IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat
dan
. Titik tetap dari sistem persamaan diferensial (8)
akan diperoleh dengan menentukan
dan
. Dari hasil
analisis akan diperoleh dua jenis titik tetap, yaitu titik tetap bebas penyakit (Disease-free equilibrium-DFE) dan titik tetap endemik. Titik tetap bebas penyakit adalah titik tetap yang memuat nilai
=0 dan
endemik adalah titik tetap yang memuat nilai
atau
. Titik tetap .
Titik tetap dari sistem persamaan diferensial (8) dengan menggunakan software Mathematica, diperoleh titik tetap bebas penyakit dan titik tetap endemik
dengan
untuk penyedehanaan, dituliskan
4.2 Analisis Kestabilan Analisis kestabilan di sekitar titik tetap dapat ditentukan dengan prosedur sebagai berikut: 1
Menentukan matriks Jacobi dari sistem persamaan.
2
Menentukan matriks Jacobi pada titik tetap.
3 Menentukan nilai eigen nilai eigen Kestabilan untuk
, dengan menyelesaikan
. Jika
semua riil negatif maka titik tetap tersebut stabil. sistem persamaan yang terdiri dari lebih dari 2
persamaan. Jika nilai eigen tidak dapat ditentukan dengan mudah, maka digunakan kriteria Routh-Hurwitz.
16
4.2.1 Perilaku di Sekitar Titik Tetap Misalkan sistem persamaan (8) ditulis sebagai berikut:
(18) h Dengan melakukan pelinearan persamaan (18) maka diperoleh matriks Jacobi:
Kestabilan sistem persamaan diperoleh dengan menganalisis nilai eigen pada titik tetapnya. Pelinearan pada titik tetap
diperoleh matriks Jacobi sebagai
berikut:
Sistem akan stabil jika nilai eigen matriks Jacobi negatif. Nilai eigen matriks Jacobi dapat ditentukan dengan menyelesaikan
( (
dengan
, yaitu:
17
Perhatikan bahwa bagian riil nilai eigen semua akan negatif jika , maka titik tetap pada
. Jadi jika
adalah stabil.
4.2.2 Perilaku di Sekitar Titik Tetap Pelinearan persamaan (8) pada titik tetap
diperoleh matriks Jacobi
sebagai berikut:
Jika semua nilai eigen yang diperoleh oleh diagonal
matriks Jacobi
mempunyai bagian riil negatif maka solusi titik tetap adalah stabil. Nilai eigen matriks Jacobi dapat ditentukan dengan menghitung adalah Matriks Jacobi untuk titik tetap
,
, dengan
adalah nilai eigen dan I adalah
matriks identitas. Jadi dengan demikian, diperoleh persamaan karakteristik dari , yaitu (20) dengan ;
dan
atau
. Nilai eigen
dari persamaan (20) sulit ditentukan, maka kestabilan di sekitar
titik tetap
akan diselidiki dengan menggunakan kriteria Routh-Hurwitz.
Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz kondisi kestabilan persamaan (8) pada titik tetap
akan stabil jika dan hanya jika memenuhi syarat-syarat berikut: ,
, .
(21) (22)
18
Perhatikan bahwa untuk bernilai positif (
,
, koefisien-koefisien pada persamaan (20) , dan
), sehingga kondisi (21) terpenuhi.
Sementara kondisi (22) juga terpenuhi, karena
karena 0
, maka
dari persamaan ( 17 ) dinyatakan bahwa
,
sehingga
Kesimpulan
.
Kriteria kestabilan Routh-Hurwitz terpenuhi jika tetap
adalah stabil.
, dengan kata lain titik
adalah bilangan reproduksi dasar pada
penyebaran penyakit DBD. 4.3 Simulasi Model Sebagaimana yang telah disebutkan di awal tulisan ini, salah satu tujuan penelitian ini untuk mengimplementasikan model ke dalam pemrograman berbasis fungsional. Penelitian ini juga bertujuan
membandingkan perilaku model
penyebaran penyakit DBD, yaitu model dengan asumsi semua telur nyamuk sehat dan model dengan asumsi sebagian telur nyamuk terinfeksi. Pada kedua model dilakukan simulasi komputer dengan melakukan perubahan rata-rata gigitan nyamuk per hari. Secara khusus, untuk model dengan asumsi sebagian telur nyamuk terinfeksi dilakukan simulasi dengan melakukan perubahan nilai peluang telur nyamuk terinfeksi. 4.3.1 Nilai-nilai Parameter
Parameter
merupakan laju kematian populasi manusia, yakni per hari sesuai dengan harapan hidup pada manusia 70
tahun. Nilai laju kelahiran populasi manusia
sesuai dengan asumsi awal,
19
sama dengan laju kematian populasi manusia. Rata-rata masa hidup nyamuk adalah 14 hari (Pongsumpun 2006), maka laju kematian nyamuk ( 0,071) per hari. Laju kelahiran sama dengan laju kematian (
= . Nilai
parameter seluruhnya ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1 Nilai-nilai Parameter Model Asli dan Model Modifikasi Model Simbol
Definisi parameter Asli
Modifikasi
Laju kelahiran manusia per hari
0.0000391
0.0000391
Laju kelahiran nyamuk per hari
0.071
0.071
Laju kematian manusia per hari
0.0000391
0.0000391
Laju kematian nyamuk per hari
0.071
0.071
Peluang transmisi virus dengue dari nyamuk ke manusia
0.5
0.5
Peluang transmisi virus dengue dari manusia ke nyamuk
0.7
0.7
b
Rata-rata gigitan nyamuk per hari
0.435
0.435
r
Laju pemulihan populasi manusia terinfeksi menjadi sembuh per hari 10
10
Perbandingan populasi nyamuk dengan n
populasi manusia ( peluang transmisi virus demam berdarah dari nyamuk ke telurnya
-
0.5
4.3.2 Hasil Simulasi Model
Pada simulasi ini akan dilakukan untuk kasus dengan
>1 dengan syarat
awal bahwa terdapat sejumlah populasi manusia dan nyamuk yang sudah terinfeksi. Proporsi awal populasi manusia sehat [S(0)]= 0, manusia terinfeksi [I(0)]=0.0025 dan nyamuk terinfeksi [Iv(0)]=0.006.
20
a. Model Asli Ih
Sh 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 5
15
25
35
t th
0.0012 0.0010 0.0008 0.0006 0.0004 0.0002 5
15
(a)
Gambar 3 Proporsi manusia peka proporsi nyamuk terinfeksi
25 (b)
t th
35
Iv 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 5
15
25
35
t th
(c)
, proporsi manusia terinfeksi dengan =5.29.
dan
I h0.001 0.00011 0 0.006
Iv
0.00048 0 0 0.03 S h 0.06 Gambar 4 Proporsi ketiga kelompok yakni ditampilkan dalam 3 dimensi.
,
, dan
pada Gambar 3,
Berdasarkan Gambar 3, proporsi awal manusia peka menuju nilai stabil yakni 0.03576. Proporsi manusia terinfeksi
berosilasi berosilasi
yang akhirnya menuju nilai stabil yakni 0.00011. Proporsi nyamuk terinfeksi berosilasi yang akhirnya menuju nilai stabil yakni 0.00048 . Dari Gambar 3 menunjukkan bahwa
solusi
tersebut stabil dengan titik tetap endemik
(0.03576,0.00011,0.00048). Tipe kestabilan titik tetap tersebut ditampilkan dalam 3 dimensi pada Gambar 4 berbentuk spiral.
21
Pada Gambar 5, 6, dan 7 ditunjukkan pengaruh penurunan rata-rata gigitan terhadap proporsi manusia sehat, manusia terinfeksi dan nyamuk terinfeksi. Sh 0.12
b=0.58,
=7.05
0.10
b= 0.29,
= 3.53
0.08 0.06 0.04 0.02 5
15
25
35
45
55
t th
65
Gambar 5 Proporsi manusia peka dengan nilai rata-rata gigitan nyamuk (b) berbeda dan nilai parameter yang lain tetap. Ih
b=0.58,
=7.05
b= 0.29,
= 3.53
0.0015
0.0010
0.0005
5
15
25
35
45
55
t th
65
Gambar 6 Proporsi manusia terinfeksi dengan nilai rata-rata gigitan nyamuk (b) berbeda dan nilai parameter yang lain tetap. Iv 0.007
0.006 0.005
b=0.58,
=7.05
b= 0.29,
= 3.53
0.004 0.003 0.002 0.001 5
15
25
35
45
55
65
t th
Gambar 7 Proporsi nyamuk terinfeksi dengan nilai rata-rata gigitan nyamuk (b) berbeda dan nilai parameter yang lain tetap.
22
Berdasarkan Gambar 5, 6, dan 7 ditunjukkan bahwa penurunan rata-rata gigitan nyamuk meningkatkan proporsi manusia peka, menurunkan proporsi manusia terinfeksi dan nyamuk terinfeksi. Penurunan rata-rata gigitan nyamuk menyebabkan waktu untuk mencapai stabil lebih lama dan nilai A semakin kecil. Hal ini menunjukkan penyebaran penyakit DBD semakin menurun. b. Model Modifikasi Sh
I hx10 4
0.030 0.025 0.020 0.015 0.010 0.005
6 4 2
5
15
25
35
t th 5
15
(a)
25
35
t th
Iv 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 5
(b)
Gambar 8 Proporsi manusia peka proporsi nyamuk terinfeksi
15
25
35
t th
(c)
, proporsi manusia terinfeksi dan = 5.34.
,
Ih 0.00011 0 0.006
Iv
0.00098 0 0 Sh 0.0179
Gambar 9 Proporsi ketiga kelompok yakni ditampilkan dalam 3 dimensi.
,
, dan
pada Gambar 8,
Berdasarkan Gambar 8, proporsi manusia peka berosilasi menuju nilai yang stabil yakni 0.017887 . Proporsi
manusia terinfeksi dan proporsi nyamuk
terinfeksi berosilasi yang akhirnya menuju nilai yang stabil yakni 0.000115 dan 0.000987. Dari Gambar 8 ditunjukkan bahwa solusi tersebut stabil dengan titik tetap endemik
(0.017887, 0.000115, 0.000987). Tipe kestabilan
titik tetap tersebut ditampilkan dalam 3 dimensi pada Gambar 9 berbentuk spiral.
23
Pada Gambar 10, 11 dan 12, ditunjukkan pengaruh peningkatan peluang telur nyamuk terinfeksi
terhadap proporsi manusia sehat, proporsi manusia
terinfeksi dan proporsi nyamuk terinfeksi. Sh
0.030
=0.5,
=5.34
0.025
= 0.7,
=5.36
0.020 0.015 0.010 0.005 5
15
Gambar 10 Proporsi manusia peka berbeda.
25
t th
35
nilai peluang telur nyamuk terinfeksi
I hx10 4 7
=0.5,
6
= 0.7,
=5.34 =5.36
5 4 3 2
5
15
Gambar 11 Proporsi manusia terinfeksi terinfeksi berbeda.
25
35
t th
dengan nilai peluang telur nyamuk
24
Iv 0.006
=0.5,
0.005
= 0.7,
=5.34 =5.36
0.004 0.003 0.002 0.001
5
15
25
Gambar 12 Proporsi nyamuk terinfeksi terinfeksi berbeda.
t th
35
dengan nilai peluang telur nyamuk
Dari Gambar 10, 11 dan 12, ditunjukkan bahwa peningkatan peluang telur nyamuk terinfeksi
mengakibatkan waktu untuk mencapai stabil lebih cepat
dan nilai A semakin besar. Hal ini menunjukkan penyebaran penyakit DBD semakin mewabah. Peningkatan peluang telur nyamuk terinfeksi mengakibatkan proporsi manusia peka
semakin kecil. Selanjutnya pengaruh perubahan rata-
rata gigitan dan peluang telur nyamuk terinfeksi terhadap proporsi manusia peka, manusia terinfeksi, dan nyamuk terinfeksi pada kondisi stabil dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14. Sh
I hx10 6 117 110 100 90
0.33 0.2 0.1 1
3
(a)
5
b
Iv 0.011 0.009 0.007 0.005 0.003
77 1
3
5
b
1
3
(b)
5
b
(c)
Gambar 13 Hubungan antara proporsi manusia peka , manusia terinfeksi , dan nyamuk terinfeksi , dengan rata-rata gigitan nyamuk per hari disimulasikan pada [0.1, 2] step 0.1 (lihat lampiran 6). Berdasarkan Gambar 13 peningkatan rata-rata gigitan nyamuk, akan berakibat pada penurunan proporsi manusia peka manusia terinfeksi umum hubungan
, peningkatan proporsi
dan peningkatan proporsi nyamuk terinfeksi
. Secara
dengan b dilihat dari persamaan (16) bersifat tak linear.
Proporsi manusia peka meningkat seiring dengan menurunnya proporsi populasi
25
manusia terinfeksi dan populasi nyamuk terinfeksi. Peningkatan rata-rata gigitan nyamuk menyebabkan meningkatnya proporsi manusia terinfeksi dan nyamuk terinfeksi. Peningkatan proporsi manusia terinfeksi sangat kecil (hampir tidak mengalami perubahan), sedangkan peningkatan proporsi
nyamuk terinfeksi
bersifat linier. Sh
I hx10 6
0.035 0.030 0.025 0.020 0.015 0.010 0.005
Iv 1.0
117
0.8 116
0.5
1
0.6
115
0.4
114
0.2
e
(a)
0.6
1
e
(b)
0.6
0.9 1
e
(c)
Gambar 14 Hubungan proporsi manusia peka , manusia terinfeksi dan nyamuk terinfeksi dengan peluang transmisi virus dari nyamuk kepada telurnya disimulasikan pada [0, 1] step 0.1 (lihat lampiran 7). Dari Gambar 14, ditunjukkan hubungan antara proporsi manusia peka dan peluang telur nyamuk terinfeksi pada kondisi stabil, diperoleh informasi semakin besar peluang telur nyamuk terinfeksi kecil. Peningkatan nilai
maka proporsi manusia peka semakin
akan meningkatkan proprosi manusia terinfeksi yang
sangat kecil (hampir tidak mengalami perubahan). Peningkatan nilai meningkatkan proprosi nyamuk terinfeksi, pada nilai terinfeksi
akan
proporsi nyamuk
dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pada Gambar 15, 16, dan 17 ditunjukkan perbandingan model asli dan model modifikasi. Model asli adalah model penyebaran penyakit DBD dengan asumsi semua telur nyamuk sehat, sedangkan model modifikasi dengan asumsi sebagian telur nyamuk terinfeksi.
26
Sh
=5.29
Model Asli,
0.06
=5.34
Model Modifikasi,
0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 5
15
Gambar 15 Proporsi manusia peka I hx10
25
t th
35
pada model asli dan model modifikasi.
4
Model Asli,
12 10
=5.29 =5.34
Model Modifikasi,
8 6 4 2 5
15
Gambar 16 Proporsi manusia modifikasi.
25
terinfeksi
t th
35
pada model asli dan model Model Asli,
Iv
=5.29
0.006
Model Modifikasi,
=5.34
0.005 0.004 0.003 0.002 0.001
5
15
Gambar 17 Proporsi nyamuk terinfeksi modifikasi.
25
35
t th
pada model asli dan model
27
Berdasarkan Gambar 15, proporsi manusia peka model asli lebih besar dari model modifikasi. Pada saat
proporsi manusia sehat model asli 0.035756 ,
sedangkan untuk model modifikasi 0.017887. Gambar 16 menunjukkan proporsi manusia terinfeksi pada model asli lebih kecil dari model modifikasi,yaitu 0.000113 dan 0.000115. Gambar 17 menunjukkan bahwa proporsi nyamuk terinfeksi model modifikasi dua kali lebih besar dari model asli, yaitu 0.000987 dan 0.000485. Waktu untuk mencapai stabil model modifikasi lebih cepat dari model asli. Nilai A model modifikasi lebih besar dari model asli. Jadi asumsi sebagian telur nyamuk terinfeksi berpengaruh pada penyebaran penyakit DBD. c. Model dengan Pengaruh Musim Ih
Sh
Iv 0.030
0.10
0.008
0.08
0.006
0.020
0.004
0.015
0.025
0.06 0.04
0.010
0.002
0.02 5 10 15 20 25 30 35 40 45
t
0.005
5 10 15 20 25 30 35 40 45
(a)
t
(b)
5 10 15 20 25 30 35 40 45
(c)
Gambar 18 Proporsi manusia peka , proporsi manusia terinfeksi proporsi nyamuk terinfeksi , dengan , nilai parameter yang lain tetap. Ih
0.001 0
Iv
0.006 0 0 0.04 Sh
Gambar 19 Proporsi ketiga kelompok yakni ditampilkan dalam 3 dimensi.
t th
,
, dan
pada Gambar 18,
dan serta
28
Sh
I hx10 4
0.030 0.025 0.020 0.015 0.010 0.005
Iv 0.008
12 10 8 6 4 2 5
15
25
t th
35
0.006 0.004 0.002
5
15 25
(a)
35
t th 5
15
(b)
25 (c)
35
Gambar 20 Proporsi manusia peka , proporsi manusia terinfeksi proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) dengan , .
t th
dan
I h 0.001
0
0.006 Iv
0 0 Sh
Gambar 21 Proporsi ketiga kelompok yakni ditampilkandalam 3 dimensi.
,
, dan
pada Gambar 20,
Dari Gambar 18 dan 20 proporsi populasi manusia peka
berosilasi
terus menuju pada nilai yang periodik. Proporsi manusia terinfeksi dan nyamuk terinfeksi turun selanjutnya naik berosilasi menuju pada nilai yang periodik. Semakin
besar ukuran pengaruh keragaman musim pada masa inkubasi ekstrinsik
,
perilaku osilasi akan berubah lebih besar. Gambar 19 dan 21 merupakan tampilan 3 dimensi dari Gambar 18 dan 20 yang menunjukkan bahwa pengaruh musim membuat perilaku model bersifat periodik. Pada Gambar 22 ditunjukkan perbandingan perilaku model modifikasi dan model dengan pengaruh musim.
29
Sh
I hx10 4
0.030 0.025 0.020 0.015 0.010 0.005
Iv 0.008 0.006 0.004 0.002
12 10 8 6 4 2 5
15
25
35
t th
(a)
5
15 25 35 (b)
t th
Model musim Model modifikasi
5
15 25 35
t th
(c)
Gambar 22 Proporsi manusia peka , proporsi manusia terinfeksi proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) dengan , nilai parameter yang lain tetap.
dan serta
Gambar 22 menunjukkan perbedaan perilaku model modifikasi dengan model dengan pengaruh musim. Model modifikasi setelah berosilasi akhirnya menuju stabil, sedangkan pada model dengan pengaruh musim tetap berosilasi yang bersifat periodik.
Dari seluruh hasil simulasi dapat dilihat perbedaan dinamik yang terjadi pada model. Nilai
yang tidak berubah menurut waktu dengan asumsi sebagian
telur nyamuk terinfeksi lebih kecil dari nilai nyamuk sehat dan
nilai
dengan asumsi semua telur
hampir sama, sedangkan nilai
lebih besar.
Penurunan rata-rata gigitan nyamuk perhari mengakibatkan periode osilasi dan waktu untuk mencapai stabil lebih lama. Peluang telur nyamuk terinfeksi yang semakin besar menyebabkan turunnya proporsi manusia sehat, meningkatnya proporsi manusia terinfeksi dan nyamuk terinfeksi. Pengaruh perubahan musim membuat perilaku model bersifat periodik.