (nilaii 1) hingga sangat sukaa (nilai 5) pada uji ratinng hedonik d dengan tanppa memband dingkan karrakteristik antar produkk. Selanjutny ya, panelis d diminta untuuk menguru utkan tingkat kesukaan antara keem mpat sampell dari yang p paling disuk kai (nilai 1)) hingga paling tidak disukai d (nilaai 4) pada uji u ranking h hedonik. Forrm uji organ noleptik dapaat dilihat padda Lampiran 5 dan Lam mpiran 6. 1 1.
Uji rating r hedon nik Karaakteristik sensori yang diujikan melalui m uji rrating hedonnik adalah
a aroma, warn na, kekerasan, tekstur dan rasa. Hasil H rekapitulasi data uji rating h hedonik yanng diperolehh tersebut keemudian dioolah dengan ANOVA forr Windows d uji lanjuut Duncan Teest. Output ddata dari AN dan NOVA adalahh table Test of BetweenS Subjects Efffects dan ujii lanjut Dunncan Test ad dalah table Multiple Co omparison. H Hasil yang diperoleh d darri uji rating hhedonik antaara lain: a a.
Arom ma Arom ma atau bauu makanan ssering menen ntukan kelezatan bahan n makanan.
A Aroma lebihh banyak berhubungan b n dengan paanca indera pembau. Aroma A baru d dapat dikennali apabila berbentuk uap dan molekul-mole m ekul komponnen aroma t tersebut harrus sampai menyentuh m ssilia sel olfaaktori. Arom ma yang diterima oleh h hidung dan otak meruppakan camppuran empat bau utam ma yaitu harrum, asam, t tengik, dan hangus h (Winnarno 1992).. b
b
b a
Keteran ngan : FSB = Fruit Soy Bar, B Var = Varian V Gambar 8. Skor G S rata-ratta penerimaaan panelis terrhadap arom ma produk k keempat variian fruit soy bar.
46
Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma dari keempat varian fruit soy bar dapat dilihat pada Gambar 8. Fruit Soy Bar varian A, B dan C memiliki skor antara netral dan suka (3.40 – 3.57). Fruit Soy Bar varian D mempunyai skor rata-rata 2.40, yaitu antara agak suka dan netral. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Test terhadap data rating hedonik aroma dapat dilihat pada Lampiran 13, menunjukkan bahwa fruit soy bar varian D memiliki subset a berbeda nyata dengan fruit soy bar varian A, B, dan C yang memiliki subset b (p < 0.05).
b.
Warna Penilaian mutu bahan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa
faktor antara lain cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna terkadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna seharusnya (Winarno 1992). 4,00 Tingkat Kesukaan Warna
3,50
3,47 b
3,20 b
3,30 b
3,00 2,33 a
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 FSB Var.A
FSB Var.B
FSB Var.C
FSB Var.D
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian Gambar 9. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap warna produk keempat varian fruit soy bar. Gambar 9 menunjukkan skor kesukaan panelis terhadap warna pada masing-masing varian fruit soy bar. Fruit soy bar varian A, B dan C mempunyai skor antara netral dan suka (3.20 – 3.47). Fruit soy bar varian D mempunyai skor
47
rata-rata 2.33, yaitu antara agak suka dan netral. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Test terhadap data hedonik aroma dapat dilihat pada Lampiran 14, menunjukkan bahwa fruit soy bar varian D berbeda nyata dengan fruit soy bar varian A, B, dan C (p < 0.05) diikuti oleh aksen huruf yang berbeda.
c.
Tingkat Kekerasan Penilaian tingkat kekerasan pada suatu produk dapat ditentukan secara
subjektif dengan uji organoleptik. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui karakterisasi tingkat kekerasan yang diinginkan konsumen secara nyata.
Tingkat Kesukaan Tingkat Kekerasan
3,50
3,07a
3,07a
3,17a
FSB Var.A
FSB Var.B
FSB Var.C
3,00
2,9 a
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 FSB Var.D
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian Gambar 10. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap tingkat kekerasan keempat varian fruit soy bar. Berdasarkan Gambar 10, skor tingkat kekerasan secara subyektif pada fruit soy bar varian A, B, dan C berkisar di antara netral dan suka. Skor fruit soy bar varian D berada pada zona agak suka dan netral (2.90 – 3.17). Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Test terhadap data rating hedonik yang dapat dilihat pada Lampiran 15, menunjukkan bahwa tingkat kekerasan pada keempat varian fruit soy bar tidak berbeda nyata (p > 0.05).
d.
Tekstur Setser (1995) menyatakan bahwa tekstur merupakan parameter kritis pada
penampakan, flavor, dan penerimaan keseluruhan. Tekstur merupakan atribut
48
yang cukup penting karena penilaian utama bars biasanya dari teksturnya. Penilaian terhadap tekstur dapat berupa ukuran remahan bars ketika dikonsumsi.
Tingkat Kesukaan Tekstur
3,50
3,33 b
3,33 b 2,97 ab
3,00
2,73
a
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 FSB Var.A
FSB Var.B
FSB Var.C
FSB Var.D
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian Gambar 11. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap tekstur produk keempat varian fruit soy bar. Berdasarkan Gambar 11, fruit soy bar varian A dan C memiliki penerimaan tekstur yang netral dan suka (3.27 – 3.33) oleh panelis. Fruit soy bar varian B dan D memiliki penerimaan tekstur agak suka dan netral (2.73 dan 2.97) oleh panelis. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Test terhadap data rating hedonik tekstur dapat dilihat pada Lampiran 16, menunjukkan bahwa atribut tekstur fruit soy bar varian D berbeda nyata dengan varian A, dan C (p < 0.05). Fruit soy bar varian A, dan C tidak berbeda nyata (p > 0.05). Namun, fruit soy bar varian B tidak berbeda nyata dengan varian A, C, dan D (p > 0.05).
e.
Rasa Rasa merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen
pada produk pangan. Atribut rasa meliputi asin, asam, manis, pahit, dan umami. Sebagian dari atribut ini dapat terdeteksi pada kadar yang sangat rendah. Rasa makanan sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut. Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh lidah.
49
4,00
Tingkat Kesukaan Rasa
3,50
3,43b
3,50b 3,17 b
3,00
2,57 a
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 FSB Var.A
FSB Var.B
FSB Var.C
FSB Var.D
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian Gambar 12. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap rasa produk keempat varian fruit soy bar. Berdasarkan Gambar 12, skor fruit soy bar varian A, B dan C memiliki penerimaan netral dan suka (3.17 – 3.50) oleh panelis. Fruit soy bar varian D memiliki skor 2.57 yang berada pada penerimaan agak suka dan netral. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Test terhadap data rating hedonik dapat dilihat pada Lampiran 17. Tabel Test of Between-Subjects Effects menunjukkan bahwa atribut rasa fruit soy bar varian D berbeda nyata dengan varian A, B, dan C (p < 0.05).
2.
Uji ranking hedonik Rekapitulasi data hasil uji ranking dapat dilihat pada Lampiran 12. Data
tersebut selanjutnya diolah dengan Friedman Test. Output data dari Friedman Test dapat dilihat pada Lampiran 18. Berdasarkan Gambar 13, menunjukkan nilai peringkat keempat varian fruit soy bar berkisar antara 2.23 - 2.90 dalam skala 4 urutan preferensi. Nilai 1 diberikan untuk produk yang paling disukai sedangkan nilai 4 diberikan untuk produk yang paling tidak disukai. Oleh karena itu, semakin kecil nilai preferensi maka produk tersebut semakin disukai.
50
4,00
Peringkat Produk
3,50 2,90
3,00 2,50
2,57 2,30
2,23
2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 FSB Var.A
FSB Var.B
FSB Var.C
FSB Var.D
Keterangan : FSB = Fruit Soy Bar, Var = Varian Gambar 13. Skor rata-rata peringkat keempat varian fruit soy bar. Berdasarkan Gambar 13, urutan peringkat keempat varian fruit soy bar dari yang paling disukai adalah C-A-B-D. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Friedman Test pada Lampiran 18, menunjukkan bahwa keempat varian fruit soy bar tidak berbeda nyata (p > 0.05).
51