16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Peraturan Perundangan Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Karawang No. 19 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang, pada bab Kebijakan Penataan Ruang bagian Kebijaksanaan Pemanfaatan Ruang, Paragraf 3 Pasal 12e disebutkan bahwasanya keterkaitan Kabupaten Karawang terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai pengembangan kawasan budidaya yang tetap mempertahankan optimalisasi dan stabilitas produksi pangan terutama padi dan palawija. Selanjutnya, pada bagian Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Budidaya Pasal 22 point 1 disebutkan bahwasanya yang dimaksud kawasan budidaya adalah kawasan budidaya pertanian dan nonpertanian. Kawasan budidaya pertanian ini kemudian diperjelas dalam ketentuan umum yang kemudian dibagi menjadi dua bagian, yakni kawasan budidaya dan pertanian. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Pertanian adalah kegiatan usaha yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan (BAPPEDA, 2004).
4.2 Kondisi Umum Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara Kecamatan Kota Baru 4.2.1 Kondisi Fisik dan Biofisik Dalam Penelitian ini, dibahas beberapa kondisi fisik dan biofisik yang terdapat di Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara, yaitu batas tapak dan geografi, iklim, geologi dan tanah, topografi dan drainase, hidrologi, pemandangan (view), vegetasi, satwa, sirkulasi dan aksesibilitas, serta fasilitas desa.
4.2.1.1 Batas Desa dan Geografi Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara terletak di Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Desa Pangulah Selatan memiliki luas tanah 556 ha dengan luas sawah 391 ha dan lahan darat/kering 165 ha. Desa
17
Pangulah Utara memiliki luas tanah 521 ha dengan luas sawah 187 ha dan lahan darat/kering 334 ha. Desa Pangulah Selatan memiliki batas wilayah sebagai berikut: a. Desa Pangulah Utara di sebelah utara, b. Desa Jomin Timur di sebelah selatan, c. Desa Wancimekar di sebelah barat, dan d. Kabupaten Subang di sebelah timur. Desa Pangulah Utara memiliki batas wilayah sebagai berikut: a. Desa Balonggandu (Kec. Jatisari) di sebelah utara, b. Desa Pangulah Selatan di sebelah selatan, c. Desa Wancimekar di sebelah barat, dan d. Desa Balonggandu (Kec. Jatisari) di sebelah timur. Gambar 3 memperlihatkan peta wilayah dan batas tapak Desa Pangulah Selatan sekaligus peta wilayah kelompok tani WKPP Pangulah Selatan.
Gambar 3 Peta wilayah dan kelompok tani Pangulah Selatan Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) 2012.
18
4.2.1.2 Iklim Berdasarkan data BMG Stasiun SMPK Jatisari, Karawang, tahun 2011, suhu udara rata-rata pada kawasan Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara adalah 27,97 0C, dengan tingkat kelembaban udara rata-rata 73,55%. Arah angin pada kawasan Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara ini dominan bergerak dari arah tenggara dengan kecepatan 6,79 km/jam. Selain itu, curah hujan rata-ratanya sebesar 1208 mm/tahun dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Maret, yakni sebesar 241 mm, sedangkan curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus yakni 0 mm.
4.2.1.3 Geologi dan Tanah Berdasarkan data
BP3K (2012), Desa Pangulah Selatan dan Desa
Pangulah Utara secara geologis termasuk dalam dataran rendah yang tersusun atas endapan aluvium vulkanik. Jenis tanah pada kawasan desa ini pada umumnya dominan aluvial kelabu, dengan keasaman tanah 4,5-5,5 PH. Lapisan aluvial ini terbentuk dari endapan laut dan alluvium vulkanik.
4.2.1.4 Topografi dan Drainase Berdasarkan data BP3K (2012), Topografi Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara tergolong datar. Secara umum, wilayah yang terdapat di Kecamatan Kota Baru termasuk Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara ini memiliki ketinggian 11-25 meter di atas permukaan laut. Saluran drainase yang terdapat di Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara ini secara umum merupakan saluran drainase terbuka. Saluran drainase ini merupakan saluran pembuangan limbah rumah tangga. Saluran drainase ini bermuara ke sungai kecil yakni Sungai Cipangulah.
4.2.1.5 Hidrologi Sumber daya air terutama air bersih yang terdapat di Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara ini berasal dari penggunaan sumur pompa dan sumur gali. Berdasarkan data Tingkat Perkembangan Desa dan Kelurahan 2011, terdapat 126 unit sumur pompa dan 39 unit sumur gali di desa ini. Sumber daya
19
air yang ada di desa terutama digunakan sebagai air bersih untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Untuk keperluan pertanian, digunakan sumber daya air irigasi. Berdasarkan data dari Tingkat Perkembangan Desa dan Kelurahan BPMPD Karawang 2011, terdapat prasarana irigasi berupa saluran sekunder dengan panjang 3800 meter dengan 5 unit pintu pembagi. Saluran irigasi ini digunakan untuk mengairi lahan pertanian seperti persawahan dan perladangan.
4.2.1.6 Pemandangan (view) Kawasan Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara merupakan kawasan desa yang memiliki lahan pertanian yang cukup luas jika dibandingkan dengan desa-desa lain yang terdapat di Kecamatan Kota Baru. Berdasarkan data dari BP3K Kecamatan Kota Baru, Karawang, 2012, luas lahan padi sawah Desa Pangulah Selatan mencapai 391 ha, sedangkan Desa Pangulah Baru dan Desa Pangulah Utara berturut-turut 346 ha dan 187 ha padi sawah. Luasnya lahan pertanian ini, terutama lahan persawahan, memiliki nilai estetika yang tinggi. Pemandangan yang menarik (good view) tidak hanya terlihat berupa hijaunya rumpun padi pada saat penanaman, tetapi juga rumpun padi yang menguning sampai masa pemanenan. Hal ini menjadi obyek yang menarik bagi lingkungan sekitarnya.
4.2.1.7 Vegetasi Secara umum, vegetasi yang terdapat di Desa Pangulah Selatan adalah tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Berdasarkan data dari BP3K Kecamatan Kota Baru, Karawang, 2012, tanaman pertanian yang terdapat di desa ini, antara lain, adalah padi (Oryza sativa) seluas 391 ha, mentimun (Cucumis sativus L.) seluas 1 ha, kacang panjang (Vigna sinensis) seluas 2 ha, jagung ( Zea mays) seluas 5 ha, dan cabai (Capsicum frutescens) seluas 1 ha. Tanaman perkebunan adalah perkebunan kelapa (Cocos nucifera) seluas 10 ha. Tanaman kehutanan yang terdapat di desa ini adalah tanaman kelompok kayu indah/bambu seluas 3 ha dan kelompok kayu rimba camp seluas 5 ha. Tanaman pertanian yang terdapat di Desa Pangulah Utara, antara lain, adalah padi (Oryza sativa) seluas 187 ha, dan kacang panjang (Vigna sinensis) seluas 2 ha. Tanaman perkebunan
20
adalah kelapa (Cocos nucifera) seluas 5 ha, jahe (Zingiber officinale) seluas 2 ha, Kencur (Kaempferia galanga) seluas 1 ha, dan kunyit (Curcuma domestica) seluas 3 ha.
4.2.1.8 Satwa Satwa yang terdapat di Desa Pangulah Selatan berupa satwa yang dipelihara atau diternakkan dan satwa liar. Berdasarkan Daftar Isian Potensi Desa dan Kelurahan BPMPD 2011, satwa yang diternakkan meliputi sapi berjumlah 5 ekor dengan 3 orang pemilik, ayam kampung berjumlah 1620 ekor dengan 324 orang pemilik, bebek berjumlah 200 ekor dengan 2 orang pemilik, kambing berjumlah 9 ekor dengan 3 orang pemilik, domba berjumlah 51 ekor dengan 17 orang pemilik dan angsa berjumlah 12 ekor dengan 4 orang pemilik. Satwa yang diternakkan di Desa Pangulah Utara meliputi sapi berjumlah 7 ekor dengan 2 orang pemilik, kerbau berjumlah 8 ekor dengan 1 orang pemilik, ayam broiler berjumlah 2600 ekor dengan 2 orang pemilik, bebek berjumlah 60 ekor dengan 3 orang pemilik, kambing berjumlah 50 ekor dengan 3 orang pemilik, angsa berjumlah 9 ekor, dan anjing berjumlah 3 ekor. Satwa liar yang terdapat di Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara ini meliputi berbagai jenis burung, tupai, hewan melata, dan lain-lain.
4.2.1.9 Sirkulasi dan Aksesibilitas Desa Pangulah Selatan berjarak 1 km dari ibu kota kecamatan Kota Baru. Lama jarak tempuh yang dibutuhkan untuk menuju ibukota kecamatan dari desa ini adalah 5 menit jika menggunakan kendaraan bermotor, atau 15 menit jika menggunakan kendaraan nonbermotor. Jarak yang ditempuh dari desa ini menuju ibukota kabupaten Karawang adalah sepanjang 31 km dengan lama jarak tempuh selama 1 jam, sedangkan jika menuju ibukota provinsi Bandung dari desa ini membutuhkan waktu 2 jam dengan jarak tempuh sepanjang 90 km. Desa Pangulah Selatan dilewati oleh jalan Pantura (Pantai Utara Jawa) sehingga sirkulasi utama menuju desa ini adalah melalui jalan Pantura. Desa Pangulah Utara berjarak 2,5 km dari ibu kota kecamatan Kota Baru. Lama jarak tempuh yang dibutuhkan untuk menuju ibukota kecamatan dari desa ini adalah 5 menit jika menggunakan
21
kendaraan bermotor, atau 30 menit jika menggunakan kendaraan nonbermotor. Jarak yang ditempuh dari desa ini menuju ibukota kabupaten Karawang adalah sepanjang 30 km dengan lama jarak tempuh selama 45 menit, sedangkan jika menuju ibukota provinsi Bandung dari desa ini membutuhkan waktu 2 jam dengan jarak tempuh sepanjang 90 km. Gambar 4 memperlihatkan sirkulasi atau aksesibilitas menuju Desa Pangulah Selatan.
4.2.1.10 Fasilitas dan Utilitas pada Tapak Berdasarkan Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa dan Kelurahan BPMPD 2011, terdapat beberapa fasilitas di Desa Pangulah Selatan, yakni berupa rumah makan dan restoran sebanyak 2 unit, swalayan 2 unit, SPBU 1 unit, taman kanak-kanak 3 unit, sekolah dasar/sederajat 4 unit, sekolah menengah pertama/sederajat 1 unit, sekolah islam ibtidaiyah 2 unit, pondok pesantren 2 unit, masjid 6 unit, musala 27 unit, lapangan sepak bola 1 unit, lapangan bulu tangkis 4 unit, lapangan voli 3 unit, poliklinik 1 unit, dan posyandu 10 unit. Fasilitas di Desa Pangulah Utara, yakni berupa rumah makan dan restoran sebanyak 2 unit, taman kanak-kanak 4 unit, sekolah dasar/sederajat 1 unit, sekolah islam tsanawiyah 1 unit, pondok pesantren 2 unit, masjid 12 unit, musala 10 unit, lapangan sepak bola 1 unit, lapangan bulu tangkis 4 unit, posyandu 14 unit, dan rumah bersalin 2 unit. Utilitas yang terdapat di Desa Pangulah Selatan, antara lain, utilitas air bersih berupa sumur pompa berjumlah 126 unit dan sumur gali berjumlah 39 unit, dan utilitas irigasi berupa saluran irigasi sekunder panjang 3800 m dengan 5 unit pintu pembagi air. Utilitas yang terdapat di Desa Pangulah Utara, antara lain, utilitas air bersih berupa sumur pompa berjumlah 79 unit dan sumur gali berjumlah 6 unit, dan utilitas irigasi berupa saluran irigasi tersier panjang 2000 m dengan 2 unit pintu pembagi air.
22
Gambar 4 Peta aksesibilitas menuju tapak penelitian
4.2.2 Kondisi Sosial Desa Pangulah Selatan memiliki jumlah penduduk 12.926 orang dengan jumlah laki-laki 6.572 orang dan jumlah perempuan sebanyak 6.460 orang (Daftar Isian Potensi Desa dan Kelurahan 2011). Jumlah penduduk berdasarkan angkatan kerja pada desa ini sebanyak 8.541 orang. Jumlah ini berdasarkan UndangUndang Tenaga Kerja Tahun 1999, yakni usia kerja atau usia produktif adalah antara 15-54 tahun. Dari jumlah 8.541 orang, terdapat 4.392 laki-laki dan 4.192 perempuan. Penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Pangulah Selatan ini dapat dilihat pada Tabel 2. Selain penduduk asli yang menetap, di desa ini juga terdapat penduduk menetap sementara, yakni penduduk pendatang yang tinggal di Desa Pangulah Selatan untuk tujuan tertentu, antara lain, untuk bekerja. Sebagian besar penduduk menetap sementara ini adalah karyawan beberapa perusahaan yang ada di kecamatan lain di Kabupaten Karawang.
23
Tabel 2 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Pangulah Selatan Tahun 2011 NO Mata Pencaharian Jumlah Persen 1
PNS/TNI/POLRI
67
2,82
2
Pedagang
89
3,75
3
Petani
571
24,06
4
Buruh Tani
187
7,90
5
Karyawan Perusahaan
1273
53,64
6
Pembantu Rumah Tangga
48
2,02
7
Wiraswasta
35
1,47
8
Pengrajin Industri rumah Tangga
45
1,90
9
Lain-lain
58
2,44
Jumlah
2373
Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) 2012.
Pengunjung Desa Pangulah Selatan adalah orang-orang dari luar desa yang melakukan kegiatan di Desa Pangulah Selatan. Pengunjung tersebut mulai dari anak-anak yang bersekolah di desa ini dan orang-orang yang mengunjungi keluarganya. Selain itu, terdapat juga pengunjung yang datang ke desa ini dengan tujuan untuk berekreasi di taman bermain, tepatnya di Wahana Pelangi Outbond. Wahana ini menyediakan berbagai permainan bagi anak-anak, antara lain, bolder, rumah pohon dan flying fox.
4.3 Kondisi Umum Tapak Penelitian 4.3.1 Kondisi Fisik dan Biofisik Dalam penelitian ini, dibahas beberapa kondisi fisik dan biofisik yang terdapat di tapak penelitian, antara lain: batas tapak dan geografi, iklim, geologi dan tanah, topografi dan drainase, hidrologi, pemandangan (view), vegetasi, satwa, sirkulasi dan aksesibilitas, serta fasilitas pada tapak. Gambar 5 dan Gambar 6 masing-masing memperlihatkan situasi umum dan inventarisasi tapak penelitian.
24
Situasi umum
25
Inventarisasi
26
4.3.1.1 Batas Tapak dan Geografi Tapak penelitian ini berada di Dusun Krajan Desa Pangulah Selatan dan Desa Pangulah Utara, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Tapak penelitian ini memiliki luas 2,8 Ha yang mencakup lahan persawahan, kebun, dan kolam. Tapak penelitian ini secara geografis terletak pada koordinat 6o24’01,42” LS dan 107o29’38,88” BT dengan batas wilayah sebagai berikut: a. Jalan Pantura di sebelah utara, b. Kebun dan permukiman warga di sebelah selatan, c. Kebun dan permukiman warga di sebelah barat, dan d. Kebun dan permukiman warga di sebelah timur.
4.3.1.2 Iklim Berdasarkan data dari BMG Stasiun SMPK Jatisari, Karawang, tahun 2011, suhu udara rata-rata di kawasan tapak penelitian ini adalah 27,97oC dengan suhu udara maksimum terjadi pada bulan Juli, yakni sebesar 31,4oC, sedangkan suhu udara minimum terjadi pada bulan November, yakni sebesar 25,7oC. Tingkat kelembaban udara rata-rata 73,55% dengan kelembaban udara maksimum terjadi pada bulan Desember, yakni sebesar 79,5%, sedangkan kelembaban minimum terjadi pada bulan September, yakni sebesar 70,3%. Arah angin di kawasan tapak penelitian dominan bergerak dari arah tenggara. Kecepatan rata-rata angin adalah 6,79 km/jam dengan kecepatan maksimum angin terjadi pada bulan Agustus, yakni 7,16 km/jam, sedangkan kecepatan minimum angin terjadi pada bulan Maret, Mei, dan Desember. Selain itu, curah hujan rata-ratanya sebesar 1208 mm/tahun dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Maret, yakni sebesar 241 mm, sedangkan curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus, yakni 0 mm. Grafik curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan arah angin pada tahun 2011 masing-masing disajikan pada Gambar 7, 8, 9, dan 10.
4.3.1.3 Geologi dan Tanah Desa Pangulah Selatan secara geologis termasuk dalam dataran rendah yang tersusun atas endapan aluvium vulkanik. Jenis tanah pada kawasan desa ini
27
pada umumnya dominan aluvial kelabu, dengan keasaman tanah 4,5-5,5 PH. Lapisan aluvial ini terbentuk dari endapan laut dan alluvium vulkanik. 300 250 200 150 100 50 0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sept
Okt
Nov
Des
Curah Hujan (mm)
Gambar 7 Grafik rata-rata curah hujan wilayah Pangulah Selatan (Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika 2011)
35 30 25 20 15 10 5 0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sept
Okt
Suhu Udara (0C)
Gambar 8 Grafik rata-rata suhu udara wilayah Pangulah Selatan (Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika 2011)
Nov
Des
28
82 80 78 76 74 72 70 68 66 64 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sept
Okt
Nov
Des
Kelembaban Udara (%)
Gambar 9 Grafik rata-rata kelembaban udara wilayah Pangulah Selatan (Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika 2011)
7,3 7,2 7,1 7 6,9 6,8 6,7 6,6 6,5 6,4 6,3 6,2 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sept
Okt
Nov
Des
Kecepatan angin
Gambar 10 Grafik Rata-Rata Kecepatan Angin Wilayah Pangulah Selatan (Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika 2011)
4.3.1.4 Topografi dan drainase Topografi tapak penelitian ini tergolong beragam. Pada bagian lahan persawahan cenderung datar, sedangkan pada bagian kolam dan kebun cenderung
29
landai. Secara umum, area penelitian ini memiliki ketinggian 11-25 meter di atas permukaan laut. Saluran drainase yang terdapat di tapak penelitian ini secara umum merupakan saluran drainase terbuka yang merupakan saluran pembuangan limbah rumah tangga. Saluran drainase tersebut bermuara ke sungai kecil yang terdapat di Desa Pangulah Selatan, yaitu Sungai Cipangulah. Keadaan topografi dan drainase di sekitar tapak penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.
4.3.1.5 Hidrologi Sumber daya air utama yang terdapat pada tapak adalah sungai kecil yang berada diantara lahan persawahan dan kebun. Selain sungai kecil, juga terdapat kolam kecil yang berada di tengah kebun. Aliran air untuk Irigasi persawahan ini berasal dari sungai kecil yang titik awal alirannya berada di sebelah selatan dari tapak. Aliran air dari sungai ini menuju ke arah utara tapak. Pada tapak kebun, aliran air terutama pada saat hujan adalah menuju ke kolam, sedangkan aliran air dari drainase mengalir kearah sungai kecil. Keadaan hidrologi di tapak beserta foto dapat dilihat pada Gambar 11.
4.3.1.6 Pemandangan (view) Tapak penelitian ini merupakan area yang didominasi oleh lahan persawahan. Lahan persawahan ini memiliki potensi pemandangan yang baik (Good view). Potensi pemandangan yang baik ini terlihat pada saat penanaman padi sampai pada saat padi siap dipanen. Berikut ini dapat dilihat pada Gambar 11 pemandangan yang berada di tapak penelitian.
Awal penanaman padi
padi mulai menguning
Gambar 12 Tapak persawahan
panen padi
30
Gambar 11 Peta Topografi, Hidrologi dan Drainase
31
4.3.1.7 Vegetasi Berdasarkan pengamatan, jenis vegetasi yang terdapat di tapak penelitian, antara lain, adalah rumpun bambu (Bambusa vulgaris), kelapa (Cocos nucifera), angsana (Pterocarpus indica), asam (Tamarindus indica), mangga (Mangifera indica), ceri (Prunus avium), drasena (Dracaena sp.), melinjo (Gnetum gnemon), jambu
air
(Eugenia
aquea),
jambu
batu
(Psidium
guajava),
jengkol
(Pithecellobium lobatum), jati (Tectona grandis), ketapang (Terminalia catappa), pisang (Musa paradisiaca), lengkuas (Alpinia galanga), nangka (Artocarpus integra), salam (Syzygium polianthum), mengkudu (Morinda citrifolia), teh-tehan (Duranta repens), nanas (Ananas comosus), bunga mentega (Nerium oleander), rambutan (Nephelium lappaceum), sawo (Manilkara zapota), singkong (manihot utilisima), rengas (Glutha rengas), dan padi (Oryza sativa). Populasi tanaman tersebut di dalam tapak ditunjukkan pada Tabel 3
Tabel 3 Jenis tanaman dan populasinya di dalam tapak No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Tanaman Bambu Kelapa Angsana Asam Mangga Ceri Dracaena Melinjo Jambu air Jambu batu Jengkol Jati Ketapang Pisang Lengkuas Nangka Daun salam Mengkudu Teh-tehan Nanas Nerium Padi
Nama Ilmiah Bambusa vulgaris cocos nucifera Pterocarpus indica Tamarindus indica Mangifera indica Prunus avium Dracaena sp Gnetum gnemon Eugenia aquea Psidium guajava Pithecelobium jaringi Tectona grandis Terminalia catappa Musa paradisiacal Alpinia galangal Artocarpus integra Syzygium polianthum Morinda citrifolia Duranta repens Ananas comosus Nerium Oleander Oryza sativa
Jumlah 4 18 1 3 29 1 1 1 2 2 1 1 5 5 5x5m 10 2 2 1 6x8m 1 2,7 Ha
32
No. 23 24 25 26
Tanaman Rambutan Sawo Singkong Rengas
Nama Ilmiah Nephelium lappaceum Manilkara zapota Manihot utilisima Glutha renghas
Jumlah 1 1 2x50m 2
Keadaan vegetasi pada tapak dapat dilihat pada Gambar 13.
4.3.1.8 Satwa Berdasarkan pengamatan di tapak, tidak terdapat satwa khusus yang dipelihara. Satwa yang ada adalah satwa liar seperti burung, tupai, dan hewan melata.
4.3.1.9 Sirkulasi dan Aksesibilitas Lokasi tapak berada di pinggir jalan pantura. Lokasi tapak tersebut dapat diakses melalui dua rute perjalanan. Rute pertama, yaitu melalui jalan tol Karawang dan keluar di pintu tol Cikampek, lalu ke arah kecamatan Cikampek, kemudian ke lokasi tapak melalui jalur Pantura. Rute kedua, yaitu melalui kota Karawang, dari jalan tol Karawang, kemudian keluar melalui pintu tol Karawang Barat menuju terminal Klari, lalu perjalanan dilanjutkan menuju ke kecamatan Cikampek. Perjalanan dari terminal Klari menuju ke kecamatan Cikampek tersebut dapat menghabiskan waktu 1 jam jika menggunakan angkutan umum atau sekitar 30-45 menit jika menggunakan kendaraan pribadi. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke lokasi tapak melalui jalur Pantura. Pada lokasi tapak, sirkulasi yang ada berupa sirkulasi pejalan kaki, yaitu warga di sekitar tapak yang menyebrangi tapak sebagai jalan pintas dari rumah mereka ke jalan, atau dari jalan menuju ke rumah mereka masing-masing. Sirkulasi pejalan kaki tersebut, yaitu melalui pematang sawah yang terdapat di tapak. Keadaan sirkulasi pejalan kaki tersebut dapat dilihat pada Gambar 14.
4.3.1.10 Fasilitas dan Utilitas pada Tapak Tapak penelitian merupakan area persawahan dan kebun. Tapak penelitian tersebut tidak memiliki fasilitas dan utilitas khusus yang ditujukan untuk penggunaan umum.
33
Gambar 13 Existing vegetasi
34
Gambar 14 sirkulasi pejalan kaki
35
4.3.2 Kondisi Sosial Berikut ini, dibahas kondisi sosial tapak yang mengenai pemilik dan penggarap lahan, dan pengunjungnya.
4.3.2.1 Pemilik dan Penggarap Pemilik tapak adalah keluarga besar Bapak Waryo Sugandi dan Siti Nurjannah. Dalam hal ini, Bapak Waryo Sugandi sebagai kuasa pemilik tapak tinggal di sebelah tapak penelitian, tepatnya di sebelah tapak kebun. Kuasa pemilik tapak menyerahkan pengelolaan tapak terutama tapak persawahan ke penggarap. Penggarap tapak persawahan itu adalah Ibu Edeh dan suami, Bapak Indak, Ibu Uju’, Bapak Edo, Bapak A. Abdul Gani, dan Ibu Wasem yang identitasnya disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Petani penggarap tapak persawahan Nama Petani Umur (tahun) Ibu Edeh 60 Bapak Indak 40 Ibu Uju' 40 Ibu Edo 42 Bapak A. A 34 Gani Ibu Wasem 50
Pendidikan
Lama bertani
SLTA Tidak sekolah SD SD SD
30 tahun 10 tahun 30 tahun 22 tahun 15 tahun
Luas sawah digarap 27 petak 2 petak 1 petak 2 petak 2 petak
SD
6 tahun
10 petak
4.3.2.2 Pengunjung Pengunjung tapak penelitian ini adalah warga di sekitar tapak dan petani penggarap sawah. Warga sekitar memanfaatkan tapak sebagai jalan pintas untuk menuju jalan raya. Petani penggarap biasanya datang dan bekerja di tapak pada masa pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. 4.4 Analisis dan Sintesis
4.4.1 Kondisi Fisik dan Biofisik Analisis yang akan dibahas pada kondisi fisik dan biofisik antara lain, batas tapak dan geografi, iklim, geologi dan tanah, topografi dan drainase,
36
hidrologi, pemandangan (view), vegetasi, satwa, sirkulasi dan aksesibilitas, dan fasilitas pada tapak.
4.4.1.1 Batas Tapak dan Geografi Lokasi penelitian secara umum sudah memiliki batasan yang jelas. Namun, karena ada bagian tapak yang belum dioptimalkan pemanfaatannya dan sebagian berpagar, warga sekitar memanfaatkan bagian tapak itu sebagai tempat menjemur pakaian. Pada bagian tapak kebun yang berbatasan dengan masjid, terdapat saluran pembuangan air wudhu ke bagian tapak dan terdapat tumpukan sampah yang menyebabkan tapak kotor dan bau sehingga perlu dibuat drainase tertutup dan tempat sampah. Selain itu, pada tapak kebun di dekat tapak persawahan, terdapat penduduk yang memanfaatkan sempadan jalan dan sebagian tapak sebagai tempat mendirikan warung liar. Berdasarkan informasi yang didapat dari kuasa tapak, warung liar tersebut sudah pernah diperingatkan untuk pindah dan tidak membangun bangunan liar yang memanfaatkan tapak, namun pemilik warung tetap mempertahankan keberadaan warungnya. Keberadaan warung ini tentu saja akan berpengaruh juga terhadap kualitas estetika tapak sehingga warung liar ini perlu dibongkar.
Gambar 15 Bangunan/ warung liar
4.4.1.2 Iklim Pada saat sekarang ini perubahan lingkungan menjadi sorotan penting sebagaimana yang lebih kita kenal sebagai fenomena pemanasan global atau global warming. Pemanasan global merupakan salah satu akibat dari krisis lingkungan hidup global. Menurut Keraf (2010), krisis lingkungan hidup global
37
bersumber pada kesalahan fundamental-filosofis dalam pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Iklim sebagai bagian penting dari alam merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam mengurangi permasalahann pemanasan global tersebut. Menurut Todd (1987), iklim pada semua tingkatan dan zona tercipta oleh interaksi dari empat faktor utama dengan pengaruh penting dari suatu faktor kelima. Keempat faktor utama tersebut adalah pola angin, radiasi matahari, suhu, dan hujan, sedangkan faktor kelima adalah topografi. Selain itu, faktor kelembaban juga perlu diperhatikan. Nurisjah (2004) menyatakan bahwa suhu dan kelembaban merupakan faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktivitas manusia. Area tapak penelitian memiliki suhu rata-rata sebesar 27,970C dengan suhu maksimum pada bulan Juli, yakni sebesar 31,40C, dan suhu minimum pada bulan November, yakni sebesar 25,70C. Kelembaban rata-rata sebesar 73,55%, dengan kelembaban maksimum pada bulan Desember, yakni 79,5%, dan kelembaban minimum sebesar 70,3% pada bulan September. Berdasarkan data iklim, indeks kenyamanan manusia (thermal humidity index) dari suhu dan kelembaban rata-rata pada tapak penelitian dapat dihitung dengan Persamaan Kuantifikasi Kenyamanan berikut. THI = 0,8T + dengan THI = thermal humidity index, T
= suhu (0C), dan
RH = kelembaban nisbi (%). Berdasarkan persamaan di atas, didapatkan nilai THI sebesar 26,5, sedangkan pada daerah tropis, ketidaknyamanan terjadi pada saat nilai THI lebih besar dari 27. Dengan demikian, berdasarkan persamaan THI, area tapak penelitian ini berada pada kondisi hampir di ambang batas kenyamanan sehingga masih diperlukan upaya untuk meningkatkan kenyamanan tersebut. Berdasarkan zona nyaman skematik Victor Olgay dalam Todd (1987), area penelitian ini berada pada zona yang kurang nyaman dan diperlukan angin untuk meningkatkan kenyamanan, atau kenyamanannya tersebut dapat ditingkatkan dengan cara
38
menurunkan suhu agar area penelitian berada pada zona nyaman. Zona nyaman skematik dapat dilihat pada Gambar 16. Suhu yang tinggi merupakan pengaruh dari panas, yaitu suatu bentuk energi dari sinar matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi. Menurut Carpenter, Walker, dan Lanphear (1975), suhu dapat berubah sesuai dengan hari, musim, dan perubahan posisi relatif tertentu dari matahari terhadap permukaan bumi. Semakin dekat posisi matahari terhadap permukaan bumi, yakni pada siang hari disaat posisi matahari tegak lurus terhadap suatu posisi tertentu, suhu akan semakin meningkat. Jika permukaan bumi ditutupi oleh perkerasan yang lebih banyak memantulkan panas dari sinar matahari dibandingkan dengan menyerapnya, suhu akan meningkat. Todd (1987) menjelaskan bahwa semakin terang dan halus permukaan, semakin banyak permukaan itu akan memantulkan panas sehingga suhu akan meningkat. Dengan demikian, pengoptimalan penurunan suhu juga perlu memperhatikan penyerapan panas di permukaan bumi. Menurut Carpenter, Walker, dan Lanphear (1975), vegetasi mempunyai pengaruh penting pada suhu udara. Tanah yang terbuka dan permukaan gelap lebih cepat menyerap panas, tetapi tanaman dapat menahan dan melindungi dari radiasi panas yang datang serta dapat mengurangi pemanasan pada permukaan tanah. Sebagai akibatnya, suhu udara di atas permukaan tanah yang tertutupi vegetasi lebih dingin daripada suhu udara di area yang tidak tertutupi vegetasi. Carpenter, Walker, dan Lanphear (1975) juga menambahkan bahwa pada malam hari, vegetasi dapat menjadi penghalang pantulan radiasi dari permukaan tanah sehingga suhu permukaan tanah berkurang lebih lambat jika dibandingkan dengan suhu tanah tanpa tutupan vegetasi. Hal ini membuat vegetasi berperilaku sebagai penyangga terhadap fluktuasi suhu. Dengan adanya vegetasi dan tutupan kanopinya, suhu udara pada tapak akan lebih dingin dan nyaman bagi manusia. Selain vegetasi, pemilihan bahan yang akan digunakan sebagai tutupan permukaan tanah akan berpengaruh pada suhu di tapak. Hal ini disebabkan oleh tutupan permukaan tersebut yang dapat memantulkan radiasi panas dari matahari.
39
Gambar 16 Zona nyaman skematik
40
Menurut Todd (1987), setiap bahan permukaan yang berbeda dapat menyerap dan memantulkan sinar matahari yang berbeda. Daya pemantulan dari sebuah permukaan diukur pada skala 0,0 sampai 1,0 yang dikenal dengan istilah albedo. Suatu albedo yang mendekati angka 0 akan semakin tinggi menyerap panas dan cahaya dan meradiasikannya dengan cepat, sedangkan albedo yang bernilai mendekati angka 1 akan semakin besar memantulkan cahaya dan panas. Bahan yang dapat digunakan untuk mengurangi cahaya dan panas yang dipantulkan adalah bahan yang lebih gelap dan lebih kasar seperti rumput dan penutup permukaan yang lain. Todd (1987) juga menambahkan bahwa bahan-bahan buatan pabrik biasanya lebih banyak memantulkan cahaya dan panas jika dibandingkan dengan bahan alamiah. Hal ini diperkuat oleh data Brown dan Gillespie (1995) bahwa nilai albedo dari beton adalah sebesar 10-50% sedangkan albedo dari lapangan rumput sebesar 3-15%. Oleh karena itu, penggunaan bahan alamiah sebagai tutupan permukaan tanah akan dapat membantu dan lebih efektif dalam mencegah peningkatan suhu udara pada tapak. Berdasarkan data grafik curah hujan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret, yakni sebesar 241 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus yakni sebesar 0 mm atau sama artinya dengan tidak turun hujan sama sekali. Berdasarkan data ini, dapat diketahui bahwa pada bulan Juni sampai Agustus terjadi kemarau sehingga pemanfaatan lahan untuk penanaman padi dan tanaman budidaya hanya dapat dikerjakan pada bulan September sampai bulan Mei. Hal ini guna memastikan ketersediaan air bagi tanaman selain dari irigasi. Hujan yang turun ke permukaan bumi selain bermanfaat bagi tanaman juga bermanfaat dalam menurunkan suhu udara. Namun, jika hujan turun langsung ke permukaan tanah tanpa ada penghalang seperti kanopi pohon atau rumput, dapat meningkat aliran permukaan yang menyebabkan terjadinya erosi dan pengikisan tanah. Oleh karena itu, dibutuhkan tutupan permukaan tanah dengan vegetasi sehingga dapat menangkap hujan yang turun. Menurut Todd (1987), keberadaan vegetasi terutama vegetasi berkanopi selain dapat menangkap hujan juga dapat menahan terjadinya penguapan yang berlebihan dan tanah akan menahan uap airnya lebih banyak jika dibandingkan
41
dengan area yang terbuka dengan matahari langsung sehingga suhu dan iklim mikro tapak dapat stabil. Berdasarkan grafik kecepatan angin, pada bulan Agustus kecepatan angin berada pada kondisi tertinggi, yakni 7,16 km/jam dan kecepatan angin terendah terjadi pada bulan Maret, Mei, dan Desember, yakni 6,55 km/jam. Lynch (1993) menyatakan bahwa kecepatan angin ideal untuk tempat duduk adalah 14 km/jam dan untuk area pejalan kaki adalah 43 km/jam sehingga kecepatan angin pada tapak bukan kendala yang menghalangi pengembangan tapak. Menurut Brown dan Gillespie (1995), angin adalah perpindahan udara. Udara berpidah karena perbedaan tekanan. Pada dasarnya, tanaman mengendalikan angin melalui penghalangan, pengarahan, pembiasan, dan penyerapan (Chiara dan Koppelman 1997). Perbedaanya didasarkan tidak hanya pada derajat keefektifan tanaman, tetapi juga teknik perletakannya. Penghalangan dengan pohon, seperti halnya penghalangan yang lainnya, akan mengurangi kecepatan angin dengan meningkatkan tahanan terhadap aliran angin (lihat Gambar 17). Pohon dan semak berdaun sepanjang tahun serta pohon berdaun lebat dipakai secara sendiri-sendiri atau digabung untuk mempengaruhi gerakan angin.
Gambar 17 Pohon mengurangi kecepatan angin (Sumber: Chiara dan Koppelman 1997)
Chiara dan Koppelman (1997) menyatakan bahwa tanaman dapat digunakan bersama dengan bentuk permukaan tanah dan bahan arsitektur untuk
42
mengubah aliran angin sepanjang lanskap dan di sekitarnya. Pembiasan angin di atas pohon atau tanaman perdu merupakan cara lain dalam pengendalian angin. Tanaman dengan perbedaan ketinggian, lebar, jenis, dan komposisi penanaman yang berbeda mempunyai berbagai tingkat pengaruh terhadap pembiasan angin. Pohon berdaun jarum yang bercabang hingga ke dekat permukaan tanah pada umumnya merupakan tanaman yang paling efektif untuk mengendalikan angin. Campuran beberapa jenis dan ukuran tanaman pada penahan angin tersebut dapat menghasilkan permukaan atas yang kasar dan lebih efektif dalam mengendalikan angin. Hal ini didukung oleh pernyataan Todd (1987) bahwa kecepatan angin akan berkurang oleh profil permukaan kanopi yang kasar seperti yang terlihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Profil kasar kanopi mengurangi kecepatan angin (Sumber: Todd 1987)
Pengendalian terhadap angin ini perlu memperhatikan orientasi pemecah angin terhadap arah datangnya angin. Menurut Todd (1987), untuk meningkatkan keefektifan pengendalian terhadap angin, pemecah angin harus ditempatkan tegak lurus ke arah angin yang perlu pengendalian, dan harus meluas di luar zona yang memerlukan perlindungan pada kedua arah. Hal ini karena kecepatan angin jika mencapai ujung dari suatu penghalang akan lebih besar jika dibandingkan dengan kecepatan sebelum angin mencapai penghalang tersebut. Kemampuan dari suatu pemecah angin untuk memberikan perlindungan berhubungan dengan lokasi,
43
kepadatan, dan komposisi. Lokasi pemecah angin harus dipertimbangkan dari dua sudut pandang. Pertama, pemecah angin yang paling efektif adalah yang ditempatkan tegak lurus terhadap angin yang datang. Kedua, jarak dari zona yang dilindungi langsung berhubungan dengan ketinggian pemecah angin. Semakin pendek pemecah angin, semakin pendek zona perlindungan. Sebuah pemecah angin sebenarnya mengurangi kecepatan angin tidak hanya di belakangnya, tetapi di depannya juga karena angin mulai melambat dan berkumpul pada sisi arah datangnya angin dari sebuah pemecah angin tepat sebelum angin berubah arah dan mengalir di atas pemecah angin tersebut. Panjangnya daerah angin yang terkurangi kecepatannya pada sisi arah datangnya angin dari penghalang ini berkisar dua sampai lima kali ketinggian pemecah angin, dan panjangnya zona pengendalian pada sisi yang terlindung oleh angin dapat sebesar lima belas kali ketinggian penghalang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 19.
H
Gambar 19 Panjang area yang terlindungi oleh pemecah angin (Sumber: Todd 1987)
Pengurangan kecepatan angin juga dipengaruhi oleh kepadatan pemecah angin. Semakin dapat ditembus pemecah angin tersebut, akan semakin panjang jarak zona perlindungan. Struktur berupa bangunan dapat ditempatkan pada zona terlindungi dari angin (Gambar 20). Struktur juga harus ditempatkan pada area yang tidak terlalu dekat dengan pemecah angin pada zona terlindungi karena ada suatu kantung udara mati tempat sedikit pergerakan udara terjadi, juga jangan diletakkan terlalu jauh karena pengurangan kecepatan semakin rendah. Walaupun zona yang terlindung dapat meluas sampai panjang lima belas kali ketinggian pemecah angin, perlindungan optimum terjadi pada jarak lima sampai tujuh kali ketinggian. Hal ini terlihat pada Gambar 21.
44
Gambar 20 Zona terlindungi dari angin (Sumber: Todd 1987)
Gambar 21 Panjang zona terlindungi efektif maksimum dari angin (Sumber: Todd 1987)
Vegetasi selain bermanfaat sebagai penghalang dan pemecah angin juga bermanfaat sebagai pengendali kebisingan. Pengendalian ini menurut Chiara dan Koppelman (1997) umumnya meliputi penutupan dan penyerapan atau keduanya. Jika melihat kondisi pada tapak yang berada dekat dengan jalur lalu lintas padat, diperlukan upaya pengendalian kebisingan. Kombinasi dari pepohonan, perdu rendah, dan permukaan penutup akan mengurangi kebisingan jika massa vegetasi yang dilibatkan cukup banyak. Pada umumnya, tanaman harus berada pada kedalaman 500 sampai 1000 kaki atau sekitar 152 m sampai 300 m.
4.4.1.3 Geologi dan Tanah Menurut Handayanto dan Hairiah (2007), tanah didefinisikan sebagai bahan lepas tersusun dari batuan yang telah melapuk, mineral lainnya, dan bahan organik yang sebagian telah melapuk, yang menyelimuti sebagian besar permukaan bumi. Definisi tersebut tidak berlaku untuk bahan lepas yang tidak
45
menunjukkan bukti adanya aktivitas organisme tanah pada saat ini atau pada masa lampau. Jika organisme tanah tersebut dihilangkan, lapisan permukaan kerak bumi ini tidak dapat lagi disebut sebagai tanah. Pada dasarnya terdapat dua golongan tanah, yaitu tanah organik dan tanah mineral. Definisi tanah organik ditentukan oleh komposisi liat dan kejenuhan air, tetapi umumnya dinyatakan bahwa tanah organik mempunyai kandungan bahan organik lebih dari 20%. Tanah memiliki beberapa sifat, di antaranya, tekstur, agregat dan struktur, pori-pori dan berat jenis tanah, pH tanah, dan kapasitas tukar kation. Tekstur tanah tidak dapat berubah dengan cepat sehingga dianggap sebagai sifat dasar tanah. Tekstur tanah merupakan sifat penting yang menentukan aerasi dan drainase tanah. Agregat tanah merupakan bentukan dari partikel pasir, debu, dan liat yang terikat kuat satu sama lain. Selain tekstur dan agregat, pori-pori tanah juga berperan penting dalam pergerakan air dan udara dalam tanah. Pori-pori tanah ini juga merupakan tempat tinggal mikroorganisme tanah. Sifat tanah berikutnya adalah pH tanah dan kapasitas tukar kation. pH tanah menyatakan banyaknya konsentrasi ion H+ dan ion OH- di dalam tanah. Semakin tinggi konsentrasi ion H+ di dalam tanah, semakin asam tanah tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi ion OH-, semakin basa tanah tersebut. Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral. Walaupun demikian, pH tanah umumnya berkisar 3-9. Tanah dengan pH 6,0-6,5 sering dikatakan bersifat netral. Kapasitas tukar kation (KTK) sangat berhubungan dengan pH tanah karena KTK dapat mempengaruhi pH tanah dan kesuburan tanah. Indonesia umumnya memiliki tanah bersifat masam dengan pH 4,0-5,5. Tapak penelitian yang terdapat di Desa Pangulah Selatan memiliki tanah dengan jenis alluvial. Menurut Suwardi dan Wiranegara (2000), tanah alluvial adalah tanah yang berkembang dari bahan alluvium muda, mempunyai susunan berlapis atau kadar C-organik tidak teratur dan tidak mempunyai horizon diagnostik (kecuali tertimbun oleh 50 cm atau lebih bahan baru) selain Horizon A Okrik, Horizon H Histik, atau Sulfurik dengan kadar fraksi pasir kurang dari 60% pada kedalaman 25--100 cm dari permukaan tanah mineral. Tanah alluvial memiliki bahan organik (BO) yang tinggi sehingga sangat cocok bagi area persawahan. Kondisi di tapak penelitian sebagian besar terdiri dari tapak
46
persawahan sehingga antara jenis tanah dan penggunaannya sangat cocok. Tanah alluvial memiliki tekstur berpasir dengan pH asam dan kedalaman solum rendah. Tapak yang memiliki tanah alluvial dapat juga dikembangkan sebagai area pertanian dan kehutanan, tetapi perlu diperhatikan tingkat kemasaman tanah ini karena menurut Handayanto dan Hairiah (2007) sebagian besar tanaman dan organisme tanah menyukai pH netral berkisar 6-7. Hal ini dikarenakan pada pH netral ketersediaan unsur hara cukup tinggi. Dengan demikian, pada tapak penelitian ini perlu diperhatikan jenis tanaman yang dapat digunakan dan cocok dengan kondisi pH tanah, serta jika diperlukan, untuk mencapai pH yang netral, tanah yang masam diberi perlakuan dengan pemberian kapur.
4.4.1.4 Topografi dan Drainase Secara umum area tapak penelitian memiliki topografi yang relatif datar, terutama pada tapak persawahan. Pada tapak kebun di sebelah tapak persawahan, topografi cenderung bergelombang terutama pada area kolam. Ketinggian tapak rata-rata adalah 28 meter di atas permukaan laut. Menurut Chiara dan Koppelman (1997), tapak yang datar dapat meminimalkan biaya dalam pembangunan. Namun, pada tapak yang datar ini perlu diperhatikan arah aliran air agar tercipta arah aliran drainase yang efektif. Tapak yang tidak datar, terkadang membutuhkan biaya yang tinggi untuk pembangunan, terutama jika bangunan yang dibangun melawan topografi. Pembangunan yang melawan topografi ini, menurut Chiara dan Koppelman (1997), bukan merupakan kebiasaan yang baik. Oleh karena itu, pada tapak yang tidak datar, jika akan dibangun sebuah bangunan, pembangunannya disarankan sejajar dengan topografi karena akan meminimalkan biaya konstruksi, biaya pelandaian, dan biaya urugan. Jika bangunan harus ditempatkan pada area yang cukup curam, bangunan tersebut berfungsi sebagai penahan. Pada tapak penelitian, tapak yang tidak datar dan cukup bergelombang ini berada pada tapak kebun yang berada di sebelah tapak persawahan. Pada tapak ini, jika terdapat bangunan yang akan direncanakan, bangunan tersebut sedapat mungkin akan dibangun sejajar dengan topografi sehingga dapat meminimalkan biaya pembangunan. Tapak yang tidak datar ini juga sangat rentan terhadap erosi sehingga pada tapak ini diperlukan vegetasi yang memiliki perakaran kuat untuk
47
menahan erosi serta perlu memperhatikan arah aliran permukaan (run-off) untuk pembangunan drainase yang tepat. Tapak persawahan yang relatif datar berpotensi tergenangi air pada saat curah hujan meningkat. Namun, hal ini dapat dicegah dengan cara membangun sistem drainase yang tepat. Tapak persawahan yang datar juga terkesan monoton. Hal ini akan mengurangi nilai ketertarikan pengunjung jika tapak ini akan direncanakan sebagai area wisata pertanian. Oleh karena itu, perlu dirancang area pertanian yang dapat menutupi kesan datar dari tapak ini, yakni dengan mengaplikasikan beberapa komoditas pertanian sebagaimana halnya pertanian terpadu.
4.4.1.5 Hidrologi Hidrologi adalah aspek yang berkaitan dengan tata air baik mengenai sumber, bentuk badan air, aliran, distribusi, ketersediaannya, serta kualitasnya (Nurisjah, 2004a). Air merupakan salah satu elemen penting dalam lanskap. Menurut Booth (1983), air memiliki beberapa fungsi atau kegunaan umum, di antaranya, adalah konsumsi, irigasi, pengontrol suhu, pengontrol bising, dan rekreasi. Pada tapak, sumber air berasal dari air tanah, air hujan, dan aliran air dari sungai. Sumber air ini berbentuk sungai dan kolam kecil. Saat ini, air sungai digunakan untuk mengairi tapak persawahan, sedangkan air pada kolam digunakan untuk memelihara ikan. Permasalahan terkait air pada tapak ini, di antaranya, adalah kondisi badan air sungai yang kecil dengan ukuran lebar 1.5-2 m dan terjadinya pendangkalan sungai sehingga ketika terjadi fluktuasi air akibat curah hujan yang meningkat dalam waktu yang lama, beberapa bagian tapak persawahan mengalami penggenangan air. Pada tapak kebun, curah hujan meningkat dalam waktu yang relatif lama menyebabkan badan air kolam tidak mampu menampung aliran permukaan yang menuju kolam dan mengakibatkan terjadi luapan dan penggenangan pada cekungan-cekungan kecil di dekat kolam. Hal ini disebabkan oleh adanya pendangkalan kolam akibat massa tanah yang terbawa aliran permukaan dan juga disebabkan oleh tidak adanya inlet dan outlet. Selain itu, pada beberapa bagian badan air sungai juga terdapat tanah yang
48
mengalami erosi yang salah satunya diakibatkan adanya fluktuasi air sungai ketika terjadi peningkatan curah hujan. Solusi terhadap kemungkinan penggenangan air pada sawah adalah dengan melakukan pengerukan dasar badan air sungai serta pelebaran badan air sehingga ketika terjadi fluktuasi air akibat peningkatan curah hujan, badan air sungai mampu menampungnya dan tidak terjadi luapan. Hal ini juga sejalan dengan program pemerintah daerah untuk melakukan pengerukan dan pelebaran badan air sehingga upaya ini dapat dioptimalkan. Selain itu, adanya kemungkinan penggenangan air di sawah ini juga disebabkan oleh ketinggian lahan sawah tergenang berada satu level dengan tinggi muka air sungai. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penambahan (fill) tanah pada tapak yang tergenang atau dengan memanfaatkan tapak yang tergenang tersebut sebagai area mina padi. Solusi terhadap permasalahan luapan air dan genangan air pada cekungan dekat kolam pada tapak kebun adalah dengan melakukan pengerukan terhadap massa tanah yang tertimbun pada dasar kolam dan membuat inlet serta outlet yang baik pada tapak sehingga ketika terjadi peningkatan curah hujan, kelebihan air pada kolam dapat dibuang ke sungai. Selain itu, perlu menghindari pemanfaatan bagian-bagian badan air atau kawasan sekitar badan air (Nurisjah, 2004a). Pada bagian badan air dan sekitar badan air ini dapat ditanami vegetasi yang dapat menahan laju aliran permukaan dan mampu menahan struktur tanah sehingga tidak terjadi erosi. Hal ini juga dapat diterapkan pada badan air sungai, yakni dengan menanam vegetasi penahan erosi atau dengan membuat retaining wall. Permasalahan lain terkait hidrologi pada tapak ini adalah adanya limbah cair yang dibuang oleh pabrik tahu rumahan di dekat tapak. Limbah cair ini dapat menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, dan bau tidak sedap, meningkatkan pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan kualitas estetika lingkungan sekitar (bio-sanjaya.blogspot.com). Kualitas air merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan pada tapak. Menurut Simonds dan Starke (2006), kualitas air dapat dijaga dengan menghindarkan terjadinya kontaminasi dari berbagai bentuk pencemaran, termasuk limbah. Solusi terhadap permasalahan limbah cair tahu ini adalah dengan melakukan penanganan atau pengolahan limbah cair tahu. Limbah cair tahu ini diketahui memiliki kandungan senyawa
49
organik yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk alternatif (ejournal.umm.ac.id). Pupuk alternatif ini dapat dihasilkan dari proses kultur mikroalga Spirullina sp.
4.4.1.6 Pemandangan (View) Menurut Simonds (2006), view adalah suatu pemandangan yang diambil dari suatu titik yang menguntungkan. Pemandangan ini sering menjadi alasan mendasar dalam pemilihan suatu lahan. Pemandangan harus dianalisis dan disusun dengan sangat teliti untuk kemanfaatannya, bahkan sampai kepada bagian-bagian terkecilnya dari seluruh potensi yang ada. Sebagaimana halnya lanskap yang lain, pemandangan dengan potensi yang dimilikinya dapat memberikan manfaat baik dalam hal preservasi, menetralkan, memodifikasi dan memberikan aksentuasi. Kawasan tapak penelitian ini memiliki potensi visual yang menarik terutama pada tapak atau lanskap persawahan. Hal ini berdasarkan tahapan penanaman padi mulai dari pengolahan lahan sampai pada tahapan pemanenan. Pada tahapan pertumbuhan vegetatif optimum dan lahan persawahan siap dipanen, tapak memiliki kualitas estetik yang tinggi. Kondisi “macak-macak” memiliki kualitas estetik yang rendah (Ruliyansyah dan Gunawan, 2008). Potensi ini dapat menjadi potensi wisata yang menarik karena potensi view tapak persawahan merupakan temporary good view potential, yakni pengunjung hanya dapat melihat potensi ini pada waktu tertentu.
4.4.1.7 Vegetasi Menurut Booth (1983), vegetasi merupakan salah satu elemen fisik yang sangat penting pada desain dan pengelolaan lingkungan outdoor. Sejalan dengan bentukan lahan dan bangunan, material tanaman merupakan komponen terbesar yang digunakan oleh arsitek lanskap pada banyak proyek untuk mengorganisir ruang dan memecahkan permasalahan. Vegetasi memiliki tiga fungsi utama, yakni fungsi arsitektural, fungsi lingkungan, dan fungsi visual.
50
a. Fungsi Arsitektural dari Vegetasi Pada fungsi arsitektural, vegetasi bertindak sebagai dinding, langit-langit, dan lantai melalui ruang yang dibentuknya, pemandangan yang dipengaruhinya, dan pergerakan yang diarahkannya. Pada fungsi arsitektural, vegetasi dapat mendefinisikan ruang, menghalangi pandangan, dan membentuk ruang yang private. Ruang yang didefinisikan oleh vegetasi adalah open space, semiopen space, canopied space, enclosed canopied space, vertical space. Open space adalah ruang yang terbentuk dari penggunaan atau kombinasi semak rendah dan tanaman penutup tanah. Ruang yang terbentuk diindikasikan dari pandangan yang terbuka ke segala arah (Booth, 1983; Gambar 22).
Gambar 22 Open space (Sumber: Booth 1983)
Pada tapak penelitian, open space terlihat pada area persawahan (Gambar 23) tempat kita dapat melihat area di sekeliling tapak persawahan tanpa terhalangi oleh tanaman padi (Oryza sativa). Semiopen space, adalah ruang yang sebagian pandangan terhalang atau tertutup oleh tanaman yang lebih tinggi yang bertindak sebagai dinding vertikal dan menutupi pandangan ke dalam dan ke luar dari ruang (Booth, 1983; Gambar 24).
51
Gambar 23 Open space pada tapak persawahan (Booth 1983 yang dimodifikasi)
Gambar 24 Semiopen space (Sumber: Booth 1983)
Pada tapak penelitian, semiopen space ini terlihat pada bagian pinggir tapak persawahan, yakni di dekat tapak kebun. Pada tapak ini, pandangan tertutup oleh tanaman pisang (Musa paradisiaca) yang ditanam massal, sedangkan pandangan terbuka adalah pada tapak persawahan (Gambar 25).
52
Gambar 25 Semiopen space pinggir tapak persawahan (Booth 1983 yang dimodifikasi)
Canopied space, adalah ruang dengan tutupan kanopi yang padat pada bagian atas kepala dan terbuka pada bagian samping (Booth, 1983; Gambar 26).
Gambar 26 Canopied space (Sumber: Booth 1983)
53
Pada tapak penelitian, area canopied space ini terletak pada tapak kebun yang berada di sebelah tapak persawahan, yakni di bawah pohon asam (Tamarindus indica). Ruang ini memberi kesan skala vertikal yang kuat melalui ketinggian ruang yang diciptakan (Gambar 27).
Gambar 27 Canopied space di bawah pohon asam (Booth 1983 yang dimodifikasi)
Enclosed canopied space, adalah ruang yang tertutup pada bagian kanopi atas serta tertutup pada bagian samping oleh material tanaman berukuran sedang dan rendah, sehingga terlihat seperti ruang pribadi dan terisolasi (Booth, 1983; Gambar 28). Pada tapak penelitian, ruang ini terdapat pada bagian tapak kebun di sebelah tapak persawahan (Gambar 29). Ruang ini dominan tertutup kanopi pohon Mangga (Mangifera indica) dan pada bagian samping tertutup oleh sebagian pohon jambu air (Eugenia aquea), jambu batu (Psidium guajava), Drasena (Dracaena sp.), dan Nanas (Ananas comosus).
54
Gambar 28 Enclosed canopied space (Sumber: Booth 1983)
Gambar 29 Enclosed canopied space pada tapak kebun (Booth 1983 yang dimodifikasi)
Vertical space, adalah ruang yang tertutup pada bagian samping dan terbuka pada bagian atas. Ruang ini dapat bersifat mengarahkan suatu pergerakan (Booth, 1983; Gambar 30).
55
Gambar 30 Vertical space (Sumber: Booth 1983)
Pada tapak penelitian, ruang ini terdapat pada area gang kecil antara rumah pemilik tapak dengan tapak kebun (Gambar 31). Ruang ini tercipta melalui tutupan vegetasi pada bagian samping, yakni tanaman Drasena (Dracaena sp.) dan tanaman Mangga (Mangifera indica). Ruang yang tercipta bersifat mengarahkan pergerakan. Diperoleh informasi bahwa ruang ini dahulunya merupakan koridor rel kereta api yang menghubungkan kota Cikampek (± 4 km dari lokasi penelitian) dan kota Cilamaya (± 25 km dari lokasi penelitian). Fungsi arsitektural yang lain adalah fungsi menghalangi pandangan dan membentuk ruang pribadi. Fungsi menghalangi pandangan ini terutama untuk obyek yang buruk dan tidak menyenangkan. Vegetasi yang digunakan untuk screen ini biasanya merupakan tanaman evergreen. Menurut Todd (1987), evergreen adalah tanaman yang mempertahankan dedaunannya sepanjang tahun. Selain sebagai screen, tanaman ini sangat penting dalam pengendalian iklim mikro.
b. Fungsi Lingkungan dari Vegetasi Menurut Booth (1983), fungsi lingkungan pada vegetasi merupakan kemampuan vegetasi tersebut dalam memperbaiki dan mengendalikan kualitas lingkungan. Fungsi lingkungan vegetasi, di antaranya, adalah mengontrol dan
56
memodifikasi iklim mikro. Pada tapak penelitian, tanaman berkanopi padat terutama pada tapak kebun di sebelah tapak persawahan, dapat mengontrol radiasi
Gambar 31 Vertical space pada tapak gang kecil (Booth 1983 yang dimodifikasi)
panas dari matahari yang berlebihan sehingga suhu di bawah pohon lebih dingin daripada suhu di tapak yang terbuka. Selain itu, tanaman bambu yang terdapat pada tapak juga dapat mengurangi kecepatan angin. Kondisi tapak yang terletak tepat di samping jalan raya pantura menyebabkan tapak selalu terpapar kebisingan sehingga diperlukan tanaman yang dapat mengontrol kebisingan terutama di area yang berhadapan langsung dengan jalan raya. Menurut Carpenter, Walker, dan Lanphear (1975), vegetasi pada umumnya adalah yang paling efektif dalam meredam kebisingan. Penanaman suatu vegetasi dengan jarak 25 sampai 50 feet dapat mengurangi bising 10 sampai 20 dB. Vegetasi juga diperlukan dalam menyaring udara terutama polusi udara berupa bau. Pada daerah di sekitar tapak, terdapat pabrik tahu yang merupakan bad view dan limbah tahu yang dapat menimbulkan bau sehingga dibutuhkan tanaman yang dapat berfungsi sebagai screen dan menimbulkan bau yang harum.
57
c. Fungsi Visual dari Vegetasi Fungsi visual pada vegetasi merupakan kemampuan vegetasi dalam memberikan kesan keindahan. Kesan keindahan ini dapat ditampilkan melalui ukuran, bentuk, aroma, warna, dan tekstur. Selain visual padi yang memiliki keindahan, dominasi tanaman buah-buahan yang terdapat pada tapak juga memiliki potensi keindahan terutama dari aroma dan warna buah sehingga sedapat mungkin existing tanaman buah ini dipertahankan. Secara umum, vegetasi pada tapak ini yakni persawahan dan kebun memiliki potensi untuk dikembangkan.
4.4.1.8 Satwa Pada tapak penelitian ini tidak ditemukan satwa khusus yang dipelihara. Satwa yang ada merupakan satwa liar seperti burung, tupai, dan hewan melata. Keberadaan satwa terutama burung memiliki potensi keindahan. Keberadaan burung ini pada lahan persawahan memang sedikit menganggu para petani dalam menjaga padi. Akan tetapi, cara petani dalam mengusir burung menggunakan orang-orangan sawah dan bunyi-bunyian akan menjadi atraksi tersendiri yang cukup menarik bagi wisatawan. Keberadaan ikan pada kolam juga memiliki potensi yang tidak kalah menarik. Pengunjung atau wisatawan dapat bersantai sambil memancing ikan pada tapak.
4.4.1.9 Sirkulasi dan Aksesibilitas Tapak penelitian dapat diakses melalui dua jalur. Jalur pertama dari Jakarta melalui jalan Tol Cikampek, keluar di pintu Tol Cikampek. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Cikampek menggunakan angkutan kota atau mini bus. Setelah sampai di Cikampek, perjalanan dilanjutkan menggunakan angkutan kota atau mini bus melewati Jalan Pantura sampai di tapak penelitian (± 4 km). Jalur kedua dari Jakarta pada dasarnya hampir sama dengan jalur pertama, yakni menuju Cikampek dahulu sebelum dilanjutkan menuju tapak penelitian. Namun, bedanya pada saat di jalan tol, kendaraan keluar dari pintu Tol Karawang Barat menuju ke terminal Klari. Dari terminal Klari, perjalanan dilanjutkan menuju Cikampek dengan menggunakan angkutan kota (± 25 km). Perjalanan dari terminal Klari menuju Cikampek ini membutuhkan waktu ± 1 jam.
58
Pada dasarnya, sistem transportasi menuju lokasi ini cukup memadai, bahkan tapak penelitian ini berada di pinggir Jalan Pantura yang merupakan jalan negara. Jalan Pantura ini memiliki dua ruas jalan yang masing-masing ruas memiliki 2 lajur. Namun, padatnya kendaraan yang lalu lalang serta sebagian besar tapak yang berada di sebelah kanan jalan dari arah Cikampek menyulitkan pengunjung untuk menyeberang jalan. Hal ini diperparah dengan tidak terdapatnya rambu penyeberangan. Selama ini, masyarakat yang hendak menyeberang baik untuk menuju ke masjid di salah satu sisi atau ke sekolah dasar dan sekolah islam (Madrasah Ibtidaiyah Darul Falah) di sisi yang lain merasakan kekhawatiran terhadap keselamatan mereka ketika menyeberangi jalan. Dengan demikian, diperlukan signage yang menunjukkan dan memberikan informasi mengenai keberadaan aktivitas manusia di sekitar signage tersebut, seperti signage yang memberikan peringatan akan adanya aktivitas penyeberangan manusia. Sirkulasi merupakan hal yang penting dalam mengarahkan seseorang menuju tempat tertentu. Menurut Todd (1987), sistem sirkulasi ke, dari, dan di dalam sebuah tapak sangat perlu bagi penggunanya, dan dalam banyak hal sistem itu dapat menentukan tata letak tapak seluruhnya. Sistem sirkulasi pada umumnya terdiri dari tiga macam yang masing-masing memiliki pengaruh berbeda terhadap tapak, ruang, dan struktur. Sistem tersebut adalah sistem pejalan kaki, sistem beroda dua tanpa motor (termasuk terutama sepeda), dan sistem kendaraan bermotor. Pada tapak penelitian, jalur sirkulasi yang ada hanya berupa sirkulasi pejalan kaki. Sirkulasi pejalan kaki ini berawal dari jalan setapak di sebelah tapak kebun (masuk dari Jalan Pantura), kemudian melalui jembatan bambu (menyeberangi Sungai Cipangulah), dan akhirnya melalui pematang sawah menuju ke desa sebelah (Kampung Babakan Kamisah. Sirkulasi ini secara visual menyebabkan tapak seolah terpisah menjadi dua atau beberapa bagian. Pada dasarnya, sirkulasi pejalan kaki ini merupakan sirkulasi menuju tapak persawahan. Namun, sirkulasi ini kemudian dimanfaatkan warga sebagai jalan pintas. Sirkulasi ini dapat menjadi potensi jika pengembangan tapak melibatkan warga sekitar, tetapi dapat menjadi kendala jika pengembangan hanya difokuskan pada tapak saja. Melihat kondisi di tapak, dirasa perlu juga untuk menciptakan sebuah
59
keterhubungan dalam bentuk sirkulasi yang menghubungkan tapak persawahan dengan tapak kebun.
4.4.1.10 Fasilitas dan Utilitas pada Tapak Pada tapak penelitian, tidak terdapat fasilitas dan utilitas khusus terutama fasilitas umum yang dapat digunakan oleh manusia, karena memang tapak ini adalah tapak pertanian. Namun, untuk pengembangan tapak kedepannya, sangat diperlukan adanya fasilitas umum seperti jembatan penyeberangan yang dapat menghubungkan daerah yang terpisah oleh jalan raya.
4.4.2 Kondisi Sosial Tapak penelitian ini berada pada daerah atau desa yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani. Kelembagaan pertanian yang merupakan bagian dari kelembagaan perdesaan juga masih dapat kita temukan di daerah ini, termasuk pada tapak penelitian ini. Salah satu kelembagaan pertanian yang dimaksud adalah kelembagaan dalam hal penguasaan tanah dan pengelolaannya. Kelembagaan ini secara sederhana dicirikan dari adanya ikatan hubungan kerja antara pemilik dan penggarap lahan. Berdasarkan laporan hasil studi Kasryno F (1984) pada Studi Dinamika Perdesaan-Survey Agro Ekonomi (SDP-SAE 1984), hubungan penguasaan tanah ini memiliki berbagai macam bentuk, salah satunya adalah penyakapan. Penyakapan pada dasarnya adalah kontrak hubungan kerja dan agrarian. Menurut hasil studi ini, semua unsur risiko dan pendapatan pada sistem ini dibagi antara pemilik tanah dan buruh tani dengan perbandingan tertentu. Sistem bagi hasil ini memberikan dorongan bagi buruh tani untuk bekerja dengan baik karena hasil yang diperoleh bergantung juga pada intensitas kerja yang dikorbankan. Bagi pemilik tanah yang memakai sistem ini, masalah biaya transaksi dan pengawasan tenaga kerja dapat dihemat. Pada tapak penelitian ini, Bapak Waryo Sugandi dan Ibu Siti Nurjannah bertindak sebagai kuasa dari pemilik lahan, sedangkan penggarap lahan persawahan yakni buruh tani terdiri dari Ibu Edeh dan suami, Bapak Indak, Ibu Uju’, Bapak Edo, Bapak A. Abdul Gani, dan Ibu Wasem. Sistem pengelolaan tanah sawah ini menerapkan prinsip penyakapan, dengan buruh tani memperoleh
60
pembayaran berdasarkan prestasi atau hasil kerja. Semakin banyak hasil panen padi yang didapat, semakin besar juga hasil pendapatan buruh tani. Pembayaran dan pendapatan buruh tani tidak selamanya berupa uang. Fakta pada pengelolaan lahan persawahan ini menunjukkan bahwa hasil kerja buruh tani dibayarkan dengan persen pembagian hasil padi yang didapat. Budaya pertanian masih dipertahankan hingga saat ini. Bahkan, berdasarkan data BP3K (2012), pekerjaan utama warga desa selain sebagai pekerja buruh pabrik adalah sebagai petani. Bentuk pertanian yang berada di sekitar tapak ini cukup bervariasi. Selain pertanian padi sawah, warga juga ada yang berkebun sayur, memelihara ternak, dan membudidayakan ikan di kolam. Pengusahaan pertanian di sekitar tapak ini dapat dimanfaatkan untuk menunjang pemanfaatan dan pengembangan tapak pertanian. Namun, untuk pengembangan tapak pertanian, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki keterampilan atau keahlian dan kecakapan. Keterampilan ini belum banyak dimiliki oleh petani yang mengelola tapak persawahan pada tapak penelitian ini. Keterampilan mendasar seperti menulis dan membaca pun terkadang masih sulit ditemui. Hal ini salah satunya diakibatkan oleh tingkat pendidikan yang masih sangat rendah. Berdasarkan hasil survei lapang, lima dari enam petani penggarap tapak persawahan tidak dapat menyelesaikan pendidikannya pada jenjang sekolah dasar. Bahkan dari bidang pertanian, seluruh petani penggarap tapak persawahan tidak pernah memperoleh penyuluhan atau kursus di bidang pertanian meskipun telah puluhan tahun mereka bertani. Berdasarkan hasil survei tersebut, seluruh petani penggarap tapak persawahan tidak mengetahui sistem pertanian terpadu. Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu upaya peningkatan keterampilan dan kemampuan diri baik dari petani penggarap tapak persawahan maupun dari petani sekitar tapak dan desa. Upaya ini guna menunjang pengembangan tapak secara keseluruhan. Upaya yang dapat dilakukan, antara lain, pelaksanaan pelatihan keterampilan dan penyuluhan tentang pertanian yang disertai dengan praktik langsung di lapang. Analisis dan sintesis terhadap tapak secara deskriptif pada peta dapat dilihat pada gambar analisis dan sintesis. Gambar 32 dan Gambar 33 masingmasing memperlihatkan analisis dan sintesis tapak (kendala dan potensi).
61
Gambar 32
62
Gambar 33
63
4.5 Konsep
4.5.1 Konsep Dasar Konsep dasar merupakan konsep utama atau ide utama yang mendasari pengembangan suatu tapak. Konsep dasar yang digunakan pada tapak adalah pertanian terpadu sebagai wahana pendidikan dan wisata pertanian. Melalui konsep ini, tapak akan dikembangkan menjadi suatu area pertanian dengan keterpaduan beberapa komoditas pertanian. Konsep keterpaduan pada pertanian ini juga menjadi wahana pendidikan dan pembelajaran bagi masyarakat dan petani, serta dapat memacu pengembangan area wisata pertanian pada tapak dan area sekitar tapak.
4.5.2 Konsep Desain Pertanian terpadu merupakan sistem pertanian yang menerapkan keterpaduan aktivitas-aktivitas pertanian pada suatu tapak. Aktivitas yang dipadukan tidak hanya bersumber dari komoditas-komoditas pertanian, melainkan juga dari aktivitas penunjang pertanian. Aktivitas tersebut saling mendukung satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang mendasari pengembangan suatu area pertanian. Konsep desain merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep dasar. Konsep desain ini mendasari pengembangan dan bentukan atau pola pertanian yang akan diterapkan. Pada tapak pertanian ini konsep desain yang akan diterapkan adalah berdasarkan aktivitas (activity based concept design). Konsep desain ini merupakan sebuah pola dasar dengan aktivitas, area, atau obyek akan diterapkan pada tapak yang mendasari pengembangan desainnya. Aktivitas dan area yang akan diterapkan pada tapak ini diambil berdasarkan keinginan dari pemilik tapak pertanian beserta keluarga besarnya. Berdasarkan hasil diskusi antara desainer dan kuasa pemilik tapak, dapat disimpulkan beberapa aktivitas, area, dan obyek yang diinginkan pada tapak. Aktivitas, area, dan obyek tersebut, antara lain, berupa area mina padi (± 2 ha), area kandang kambing (375,04 m2), area longyam (109 m2), saung (28,8 m2), jogging track (744 m2), aula lesehan (108 m2), musala (9 m2), 2 kamar tidur (24 m2), dapur (2,34 m2), kamar mandi
64
(2,63 m2), 3 gazebo (10,5 m2), gudang mini sekaligus display (18,3 m2), jembatan pejalan kaki (6,6 m2), parkir mobil (1104,1 m2) untuk 30 mobil, pengomposan untuk display (20 m2), hutan/kebun mini (pepaya, pisang, jeunjing, dan jabon) dengan luasan disesuaikan dengan sisa lahan yang ada, ikan (nila, gurame, dan lele) (± 1056 m2), ruko/ mini resto ( ± 400 m2), dan warung sembako (± 100 m2). Total luas area berdasarkan aktivitas, area, dan obyek yang diinginkan tersebut adalah 24103,41 m2 atau sekitar 2,41 ha. Luasan tapak sendiri totalnya adalah ± 3 ha sehingga dapat dinyatakan bahwa luas total area yang diinginkan tersebut dapat dipenuhi dari luasan tapak yang ada. Penjelasan lebih lanjut mengenai aktivitas ini dapat dilihat pada Tabel 5. Secara keseluruhan, aktivitas, area, dan obyek yang diinginkan pada tapak berguna untuk memenuhi kebutuhan pemilik tapak secara khusus dan sebagai area pembelajaran pertanian terpadu secara umum. Berikut ini dijelaskan beberapa alasan hipotetik dari pemilik tapak mengenai dipilihnya aktivitas, area, dan obyek yang disebutkan di atas. Area mina padi sebagaimana yang disebutkan memiliki luas 2 ha. Luas ini didasarkan pada keinginan untuk tetap mempertahankan sebagian besar area pertanian yang sudah ada sebelumnya sehingga konsep mina padi ini mengambil luasan tersebut. Area kandang ternak, terutama kandang kambing mendapat luasan 131,04 m2, luasan ini berdasarkan jumlah ternak yang dipelihara, yakni 78 ekor kambing. Jumlah kambing ini dirunut berdasarkan keinginan dapat melakukan kurban kambing setidaknya setiap tahun untuk 30 orang anggota keluarga besar pemilik tapak. Jumlah 78 pada hewan ternak kambing ini berdasarkan perhitungan dan pertimbangan tingkat kematian dan kelahiran dari kambing ini, juga berdasarkan metode yang dapat digunakan dalam ternak kambing ini. Penjelasan lebih detil untuk ternak kambing ini dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Ternak longyam (balong-ayam) terdiri dari ternak ayam sejumlah 33 ayam petelur dan ternak balong (ikan) dengan total ikan 200 ekor (170 ikan nila dan 30 ikan mas). Jumlah ayam sebanyak 33 didasarkan pada kebutuhan konsumsi telur sehari-hari dari 5 anggota aktif rumah kuasa pemilik tapak dengan asumsi 1 hari membutuhkan 15 telur untuk 5 orang per hari.
65
Tabel 5
66
67
Kebutuhan telur dalam satu bulannya kemudian dihitung dan ditetapkan jumlah ternak ayam yang dapat memenuhi jumlah tersebut. Perhitungan juga mempertimbangkan tingkat atau persentase kematian induk ayam. Untuk jumlah ikan sebanyak 200 ekor ini berdasarkan jumlah ayam yang dipelihara dan berdasarkan luasan minimum untuk berternak longyam. Penjelasan lebih lanjut mengenai ternak ayam ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Obyek lain seperti jogging track diambil berdasarkan keinginan pemilik tapak untuk dapat berolahraga jogging. Saung yang diinginkan pada area persawahan dipilih untuk area istirahat dan penjelasan mengenai pertanian terpadu kepada pengunjung. Aula lesehan dipilih sebagai area kumpul keluarga sekaligus sebagai tempat berkumpulnya para petani untuk melakukan diskusi dan sebagainya. Obyek gudang yang sekaligus sebagai display ini dipilih untuk menampilkan alat pertanian yang digunakan dan hasil pertanian yang dihasilkan. Area mini resto, yang merupakan bagian dari area pelayanan dipilih sebagai area bisnis bagi keluarga. Hutan/kebun mini dipilih untuk memenuhi keinginan memiliki area tanam tanaman produksi. Konsep desain tersebut kemudian dikembangkan melalui pola desain. Pola desain yang diterapkan pada tapak menerapkan pola biji pada buah jagung seperti pada Gambar 34 dan Gambar 35.
Gambar 34 Pola biji buah jagung
Pola biji buah jagung ini dipilih dengan beberapa alasan berikut: Jagung merupakan tanaman pertanian dan tanaman pangan dengan tingkat kebutuhan
68
Gambar 35 Konsep pola desain biji pada buah jagung
69
nomor dua setelah padi dengan hasil produk utama berupa buah jagung. Tanaman jagung ini juga dikenal sebagai tanaman yang memiliki banyak kegunaan seperti buahnya sebagai bahan pangan manusia pengganti nasi dan pakan ternak ayam, daun tanaman ini juga dapat dijadikan bahan pakan ternak kambing. Alasan utama lainnya adalah pola biji jagung memenuhi kriteria bentuk area yang dapat diterapkan untuk pola pertanian dan perikanan terutama pola integrasi mina padi. Berdasarkan ulasan Afrianto dan Liviawaty (1988) mengenai budidaya ikan, bentuk kolam ikan sekaligus bentuk area mina padi yang dapat diterapkan secara efektif dan efisien adalah bentuk persegi panjang, persegi, atau lingkaran. Bentuk pola desain yang diterapkan pada tapak ini sendiri mendekati pola persegi panjang. Pola area persawahan existing pada tapak juga menerapkan pola persegi panjang,
persegi,
atau
gabungan
dari
keduanya.
Kemudian,
dengan
mempertimbangkan minimalisasi biaya yang akan digunakan untuk perubahan bentuk tapak pada area persawahan, bentukan existing tapak persawahan tidak dilakukan perubahan.
4.5.3 Konsep Pengembangan Konsep pengembangan merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep sebelumnya dan merupakan aplikasi dari konsep dasar dan konsep desain. Konsep pengembangan yang dibuat mengacu pada konsep berbasis aktivitas yang telah dibuat. Konsep ini kemudian diaplikasikan ke dalam beberapa konsep, yakni konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep vegetasi dan komoditas, konsep sistem produksi, konsep aktivitas dan fasilitas, konsep pengguna, dan konsep wisata.
4.5.3.1 Konsep Ruang Tapak pertanian yang akan dikembangkan ini dibagi ke dalam beberapa ruang. Konsep ruang yang diaplikasikan menerapkan prinsip integrasi sebagaimana prinsip keterpaduan pada pertanian terpadu (integrated farming). Konsep integrasi ini dapat terlihat pada diagram hubungan antarruang secara umum, yakni pada Gambar 36. Pembagian ruang pada tapak ini bertujuan untuk menyediakan ruang yang memudahkan aktivitas pengguna sekaligus efektivitas dan efisiensi pada integrasi antarkomoditas pertanian. Pembagian ruang tersebut
70
terdiri dari ruang penerimaan, ruang perantara/transisi, ruang pelayanan, ruang/area mina padi, ruang/area kandang kambing, ruang/area longyam. Konsep tata ruang ini dapat terlihat pada Gambar 37. a. Ruang Penerimaan Ruang penerimaan merupakan ruang pertama yang akan dilewati oleh pengunjung padia tapak ini. Ruang ini berfungsi sebagai ruang untuk menerima pengunjung. Ruang penerimaan menempati area terdekat dari sirkulasi utama, yakni Jalan Pantura. Hal ini berfungsi untuk memudahkan dalam sirkulasi terutama terkait fasilitas yang ada pada ruang ini, yakni area parkir. Oleh karena ruang penerimaan menempati posisi terdekat dari sirkulasi utama, pada ruang ini juga akan dibuat sign yang menunjukkan keberadaan wahana agroedutourism dalam tapak ini. b. Ruang Perantara Ruang perantara merupakan ruang yang berada setelah ruang penerimaan. Ruang ini berfungsi sebagai penghubung antara ruang penerimaan dan ruang pelayanan. Pada ruang ini, pengunjung dapat beristirahat sejenak sambil membaca papan informasi mengenai tapak pertanian terpadu. Selain itu, pengunjung juga dapat melihat gudang mini dan/atau display alat pertanian dan hasil pertanian. c. Ruang Pelayanan Ruang pelayanan merupakan ruang tempat pengunjung memperoleh pelayanan berupa informasi dan ilmu pengetahuan yang terkait dengan pertanian, terutama pertanian terpadu secara keseluruhan. Informasi ini disampaikan pada aula lesehan. Aula juga dimaksudkan untuk area kumpul keluarga besar dan tempat pelatihan bagi petani yang ingin belajar mengenai pertanian terpadu. Pada tapak ini terdapat fasilitas penunjang seperti musala, kamar tidur, dapur, dan toilet (satu kesatuan di dalam aula lesehan). Selain itu, karena tapak pertanian ini dimaksudkan untuk wahana pendidikan dan wisata pertanian terutama bagi generasi muda, di ruang pelayanan ini terdapat fasilitas untuk anak-anak, yakni gazebo, dan area peperahuan di kolam sambil melihat ikan.
71
Gambar 36 diagram hubungan antar ruang
72
Gambar 37 Konsep tata ruang
73
d. Ruang Mina Padi Ruang mina padi merupakan ruang pertanian terpadu tempat komoditas pertanian dan perikanan di integrasikan. Pada ruang yang memiliki luas ± 2 ha ini pengunjung akan belajar mengenai mina padi sekaligus mempraktikkannya. Fasilitas yang terdapat pada ruang ini, adalah berupa lahan mina padi, saung, tempat duduk, area belajar menanam, dan tempat sampah. Pada saat berada di saung, pengunjung akan mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai mina padi. e. Ruang Ternak Kambing Ruang ini merupakan ruang tempat pemeliharaan kambing dilakukan. Pada ruang ini, pengunjung dapat belajar dan mendapat informasi mengenai pemeliharaan kambing. Pada area yang direncanakan memiliki luas 375,04 m2 ini terdapat vegetasi yang berguna sebagai pakan kambing yang sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai pangan pemilik lahan. Sebagai contoh, tanaman nangka (Arthocarpus integra), daunnya dimanfaatkan sebagai pakan kambing dan buahnya dapat dinikmati oleh pemilik tapak. Pada ruang ini, pengunjung dapat memberi pakan kambing, melihat-lihat kandang kambing, dan mengamati area pengomposan. Fasilitas yang terdapat pada ruang ini, antara lain, berupa kandang ternak, area vegetasi pakan ternak, dan tempat pengomposan. f. Ruang Longyam Ruang longyam merupakan ruang tempat terdapat integrasi ternak ayam dan ikan (balong). Pada ruang ini, pengunjung akan belajar dan mendapatkan informasi mengenai ayam berikut pemanfaatan kotoran ayam tersebut sebagai pakan ikan. Aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang ini adalah memberi pakan ayam, mengambil telur, menangkap ikan, dan belajar/mendapat informasi mengenai cara membuat pakan ayam. Fasilitas yang terdapat pada ruang ini, adalah, berupa kandang ayam, kolam ikan, tempat penyimpanan pakan, dan area vegetasi penunjang pakan ayam.
4.5.3.2 Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi pada tapak ini ditujukan untuk memudahkan pengguna tapak dalam mengakses area/ruang pada tapak. Konsep sirkulasi menunjang
74
konsep integrasi antarruang. Terkait dengan pola desain, jalur sirkulasi menerapkan pola desain pada pola paving pedestrian. Jalur sirkulasi yang akan direncanakan
pada
tapak
meliputi
jalur
kendaraan
dan
jalur
pejalan
kaki/pedestrian. Jalur kendaraan hanya terdapat pada ruang penerimaan, yakni pada area parkir, sedangkan pada area/ruang yang lain dikhususkan untuk pejalan kaki. Sirkulasi pedestrian yang direncanakan pada tapak terdiri dari sirkulasi pedestrian primer dan sirkulasi pedestrian sekunder. Sirkulasi pedestrian primer menggunakan paving block, sedangkan pada sirkulasi pedestrian sekunder memanfaatkan kondisi dan kesan alami tanpa menggunakan paving. Pada tapak mina padi, jalur sirkulasi ini memanfaatkan pematang sawah. Jalur sirkulasi pedestrian primer di sawah (mina padi) sebagian difungsikan juga sebagai jalur jogging track. Pada sirkulasi pedestrian primer di area Kebun Timur, sebagian juga difungsikan untuk jalur traktor, terutama jalur dari gudang/display ke ruang mina padi. Peletakan traktor di bagian gudang/display dimaksudkan sebagai display ketika traktor sedang tidak digunakan. Sirkulasi selanjutnya adalah sirkulasi hewan ternak. Sirkulasi hewan ternak terutama ternak kambing pada ruang ternak kambing berupa penghubung kandang ternak dengan area pakan. Bentuk pola atau arah dari sirkulasi hewan ternak ini tidak dapat dipastikan atau ditentukan karena pergerakan hewan kambing bersifat dinamis dan mobile, hanya dibuat suatu area yang mencakup kandang ternak dan area pakan ternak. Pada ruang ternak kambing dan ternak longyam tidak terdapat perkerasan paving, kondisi dibuat sealami mungkin. Konsep sirkulasi pada tapak dapat terlihat pada Gambar 38.
4.5.3.3 Konsep Vegetasi dan Komoditas Vegetasi yang akan ditanam merupakan vegetasi yang bertujuan menunjang aktivitas yang ada atau aktivitas yang diinginkan oleh pemilik tapak dengan komoditas yang akan diusahakan berupa komoditas terkait pertanian terpadu. Vegetasi dan/ atau komoditas yang akan diaplikasikan, adalah, vegetasi penaung, vegetasi estetika, vegetasi/komoditas hutan produksi mini, vegetasi pengontrol bising, vegetasi pembatas, vegetasi/komoditas mina padi, vegetasi penunjang pakan ternak, dan vegetasi konservasi sungai.
75
Gambar 38 Konsep sirkulasi
76
Berdasarkan Grey dan Deneke (1978) terdapat beberapa contoh kriteria tanaman yang dapat memenuhi fungsi tersebut, yaitu tanaman dengan kerapatan daun tinggi sebagai tanaman pembatas, tanaman yang memiliki perakaran serabut dan kuat sebagai tanaman kontrol erosi, tanaman dengan kerapatan daun tinggi sebagai tanaman kontrol suara, tanaman dengan permukaan daun berambut dan berbau harum sebagai tanaman pengontrol polusi udara. Terkait dengan pola desain, penerapannya pada konsep vegetasi ini adalah pada ruang/area vegetasi tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar 39. Pemilihan letak/posisi vegetasi disesuaikan dengan aktivitas yang ada dan berdasarkan keinginan pemilik tapak terutama pada tanaman komoditas pertanian. Sebagai vegetasi hutan/kebun produksi mini, tanaman yang diusahakan adalah tanaman berdasarkan keinginan pemilik tapak. Sebagai contoh, pada Kebun Timur,
pemilik
tapak
menginginkan
terdapat
tanaman
jeunjing/sengon
(Paraserianthes falcataria), pepaya (Carica papaya), dan pisang (Musa paradisiaca), sedangkan pada Kebun Barat, pemilik tapak menginginkan tanaman jabon (Antocephalus cadamba). Sebagai vegetasi penunjang pakan ternak, tanaman yang ditanam di area/ruang ternak kambing dan longyam adalah tanaman yang
dapat dijadikan bahan formulasi untuk pakan ternak. Tanaman yang
direncanakan terdapat pada area ternak ini adalah, pisang (Musa paradisiaca), kelapa (Cocos nucifera), gamal (Gliricidum sepium), nangka (Arthocarpus integra), lamtoro (Leucaena leucocephala), dan rumput gajah super (Pennisetum purpureum cv Mott) sebagaimana yang disarankan oleh Mulyantini (2010), Rasyaf (2009), dan Gatenby (1991). Tanaman konservasi sungai yang akan ditanam untuk mencegah dan mengurangi erosi adalah tanaman dari jenis pandan (Pandanus sp.). Pemilihan tanaman pandan ini juga disesuaikan dengan keinginan pemilik tapak untuk dapat menggunakan tanaman pandan sebagai bahan pembuat kerajinan. Selain itu, terdapat tanaman yang tetap dipertahankan keberadaannya pada tapak, di antaranya, adalah pohon asam (Tamarindus indica), dan rengas (Glutha rengas) karena selain merupakan keinginan dari pemilik tapak, tanaman tersebut, terutama tanaman asam (Tamarindus indica) dapat dimanfaatkan sebagai bahan formulasi pakan ternak, yakni ternak ayam (Mulyantini, 2010).
77
Gambar 39 Konsep vegetasi dan komoditas
78
Beberapa tanaman yang digunakan sebagai pakan ternak ini, yang produk lainnya juga dapat dimanfaatkan oleh keluarga pemilik lahan dan pengunjung, antara lain, adalah buah nangka (Arthocarpus integra), buah kelapa (Cocos nucifera), dan buah pisang (Musa paradisiaca).
4.5.3.4 Konsep Sistem Produksi Konsep sistem produksi merupakan konsep yang menerangkan bagaimana suatu produksi dapat berjalan berdasarkan sistem yang ada. Konsep sistem produksi pada tapak ini didasarkan pada konsep keterpaduan yang diharapkan dapat menerapkan konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) atau konsep pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. Maksudnya adalah bagaimana suatu sistem memenuhi kebutuhannya dari dalam sistem itu sendiri sehingga terjadi efektivitas dan efisiensi penggunaan energi di dalam sistem (zero waste). Konsep tersebut diaplikasikan dengan memanfaatkan limbah dari komoditas lain sebagai input bagi komoditas lainnya serta dengan menanam tanaman yang bermanfaat sebagai pakan ternak. Sebagai contoh, pada tapak ini direncanakan penanaman tanaman padi. Sisa tanaman padi tersebut berupa jerami dan biji padi yang tercecer selama masa pemanenan dapat dimanfaatkan sebagai pakan kambing dan ayam, kemudian kambing dan ayam menghasilkan kotoran. Kotoran tersebut untuk kambing dapat dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman padi, tanaman pakan ayam, dan tanaman pakan kambing itu sendiri. Kotoran ayam yang jatuh di kolam berfungsi sebagai makanan bagi organisme renik yang nantinya organisme inilah yang akan dimakan oleh ikan. Kemudian, kelebihan air pada kolam ikan ini akan dialirkan ke area pertanian padi sehingga dapat menjadi sumber hara mineral bagi tanaman padi, dan makanan bagi organime renik yang pada akhirnya organisme renik ini dimakan pula oleh ikan yang terdapat pada mina padi. Kelebihan produksi baik pada limbah maupun produk pertanian dapat dijual dan menghasilkan pendapatan tambahan bagi pemilik lahan. Selain yang disebutkan di atas yang diringkas dalam Gambar 40, berdasarkan sistem produksi ini dapat dibuat kalender produksi yang akan bermanfaat bagi pengunjung untuk berwisata. Kalender produksi ini terdapat pada Gambar 41 dan Tabel 6.
79
Gambar 40 Diagram aliran energi komoditas pertanian terpadu
80
Gambar 41 Kalendar produksi komoditas pertanian
81
Tabel 6 Kalendar produksi komoditas pertanian (kambing)
82
Tabel 7 dan 8 Kalendar produksi komoditas pertanian (longyam & mina padi)
83
4.5.3.5 Konsep Aktivitas dan Fasilitas Konsep aktivitas dan fasilitas merupakan konsep yang memberikan penjelasan mengenai aktivitas pada tapak beserta fasilitas yang dimilikinya. Konsep aktivitas dan fasilitas yang terdapat pada tapak ini disesuaikan dengan ruang-ruang yang dibentuk, yakni ruang yang dibagi menjadi ruang utama dan ruang penunjang. Ruang utama adalah ruang mina padi, ternak kambing, dan ternak longyam, sedangkan ruang penunjang berupa ruang penerimaan, ruang perantara, dan ruang pelayanan. Sebagai contoh, pada ruang penerimaan, aktivitas pemarkiran kendaraan memerlukan fasilitas berupa area parkir. Pada ruang transisi, aktivitas berupa duduk santai dan membaca informasi membutuhkan fasilitas tempat duduk dan papan informasi. Pada ruang pelayanan, aktivitas berupa duduk dan membaca bagi anak-anak membutuhkan fasilitas gazebo, serta aktivitas peperahuan membutuhkan perahu dan deck. Konsep aktivitas dan fasilitas ini berguna untuk memudahkan dalam penyusunan gambar site plan dan aktivitas wisata yang dapat dilakukan. Konsep aktivitas dan fasilitas ini dapat dilihat pada Tabel 9.
4.5.3.6 Konsep Pengguna Konsep pengguna merupakan konsep yang menjelaskan pengguna yang menjadi sasaran pada lanskap agroedutourism ini. Secara umum, pengguna pada tapak ini selain dari pemilik tapak adalah petani pengelola tapak persawahan, anak-anak dan pelajar terutama yang berada di sekitar tapak, warga masyarakat yang bertindak sebagai pengelola area peternakan, dan pengunjung lainnya. Konsep pengguna ini bermanfaat dalam menentukan pola dan aktivitas wisata yang akan direncanakan, serta menentukan fasilitas yang akan diterapkan.
4.5.3.7 Konsep Wisata Konsep wisata merupakan konsep yang dibuat dan direncanakan untuk kegiatan wisata agar aktivitas wisata berjalan lancar. Secara umum, konsep wisata yang diterapkan pada tapak adalah wisata pertanian terpadu dengan integrasi komoditas pertanian, peternakan, dan perikanan.
84
Tabel 9 Konsep Aktivitas dan Fasilitas No. Ruang 1. Ruang Utama a. Mina Padi
Aktivitas
Fasilitas
Pasif: duduk lesehan di saung, mendapat informasi, mengamati lahan mina padi, dan berfoto. Aktif: membajak sawah, menanam padi, menebar ikan, menyiangi padi, panen ikan, dan panen padi.
Lahan mina padi, saung, traktor, area pelatihan menanam padi dan menebar ikan, tempat duduk, dan tempat sampah.
b.
Ternak Kambing
Pasif: mendapat informasi, mengamati ternak kambing, dan berfoto. Aktif: memberi makan kambing dan membuat kompos kotoran kambing
Kandang ternak, area pakan ternak, area kompos, dan tempat duduk.
c.
Ternak Longyam
Pasif: mendapat informasi, mengamati ternak longyam, dan berfoto. Aktif: memberi makan dan minum, mengumpulkan telur, panen ikan, dan memancing
Kandang ternak, tempat pakan, kolam ikan, tempat telur, jaring ikan, dan tempat duduk.
2. a.
Ruang Pendukung Penerimaan
Pasif: jalan santai dan berfoto di dekat gate. Aktif: memarkir kendaraan.
Area parkir dan gate/ welcome sign.
b.
Transisi/perantara
Pasif: duduk santai, melihat papan informasi, berfoto, melihat display alat dan produk pertanian (pada kebun timur). Aktif: bertanya tentang produk pertanian dan melaksanakan shalat (pada kebun barat).
Tempat duduk, papan informasi, gudang/display (pada kebun timur), masjid (existing pada kebun barat), dan tempat sampah.
85
No. Ruang c. Pelayanan
Aktivitas Kebun Timur Pasif: mendapat informasi, duduk lesehan, melihat kebun/hutan produksi mini, duduk di gazebo, dan berfoto. Aktif: shalat di musala, peperahuan, dan memancing. Kebun Barat Pasif: melihat kebun/hutan produksi mini, berfoto, dan duduk santai. Aktif: makan di mini resto, membeli jajanan di warung, dan memancing.
Fasilitas Aula lesehan, gazebo, musala, peperahuan, dan kolam.
Tempat duduk, mini resto, warung, dan kolam.
Wisata yang diterapkan merupakan wisata harian yang terdiri dari dua paket wisata, yakni Paket I untuk aktivitas pengamatan dan penerimaan informasi, dan Paket II untuk pengamatan, penerimaan informasi, dan praktik lapang. Penjelasan mengenai perencanaan rute wisata dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.5.3.8 Blok Konsep Blok konsep merupakan gambaran keseluruhan dari konsep yang akan diterapkan, terutama konsep ruang, konsep sirkulasi, dan konsep vegetasi dan komoditas pertanian. Blok konsep ini dapat dilihat pada Gambar 42.
86
Gambar 42 Blok konsep
87
4.6 Perencanaan dan Desain Lanskap Pertanian Terpadu sebagai Wahana Pendidikan dan Wisata Pertanian Tahap perencanaan merupakan tahap setelah didapatkan konsep yang akan diterapkan pada tapak. Tahap perencanaan ini tertuang dalam site plan yang mengaplikasikan konsep ruang, sirkulasi, vegetasi dan komoditas, serta fasilitas. Secara keseluruhan, desain yang diterapkan pada tapak ini mengacu pada konsep keterpaduan. Konsep keterpaduan tersebut diharapkan dapat mengarah kepada konsep LEISA dan zero waste. Dari sisi desain, lanskap pertanian terpadu yang akan diterapkan menggunakan paduan antara hard material dan soft material dengan dominansi soft material sebagai unsur utama. Hard material ini berupa bangunan penunjang aktivitas, sign, furniture, dan sirkulasi, sedangkan soft material berupa tanaman komoditas pertanian dan vegetasi penunjang aktivitas pada tapak. Vegetasi dan tanaman komoditas pertanian sebagai obyek utama diatur sedemikian rupa dengan pola organik dan di beberapa bagian menerapkan pola desain yang ditetapkan. Keunggulan dari pemilihan vegetasi, yaitu 41,7 % jenis vegetasi yang ditanam merupakan vegetasi yang berkaitan dengan pertanian terpadu. Tapak yang akan direncanakan dan dikembangkan memiliki luas 2,8 ha yang terdiri dari bangunan fasilitas, area parkir, jalur sirkulasi, dan vegetasi. Vegetasi merupakan dominan pada tapak. Bangunan fasilitas adalah, aula lesehan 1 unit luas 108 m2 dengan kapasitas 75 orang, gazebo 3 unit luas 10,5 m2 dengan kapasitas 30 orang, gudang/display 1 unit luas 18,3 m2, parkir mobil luas total 1104,1 m2 dengan kapasitas 30 mobil, parkir motor luas total 212 m2 dengan kapasitas 90 motor, mini resto 1 unit luas ± 400 m2, warung sembako 1 unit ± 100 m2, saung 1 unit luas 28,8 m2 dengan kapasitas 20 orang, sirkulasi pada kebun luas total 326,7 m2, jogging track luas 744 m2, kandang ternak kambing luas 131,04 m2 dengan kapasitas 78 ekor kambing, dan kandang ternak longyam luas minimal 100 m2 per petak kolam. Perencanaan dan desain lanskap pertanian terpadu sebagai wahana pendidikan dan wisata pertanian dapat dilihat pada Gambar 43 mengenai site plan, Gambar 44 mengenai blow up site plan, dan Gambar 45 mengenai perencanaan rute wisata.
88
Gambar 43 Site Plan
89
Gambar 44 blow up site plan
90
Gambar 45 Spasial perencanaan rute wisata
91
4.6.1 Sirkulasi Jalur sirkulasi yang terdapat pada tapak terdiri dari jalur kendaraan dan jalur pejalan kaki. Jalur kendaraan hanya dibenarkan sampai pada area parkir pada ruang penerimaan. Untuk ruang transisi dan ruang lainnya, pengunjung diwajibkan untuk berjalan kaki. Hal ini dikondisikan agar tidak mengganggu proses yang ada pada masing-masing komoditas pertanian terutama pada ruang longyam yang membutuhkan ketenangan bagi ayam untuk bertelur. Hal ini juga merupakan satu dari banyak alasan lain dari diputuskannya penempatan ruang ternak kambing dan ternak ayam berada di ujung tapak sebelah selatan. Walaupun tapak ruang antara bagian pelayanan dan bagian ternak kambing dan ternak longyam terkesan jauh, alasan dari keterpaduan dan kebutuhan dari masingmasing komoditas pertanian menjadi alasan utama. Alasan lain yang mendasarinya adalah menghindari bau dan keterpaduan aliran zat hara. Material yang digunakan pada jalur kendaraan di area parkir adalah aspal. Jalur pejalan kaki pada kebun dibuat dengan standar dua orang berjalan berdampingan. Material yang digunakan pada jalur ini adalah paving block. Jalur pejalan kaki pada area persawahan dibuat alami, yakni pematang sawah dari tanah, hanya pada jalur jogging track dibuat menggunakan paving block dengan standar width of path 1,2 m dan panjang ± 620 m.
4.6.2 Fasilitas dan Utilitas Beragamnya ruang dan aktivitas membutuhkan berbagai fasilitas penunjang yang beragam. Fasilitas tersebut disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing ruang. Material yang dipilih juga harus sesuai tema yang ada, dan bersifat tahan lama, ramah lingkungan dan aman bagi pengguna. Utilitas yang digunakan pada tapak, antara lain, saluran irigasi, pengolahan limbah atau pengomposan kotoran ternak kambing, dan listrik untuk penerangan pada bangunan fasilitas. Berikut beberapa gambar ilustrasi fasilitas pada tapak (Gambar 46—52). Utilitas pada tapak dapat terlihat pada Gambar 53.
92
a. Tempat duduk, tempat sampah, dan papan informasi Tempat duduk, tempat sampah, dan papan informasi merupakan fasilitas yang menerapkan pola biji jagung yang dimodifikasi sehingga bentuknya dapat menunjang fungsinya. Fasilitas tersebut dibuat dari bahan kayu dan direncanakan menggunakan bahan kayu yang tahan lama seperti kayu besi/ulin. Tempat duduk direncanakan berjumlah 15 unit, dengan rincian 7 unit di area kebun barat, 4 unit di area kebun timur, 1 unit di area saung, dan 3 unit di area ternak longyam. Tempat duduk tunggal direncanakan berjumlah 4 unit dan terletak di area saung. Tempat sampah direncanakan berjumlah 3 unit, dengan masing-masing 1 unit di area kebun barat, kebun timur, dan saung.
Tempat duduk
Tempat duduk tunggal
Tempat sampah
Papan informasi
Gambar 46 Tempat duduk, tempat sampah, dan papan informasi
b. Mini resto Mini resto merupakan bangunan fasilitas yang menyediakan makanan dan minuman yang diolah dari hasil komoditas pertanian terpadu pada tapak. Mini resto ini direncanakan berada pada kebun barat dan berjumlah 1 unit. Bentuk mini resto ini mengikuti bentukan garis pada pola biji jagung yang diterapkan pada tapak. Material yang digunakan pada bangunan mini resto ini adalah batubata, concrete, kayu, dan genting.
93
Gambar 47 Mini resto
c. Warung sembako Warung sembako merupakan bangunan fasilitas yang menyediakan kebutuhan sembako sehari-hari. Warung sembako ini direncanakan berada pada kebun barat dan berjumlah 1 unit. Material yang digunakan pada bangunan warung sembako ini adalah batu-bata, concrete, dan genting.
Gambar 48 Warung sembako
94
d. Aula lesehan dan gazebo Aula lesehan merupakan fasilitas yang digunakan baik sebagai tempat berkumpul keluarga pemilik tapak maupun sebagai tempat penyuluhan bagi petani. Aula lesehan berada di kebun barat dan berjumlah 1 unit dengan kapasitas 75 orang. Material yang digunakan adalah batu-bata, concrete, kayu dan genting. Gazebo merupakan area berkumpul, khususnya bagi anak-anak. Gazebo ini berada di kebun timur dan berjumlah 3 unit dengan masing-masing unit memiliki kapasitas 10 orang. Material yang digunakan pada gazebo ini adalah kayu dan genting.
Gambar 49 Aula lesehan dan gazebo
e. Saung Saung merupakan area berkumpul dan beristirahat bagi pengunjung dan petani. Saung berada pada area mina padi dan berjumlah 1 unit dengan kapasitas 20 orang. Bahan atau material yang digunakan pada bangunan saung ini adalah batu-bata, kayu, dan genting.
95
Gambar 50 Saung
f. Longyam dan tempat memancing Longyam merupakan area pertanian terpadu dengan area memancing sebagai layanan penunjang. Area longyam dan tempat memancing ini direncanakan berada di bagian selatan dari tapak. Bangunan longyam berjumlah 1 unit dan menggunakan material beton, kayu, dan genting. Tempat memancing berjumlah 7 unit dan menggunakan material kayu.
Gambar 51 Longyam dan tempat memancing
96
g. Kandang kambing Kandang kambing merupakan fasilitas pertanian terpadu dan diperuntukkan bagi pengembangan ternak kambing. Bangunan kandang kambing ini berjumlah 2 unit dan terletak berdampingan dengan kapasitas total 78 ekor kambing. Bangunan kandang kambing ini terbuat dari material beton, kayu dan genting.
Gambar 52 Kandang kambing
4.6.3 Vegetasi dan Komoditas Vegetasi yang diterapkan pada tapak adalah vegetasi yang menerapkan fungsi vegetasi berdasarkan Booth (1983) yakni fungsi struktural, fungsi visual dan fungsi lingkungan. Fungsi tersebut merupakan dasar pemilihan dan penempatan vegetasi pada ruang tapak. Rencana vegetasi yang akan diterapkan adalah vegetasi penaung, yakni kerai payung (Fillicium decipiens) berjumlah 34 pohon, mangga (Mangifera indica) berjumlah 4 pohon dan merupakan tanaman eksisting, dan turi (Sesbania grandiflora) berjumlah 4 pohon. Vegetasi estetika, yakni pangkas kuning (Duranta repens), pucuk merah (Syzygium oleina) berjumlah 4 pohon, kacang-kacangan (Arachis pintoi) seluas 50 m2, coleus (Coleus blumei) berjumlah 77 batang, dan teratai putih (Nymphaea alba) berjumlah 10 batang. Vegetasi hutan/kebun produksi mini, yakni jeunjing (Paraserianthes falcataria) berjumlah 6 pohon, pepaya (Carica papaya)
97
berjumlah 36 pohon, pisang (Musa paradisiaca), dan jabon (Anthocephalus cadamba) berjumlah 7 batang. Vegetasi Pengontrol Bising, yakni bambu (Bambusa vulgaris), dan mahoni (Swietenia macrophylla) berjumlah 9 pohon. Vegetasi pembatas, yakni bambu (Bambusa vulgaris), dan pangkas kuning (Duranta repens). Vegetasi mina padi, yakni padi (Oryza sativa) seluas 2 ha. Vegetasi penunjang pakan ternak, yakni pisang (Musa paradisiaca), kelapa (Cocos nucifera) berjumlah 19 batang, lamtoro (Leucaena leucocephala) berjumlah 9 batang, gamal (Gliricidia sepium) berjumlah 57 pohon, nangka (Arthocarpus integra) berjumlah 4 pohon, dan rumput gajah super (Pennisetum purpureum cv Mott) seluas 234 m2. Vegetasi konservasi sungai, yakni pandan laut (Pandanus sp.) berjumlah 400 batang. Vegetasi pangkas kuning (Duranta repens) memiliki luas total 540 m2, bambu (Bambusa vulgaris) memiliki luas total 550 m2, dan pisang (Musa paradisiacal) memiliki jumlah total 36 pohon. Vegetasi penaung pada tapak khususnya direncanakan pada kebun barat dan kebun timur. Pada kebun barat, vegetasi penaung ini berada pada ruang penerimaan, yakni pada area parkir. Pada kebun timur, vegetasi penaung ini selain berada pada area parkir juga berada di area dekat kolam ikan. Vegetasi estetika direncanakan pada area terbuka, yakni area di dekat kolam, baik kolam di kebun barat maupun kolam di kebun timur. Hal ini dikarenakan vegetasi estetika yang diterapkan memerlukan sinar matahari yang cukup. Vegetasi pembatas berada pada area terluar dari tapak yang berfungsi sebagai pembatas tapak dan area sekitar. Vegetasi penunjang pakan ternak direncanakan berada di sekitar area ternak, baik ternak unggas maupun ternak kambing. Vegetasi hutan produksi mini direncanakan pada ruang pelayanan. Vegetasi pengontrol bising direncanakan pada area kebun timur yang berbatasan langsung dengan jalan Pantura. Vegetasi mina padi direncanakan berada pada sebagian besar area persawahan dan tetap menggunakan varietas padi ciherang. Vegetasi konservasi sungai direncanakan berada di sepanjang sungai cipangulah.
98
Gambar 53 Utilitas tapak
99
Gambar 54 Planting plan
100
Gambar 55 Planting plan blok kebun barat
101
Gambar 56 planting plan blok kebun timur
102
Gambar 57 planting plan blok ternak
103
Gambar 58 Potongan tampak
104
Gambar 59 Perspektif spot
105
Gambar 60 Perspektif keseluruhan