IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen
PT
SSI
berkomitmen
memenuhi
tuntutan
pelanggan
diantaranya adalah menerapkan dan tersertifikasi sistem manajemen keamanan dan mutu pangan. Sejak tahun 2006 PT SSI telah tersertifikasi antara lain BRC the Global Standard of Food Safety, Safe and Quality Food (SQF) 2000 Level 3 dan the Hazard Analysis Critial Control Points (HACCP) ISO 22000:2005. Persyaratan pada standar BRC isu 6 terbagi dalam 7 bagian. Pada pembahasan bab A penilitian ini akan dibahas kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5. Selanjutnya pada bab B akan dibahas lebih lanjut tentang penetapan dokumen yang diperlukan PT SSI dalam rangka pemenuhan persyaratan BRC isu 6. Pada bab C akan dibahas kajian sistem manajemen alergen PT SSI serta rekomendasi dalam rangka pengembangan manajemen alergen PT SSI. Kajian sistem pengendalian benda asing di PT SSI dan rekomendasi dalam rangkap pengembangan pengendalian benda asing akan dibahas pada bab D. A. KajianPerubahan Persyaratan BRC Isu 6 terhadap Isu 5 Klausul-klausul terkait Persyaratan pada Bab 2 standar BRC the Global Standard for Safety isu 5 dan isu 6 dijabarkan pada Tabel 6. Pada tabel ini dapat dilihat bahwa persyaratan BRC isu 6 tetap terdiri dari 7 bagian utama, sama seperti isu 5. Secara singkat the BRC Global Standard for Good Safety mensyaratkan dibangun dan dipenuhinya hal-hal berikut (BRC 2011): a.
Komitmen manajemen senior. Kebutuhan sumberdaya dalam rangka pemenuhan persyaratan Standardiuraikan pada bagian 1.
b.
Rencana HACCP. Pengendalian khusus yang fokus pada bahaya keamanan produk dan proses dalam rangka menjamin keamanan setiap produk pangan atau lini proses diuraikan dalam bagian 2.
c.
Sistem manajemen pangan. Kerangka kerja kebijakan dan prosedur organisasi dan perusahaan dalam rangka pencapai persyaratan Standar ini diuraikan pada bagian 3.
d.
Pre-requisite programmes. Merupakan kondisi lingkungan dan operasional dalam industri pangan yang penting untuk memproduksi pangan yang aman.
38
Pengendalian keamanan pangan yang meliputi Tata Cara Produksi dan Tata Cara Higiene diuraikan pada bagian 4-7.
Tabel 6 Perbandingan persyaratan the BRC Global Standard for Food Safety isu 5 dan 6 Bagian 1. Komitmen Manajemen Senior– Perbaikan Bekelanjutan, Fundamental
13 klausul
BRC isu 6 2 klausul, dengan 12 subklausul
2. Rencana Keamanan Pangan – HACCP, Fundamental
13 klausul, dengan 27 subklausul
14 klausul, dengan 19 subklausul
3. Sistem Manajemen Keamanan dan Mutu Pangan
11 klausul, dengan 52 subklausul dan 13 sub subklausul Klausul 3.5: Audit Internal, Klausul 3.8: Tindakan Koreksi dan Klausul 3.9: Daya telusur merupakan Fundamental
11 klausul, dengan 30 subklausul dan 11 sub subklausul Klausul 3.4: Audit Internal, Klausul 3.7: Tindakan Koreksi dan Klausul 3.9: Daya telusur merupakan Fundamental
4. Standar Pabrik
12 klausul, dengan 72 subklausul dan 18 sub sub klasul Klausul 4.9: House keeping dan higiene merupakan Fundamental
15 klausul dengan 90 subklausul dan 28 sub subklausul Klausul 4.11 House keeping dan higiene merupakan Fundamental
5. Pengendalian Produk
7 klausul, dengan 26 subklausul dan 16 sub subklausul
6 klausul, dengan 25 subklausul dan 7 sub subklausul
6. Pengendalian Proses
3 klausul, dengan 14 subklausul Klausul 6.1: Pengendalian Operasional merupakan Fundamental
3 klausul dengan 13 subklausul Klausul 6.1: Pengendalian Operasional merupakan Fundamental
7. Karyawan
5 klausul, dengan 32 subklausul Klausul 7.1: Pelatihan area penanganan bahan baku, proses, gudang merupakan Fundamental
4 klausul, dengan 19 subklausul Klausul 7.1: Pelatihan area penanganan bahan baku, proses, gudang merupakan Fundamental
64 223 47
86 208 46
TOTAL Klausul Subklausul Sub Subklausul
BRC isu 5
Perubahan jumlah total klausul pada Standar isu 6 sekitar 25% akibat pemindahan atau penggabungan beberapa klausul sehingga setiap klausul mengandung suatu hal nyata. Beberapa klausul baru ditambahkan atau mengalami pergeseran bagian,dan banyak persyaratan yang lebih diperinci pada setiap klausulnya. Dari penelitian ini didapatkan bahwa pada isu 6 terjadi pengurangan jumlah klausul yaitu dari 223 subklausul menjadi 208 subklausul. Bagian yang mengalami perubahan terbesar adalah bagian 3 yaitu dari 52 menjadi 30
39
subklausul atau berkurang sekitar 70%. Bagian lainnya yang juga mengalami perubahan nyata adalah bagian 4 yaitu penambahan sekitar 25% klausul dari72 subklausul(dengan 18 sub-subklausul)pada isu 5 menjadi 90 subklausul(dengan 28 sub-subklausul) pada isu 6. Perubahan pada bagian ini adalah karena adanya penambahan 19 klausul baru terutama terkait pengendalian benda asing (klausul 4.10). Perubahan persyaratan pada subklausul secara rinci akan dibahas pada subsubbab pada pembahasan penelitian berikutnya. Pada BRC isu 6 beberapa klausul ditetapkan sebagai klausul fundamental. Klausul fundamental berisikan persyaratan yang menyangkut suatu sistem yang harus dibangun, dipelihara dan dikendalikan di perusahaan yang mempengaruhi integritas dan keamanan produk yang dihasilkan. Klausul fundamental ditandai dengan tanda bintang pada bagian atas klausul. Kegagalan pada klausul fundamental (misal temuan Mayor saat audit) mengakibatkan tidak akan dikeluarkannya sertifikat pada audit awal atau ditariknya sertifikat pada audit perpanjangan sertifikasi. Dibutuhkan audit lanjutan pada keseluruhan sistem untuk mengumpulkan bukti-bukti pemenuhan. Pada isu 6, yang menjadi klausul fundamental adalah klausul terkait komitmen manajemen senior–perbaikan berkelanjutan (klausul 1.1), rencana HACCP (klausul 2), audit internal (klausul 3.4), tindakan koreksi (klausul 3.7), daya telusur (klausul 3.9), housekeeping dan higiene (klausul 4.11), pengendalian operasional (klausul 6.1), dan pelatihan bagi karyawan (klausul 7.1). Klausul fundamental isu 6 ini tidak berbeda dari isu 5, hanya terjadi perubahan penomoran klausul akibat pergeseran klausul-klausul pada isu 6.
A.1.
Kajian Perubahan Persyaratan pada Bagian 1; Manajemen Senior Dalam BRC isu 5 persyaratan bagian 1 adalah Komitmen Manajemen
Senior dan Perbaikan Berkelanjutan sedang dalam isu 6 diganti menjadi Manajemen Senior. Kajian perubahan klausul-klausul BRC isu 5 dibandingkan isu 6 tentang manajemen senior disajikan pada Tabel 7. Pada isu 6 beberapa klausul diatur ulang dan menarik beberapa persyaratan dari klausul 3 yaitu tentang organisasi. Bila dalam BRC isu 5 terdapat 13 klausul maka dalam BRC isu 6 terdapat 2 klausul dengan 12 subklausul dengan perincian sebagai berikut:
40
a.
Klausul 1.1 Komitmen Manajemen Senior dan Perbaikan Berkelanjutan dengan 10 subklausul.
b.
Klausul 1.2 Struktur Organisasi, Tanggung Jawab dan Otoritas Manajemen dengan 2 subklausul.
A.1.1.
Klausul
1.1;
Komitmen
Manajemen
Senior
–
Perbaikan
Berkesinambungan Tabel 7 memperlihatkan bahwa pada BRC isu 6 klausul 1.1.1 terdapat persyaratan baru yaitu kebijakan keamanan dan keabsahan pangan perusahaan harus ditandangani oleh manajemen senior dan wajib disosialiasikan ke karyawan. Klausul 1.1.2 mensyaratkan menajemen senior harus menetapkan sasaran atau target perusahaan terkait kemanan, keabsahan dan mutu. Sasaran tadi harus memiliki target atau parameter keberhasilan yang jelas. Pada BRC isu 6 terdapat persyaratan baru yaitu sasaran mutu tadi harus dipantau rutin serta setiap 3 bulan sekali dilaporkan ke manajemen senior. Persyaratan baru lainnya adalah klausul 1.1.4 yaitu harus dibuatkan meeting program bulanan untuk membahas isu keamanan, keabsahan dan mutu di perusahaan. Standar BRC, berupa versi hard copy atau elektronik, wajib dimiliki oleh perusahaan yang akan mensertifikasi standar (1.1.7). Dalam sistem audit pada BRC isu 6 diperkenalkan 2 jenis audit yaitu announced audit (audit dengan pemberitahuan) dan unannounced audit (audit tanpa pemberitahuan). Kehadiran manajemen senior pada audit sertifikasi Standar kini menjadi persyaratan, baik pada opening meeting maupun closing meeting (1.1.9). Pada meeting itu biasanya pihak auditor akan menggali informasi dari pihak manajemen senior serta menyampaikan hasil audit yang telah berlangsung. Isu 6 mensyaratkan kepala atau manajer departemen ataupun utusannya harus ada selama masa audit. Hal ini berhubungan dengan kelancaran audit yang sedang berlangsung. A.1.2.
Klausul 1.2; Struktur Organisasi, Tanggung Jawab dan Otoritas Manajemen Persyaratan baru pada isu 6 adalah perlunya sosialisasi ke karyawan terkait
tanggung jawabnya dalam pekerjaan. Instruksi kerja harus dimengerti dan dapat diakses karyawan agar pekerjaan yang dilakukan dipastikan sesuai instruksi (klausul 1.2.2).
41
Tabel 7
Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap BRC isu 5 pada bagian 1 tentang komitmen manajemen senior Deskripsi
BRC isu 6
BRC isu 5
Kebijakan keamanan dan mutu pangan
1.1.1
3.1
Sasaran mutu, dalam perbaikan keamanan, keabsahan dan mutu
1.1.2
3.1, 3.1.1, 1.2, 1.3, dan 1.4
Pada isu 6, sasaran mtu harus dipantau dan setiap 3 bulan dilaporkan ke manajemen senior. Sedangkan pada isu 5 tidak disyaratkan.
Management review meeting, minimal tahunan
1.1.3
1.5, 1.6, 1.7, 1.8, 1.9, 3.4, dan 3.4.3
Penggabungan
Meeting program, minimal bulanan
1.1.4
Tidak disyaratkan dalam BRC isu 5
Manajemen senior menyediakan kebutuhan orang dan keuangan
1.1.5
Tidak disyaratkan dalam BRC isu 5
Standar terbaru yang asli, hard copy atau versi elektronik yang orisinil
1.1.7
Tidak disyaratkan harus dimiliki perusahaan dalam BRC isu 5
Announced recertification audit dilakukan sebelum batas tanggal yang tertera di sertifikat
1.1.8
1.11
BRC isu 5 belum memperkenalkan istilah “announced audit”
Opening meeting dan closing meeting pada audit sertifikasi the Global Standard for Food Safety
1.1.9
1.12
BRC isu 6 : para manajer departemen terkait atau utusannya hendaklah ada selama audit.
Gambaran organisasi perusahaan
1.2.1
3.3.1, 3.3.2, 3.3.3, 3.3.4, dan 3.4.1
BRC isu 6 menggabungkan beberapa klausul di BRC isu 5
Sosialisasi tanggung jawab karyawan dan instruksi soal pekerjaan
1.2.2
A.2.
Perubahan persyaratan Pada isu 6, kebijakan perusaaan harus ditandatangani pimpinan perusahaan dan dikomunikasikan ke semua karyawan. Sedangkan pada isu 5 tidak disyaratkan.
Tidak disyaratkan dalam BRC isu 5
Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 2; Rencana Keamanan Pangan-HACCP Bagian 2 persyaratan BRC isu 6 adalah Rencana Keamanan Pangan–
HACCP. Tidak berbeda dari isu 5, pada isu 6 pembuatan rencana HACCP adalah berdasarkan prinsip dari Codex Alimentarius Comission. Persyaratan di isu 6 bertambah menjadi 14 klausul (dari 13 klausulpada isu 5).Penambahan klausul ini merupakan perubahan penting yaitu karena dimasukkannya Prerequisite Programmes klausul 2.2. Hal ini untuk lebih menunjukkan hubungan antara prerequisite programmes dan HACCP.Program pengendalian bahaya yang ada
42
harus didokumentasikan dan jika pengendalian dilakukan melalui prerequisite programmes maka hal tadi harus diverifikasi (2.7.3). Kajian perubahan klausulklausul BRC isu 5 dibandingkan isu 6 tentang rencana HACCP disajikan pada Tabel 8. Tabel 8
Kajian perubahan klausul pada BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 2 tentang rencana keamanan pangan-HACCP Deskripsi
BRC isu 6
BRC isu 5
Tim Keamanan Pangan HACCP – Codex Alimentarius, Langkah 1
2.1: 2.1.1
2.1: 2.1.1, 2.1.2, 2.1.3, dan 2.1.4
Prerequisite programmes
2.2:2.2.1
Pendaftaran semua bahaya potensial pada tiap tahapan proses, lakukan analisa bahaya dan tetapkan metode untuk mengontrol bahaya yang teridentifikasi - Codex Alimentarius Langkah 6, Prinsip 1
Perubahan persyaratan Penggabungan klausul Klausul baru
2.7: 2.7.1, 2.7.2, dan 2.7.3
2.6: 2.6.1, 2.6.2, dan 2.6.3
Isu 6, 2.7.3 memasukkan isu pengendalian dengan prerequisite programmes. Sedangkan pada isu 5 tidak disyaratkan.
Pengendalian untuk tiap CCP - Codex Alimentarius Langkah 9, Prinsip 4
2.10: 2.10.1, 2.10.2
2.9: 2.9.1, 2.9.2, dan 2.9.3
Penggabungan klausul, 2.10.2: data elektronik
Tindakan Koreksi – Codex Alimentarius Langkah 10, Prinsip 5
2.11:2.11.2
2.10: 2.10.1, 2.10.1
Penggabungan klausul
Prosedur verifikasi – Codex Alimentarius Langkah 11, Prinsip 6
2.12: 2.12.1
2.11: 2.11.1, 2.11.2
Penggabungan klausul
Pengkajian Rencana HACCP
2.14: 2.14.1
2.13: 2.13.1, 2.13.2
Pada isu 6 menghilangkan soal perubahan tanggung jawab karyawan/ manajemen, dan menambahkan isu baru;emergence of a new risk
A.2.1.
Klausul 2.2; Prerequisite programmes Prerequisite programmes merupakan isu baru dalam BRC isu 6.
Prerequisite programmes bertujuan memberikan kondisi lingkungan, yaitu diluar produk, untuk menjamin diproduksinya produksi yang aman dan absah. Dalam isu 6 yang disyaratkan menjadi prerequisite programmes diantaranya adalah penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) seperti pembersihan dan sanitasi, pengendalian hama, pemeliharaan peralatan dan bangunan, kebersihan pekerja, dan pencegahan kontaminasi silang. Hal lain yang dipersyaratkan adalah terkait pelatihan, pembelian barang, perjanjian transportasi, dan satu isu baru yaitu pengendalian alergen. Persyaratan terperinci terkait pengendalian alergen diatur dalam klausul 5.2.
43
A.2.2.
Klausul 2.7; Daftarkan semua bahaya potensial yang ada pada tiap tahapan proses, lakukan analisa bahaya dan tetapkan metode untuk mengontrol
bahaya
yang
teridentifikasi-Codex
Alimentarius
Langkah 6, Prinsip 1 Dalam BRC isu 5, klausul terkait Langkah 6 prinsip 1 HACCP adalah klausul 2.6. Selain itu, pada klausul 2.7.3. dijelaskan bila pengendalian bahaya dilakukan dengan prerequisite programmes, maka hal ini hendaknya dinyatakan dan perlu dilakukan validasi. Hal baru ini adalah terkait dimasukkannya persyaratan terkait prerequisite programmes pada klausul 2. A.2.3.
Klausul 2.10;Menetapkan suatu sistem pengendalian untuk tiap CCP-Codex Alimentarius Langkah 9, Prinsip 4 Tidak ada perubahan persyaratan mendasar pada isu 6 ini, akan tetapi mulai
menyinggung soal catatan elektronik sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini. Jika catatan pemeriksaan CCP dilakukan secara elektronik, maka tetap harus ada bukti bahwa catatan tadi diperiksa dan diverifikasi. Bila dengan cara manual biasanya verifikasi hasil pemeriksaan pada form atau checklist ditandai dengan paraf atau tanda tangan, maka dalam catatan elektronik hal tersebut dilakukan dengan cara yang berbeda misalnya memasukkan file yang telah diperiksa dalam folder dengan password tertentu atau file tadi diganti menjadi format file lain untuk tujuan membedakan dari file yang belum diverifikasi. A.2.4.
Klausul 2.14; Mengkaji Rencana HACCP Tidak ada persyaratan yang dirubah terkait kajian rencana HACCP pada isu
6 ini. Terdapat satu hal baru soal kapan perlu dilakukan kajian rencana HACCP yaitu bila timbulnya risiko-risiko baruseperti pemalsuan bahan baku.
A.3.
Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 3; Sistem Keamanan dan Mutu Pangan Pada isu 5 bagian 3 tentang sistem keamanan dan mutu pangan terdapat 52
subklausul, sedang pada isu 6 menyusut menjadi 70% menjadi 30 subklausul (dengan 12 sub-subklausul). Pada isu 6 dilakukan re-organisasi dengan memasukkan beberapa klausul bagian 3 terkait manajemen dan strukturorganisi ke bagian 1 tentang Komitmen Manajemen Senior. Beberapa klausul Bagian 4
44
pada isu 5 terkait penanganan produk yang tidak sesuai dimasukkan ke dalam klausul 3.8. Persyaratan audit internal (3.4) dikembangkan menjadi harus adanya inspeksi proses atau lingkungan (3.4.4). Persyaratan terkait pemasok bahan baku dipisahkan dari pemasok jasa (3.5.3). Terdapat persyaratan baru terkait manajemen proses produksi yang dilakukan diluar perusahaan (3.5.4). Kajian perubahan klausul isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 3 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.
A.3.1.
Klausul 3.1.3; Prosedur dan Instruksi Kerja Dalam klausul 3.1.3 disyaratkan bahwa prosedur dan instruksi kerja
hendaknya sangat jelas, tidak samar-samar, dalam bahasa yang sesuai, dan terperinci. Prosedur hendaknya juga menggunakan dengan foto, diagram atau gambar instrksi lainnya jika komunikasi tertulis saja tidak cukup misalnya karena isu buta huruf atau bahasa asing. Hal ini sebenarnya bukanlah merupakan hal baru, tetapi penekanan ini bertujuan agar prosedur yang ada benar-benar dipahami dan mudah dimengerti oleh karyawan, sehingga dapat dilaksanakan sesuai instruksi dan efektif. A.3.2.
Klausul 3.3; Penyimpanan dan Pemeliharaan Catatan Pada BRC isu 5 (klausul 3.7.3.1) dicantumkan persyaratan terkait
penyimpanan catatan pengendalian. Pada isu 6 klausul 3.3.1 terdapat persyaratan baru yaitu jika catatan dalam bentuk catatan elektronik, maka hendaknya tersedia cadangan untuk mencegah kehilangan data. Kemampuan perusahaan dalam menyimpan catatan akan menunjukkan keefektifan pengendalian keamanan, keabsahan dan mutu produk. BRC isu 5 (klausul 3.7.3.4) mencantumkan persyaratan soal lamanya waktu penyimpanan catatan. Hal ini hendaknya mempertimbangkan umur simpan dan kemungkinan perpanjangan umur produk oleh konsumen. Dalam BRC isu 6 klausul klausul 3.3.2 lamanya waktu penyimpanan tadi dipersyaratkan spesifik yaitu selama umur simpan produk ditambah dengan 12 bulan. Artinya untuk produk wafer stik SSI yang umur simpannya 15 bulan, maka lamanya waktu penyimpanan catatan adalah 15 bulan ditambah 12 bulan, atau sama dengan 27 bulan.
45
Tabel 9
Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 3 tentang sistem keamanan dan mutu pangan Deskripsi
BRC isu 6
BRC isu 5
3.1.1, 3.1.2, dan 3.1.3
3.2.1, 3.2.2 dan 3.7.1.2
3.2: 3.2.1
3.7.1: 3.7.1.1, 3.7.1.3 dan 3.7.1.4
Penyimpanan catatan pengendalian
3.3.1
3.7.3.1
Pada isu 6, catatan elektronik harus memiliki cadangan. Pada isu 5 tidak disyaratkan.
Waktu penyimpanan catatan
3.3.2
3.7.3.4
Isu 6, lamanya penyimpanan catatan : umur simpan ditambah 12 bulan.
Catatan temuan audit dan tindakan koreksi
3.4.3
3.5.3, 3.5.4, 3.5.5 dan 3.5.6
Audit lingkungan dan kondisi
3.4.4
Prosedur penerimaan, kajian risiko dan pemasok RM
3.5.1.1
3.6.2
Pada isu 6, dilakukan berdasarkan kajian risiko.
Persetujuan pemasok
3.5.1.2
3.6.2
Jika berdasarkan kuisioner disyaratkan diulang minimal 3 tahun. Pada isu 5 tidak disyaratkan.
3.6.4
Tidak disyaratkan pada isu 6.
Prosedur dan Instruksi kerja (3.1.3)
Pengendalian Dokumen
Masa percobaan pemasok Dokumen dan prosedur penerimaan RM
3.5.2.1
Perubahan persyaratan Pada isu 6, prosedur harus jelas, tidak samar, dalam bahasa yang sesuai, terperinci, dilengkapi dengan foto, diagram, atau gambar. Penggabungan klausul.
Penggabungan klausul. Klausul baru, disyaratkan bulanan. Pada isu 5 tidak disyaratkan.
5.5
Pada isu 6 disyaratkan memiliki daftar RM dan spesifikasinya. Pada isu 5 tidak disyaratkan.
Manajemen pemasok jasa
3.5.3: 3.5.3.1, 3.5.3.2
Klausul baru.
Manajemen proses yang dilakukan pihak luar
3.5.4: 3.5.4.1, 3.5.4.2, 3.5.4.3, 3.5.4.4
Klausul baru.
Kajian Spesifikasi produk akhir
3.6.5
3.7.2.4
Isu 6, disyaratkan minimal tiap 3 tahun. Pada isu 5 tidak disyaratkan.
Prosedur penanganan ketidaksesuaian
3.7.1
3.8.1. 3.8.2, 3.8.3, & 3.8.4
Verifikasi tindakan perbaikan dan identifikasi akar masalah. Pada isu 5 tidak disyaratkan.
Prosedur penangan produk yang tidak sesuai
3.8.1
5.6.1, 5.6.2, 5.6.3, & 2.10.2
Menperinci persyaratan soal penyerahan ke pemilik merek, catatan keputusan penggunaan/ pembuangan dan catatan pemusnahan
Pengujian sistem daya telusur
3.9.2
3.9.2
Data lengkap terkumpul maksimal 4 jam.
Pengujian prosedur recall dan withdrawal
3.11.3
3.11.5 & 3.11.6
Minimal setiap tahun dan dilengkapi data waktu-waktu kunci.
Informasi recall ke Badan Sertifikasi
3.11.4
Persyaratan baru, dalam 3 hari kerja. Pada isu 5 tidak disyaratkan.
46
Klausul 3.4; Audit Internal
A.3.3.
Pada BRC isu 6 terdapat pengembangan persyaratan audit internal. Klausul 3.4.4 mensyaratkan adanya program audit dalam rangka memastikan lingkungan pabrik dan peralatan proses dipelihara pada kondisi yang sesuai untuk produksi pangan. Inspeksi ini meliputi inspeksi higiene terhadap hasil pembersihan dan pemeliharaan; dan inspeksi pabrik untuk identifikasi risiko ke produk yang berasal dari bangunan atau peralatan. Frekuensi inspeksi ini ditetapkan berdasarkan pada tingkat risiko, tetapi jangan kurang dari satu kali per bulan untuk area produk terbuka. A.3.4.
Klausul 3.5; Persetujuan dan Pengawasan Pemasok dan Bahan Baku Terdapat penekanan yang lebih besar dalam hal Persetujuan dan
Pengawasan Pemasok dan Bahan Baku pada BRC isu 6. BRC mensyaratkan adanya sebuah catatan kajian risiko bahan baku ( klausul 3.5.1.1) sebagai dasar persetujuan pemasok bahan baku dan prosedur pengambilan sampel. Persyaratan terkait pemasok bahan baku (3.5.2) dipisahkan dari manajemen pemasok jasa (3.5.3). Perusahaan harus dapat menunjukkan bahwa jasa yang dipasok dari luar perusahaan telah sesuai dan berbagai risiko pada keamanan pangan telah dievaluasi untuk memastikan keefektifan pengendalian. Jasa ini meliputi pengendalian hama; laundri; pembersihan; perbaikan dan perawatan mesin; transportasi dan distribusi; penyimpanan bahan baku, kemasan atau produk di luar; laboratorium uji; jasa katering; dan pengelolaan sampah. Pada klausul 3.5.2 terdapat persyaratan baru yaitu menegaskan soal harus adanya daftar dan spesifikasi bahan baku pada prosedur penerimaan barang (3.5.2.1). Terdapat satu klausul baru pada isu 6 yang membahas manajemen proses yang dikerjakan diluar (outsourced processing) yaitu klausul 3.5.4. Jika tahapan proses
dikerjakan
yang
termasuk
dalam
ruang
lingkup
seritikasi
disubkontraktorkan ke pihak ketiga atau pada pabrik berbeda maka hal ini harus dikelola untuk memastikan tidak terjadinya penurunan keamanan, keabsahan dan mutu produk. Hal ini hendaknya dijelaskan kepada pihak pemilik merek dan mendapatkan persetujuan (3.5.4.1). Perusahaan harus memastikan subkontraktor tadi telah disetujui dan diawasi melalui audit pabrik atau sertifikasi pihak ketiga terhadap the BRC Global Standard for Food Safety atau standar lainnya yang
47
diakui oleh GFSI (3.5.4.2). Proses produksi yang dilakukan harus dipastikan sesuai kontrak terkait proses dan spesifikasi produk (3.5.4.3). Perusahaan juga harus
melakukan
prosedur
pemeriksaan
dan
pengujian
produk
yang
disubkontraktorkan saat barang diterima, meliputi pemeriksaan visual, kimia dan/atau mikrobiologi, tergantung kajian risiko (3.5.4.4). A.3.5.
Klausul 3.6; Spesifikasi Pada isu 6 klausul 3.6.5 disyaratkan soal perlu dilakukannya kajian
spesifikasi produk akhir setiap kali terjadi perubahan (misal bahan baku, proses) atau setidaknya setiap tiga tahun. Penetapan waktu minimal tiga tahun ini sebelumnya tidakdisyaratkan secara spesifik pada isu 5 (klausul 3.7.4.2). A.3.6.
Klausul 3.7; Tindakan Koreksi Klausul
3.7.1
mensyaratkan dilakukan tindakan koreksi
terhadap
ketidaksesuaian, untuk selanjutnya tindakan koreksi tadi diverifikasi apakah telah efektif. Selain itu akar masalah terjadi ketidaksesuain harus diketahui agar dapat dilakukan tindakan koreksi yang sesuai. Menurut Juran (1995) masalah yang paling berat dalam tindakan koreksi adalah bila terjadi perubahan yang sporadis dan penyebabnya pun tidak segera dapat diketahui. Dalam hal ini hambatan terutama terjadi dalam mendiagnosa penyebab. Diagnosa harus dilakukan menggunakan cara dan peralatan seperti autopsi yaitu menentukan dengan tepat gejala-gejala yang ditunjukkan oleh produk dan proses; perbandingan produk yang dibuat sebelum dan sesudah gangguan terjadi untuk menemukan perubahan yang ada juga perbandingan produk yang baik dengan yang jelek sesudah gangguan terjadi; perbandingan antara proses sebelum dengan sesudah gangguan terjadi untuk melihat parameter proses apa yang telah berubah; dan rekonstruksi kronologi yaitu melakukan pemeriksaan rekaman dalam skala waktu (jam, hari dan lain-lain). A.3.7.
Klausul 3.8; Penanganan Produk yang Tidak Sesuai Isi dari klausul 3.8.1 tentang Penanganan Produk yang Tidak Sesuai pada
dasarnya tidak berbeda dari isu 5 (klausul 5.6.1, 5.6.2, 5.6.3, dan 2.10.2). Akan tetapi ditambahkan persyaratan harus adanya prosedur penyerahan ke pemilik merek jika memang diperlukan, misalnya oleh produsen pangan yang memproduksi private label atau pabriknya digunakan untuk memproduksi barang
48
dengan merek si pemesan. Isu 6 juga menekankan harusnya adanya penunjukkan orang yang diberi otoritas membuat keputusansoal penggunaan atau pembuangan produk yang tidak sesuai, misalnya apakah produk akan dimusnahkan, dipakai ulang dengan perlakukan tertentu atau diturunkan derajat mutunya.Semua keputusan penggunaan atau pembuangan tadi harus tercatat, termasuk keputusan pemusnahan barang karena alasan keamanan pangan. A.3.8.
Klausul 3.9; Daya Telusur Pada isu 6 terdapat persyaratan waktu pengumpulan data lengkap dalam uji
daya telusur, yaitu maksimal 4 jam (klausul 3.9.2). Untuk persyaratan lainnya tidak ada perubahan. Data yang harus bisa ditelusuri meliptui semua kode lot bahan baku termasuk kemasan mulai dari pemasok, seluruh tahapan proses dan pengiriman ke pelanggan atau sebaliknya. Isu ini juga mensyaratkan dilakukan uji coba daya telusur minimal setiap tahun. A.3.9.
Klausul 3.11; Manajemen Insiden, Withdrawal dan Recall Produk Recall produk adalah suatu cara yang bertujuan untuk menarik kembali satu
unit produk yang tidak sesuai dari konsumen dan konsumen akhir; dan withdrawal produk adalah suatu cara yang bertujuan untuk menarik kembali satu unit produk yang tidak sesuai dari konsmen tetapi bukan konsumen akhir (BRC 2011). Pada isu 6 terdapat persyaratan mock recall atau semacam uji coba bila terjadi recall yang sesungguhnya perlu dilakukan setiap tahun (3.11.3). Mock recall ini hendaklah dilengkapi dengan penjabaran waktu dari kegiatankegiatanutama. Pada isu 6 juga juga terdapat persysaratan baru yaitu bila terjadi recall produk, maka perusahaan harus melaporkan kejadian ini ke Badan Sertifikasi yang mengeluarkan sertifikat (3.11.4).
A.4.
Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 4 - Standar Pabrik Bagian 4 persyaratan BRC isu 6 berisikan persyaratan terkait Standar
Pabrik. Bagian 4 memuat paling banyak klausul dibanding bagian lainnya pada Standar BRC the Global Standard for Food Safety. Dibandingkan isu 5, pada isu 6 ini jumlah klausul bertambah 25% dari 12 klausul dengan 72 subklausul menjadi 15 klausul dengan 90 subklausul atau sekitar. Perubahan besar yang terjadi adalah karena pengembangan persyaratan terkait sistem keamanan pada
49
(security) pada klausul (4.2); dan peralatan deteksi dan penghilangan benda asing dalam sistem pengendalian benda asing pada produk (klausul 4.10). Perubahan lain adalah dimasukkannya beberapa persyaratan spesifik terkait pembagian area menjadi low-risk area, high-care area dan high-risk area serta konsekuensinya pada fasilitas karyawan dan aturan higiene karyawan. Kajian perubahan klausul pada BRC isu 6 terhadap isu 5 terkait Standar Pabrik dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 4 tentang standar lingkungan pabrik Deskripsi
BRC isu 6
BRC isu 5
Area luar dan jalur lalu lintas
4.1.2
4.1.2, 4.11.4
Penggabungan klausul.
Bangunan pabrik
4.1.3
4.1.3, 4.1.5
Penggabungan klausul.
Perencanan keamanan
4.2.1
4.2.3, 4.2.4 dan 4.2.5
Tambahan persyaratan pada isu 6, yaitu dikaji tiap tahun.
Akses ke area produksi
4.2.2
4.2.1, 4.2.2 dan 4.2.3
Pada isu 6, harus memiliki prosedur penilaian.
Pembedaan area di pabrik berdasarkan kajian tingkat risiko
4.3.1
Persyaratan kontraktor yang terlibat pemeliharaan atau perbaikan
4.3.3
Persyaratan alur proses dan pemisahan di low risk area
4.3.4
Persyaratan alur proses dan pemisahan karyawan di high-care area
4.3.5
4.3.1.10
Tambahan persyaratan yaitu pemisahan fisik. Pemisahan memperhitungkan alur produk, asal bahan, peralatan, karyawan, limbah, aliran udara, kualitas udara, dan persyaratan utilities.
Persyaratan alur proses dan pemisahan karyawan di high-risk area
4.3.6
4.3.1.8
Pada isu 6, mensyaratkan pemisahan fisik.
Rencana saluran pembuangan air jika terdapat high-care area atau high risk area
4.4.4
Pintu luar pada area produk terbuka
4.4.9
Persyaratan udara pada high-risk area
4.4.13
Kualitas mikrobiologi dan kimia air proses
4.5.1
Sistem distribusi air di pabrik
4.5.2
Klausul baru.
Penggunaan air bukan kualitas air minum untuk air proses
4.5.3
Klausul baru.
7.2.4
Perubahan persyaratan
Persyaratan baru, yaitu pembagianenclosed products area, lowrisk area, high-care area, dan high-risk area. Kontraktor harus diawasi orang yang ditunjuk.Pada isu 5 tidak disyaratkan. Klausul baru.
Klausul baru. Area dan lokasi peralatan yang dipasang dapat mencegah arus balik limbah cair. 4.3.2.5 4.3.2.5.1
Pada isu 6 mensyaratkan tidak dibuka sepanjang produksi kecuali pada peristiwa darurat. Pada isu 6, mensyaratkanarea harus disuplai dengan udara yang telah disaring.
4.4.1
Pada isu 6, mensyaratan air dianalisa tahunan.
50
Deskripsi
BRC isu 6
BRC isu 5
Peralatan
4.6.1
4.5.1 dan 4.5.2
Jadwal pemeliharaan atau sistem pemantauan kondisi
4.7.1
Pada isu 6, mensyaratkan jadwal harus tersedia.
Bila terjadi kerusakan alat dan diperlukan kegiatan perbaikan
4.7.2
Klausul baru. Alat tadi diperiksa pada jangka waktu tertentu.
Bahan untuk pemeliharaan peralatan dan pabrik
4.7.5
Fasilitias karyawan pada high-care area
4.8.4
Klausul baru
Fasilitas karyawan pada high-risk area
4.8.5
Klausul baru
Aturan pencucian tangan setelah dari toilet
4.8.7
4.7.5
Pada isu 6 mensyaratkan terpasang peringatan jelas sebelum masuk area produksi.
Kantin
4.8.10
4.7.8
Pada isu 6 mensyaratkan memperkenalkan alergen di kantin ke karyawan.
Pengunaan bahan kimia berbau tajam atau meninggalkan noda
4.9.1.2
Kebijakan pengendalian penggunaan logam tajam
4.9.2.1
4.8.3.1
Pada isu 6 menambahkan persyaratan catatan inspeksi untuk kerusakan dan investigasi jika hilang.
Penggunaan staples dan klip kertas
4.9.2.2
4.8.3.4
Pada isu 6 melarang digunakan di area produk terbuka. Pada isu 5 tidak disyaratkan.
Produk yang dikemas ke wadah kaca atau bahan mudah pecah lainnya
4.9.3.4: 4.9.3.4.1, 4.9.3.4.2 dan 4.9.3.4.3
Peralatan deteksi dan untuk menghilangkan benda asing
4.6.4, 4.6.8
Perubahan persyaratan Isu 6 menghilangkan persyaratan bahwa jika permanen, peralatan dikunci/dilekatkan ke lantai.
Jika berisiko baik kontak atau tidak kontak langsung dengan produk, misal oli atau pelumas pada isu 6 mensyaratkan harus food grade.
Klausul baru. Hal ini dipastikan tidak mengkontaminasi produk.
Klausul baru.
4.10: 4.10.1
4.8.6: 4.8.6.1, 4.8.6.2,
Memperinci persyaratan jenis-jenis peralatan untuk deteksi/penghilangan benda asing.
Tipe, lokasi, sensitifitas alat deteksi
4.10.1.2
5.3.2
Pada isu 6 mensyaratkan hal ini harus terdokumentasi.
Frekuensi pengujian alat deteksi
4.10.1.3
Klausul baru.
Investigasi temuan benda yang dideteksi atau yang dihilangkan
4.10.1.4
Klausul baru.
Saringan dan ayakan
Detektor logam
4.10.2: 4.10.2.1, 4.10.2.1 4.10.3: 4.10.3.1, 4.10.3.2, 4.10.3.3, 4.10.3.4, 4.10.3.5, dan 4.10.3.6
Klausul baru, menysaratkan dokumentasi ukuran mesh atau tekanan dan pengujian alat. Klausul baru, alat diaplikasikan pada produk akhir, dilengkapi rejector yang terpasang, dan pembuatan prosedur pengujian alat.
Magnet
4.10.4
Klausul baru.
Saringan optik
4.10.5
Klausul baru.
Kebersihan wadah - toples kaca, kaleng dan wadah kaku lainnya
4.10.6
Klausul baru.
51
Deskripsi
BRC isu 6
BRC isu 5
Frekuensi dan metode pembersihan
4.11.1
4.9.1
Batasan penerimaan atau penolakan hasil pembersihan
4.11.2
Sumber daya dan jadwal pembersihan
4.11.3
4.3.1.4
Pemeriksaan hasil pembersihan
4.11.4
4.9.5
Tambahan persyaratan pada isu 6, yaitu alat diperiksa sebelum dipakai dan dibuatkan trennya.
Peralatan pembersihan
4.11.5
4.3.1.6
Pada isu 6, harus diberi identitas jelas, disimpan khusus, terpisah untuk highcare/high-risk area. Menjadi klausul baru tersendiri.
Cleaning ini place (CIP)
Perubahan persyaratan Tambahan persyaratan pada isu 6, yaitu ditetapkan berdasarkan kajian risiko. Pada isu 6, dipersyaratakan pengujian dengan ATP bioluminiscence, uji mikrobiologi atau kimia lainnya.
4.11.6
4.9.2:
CIP: rencana sistematis layout sistem CIP dan laporan inspeksi atau verifikasi
4.11.6.2
4.9.2, 4.9.6
Keefektifan pembersihan CIP
4.11.6.3
Tambahan persyaratan pada isu 6, yaitu sumber daya harus ditetapkan, jadwal dibuat misal saat mesin tidak beroperasi.
Tersedia rencana sistem CIP, pompa penyedot, desain, spray ball, dan pemisahan peralatan CIP. Pada isu 5 tidak disyaratkan. Klausul baru.
Produk pangan untuk pakan ternak
4.12.2
4.10.2
Terpisah dan dikelola sesuai perundangan terkait.
Pengendalian hama yang dilakukan sendiri (bukan oleh pihak ketiga)
4.13.2
Catatan pelaksanaan pengendalian hama
4.13.3
4.11.3
Pada isu 6 mensyaratkan pencatatan bila ada temuan dan rincian perlakuan.
Bait station dan penggunaan racun
4.13.4
4.11.4
Pada isu 6 mensyaratakan investigasi bila hilang dan dilarang menggunakan racun di dalam area produksi/gudang.
Survey pengendalian hama oleh ahli
4.13.8
Area dengan kontrol suhu tertentu
4.14.2
Penyimpanan pada kondisi atmosfir tertentu
4.14.3
Pemeriksaan kendaraan/container sebelum dipakai untuk transportasi produk
4.15.3
4.12.8
Tambahan di isu 6, harus adanya pemeriksaan kebersihan, bau, dan peralatan menjaga suhu
Prosedur transportasi produk
4.15.6
4.12.9
Tambahan di isu 6, ada batasan pencampuran isi, prosedur pengamanan.
Persyaratan jika menggunakan kontraktor pihak ketiga untuk transportasi
4.15.7
Klausul baru. Membahas soal operasional, sumber daya, paham aturan pemerintah, dan fasilitas aman dan terkunci
Klausul baru, dilakukan, minimal 3 bulan untuk mengkaji pengendalian hama di tempat. 4.12.2 dan 4.12.3
Pada isu 6, mensyaratkan adanya peralatan pencatat suhu dengan alarm atau dicek setiap 4 jam. Klausul baru.
Klausul baru. Diverifikasi atau tersertifikasi the Global Standard for Storage and Distribution atau standar internasional serupa yang diakui Standar.
52
A.4.1.
Klausul 4.2; Keamanan Sistem kemanan dibangun untuk memastikan produk dilindung dari
pencurian atau kontaminasi yang disengaja saat berada dalam lingkungan pabrik. Masalah keamanan, baik lingkungan pabrik dan produk menjadi isu yang mengalami perkembangan nyata dalam Standar ini. Isu 6 mensyaratkan harus dilakukannya kajian risiko pengaturan keamanan di pabrik. Kajian ini harus dilakukan setiap tahun (klausul 4.2.1). Selain itu isu 6 mensyaratkan adanya kajian penentuan akses masuk ke area produksi dan area penyimpanan tertentu berdasarkan resiko. Hanya karyawan yang memiliki otoritas yang diperbolehkan masukke suatu area. Akses kontraktor dan tamu juga harus dikendalikan (klausul 4.2.2). A.4.2.
Klausul 4.3; Layout, Alur Produk dan Pemisahan Layout, Alur Produk dan Pemisahan merupakan klausul fundamental pada
BRC. Pada isu 6 terdapat persyaratan baru soal pembagian area di pabrik yaitu berdasarkan kajian tingkat risiko kontaminasi. Area dibagi menjadi enclosed product area, low-risk area, high-care area, dan high-risk area (klausul 4.3.1). Di bagian penjelasan buku BRC isu 6 diterangkan panduan pembagian area ini berupa pohon keputusan dan konsekuensi pembagian area berdasarkan risiko terlihat pada klausul-klausul terkait. Higiene pabrik, bangunan, peralatan dan pakaian pelindung/higiene karyawan yang diterapkan pada tiap area diharapkan hendaknya menunjukkan risiko potensial terhadap produk. Penetapan area juga membantu dalam penetapan pembatasan pergerakan orang dan bahan antar area. Alur proses pada low-risk area disyaratkan dalam klausul baru tersendiri pada isu 6 yaitu 4.3.4. Persyaratan baru lain lainnya adalah tamu dan kontraktor serta supir yang masuk ke area pabrik termasuk kontraktor yang terlibat kegiatan pemeliharaan dan perbaikan, hendaklah diawasi oleh orang yang ditunjuk (klausul 4.3.3). Pada klausul 4.3.5 ditegaskan soal persyaratan alur proses dan pemisahan pemisahan fisik alur produk, bahan, peralatan, karyawan, sampah, aliran udara, udara dan utilities pada high-care area. Namun jika diputuskan tidak menggunakan pemisahan fisik, maka perlu dilakukan evaluasi soal risiko kontaminasi silang dan perlindungan produk. Persyaratan pada high-risk area
53
pada klausul 4.3.6 dipersyaratkan adanya pemisahan fisik alur produk, bahan, peralatan, karyawan, sampah, aliran udara, udara dan utilities. A.4.3.
Klausul 4.4; Bangunan Pabrik Terdapat perubahan persyaratan terkait bangunan pabrik pada isu 6 ini.
Hendaknya tersedia rencana saluran pembuangan limbah di high-care area atau high-risk area yang menunjukkan arah aliran limbah dan lokasi peralatan untuk mencegah arus balik limbah cair (4.4.4).Pintu luar yang menuju ke area produk terbuka tidak boleh dibuka sepanjang produksi kecuali pada peristiwa darurat (4.4.9). Pada isu 5 belum spesifik menyebutkan larangan membuka pintu luar di area produk terbuka tersebut. Pintu pada enclosed product area masih boleh dibuka tetapi dengan pengaturan tertentu. Persyaratan baru lainnya adalah high risk area hanya boleh disuplai dengan udara yang telah disaring dengan spesifikasi saringan dan frekuensi penggantian udara yang didokumentasikan (4.14.13). A.4.4.
Klausul 4.5;Utilities – Air, Es, Udara, dan Gas Lainnya Mutu air yang disuplai ke proses, baik sebagai bahan baku, persiapan bahan
maupun pembersihan di pabrik, hendaknya merupakan air minum (potable), sehingga tidak menimbulkan risiko kontaminasi. Kualitas mikrobiologi dan kimia air ini sekarang harus diperiksakan, minimal setiap tahun (klausul 4.5.1). Jika perundangan masih memperbolehkan penggunaan air yang bukan mutu air minum (misal untuk gudang, pembersihan ikan), maka air tadi harus memenuhi persyaratan hukum terkait (klausul 4.5.3). Klausul 4.5.2 memuat persyaratan baru yaitu pabrik harus memiliki sistem distribusi air, meliputi tangki penampungan, pengolah air dan daur ulang air. Perencanaan ini digunakan sebagai dasar sampling air dan manajemen mutu air A.4.5.
Klausul 4.6; Peralatan Terdapat sedikit persyaratan baru terkait peralatan pada BRC isu 6. Desain
dan penempatan peralatan dipastikan agar peralatan dapat dibersihkan dan dipelihara dengan baik (4.6.1). Pada isu 6 tidak lagi menyebutkan persyaratan bahwa jika peralatan dipasang permanen maka peralatan dipastikan dikunci/ melekat ke lantai (4.5.2).
54
Klausul 4.7; Pemeliharaan
A.4.6.
Pada isu 6 mewajibkan jadwal pemeliharaan (maintenance schedule) atau suatu sistem pemantauan kondisi yang meliputi seluruh pabrik dan peralatan proses (4.7.1). Klausul 4.7.2 memuat persyaratan baru yaitu bila ada tambahan program pemeliharaan, dimana berisiko terhadap kontaminasi benda asing yang ditimbulkan dari kerusakan peralatan, maka peralatan tadi hendaknya diperiksa pada periode tertentu, hasil pemeriksaan didokumentasikan dan dilakukan tindakan sesuai. Pada isu 6 juga spesifik mensyaratkan bahan untuk pemeliharaan peralatan dan pabrik, yang dapat berisiko karena kontak langsung atau tidak langsung dengan bahan baku, produk antara atau produk jadi, seperti minyak pelumas, hendaknya food grade (4.7.5). A.4.7.
Klausul 4.8; Fasilitas Karyawan Seperti telah disebutkan sebelumnya Standar isu 6 mensyaratkan
menetapkan area berdasarkan risiko berupa low risk ara,high-care area dan/atau high-risk area. Persyaratan fasilitas karyawan pada high-care area dan high-risk area tersebut disebutkan secara spesifik pada klausul 4.8.4 dan 4.8.5 yaitu terkait pakaian pelindung, alas kaki, pencucian tangan, dan desinfeksi. Terdapat sedikit perbedaan antara kedua area ini yaitu fasilitas ruang ganti di high-risk area harus berada pada pintu masuk areadan karyawan wajib menggunakan alas kaki khusus untuk area tersebut, tidak terkecuali tamu. Aturan
pencucian
tangan
tidak
mengalami
perubahan,
namun
aturanpencucian tangan yang benar perlu dipasang pada fasilitas cuci tangan (4.8.6). Terdapat sedikit pengembangan persyaratan fasilitas kantin di pabrik yaitu hendaknya ada pengendalian untuk mencegah kontaminasi ke produk, misalnya sumber keracunan makanan dan pengenalan allergenic material di pabrik (4.8.10). A.4.8.
Klausul 4.9; Pengendalian Kontaminasi Kimia dan Fisik Produk Persyaratan terkait pengendalian kontaminasi kimia dan fisik pada BRC isu
6 mengalami pengembangan. Pada klausul baru 4.9.1.2 tentang pengendalian bahan kimia disyaratkan bahwa jika menggunakan bahan kimia yang berbau tajam atau dapat meninggalkan noda, misalnya untuk pengerjaan bangunan pabrik, maka tidak boleh sampai mengkontaminasi produk. Aturan baru pada
55
pengendalian logam adalah pada klausul 4.9.2.1 yaitu perlu adanya catatan inspeksi untuk kerusakan dan investigasi jika ada benda logam yang hilang. Aturan baru lainnya adalah larangan penggunaan staples dan klip kertas di area produk terbuka (4.9.2.2). Pada isu 6 terdapat klausul baru 4.9.3.4 yaitu persyaratan tentang produk yang dikemas dalam wadah kaca atau bahan mudah pecah lainnya. Penyimpanan wadah kaca atau bahan mudah pecah harus terpisah dari tempat penyimpanan bahan baku, produk dan kemasan lainnya (4.9.3.4.1).Klausul 4.9.3.4.2 mensyaratkan secara rinci prosedur penanganan bila wadah kaca atau bahan mudah pecah sampai pecah. Sistem penanganan pecahan wadah harus dibuat dalam rangka menghilangkan dan membuang produk yang beresiko karena berdekatan
pecahan.
Pembersihan
lini
atau
peralatan
yang
mungkin
terkontaminasi oleh pecahan wadah haruslah efektif. Pembersihan pecahan tadi tidak boleh mengakibatkan penyebaran pecahan misal dengan penggunaan air atau udara bertekanan tinggi. Peralatan kebersihan khusus untuk membersihkan pecahan harus tersedia dengan identitas jelas (misal kode warna). Peralatan tersebut hendaknya disimpan terpisah dari peralatan kebersihan lainnya. Tempat sampah tertutup harus disediakan khusus untuk wadah dan pecahan tadi. Catatan inspeksi peralatan produksi yang dilakukan setelah pembersihan pecahan harus tersedia dalam rangka memastikan pembersihan yang dilakukan telah benar-benar menghilangkan resiko kontaminasi lebih lanjut. Orang yang memiliki wewenang mengijinkan lagi produksi setelah pembersihan harus ditetapkan. A.4.9.
Klausul 4.10; Peralatan Deteksi dan Penghilangan Benda Asing Klausul 4.10 terkait Peralatan Deteksi dan Penghilangan Benda Asing
banyak mengalami perubahan pada isu 6 ini. Perkembangan kemajuan teknologi pada peralatan deteksi dan menghilangkan benda asing disebutkan dalam klausul 4.10.1. Tipe, lokasi dan sensitifitas alat hendaklah didokumentasikan oleh perusahaan
(4.10.1.2).
Frekuensi
pengujian
alat
ditentukan
dengan
mempertimbangan persyaratan konsumen dan kemampuan perusahaan untuk menetapkan, menahan dan mencegah terpakainya bahan yang tidak sesuai, jika peralatan tadi mengalami kegagalan (4.10.1.3). Temuan benda asing yang dideteksi atau dihilangkan hendaklah diinvestigasi. Informasi terkait bahan yang
56
ditolak hendaknya digunakan untuk menetapkan tren dan menjadi dasar pencegahan dalam rangka mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi benda asing (klausul 4.10.1.4). Aturan baru terkait lainnya adalah klausul 4.10.2 tentang Saringan dan Ayakan. Saringan dan ayakan haruslah memiliki spesifikasi ukuran mesh atau tekanan tertentu berdasarkan potensi risiko (klausul 4.10.2.1) dan frekuensi pemeriksaan atau pengujian alat ditetapkan berdasarkan risikonya (klausul 4.101.2.2). Semua hal tadi harus tercatat. Persyaratan tentan peralatan detektor logam dan peralatan X-ray diatur dalam klausul tersendiri yaitu subklausul 4.10.3 dengan 6 sub-subklausul. Alat ini hendaklah digunakan kecuali ada kajian risiko bahwa alat ini tidak mampu memperbaiki perlindungan produk akhir dari bahaya kontaminasi logam (4.10.3.1). Alat hendaknya digunakan untuk produk yang telah dikemas (4.10.3.2). Alat harus dilengkapi dengan sistem reject berupa alat reject otomatis, belt stop system atau in-line detector (4.10.3.3). Dokumen prosedur dan catatan pelaksanaan pengujian alat harus tersedia (4.10.3.4). Dalam prosedur pengujian alat hendaklah menggunakan test piece dengan diameter tertentu dan ditandai dengan jenis logamnya (besi, non-besi tertentu dan stainless steel). Jika detektor logam digabung dengan conveyor maka test piece hendaknya dilewatkan sedekat mungkin dengan pusat alat (4.10.3.5). Perusahaan harus menetapkan tindakan koreksi dan prosedur dokumentasi jika pengujian alat menunjukkan kegagalan mendeteksi benda asing (4.10.3.6). Terdapat persyaratan-persyaratan baru terkait peralatan deteksi atau penghilangan lainnya pada isu 6, yaitu magnet (4.10.4) dan peralatan sortir optik (4.10.5). Tipe, lokasi dan kekuatan magnet hendaknya tercatat dan prosedur inspeksi, pembersihan, uji kekuatan, dan uji integritas harus tersedia. Setiap unit peralatan sortir optik hendaknya diuji sesuai dengan instruksi atau rekomentasi dari perusahaan pembuat. Catatan semua pengujian alat hendaknya dipelihara. Perysaratan baru lainnya adalah soal pembersihan wadah toples kaca, kaleng dan wadah keras lainnya. Hendaknya dilakukan kajian risiko untuk meminimalkan kontaminasi yang berasal dari wadah-wadah tersebut (4.10.6).
57
A.4.10. Klausul 4.11;Housekeeping dan higiene Klausul housekeeping dan higiene merupakan bagian fundamental dalam BRC. Pada isu 6 juga cukup banyak perubahan persyaratan terkait hal ini seperti pada Tabel 10. Frekuensi dan metode pembersihan hendaknya ditetapkan berdasarkan kajian risiko (4.11.1). Batas penerimaan atau penolakan hasil pembersihan perlu ditetapkan berdasarkan bahaya potensial. Batasan ini diuji dengan pemeriksaan visual, ATP bioluminescence, uji mikrobiologi, atau uji kimia lainnya (4.11.2). Sumberdaya untuk pembersihan harus tersedia. Pembersihan juga perlu dijadwalkan, misalnyayaitusaat mesin tidak beroperasi (4.11.3). Pemeriksaan hasil pembersihan harus dilakukan sebelum digunakan. Hasil pemeriksaan tadi dibuatkan tren sebagai dasar untuk perbaikan (4.11.4). Peralatan pembersihan harus diberi identitas jelas (misal dengan warna atau label). Peralatan yang digunakan pada high-care area dan high-risk area harus terpisah dan dikhususkanuntuk area tersebut (4.11.5). Metode pembersihan dengan CIP (Cleaning in Place) yaitu pembersihan yang dilakukan pada bahan cairan menjadi klausul tersendiri pada isu 6 (4.11.6). Rencana sistematis tata letak sistem CIP meliputi pompa, penyedot, desain, spray ball, dan pemisahan alat CIP dari lini produksi yang berjalan harus tersedia (4.11.6.2). Laporan keefektifan pembersihan dengan CIP untuk menghilangkan bahaya seperti tanah, alergen, mikroorganisme vegetatif, dan spora harus divalidasi. Catatan validasi ini dipelihara (4.11.3). A.4.11. Klausul 4.12; Limbah/Pembuangan Limbah Tambahan persyaratan pada BRC isu 6 terkait limbah atau pembuangan limbah adalah bahwa produk pangan yang ditujukan untuk pakan ternak maka jarus dipisahkan dari sampah dan dikelola seusai dengan persyaratan perundangan terkait. Hal ini dilakukan untuk mencegah penumpukan sampah, risiko kontaminasi dan menarik hama. A.4.12. Klausul 4.13; Pengendalian Hama BRC isu 6 mensyaratkan jika pengendalian hama dilakukan sendiri (bukan oleh pihak ketiga yang dikontrak) maka operasionalnya dilakukan oleh orang yang kompeten dan terlatih, adanya sumber daya cukup yang memahami legislasi
58
pemerintah terkait, dan tersedianya fasilitasi khusus untuk penyimpanan pestisida yang terkunci (klausul 4.13.2).Tambahan persyaratan lainnya adalah harus adanya catatan pengendalian hama yang menjelaskan soal temuan dan rincian perlakuan yang dilakukan (klausul 4.13.3). Bait station atau tempat umpan beracun secara jelas disebutkan tidak boleh ditempatkan diarea produksi dan gudang (klausul 4.13.4) untuk mencegah kontaminasi produk. Sebuah survey pengendalian hama mendalam oleh orang yang ahli harus dilakukan minimal setiap tiga bulan untuk mengkaji pengendalian hama di tempat (klausul 4.13.8). A.4.13. Klausul 4.14; Fasilitas Penyimpanan Klausul 4.14 merupakan pecahan dari klausul 4.12 pada isu 5 yaitu tentang Penyimpanan dan Transportasi. Pada BRC isu 6 terdapat persyaratan yaitu fasilitas penyimpanan yang membutuhkan pengendalian suhu tertentu hendaklah dilengkapi dengan alat pencatat suhu dengan alarm pada suhu yang sesuai. Bila tidak ada maka suhu harus dicek minimal setiap 4 jam (klausul 4.14.2). Aturan baru pada BRC isu 6 lainnya adalah soal penyimpanan yang membutuhkan pengendalian kondisi atmosfir tertentu (klausul 4.14.3). Kondisi penyimpanan pada area tersebt harus dikendalikan dan catatan pengendalian tadi dipelihara. A.4.14. Klausul 4.15; Pengiriman dan Transportasi Seperti disebutkan sebelumnya, klausul 4.15 merupakan pecahan dari klausul 4.12 pada isu 5. Beberapa persyaratan baru ditambahkan dalam isu 6 ini. Kendaraan atau container untuk pengangkutan produk harus diperiksa kebersihannya, bebas bau menyengat dan dilengkapi peralatan untuk menjaga suhu jika memang diperlukan (klausul 4.15.3). Pada klausul 4.15.6 tertera persyaratan soal prosedur transportasi produk yaitu harus adanya pembatasan pencampuran isi dan persyaratan pengamanan selama transit, terutama jika kendaraan diparkir atau sedang ditinggal. Jika perusahaan menggunakan kontraktor pihak ketiga untuk transportasi, maka pihak ketiga tadi hendaknya memenuhi semua persyaratan pada standar ini atau perusahaan tersertifikasi the Global Standard for Storage and Distribution atau standar internasional serupa lainnya yang diakui oleh standar ini.
59
A.5.
Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 5 -Pengendalian Produk Bagian 5 persyaratan BRC berisikan persyaratan terkait Pengendalian
Produk. Pada isu 5 Bagian 3 terdiri dari 7 klausul dengan 26 subklausul, sedang pada isu 6 mengalami perombakan menjadi 6 klausul dengan 25 subklausul. Perubahan terbesar adalah adanya beberapa penambahan klausul terkait manajemen alergen (klausul 5.2). Pengelolaan alergen disyaratkan lebih terperinci misalnya bahaya alergen harus dikaji sebagai bahaya potensi baru termasuk pada tahap pengembangan produkdan tambahan persyaratan pelabelan alergen pada kemasan. Kajian perubahan klausul isu 6 terhadap isu 5 terkait Pengendalian Produk adalah pada Tabel 11.
Tabel 11 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 5 tentang pengendalian produk Deskripsi
BRC isu 6
BRC isu 5
Perubahan persyaratan
Pembatasan ruang lingkup produk baru
5.1.1
Pada isu 6, mensyaratkan perlunya pengendalian masuknya bahaya (misal alergen, kemasan kaca atau risiko mikrobiologi).
Produk baru dan perubahan pada formula produk, kemasan atau proses produksi
5.1.2
Pada isu 6, pengesahan dilakukan secara formal oleh ketua tim HACCP atau tim HACCP yang memiliki otoritas.
Percobaan umur simpan untuk produk yang tidak dapat dilakukan
5.1.4
5.1
Pada isu 6, penetapan umur simpan dapat dilakukan berdasarkan sains.
Pelabelan
5.1.5
5.1.5 dan 5.1.6
Pada isu 6, mensyaratkan adanya verifikasi bahan baku dan pelabelan alergen untuk memastikan sesuai dengan formula produk.
5.2
5.2
Manajemen Alergen
Pengendalian Alergen
Kajian risiko pengendalian alergen
5.2.3
Klausul baru.
Prosedur manajemen alergen
5.2.4
Klausul baru.
Peringatan alergen pada label
5.2.6
Klausul baru.
Klaim pada kemasan produk akhir soal asal usul, jaminan atau ‘identity preserved’ dari bahan baku yang digunakan
5.3.1
Catatan pembelian barang untuk daya telusur bahan baku dan produk akhir
5.3.2
Kemasan kontak pangan
5.4.1
5.1 dan 5.4.1
Lokasi penyimpanan kemasan
5.4.2
5.4.2 dan 5.4.3
Garis hubungan produk
5.4.3
5.4.4 dan 5.4.5
3.9.3 dan 5.2.2.1
Penggabungan klausul.
Klausul baru. Mass balance test dilakukan minimal setiap 6 bulan. Tambahan persyaratan pada isu 6, bahwa harus dilengkapi sertifikat kesesuaian atau bukti lainnya. Pada isu 6, menambahkan persyaratan bahwa lokasi harus jauh dari bahan mentah dan produk jadi. Penggabungan klausul
60
A.5.1.
Klausul 5.1; Perancangan/Pengembangan Produk Pada tahapan perancangan atau pengembangan produk disyaratkan untuk
dilakukan pembatasan pengembangan atau ruang lingkup produk baru agar tidak ada masuknya bahaya potensial ke fasilitas produk, misal dari penggunaan alergen, kemasan kaca atau risiko mikrobiologi lain (klausul 5.1.1). Pada setiap produk baru dan perubahan formula produk, kemasan atau proses produksi hendaknya disahkan secara formal oleh ketua tim HACCP atau tim HACCP yang diberi otoritas (klausul 5.1.2). Hal ini untuk memastikan semua bahaya baru telah dikaji dan dikendalikan. Percobaan umur simpan (shelf life test) hendaknya dilakukan sesuai protokol yang ada. Namun bila percobaan tidak dapat dilakukan, misal karena umur produk yang panjang,maka dibolehkan untuk menetapkan umur simpan berdasarkan kajian sains (klausul 5.1.4). Pelabelan produk hendaklah diverifikasi untuk memastikan bahwa bahan baku dan pelabelan alergen telah sesuai dengan formulasi produk (klausul 5.1.5). Beberapa negara seperti Amerika, Eropa, dan Australia dalam beberapa tahun ini telah mengeluarkan beberapa aturan sendiri soal alergen dan pelabelan alergen ini. Jenis bahan yang tergolong alergen yang diatur dalam BRC ini adalah sejumlah 14 macam yang disebutkan dalam Apendix 2 pada standar ini. A.5.2.
Klausul 5.2; Manajemen Alergen Manajemen alergen (5.2) pada BRC isu 6 menggantikan klausul
pengendalian bahan alergen (5.2) pada isu 5. Alergen secara kontinyu menjadi penyebab jumlah penarikan produk yang signifikan di Amerika Utara dan Eropa. Bagian pada Standar ini telah direvisi untuk memastikan faktor penyebab isu alergen telah dikendalikan sepenuhnya (BRC 2011). Kajian risiko alergen harus mempertimbangkan beberapa hal seperti bentuk fisik allergenic materials (bubuk, cair, partikel), titik potensi kontaminasi silang dan kajian risiko kontaminasi silang padasetiap tahapan proses. Pengendalian yang tepat dalam rangka mengurangi atau menghilangkan risiko kontaminasi silang juga harus ditetapkan (klausul 5.2.3). Prosedur pengendalian alergen (5.2.4) telah dikembangkan pada beberapa subklausul baru yaitu perlunya penggunaan pakaian pelindung seragam jika sedang menangangi allergen materials; soal pergantian produk yang mengandung alergen dan yang tidak; sistem pengendalian debu dari allergenic
61
materials, dan penanganan limbah serta luapan. Selain pengendalian di tahapan proses, pengendalian dilakukan dengan pembatasan makanan yang dibawa masuk ke pabrik oleh karyawan, tamu, kontraktor dan katering. Jika sifat proses tidak mampu mencegah kontaminasi silang dari alergen maka suatu peringatan alergen hendaknya dimasukkan di label, sesuai aturan atau tata cara pada negara tertentu (5.2.6). A.5.3.
Klausul 5.3; Asal usul, status jaminan dan klaim dari preserved materials Sistem daya telusur, identifikasi dan pemisahan bahan baku, produk antara
dan produk akhir hendaknya dibuat untuk memastikan semua klaim yang berhubungan dengan asal usul atau jaminan tertentu telah sesuai.
BRC
isu
6
mensyaratkan bila produk mencantmkan jaminan atau ‘identity preserved’ bahan baku yang digunakan maka status setiap batchbahanbaku hendaknya diverifikasi dan catatannya disimpan (klausul 5.3.1). Catatan pembelian barang, daya telusur bahan baku dan produk akhir harus dipelihara. Perusahaan harus melakukan mass balance test setiap 6 bulan serta pada frekuensi tertentu untuk memastikan sesuai dengan persyaratan (klausul 5.3.2). A.5.4.
Klausul 5.4; Pengemasan Produk Pembelian atau penentuan kemasan produk hendaklah memperhitungkan
kesesuaian kemasan dengan produk (misalnya kandungan lemak tinggi, pH atau kondisi penggunaan misal dipakai di microwave). Kemasan hendaknya dilengkapi dengan sertifikat kesesuaian atau bukti lainnya untuk menunjukkan telah sesuai denganlegislasi keamanan pangan dan tujuan penggunaan (klausul 5.4.1). Lokasi penyimpanan kemasan hendaknya diatur agar jauh dari bahan mentah dan produk jadi (klausul 5.4.2).
A.6.
Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 6; Pengendalian Proses Bagian 6 persyaratan BRC berisikan persyaratan terkait Pengendalian
Proses. Bila dibandingkan dengan isu 5, tidak ada perubahan dalam jumlah klausul pada BRC isu 6. Klausul 6.1. tentang Pengendalian Operasional merupakan klausul fundamental. Pengendalian operasional dilakukan untuk memastikan proses produksi dikelola melalui formulasi dan spesifikasi proses
62
untuk memastikanpengendalian bahaya juga konsistensi mutu produk yang dihasilkan (BRC 2011). Terdapat satu klausul baru pada bagian ini yaitu terkait pemeriksaan lini produksi saat produksi akan mulai atau saat pergantian produk (klausul 6.1.6). Tidak terdapat perubahan nyata pada klausul 6.2 tentang pengendalian jumlah atau berat produk dan klausul 6.3 tentang kalibrasi. Kajian perubahan klausul antara isu 6 terhadap isu 5 terkait pada bagian 6 tentang pengendalian proses dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 6 tentang pengendalian proses Deskripsi
BRC isu 6
BRC isu 5
Perubahan persyaratan
Spesifikasi
6.1.1
6.1.1 dan 6.1.3
Pada isu 6, menambahkan meliputi formula dengan identifikasi alergen, petunjuk pengadukan, kecepatan, waktu, setting peralatan, waktu dan suhu proses, pelabelan, kode dan umur simpan, serta CCP.
Penyimpangan proses pada peralatan yang kritis terhadap keamanan atau mutu produk
6.1.4
6.1.6
Pada isu 6, menambahkan proses divalidasi pada frekuensi tertentu berdasarkan risiko dan kemampuan alat.
Pemeriksaan lini produksi sebelum memulai produksi atau pergantian produk
6.1.6
Jumlah - Pengawasan berat, volume dan jumlah
6.2.
6.2
Identifikasi dan pengendalian peralatan untuk pengendalian CCP, keamanan dan keabsahan produk
6.3.1
6.3.1 dan 6.3.3
Pemeriksaan dan adjustment alat ukur
6.3.2
6.3.2
Pada isu 6, menambahkan harus terbaca dan keakuratan pengukuran sesuai.
Ketidakutan peralatan
6.3.4
6.3.4
Pada isu 6, menambahkan perlunya tindakan untuk memastikan produk berisiko tidak dijual.
A.6.1.
Klausul baru Pada isu 6, menambahkan harus juga sesuai persyaratan konsumen Penggabungan klausul
Klausul 6.1; Pengendalian Operasional Pengendalian operasional dilakukan melalui pengendalian spesifikasi
proses dan instruksi kerja untuk tiap tahapan proses. Spesifikasi disini meliputi formula-termasuk identifikasi adanya alergen, petunjuk, kecepatan dan waktu pengadukan, setelah alat, waktu dan suhu pemasakan/pendinginan, instruksi pelabelan, penulisan kode dan umur simpan, serta CCP seperti dalam rencana HACCP (klausul 6.1.1). Jika terjadi penyimpangan kondisi proses pada peralatan yang kritis terhadap keamanan atau mutu produk (misalnya alat distribusi panas pada retort, distribusi suhu di alat pembeku dan ruang dingin) maka proses tadi
63
harus divalidasi pada frekuensi tertentu berdasarkan risiko dan kemampuan alat, (klausul 6.1.4). Terdapat klausul baru 6.1.6 yaitu soal pemeriksaan lini produksi sebelum memulai produksi atau saat pergantian produk, hendaklah dipastikan lini proses telah bersih dan siap untuk produksi. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan semua produk dan kemasan dari produksi sebelumnya telah disingkirkan sebelum berganti ke produksi berikutnya A.6.2.
Klausul 6.2; Jumlah - Pengawasan berat, volume dan jumlah BRC mensyaratkan perusahaan hendaknya melakukan sistem pengendalian
jumlah atau berat produk untuk memastikan sesuai persyaratan hukum dinegara produk dijual, sesuai dengan persyaratan sektor industri dan tambahan pada isu 6 adalah sesuai dengan persyaratan pelanggan. A.6.3.
Klausul 6.3; Kalibrasi dan Pengendalian Alat Ukur dan Pengawasan Tidak ada perubahan besar pada isu 6 pada klausul 6.3 tentang Kalibrasi
dan Pengendalian Alat Ukur dan Pengawasan. Tambahan persyaratan adalah bahwa alat harus dibaca dan keakuratannya sesuai dengan yang diinginkan (klausul 6.3.2). Tindakan koreksi terhadap ketidakakuratan alat yang terkait keamanan ata keabasahan produk hendaknya dilakukan tindakan untuk memastikan produk berisiko tidak sampai dijual (klausul 6.3.3).
A.7.
Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 7; Karyawan Bagian terakhir dari persyaratan BRC adalah Bagian 7 tentang Karyawan.
Pada BRC isu 6 terdapat penyederhanaan penulisan pada beberapa klausul seperti. Pada isu 5 terdiri dari 5 klausul dan 32 sub subklausul, maka pada isu 6 berkurang menjadi 4 klausul dan 19 sub subklausul. Perubahan pada bagian ini meliputi perkembangan pekerja yang dipasok oleh agen, yang menjadi tren di industri pangan. Terdapat penyederhanaan aturan higiene karyawan misal soal cincin kawin. Perubahan lainnya adalah soal pencucian tangan dan aturan plester untuk luka. Pemeriksaan kesehatan karyawan mengalami perombakan mengikuti perkembangan hukum soal kesehatan pribadi di beberapa negara (klausul 7.3.2). Audit terhadap laudri menjadi keharusan bila pakaian kerja digunakan di high
64
care area/high risk area. Kajian perubahan klausul isu 6 terhadap isu 5 tentangKaryawan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 7 tentang karyawan Deskripsi
BRC isu 6
BRC isu 5
Perubahan persyaratan
Catatan pelatihan harus tersedia
7.1.4
7.1.4
Pada isu 6, menambahkanpersyaratan bagi agencies yang merupakan bagian dari perusahaan
Persyaratan higiene karyawan
7.2.1
7.3.1, 7.3.2, 7.3.3, 7.3.5, dan 7.3.6
Pencucian tangan karyawan
7.2.2
7.3.4
Pada isu 6, mewajibkan dilakukan saat masuk ke produksi
Pemeriksaan plaster dengan strip logam
7.2.4
7.3.9
Pada isu 6, menambahkan bawah harus lolos test detektor logam, bila di perusahaan tersedia.
Prosedur pemeriksaan karyawan
7.3
7.4
Pada isu 6, menambahkan perhatian pada agency staff untuk memastikan semua tidak menjadi sumber penyebaran keracunan.
Persyaratan kesehatan dan kuisioner bagi tamu dan kontaktor yang masuk
7.3.2
7.3.4
Pada isu 6, menghilangkah persyaratan bahwa harus melalui tes kesehatan.
Pencucian pakaian kerja oleh karyawan diperbolehkan
7.4.3
7.5.4
Pada isu 6, diperbolehkan jika pakaian tadi melindungi karyawan dari produk yang ditangani dan hanya digunakan pada area produk tertutup atau low-risk area.
Persyaratan laundri yang dikontrak untuk pencucian pakaian pada highcare area dan high-risk area
7.4.4
7.5.3
Pada isu 6, menambahkan laundri harus diaudit langsung atau oleh pihak ketiga, atau memiliki sertifikat. Memiliki prosedur operasional laundri untuk memastikan pembersihan efektif, disterilisasi komersial setelah proses pencucian dan pengeringan, pemisahan pakaian kotor dan bersih, pakaian bersih dilindungi dari kontaminasi sampai diantar ke areanya.
Pakaian pelindung tidak dicuci dengan laundri (misal ada rantai, sarung tangan dan rok)
7.4.6
A.7.1.
Penggabungan klausul, dibuat lebih jelas
Klausul baru.
Klausul 7.1; Pelatihan Tren karyawan yang bekerja di perusahaan dipasok oleh agen penyalur
tenaga kerja beberapa tahun ini mendapat perhatian dalam Standar BRC isu 6. Jika pelatihan dilakukan oleh agen penyalur yang merupakan bagian dari perusahaan, maka catatan pelatihan tadi harus tersedia (klausul 7.1.4). Persyaratan pemeriksaan kesehatan karyawan juga berlaku bagi staf atau karyawan agen agar tidak menjadi sumber penyebaran keracunan makanan (klausul 7.3).
65
Berbagai persyaratan higiene isu tentang larangan pemakaian jam, perhiasan, cincin, kuku palsu/cat kuku serta parfum/aftershave yang berbau menyengat disederhanakan dalam klausul 7.2.1. Kewajiban pencucian tangan saat akan memasuki area produksi (klausul 7.2.2) ditegaskan dalam isu 6. Plester untuk menutupi luka hendaknya dilengkapi dengan strip logam dan telah diuji dengan detektor logam, bila perusahaan memliki alat detektor logam (klausul 7.2.4). Setiap tamu dan kontraktor yang akan memasuki area produksi mengisi kuisioner soal kondisi kesehatannya. Pada isu 6, tidak dituliskan lagi persyaratan bahwa jika tamu atau kontraktor baru sembuh dari penyakit atau berasal dari area yang terjangkit penyakit infeksi, maka harus melalui tes kesehatan sebelum masuk area produksi (klausul 7.3.4). Persyaratan terkait laundri atau pencucian pakaian kerja mengalami sedikit perubahan pada BRC isu 6. Pencucian baju oleh karyawan diperbolehkan hanya jika baju tersebut digunakan untuk melindungi karyawan dari produk yang ditanganinya dan digunakan pada area produk tertutup atau low-risk area (klausul 7.4.3). Laundri bagi pencucian pakaian pelindung pada high-care/high risk-area disyaratkan harus diaudit langsung atau oleh pihak ketiga atau memiliki sertifikat yang relevan. Laundri untuk pakaian area ini harus memiliki prosedur dalam rangka memastikan keefektifan prosedur pencucian agar tidak berisiko mengkontaminasi produk pada area tersebut (7.4.4). Pakaian harus disterilisasi komersial setelah proses pencucian dan pengeringan. Pakaian yang kotor harus dipisahkan dari bersih. Pakaian yang sudah bersih dilindungi dari kontaminasi sampai diantar ke areanya, misal dengan penutup atau kantong. Pada isu 6 terdapat tambahan klausul terkait pencucian pakaian kerja yang tidak dapat dicuci dengan laundri (misal ada rantai, sarung tangan dan rok) yaitu pakai tadi hendaknya dibersihkan dan disanitasi pada frekuensi tertentu, berdasarkan risikonya (klausul 7.4.6).
66
B. Gap Ketersediaan Dokumen BRC Isu 6 di PT SSI dalam memenuhi BRC Isu 6 Pada bab B penelitian ini dibahas gap ketersediaan dokumen dalam rangka pemenuhan persyaratan BRC isu 6 di PT SSI. Dokumen dalam sistem manajemen keamanan dan mutu pangan secara umum adalah berupa 1) Standar itu sendiri, 2) dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh Standar (pada buku BRC diantaranya ditandai warna hijau pada Standar), 3) dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh organisasi dan 4) catatan-catatan yang dibutuhkan oleh Standar atau organisasi. Dokumen yang dimaksud berupa Kebijakan Mutu/Visi dan Misi Perusahaan, manual, prosedur Standard Operationg Procedure (SOP) atau Work Instruction (WI), catatan/bukti pelaksanaan berupa form atau checklist, atau dokumen luar misal legislasi, code of practices, SNI, aturan BPOM dan lainnya. Terdapat pilihan audit dalam sertifikasi Standar BRC isu 6. Audit dapat dilakukan dalam single visit (sebagai unannounced audit atau announced audit), atau dapat berupa pilihan dimana audit bagian pertama (bagian 1) adalah unannounced audit yang berkonsentrasi pada Good Manufacturing Pratices (GMP) dan setelah itu, dijadwalkan, announced audit (bagian 2) mengkaji catatan, dokumen dan prosedur. Persyaratan dalam Standar telah diberi kode warna sebagai panduan soal persyaratan mana yang akan dicakup dalam bagian 1 dan bagian 2 jika pilihan audit ini dipilih. Bagian berwarna orange adalah terkait GMP sedangkan bagian yang berwarna hijau adalah terkait catatan, sistem dan dokumentasi (BRC 2011). Daftar persyaratan dokumen BRC isu 6 dan kajian telah sesuai atau tidaknya PT SSI memenuhi persyaratan dokumen disajikan pada Tabel 14. Persyaratan-persyaratan dokumen pada Tabel 14 ini wajib dimiliki oleh perusahaan, namun perusahaan dapat mengembangkannya menjadi satu atau lebih dokumen tergantung keadaaan perusahaan masing-masing. Gambaran jumlah klausul di BRC isu 6 yang mensyaratkan dokumen pada setiap bagian persyaratan dapat dilihat pada Gambar 2.A. Pada Tabel 14 dapat dilihat ada sekitar 158 jenis dokumen yang dipersyaratkan. Terdapat 90% subklausul pada bagian 1, 2, 3, dan 6 yang mensyaratkan dokumen. Jumlah dokumen terbesar terdapat pada bagian 4 yaitu sekitar 51 jenis dokumen diikuti bagian 3 yaitu sekitar 31 jenis dokumen.
67
Tabel 14 Hasil kajian kesesuaian antara persyaratan dokumen pada BRC isu 6 dengan dokumen PT SSI No
Klausul
Dokumen
Sesuai/ Tidak
Bagian 1 - Komitmen Manajemen Senior 1 1.1.1 Kebijakan tertulis 2 1.1.2 Sasaran mutu 3 1.1.3 Management review management 4 1.1.4 Meeting program 5 1.1.5 Kebutuhan orang dan uang 6 1.1.6 Sistem pembaharuan perkembangan ilmu pengetahuan
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
7 8 9
Sesuai Sesuai Sesuai
1.1.7 1.1.8 1.1.9
Standar RC asli, versi hard copy/elektronik yang orisinil Announced recertification audit Kehadiran manajer senior atau terkait operasinal di opening meeting dan closing meeting audit sertifikasi 10 1.1.10 Akar masalah ketidaksesuaian 11 1.2.1 Organisasi perusahaan Total : 11 subklausul (92% dari 12 subklausul bagian 1) Bagian 2 - Rencana keamanan pangan – HACCP 12 2.1.1 Tim keamanan HACCP 13 2.2.1 Prerequisite programmes 14 2.3.1, 2.3.2 Deskripsi produk dan acuan atau panduan pembuatan rencana HACCP (seperti literatur sains, sejarah dan bahaya terkait, code of pratices, guidelines, legislasi keamanan pangan, persyaratan konsumen) 15 2.4.1 Identifikasi pengguna 16 2.5.1 Diagram alir proses 17 2.6.1 Verifikasi diagram alir 18 2.7.1, 2.7.2, 2.7.3 Bahaya potensial 19 2.8.1 Penetapan CCP 20 2.9.1, 2.9.2 Penetapan batas kritis CCP dan validasi batas kritis 21 2.10.1 Sistem pengendalian CCP 22 2.11.1 Penetapan tindakan koreksi 23 2.12.1 Penetapan prosedur verifikasi 24 2.13.1 Dokumentasi dan penyimpanan catatan HACCP 25 2.14.1 Kajian rencana HACCP Total: 18 subklausul (95% dari 19 subklausul bagian 2) Bagian 3 - Sistem manajemen keamanan dan mutu pangan 26 3.1.1, 3.1.2, 3.1.3 Manual keamanan dan mutu pangan: dokumentasi prosedur, metode kerja dan tata cara produksi 27 3.2.1 Prosedur pengendalian dokumen 28 3.3.1, 3.3.2 Prosedur penyelesaian dan pemeliharaan dokumen 29 3.4.1 Program audit internal, termasuk jadwal audit internal untuk implementasi HACCP, PP dan prosedur Standar 30 3.4.2 Auditor internal merupakan orang yang kompeten 31 3.4.3 Catatan audit internal 32 3.4.4 Inspeksi lingkungan dan peralatan proses pabrik 33 3.5.1.1 Catatan kajian risiko RM 34 3.5.1.2 Prosedur persetujuan dan pengawasan pemasok bahan 35 3.5.1.3 Prosedur untuk pengecualian pemasok bahan 36 3.5.2.1, 3.5.2.2 Prosedur penerimaan bahan baku dan kemasan 37 3.5.3.1 Prosedur persetujuan dan pengawasan pemasok jasa 38 3.5.3.2 Kontrak atau perjanjian formal dengan pemasok jasa 39 3.5.4.1 Prosedur proses produksi dikerjakan subkontraktor atau dikerjakan di luar pabrik, meliputi pemberitahuan ke pemilik merek 40 3.5.4.2 Catatan audit pabrik subkontraktor atau sertifikat the BRC Global Standard for Food Safety atau Standar lain yang diakui oleh GFSI 41 3.5.4.3 Kontrak subkontraktor dan daya telusur produknya 42 3.5.4.4 Prosedur pemeriksaan dan pengujian produk yang disubkontraktorkan 43 3.6.1 Spesifikasi bahan baku dan bahan kemasan 44 3.6.2 Instruksi dan spesifikasi proses produksi 45 3.6.3 Spesifikasi produk akhir 46 3.6.4 Persetujuan formal dari konsumen untuk spesifikasi produk ahir 47 3.6.5 Catatan kajian spesifikasi produk 48 3.9.2, 3.9.3 Sistem daya telusur dan mass balance test produk, 49 3.7.1 Prosedur penanganan ketidaksesuaian dan tindakan koreksi 50 3.8.1 Prosedur pengelolaan produk yang tidak sesuai 51 3.9.2 Pengujian sistem daya telusur perusahaan
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai
68
No 52 53 54 55 56
Klausul
Dokumen
3.9.3 Daya telusur untuk pengerjaan ulang atau proses ulang 3.10.1 Prosedur penanganan keluhan konsumen 3.10.2 Analisan tren keluhan konsumen 3.11.1 Prosedur pelaporan dan penanganan insiden dan situasi darurat 3.11.2, 3.11.3, 3.11.4 Prosedur withdrawal dan recall produk dan pengujian prosedur Total: 27 subklausul dan 11 sub-subklausul (93% dari 30 subklausul dan 11 sub-subklausul) Bagian 4 - Standar pabrik 57 4.2.1 Catatan kajian pengaturan keamanan dan risiko potensi terhadap produk 58 4.2.3 Ijin pabrik 59 4.3.1 Rencana pembedaan area di pabrik terkait risiko kontaminasi yaitu enclosed products area, low-risk area, high-care ara, high risk area 60 4.4.4 Rencana saluran air limbahpada high care/high risk area 61 4.4.11 Lampu dan penerangan harus diberi pelindung. Jika tidak, maka ada prosedur pemantauan bola lampu dan penerangan tadi 62 4.4.13 Catatan spesifikasi penyaring udara dan frekuensi pergantian udara di highrisk area 63 4.5.1 Pemantauan air proses, catatan analisa kualitas mikrobiologi dan kimia air, titik sampel dan frekuensi analisa air 64 4.5.2 Rencana sistem distribusi air 65 4.5.3 Operasional air proses jika tidak menggunakan air dengan mutu air minum 66 4.5.4 Sistem pemantauan udara, gas dan uap untuk proses 67 4.7.1 Jadwal pemeliharaan atau sistem pemantau kondisi pabrik dan peralatan proses 68 4.7.2 Pemantauan tambahan program pemeliharaan dan catatan hasil pemeriksaannya 69 4.7.4 Prosedur dan catatan pembersihan higiene mesin dan peralatan untuk menghilangkah bahaya kontaminasi setelah selesai pemeliharaan 70 4.8.10 Pemantauan katering di pabrik 71 4.9.1.1 Proses pengendalian, penyimpanan dan penanganan bahan kimia nonpangan 72 4.9.1.2 Prosedur pencegahan kontaminasi dari bahan yang berbau tajam atau pembentuk noda, misal digunakan untuk perbaikan bangunan 73 4.9.2.1 Kebijakan pengendalian benda logam tajam termasuk pisau, pisau pemontong pada peralatan, jarum dan kawat 74 4.9.3.2 Prosedur penanganan kaca dan bahan mudah pecah 75 4.9.3.3 Prosedur penanganan kerusakan kaca atau bahan mudah pecah 76 4.9.3.4.2 Instruksi terkait pengelolaan pecahan wadah, yaitu cara pembersihan, titik pemeriksaan dan pembatasan area terkena pecahan 77 4.9.3.4.3 Catatan kejadian pecahnya wadah di lini produksi 78 4.10.1.1, 4.10.1.2, Peralatan deteksi dan/atau penghilangan benda asing: catatan kajian 4.10.1.3, 4.10.1.4 HACCP terkait penggunaan alat; dokumen tipe, lokasi dan sensitifitas alat; prosedur pengujian alat; prosedur investigasi asal bahan yang terdeksi atau dihilangkan oleh alat 79 4.10.2.1 Ukuran mesh atau tekanan saringan dan ayakan dan catatan pemeriksaan temuan atau bahan yang dipisahkan 80 4.10.3.1 Catatan penilaian jika detektor logam tidak digunakan 81 4.10.3.4 Prosedur operasional dan pengujian peralatan logam atau x-ray 82 4.10.3.6 Prosedur tindakan koreksi dan pelaporan jika pada pengujian detektor logam menunjukkan kegagalan 83 4.10.4.1 Tipe, lokasi dan kekuatan magnet, prosedur pemeriksaan, pembersihan, uji kekuatan dan integritasi alat dan hasil pengujiannya 84 4.10.5.1 Catatan pemeriksaan peralatan sortir optik 85 4.10.6.2 Catatan pemeriksaan peralatan pembersihan wadah 86 4.11.1 Prosedur pembersihan bangunan, pbarik dan peralatan 87 4.11.2 Batasan penerimaan kualitas hasil pembersihan 88 4.11.4 Prosedur pemeriksaan kebersihan alat 89 4.11.3 Jadwal pembersihan 90 4.11.4 Catatan hasil pembesihan 91 4.11.6.2 Rencana layout sistem Cleaning in Place (CIP) dan laporan pemeriksaannya 92 4.12.1 Catatan pembuangan limbah 93 4.12.4 Catatan jumlah limbah berbahaya atau tidak standar yang dihancurkan atau dibuang oleh pihak ketiga (spesialis) 94 4.13.1 Jadwal pemeriksaan pengendalian hama 95 4.13.3 Dokumentasi dan catatan pengendalian hama 96 4.13.7 Catatan pemeriksaan pengendalian hama, perlindungan hama dan rekomendasi higiene serta tindak lanjut pemeriksaan 97 4.13.8 Survey pengendalian hama oleh ahli pengendalian hama 98 4.14.1 Prosedur penyimpanan produk
Sesuai/ Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Not applicable Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Tidak Sesuai Sesuai Tidak
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
69
No 99
Klausul 4.14.2
Dokumen
Sesuai/ Tidak
Catatan pemeriksaan suhu ruang penyimpanan produk yang memerlukan Sesuai suhu tertentu 100 4.14.3 Catatan pengendalian atmosfir ruang penyimpanan (jika memerlukannya) Sesuai 101 4.14.5 Dokumen penerimaan atau identifikasi produk terkait rotasi stok bahan baku, Sesuai bahan setengah jadi dan produk akhir selama penyimpanan 102 4.15.1 Prosedur pemeliharaan keamanan dan mutu produk selama pengangkutan Sesuai dan transportasi 103 4.15.2 Catatan pengiriman dan penerimaan barang dan bahan Sesuai 104 4.15.3 Catatan pemeriksaan kendaraan atau container untuk pengiriman barang Sesuai sebelum digunakan 105 4.15.4 Catatan pemeriksaan suhu transportasi Sesuai 106 4.15.6 Prosedur pembersihan dan catatan pemeriksaan kendaraan dan peralatan Sesuai yang digunakan untuk menaikkan atau menurunkan barang, misal pipa silo 107 4.15.7 Kontrak transportasi dengan pihak ketiga dan prosedur verifikasi transporter Sesuai Total: 36 subklausul, 17 sub-subklausul dan 2 sub-sub-subklausul (60% dari 90 subklausul dan 28 sub-subklausul) Bagian 5 - Pengendalian produk 108 5.1.1 Prosedur pembatasan/larangan ruang lingkup produk baru untuk Tidak mengendalikan masuknya bahaya 109 5.1.2 Catatan kajian bahaya dan pengesahan ketua tim HACCP untuk semua Tidak produk baru dan perubahan formula, kemasan atau proses produksi 110 5.1.3 Catatan percobaan dengan mesin produksi Sesuai 111 5.1.4 Protokol dan hasil percobaan umur simpan Sesuai 112 5.1.5 Prosedur pelabelan produk dan verifikasi kesesuai label Sesuai 113 5.1.6 Validasi klaim produk Sesuai 114 5.2.1 Catatan kajian bahan baku, keberadaan dan lingkungan proses terkait Sesuai alergen 115 5.2.2 Prosedur identifikasi dan daftar bahan baku alergen Sesuai 116 5.2.3 Prosedur identifikasi jalur kontaminasi dan kebijkan serta prosedur Tidak pengendalian kontaminasi silang alergen pada bahan baku, produk antara dan produk akhir 117 5.2.4 Prosedur manajemen alergen untuk mencegah kontaminasi silang dari Sesuai produk yang mengandung alergen ke produk lainnya. 118 5.2.6 Peringatan alergen pada label produk Sesuai 119 5.2.7 Prosedur validasi klaim produk terkait alergen Sesuai 120 5.2.9 Catatan pelatihan penanganan alergen Tidak 121 5.2.10 Catatan pemeriksaan lini proses saat memulai produksi, setelah pergantian Sesuai produk atau perubahan batch kemasan terkait label produk 122 5.3.1 Prosedur verifikasi klaim produk akhir soal asal usul, jaminan atau “identity Sesuai preserved” bahan baku 123 5.3.2 Prosedur daya telusur bahan baku dan produk ahir, termasuk mass balance Sesuai test terkait klaim produk 124 5.3.3 Catatan proses pembuatan produk dan pengendalian integritas klaim produk Sesuai 125 5.4.1 Sertifikat kesesuaian atau bukti kesesuaian bahan kemasan dengan Sesuai legislasi dan peruntukan bagi produk 126 5.5.1.1 Jadwal, metode, frekuensi dan batas jelas pengujian produk dan lingkungan Sesuai 127 5.5.1.2 Catatan dan kajian hasil uji dan inspeksi Sesuai 128 5.5.1.3 Prosedur penilaian umur simpan terkait kualitas mikrobiologi, sensori dan Tidak kimia produk 129 5.5.2.1 Prosedur operasional uji patogen di internal/luar pabrik Sesuai 130 5.5.2.2 Prosedur operasional uji rutin mikrobiologi di pabrik Sesuai 131 5.5.2.3 Prosedur penilaian metode uji yang tidak terakreditasi Sesuai 132 5.5.2.4 Prosedur untuk memastikan reliability hasil analisa Tidak 133 5.6.1 Prosedur pelepasan produk Sesuai Total: 20 subklausul dan 7 sub-subklausul (84% dari 25 subklausul dan 7 sub-subklausul) Bagian 6 - Pengendalian proses 134 6.1.1 Spesifikasi dan instruksi kerja untuk proses kunci di produksi Sesuai 135 6.1.2 Prosedur dan catatan pemantauan proses Sesuai 136 6.1.4 Prosedur validasi variasi proses pada peralatan yang kritis terhadap Sesuai keamanan dan mutu produk 137 6.1.5 Prosedur penetapan status keamanan dan mutu produk jika terjadi Sesuai kegagalan peralatan atau penyimpanan dari spesifikasi proses 138 6.1.6 Prosedur pemeriksaan lini produksi sebelum memulai produksi atau setelah Sesuai pergantian produk 139 6.1.7 Prosedur permiksaan produk dikemas dalam kemasan yang benar dan Sesuai diberi label yang sesuai 140 6.2.1 Metode dan frekuensi pemeriksaan jumlah, serta catatannya Sesuai 141 6.2.2 Catatan pemeriksaan jumlah untuk memastikan sesuai dengan persyaratan Sesuai konsumen (bila tidak disyaratkan legislasi)
70
No
Klausul
142
Dokumen
Sesuai/ Tidak
6.3.1
Prosedur identifikasi dan pengawasan peralatan pengendali CCP, keamanan dan keabsahan produk 143 6.3.2 Catatan hasil pemeriksaan dan adjusment alat ukur 144 6.3.3 Catatan kalibrasi dan daya telusur alat ukur terhadap standar nasional atau internasional 145 6.3.4 Prosedur jika pengukuran dan pemantauan alat ukur tidak beroperasi sesuai batasan Total: 12 subklausul (dari 92% 13 subklausul) Bagian 7 - Karyawan 146 7.1.1 Program pelatihan karyawan 147 7.1.2 Kajian pelatihan dan kompetensi karyawan yang terkait aktivitas CCP 148 7.1.3 Prosedur pelatihan karyawan 149 7.1.4 Catatan/bukti pelatihan 150 7.1.5 Kajian kompetensi karyawan terkait pelatihan 151 7.2.1 Prosedur higiene karyawan 152 7.2.4 Catatan pegujian plester pada detektor logam 153 7.2.5 Prosedur pengawasan penggunaan dan penyimpanan obat-obatan pribadi 154 7.3.1 Prosedur pemeriksaan kesehatan karyawan 155 7.3.2 Prosedur pemeriksaan kesehatan tamu dan kontraktor yang masuk ke area produksi 156 7.3.3 Prosedur penangan karyawan, kontraktor atau tamu yang baru semubh atau kontrak dengan penyakit infeksi 157 7.4.1 Prosedur pemakaian pakaian pelindung di area kerja 158 7.4.4 Prosedur operasional laundri untuk high-care/high-risk area Total: 13 subklausul (68% dari 19 subklausul)
90
A 51 30 31 12 11
Bagian 1
19
25 26
14
Bagian 2
13 12
Bagian 3
Bagian 4
Jumlah sub klausul
Bagian 5
Bagian 6
19
13
Bagian 7
Macam dokumen
51 44
B 31
26
26 20
14 14
11 11 0 Bagian 1
0 Bagian 2
5
Bagian 3
Macam dokumen
7
Bagian 4 Sesuai
6
Bagian 5
13 11
12 10 2 Bagian 6
2 Bagian 7
Tidak sesuai
Gambar 2. Sebaran persyaratan dokumen pada BRC isu 6
Tidak Tidak Sesuai Sesuai
Tidak Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
71
Pada Gambar 2.B disajikan gambaran telah sesuai atau tidaknya PT SSI dalam pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6. Dari gambar dapat dilihat bahwa semua persyaratan dokumen pada bagian 1 tentang komitmen manajemen senior dan 2 tentang rencana HACCP telah sesuai atau dipenuhi oleh PT SSI. Pada bagian 3 tentang sistem manajemen keamanan dan mutu pangan teridentifikasi 5 macam gap dokumen yaitu terkait manajemen pemasok jasa, daya telusur, penanganan keluhan konsumen dan prosedur recall. Gap dokumen yang teridentifikasi pada bagian 4 tentang standar pabrik adalah sejumlah 7 macam yaitu terkait kajian keamanan dan pengendalian benda asing. Terdapat 6 macam gap dokumen pada bagian 5 tentang pengendalian produk yaitu terkait manajemen alergen. Pada bagian 6 tentang pengendalian proses, terdapat 2 macamgap dokumen yaitu terkait kalibrasi dan pengendalian alat ukur dan pemeriksaan. Sementara pada bagian 7 tentang karyawan, terdapat 2 macam gap dokumen teridentifikasi yaitu terkait pelatihan dan kajian kompetensi karyawan terutama yang terkait CCP, pengendalian mutu dan keamanan produk. Ketikdaksesuaian dokumen ini berupa prosedur, catatan, atau kajian yang dipersyaratkan BRC belum tersedia atau dokumen terkait telah ada namun belum lengkap atau berbeda dari persyaratan. Hal ini dapat disebabkan karena pengembangan klausul dan lebih rincinya persyaratan pada isu 6 dibandingkan pada isu 5. Rekomendasi selanjutnya diberikan untuk ketidaksesuaian ini, agar PT SSI dapat sepenuhnya memenuhi persyaratan pada BRC isu 6. Pembuatan dan pemeliharaan dokumen termasuk catatan-catatannya merupakan bukti implementasi dan pembaharuan sistem manajemen keamanan dan mutu di sebuah perusahaan, yang dapat ditunjukkan kepada pihak auditor atau pihak ketiga. Pembuatan dan pemeliharaan dokumen akan memperlihatkan konsistensi dan keefektifan perusahaan dalam pengendalian keamanan, mutu dan keabsahan produk. Di PT SSI memiliki prosedur (SOP) pengendalian dokumen untuk memastikan konsistensi pelaksanaan pengendalian dokumen perusahaan. Dokumen ini meliputi kebijakan mutu perusahaan, sasaran mutu, Manual, prosedur (SOP/WI), dan form atau catatan pendukung lainnya. Dokumen yang dikendalikan juga meliputi dokumen eksternal seperti hasil audit dan aturanaturan terkait keamanan dan mutu pangan baik di Indonesia maupun negara-
72
negara tujuan ekspor. Prosedur pembuatan Manual, WI, SOP, atau form diatur dalam SOP Pembuatan Prosedur dan SOP Pengendalian Dokumen (memenuhi klausul 3.2.1). Sebuah prosedur dibuat berisikan nomor dokumen, tanggal dibuat, departemen yang mengeluarkan, tanda tangan yang membuat dan yang mengesahkan, alasan revisi, dan departemen yang didistribusikan. Setiap prosedur memiliki sebuah daftar amandemen dokumen yang memperlihatkan sejarah perubahan suatu prosedur. Daftar amandemen berisikan nomor, judul, dan alasan revisi suatu prosedur. Setiap departemen yang menerbitkan maupun yang menerima dokumen bertanggung jawab untuk mengumpulkan dokumen, memelihara dan menyimpannya supaya mudah diambil bila diperlukan serta mencegah dari kerusakan atau kehilangan. Departemen yang mengeluarkan prosedur serta departemen QA akan memegang versi asli dan dokumen dicap “MASTER”. Departemen penerima menerima
versi
fotokopi
dan
dokumen
akan
dicap
“CONTROLLED
DOCUMENT”. Bila ada revisi, maka versi sebelumnya dicap “REVISED” dan ditarik. Pendistribusian dokumen revisi terbaru disertai dengan penarikan dan pemusnahan dokumen lama. Penarikan dokumen dimaksudkan untuk mencegah dokumen yang bukan versi terakhir yang digunakan. Setiap dokumen revisi atau dokumen baru, wajib diinformasikan ke seluruh departemen terkait, lewat email dan disosialisasikan melalui brief atau pelatihan. Bukti sosialisasi tersebut kemudian disimpan bersamaan dengan dokumen asli. Dokumen tadi juga dilengkapi dengan form distribusi untuk memastikan dokumen diterima oleh departemen terkait yang seharusnya menerima dokumen tersebut. Karyawan dilarang untuk mengkopi atau menggandakan dokumen, kecuali oleh yang berwenang yaitu Manager atau Departemen yang mengeluarkan, misalnya untuk kepentingan pelatihan. Dokumen prosedur disimpan pada lemari atau rak di lokasi atau area yang terkait (gudang, area ball mill mixer, oven, pengemasan dan lainnya), agar dokumen mudah diakses. Sebagai contoh adalah dokumen prosedur pengadukan krim ditempatkan di rak dokumen di area ballmill mixer, sehingga mudah dicari bila diperlukan. Lembaran prosedur ini dilapisi plastik (plasticlamitaned) untuk menghindari terkena tumpahan minyak atau krim yang banyak digunakan di area
73
ballmill mixer. Contoh lain adalah dokumen spesifikasi bahan baku dan bahan kemasan diletakkan di ruang QC Incoming, sehingga mudah diperoleh saat pemeriksaan barang yang datang. Saat ini PT SSI juga mengembangkan pendistribusian prosedur SOP dan WI dalam bentuk dokumen elektronik. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan dokumen, menghemat penggunaan kertas dan membuat penyimpanan lebih sederhana, serta mengurangi dokumen risiko hilang atau rusak. Pada setiap prosedur ditetapkan pembatasan akses penggunaan dan pemberian password untuk membuka atau mengakses setiap dokumen. Pada setiap area ditempatkan unit komputer yang dapat digunakan karyawan untuk melihat prosedur dalam format elektronik tersebut. Versi cetak maupun daftar amandemen prosedur tetap dipegang dan dikendalikan oleh departemen pembuat dan departemen QA.
B.1. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 1; Komitmen Manajemen Senior Pada Tabel 14 dapat dilihat hampir semua klausul dalam Bagian 1 (lebih dari 90% klausul) mensyaratkan dokumen. Terdapat 11 jenis persyaratan dokumen pada bagian 1 meliputi kebijakan perusahaan, sasaran mutu, program kajian dan meeting manajemen, dan organisasi perusahaan.Keseluruhan persyaratan dokumen tadi telah dimiliki dan diimplementasikan oleh PT SSI.
B.2.
Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 2; Rencana HACCP Seperti telah dijabarkan sebelumnya bahwa lebih dari 90% klausul pada
bagian 2 BRC isu 6 mensyaratkan dokumen. Dokumen yang diperlukan adalah terkait 12 Langkah dan 7 Prinsip rencana HACCP sesuai prinsip HACCP Codex Alimentarius. Keseluruhan klausul Bagian 2 merupakan fundamental. Pada isu 6 terdapat klausul baru yaitu prerequisite programmes. PT SSI telah telah memiliki rencana HACCP mapan dan telah memasukkan prerequisite programmes dalam analisa bahaya pada rencana HACCP. Rencana HACCP Langkah 1 – 12 dan prerequisite programmes PT SSI dapat dilihat pada Lampiran 2. Keseluruhan persyaratan dokumen pada pada bagian 2 telah dipenuhi oleh PT SSI.
74
B.3.
Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 3; Sistem Manajemen Keamanan dan Mutu Pangan Pada Tabel 14 dapat dilihat bagian 3 tentang sistem manajemen keamanan
dan mutu pangan mensyaratkan sekitar 30 jenis dokumen atau sekitar 93% klausul bagian 3 mensyaratkan dokumen. Gapdalam rangka pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 di PT SSI disajika pada Tabel 15. Gap dokumen tersebut antara lain terkait manajemen pemasok jasa, spesifikasi proses, prosedur penanganan keluhan konsumen, dan prosedur recall produk. Hal ini disebabkan karena persyaratan dokumen-dokumen tadi merupakan persyaratan baru atau tambahan pada BRC isu 6.
Tabel 15
Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 3 tentang sistem manajemen keamanan dan mutu pangan di PT SSI
Persyaratan
Klausul
Dokumen
Gap
Prosedur persetujuan dan pengawasan pemasok jasa
3.5.3.1
- SOP Seleksi Evaluasi Pemasok - Form Evaluasi pemasok jasa
SOP Seleksi dan Evaluasi Pemasok, belum mengatur soal pemasok jasa. Perlu melengkapi data evaluasi bulanan pemasok jasa.
Kontrak atau perjanjian formal dengan pemasok jasa
3.5.3.2
- Kontrak atau perjanjian formal
PT SSI belum memiliki pengaturan isi kontrak pemasok jasa keamanan (satpam), pengangkut sampah dan kantin. Pemasok lainnya sudah sesuai.
Instruksi dan spesifikasi proses produksi
3.6.2
-
Belum setiap SOP proses memasukkan parameter proses penting seperti suhu dan waktu, misal SOP penggilingan crumb.
Pengujian sistem daya telusur, termasuk mass balance test
3.9.2
- Manual Perusahaan - Form keefektifan daya telusur - Catatan manufacturing review bulanan terkait daya telusur.
Perlu memasukkan persyaratan “4 jam” dalam Manual Perusahaan
Analisa tren keluhan konsumen. Analisa tersedia bagi karyawan terkait.
3.10.2
- Catatan manufacturing review bulanan - Form Customer Complaint Investigation Report - Form CAR untuk keluhan konsumen
Perlu menempelkan pengumuman bagi karyawan soal keluhan konsumen.
Prosedur recall produk, Badan Sertifikasi Standar diinformasikan dalam 3 hari.
3.11.4
- SOP Penanganan Keluhan Konsumen, Recall, dan Withdrawal
Memasukkan klausa baru ini dalam SOP terkait.
SOP Mixing Cream/Base SOP General Oven SOP General Packing General Oven Spesification, dan SOP/WI lainnya
75
B.3.1.
Klausul 3.5; Persetujuan dan Pengawasan Persetujuan Pemasok dan Bahan Baku PT SSI menerapkan SOP Seleksi dan Evaluasi Pemasok yang mengatur
soal pemilihan dan perstujuan pemasok bahan baku dan bahan kemasan, serta pengawasan terhadap pemasok. Klausul 3.5.3.1 merupakan klausul baru dalam BRC yang secara spesifik mengatur persyaratan soal pemasok jasa. Manajemen pemasok jasa masih menjadi gap dokumen di PT SSI dan menjadi temuan pada audit sertifikasi BRC isu 6 pada Januari 2011 karena dalam SOP Pemilihan dan Evaluasi Pemasok belum spesifik menjelaskan soal pemasok jasa. PT SSI baru memiliki prosedur manajemen pemasok bahan baku dan bahan kemasan. Pemasok jasa yang harus dikelola seperti disyaratkan dalam BRC isu 6 antara lain adalah laundri pembersihan, perbaikan dan perawatan mesin, transportasi dan distribusi, penyimpanan bahan baku, bahan kemasan yang di luar pabrik, analisa laboratorium, katering dan pengangkutan sampah. BRC isu 6 juga mensyaratkan adanya kontrak atau perjanjian formal dengan pemasok jasa tersebut. Kontrak dengan pemasok jasa yang belum dimiliki adalah terkait pengangkutan sampah dan katering. Pengaturan soal pengangkutan sampah ini rentan dengan isu penyalahgunaan sampah seperti sampah wafer yaitu yang sudah tidak layak dan harusnya diperuntukkan untuk ternak digunakan untuk manusia. Pengaturan katering penting untuk memastikan makanan yang dipasok layak untuk dikonsumsi dan tidak menyebabkan keracunan makanan. B.3.2.
Klausul 3.6; Spesifikasi Spesifikasi merupakan standar yang ditetapkan terhadap mutu suatu bahan
baku atau bahan kemasan, tahapan proses (seperti waktu, suhu, hasil) dan produk akhir. Spesifikasi merupakan suatu dokumen yang harus dikendalikan perusahaan. Dokumen spesifikasi yang digunakan di PT SSI, berupa spesifikasi bahan baku dan bahan kemasan (sesuai klausul 3.6.1), formula bahan pembuatan krim dan base, spesifikasi proses untuk setiap tahapan proses, dan spesifikasi produk akhir (sesuai klausul 3.6.3). Dari desk evaluation yaitu pemeriksaan dokumen-dokumen proses dan pengamatan di lapangan pada penelitian ini ditemukan bahwa belum semua paramater proses ditetapkan dalam SOP/WI. Pada prosedur penggilingan crumb, belum ditetapkan parameter kehalusan crumb misal ukuran partikel
76
tertentu atau harus lolos ayakan ukuran tertentu. Pada tahapan pengemasan produk, kadangkala terjadi produk work in process (wip) berupa tin atau dalam kemasan kantong plastik. Wip terjadi karena kelebihan jumlah produksi dari yang yang seharusnya, masalah ketersediaan bahan kemasan atau akibat rusaknya mesin tertentu sehingga terjadi penumpukan produk dan penundaan produksi. Jumlah maksimal produk wip yang boleh dibuat belum ditetapkan oleh tim produksi.
Akibatnya
terjadi
penumpukan
wip
di
area
produksi
dan
ketidakteraturan lokasi penyimpanan serta pemakaian wip. Oleh karena itu direkomendasikan agar tim Produksi menyusun angka maksimal wip yang boleh dibuat. Selanjutnya prosedur baru tadi disosialisasikan ke tim produksi. B.3.3.
Klausul 3.9; Daya Telusur (Traceability) Kemampuan untuk menelusur atau daya telusur sangat didukung dengan
ketertiban pelaksanaan penggunaan dan pengisian dokumentasi yang ada di semua departemen yang terlibat dalam proses produksi makanan. Di PT SSI pencatatan dan pelabelan masih manual yang diatur dalam prosedur pelabelan yaitu SOP Pelabelan Kode Lot. Daya telusur yang dipersyaratkan dalam BRC ini adalah baik menelusuri mundur (backward traceability) maupun maju (forward traceability). Ketepatan dan kecepatan penelusuran produk sangat tergantung pada ketepatan dan konsistensi pencatatan di form atau checklist dan pemberian identitas atau pelabelan pada setiap bahan baku dan kemasan, tahapan proses dan produk baik produk antara/semi jadi maupun produk akhir. Penelusuran harus tepat baik dalam hal kode lot maupun jumlah produk batau bahan. Setiap bulan departemen QA melakukan uji coba daya telusur dan melaporkan hasil uji coba dan efektivitas daya telusur ke manajemen, pada kajian rutin bulanan Dalam BRC isu 6 terdapat persyaratan baru, yaitu daya telusur ini hendaklah selesai dilakukan dalam waktu 4 jam (klausul 3.9.2). Namun saat ini di PT SSI dibutuhkan waktu lebih dari 4 jam untuk pengumpulan keseluruhan data. Hal ini disebabkan karena data yang diperlukan masih dokumen manual. Oleh karena itu saat ini perusahaan sedang mengembangkan penelusuran secara elektronikuntuk mempercepat penelusuran. Daya telusur ini sangat penting dalam prosedur penanganan keluhan konsumen, peristiwa atau insiden pada produk, recall atau withdrawal produk. Oleh karena itu dalam SOP terkait penanganan
77
keluhan konsumen dilakukan pembaharuan dengan memasukkan aturan maksimal waktu pengumpulan data yaitu harus kurang dari 4 jam. Saat ini telah tersedia berbagai macam cara penelusuran yang tersedia untuk produsen, retailer dan pedagang baik dengan perangkat software dan hardware. Informasi terkait perputaran produk di jalur distribusi berdasarkan kode berupa kode tiap unit, lot, atau tahapan lainnya menjadi pilihan yang lebih diminati. Sistem pengkodean yang dikombinasikan dengan sistem barcode UCC dan EAN banyak digunakan oleh retailer-retailer utama untuk sistem penelusuran produk mereka (Rasco dan Bledsoe 2005). System Application and Product (SAP) merupakan salah satu software sistem perhitungan rotasi stok yang banyak digunakan industri ritel (misal supermarket) termasuk di industri pangan. Dengan SAP ini dapat dilakukan perhitungan stok barang mulai dari gudang bahan baku, produksi sampai gudang produk jadi. Perhitungan stok bahan, perhitungan jumlah kebutuhan pembelian, kebutuhan produksi, hasil produk yang dihasilkan, dan pengeluaran barang dari suatu perusahaan dapat dihitung dengan sistem ini. B.3.4.
Klausul 3.10; Keluhan konsumen Di PT SSI penanganan keluhan konsumen dikoordinasikan oleh QA
Manager sesuai SOP Penanganan Keluhan Konsumen, Recall dan Withdrawal. Penelusuran produk yang dikeluhkan membutuhkan keefektifan, kecepatan dan ketepatan daya telusur perusahaan. Berikut adalah gambaran prosedur penanganan keluhan konsumen di PT SSI. Keluhan konsumen yang masuk distributor akan diinformasikan kepada QA Manager. Commercial Manager dan menyediakan informasi terkait pengiriman barang seperti negara tujuan, nama distributor, tanggal pengiriman, nomor PO, dokumen packing list berisikan kode lot, dan jumlah produk yang dikirimkan. QA Manager akan mengkoordinasikan pengecekan retained sample dan mengkoordinasikan ke pihak-pihak terkait untuk melakukan pemeriksaan tentang penyebab terjadinya permasalahan tersebut dan melakukan validasi ada tidaknya potensi bahaya. Bila keluhan tersebut tidak memiliki potensi bahaya, QA Manager akan menvalidasi dan melaporkan hasil traceability dan melaporkan kesimpulan tersebut kepada pihak manajemen. Bila keluhan tersebut memiliki potensi bahaya, QA Manager akan menginformasikan kepada menajemen tentang kemungkinan untuk menarik produk (recall).
78
Keputusan recall diputuskan dan dibahas lebih lanjut oleh Crisis Management Team (CMT) PT SSI. Setiap keluhan konsumen dibuatkan form CAR (Corrective Action Request) bagi departemen terkait. Tujuannya adalah agar dilakukan investigasi mendalam soal keluhan konsumen, menetapkan tindakan koreksi serta tindakan pencegahan agar tidak terjadi kembali. Setiap bulannya, departemen QA melaporkan ke pihak manajemen, yaitu dalam manufacturing review bulanan, soal tren keluhan konsumen. Tren tersebut meliputi jumlah keluhan perbulan dan tahun berjalan, masalah yang di keluhkan dan asal keluhan yaitu dari distributor atau pelanggan akhir. Dari pengamatan di lapangan diketahui keluhan konsumen masih kurang disosialisasikan ke karyawan atau departemen terkait, seperti yang disyaratkan oleh klausul 3.10.2. Beberapa hal yang direkomendasikan adalah menempelkan pengumuman pada area strategis agar karyawan mengetahui tren keluhan konsumen tersebut dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran karyawan untuk selalu memperhatikan dan berperan aktif dalam menghasilkan produk bermutu dan aman. B.3.5.
Klausul 3.11; Manajemen Insiden, Withdrawal dan Recall Produk Withdrawal dan recall produk dapat terjadi dari keluhan konsumen yang
berpotensi membahayakan keamanan konsumen maupun ketidaksesuaian atau penyimpangan yang terjadi. Di PT SSI, keputusan melakukan withdrawal dan recall produk diatur dalam SOPPenanganan Keluhan Konsumen, Recall dan Withdrawal. Hal ini juga menjadi bagian dalam manual crisis management. Keputusan recall diambil oleh manajemen dan Crisis Management Team (CMT) yang dibentuk perusahaan. Manual ini mengatur tata cara menghubungi badan pemerintah terkait, distributor atau retailer produk dijual, trucker, badan sertifikasi yang mengeluarkan sertifikat sistem BRC dan SQF jika terjadi kejadian khusus seperti recall produk. Dalam BRC isu 6 (3.11.4) dipersyaratkan untuk menghubungi badan sertifikasi bila terjadi withdrawal dan recall dalam waktu 3 hari kerja. Pada akhir 2011 dilakukan pembaharuan manual crisis management agar memenuhi persyaratan pada Standar BRC isu 6. Penarikan produk atau recall produk adalah suatu tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab penyakit atau keracunan
79
pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan (BPOMRI 2003). Menurut peraturan USDA dan FDA (Product Recall Class I II III 2008) recall dibagi menjadi 3 kelas yaitu kelas 1 adalah yang paling berat atau berbahaya, kelas 2 adalah berpotensi mengandung bahaya dan kelas 3 adalah yang paling kurang berbahaya, dengan penjabaran sebagai berikut: 1.
Kelas I adalah suatu situasi dimana penggunaan atau paparan produk kemungkinan menyebabkan gangguan kesehatan serius bahkan kematian.
2.
Kelas II adalah suatu situasi dimana penggunaan atau paparan produk dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius dalam jangka pendekatau tidak sampai membahayakan jiwa.
3.
Kelas III adalah situasi dimana penggunaan atau paparan produk tidak menyebabkan gangguan kesehatan, berupa ketidaksesuaian produk dengan aturan legislasi. Recall produk berdasarkan implementasinya dibagi menjadi 2 yaitu
voluntary recall atau recall yang bersifat sukarela; yaitu recall yang dilakukan oleh pebisnis pangan tanpa diminta oleh negara dan mandatory recall atau recall yang bersifat wajib; yaitu recall yang dilakukan oleh instruksi atau perintah dari kepala BPOM. Tugas badan negara seperti BPOM dalam recall produk adalah melakukan investigasi distribusi atau pemasaran produk dan mengamankan produk tersebut serta bertindak sebagai saksi jika produk tadi dimusnahkan (Indonesia Food Recall System 2010). Keseluruhan proses recall, mulai dari investigasi penyebab, jumlah produk, pemasaran dan jaluran distribusi, dan rencana pelaporan baik ke media sosial serta badan negara harus dilaporkan ke Badan Sertifikasi dalam waktu 3 hari. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua insiden ini dapat dikaji dan pelanggan memperoleh kepercayaan penuh terhadap sertifikat yang telah dikeluarkan (BRC 2011).
80
B.4.
Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 4; Standar Lingkungan Pabrik Klausul-klausul pada bagian 4 tentang Standar Pabrik kebanyakan berisi
panduan Cara Produksi Makanan yang Baik (GMP) misal standar bangunan pabrik, saluran air dan lingkungan sekitar pabrik. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa dalam bagian 4 terdapat sekitar 60% klausul yang mensyaratkan dokumen. Persentase ini adalah yang paling rendah dibandingkan dengan bagian lain dalam BRC isu 6 akan tetapi jumlah dokumenyang dipersyaratkan terbesar berada di bagian ini yaitu sekitar 51 jenis dokumen atau mencapai 32% dari total 158 jenis dokumen yang disyaratkan oleh Standar isu 6. Gap dokumen PT SSI yang teridentifikasi pada bagian 4 disajikan pada Tabel 16, antara lain adalah soal kajian keamanan lingkungan pabrik (food defense shelf assessment); pemantauan katering; penanganan kaca, plastik mudah pecah dan sejenisnya; investigasi temuan benda asing pada alat; pembuangan limbah; dan kontrak tranportasi. B.4.1.
Klausul 4.2; Keamanan Sistem keamanan pabrik hendaklah menjamin produk aman dari berbagai
gangguan, kontaminasi atau pencurian selama berada di lingkungan pabrik. Gap yang teridentifikasi terkait persyaratan keamanan adalah PT SSI belum memiliki dan melakukan penilaian atau kajian rutin terhadap keamanan (food defense shelf assesment) seperti yang dipersyaratkan klausul 4.2.1. PT SSI sebenarnya telah memiliki dan mengimplementasikan suatu sistem pengamanan di lingkungan pabrik namun PT SSI belum memiliki kajian rutin terhadap sistem keamanan tersebut. Penilaian terhadap sistem keamanan yang dilakukan adalah bersifat melengkapi kuisioner atau pertanyaan dari pelanggan atau pihak lainnya. BRC mensyaratkan melakukan kajian pengaturan keamanan minimal dilakukan setiap tahun. Setiap perusahaan dapat secara unik mengkondisikan dan mengembangkan sebuah sistem keamanan yang logis dalam dalam menangani risiko gangguan keamanan. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan dan mengembangkan sistem keamanan berdasarkan pada pencegahan seperti pada sistem HACCP. Kajian dapat dilakukan dengan mengadopsi beberapa pertimbangan seperti seberapa sering bahaya terjadi, tingkat keparahan dan kajian paparan bahaya. Pihak otoritas pemerintah Ameriksa Serikat (FDA) mempercayai bahwa
81
implementasi keamanan pangan sangat erat hubungannya dengan praktik-praktik sanitasi di fasilitas pabrik, seperti pengiriman dan penerimaan barang, temperevident seal, dan perlindungan terhadap sumber air atau es. Produsen pangan perlu mengimplementasikan beberapa hal dalam menjaga keamanan seperti membuat pagar di sekeliling pabrik yang kokoh, melakukan kontrol akses, pencahayaan yang cukup, melakukan penelusuran stok bahan baku atau produk yang hilang, melakukan penanganan surat yang baik, memberikan pelatihan terkait keamanan, dan melakukan proses seleksi karyawan baru (Rasco dan Bledsoe 2005). B.4.2.
Klausul 4.8; Fasilitas Karyawan Salah satu fasilitas karyawan yang diatur dalam BRC isu 6 adalah katering
bagi karyawan, yaitu dapat menjadi sumber terjadinya kasus keracunan makanan. Berdasarkan data dari Centre for Disease Control and Prevention (CDC) Surveillance dari 1993-1997, terdapat 5 faktor utama yang memiliki kontribusi terbesar terhadap kejadian keracunan makanan pada katering atau jasaboga yaitu sumber yang tidak aman, pemasakan yang tidak cukup, suhu antara waktu masak dan penyajian yang tidak sesuai, peralatan yang terkontaminasi, dan higiene pekerja yang jelek (FDA 2006). Untuk menghindari keracunan makanan perlu dilakukan kegiatan pengelolaan atau kantin yang baik dan sesuai dengan aturanaturan negara yang terkait. Kantin di PT SSI dikelola oleh pihak luar yang sebelumnya telah lolos proses seleksi. Kualitas mikrobiologi makanan dan minuman di kantin diperiksa oleh bagian QA untuk memastikan makanan yang disajikan tidak terkontaminasi mikroba berbahaya. Pengolahan bahan mentah dan pemasakan bahan hingga menjadi produk matang hanya boleh dilakukan di tempat katering tersebut, bukan di area pabrik. Di kantin pabrik, hanyalah tahap penyajian kepada pembeli. Hal ini untuk menghindari cemaran mikrobiologi dari bahan segar (seperti ikan, telur, ayam, daging) ke area pabrik. Pengelolaan lamanya waktu penyajian juga dilakukan agar makanan disajikan tidak terlalu lama dan mutunya masih baik. Pemanasan ulang hanya diperbolehkan sekali yaitu maksimal 4 jam setelah pemasakan. Pengaturan ini diperoleh melalui studi dan kajian di internal
82
perusahaan, yaitu terutama hasil analisa kualitas mikrobiologi makanan dengan lama dan suhu penyajian dan penyimpanan. Tabel 16
Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 4 tentang standar pabrik di PT SSI
Persyaratan
Klausul
Dokumen
Keterangan
Catatan kajian pengaturan keamanan dan risiko potensi terhadap produk
4.2.1
- Daftar restricted area (lokasi dan orang yang boleh mengakses) - Checklist pengecekan rutin oleh petugas kamanan
Belum memiliki checklist kajian rencana keamanan internal (shelf assessment Food Defense). Selama ini hanya bersifat melengkapi pertanyaan/kuisioner dari konsumen.
Pemantauan katering di pabrik
4.8.10
- Manual Perusahaan - Hasil analisa produk makanan di kantin - Checklist kebersihan dan sanitasi kantin harian - Aturan pemerintah tentang Jasaboga
Perlu menempelkan aturan soal pengelolaan kantin, misalnya ketentuan seberapa lama makanan boleh disimpan dan disajikan sampai habis, pengambilan sampel dan lainnya sesuai Aturan Pemerintah.
Prosedur penanganan kaca dan bahan mudah pecah
4.9.3.2
- Manual Perusahaan - SOP Pengendalian Kaca, plastik mudah pecah, dan sejenisnya.
Dalam SOP belum ada jenis dan contoh benda atau peralatan yang termasuk kaca, plastik mudah pecah, keramik, dan barang sejenis yang berpotensi mengkontaminasi produk.
Prosedur penanganan kerusakan kaca atau bahan mudah pecah
4.9.3.3
- SOP Pengendalian Kaca, plastik mudah pecah, dan sejenisnya - Checklist Pemeriksaan Kaca, Plastik Mudah Pecah, dan Sejenisnya - Pemetaan kaca, plastik mudah pecah, dan sejenisnya - Form Non Conformity
SOP perlu menjelaskan soal penanganan pakaian kerja yang berpotensi terkontaminasi pecahan dan penanganan alat kebersihan yang digunakan.
Prosedur investigasi asal bahan yang terdeksi atau dihilangkan oleh peralatan deteksi dan/atau penghilangan benda asing
4.10.1.4
- WI Pengecekan Krim (termasuk Saringan dan Magnetic trap Ball Mill) - Form Ball Mill Report - WI Pengecekan Adonan (termasuk Saringan) - Mixer Adonan Report - WI Pengecekan MD - Form Pemeriksaan MD - Tren NC MD
Perlu membuat tren temuan pada saringan dan magnetic trap dalam Manufacturing review bulanan.
Catatan pembuangan limbah
4.12.1
- SOP WTP
Belum memiliki prosedur pencatatan pembuangan limbah.
Catatan jumlah limbah berbahaya atau tidak standar yang dihancurkan atau dibuang oleh pihak ketiga (spesialis)
4.12.4
- Surat kontrak pembuangan sampah - Surat kontrak pengangkutan limbah (lumpur WWTP dan safety tank)
Belum memiliki prosedur mapan dalam pembuangan limbah B3.
Kontrak transportasi dengan pihak ketiga dan prosedur verifikasi transporter
4.15.7
- Kontrak dengan forwarder penyediaan container dan transporter
Belum ada prosedur untuk memastikan transporter sesuai dengan persyaratan Standar BRC.
Rekomendasi yang diberikan adalah agar perusahaan melakukan kajian aturan dan menerapkan sepenuhnya aturan dari pemerintah terkait jasaboga yaitu
83
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1096/MENKES/PER/VI/ 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Perbaikan yang perlukan misalnya menerapkan secara konsisten aturan soal penyimpanan sampel (contoh) menu makanan dan melaksanakan program pelatihan bagi karyawan kantin secara rutin. Menurut Permenkes setiap menu makanan harus ada satu porsi sample (contoh) makanan yang disimpan sebagai bank sampel untuk konfirmasi bila terjadi gangguan atau tuntutan konsumen. Sampel dengan jumlah tertentu yang mewakili jenis makanan tertentu (misal kering/gorengan, berkuah, sambal, dan lainnya) disimpan dalam kantong plastik steril pada suhu 100C selama 1x24 jam. Menurut pasal 17, dalam hal kejadian keracunan makanan dan/atau Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan, pemerintah akan melaksanakan penanggulangan melalui kegiatan investigasi dan surveilans, serta pengambilan sampel dan sepesimen jasaboga yang diperlukan. Sampel ini akan diperiksa di laboratorium yang telah terakreditasi sesuai dengan standar yang berlaku. Aturan terbaru terkait kantin pada BRC isu 6 klausul 4.8.10 adalah bahwa karyawan hendaklah dikenalkan makanan alergen di area kantin. Pada pelatihan tahunan BRC 2011 telah diberikan materi terkait alergen misal bahan pangan yang mengadung alergen yang ditemui di kantin, seperti sambal kacang, ikan laut, tempe dan tahu, telur, susu dan lainnya. Pengumuman soal alergen ini ditempel di beberapa tempat di kantin, jenis-jenis makanan tersebut. Karyawan juga diwajibkan menggunakan sendok dan garpu saat makan, serta mencuci tangan setelah makan. Hal itu bertujuan untuk mengurangi potensi kontaminasi alergen dan menghilangkan sisa-sisa makanan di tangan setelah makan. Keberadaan alergen yang tersembunyi harus dilakukan dengan mencegah, menghilangkan atau mengatur agar bahan tidak masuk dalam pangan (Apenten 2000) salah satunya dengan pencegahan dari karyawan dan makanan yang dikonsumsinya. B.4.3.
Klausul 4.9.3; Pengendalian Kaca, Plastik yang Mudah Pecah, Keramik dan Sejenisnya. Di PT SSI, prosedur pengendalian terkait kaca, plastik mudah pecah,
keramik dan sejenisnya (4.9.3) diatur dalam SOP Pengendalian Kaca, Plastik Mudah Pecah dan Sejenisnya. Prosedur ini mengatur soal perlunya mendaftarkan semua mesin, peralatan dan alat bantu yang terbuat dari bahan ini yang berpotensi
84
mengkontaminasi produk dan pengendalian serta pemeriksaan terhadap bendabenda tersebut. Secara umum pengendalian benda-benda ini dikelola lewat prerequisiste program. Lampu-lampu yang dipasang di area produksi adalah jenis yang tidak pecah (shatterproof glass). Bila menggunakan lampu yang terbuat dari kaca disekitar proses dan mesin, maka lampu tadi diberi pelindung dan diatur posisinya agar bila pecah tidak menyebabkan kontaminasi ke area sekitarnya. Bahan kaca dilarang tidak digunakan sebagai bagian dari mesin atau peralatan. Peralatan plastik tidak dapat dihilangkan sepenuhnyadari peralatan dan mesin namun jenis yang dipilih adalah yang cukup kuat dan tebal (minimal 5mm). Contoh peralatan berbahan plastik ini adalah tutup rol di oven (untuk alasan keselamatan pekerja) dan tutup timbangan di oven. SOP pengendalian bahanbahan ini sebaiknya diperbaharui denganmencantumkan contoh konkrit benda, baik pada peralatan, mesin atau alat bantu lainnya yang digunakan, yang terbuat dari kaca (misal lampu), plastik yang mudah pecah (misal tutup rol nanas di oven, tutup timbangan di oven), keramik, dan sejenisnya, yang berpotensi menjadi sumber kontaminasi bila pecah atau rusak. Selanjutnya contoh ini akan menjadi patokan dalam pembaharuan Checklist Pemeriksaan Kaca dan Plastik yang Mudah Pecah atau form Tools Inspection, yaitu suatu pemeriksaan rutin oleh Departemen Produksi atau Engineeringuntuk memeriksa kondsi, kelengkapan dan keutuhan alat produksi. Penerapan prerequisite programmes berupa pelarangan dan pembatasan penggunaan kaca, bahan mudah pecah, keramik dan sejenisnya, beserta pengendalian dan pemeriksaan rutin kondisi alat bertujuan mencegah terjadinya potensi kontaminasi dari bahan-bahan tersebut ke produk. BRC juga mensyaratkan lebih rinci prosedur bila terjadi peristiwa kerusakan atau pecahnyaalat dari bahan-bahan tersebut pada klausul 4.9.3.3. Klausul ini mensyaratkan perusahaan harus merincikan prosedur terkait yaitu karantina produk dan area produksi yang berpotensi terkena pecahan; pembersihan area produksi; inspeksi area produksi dan otoritas untuk melanjutkan produksi; penggantian pakaian kerja dan pemeriksaan sepatu; penetapan siapa yang boleh melakukan hal-hal tadi; dan pencatatan insiden kerusakan atau pecahnya alat.Dari evaluasi dan pengamatan di lapangan ditemukan bahwa prosedur yang ada saat ini
85
masih perlu diperinci lebih lanjut, yaitu misalnya soal penanganan pencucian baju yang berpotensi terkontaminasi pecahan kaca dan sejenisnya di laundri, prosedur pembersihan alat kebersihan (misal sapu atau penyedot) yang digunakan untuk pembersihan pecahan kaca dan sejenisnya dan aturan soal pembuangan pecahan tersebut. Perincian prosedur ini diperlukan mengingat pecahan kaca merupakan kelompok penting dari benda asing. Kaca digolongkan sebagai prioritas tinggi karena berpotensi merobek mulut atau kerongkongan (Edwards 2004). B.4.4.
Klausul 4.10.1; Peralatan Deteksi dan Penghilangan Benda Asing Penanganan resiko kontaminasi fisik atau kimia serta peralatan deteksi dan
penghilangan benda asing selalu menjadi prioritas tinggi dalam Standar BRC. Pengembangan persyaratan dalam klausul-klausul isu 6 memperlihatkan manajemen risiko dari bahan berbeda dan teknologi berbeda yang tersedia untuk penghilangan kontaminasi. Persyaratan yang ada hanya berlaku tergantung dari jenis produksi mana yang dipilih (BRC 2011). BRC isu 6 memuat beberapa persyaratan tambahan soal alat detektor logam (4.10.3). Selain detektor logam, isu 6 mencantumkan persyaratan-persyaratan tersendiri untukmasing-masing jenis peralatan saringan dan ayakan (klausul 4.10.2), alat detektor logam dan X-ray (4.10.3), magnet (4.10.4),dan peralatan sortir optik (4.10.5). PT SSI menggunakan beberapa peralatan untuk mendeteksi dan menghilangkan benda asing di beberapa tahap proses. Magnetic trap yaitu magnet yang dapat menarik logam jenis besi digunakan untuk krim, yang dipasang pada keluaran akhir alat ball mill mixer. Ayakan dengan kawat mesh 30 digunakan untuk mengayak krim dan adonan hasil pengadukan. Saringan udara digunakan untuk menyaring udara untuk peralatan udara bertekanan tinggi yang digunakan di area proses. Detektor logam untuk semua produk digunakan pada tahap akhir pengemasan. Penggunaan peralatan ini menjadi bagian dalam analisa bahaya pada rencana HACCP (sesuai klausul 4.10.1.1). Pada isu 6 dipersyaratkan untuk melakukan investigasi atau kajian terhadap temuan pada (klausul 4.10.1.3). Semua pemeriksaan dan pengkajian temuan dikelola oleh departemen QA. Pada manufacturing review bulanan, QA akan melaporkan kepada manajemen terkait tren temuan pada peralatan
tersebut,
investigasi serta analisanya. Selanjutnya akan ditetapkan tindakan perbaikan yang
86
mungkin perlu dilakukan. Investigasi dan kajian temuan telah dilakukan yaitu untuk detektor logam (CCP). Sejak PT SSI mengkaji standar ini pada Oktober 2011, temuan pada alat lainnya juga diinvestigasi yaitu pada saringan krim, saringan adonan, dan magnetic trap. Ditemukan investigasi temuan pada alat saringan udara belum dilakukan. Saringan udara merupakan alat penting karena udara yang disaring digunakan untuk proses yang kontak dengan produk yaitu untuk pembuatan bintik pada wafer sebelum dipanggang dan untuk udara bertekanan tinggi misal penyemprotan alat atau mesin. Potensi bahaya yang ada kemungkinan berasal dari oli yang digunakan pada mesin saringan akibat program pemeliharaan alat yang salah atau tidak sesuai prosedur. Kualitas mikrobiologi udara hasil saringan telah diperiksa secara rutin dan program pemeliharaan alat saringan telah dilakukan sebagai salah satu prerequisite program di PT SSI untuk menghilangkan potensi kontaminasi pada udara. B.4.5.
Klausul 4.12; Limbah/Pembuangan Limbah Penanganan limbah di PT SSI diatur dalam Manual Perusahaan dan di SOP
Water Treatment Plan (WTP). Limbah secara umum di PT SSI dibagi menjadi limbah cair dan limbah padat. Khusus sampah bahan kimia (misal pencucian alat semprot tinta kode pada kaleng) dan kemasan bahan kimia ditangani secara khusus karena termasuk limbah berbahaya dan butuh pengelolaan khusus. Di area produksi disediakan tempat khusus untuk menampung cairan kimia pembersih atau botol bekas. Sampah tadi kemudian disimpan di ruang khusus luar produksi, untuk kemudian diangkut oleh subkontraktor yang berijin. Gap yang teridentifikasi adalah pencatatan jumlah sampah yang diangkut belum dilakukan dengan baik dan konsisten, baik dari area produksi atau gudang, atau area lainnya yang diangkut keluar pabrik (klausul 4.12.4). Pada awal 2012 diterapkan prosedur bahwa sampah yang keluar harus selalu tercatat dan catatan tersebut dikelola oleh Bagian Umum (General Affair/GA). Aturan ini dituangkan dalam SOP Pembuangan Sampah. B.4.6.
Klausul 4.15; Pengangkutan dan Transportasi Dalam pembahasan perbandingan isu 5 dan 6 terkait klausul sebelumnya,
telah disebutkan bahwa terdapat beberapa klausul baru pada isu 6. Salah satu klausul baru adalah 4.15.7 yang mensyaratkan bila perusahaan melakukan kontrak
87
dengan pihak ketiga untuk tranportasi, maka hendaknya mempertimbangkan apakah pihak tadi telah memiliki sertifikasi internasional. PT SSI mengatur beberapa persyaratan agar sesuai Standar ini di dalam kontrak perjanjian dengan trucker dan forwarder. Namun masih yang terkait dengan kebersihan dan kondisi container barang (sesuai klausul 4.15.3). Belum ada persyaratan lainnya soal pengangkutan seperti pada klausul 4.15.6 tentang persyaratan untuk pengamanan produk selama transit, terutama saat kendaraan diparkir atau tidak ada orang. Hal ini perlu disosialisasikan ke pihak pemasok container agar tidak ada potensi yang dapat membahayakan keamanan dan mutu produk.
B.5.
Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 5; Pengendalian Produk Dalam bagian 5 persyaratan BRC tentang Pengendalian Produk terdapat
84% klausul yang mensyaratkan dokumen. Total jumlah dokumen yang disyaratkan adalah 26 jenis yang berkisar pada persyaratan kemasan, pelabelan dan klaim produk, prosedur penanganan alergen, prosedur pengelolaan laboratorium, dan prosedur terkait pemeriksaan dan pengujian produk. Gap dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 5 disajikan pada Tabel 17. B.5.1.
Klausul 5.1; Perancangan/Pengembangan Produk Klausul 5.1.2 menekankan bahwa perubahan pada formula, proses produksi
dan kemasan hendaknya mendapatkan persetujuan formal dari koordinator atau ketua tim HACCP. Di PT SSI, telah diberlakukan prosedur bahwa semua perubahan tersebut dilakukan validasi HACCP dan catatannya dipelihara. Dari penelitian ini teridentifikasinya perlunya perbaikan soal bagaimana validasi ini dapat konsisten terjadi pada proses produksi, mesin dan peralatan. Kadangkala pada saat produksi mesin atau peralatan mengalami masalah atau kerusakan sehingga kemudian diperbaiki dan perlu dimodifikasi oleh tim Produksi atau Engineering. Sejauh mana perubahan atau perbaikan ini diperbolehkan yang tidak mempengaruhi keamanan produk, belum ditetapkan. Hal ini membutuhkan kajian bersama Tim
HACCP
dengan departemen
Engineering
dan Produksi.
Pertimbangan yang disarankan dalam kajian ini diantaranya isu bagian kontak langsung atau tidak dengan produk dan pertimbangan area produk terbuka atau tertutup. Hal ini terkait langsung bahwa perubahan pada proses produksi jangan
88
sampai berpotensi mengkontaminasi produk yang masih terbuka atau yang sedang diproses. Jenis mesin atau peralatan; lamanya waktu perbaikan sampai mesin diperbaiki secara permanen;dan besarnya perubahan harus ditetapkan dengan jelas karena terkait dengan produktifitas proses.Desain dan jenis bahan/alat sementara yang digunakan selama perbaikan harus dipastikan
tidak sampai mencemari
produk, misal menggunakan plastik atau bahan non-stainless stell.
Tabel 17 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 5 tentang pengendalian produk di PT SSI Persyaratan
Klausul
Dokumen
Keterangan
Prosedur pembatasan/larangan ruang lingkup produk baru untuk mengendalikan masuknya bahaya (misal alergen, bahan kemasan kaca)
5.1.1
- Manual Perusahaan - SOP Product Development
SOP Product Develpment belum mengatur soal ini.
Catatan kajian bahaya dan pengesahan ketua tim HACCP untuk semua produk baru dan perubahan formula, kemasan atau proses produksi
5.1.2
- Form Validasi HACCP
Belum ada mekanisme validasi dan secara rinci soal sejauh mana perubahan pada mesin/alat produksi harus disahkan oleh tim HACCP, misal karena alasan perbaikan.
Prosedur pengendalian kontaminasi silang alergen pada bahan baku, produk antara dan produk akhir
5.2.3
-
Rencana HACCP Form Validasi SOP Penanganan Alergen SOP Pelabelan kode lot Label RM alergen (biru) Label wip/krim/crumb/minyak kurasan produk alergen - Matrix Pemakaian dan Pencampuran Cream/Crumb Cream/Crumb Base/ Minyak Kurasan
Belum ada prosedur pemisahan saat pembersihan mesin/ adjacent cleaning)
Catatan pelatihan penanganan alergen
5.2.9
- Program pelatihan - Bukti absensi pelatihan
Belum ada refreshment training terkait penanganan alergen
Prosedur penilaian umur simpan terkait kualitas mikrobiologi, sensori dan kimia produk
5.5.1.3
- SOP Keeping Quality Test - Form keeping quality test - Hasil analisa mikrobiologi produk (keepting testi)
Masih sedang tahap melakukan kajian aw semua produk sampai batas akhir umur simpan.
Prosedur untuk memastikan reliability hasil analisa
5.5.2.4
- Sertifikat pelatihan mikrobiologi - Hasil analisa/ proficiency test untuk air - Sertifikat kalibrasi peralatan laboratorium
Belum ada prosedur proficiency test termasuk frekuensi dan metode analisa. Belum melengkapi hasil proficiency test semua laboran.
Setelah dilakukan perbaikan atau perubahan mesin tadi harus dibersihkan dan disanitasi untuk memastikan tidak ada residu atau potensi mengkontaminasi produk. Karyawan yang terlibat dalam perbaikan dan pembersihan ini harus mendapatkan pelatihan yang memadai. Otoritas untuk menetapkan boleh atau
89
tidaknya melanjutkan proses produksi setelah dilakukan perubahan harus ditetapkan. Semua perubahan pada proses atau mesin dan peralatan ini tercatat, untuk selanjutnya dibawa ke pertemuan Tim HACCP untuk dilakukan kajian dari berbagai aspek keamanan dan kualitas produk dan disahkan.
B.5.2.
Klausul 5.2; Manajemen Alergen Bila dalam BRC isu 5 klausul terkait pengaturan alergen ini berbunyi
“bahan yang mengandung alergen”, di BRC isu 6 ini digunakan istilah “manajemen alergen”. Manajemen yang dimaksud disini adalah pengaturan alergen di perusahaan dari berbagai aspek, mulai dari perencanaan produk, kajian risiko, sampai produk akhir. Klausul 5.2 menyebutkan bahwa perusahaan wajib memiliki suatu sistem manajemen alergen yang mapan untuk mencegah risiko kontaminasi. Masalah alergen sendiri semakin menjadi perhatian penting pada BRC isu 6 ini. Isu alergen dimasukkan dalam beberapa bagian sepertikajian bahaya alergen menjadi bagian rencana HACCP, klaim terkait alergen pada pelabelan
produk,
perlunya
pembatasan
pada
tahap
perancangan
atau
pengembangan produk baru yaitu terhadap masuknya bahaya berupa alergen baru, penyimpanan bahan yang mengandung alergen di gudang, dan lainnya. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa hampir semua persyaratan pada klausul 5.2 (kecuali klausul 5.2.5 dan 5.2.8 ) mensyaratkan dokumen/prosedur tertentu. Pada pembuatan produk wafer stik di PT SSI digunakan beberapa bahan baku yang mengandung alergen yaitu telur, susu, tepung terigu, dan lesitin kedelai. Bahan-bahan tersebut digunakan pada semua produk. Ada satu produk berbeda lainnya yaitu menggunakan hazelnut. Oleh karena itu kajian risiko dalam rencana HACCP memasukkan hazelnut ini sebagai suatu bahaya kimia potensial, yang harus dikendalikan di beberapa tahapan proses. Pada pelabelan produk disebutkan bahwa produk wafer stik kemungkinan mengandung hazelnut, namun perusahaan wajib menjaga pada seluruh tahapan agar tidak terjadi kontaminasi dari hazelnut ini. Pembahasan hasil penelitian terkait manajemen alergen ini secara rinci dijelaskan dalam Bab C.
90
B.5.3.
Klausul 5.5; Pemeriksaan dan Pengujian Laboratorium Produk Pada setiap tahapan proses mulai dari penerimaan bahan baku, persiapan,
pengadukan, oven, dan pengemasan hingga menjadi produk akhir dilakukan prosedur pengujian atau pemeriksaan. Gap dokumen yang teridentifikasi terkait persyaratan klausul 5.5.1.3 adalah soal kajian umur simpan produk (on-going shelf assessment) terutama terkait sifat kimia yang mempengaruhi keamanan produk. Produk wafer stik termasuk produk kering dengan kadar air kurang dari 5%. Produk dengan kadar air rendah cenderung lebih awet. Umur simpan produk ditetapkan 15 bulan. Penilaian kemanan keamanan pangan biasanya menggunakan parameter water activity (aw). Produk kukis, kraker, tepung roti dan pangan lainnya yang mengandung kadar air 3-5% dengan aw 0,4 tidak memungkinkan mikroba baik bakteri, kapang maupun khamir untuk tumbuh (Kusnandar 2010). Aw menunjukkan air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba. Aw digunakan sebagai paramater keamanan dan bukan kadar air, karena kadar air hanya menunjukkan kandungan air dalam bahan dan mempengaruhi karakteristik mutu produk, seperti organoleptik, dan bukan keamanan produk. Pada akhir 2011 dilakukan pengujian dan kajian aw produk untuk pemenuhan peryaratan BRC isu 6 klausul 5.5.1.3. Pengujian aw produk dilakukan di laboratorium luar yang terakreditasi. Dari hasil beberapa kali analisa aw dan kajian terhadap hasil kualitas mikrobiologi produk akhir, akhirnya ditetapkan standar aw pada produk wafer PT SSI adalah 0,3 – 0,6. Direkomendasikan perlunya dilakukan kajian lebih mendalam untuk aw yaitu meliputi aw bahan baku, aw krim dan adonan sendiri. Nilai aktivitas air pangan berkisar 0,0–1,0 yang diperoleh dari rasio antara tekanan uap air pada kelembaban tertentu dengan tekanan air murni. Nilai aw dapat berubah bila kelembaban relatif lingkungan penyimpanannya berubah. Nilai aw yang rendah membuat produk lebih awet dan lebih aman karena terkait dengan pertumbuhan mikroba pembusuk, baik kapang, khamir maupun bakteri (Kusnandar 2010). Nilai aw minimum untuk pertumbuhan beberapa mikroba dapat dilihat pada Tabel 18. Pada tabel ini tertera bakteri Escherichia coli, Bacillus cereus dan Staphyloccus aureus dapat tumbuh pada aw tinggi (> 0,9). Bakteri E.coli, B.cereus dan S.aureus penting dalam keamanan pangan karena merupakan merupakan penyebab
91
terjadinya keracunan pangan (Bibek 2001) oleh karena ini keberadaannya dalam pangan harus dikendalikan. Adonan wafer terbuat dari bahan baku utama air dan tepung terigu. Nilai aw air, yang merupakan bahan yang paling banyak digunakan dalam adonan (lebih dari 50%), adalah 1. Tepung terigu atau tepung-tepungan memiliki aw 0,80,87 (Kusnandar 2010). Oleh karena aw adonan menjadi cukup tinggi dan tidak akan awet. Dari pengalaman di produksi, adonan yang disimpan lebih dari 2 jam akan berbusa dan membusuk. Bahan dengan aw tinggi yaitu lebih dari 0,9 cenderung tidak awet dan cepat rusak oleh mikroba maupun oleh reaksi-reaksi kimia dalam sistem pangan (Kusnandar 2010). Adonan wafer akan mengalami pemanasan di oven pada suhu sekitar 140 derajat celcius menghasilkan lembaran kulit wafer. Suhu tinggi ini mampu membunuh mikroba pada adonan. Dari pemanggangan akan dihasilkan kulit wafer dengan kadar air sekitar 1%. Produk dengan kadar air 1% akan memiliki aw kurang dari 0,3 (Kusnandar 2010) sehingga cenderung lebih aman dan awet selama penyimpanan.
Tabel 18
Aktivitas air minimum untuk pertumbuhan beberapa mikroba Jenis mikroba
Kapang
Nilai aw minimum
Aspergillus sp Rhizopus nigricans Penicillium sp
0,75-0,84 0,93 0,79-0,81
Sacharomyces sp
0,80-0,90
Vibrio parahaemolyticus Clostridium perfingens Bacillus cereus Escherichia coli Clostridium botulinum Staphylococcus aureus
0,94 0,93 0,95 0,95 0,95-0,97 0,86
Khamir Bakteri
Sumber : Kusnandar (2010)
Krim wafer dibuat dengan bahan utama berupa minyak (sekitar 45%) dan gula (sekitar 40%). Kadar air yang rendah pada kedua bahan ini, seperti yang tertera pada spesifikasi bahan, sangat rendah yaitu kurang dari 1%. Gula biasa digunakan sebagai bahan untuk pengawet karena menurunkan nilai aw. Gula bersifat higroskopis yang disebabkan oleh kemampuannya membentuk ikatan hidrogen dengan air. Adanya ikatan hidrogen antara air dan gula ini menyebabkan
92
penurunan jumlah air bebas dan penurunan nilai aw (Kusnandar 2010). Oleh karena itu krim yang dihasilkan cenderung lebih awet bahkan sampai 1 bulan. Krim tidak mengalami proses pemanasan yang mampu mematikan bakteri, oleh karena itu parameter aw merupakan paramater penting dalam keamanan krim. Nilai aw produk akhir merupakan kombinasi dari nilai aw bahan, nilai aw krim (yang dibuat tanpa dipanaskan lagi) dan nilai aw kulit wafer setelah dipanggang. Hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk formulasi produk akhir, agar sesuai dengan nilai aw standar yaitu kisaran 0,3-0,6. Kajian ini juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perbaikan formulasi dan proses produksi dalam rangka menghasilkan produk yang aman dan awet. PT SSI memiliki unit laboratorium mikrobiologi internal yang dikelola dengan penerapan prinsip-prinsip Good Laboratory Practices dan ISO 17025. Untuk memenuhi persyaratan pada klausul 5.5.2.4 yaitu terkait reliability hasil analisa maka pada Oktober 2011 dilakukan proficiency test. Sampai April 2012 salah satu dari dua laboran yang ada telah menjalani proficiency test. Pengujian ini dilakukan dengan melakukan analisa koliform terhadap 2 buah sampel yaitu sampel air dan swab test. Titik sampel dan parameter ini dipilih karena koliform merupakan parameter mikrobiologi yang cukup mempengaruhi baik mutu maupun keamanan produk. Semua hasil proficiency test ini disimpan dan dipelihara, serta dikaji sebagai dasar perbaikan.
B.6.
Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 6; Pengendalian Proses Bagian 6 persyaratan BRC the Global for Food Safety berisikan
persyaratan tentang Pengendalian Proses. Terdapat 12 jenis dokumen yang disyaratkan dalam bagian 6 atau sekitar 92% dari klausul pada bagian ini. Persyaratan dokumen meliptui prosedur pengendalian proses dan lini produksi, pengendalian CCP dan pengendalian alat ukur. Gap dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 5 disajikan pada Tabel 19. B.6.1.
Klausul 6.3; Kalibrasi dan Pengendalian serta Pengawasan Alat Ukur Semua peralatan pengujian mutu dan keamanan produk di pabrik, termasuk
di laboratorium mikrobiologi, dimasukkan ke dalam Master List Kalibrasi dan
93
Verifikasi. Daftar ini berisikan nama alat, kode alat, tanggal kalibrasi/verifikasi dan tanggal kalibrasi/verifikasi berikutnya, yang ada pada semua departemen (klausul 6.3.1). Daftar ini dikelola oleh Departemen QA. Pada audit Januari 2012 ini masalah kalibrasi alat menjadi temuan audit karena tidak standar atau batasan dari kalibrasi atau verifikasi. Oleh karena itu saat ini sedangkan dilakukan kajian penetapan standar atau batasan kalibrasi atau verifikasi alat.
Tabel 19
Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6bagian 6 tentang pengendalian proses di PT SSI Persyaratan
Klausul
Prosedur identifikasi dan pengawasan peralatan pengendali CCP, keamanan dan keabsahan produk
6.3.1
Catatan hasil pemeriksaan dan adjusment alat ukur
6.3.2
B.7.
Dokumen
Keterangan
- SOP Kalibrasi dan Verifikasi - List kalibrasi dan Verifikasi - Label alat (dengan tanggal kalibrasi/ verifikasi) - SOP Kalibrasi dan Verifikasi - Daftar kalibrasi dan Verifikasi alat - Form verifikasi Internal alat erkait - Hasil/Sertifikat kalibrasi dan verifikasi peralatan
SOP belum memperinci penentuan kalibrasi atau verifikasi alat. SOP atau Daftar Kalibrasi dan verifikasi, belum dilengkapi dengan toleransi penyimpangan alat dan prosedur adjustment alat.
Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 7; Karyawan Bagian 7 merupakan bagian terakhir persyaratan BRC the Global for Food
Safety berisikan persyaratan tentang Karyawan. Cukup banyak klausul yang mensyaratkan dokumen pada bagian ini, yang dapat dilihat pada Tabel 20. Ada sekitar 68% klausul yang mensyaratkan dokumen yaitu 13 jenis dokumen meliputi program pelatihan baik prosedur dan catatan terkait, prosedur pemeriksaan kesehatan karyawan atau tamu/kontraktor yang masuk ke area proses dan aturan soal laundri. Gap dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 7 adalah pada Tabel 20.
Tabel 20
Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 7 tentang karyawan di PT SSI Persyaratan
Klausul
Dokumen
Keterangan
Semua karyawan, termasuk karyawan kontrak dan kontraktor, dilatih terlebih dahulu dan diawasi dengan baik selama bekerja.
7.1.1
- Program pelatihan kompetensi karyawan - Matriks kompetensi karyawan
Belum ada prosedur soal pelatihan minimal bagi karyawan baru.
Kajian pelatihan dan kompetensi karyawan yang terkait aktivitas CCP
7.1.2
- Daftar checker CCP - Program pelatihan tahunan - Matriks kompetensi karyawan
Petugas checker CCP kompetensinya belum diperbaharui pelatihan dan secara rutin.
94
B.7.1.
Klausul 7.1; Pelatihan – Area Penanganan Bahan Baku, Proses, Pengemasan, dan Gudang Pada BRC, klausul 7.1 tentang pelatihan bagi karyawan area penanganan
bahan baku, proses,
pengemasan, dan
gudang merupakan
persyaratan
fundamental. PT SSI telah menerapkan dengan baik semua persyaratan, misal pembuatan program
pelatihan tahunan, pengkajian kebutuhan pelatihan
berdasarkan kompetensi karyawan, melakukan dokumentasi pelatihan, yang diatur dalam SOP Pelatihan. Pelatihan minimal yang dibutuhkan yaitu GMP, HACCP, BRC, dan SQF serta Keselamatan dan Kesehatan tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan karena jumlah karyawan baru yang cukup banyak dan keluar-masuk karyawan yang cukup tinggi. Oleh karena ini perlu dibuatkan strategi tertentu agar kebutuhan pelatihan telah sesuai. Pelatihan di perusahaan dikoordinasikan oleh departemen HRD. Checker di lini produksi termasuk checker CCP detektor logam, merupakan orang bertanggung jawab dalam pemeriksaan produk. Hanya orang yang dianggap memiliki kompetensi baik yang boleh ditempatkan pada posisi tersebut. Untuk memenuhi klausul 7.1.2, sejak akhir 2011, daftar checker per shift ditempelkan di alat atau area pemeriksaan. Selain nama yang tertera pada daftar checker, tidak boleh melakukan kegiatan pemeriksaan/menggunakan alat (misal detektor logam). Bila checker masih baru, dibuatkan aturan main bahwa mereka menggunakan rompi tambahan agar terlihat berbeda dari lainnya. Karyawan baru ini tidak boleh dimasukkan dalam daftar checker dahulu, bila belum lulus uji kompetensi oleh atasan (Ketua Regu atau Supervisor) pada shift bersangkutan. Bila telah lulus uji kompetensi, maka checker akan dimasukkan ke dalam daftar checker.Perlu dilakukan beberapa perbaikan terkait aturan dan mekanisme baku soal pembaharuan daftar checker dan kompetensinya mengingat keberadaan petugas checker penting dalam menjaga keamanan dan mutu produk.
95
C. Pengembangan Manajemen Alergen di PT SSI Bab C penelitian ini membahas kajian mendalam tentang manajemen alergen yaitu terkait penetapan areaatau tahapan dimana adarisikokontaminasi alergen, pengendalian serta pengelolaannya. Alergen merupakan senyawa penyebab alergi yang ditandai dengan terlepasnya bahan kimia selular seperti histamin oleh antibodi, yang dapat terjadi dalam beberapa menit sampai satu jam setelah mengkonsumsi. Reaksi alergi dimediasi oleh immunoglobulin E atau IgE(AFGC 2007). Reaksi alergi merupakan reaksi hipersensitif yang dimulai dari mekanisme imunologi (Mills et al. 2004). Reaksi alergi bervariasi mulai dari yang ringan seperti gangguan pada kulit sampai menimbulkan anafalitik hebat yang berakibat pada kematian (AFGC 2007). Alergi merupakan respon imunologi yang abnormal terhadap suatu makanan atau komponen makanan dan biasanya adalah selalu berupa protein (Taylor 2006). BRC isu 6 klausul 5.2 tentang Manajemen Alergen serta klausul-klausul terkait lainnya (seperti klasul 2.2.1, 2.7.1, 4.14.1) digunakan sebagai pedoman utama dalam pelaksanaan manajemen alergen di PT SSI. Pada penelitian dilakukan kajian kesesuaian implementasi manajemen alergen di PT SSI dan selanjutnya ditetapkan rekomendasi untuk perbaikan dan pengembangan manajemen alergen di PT SSI dalam rangka pemenuhan persyaratan-persyaratan pada klausul BRC isu 6. Titik pengaturan dalam manajemen alergen di suatu perusahaan meliputipelatihan dan pengawasan, sumber dan tempat penyimpanan bahan baku, jadwal produksi, desain peralatan dan pabrik, proses produk termasuk pembersihan dan rework, pelabelan dan pengendalian paska produksi (AFGC 2007). Alergen sebagai pencetus alergi bukanlah tergantung dari segi jumlah sedikit atau banyak. Bagi konsumen penderita alergi, walaupun mengkonsumsi alergen dalam jumlah yang sangat sedikit saja masih dapat mengakibatkan reaksi alergi yang parah (Taylor 2006). Semua pengaturan dalam manajemen alergen utamanya bertujuan mengendalikan bahaya alergen, agar tidak terjadi kontaminasi silang dari produk dengan alergen ke produk lainnya. Pada penelitian ini dikaji penerapan manajemen alergen yang dilakukan di PT SSI mulai dari tahap pengembangan produk; pembelian, transportasi dan penyimpanan bahan baku;
96
produksi termasuk penggunaan rework; pelabelan dan pengemasan material; pembersihan dan sanitasi, serta pelatihan dan pendidikan karyawan. Setiap perusahaan memiliki operasional yang unik, namun kesuksesan manajemen alergen dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu meliputi fungsi administratif dan manajemen, pengawasan untuk meminimalkan potensi kontak silang, manajemen work-in-process (wip) dan rework, praktek sanitasi yang efektif, dan program pengendalian label (Stone dan Yeung 2010). BRC isu 6 mensyaratkan perusahaan memiliki suatu sistem manajemen alergen yang maju untuk mengurangi bahaya alergen dan memenuhi persyaratan pelabelan. PT SSI sendiri telah menerapkan manajemen alergen, menggunakan prinsip kajian risiko dalam HACCP. Di dalam HACCP, kepercayaan dapat diperoleh dengan penerapan prerequisite programmes. Contoh pengembangan sistem keamanan alergen dari hal-hal umum yang terkait proses pengolahan pangan (misal jaminan mutu pemasok dan sanitasi) adalah dengan desain label atau kemasan, khususnya informasi terkait komposisi bahan baku seperti yang disyaratkan oleh undang-undang. Hal ini untuk menjamin semua produk menggunakan label yang benar (Kerbachet al. 2010).
C.1.
Penetapan Potensi Kandungan Alergen dalam Produk Pada klausul 5.2.1 disyaratkan bahwa “Perusahaan hendaknya melakukan
kajian bahan baku untuk menetapkan keberadaan dan lingkungan yang terkontaminasi alergen. Termasuk kajian spesifikasi RM, dan jika diperlukan, meminta tambahan informasi dari pemasok, misal dengan kuisioner untuk mengetahui
status
alergen
dari
RM,
komposisinya
dan
pabrik
yang
memproduksinya”. Selanjutnya klausul 5.2.2 berbunyi “Perusahaan hendaknya mengidentifikasi dan mendaftarkan semua bahan yang mengandung alergen. Ini termasuk RM, bahan penolong, produk antara dan produk jadi serta semua bahan dan produk baru. Berdasarkan BRC isu 6 yang termasuk 14 jenis alergen yang diatur oleh EU sesuai Directive 2006/142 EC 22 December 2006 (amandemen dari Directive 2000/13/EC), yaitu: 1.
Serealia yang mengandung gluten (gandum, rye, barley, oats, spelt kamut atau jenis hibridisasinya) dan produk turunannya.
97
2.
Crustaceans dan produk turunannya.
3.
Telur dan produk turunannya.
4.
Ikan dan produk turunannya.
5.
Kacang tanah dan produk turunannya.
6.
Kedelai dan produk turunannya.
7.
Susu dan produk turunannya.
8.
Kacang-kacangan: almond(Amygdalus communis L), hazelnut (Corylus avellana), walnut (Juglans regia), cashew (Anacardium occidentale), pecan (Carya illinoinesis (Wangenh.) K Koch), brazil (Bertholletia excelsa), pistachio (Pistacia vera), macadamia dan Queensland (Macadamia ternifolia) dan produk turunannya.
9.
Seledri dan produk turunannya.
10. Lupin dan produk turunannya. 11. Moluska dan produk turunannya. 12. Mustards dan produk turunannya. 13. Sesame seeds dan produk turunannya. 14. Sulfur dioksida dan konsentasi sulfit lebih dari 10mg/kg atau 10mg/liter sebagai SO2 Keempat belas bahan alergen ini menjadi panduan di PT SSI dalam manajemen alergen walau ada perbedaan dengan yang diatur oleh Codex, Food Safety Australia-New Zealand (Australia), atau Food Drugs Administration (Amerika). Hal ini dengan mempertimbangkan 14 macam alergen lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan yang dicakup oleh Codex (8 macam alergen), FSANZ (9 macam alergen) atau FDA (8 macam alergen). Pertimbangan bahwa SSI tersertifikasi BRC juga menjadi alasan menggunakan 14 macam alergen tadi dalam manajemen alergen. Dalam pelabelan alergen untuk produk yang akan dijual ke negara tertentu tetap menggunakan aturan pada negara tujuan ekspor terkait. Berdasarkan 14 alergen tadi selanjutnya dibuat suatu kajian keberadaan alergen dalam bahan baku dan produk wafer, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 21. Status alergen dalam suatu bahan baku atau raw materials (RM) ditetapkan berdasarkan informasi komposisi yang tercantum pada dokumen Spesifikasi
98
bahan. Setiap pemasok hendaklah melengkapi Spesifikasi bahan dengan komposisi dan proses pembuatan produk. Setiap pemasok bahan juga harus mengisi sebuah Kuisioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan terkait status alergen pada bahan baku. Kuisioner yang telah diisi pemasok dikembalikan ke PT SSI untuk dikaji lebih lanjut. Kuisioner ini dapat membantu mengidentifikasi keberadaan alergen yang tersembunyi pada RM. Kajian keberadaan alergen dilakukan termasuk terhadap semua bahan tambahan (food additives) atau bahan penolong (processing aids) yang digunakan. Kuisioner juga wajib diisi untuk semua pemasok alternatif atau bahan baku baru. Kajian keberadaan alergen dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti survey inspeksi, audit fasilitas, pengujian dan analisa produk, serta pengujian kesesuaian spesifikasi. Apapun teknik kajian yang digunakan hendaknya mampu memastikan bahwa tidak ada bahan baku yang mengandung alergen yang tidak disebutkan dan semua alergen dalam bahan baku dinyatakan dengan jelas (Stone dan Yeung 2010). Pada Tabel 21 dapat dilihat ada beberapa bahan baku berpotensi mengandung alergen yaitu dari kandungan proteinnya. Bahan baku itu adalah adalah a)tepung terigu yaitu mengandung alergen Tri a 19 atau Tri a Bd 36K; b)susu bubuk, whey, krimer susu dan krimer nabati yang mengandung alergen alpha/beta-caseins, beta-lactoglobulins, serum albumin, atau transferins; c)lesitin kedelai yang mengandung alergen dari protein glycinin subunits atau Gly m 4, d)tepung telur mengandung bahan alergen dari protein lysozymes, transferins Gal d 3, ovomucoids Gal d 1 dan ovalbumins Gal d 2; dan e)pasta hazelnut yang mengandung alergen protein Cor a 4, 8, 9 atau 104 (Breineder 2006). Dari Tabel 21 ini juga dapat dilihat bahwa semua wafer menggunakan bahan baku tepung terigu, susu, lesitin kedelai, dan telur. Khusus wafer chocolate-hazelnut juga menggunakan bahan hazelnut yang mengandung alergen dari protein kacang. Karena pada label produk, semua bahan yang mengandung alergen yaitu tepung terigu, susu, telur, dan lesitin kedelai telah dicantumkan secara jelas dalam komposisi, sedangkan hazelnut belum, maka bahaya alergen yang masih harus dikendalikan adalah pada pasta hazelnut dan produk wafer chocolate-hazelnut.
Tabel 21 Kajian keberadaan bahan alergen pada bahan baku dan formulasi produk wafer stik PT SSI
15 16 17 18 19 20 21 22
√ √
√ √
√ √ √ √ √
Bubuk Bubuk Cairan Cairan Cairan Cairan Pasta Cairan
Chocolate-hazelnut
√ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
Chocolate Mint
√ √ √ √ √ √ √ √ √
Strawberi
√ √ √ √ √ √ √ √ √
Cappuccino
Sulfit >10 ppm
Wjen
Mustard
Moluska
Lupin
Vanila
√ √ √
Coklat
√
Wafer
Selederi
Kacang b)
Susu
Butiran Bubuk Cairan Bubuk Bubuk Bubuk Bubuk Bubuk Bubuk Bubuk Butiran Pasta Bubuk Pasta
Kedelai
Gula Tepung Terigu Minyak Sawit Pati Jagung Tepung Beras Coklat Maltodekstrin Susu Bubuk Whey Krimer Nabati Garam Lesitin Kedelai Tepung telur Pewarna karamel (sulfit >10ppm) Pewarna Allura Red 40 Kopi Flavor Vanilla Flavor Cappuccino Flavor Mint Flavor Strawberi Pasta hazelnut Flavor hazelnut
Kacang tanah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Ikan
Bentuk
Telur
Bahan baku
Serealia a)
No
Crustacean
Kategori alergen
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
Keterangan
Alergen teridentifikasi
Alergen teridentifikasi Alergen teridentifikasi Alergen teridentifikasi Alergen teridentifikasi Alergen teridentifikasi
√ √ √ √ √ √ √
√ √
Alergen teridentifikasi
a)
Serealia yang mengandung gluten dan produknya, yaitu gandum, rye, barley, oats, dan keturunan yang dihibridisasi
b)
Tree nuts adalah kacang almond, kacang mede (cashew), brazil nuts, cashews, chestnuts, kacang hazelnut, hickory nuts, macadamia nuts, pecans, pipe nuts, pistachios, dan walnuts (FSA 2011)
100
Banyak isu terkait status alergen dari lesitin kedelai. Lesitin kedelai merupakan produk sampingan dari pembuatan minyak kedelai, yang dipakai luas di industri makanan, farmasi, kosmetik, dan lainnya sebagai emulsifier. Kandungan protein pada lesitin kedelai berkisar dari 100-1400ppm. Muller et al. melakukan studi yang menunjukkan bahwa separuh dari responden penderita alergi-kedelai, bereaksi dengan lesitin komersial yang masih mengandung residu protein kedelai. Lesitin terbuat dari berbagai sumber yaitu telur, kedelai, jagung, dan lainnya. Lesitin kedelai berpotensi menjadi alergen tersembunyi yang tidak disadari. Aturan pelabelan di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada, mewajibkan mencantumkan sumber lesitin jika merupakan produk turunan dari salah-satu bahan alergen utama (Boye et al. 2010). Harus dipastikan agar hazelnut dan wafer chocolate-hazelnut tidak sampai mengkontaminasi bahan atau produk lainnya, termasuk produk antara yaitu krim chocolate-hazelnut dan produk work-in-proces (wip) produk wafer chocolatehazelnut. Kajian keberadaan bahan yang mengandung alergen ini selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar kajian manajemen alergen selanjutnya.
C.2.
Tahap Transportasi dan Penyimpanan Bahan Baku QC Incoming melakukan pemeriksaan soal kondisi barang serta kondisi
kendaraan pengangkut bahan tersebut. Harus dipastikan kondisi kendaraan bersih, tidak berbau menyengat, tidak bocor, tidak ada serangga atau tanda infestasi serangga, serta khusus untuk minyak, maka wajib dilengkapi seal pada tangki minyak. Hasil pemeriksaan kendaraan dituliskan dalam form Incoming RM Report. Pemeriksaan mengacu pada Spesifikasi RM, termasuk soal kondisi kendaraan angkutan. Beberapa pemasok tidak menggunakan kendaraan sendiri untuk pengangkutan ke konsumen tetapi lewat ekspedisi. Dari hasil pemeriksaan barang datang, jika ditemukan RM dalam kondisi sobek atau tidak utuh (misal karena benang penutup karung copot atau lepas), maka RM tersebut akan ditolak dan dikembalikan. Pemeriksaan kondisi barang dan kondisi kendaraan angkutan merupakan salah satu cara mencegah kontaminasi produk dari bahan alergen yang tidak diketahui.
101
Setelah RM lulus tahap pemeriksaan, RM disimpan di gudang RM. Di PT SSI berlaku prosedur bahwa semua RM yang masuk harus dilengkapi dengan Label Release, yang berisikan kode RM, kode lot RM, jumlah dan pemeriksa QC Incoming. Khusus untuk pasta Hazelnut diberi Label Release Alergen berwarna biru. Hal ini untuk menandakan adanya perbedaan pasta hazelnut dengan RM lainnya. Bahan baku lain biasanya ditempel dengan label Release berwarna hijau. Pasta hazelnut berbentuk cairan kental, yang terbuat dari hazelnut yang digiling halus. Bahan alergen, idealnya disimpan di lokasi tersendiri, dengan akses terbatas, atau diberi identitas jelas sebagai penanda alergen seperti penutup dengan warna khusus, palet khusus atau tanda unik lainnya (Stone dan Yeung 2010). Bentuk fisik bahan baku yang mengandung alergen harus dipertimbangkan dalam manajemen, seperti yang disyaratkan dalam klausul 5.2.3. Bentuk pasta hazelnut yang berupa cairan kental dan kemasan tertutup rapat, memiliki potensi sangat kecil mengontaminasi produk lainnya selama penyimpanan. Hal ini menjadi pertimbangan untuk tidak menempatkan bahan alergen dalam ruangan tersendiri yang tepisah secara fisik. Pasta ditempatkan pada area khusus yaitu di salah pojok ruangan di cool room yang dibatasi dengan rantai dari area sekitar. Area khusus tadi diberi tulisan “area bahan alergen” yang ditempel di dinding. Penyimpanan RM dilakukan sesuai SOP Penyimpanan RM. Sebagian RM disimpan pada suhu ruang, sedang RM lain yang sensitif terhadap suhu (misal flavor, pasta, pewarna) disimpan di cool room (suhu 18 – 220C). Pasta hazelnut disimpan di cool room sesuai dengan rekomendasi pemasok. Kerusakan lemak yang sering terjadi adalah timbulnya ketengikan, hasil dari reaksi kimia pada lemak. Penyimpanan dalam suhu dingin berguna untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak agar tahan dalam waktu lebih lama. Komponen trigliserida hazelnut tersusun dari asam lemak jenuh dan tidak jenuh (Ketaren, 1986). Suhu penyimpanan lemak atau minyak yang tinggi dapat menginisiasi reaksi autooksidasi. Oksidasi lemak adalah satu reaksi kimia yang melibatkan ikatan rangkap pada rantai karbon, yang dipicu oleh adanya oksigen, enzim peroksidase, radiasi (cahaya), dan ion metal polivalen. Apabila lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh (R-H) teroksidasi oksigen dan dipicu oleh adanya panas maka ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh
102
akan terputus dan oksigen menjadi bagian dari molekul. Reaksi kimia selanjutnya berupa reaksi pembentukan radikal bebas baru oleh peroksida sebagai hasil reaksi oksidasi maka reaksi oksidasi lemak ini bersifat autooksidasi (Kusnandar 2010).
C.3.
Tahap Penyiapan (per – batch) Tahap penyiapan per-batch adalah penimbangan semua bahan berdasarkan
formula krim dan adonan, dan selanjutnya bahan-bahan disatukan di palet sesuai kelompoknya. Proses yang terkait dengan penanganan alergen adalah saat penimbangan bahan untuk krim chocolate-hazelnut, karena menggunakan pasta hazelnut. Penimbangan pasta hazelnut hanya boleh menggunakan peralatan khusus untuk alergen hazelnut, meliputi, sendok, mangkok, dan batang pengaduk. Pada peralatan diberi tanda khusus bertuliskan “alergen”, dengan cara dikerik. Peralatan-peralatan tadi disimpan dalam suatu kotak plastik khusus berlabel alergen. Penandaan peralatan khusus alergen dan penyimpanan peralatan khusus alergen bertujuan agar tidak terpakai saat persiapan bahan lainnya, yang dapat mengakibatkan kontaminasi silang dari bahan alergen. Kotak penyimpanan peralatan alergen juga ditempatkan di area khusus alergen di cool room. Penimbangan hanya boleh dilakukan di area preparasi dan tidak boleh di area lain termasuk di area cool room, sesuai prosedur preparasi RM. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang dari RM yang mengandung alergen. Bahanbahan yang sudah ditimbang, selanjutnya disatukan dalam suatu palet sesuai formulanya. Pada setiap palet tersebut dituliskan nama krim yang sesuai. Hal ini untuk mencegah kesalahan pemakaian bahan. Namun saat ini belum ada label khusus untuk identifikasi alergen pada palet bahan-bahan per-batch yang telah ditimbang untuk krim chocolate-hazelnut. Padahal ini perlu dilakukan untuk memberikan peringatan kepada karyawan yang akan menggunakan bahan alergen tersebut dan mengurangi potensi kontaminasi silang dari bahan alergen. Pelabelan dan identitas alergen seperti yang disyaratkan dalam klausul 5.2.4 serta pengendalian label alergen pada produk yang diproses, disimpan dan didistribusikan dalam fasilitas pabrik adalah hal penting dalam manajemen alergen (Stone dan Yeung 2010). Direkomendasikan juga pengaturan lokasi palet bahan. Kadangkala ditemukan palet diletakkan sangat rapat antara satu dengan
103
lainnya. Oleh karena itu perlu diatur dan ditetapkan prosedur, agar ada jarak tertentu antara bahan dengan alergen dan lainnya untuk mengurangi potensi kontaminasi silang dari bahan yang mengandung alergen.
C.4.
Tahap Proses Produksi Bahan-bahan yang telah siap ditimbang untuk pembuatan krim chocolate-
hazelnut selanjutnya dibawa ke area ball mill mixer dan diaduk di ball mill mixer. Krim yang dihasilkan lalu dibawa ke oven, menggunakan tangki transfer krim, untuk kemudian dituang ke tangki krim di oven. Krim dipompakan kedalam gulungan wafer stik dan dihasilkan wafer chocolate-hazelnut. Wafer kemudian ditimbang (manual) per kemasan dan ditransfer melewati conveyor oven ke area pengemasan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa bahaya alergen yang masih harus dikendalikan adalah pada pasta hazelnut dan produk wafer chocolate-hazelnut. Hal ini disebabkan karena pada label produk, semua bahan yang mengandung alergen yaitu tepung terigu, susu, telur, dan lesitin kedelai telah dicantumkan secara jelas dalam komposisi, sedangkan hazelnut belum disebutkan. Berdasarkan kajian keberadaan bahan yang mengandung alergen selanjutnya ditetapkan prosedur-prosedur terkait penanganan alergen yaitu penetapan lini produksi, mesin dan peralatan terkait untuk penanganan bahan alergen, isu pencegahan kontaminasi silang alergen, penanganan produk semi jadi (krim) dan wip produk alergen, penetapan area penyimpanan produk, prosedur pembersihan dan sanitasi setelah produksi dengan bahan alergen, dan penetapan jadwal produksi. Pada rencana HACCP PT SSI (disyaratkan klausul 5.2.3), menunjukkan bahwa bahaya dari bahan yang mengandung alergen hazelnut teridentifikasi pada beberapa titik tahapan proses. Pada area ball mill mixer adalah pada proses pengadukan krim, melewatkan krim di magnetic trap dan pengayakan krim, serta proses tranfer krim dari ball mill mixer ke area oven. Pada area oven adalah pada mesin dan peralatan yang terkait krim (selang, nozzle, pompa krim), pemotongan wafer, penimbangan produk, dan proses transfer produk conveyor. Di area pengemasan adalah pada saat kemasan produk direkatkan pada horizontal sealer. Beberapa titik yang berpotensi terjadinya bahaya dari bahan alergen tadi
104
adalah disebabkan karena proses, mesin dan peralatan masih digunakan secara bersama-sama antara produk alergen hazelnut dan non-alergen. Tidak ada lini proses yang didedikasikan sepenuhnya untuk produksi dengan bahan alergen. Dedicated process line mampu mencegah kontaminasi silang produk alergen dalam suatu perusahaan. Dedicated equipment akan membutuhkan pembersihan yang jauh lebih sedikit (Burrows 2010). Dedicated system merupakan cara paling efektif dalam pengendalian kontaminasi silang alergen. Sistem pemrosesan yang berdedikasi ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Salah satu aplikasinya adalah seluruh bagian dari fasilitas dibuat tersendiri untuk produksi produk yang mengandung alergen. Tidak ada lini proses di bagian tadi yang memiliki hubungan silang ke lini lain di pabrik. Bentuk lainnya adalah dengan penetapan lini produksi tertentu dan pemisahan peralatan untuk produk produk yang mengandung alergen. Lini proses lain untuk produk yang tidak mengandung alergen ditutup, tetapi tidak ada penghubung fisik atau peralatan yang dipakai bersama antara lini proses tadi (Stone dan Yeung 2010). Di PT SSI pengaturan dilakukan dengan menetapkan mesin ball mill mixer, oven dan lini produksi nomor-nomor tertentu saja yang boleh digunakan untuk produksi alergen. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengaturan, memudahkan pembersihan dan mengurangi risiko kontaminasi silang. Mesin dan peralatan yang ada tidak sepenuhnya didedikasikan untuk produksi alergen, jadi masih digunakan bersama untuk produksi non-alergen. Pengendalian pada tiap mesin atau lini produksi tadi, dipasang tanda yang menunjukkan bahwa alergen boleh dijalankan di mesin atau lini tersebut. Sebelumnya pemilihan mesin ball mill mixer, telah dilakukan kajian internal untuk melihat ada tidaknya potensi krim akan terciprat keluar saat proses pengadukan di mixer dan potensi mengkontaminasi area sekitarnya. Mesin dilengkapi dengan pengaduk yang berputar pada kecepatan tertentu, untuk menghasilkan krim akhir yang rata atau homogen. Dari kajian didapatkan hasilnya, bahwa bila mesin mixer tertutup, maka tidak ada krim yang terciprat keluar atau sampai mengenai mixer di sebelahnya yang mungkin sedang digunakan untuk mengaduk krim selain chocolate-hazelnut. Antara mixer yang satu dengan terpisah dengan jarak tertentu. Dari hasil pengamatan tersebut diputuskan tidak perlu adanya pemisahan fisik atau area tersendiri untuk produksi
105
alergen, namun tetap dilakukan pengendalian dengan penutupan mesin saat proses pengadukan serta pemberian identitas alergen pada mesin. Ball mill mixer yang digunakan untuk mengaduk krim chocolate-hazelnut tidak ditempatkan di area terpisah. Ada 2 buah ball mill mixer (dari 8 unit yang tersedia) ditetapkan sebagai mixer yang hanya boleh untuk mengaduk krim chocolate-hazelnut. Kajian serupa juga dilakukan pada area oven. Krim atau produk pada suatu oven tidak sampai mencemari oven atau lini proses di sekitarnya. Antara lini proses yang satu dengan yang lain terpisah cukup jauh. Pengendalian pada area ini dilakukan dengan mengatur bahwa hanya oven-oven pada salah-satu lini proses yang diperbolehkan untuk produksi alergen, yang ditandai dengan identitas berupa penempelan tanda “untuk produksi alergen”. Prosedur (dalam SOP/WI) terkait dibuat sedemikian rupa sehingga mampu mencegah terjadinya kontaminasi silang. Menurut Stone dan Yeung (2010), bila tidak ada pemisahan produksi alergen secara fisik atau tertutup sepenuhnya, maka prosedur dan pengawasan ketat diperlukan untuk menciptakan pengendalian yang sesuai. Banyak perusahaan besar tidak menginginkan mengembangkan pasar untuk konsumen alergen karena pasarnya yang kecil dan biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun fasilitas terpisah tadi (Burrows 2010). PT SSI tidak menerapkan sistem dedikasi lini proses untuk alergen sepenuhnya dengan mempertimbangkan pasar produk chococolate-hazelnut masih mampu dipenuhi dari lini proses produksi yang ada. Varian wafer rasa coklat, vanila dan cappuccino masih lebih diminati dibandingkan rasa lainnya termasuk chocolatehazelnut. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bila nantinya permintaan pasar terhadap produk chocolate-hazelnut terus meningkat dan melebihi kapasitas produksi, maka perusahaan akan memiliki sistem dedikasi produksi alergen yang sepenuhnya. Peralatan pendukung produksi berupa saringan krim, tangki transfer krim, solet plastik dan tangki krim oven untuk krim chocolate-hazelnut atau produk chocolate-hazelnut ditemukan masih dipakai bersama dengan produk lainnya. Tidak ada alat pendukung yang didedikasikan khusus untuk produksi alergen. Dari penelitian ini didapatkan peralatan pendukung tadi belum memiliki identifikasi
atau
penandaan
khusus
untuk
alergen.
Oleh
karena
itu
106
direkomendasikan perlunya identifikasi dan diberi Label “alergen” sehingga tidak sampai terjadi kesalahan pemakaian yang mengakibatkan kontaminasi silang secara tidak sengaja. Pengaturan produksi terkait menajamen alergen lainnya dilakukan pada jadwal proses produksi (disyaratkan klausul 5.2.4). Di PT SSI produk alergen dijalankan mendekati akhir minggu dan diusahakan hanya berjalan sekali waktu. Hal ini didasarkan pertimbangan untuk memudahkan pembersihan dan waktu yang tersedia cukup panjang di akhir minggu untuk membersihkan mesin atau peralatan bekas produk alergen. Penjadwalan produksi merupakan sebuah alat kuat untuk meminimalkan risiko kontaminasi silang pada produksi produk yang mengandung alergen yang digunakan bersama-sama dengan produksi lainnya. Penjadwalan dapat dilakukan sebagai bentuk pembatasan di fasilitas produksi. Hal yang relatif mudah pada manajemen alergen adalah melakukan prosedur pengendalian secara menyeluruh. Tapi bagaimanapun juga, jadwal produksi lebih bermanfaat untuk mengurangi kesalahan orang (human error) dibandingkan dengan lini khusus atau pemisahan fisik. Jadwal produksi dapat dilakukan yaitu meliputi pengaturan tahapan produksi, mengurangi frekuensi pergantian produk dari yang satu ke yang lainnya (yang akan membutuhkan waktu lama), memproduksi produk yang mengandung alergen disaat lini lain tidak beroperasi, dan produksi produk alergen dijalankan dalam satu seri produksi (Stone dan Yeung 2010). Pada klausul 5.2.4 BRC isu 6, disebutkan bahwa dalam manajemen alergen, pencegahan kontaminasi silang alergen yang efektif dapat dilakukan dengan pengaturan jadwal produksi. Hal ini untuk mengurangi pergantian antara produk yang mengandung alergen dan yang tidak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa PT SSI telah memenuhi persyaratan manajemen alergen BRC terkait pengaturan jadwal produksi alergen. Penangan produk yang dapat diproses ulang (rework) merupakan salah satu bagian atau tahapan yang harus dikendalikan terkait penanganan alergen. Hal ini sesuai dengan bunyi klausul 5.2.2 yaitu “Jika rework dilakukan, atau melakukan reworking, hendaknya ada prosedur yang dilakukan untuk memastikan rework yang mengandung alergen tidak digunakan di produk yang tidak mengandung alergen”. Di PT SSI, produk wafer yang ditolak (reject) karena dimensi atau
107
penampakan tidak sesuai sehingga dapat diproses ulang disebut crumb. Crumb digiling dahulu dengan menggunakan mesin giling khusus sampai didapatkan tekstur crumb yang halus. Crumbhasil gilingan tadi selanjutnya dapat digunakan sebagai campuran krim. Hanya crumb produk tertentu yang dapat dicampur pada krim lain yaitu dengan pertimbangan formulasi bahan, warna produk, warna krim, dan bau produk, serta mengandung alergen chocolate-hazelnut atau tidak. Contoh matriks pemakaian crumbpada krim dapat dilihat pada Tabel 22. Crumb produk chocolate-hazelnut tidak boleh digunakan untuk produk lainnya. Minyak kurasan bekas menguras ball mill mixer pada proses pembersihan, dapat digunakan ulang untuk produk krim sejenis atau krim lainnya. Minyak kurasan bekas ball mill mixer untuk krim chocolate-hazelnut tidak boleh sampai dipakai untuk krim jenis lainnya. Pemakaian minyak kurasan diatur dalam matriks yang sama dengan pemakaian crumb yaitu seperti pada Tabel 22.
Tabel 22 Matriks pemakaian crumb dan minyak kurasan untuk formulasi cream di PT SSI
UNTUK KRIM
Chocolate-hazelnut
Chocolate Mint
Strawberi
Cappuccino
Vanila
Coklat
CRUMB / MINYAK KURASAN
Coklat
1
2
4
4
4
4
Vanila
4
1
4
4
4
4
Cappuccino
3
2
1
4
3
4
Strawberi
4
3
4
1
4
4
Chocolate Mint
3
1
4
4
1
4
Chocolate-hazelnut
3
1
4
4
4
1
Jumlah pemakaian crumb dan minyak kurasan dalam matriks dibaji menjadi yaitu kategori 1, 2, 3 atau 4. Pencampuran dilakukan dengan pertimbangan utama adalah penerimaan organoleptik pada produk akhir serta ada tidaknya alergen hazelnut. a.
Kategori 1, yaitu crumb atau minyak kurasan boleh digunakan, tanpa ada pembatasan jumlah.
108
b.
Kategori 2, yaitu crumb atau minyak kurasan boleh digunakan, maksimal 35 kg per batch krim, misal crumb vanilla untuk krim cappuccino.
c.
Kategori 3, yaitu crumb atau minyak kurasan boleh digunakan, maksimal 70 kg per batch krim, misal produk yang hampir sejenis yaitu crumb coklat untuk produk chocolate mint.
d.
Kategori 4, yaitu crumb atau minyak kurasan tidak boleh digunakan, misal produk krim dengan bau yang menyengat chocolate mint tidak boleh digunakan sebagai campuran krim vanila. Produk chocolate-hazelnut tidak boleh dicampur untuk produk lainnya. Alat penggilingan crumb terletak di area preparasi. Alat ini tidak
ditempatkan di area terpisah karena mempertimbangkan bentuk crumb yang berupa padatan halus atau remahan. Saat penggilingan crumb chocolate-hazelnut atau lainnya harus selalu dipastikan mesin dalam kondisi tertutup sehingga produk tidak terjatuh atau terpental ke area sekitarnya. Setelah selesai pemakaian alat, alat penggilingan crumb harus dicuci bersih sesuai prosedur pembersihan peralatan atau mesin setelah produksi alergen chocolate-hazelnut. Prosedur penangan produk alergen di area produksi termasuk prosedur pembersihan alat, mesin dan area harus disosialisasikan ke seluruh karyawan. Hal ini untuk memastikan tidak terjadi kesalahan yang dapat mengakibatkan kontaminasi silang dari produk yang mengandung alergen ke produk lainnya. Beberapa tanda peringatan terkait status alergen yang terpasang pada alat dan mesin hendaknya dibuat lebih jelas dan permanen sebagai identifikasi alat dan mesin.
C.5.
Pengemasan dan Pelabelan Produk wafer yang sudah berada dalam kantong plastik dalam (inner
plastic
bag)
dari
area
oven
ditransfer
ke
area
pengemasan
lewat
conveyor,melewati detektor logam, kemudian direkatkan menggunakan mesin horizontal sealer. Terdapat potensi ceceran produk atau krim chocolate-hazelnut pada tahap perekatan dengan horizontal sealer. Bahaya alergen pada tahapan ini teridentifikasi dalam rencana HACCP PT SSI. Prerequisite programmes dalam rangka pengendalian bahaya pada tahapan ini dilakukan dengan proses pemisahan
109
alat sealer saat produksi bersama antara produk chocolate-hazelnut dengan produk lainnnya. Mesin sealer tidak diperbolehkan digunakan bersama atau bergantian antara produk dengan alergen dengan yang tidak. Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Proses pembersihan mesin pada pergantian produk menjadi hal penting dalam penangan pencegahan bahaya ini. Perhatian lebih harus diberikan jika terdapat beberapa produk dalam kategori yang sama menggunakan warna dan gambar serupa, dan hanya menggunakan variasi pada label kemasan. Penanganan khusus harus diberikan jika ada kemiripan kemasan polos produk wip yang disimpan pada waktu tertentu, yaitu dengan pelabelan dan pembedaan kemasan agar tidak tercampur (AFGC 2010). Di PT SSI, kantong plastik wafer chocolate-hazelnut ditandai dengan warna berbeda yaitu berwarna merah. Warna ini berbeda dari warna kantong plastik rasa lainnya. Produduk wip chocolate hazelnut diberi label alergen yang berwarna biru. Pelabelan terkait alergen disyaratkan di banyak negara, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanda, negara-negara di Eropa dan Asia. Pada BRC isu 6 klausul 5.2.5 menyinggung soal klaim yang terkait dengan isu alergen dimana dipastikan klaim tersebut sesuai dengan isi produk. Pada label, semua bahan yang mengandung bahan alergen harus dicantumkan secara jelas, termasuk jika ada potensi alergen pada produk karena digunakan pada mesin yang sama atau lini produksi yang sama antara produksi dengan bahan alergen dan lainnya. Contoh peringatan alergen pada label produk wafer PT SSI berdasarkan aturan atau legislasi pada negara tertentu (sesuai klausul 5.1.5) adalah seperti pada Tabel 23. Pelabelan alergen produk PT SSI untuk negara Australia, Kanada dan beberapa negara di Asia hampir serupa dengan pelabelan untuk ke negara-negara di Eropa. Pelabelan yang benar terkait adanya produk yang mengandung alergen jenis tertentu atau pelabelan soal tidak adanya produk yang mengandung alergen yang tidak disebutkan di label harus dapat dipastikan melalui manajemen alergen berbasiskan kajian risiko bahaya diseluruh proses dalam fasilitas pabrik (Stone dan Yeung 2010). BRC isu 6 klausul 5.2.10 menegaskan bahwa pelabelan terkait alergen harus benar dan sesuai dengan isi produk. Perhatian lebih terhadap kebenaran kemasan dan label diberikan saat pergantian kemasan dan pergantian
110
batch kemasan. Di PT SSI prosedur terkait persyaratan pengemasan diatur dalam SOP Packing General, dimana saat pergantian produk harus dipastikan kemasan lama harus ditarik, yang dipermudah dengan pengecekan kode unik jenis kemasan. Saat awal jalan produk baru, Ketua Regu dan Supervisor wajib mengisi Checklist Coding Packing untuk memastikan kemasan telah sesuai. Di area gudang, kemasan lama yang tidak digunakan, diberi status label Reject dan ditempatkan di area terpisah.
Tabel 23 Contoh pelabelan dan peringatan alergen produk wafer PT SSI untuk beberapa negara No 1
Negara Amerika Serikat
Pelabelan dan peringatan alergen Pada Komposisi, dituliskan semua bahan alergen dilengkapi potensi kontaminasi hazelnut: a. Contoh komposisi pada wafer coklat adalah sebagai berikut: Ingredients: ...wheat flour, milk, whey, soy lecithin, and eggs. May contain traces of hazelnuts. b.
2
Inggris dan negara Eropa
Komposisi pada wafer chocolate-hazelnut adalah sebagai berikut: Ingredients: ....wheat flour, milk, hazelnuts, soy lecithin, and eggs.
Pada Komposisi, dituliskan semua bahan alergen dilengkapi potensi kontaminasi dari pasta hazelnut: a. Contoh komposisi pada wafer coklat adalah sebagai berikut: Ingredients: ....wheat flour, milk, whey, soy lecithin, eggs.... Allergen warning: this product has been made in a factory which uses nut ingredients.Contain wheat, flour, milk, whey, soy lecithin, and egg. b.
Komposisi pada wafer chocolate-hazelnut adalah sebagai berikut: Ingredients: ....wheat flour, milk, whey, soy lecithin, eggs.... Allergen warning: this product has been made in a factory which uses nut ingredients.Contain wheat, flour, milk, whey, soy lecithin, and egg.
Pelabelan dan desain pada kemasan harus disetujui oleh konsumen di negara tujuan. Saat registrasi produk ke suatu negara biasanya PT SSI harus melengkapi formulasi registrasi termasuk pertanyaan soal status alergen. Di internal PT SSI dilakukan kajian rutin aturan atau legislasi terkait pelabelan dan isu alergen. Pemeriksaan pelabelan dilakukan dalam prosedur Packaging Approval Documents (PAD) termasuk pemeriksaan label terkait soal alergen. Bila dokumen telah lengkap, sesuai dan disetujui oleh konsumen, selanjutnya desain dikirimkan kepada pemasok PM. QC Incoming akan melakukan setiap bahan kemasan yang datang, dan mencocokkan dengan PAD tersebut. Bila sampai terjadi kesalahan pada pelabelan pada kemasan, maka bahan kemasan itu wajib ditolak dan dikembalikan ke pemasok.
111
C.6.
Pembersihan dan Sanitasi Seperti telah disebutkan sebelumnya, proses pembersihan dan sanitasi
merupakan bagian penting dalam manajemen alergen sebagai upaya mengurangi risiko kontaminasi silang. Secara umum di PT SSI prosedur pembersihan dibagi menjadi 3 yaitu dari yang dapat langsung digunakan sampai pembersihan total dengan melepaskan bagian-bagian mesin satu per satu. Hal ini juga berlaku untuk untuk area preparasi, ball mil mixer dan oven. Setiap jenis prosedur tadi dilengkapi prosedur tertentu, dengan ketentuan umum adalah Prosedur 1, yaitu tidak perlu dilakukan pembersihan dimana produk berikutnya dapat langsung digunakan, misalnya pergantian dari produk sejenis. Prosedur 2, yaitu pembersihan dilakukan cukup dengan mengerok mesin atau peralatan, tanpa perlu menguras atau mencuci bersih. Karyawan tidak perlu melepaskan bagian-bagian mesin/peralatan, misalnya pada pergantian dari produk atau krim vanilla ke coklat, dengan pertimbangan rasa dan warna. Prosedur 3, merupakan pembersihan paling kompleks dan terperinci, karena harus melepaskan bagian-bagian mesin/peralatan untuk kemudian dicuci sampai bersih (kecuali bagian dalam ball mill mixer). Pembersihan ini membutuhkan waktu yang paling lama dibandingkan prosedur 1 atau 2. Pembersihan ini dilakukan pada saat pergantian produk dengan warna berbeda, dari flavor menyengat atau dari produk dengan bahan yag mengandung alergen berupa chocolate-hazelnut ke produk lainnya. Hasil pembersihan meja dan peralatan yang digunakan, diverifikasi oleh Ketua Regu dan QC, dan dituliskan di dalam Checklist Pembersihan dan Sanitasi. Pada tahap penimbangan per-batch krim, prosedur pembersihan yang diterapkan setelah penimbangan pasta hazelnut adalah semua area sekitar meja penimbangan harus dibersihkan dengan dilap tisu bersih (khusus) yang dibahasi sedikit air. Selanjutnya dikeringkan dan disemprot alkohol 70%. Harus dipastikan tidak ada sisa alergen di meja penimbangan. Peralatan bekas penimbangan hazelnut dicuci bersih di area washbay. Air sisa pencucian tadi langsung dibuang ke saluran limbah. Pada checklist pembersihan area preparasi yang ada saat ini, belum memberikan penekanan soal metode pembersihan untuk bahan alergen. Pembersihan alergen mengikuti prosedur pembersihan seperti pembersihan akhir minggu.
112
Berdasarkan kajian klausul pada BRC isu 6 klausul 5.2.8 terkait pembersihan dalam manajemen alergen, terdapat beberapa perubahan dilakukan di PT SSI. Pembersihan peralatan atau mesin alergen biasanya diatur di akhir minggu, namun bila terpaksa dilakukan di tengah produksi maka dilakukan pengaturan khusus. Pengaturan yang dilakukan berupa pemisahan pada saat pembersihan (adjacent cleaning) sehingga bila sedang membersihkan mesin atau alat bekas hazelnut tidak sampai mencemari area sekitarnya. Alat adjacent cleaning berupa tiang dengan lembaran plastik yang mampu menahan cipratan minyak atau air saat pembersihan. Ball mill mixer dan oven yang sedang dibersihkan ditutup dengan tirai plastik cukup lebar dan tinggi, sehingga air cipratan atau proses pembersihan tidak sampai mengkontaminasi area sekitarnya. Klausul 5.2.8 juga mensyaratkan pengaturan pada peralatan pembersihan untuk membersihkan bahan penyebab alergi hendaknya memiliki identitas dan spesifik, single use, dan dibersihkan tuntas setelah digunakan untuk alergen. Peralatan pembersihan yang digunakan di PT SSI berupa sikat panjang dan tisu. Peralatan sikat biasanya digunakan untuk membersihkan tangki, selang dan sekitarnya. Pembersihan sikat dilakukan dengan cara direndam air panas, lalu dicuci dengan deterjen dan dibasuh dengan air panas. Tisu digunakan untuk melap dinding tangki, serta bagian-bagian sekitar oven dan conveyor. Setelah dipakai tisu tadi langsung dibuang (single use). Untuk pembersihan mesin atau peralatan bekas jalan alergen di area ball mill mixer dan oven, memang telah menggunakan prosedur adjacent cleaning atau pembersihan dengan pemisahan. Namun untuk peralatan dan alat bantu produksi, masih dicuci di aera washbay, yang masih bersama-sama dengan alat lainnya. Alat pembersihan berupa sikat tidak ada yang dikhususkan untuk pembersihan alergen. Oleh karena dari penelitian ini direkomendasikan
perlunya
dilakukan
pengaturan
dan
penjabaran
soal
penggunaan dan prosedur pembersihan alat kebersihan bekas pembersihan produk dengan alergen. Saat ini pengendalian dilakukan dengan prosedur pembersihan alat kebersihan setelah digunakan untuk membersihkan mesin dan peralatan bekas produksi dengan bahan yang mengandung alergen. Harus dipastikan alat kebersihan tadi benar-benar tuntas dan bersih (seperti pada klausul 5.2.8), sebelum digunakan untuk pembersihan alat dan mesin lainnya. Oleh karena itu
113
direkomendasikan PT SSI masih perlu melakukan kajian mendalam soal pemisahan alat-alat tersebut karena sampai saat ini tidak tersedianya alat kebersihan yang didedikasikan untuk pembersihan alergen. Alat kebersihan yang digunakan bentuknya umum dan tidak sulit ditemukan di pasaran, sehingga penyediaan alat khusus untuk membersihkan bekas produksi dengan alergen tadi haruslah segera dapat disediakan oleh perusahaan. Hasil
pembersihan
peralatan
dan
mesin
diperiksa
secara
visual
(organoleptik) untuk memastikan tidak ada sisa produk alergen. Pemeriksaan dibantu dengan mengusap tisu putih bersih pada mesin atau alat, apakah ada sisa krim atau chocolate-hazelnut. Alat atau mesin dicium untuk memastikan tidak ada bau produk chocolate-hazelnut. Di PT SSI belum dilakukan uji deteksi alergen misal dengan metode ELISA, yaitu metode yang umum digunakan untuk pengujian keberadaan adanya pangan alergen (AFGC 2007). Test-kit ELISA dapat digunakan untuk menverifikasi hasil pembersihan produksi alergen. Alat ini dapay digunakan untuk mengetahui masih ada atau tidaknya keberadaan residu alergen pada mesin, peralatan atau pabrik. Bagi produsen, pengujian keberadaaan alergen pada lini produksi atau dalam pabrik yang digunakan bersama menjadi penting. Sebuah kajian ada/tidaknya alergen memang diperlukan, dan jika ada, perlu dilakukan kajian apakah keberadaan alergen tadi berada pada tahap yang dapat membahayakan konsumen penderita alergi. Ada indikasi bahwa alergen yang berada di bawah ambang batas berisiko kecil terhadap konsumen. Bagaimanapun, secara umum diterima bahwa tidak ada batasan yang tegas (kecuali gluten) dan Directive 2003/89/EC tidak memberikan ambang batas atau pedoman tentang batasan aman (Kerbach et al. 2010). Oleh karena itu menjadi penting bagi PT SSI untuk melakukan pengujian residu alergen hazelnut pada peralatan atau mesin yang telah digunakan maupun pada alat kebersihan yang bekas digunakan untuk pembersihan peralatan atau mesin yang menggunakan hazelnut. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan untuk menverifikasi hasil pembersihan alat kebersihan. Rekomendasi ini diberikan karena pengujian pangan alergen merupakan alat berharga jika digunakan sebagai bagian dari manajemen alergen dengan pendekatan berbasiskan risiko. Hasil pengujian dapat memberikan jaminan dan
114
menverifikasi titik kritis dalam program manajamen risiko yang komprehensif (AFGC 2007). Pengetahuan operator soal prosedur pembersihan mesin, peralatan dan area bekas produksi bahan hazelnut atau produk chocolate-hazelnut yang mengandung alergen sangat penting, dalam usaha pencegahan kontaminasi. Oleh karena itu operator, ketua regu dan QC diberikan pelatihan yang memadai soal penanganan bahan alergen ini. Pengetahuan dan pengawasan dari supervisor area terkait juga berperan dalam memastikan prosedur pembersihan telah dijalankan dengan sesuai sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan di perusahaan.
C.7.
Pelatihan dan Pendidikan Karyawan Semua hal terkait prosedur hendaklah disosialisasikan kepada karyawan
dengan baik agar pelaksanaan sesuai dengan standar. Pelatihan karyawan soal alergen menjadi agenda khusus sejak akhir 2011 di PT SSI seperti yang disyaratkan oleh BRC klausul 5.2.9. Klausul ini mensyaratkan pelatihan tentangn pengenalan karyawan, termasuk karyawan kontrak, kontraktor, dan mekanik. Oleh karena itu PT SSI melaksanakan secara rutin pelatihan terkait penanganan dan pengenalan alergen, yang dijadwalkan dan harus dilaksanakan secara sesuai. Populasi orang yang menderita alergi dari makanan di Indonesia, mungkin sangat berbeda dengan konsumen di luar negeri. Pangan alergen berupa kacang tanah, kacang-kacangan (tree nuts), serealia yang mengandung gluten, telur, seledri, kacang wijen, atau ikan pada populasi di luar negeri sangat berbeda dengan kondisinya di masyarakatn di Indonesia, dan bahakan secara umum bukanlah merupakan pangan penyebab alergi. Populasi penderita alergi terhadap pangan jenis tertentu dapat berbeda situasinya di negara yang berbeda, tergantung pada pola konsumsi makanannya (Taylor 2006). Dikhawatirkan pengetahuan dan kepedulian terhadap soal bahaya soal alergen karyawan yang rendah dapat menyebabkan kesalahan atau berpotensi mengkontaminasi pada produk. Karyawan yang menangani bahan baku alergen maupun produk alergen sebaiknya mendapatkan pelatihan lengkap terkait pangan alergen. Hal ini dapat menjadi bagian dari orientasi karyawan baru, dimana pelatihan ini dapat diulang sesuai dengan
kebutuhan.
Pertimbangan
hendaknya
diberikan
karena
alasan
115
bervariasinya latar belakang, pengetahuan, kemampuan, dan bahasa karyawan. Informasi relevan, sesuai dan jelas perlu diberikan meliputi masalah alergi dan pangan alergen, dampak terhadap kesehatan bila sampai konsumen alergi menkonsumsi pangan yang salah, isu kontak silang, isu pelabelan dan kesalahan pelabelan, data statistik penarikan produk terkait pelabelan produk, dan strategi manajemen alergen perusahaan (Stone dan Yeung 2010). Pada orientasi karyawan baru PT SSI, pelatihan atau pembekalan khusus terkait alergen secara umum belum diberikan. Namun pada beberapa area strategis, seperti loker, area cuci tangan dan gudang, dipasang pengumuman soal alergen ini. Karyawan yang menangani bahan alergen biasanya diberikan pelatihan sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukannya, misal prosedur penimbangan bahan alergen, preparasi bahan alergen, pembersihan dan sanitasi setelah produksi bahan alergen. Pelatihan diberikan dengan menggunakan acuan berupa SOP atau WI terkait. Pada program pelatihan penyegaran tahunan GMP, HACCP, BRC/SQF di PT SSI materi alergen juga diberikan. Untuk area kantin, ditempelkan beberapa contoh pangan yang mengandung alergen, seperti susu, tempe, tahu, oncom, sambal kacang, kerang-kerangan dan makan ringan dari kacang. Telah diterbitkan aturan, bahwa karyawan dilarang membawa makanan ringan dari kacang (misal permen kacang, kacang telur, dan lainnya) karena dikhawatirkan
disimpan
di
saku
dan
kemungkinan
dapat
jatuh
dan
mengkontaminasi produk. Materi dan bukti pelatihan tercatat dan catatan tadi dipelihara.
116
D. Pengendalian Benda Asing di PT SSI Dalam the BRC Global Standard for Food Safety, beberapa klausul mensyaratkan pengendalian untuk mencegah kontaminasi benda asing. Klausul tersebut antara lain klausul 4.9.2 (pengendalian logam), 4.9.3 (pengendalian kaca, plastik mudah pecah, keramik, dan sejenisnya), 4.9.4 (kayu), dan 4.10 (peralatan deteksi dan penghilangan benda asing). Pada bab D dalam penelitian ini dibahas kajian implementasi di PT SSI terkait pengendalian benda asing. Pembahasan mencakup kajian sumber benda asing pada semua tahap mulai tahap penerimaan bahan sampai dengan pengemasan dan pemuatan dalam kendaraan pengangkut; validasi jenis benda asing; penetapan standar maksimal untuk setiap benda asing yang terkait; penetapan kontrol dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan; dan penetapan verifikasi dan dokumentasi terkait dengan kontrol benda asing yang diidentifikasi.
Selanjutnya
ditetapkan
rekomendasi
untuk
implementasi
pengendalian benda asing di PT SSI sehingga memenuhi persyaratan terkait pada BRC isu 6. Sumber benda asing sangat kompleks dapat berupa batu, tanah, pecahan, serangga, kulit, tulang rambut, dan lainnya (Marsh dan Angold 2004). Bahaya yang diidentifikasi dalam pengendalian benda asing adalah termasuk bahaya fisik seperti batu, baut dan mur, kaca, logam, potongan plastik tajam dan lainnya. Benda asing merupakan sumber bahaya potensial bagi kesehatan. Kaca merupakan
kelompok
penting
karena
berpotensi
merobek
mulut
atau
kerongkongan (Edward, 2004). Bila terjadi keluhan konsumen karena benda asing, misalnya kaca, Food Safety Act (Inggris) dengan interpretasi ketat akan sesegera mungkin melakukan recall, tanpa memperhatikan dimana atau bagaimana benda asing itu dapat masuk (Hines 2004). Batas kritis kontaminasi logam menurut FDA (1999) adalah panjang 0,3inch/7mm - 1,0inch/25mm. Secara umum aturan pengendalian benda asing di PT SSI diatur dalam Manual Perusahaan dan SOP/WI proses atau area terkait serta menjadi bagian dari analisa bahaya dalam rencana HACCP perusahaan. Pengendalian benda asing merupakan usaha deteksi untuk mencegah masuknya benda asing ke dalam produk pangan. Analisa bahaya pada rencana HACCP digunakan untuk menetapkan potensi-potensi kontaminasi benda asing semua tahapan proses.
117
Keberadaan benda asing dapat menimbulkan masalah baik mutu maupun keamanan produk pangan. Kontaminasi benda asing juga potensi menyebabkan keluhan konsumen, yang mampu menurunkan kepercayaan konsumen terhadap suatu merek atau perusahaan pembuatnya. Oleh karena itu berbagai bahaya yang potensial perlu dikendalikan sehingga tidak sampai mengkontaminasi produk dihasilkan. Pengendalian bahaya dilakukan juga melalui prerequisite programmes berupa penerapan GMP misal bangunan, pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi, dan kajian desain mesin dan alat.
D.1.
Kajian Sumber Benda Asing pada Berbagai Tahapan Proses Benda asing dapat berasal dari kontaminasi pada bahan baku atau bahan
kemasan, proses yang salah, peralatan atau mesin yang rusak, kegiatan perbaikan atau pemeliharaan yang tidak sesuai, atau dari lingkungan proses dan gudang yang kotor. Area sekitar pabrik juga dapat menimbulkan kontaminasi, misal populasi serangga yang tidak terkendali, infrastruktur bangunan yang tidak rapat atau bocor, serta praktik karyawan yang salah. Oleh karena itu dalam kajian sumber benda asing harus memperhitungkan segala aspek yang berhubungan dengan produk, baik yang dapat mencemari produk secara langsung atau tidak langsung. Sumber benda asing yang teridentifikasi adalah berasal cemaran pada bahan baku dan kemasan; praktik higiene karyawan; proses produksi; penggunaan palet kayu; mesin, peralatan dan alat bantu; dan utilities yaitu air dan udara. Kajian sumber benda asing beserta tindakan pengendaliannya disajikan pada Tabel 24. Karyawan merupakan sumber utama masuknya benda asing seperti perhiasan, rambut, pulpen, peralatan, atau kancing baju, kuku, dan plester luka (Gaze dan Campbell 2004). Karyawan, tamu, termasuk kontraktor yang masuk ke area produki PT SSI harus melaksanakan aturan GMP yang sudah ditetapkan karena semua dapat berpotensi menjadi sumber kontaminasi (sesuai klausul 7.2). Kontaminasi berasal dari pemakaian jam tangan, perhiasan seperti cincin, antinganting, gelang, dan tindik pada hidung atau bagian tubuh yang terbuka lainnya. Sumber lain adalah kuku yang panjang (karena dapat patah), kuku palsu, cat kuku, bulu mata palsu, dan sejenisnya, yang copot dan masuk ke produk. Rambut, kumis dan janggut yang terbuka dapat menjadi sumber kontaminasi bila tidak ditutup
118
sempurna. Pakaian pelindung pekerja mampu mencegah kontaminasi-kontaminasi ini namun bila digunakan dengan tidak benar maka tidak akan efektif mencegah bahaya. Bagian tubuh karyawan sendiri dapat secara tidak sengaja menjadi sumber potensi benda asing, misalnya potongan gigi atau tambalan gigi (Edwards 2004). Di dalam area proses dan gudang staples dan klip kertas dapat menjadi sumber kontaminasi logam, karena ukuran yang kecil, mudah terlepas dan sulit dikendalikan. Walaupun staples dilarang digunakan di internal perusahaan yaitu di area proses dan gudang di PT SSI, namun masih ada potensi sumber dari luar perusahaan seperti dokumen pembelian (misal surat jalan), kemasan luar bahan baku dan bahan kemasan, atau tamu (klausul 4.9.2.2). Pulpen pekerja dan tamu, serta alat tulis lainnya dapat menjadi sumber kontaminasi bila hilang, copot atau rusak. Sumber kontaminasi dapat berasal dari bahan baku atau bahan kemasan yang datang. Banyak sekali benda asing yang dapat berasal dari bahan baku seperti logam; warsa dan batu dalam kemasan hasil pertanian; atau eartag hewan dalam kemasan daging (Edwards 2004). Kontaminasi benda asing pada bahan dapat berasal dari higiene karyawan yang jelek, proses yang tidak sesuai, produk yang rusak atau terbuka dan pengangkutan yang tidak baik. Bahan baku tepung terigu potensial tercemari kutu. Kutu bersumber dari bahan baku (gandum), proses pengolahan yang tidak memadai, kondisi penyimpanan di gudang yang jelek, dan kontaminasi silang dari kendaraan pengangkut ke pabrik. Kemasan yang rusak, bocor atau tidak utuh dapat mengakibatkan bahan dimasuki oleh benda asing seperti debu, kotoran, dan serangga. Kerusakan pada kemasan dapat terjadi karena proses yang kasar atau salah dan kondisi kendaraan yang tidak ideal seperti adanya benda tajam, permukaan kasar atau tidak rata atau kemasan produk yang tidak kuat. Benda asing yang pernah ditemukan pada saat penerimaan barang misalnya adalah semut dan kutu, rambut, dan palet bahan kemas kaleng yang bertanah dan berserangga.
Tabel 24 Verifikasi dan dokumentasi pengendalian benda asing PT SSI No a.
Sumber benda asing Bahan baku atau bahan kemasan
Jenis benda asing a. Serangga, potongan rambut, b. Kutu pada terigu
b.
Hama dari luar pabrik dan di dalam pabrik
c. Logam: staples dan klip kertas d. Serangga pada palet kayu Lalat, serangga terbang bersayap/tidak bersayap, nyamuk, dan lainnya.
Pengendalian PP- Prosedur pemeriksaan bahan baku/bahan kemasan setiap kedatangan barang PP-Prosedur pemeriksaan terigu datang yaitu pengayakan terigu, 10 karung per container/truk PP-Pemeriksaan bahan dan kemasan luar bahan baku/bahan kemasan PP-Prosedur pemeriksaan kondisi palet kaleng saat kedatangan a. Pembangunan infrastruktur pabrik: rapat, tidak berlubang, ventilasi/exhaus fan dengan kawat mesh nomor 30 b. PP-Pemeliharaan Infrastruktur c. Pembersihan rutin infrastruktur, termasuk kerangkap baja, langit-langit, exhaust fan d. Pemeliharaan dan pemeriksaan infrastruktur e. PP-Pemeliharaan Infrastruktur f. Pemeriksaan lamput FLT serangga dan alat pengendali hama yang dipasang g. PP-Pengendalian hama
Pelaksana QC Incoming
Form/Checklist yang digunakan - Form RM Incoming Report - Form PM Incoming PM Report
Frekuensi Setiap kedatangan barang, setiap lot
QC Incoming
- Form RM Incoming Report
Setiap kedatangan barang, setiap lot
QC Incoming
Setiap kedatangan barang
QC Incoming
- Form RM Incoming Report - Form PM Incoming PM Report - Form PM Incoming PM Report
Engineering
- Manual Perusahaan
General Affair
- Master List Pembersihan dan Sanitasi - Checklist pembersihan per area - Jadwal pemeliharaan - Checklist pemeriksaan infrastruktur - Form pemeriksaan lampu FLT serangga - Form pemeriksaan perangkap masal area dalam dan luar - Form pemeriksaan umpan tikus (area luar) - Form pemeriksaan box seng (area dalam) - Form pemeriksaan bettle house - Spot treatment
Engineering Subkontraktor luar
Setiap kedatangan, setiap palet Sesuai Jadwal Pemeliharaan Harian/Mingguan/ Bulanan/Tahunan Harian/Mingguan/ Bulanan/Tahunan Harian/Mingguan
No c.
Sumber benda asing Karyawan
d.
Bola baja ball mill mixer
e.
Kotoran atau logam dari bahan baku dan proses
f.
Mesin/peralatan dan alat bantu
g.
Jenis benda asing Jam tangan, perhiasan (cincin, gelang), kuku palsu, cat kuku, bulu mata palsu, dan lainnya Logam besi a. Rambut, plastik, kertas, benang, dan lainnya b. Potongan logam, kaca, kawat, batu kerikil, dan lainnya Baut, mur, ring, potongan pisau, dan potongan logam lainnya
h.
Kegiatan perbaikan dan pemeliharaan alat/mesin Air untuk proses
a. Pelumas atau minyak b. Logam Kotoran
i.
Udara untuk proses
Kotoran dan air
j.
Palet kayu
a. Potongan kayu b. Serangga
Pengendalian PP-GMP;Personel hygiene, yaitu larangan penggunaan bila masuk ke are produksi dan gudang.
Pelaksana Ketua Regu/ Supervisor
Form/Checklist yang digunakan - Personel hygiene checklist
Frekuensi Setiap shift
PP-Pemasangan magnetic trap di ujung ball mill mixer PP-Pemasangan ayakan mesh nomor 30, di ujung ball mill mixer dan mixer adonan
Tim ball mill mixer - Tim mixer adonan - Tim ball mill mixer
- Belum ada, data langsung direkap oleh QC Online - Cream mixer Report - Base mixer Report
Setiap minggu
PP-Sanitary Design Review (SDR)
Produksi & Engineering - Tim mixer adonan - Tim ball mill mixer Checker MD
- Form SDR
Setiap pembelian dan kedatangan mesin baru Setiap batch krim/adonan
Ketua Regu Ketua Regu Engineering
- Form Pre-Operation - Tools Inspection Report - Checklist pemeliharaan alat
Engineering
- Checklist pemeliharaan WWTP
Engineering
- Checklist pemeliharaan filter udara - Form Incoming PM Report
Setiap hari
- Form Pemeriksaan palet di gudang
2 kali per minggu
PP-Pemasangan ayakan mesh nomor 30, di ujung ball mill mixer dan mixer adonan CCP-Pemasangan detektor logam (metal detector/MD) di ujung lini produksi PP-Pre-operation PP-Tools inspection Prosedur perbaikan dan pemeliharaan di saat tidak produksi PP-Pengolahan air (WWTP) berupa beberapa filter, klorinasi dan UV a. PP-Peralatan pengolahan udara b. Filter 50 micron di setiap oven a. PP-Pemeriksaan palet kayu pada kedatangan kaleng b. PP-Pemeriksaan palet kayu di gudang
QC Incoming Tim gudang
- Cream mixer Report - Base mixer Report - Form MD Report
Setiap batch krim/adonan
Pemeriksaan setiap 15 menit Setiap akhir minggu/ total 2 kali per minggu Setiap perbaikan/ pemeliharaan Setiap hari
Setiap kedatangan barang
121
Palet kayu masih diperbolehkan digunakan di PT SSI sampai saat ini, tetapi dibatasi hanya di gudang bahan kemasan dan gudang produk akhir (sesuai klausul 4.9.4.1). Palet kayu digunakan saat pengiriman bahan kemasan berupa kaleng ke PT SSI. Palet kayu yang rusak atau rapuh merupakan sumber kontaminasi yang membahayakan produk. Permasalahan yang ditemui terkait palet kayu adalah palet mudah diserang oleh hama. Cukup sulit mengetahui palet mana yang telah terinfestasi hama atau tidak. Kumbang kayu mampu menembus kayu dan meninggalkan telur didalamnya, yang tidak dapat mudah terlihat dengan kasat mata. Setelah waktu tertentu telur menetas dan menjadi serangga dewasa. Palet yang terinfestasi serangga biasanya ditandai dengan tumpukan bubuk di sekitar palet atau lubang-lubang pada palet. Palet yang digunakan pemasok terbuat dari kayu kelapa karena murah dan mudah didapatkan. Namun jenis kayu ini memiliki kelemahan karena sangat mudah dimasuki serangga. Palet dari pemasok tidak difumigasi. Palet merupakan barang yang dapat dipakai hingga berulang kali (reuse). Oleh karena itu penanganan palet kayu menjadi sangat penting di perusahaan. Infrastruktur pabrik harus dirancang, dibangun dan dipelihara secara rutin. Kondisi bangunan pabrik yang kotor, rusak dan tidak dipelihara dengan baik menjadi sumber kontaminasi, tempat infestasi dan sarang hama (AIB 1979). Pintu, jendela dan ventilasi yang terbuka menjadi sumber kontaminasi seperti debu, pasir, serangga, dan lainnya. Screen kawat yang rusak atau berlubang dan tidak rapat, menjadi jalur masuknya hama. Kotoran pada langit-langit atau dak yang kotor dapat jatuh dan mencemari produk di bawahnya. Langit-langit dan dak serta dinding lembab (akibat kondensasi) dapat mengakibatkan permukaan luar dinding atau cat terkelupas dan menjadi sumber kontaminasi (sesuai klausul 4.4.1 dan 4.4.6). Struktur bangunan yang tidak halus, banyak lekukan, retak, mengakibatkan sulit dijangkau saat pembersihan dan pemeliharaan. Penyimpanan barang-barang di luar yang tidak dijaga baik dapat menjadi sarang bagi hama yang kemudian dapat masuk ke dalam area proses. Pada audit sertifikasi BRC di PT SSI pada Januari 2012, diterbitkan temuan minor untuk temuan langit-langit yang rusak bekaskondensasi air di area penyimpanan retained sample. Hal ini
122
disebabkan karena bangunan tadi sebelumnya adalah bangunan dengan sistem pendingin ruangan (air conditioner). Benda seperti kaca, plastik mudah pecah dan sejenisnya dikendalikan untuk mencegah pecah dan kontaminasi ke produk. Bola lampu, fixture, skylights, dan kaca yang terekspos ke pangan harus dilindungi dengan dipasang plastik solid (AIB 1979). Lampu yang terbuat dari kaca, jendela kaca, cermin, wadah kaca dan lainnya yang terbuat dari kaca di area produksi, mudah pecah dan dapat mengakibatkan kontaminasi (klausul 4.4.9 dan 4.4.12). Kaca yang tidak diberi lapisan atau pelindung, bila pecah akan menyebar dan sulit dibersihkan. Plastik yang tipis dan keras serta keramik pada peralatan, mesin, atau lainnya di area produksi yang tidak dikendalikan, menjadi potensi sumber kontaminasi fisik bila tidak dikendalikan. Benda asing yang masuk ke rantai pangan dan mengkontaminasi produk dapat berasal dari bagian-bagian mesin, potongan dari perbaikan mesin seperti kepingan stainless steel dan kerak las (Edwards 2004). Desain peralatan atau mesin yang tidak baik atau salah berpotensi mengkontaminasi produk karena menjadi sulit dibersihkan,tidak mampu dilepaskan, baut lepas atau tidak terpasang baik, las-lasan yang kasar, atau permukaan yang tidak rata. Hendaknya ada kegiatan pemeriksaan desain peralatan atau mesin saat akan dibeli atau masih dalam tahap percobaan. Pengerjaan pengelasan, pembubutan atau lainnya dapat mengakibatkan kontaminasi produk bila dilakukan di area produksi, bukan di area khusus seperti bengkel terpisah, tanpa pelindung, dan tidak dilakukan pembersihan setelah pengerjaan (klausul 4.7.4 dan 4.7.6). Dalam rencana HACCP PT SSI, salah-satu bahaya yang teridentifikasi adalah saringan kawat pada mesin ayak krim dan adonan yang sobek atau rusak. Hal ini terjadi karena ayakan yang digunakan merupakan alat yang bergetar, yang bila terus-menerus digunakan serta diberi beban produk, akan sobek dan rusak. Pemasangan saringan yang salah atau tidak tepat selain mudah rusak atau sobek juga tidak efektif menahan benda-benda asing yang mungkin terdapat pada krim dan adonan. Potongan kawat dari ayakan merupakan salah-satu sumber kontaminasi benda asing yang berasal dari proses produksi (Edwards 2004).
123
D.2. Penetapan Standar Maksimal untuk Setiap Benda Asing Standar maksimal untuk setiap benda asing terkait yang ada pada tiap tahap proses perlu dikaji dan ditetapkan. Standar ini sebagai patokan apakah produk atau proses diterima atau ditolak. Standar dapat ditetapkan melalui beberapa cara, yaitu berdasarkan literatur sains, standar pada aturan atau legislasi yang berlaku pada suatu negara, good practices yaitu aturan atau kebiasaan umum yang berlaku di industri pangan, pengalaman perusahaan ataupun dari kajian internal yang dilakukan tim HACCP. Keluhan konsumen terkait kontaminasi benda asing pada produk juga dapat dijadikan sebagai dasar kajian dan penetapan perbaikan sistem pengendalian benda asing di perusahaan. BRC isu 6 klausul 4.10.4 mensyaratkan investigasi terhadap temuan benda asing pada alat deteksi atau penghilangan benda asing hendaknya, yang dijadikan sebagai dasar pencegahan kontaminasi terjadi atau berulang. Standar umum kontaminasi sebenarnya diharapkan tidak ada sama sekali atau nol, karena dapat menimbulkan masalah mutu dan keamanan pangan. Batas kritis kontaminasi logam pada produk akhir adalah pecahan logam dengan panjang 0,3 inch (7 mm) sampai 1,0 inch (25mm). Batas maksimal 7mm adalah yang paling jarang menyebabkan trauma atau penyakit serius kecuali pada kelompok risiko seperti bayi, wanita hamil dan usia lanjut (FDA 1999). Resiko kontaminasi benda asing dapat dikurangi atau dihilangkan dengan pemakaian alat deteksi atau penghilangan benda asing yang efektif (klausul 4.10). Di PT SSI terdapat beberapa peralatan deteksi atau penghilangan benda asing (sesuai klausul 4.10) yaitu saringan udara, magnetic trap di ball mill mixer, ayakan krim, ayakan adonan, dan detektor logam di area pengemasan. Pada masing-masing alat ini ditetapkan standar maksimal sebagai dasar pemeriksaan dan pengendalian proses di area terkait. Standar maksimal pada saringan krim dan adonan ditetapkan berdasarkan kajian temuan pada alat yang tercatat pada form process control. Batas maksimal temuan adalah sebagai berikut : 1.
Bila temuan berhubungan dengan keamanan produk, seperti temuan pecahan kaca, potongan logam, potongan plastik tajam atau plastik keras, atau batu/kerikil, dan sejenisnya maksimal adalah 3mm.
124
2.
Bila temuan berhubungan dengan mutu produk (tidak sampai menimbulkan bahaya), seperti temuan rambut, lembaran plastik, kertas, benang (misal karung), dan sejenisnya, maksimal adalah 5 lembar/5 buah. Temuan pada saringan diperiksa setelah selesai proses pernyaringan per-
batch adonan atau krim. Standar temuan pada saringan ditetapkan sejak akhir 2011 dalam rangka pemenuhan BRC isu 6. Saringan dipastikan tidak dalam kondisi sobek. Saringan yang rusak atau sobek dapat menyebabkan alat tidak mampu menghilangkan benda-benda asing yang tidak diinginkan pada produk. Potongan kawat saringan atau kerusakan alat berpotensi menjadi sumber bahaya logam pada produk. Akan tetapi pada tahap akhir proses produk terdapat detektor logam yang akan menghilangkan bahaya logam dari alat saringan yang rusak tersebut. Tidak konsistensinya pemeriksaan kondisi alat saringan masih ditemukan di area proses. Hal ini terjadi karena waktu penyaringan adonan batch yang satu dengan yang lain terlalu rapat, sehingga tidak cukup waktu untuk mengerok adonan disaringan, memeriksa saringan sobek/tidak, mengumpulkan temuan, dan menempelkan atau mencatatkannya di laporan process control. Metode pemeriksaan saringan juga perlu dikaji agar lebih efektif menemukan saringan yang sobek atau bila ada temuan benda asing, misal dengan penggunaan alat bantu. Pada saluran keluaran krim pada ball mill mixer dipasang magnetic trap yang dapat menarik dan memerangkap kontaminan logam besi pada krim. Standar temuan besi pada magnetic trap adalah maksimal 2 gram per alat, diperiksa di akhir minggu saat pembersihan total alat. Bila ditemukan lebih dari 2 gram maka perlu diperiksa asal logam-logam tersebut, misal dari biji logam yang telah usang sehingga biji logam pecah atau rusak, proses yang salah, ketidaksesuaian pada mesin, dan lainnya. Kekuatan dari magnet pada magnetic trap diperiksa rutin setiap 3 tahun. Spesifikasi alat menunjukkan kekuatan magnet adalah 12.000 gauge, yang akan berkurang sesuai dengan usia pemakaian alat. Magnetic trap pada ball mill mixer bukan merupakan CCP dalam rencana HACCP PT SSI, karena pada tahap selanjutnya yaitu pada tahap pengemasan produk terdapat detektor logam yang akan menghilangkan kontaminasi logam pada produk. Pemeriksaan rutin temuan logam dan kegiatan pemeliharaan rutin bola baja dan
125
peralatan perlu dilakukan untuk memastikan keefektifan alat menghilangkan kontaminan besi pada krim yang dihasilkan. Alat detektor logam merupakan titik kritis atau CCP dalam menghilangkan bahaya logam dalam rencana HACCP PT SSI. Pada tahap berikutnya tidak ada lagi peralatan atau tahapan yang dapat menghilangkan bahaya logam pada produk. Batas cemaran logam yang ditetapkan dalam rencana HACCP adalah Ferrous 1,5mm, non-Ferrous 2,0mm dan Stainless steel 2,5mm. Cemaran logam dapat berasal dari beberapa tahapan proses produk sebelumnya yaitu potongan kawat mesh alat saringan krim dan saringan adonan atau dari pisau pemotong wafer pada mesin oven. Bila pada alat terdeteksi benda logam diatas batas yang telah ditetapkan, alarm pada detektor logam akan berbunyi dan logam tadi akan dibuang secara otomatis ke reject bin. Secara rutin dilakukan proses pemeriksaan atau pengujian alat dengan cara melewatkan sampel produk yang dipasang logam dengan ukuran ferrous 1,5mm, non-ferrous 2,0mm dan stainless steel 2,5mm. Sampel produk tadi harus bisa terdeteksi oleh alat yang ditandai dengan perubahan sinyal pada display alat. Alat detektor logam bekerja berdasarkan sistem balanced three coil system. Logam yang dilewatkan pada salah satu coil menyebabkan
menyebabkan
perubahan
pada
voltase,
yang
selanjutnya
menimbulkan perbedaan sinyal pada tiap receiver coil. Sinyal yang tidak seimbang ini digunakan sebagai sinyal untuk deteksi keberadaan logam (Craigl 2004). Perbedaan sinyal ini bisa dihubungkan dengan alarm dan rejector logam pada alat. Oleh karena di PT SSI ditetapkan standar bahwa pada saat pengujian alat dengan sampel logam, alarm harus berbunyi dan rejector harus mampu membuang logam ke reject bin. Ketidaksesuaian pada alarm atau rejector harus ditindaklanjuti sesuai prosedur penanganan yang ditetapkan. Crumb merupakan produk yang dapat diproses ulang (rework). Sebelum digunakan sebagai campuran krim crumb digiling terlebih dahulu dalam alat penggiling crumb. Didalam alat penggiling crumb terdapat pisau (blade) yang berputar untuk memecah dan menghaluskan crumb. Pada proses penggilingan crumb, kadang kala ditemukan cemaran berupa kertas proses, nozzle, plastik dan lainnya yang seharusnya tidak boleh ada. Bila crumb yang digiling kemasukan benda-benda tesebut, selain dapat mengakibatkan crumb tercemar juga
126
menyebabkan kerusakan pisau penggiling, bahkan sampai patah dan berpotensi menimbulkan potongan logam. Untuk mencegah hal tersebut, karyawan diharuskan melakukan pemeriksaan dan penyortiran crumb sebelum digiling. Hasil produk penggilingan tidak disaring dan kehalusan crumb hasil gilingan hanya diperiksa secara visual. Dari penelitian ini direkomendasikan perlu dilakukannya kajian penggunaan ayakan dalam rangka pengendalian benda asing pada crumb hasil gilingan (sesuai klausul 4.10.1.1) walaupun pada tahap proses selanjutnya terdapat magnetic trap, saringan krim dan detektor logam yang dapat menghilangkan bahaya fisik pada produk.
D.3. Penetapan Pengendalian Benda Asing dan Fasilitas yang Diperlukan Pengendalian benda asing dilakukan terhadap sumber-sumber benda asing agar tidak melebihi batas maksimal yang ditetapkan. Pengendalian dimulai dari perancangan produk, penetapan aturan terkait higiene karyawan, tahap pemeriksaan bahan baku dan bahan kemasan, pengendalian proses, serta penggunaan alat dan mesin untuk mendeteksi dan menghilangkan kontaminasi. Kegiatan pengendalian benda asing terhadap berbagai sumber benda asing di PT SSI disajikan pada Tabel 24. a.
Perancangan dan pengembangan produk baru. Pencegahan masuknya benda asing dimulai dari tahap perancangan produk,
dimana
ditetapkan
larangan
atau
pembatasan
produk
yang
berpotensi
mengkontaminasi, seperti penggunaan wadah dari kaca, plastik mudah pecah, keramik, dan sejenisnya yang mudah pecah (sesuai klausul 5.1.1). Menghilangkan segala sumber berbahan kaca dari area produksi diharapkan dapat mengurangi risiko kontaminasi benda asing pada produk. Bahan plastik yang biasanya terbuat dari karbon dan oksigen, memiliki densitas yang sangat mirip dengan produk, tidak memiliki sifat magnetik atau konduktivitas. Hal ini menyebabkan keberadaan plastik susah untuk dideteksi (Marsh dan Angold 2004). b. Karyawan. Prerequisite programmes berupa penerapan GMP terkait personel di lingkungan perusahaan merupakan salah satu cara pencegahan masuknya kontaminasi benda asing. Kewajiban pemakaian pakaian kerja khusus area dalam,
127
larangan pemakaian jam tangan, perhiasan, tindik pada tubuh yang terbuka, dan lainnya harus diterapkan dan diawasi dengan efektif. Pakaian khusus area kerja yang disediakan perusahaan meliputi seragam, kerudung atau topi khusus, masker, dan sepatu. Pakaian kerja dibersihkan atau dicuci rutin setiap hari di laundri internal PT SSI. Pencucian ini harus dilakukan untuk memastikan pakaian tadi tidak menjadi sumber kontaminasi ke produk (Gaze dan Campbell 2004).Pakaian kerja dibuat sedemikian rupa sehingga tidak berpotensi mencemari produk, kantong dibuat di bawah pinggang dan tidak berkancing tetapi berperekat velcro. Rambut harus ditutup sempurna dengan topi atau kerudung khusus area dalam. Janggut dan kumis harus dipotong pendek atau ditutup sempurna dengan masker. Area loker tempat penggantian pakaian kerja harus disediakan dalam jumlah cukup dan pada lokasi yang sesuai. Di lemari loker karyawan tidak diperbolehkan menyimpan pakaian luar atau barang lainnya agar tidak berpotensi mengkontaminasi. Ruang ganti pakaian hendaknya disediakan sesuai jenis kelamin (Gaze dan Campbell 2004). Saat menangani produk, semua karyawan area produk terbuka dilarang berbincang-bincang langsung di atas produk dan harus menggunakan masker selama bekerja. Aturan-aturan
terkait
karyawan
harus
disosialisasikan
ke
semua
departemen, termasuk ke tamu dan kontraktor yang masuk ke area produksi atau gudang. Aturan-aturan tersebut ditempelkan secara jelas di papan pengumuman di area strategis seperti loker, area cuci tangan, kantin, WC, dan pintu masuk. Secara rutin setiap hari, Supervisor atau Ketua Regu area bersangkutan melakukan pemeriksaan praktik higiene pekerja. Hasil pemeriksaan dicatatkan dalam Personel Hygiene Checklist, meliputi temuan dan tindakan koreksi yang dilakukan. Hal-hal tadi sesuai dengan klausul 7.2 pada BRC isu 6. Penerapan prerequisite programmes, yang termasuk didalamnya adalah higiene karyawan, perlu diverifikasi melaluia udit atau pemeriksaan rutin untuk mengetahui keefektifan pelaksanaannya (Gaze dan Campbell 2004). c.
Tahap penerimaan dan penyimpanan bahan baku dan bahan kemasan. Pengendalian bahan termasuk kemasannya merupakan salah satu kunci
prerequisite programm dalam menciptakan kondisi proses produksi pangan yang baik (Gaze dan Campbell 2004). Pada tahap penerimaan bahan baku dan bahan
128
kemasan harus dilakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada kontaminasi benda asing pada bahan (sesuai klausul 3.5.2). Bahan baku dan bahan bahan kemasan yang datang harus sesuai spesifikasi mutu maupun keamanan produk. Tahap pemeriksaan bahan baku dan kemasan serta prosedur penerimaan dan penyimpanan barang yang baik merupakan prerequisite program dalam kajian risiko pada rencana HACCP perusahaan, yaitu dalam rangka pengendalian bahaya fisik pada bahan baku dan kemasan. Prosedur perlindungan terhadap produk dan bahan pangan dari kontaminasi hama, atau kontaminasi kimia, fisik, mikrobiologi atau benda lainnya harus diterapkan selama penanganan, penyimpanan dan pengangkutan (CAC 2009). Pemeriksaan ada atau tidaknya benda asing dilakukan secara visual. Khusus untuk terigu, pemeriksaan dilakukan juga dengan mengayak beberapa karung terigu menggunakan ayakan mesh 30. Pengayakan per karung terigu pada awalnya merupakan prosedur wajib di PT SSI. Pengayakan bahan baku merupakan jaminan bahwa bahan baku berupa terigu telah memenuhi standar (O’Connell 2004). Berdasarkan kajian pada tren temuan serangga atau benda asing dalam beberapa tahun serta pertimbangan adanya tahap penyaringan (dengan wire mesh nomor 30) pada tahap akhir pembuatan adonan, maka saat ini tahap pengayakan terigu per karung dihilangkan. Benda asing yang tertahan di ayakan terigu diperiksa. Maksimal kutu hidup yang boleh ada adalah 2 ekor per 10 karung terigu. Pengayakan bahan baku bukan menjadi hal utama untuk menghilangkan semua kontaminasi atau menjamin produk akan bebas dari benda asing. Jika saringan digunakan pada semua titik yang kritikal dalam pemrosesan makanan maka perusahaan tadi dapat membuat klaim bahwa praktik yang dilakukannya telah sesuai standar dan pencegahan benda asing telah dilakukan dengan tepat (O’Connell 2004). Pemeriksaan kondisi kemasan juga dilakukan untuk memastikan tidak ada kemasan yang sobek atau tidak utuh yang dapat menyebabkan kemasukan bendabenda asing atau kontaminan dari luar. Kemasan yang rusak biasanya akan langsung ditolak dan dikembalikan ke pemasok. PT SSI menerapkan aturan bahwa semua karton atau kemasan luar bahan baku atau bahan kemasan yang datang, harus bebas dari staples, klip dan bahan logam lainnya. Selain itu, ikatan
129
bahan kemasan (misal untuk kemasan inner box atau kantong plastik), tidak boleh menggunakan karet gelang atau bahan yang mudah putus lainnya yang menyebabkan kontaminasi ke bahan. Metode atau cara membuka kemasan, misal saat pemeriksaan bahan atau saat bahan akan digunakan, juga menjadi sumber kontaminasi. Hal ini terjadi terutama bila kemasan dibuka dengan cara disobek, bukan dipotong, yang mengakibatkan sobekan tadi tercampur dengan bahan baku (Marsh dan Angold 2004).Aturan-aturan ini disosialisasikan dengan ke QC Incoming, pihak gudang, dan pemasok. Pemeriksaan di saat kedatangan barang harus terus dipantau karena beberapa pemasok tidak konsisten menerapkan aturan tersebut. Pemeriksaan staples dalam praktiknya telah dilakukan saat penerimaan barang (sesuai klausul 4.9.2.2), tetapi belum dimasukkan kedalam SOP/WI pemeriksaan bahan baku dan bahan kemasan. d. Infrastruktur pabrik. Infrastruktur pabrik hendaklah dijaga dan dipelihara rutin. Kondisi penyimpanan di gudang dan area proses lainnya dipastikan bersih dan bebas dari kontaminasi. Pembersihan rutin dilakukan sesuai Master List Pembersihan dan Sanitasi. Dipastikan tidak ada celah atau lubang yang dapat dimasuki oleh serangga atau benda asing lainnya. Dari pengamatan terhadap kondisi saluran pembuangan air, ditemukan desain penutup saluran ini berlubang-lubang cukup besar sehingga memungkinkan dilewati serangga dari luar. Penanganan dan pencegahan masalah ini dilakukan melalui prerequisite programmes berupa pengendalian hama di perusahaan. Pada beberapa tempat, termasuk di area yang dekat dengan saluran pembuangan air, dipasang alat pemerangkap serangga berupa lampu UV yang dilengkapi dengan lem untuk memerangkap serangga yang hinggap di alat. Bila sedang tidak ada kegiatan memasukkan barang, pintu gudang harus dipastikan selalu tertutup. Pada pintu gudang sekarang dipasang alarm yang akan menyala otomatis bila pintu terbuka lebih dari periode tertentu. Alarm ini sebagai pengingat bagi orang agar segera menutup pintu setelah selesai melakukan kegiatan. Sesuai klausul 4.4.8 dan 4.4.10, pintu ke area proses harus selalu ditutup dan hanya boleh dibuka saat kejadian darurat. Pada pintu dipasang pengumuman atau peringatan agar selalu pintu selalu dalam kondisi tertutup. Di
130
PT SSI di semua ventilasi dan exhaust fan dipasang kawat mesh 30 yang cukup kecil untuk menahan masuknya serangga dan benda asing dari luar. Secara rutin screen dibersihkan dengan cara dicuci air. Untuk memudahkan pembersihan kerangka screen didesain mudah dilepaskan lalu diganti dengan screen cadangan yang bersih. Atap bangunan pabrik harus dalam kondisi baik, tidak bocor dan kokoh. Pada beberapa lokasi di atap diberikan exhaust fan berupa cyclone untuk mencegah kondensasi karena panas yang berlebih. Langit-langit dibersihkan secara rutin namun cara pembersihan harus tepat agar tidak menimbulkan pencemaran ke produk atau area di bawahnya. Kerangka atau struktur dan langitlangit juga harus dipelihara kondisi kebersihannya. Pembersihan langsung di atas produk yang terbuka atau bila ada proses dibawahnya harus dihindari. Pembersihan hanya diperbolehkan dengan cara disedot dengan vacuum cleaner. Pembersihan dilakukan oleh personel yang terlatih dengan menggunakan pelindung diri disaat tidak ada produksi atau produk terbuka di bawahnya. Di dalam manual perusahaan disebutkan bahwa lampu dan mesin yang terbuat dari kaca haruslah diberi pelindung dan dilarang digunakan di area produk terbuka. Di PT SSI juga telah ditetapkan prosedur terkait penanganan saat kejadian pecahnya kaca, sesuai klausul 4.9.3.3. Akan tetapi direkomendasikan untuk merinci prosedur soal penanganan pencucian baju yang berpotensi terkontaminasi pecahan kaca dan sejenisnya di laundri. Prosedur pembersihan alat kebersihan (misal sapu atau penyedot) yang digunakan pembersihan pecahan kaca dan sejenisnya dan aturan soal pembuangan pecahan tersebut. Kaca termasuk kontaminasi yang sering terjadi, namun sulit untuk dideteksi dan dihilangkan. Padahal kontaminasi kaca merupakan kelas yang penting dalam isu kontaminasi benda asing dan menjadi prioritas tinggi, karena dapat menyebabkan mulut atau tenggorokan terluka (Edwards 2004). e.
Utilities Air dan udara yang dipasok untuk proses telah mengalami pengolahan
sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi benda asing (klausul 4.5). Air yang digunakan untuk proses telah mengalami proses pengolahan pada unit Water Treatment Plan (WTP), yang terdiri dari tahapan pengendapan, penyaringan,
131
klorinasi, dan UV. Secara rutin kualitas air diperiksa di laboratorium untuk memastikan kualitasnya sesuai dengan standar. Udara yang dipasok untuk produksi, yaitu untuk udara bertekanan dan semprotan angin yang kontak ke produk, haruslah dilewatkan pada unit pengolahan udara dengan filter ukuran 50 mikron. Pengolahan udara tadi dan WTP merupakan prerequisite program dalam analisa bahaya pada rencana HACCP di PT SSI. f.
Mesin atau peralatan proses dan kegiatan perbaikan serta pemeliharaan Semua alat bantu untuk proses produksi dikendalikan dengan cara diperiksa
rutin jumlah dan kondisinya. Pemeriksaan dilakukan 2 kali per minggu dan hasilnya dicatatkan dalam Form Tools Inspection. Pemeriksaan dilakukan oleh Ketua Regu dan diverifikasi oleh Supervisornya. Alat atau mesin biasanya dibersihkan rutin di akhir minggu. Alat atau mesin tadi dibongkar dengan melepaskan bagian-bagiannya. Setelah kegiatan pembongkaran maka dilakukan prosedur Pre-Operation. Pre-operation merupakan kegiatan memastikan jumlah mur, baut, dan kelengkapan alat atau meisn sesuai jumlahnya dan dalam kondisi yang baik. Pre-operation dicatatkan dalam form pre-operation yang dilakukan untuk setiap nomor dan jenis mesin atau alat. Temuan berupa mesin dan alat rusak ditindaklanjuti dengan perbaikan atau pengggantian. Bila sampai alat atau mesin tidak lengkap atau ada bagian yang hilang, baik pada Tools Inspection dan PreOperation, maka bagian hilang tadi harus dicari di area sekitar yang mungkin. Bila tetap tidak ditemukan, maka pihak yang menghilangkan wajib membuat Berita Acara Kehilangan. Selanjutnya dilakukan penggantian mesin/alat segera. Dari penelitian ini direkomendasikan perlu dilakukannya kajian lebih mendalam soal alat mana saja yang perlu dimasukkan dalam pre-operation dan tools inspection. Misalnya adalah alat/mesin yang sering dicopot atau dipasang dan pada alat/mesin yang prosesnya bergetar kuat seperti pada ayakan krim atau adonan. Sedangkan mur atau batu pada alat yang tidak pernah dibongkar seperti tangki transfer krim atau pada tutup ball mill mixer tidak perlu diperiksa rutin, cukup dilakukan di akhir minggu. Cemaran benda asing dapat berasal dari pelumas atau minyak yang digunakan pada saat kegiatan pemeliharaan. Oleh karena itu hendaklah jadwal pemeliharaan dilakukan saat mesin atau proses berhenti, misal di akhir shift atau
132
di akhir minggu. Bila terpaksa dilakukan disaat proses, maka harus dipasang alas atau tutup agar tidak mencemari produk atau area sekitarnya. Pengelasan atau pembubutan hanya diperbolehkan di area bengkel, di luar area proses. Direkomendasikan untuk ditetapkan batasan pemeriksaan ulang terhadap tambahan pemeliharaan peralatan sesuai klausul 4.7.2. Telah disebutkan sebelumnya proses pelasan berpotensi menimbulkan kontaminasi berupa potongan logam atau kerak las. Prosedur umum terkait kajian desain mesin di PT SSI disebut Sanitary Design Review (SDR). SDR dilakukan oleh bagian Engineering dan Produksi, dengan dikaji ulang oleh bagian QA. Hasil pemeriksaan tercatat di form SDR. Temuan-temuan pada SDR harus diperbaiki sebelum mesin atau alat dipakai di area proses. Mesin dan instalasinya hendaknya didesain sedemikian rupa yang mampu mencegah masuknya benda asing ke dalam produk (Gaze dan Campbell 2004). Selama proses, mesin dan peralatan dapat mengalami kerusakan atau penurunan kualitas misal saringan sobek karena digunakan pada vibrator screen, bola baja di ball mill mixer yang terpecah karena terus dipakai, las-lasan yang copot, pisau pemotong wafer di oven yang aus dan lainnya. Oleh karena itu pada tiap tahapan digunakan alat deteksi atau penghilangan benda asing, seperti yang disyaratkan pada klausul 4.10. Bila terjadi kerusakan mesin atau peralatan untuk deteksi
dan
penghilangan
benda
asing,
berlaku
prosedur
penanganan
ketidaksesuaian sesuai SOP/WI proses terkait di PT SSI. Hal ini juga berlaku bila ditemukan benda asing yang melewati batas maksimal yang ditetapkan. Bahan atau produk terkait yang dihasilkan akan ditahan untuk selanjutnya diinvestigasi untuk mengetahui penyebab dan tindakan koreksi yang harus dilakukan. Temuan benda asing selama proses produksi biasanya menjadi sumber perdebatan antara perusahaan dengan pemasok bahan baku. Identifikasi yang cepat dan akurat dalam kasus seperti ini menjadi vital untuk dilakukan (Edwards 2004). g.
Kayu dan palet kayu Bahan baku hanya boleh disimpan di atas palet plastik dan tidak boleh
menggunakan palet kayu. Aturan terkait bahan dari kayu dan penggunaan palet kayu ini diatur dalam Manual Perusahaan dan lebih diperinci dalam SOP
133
Penyimpanan RM dan SOP Penyimpanan PM. Palet kayu hanya satu-satunya bahan yang terbuat dari kayu yang boleh digunakan di area gudang dan produksi di PT SSI. Prosedur penyimpanan bahan baku dan kemasan, termasuk penerapan aturan soal palet, merupakan prerequisite program perusahaan dalam rangka pengendalian dan pencegahan benda asing dari bahan. Secara umum aturan terkait palet di PT SSI adalah sebagai berikut: 1.
Palet kayu hanya oleh digunakan di produk tertutup yaitu produk akhir dan gudang bahan kemasan. Selain produk tersebut, hanya boleh menggunakan palet plastik.
2.
Palet yang akan digunakan, harus dipastikan dalam kondisi baik, yaitu tidak pecah, rusak, utuh, tidak terkontaminasi serangga atau kotoran lainnya.
3.
Palet yang berasal dari area luar, harus diperiksa dahulu kondisinya dan dipastikan dalam kondisi baik.
4.
Pada saat kedatangan bahan kemasan yang menggunakan palet kayu yaitu kaleng, pemeriksaan palet juga merupakan salah-satu parameter pemeriksaan. Bila ditemukan palet kayu yang rusak, terkontaminasi serangga, kotor atau penyimpangan lainnya, maka palet tersebut ditolak dan dikembalikan ke pemasok.
5.
Setiap minggu, pihak Gudang bahan kemasan akan melakukan pemeriksaan kondisi palet di gudang untuk memastikan palet dalam kondisi baik. Pemeriksaan tadi dicatatkan dalam form pemeriksaan palet dan ditandatangani oleh Supevisor gudang.
D.4. Verifikasi dan Dokumentasi Pengendalian Benda Asing Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pada setiap tahapan harus dipastikan adanya pengendalian benda asing, yang dilakukan melalui pengendalian CCP dan pelaksanaan prerequisite programmes. Benda asing dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu bahan baku atau bahan kemasan, karyawan dan praktik higiene karyawan, infrastruktur dan lingkungan pabrik, proses, atau peralatan dan mesin yang digunakan. Tabel 24 menunjukkan kegiatan verifikasi dan dokumentasi pengendalian benda asing yang saat ini diterapkan di PT SSI. Tabel ini berisikan sumber keberadaan benda asing; area, frekuensi dan
134
pelaksana verifikasi; serta form atau checklist terkait. Pengendalian dilakukan sesuai dengan sumber dan jenis benda asing yang mungkin ada atau timbul. Pengendalian dilakukan dengan penetapan prosedur berupa Manual, SOP/WI, pelaksanaan GMP, pengendalian produk, pengendalian proses, dan penggunaan alat deteksi dan penghilangan benda asing. Verifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa semua sumber benda asing telah ditangani dan dikendalikan agar tidak sampai mengkontaminasi produk. Verifikasi merupakan metode, prosedur,
pemeriksaan
dan
evaluasi,
sebagai
pelengkap
dari
kegiatan
pengendalian, untuk mengetahui kesesuaiannya dengan yang direncanakan (Codex 2009). Kegiatan verifikasi rencana HACCP termasuk verifikasi prerequisite programmes dalam rangka pengendalian bahaya dilakukan minimal tahunan.Verifikasi juga dapat dilakukan melalui audit baik audit internal dan eksternal. Di PT SSI dilakukan audit GMP rutin setiap bulan untuk mengetahui apakah pelaksanaan GMP terkait karyawan, infrastruktur, proses produksi, pembersihan, dan karyawan telah sesuai. Setiap temuan audit internal atau eksternal berupa penyimpangan atau ketidaksesuaian harus ditetapkan tindakan koreksinya beserta target waktu penyelesaian dan penanggung jawab tindakan koreksi.Verifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah prosedur-prosedur pengendalian dan pemeriksaan serta pencatatan pengendalian telah dilakukan dengan baik dan setiap tindakan koreksi telah dilakukan dengan efektif. Semua kegiatan verifikasi ini harus didokumentasikan. Prosedur verifikasi pengendalian benda asing pada tahapaan proses tertentu diatur dalam masing-masing prosedur (SOP/WIP) pada masing-masing area terkait.