IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DERAJAT SOSOH DAN RENDEMEN BIJI PEARL MILLET TERSOSOH Derajat sosoh adalah tingkat pelepasan lapisan aleuron dari biji serealia selama proses penyosohan. Jika derajat sosoh 80%, berarti masih ada 20% lapisan aleuron yang menempel pada biji serealia, sedangkan jika derajat sosoh mencapai 100% berarti tidak ada lapisan aleuron yang menempel. Makin tinggi derajat sosoh makin bersih penampakan biji serealia. Namun, penyosohan yang lebih lama dengan tujuan untuk lebih mengilapkan biji serealia akan menurunkan kandungan proteinnya (Anonim, 2008). Sebelumnya, dalam penelitian Yanuwar (2009) telah ditemukan waktu sosoh optimum biji pearl millet adalah 100 detik berdasarkan aktivitas antioksidan dan evaluasi sensori produk bubur pearl millet yang terbaik. Namun, waktu sosoh ini agak sulit untuk langsung diaplikasikan dalam beberapa industri pangan karena pada umumnya mereka menentukan standardisasi penyosohan berdasarkan derajat sosohnya. Tahapan penentuan derajat sosoh pada penelitian berguna untuk memberikan informasi baru terhadap aspek penyosohan biji pearl millet sehingga dapat diaplikasikan secara baku untuk keperluan industri pangan. Selain derajat sosoh, rendemen biji tersosoh juga perlu diketahui sebagai informasi jumlah biji jewawut hasil sosoh yang selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengolahan biji jewawut menjadi pangan tertentu. Jenis jewawut yang digunakan dalam penelitian ini adalah pearl millet dengan pertimbangan varietas ini dinilai cukup produktif dan cukup banyak ditanam di Indonesia. Selain itu varietas ini tidak perlu diairi dan dipupuk secara intensif (Yanuwar, 2009). Penentuan derajat sosoh untuk waktu sosoh 100 detik dilakukan dengan melakukan penyosohan 100 detik dan mencari waktu sosoh biji pearl millet tersosoh sempurna. Keadaan biji tersosoh sempurna ini ditunjukkan dengan tidak adanya lagi lapisan kulit yang membungkus biji. Oleh sebab itu, sejumlah biji pearl millet disosoh pada enam waktu sosoh yang berbeda, yakni 0 detik (tidak disosoh), 100 detik (waktu sosoh optimum berdasarkan Yanuwar (2009)), 150 detik, 200 detik, 250 detik, dan 300 detik. Hal ini dilakukan guna mencari waktu sosoh yang memberikan penampakan biji tersosoh sempurna, yang adalah pada waktu sosoh 300 detik. Hasil produk sampingan dari proses penyosohan ditimbang secara terpisah dengan biji pearl millet yang telah tersosoh. Selanjutnya masing-masing data produk sampingan di setiap waktu sosoh dan produk sampingan dari penyosohan selama 300 detik dimasukkan di dalam persamaan (1.1) untuk mendapatkan derajat sosoh dalam persentase. Contoh perhitungan derajat sosoh dan rendemen biji pearl millet dengan waktu sosoh 100 detik disajikan pada Lampiran 16. Perolehan persentase derajat sosoh yang diperoleh dalam penelitian ini untuk waktu sosoh 0 detik, 100 detik, 150 detik, 200 detik, 250 detik, dan 300 detik secara berurutan adalah 0.00%, 27.27%, 45.45%, 63.63%, dan 100%. Derajat sosoh untuk biji pearl millet pada waktu sosoh 100 detik adalah sebesar 27.27% yang berarti masih ada 72.73% lapisan aleuron yang masih melapisi biji pearl millet. Hal ini membuktikan perolehan data aktivitas antioksidan yang dilakukan dalam penelitian Yanuwar (2009) karena pada lapisan aleuron tersebut masih terdapat banyak komponen bioaktif yang bermanfaat sebagai senyawa antioksidan, seperti senyawa-senyawa asam fenolik dan golongan flavonoid (Dykes dan Rooney, 2006). Rendemen biji tersosoh selama 100 detik adalah sebesar 90.67% yang menunjukkan masih banyaknya jumlah biji jewawut tersosoh yang dapat dimanfaatkan selanjutnya dalam proses pengolahan pangan, yakni 136 g biji jewawut tersosoh dari 150 g biji jewawut awal yang masuk dalam alat penyosoh. Penampakan biji-biji pearl millet yang
mengalami penyosohan tersebut diilustrasikan pada Lampiran 17, perolehan datanya secara lengkap dirangkum pada Tabel 12.
tS (s)
WA (g)
0
150
Tabel 12. Penentuan derajat sosoh biji pearl millet WS WD (g) WH RS(%) RD(%) DS (%) (g) (g) 0 0 0 0.00 0.00 0.00
100
150
136
12
2
90.67
8.00
27.27
72.73
150
150
128
20
2
85.33
13.33
45.45
54.55
200
150
120
28
2
80.00
13.33
63.63
36.36
250
150
120
28
2
80.00
13.33
63.63
36.36
300
150
102
44
4
68.00
29.33
100.00
0.00
JA (%) 100.00
Keterangan: tS (s) : Waktu Sosoh dalam detik WA (g) : Bobot awal biji pearl millet dalam g WS (g) : Bobot biji pearl millet sosoh dalam g WD (g) : Bobot produk sampingan dalam g WH (g) : Bobot yang hilang dalam g RS(%) : Rendemen biji pearl millet tersosoh dalam g RD(%) : Rendemen produk sampingan dalam g DS (%) : Derajat sosoh dalam persen JA (%) : Jumlah persentase lapisan aleuron yang masih melapisi biji pearl millet
B. EKSTRAKSI TEPUNG PEARL MILLET 1. Hasil Ekstraksi Bertingkat Tepung Pearl Millet Ekstraksi adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dipisahkan dari komponen-komponen yang tidak larut dengan pelarut yang sesuai (Leniger & Beverloo, 1975). Menurut Sudjadi (1986), ekstraksi bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam sampel terekstrak. Ekstraksi bertingkat merupakan tahapan ekstraksi yang didasarkan pada penggunaan endapan tepung hasil ekstrak beberapa kali dengan jenis pelarut yang berbeda setelah proses ekstraksi dengan pelarut yang pertama. Proses ini biasanya menggunakan beberapa jenis pelarut dengan polaritas berbeda (nonpolar dan polar) yang bertujuan untuk mengekstrak komponen terlarut dengan polaritas berbeda pula. Proses ekstraksi bertingkat dalam penelitian ini dipasangkan dengan metode maserasi (Fitrial, 2008). Sudjadi (1986) menyatakan bahwa prinsip metode maserasi digunakan untuk mengekstrak zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam cairan pelarut yang sesuai selama waktu tertentu yang diinginkan (minimal satu hari) pada suhu ruang serta terlindung dari cahaya dan udara. Cairan pelarut akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel kemudian isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan. Pengadukan dalam penelitian ini diterapkan dengan penggunaan shaker. Setelah itu, campuran yang diperoleh dipisahkan dengan filterisasi dan filtratnya dipekatkan untuk menghilangkan sisa-sisa pelarut.
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekstraksi bertingkat dengan teknik maserasi. Pelaksanaan proses ekstraksi ini dilakukan terhadap tepung pearl millet yang diperoleh dari hasil penyosohan biji pearl millet selama 100 detik menggunakan alat satake grain mill dan penggilingan biji tersebut dengan pin disc mill yang kemudian direndam dalam pelarut ekstrak (heksana, etil asetat, etanol, dan akuades) selama semalam dengan shaker pada suhu ruang dan terlindung dari udara dan cahaya. Ekstrak dengan pelarut akuades digunakan sebagai pembanding pengamatan pengaruh pengujian ekstrak terhadap proliferasi sel limfosit manusia dari ketiga ekstrak sebelumnya dan merupakan pendekatan terhadap keadaan nyata sehari-hari secara umum konsumsi biji atau tepung pearl millet, baik tersosoh atau tidak, karena secara tradisional pengkonsumsiannya menggunakan pelarut air. Pelarut etanol digunakan karena memiliki polaritas lebih tinggi dibandingkan akuades sehingga akan lebih banyak melarutkan komponen polar dan merupakan pelarut yang aman dalam arti tidak toksik (Somaatmaja, 1981). Selain itu, menurut Depkes (2000) dinyatakan bahwa untuk mengekstrak suatu bahan yang belum diketahui kandungan kimianya secara jelas diharuskan menggunakan pelarut etanol atau air untuk alasan keamanan. Tahapan ekstraksi bertingkat yang pertama adalah dengan menimbang 100 g tepung pearl millet tersosoh 100 detik dan dilarutkan dengan 400 ml pelarut heksana dengan kondisi teknik maserasi. Pelarut ini dapat melarutkan semua komponen bioaktif dan komponen lain yang tergolong sebagai senyawa nonpolar. Setelah masa maserasi ekstraksi heksana selesai, campuran tersebut pun dipisahkan dengan menggunakan vacuum filter dan kertas saring whattman nomor 1. Padatan yang tidak lolos disebut sebagai substrat heksana dengan jumlah 96.7687 g. Substrat ini selanjutnya dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan kemudian diekstraksi dengan pelarut kedua, etil asetat. Sedangkan, filtrat heksana hasil proses filterisasi campuran ekstraksi dengan pelarut heksana dievaporasi dengan evaporator suhu 400C dan dihembuskan dengan N2 untuk menghilangkan komponen pelarut. Kegiatan ini akan menghasilkan ekstrak heksana dari tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik. Bobot jumlah ekstrak heksana yang diperoleh adalah 2.6984 dengan rendemen ekstrak adalah 2.70%. Tahap ekstraksi bertingkat yang kedua adalah dengan melarutkan 96.7687 g substrat heksana dengan 387.07 ml pelarut etil asetat. Proses ekstraksi dengan pelarut etil asetat dapat melarutkan komponen bioaktif dan komponen lain yang tergolong dalam senyawa semipolar. Tahapan yang selanjutnya dilakukan untuk memperoleh ekstrak etil asetat sama dengan ekstraksi heksana dengan menghasilkan 96.4650 g substrat etil asetat dan 0.3651 g ekstrak etil asetat dengan rendemen ekstrak adalah 0.38%. Tahap ekstraksi bertingkat yang ketiga adalah dengan melarutkan 96.4650 g substrat etil asetat dengan 385.86 ml pelarut etanol. Pelarut etanol dapat melarutkan berbagai komponen bioaktif dan komponen lainnya yang tergolong senyawa polar. Tahapan ekstraksi ini menghasilkan sejumlah substrat etanol yang selanjutnya dibuang karena tidak digunakan kembali dan 1.8717 g ekstrak etanol dengan rendemen ekstrak adalah 1.94%. Pelarut akuades tidak termasuk di dalam tahapan ekstraksi bertingkat, tetapi merupakan pembanding menggunakan 100 g tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik yang baru dan diekstraksi dengan teknik yang sama. Jumlah ekstrak akuades yang didapatkan adalah 14.7762 g dengan rendemen ekstrak adalah 14.78%. Akuades merupakan pelarut komponen polar dan komponen lainnya seperti karbohidrat, protein larut air, serat larut air, vitamin larut air serta berbagai senyawa lainnya. Komponen senyawa yang terlarut dalam air memiliki kemungkinan mengandung komponen senyawa yang dapat terlarut dalam larutan etanol juga. Beberapa
senyawa terlarut dari tepung pearl millet yang telah diketahui dapat larut dalam pelarut heksana, etanol, dan akuades menurut beberapa sumber literatur disajikan pada Lampiran 18. Tepung pearl millet tersosoh 100 detik yang diekstrak tersebut harus terlindungi dari cahaya dan udara langsung guna mencegah reaksi yang tidak diinginkan terjadi akibat katalisis oleh cahaya atau kandungan udara sekitar. Reaksi yang tidak diinginkan ini dapat mengakibatkan perubahan warna dan rusaknya beberapa komponen bioaktif yang tidak tahan terhadap paparan cahaya. Oleh sebab itu, campuran yang terdapat di dalam erlenmeyer ditutup rapat keseluruhan tubuhnya menggunakan plastik hitam dan bagian mulut erlenmeyer ditutup menggunakan aluminium foil (Fitrial, 2008). Perolehan data lengkap bobot ekstrak dan rendemen ekstrak yang diperoleh dari tahapan ekstraksi ini disajikan pada Tabel 13. Rincian cara perhitungan untuk mendapatkan rendemen ekstrak hasil ekstraksi bertingkat disajikan pada Lampiran 19.
Tabel 13. Ekstrak hasil ekstraksi bertingkat tepung pearl millet Pelarut BT (g) Vp (ml) BE (g) RE (%) Heksana
100
400
2.6984
2.70%
Etil asetat
96.7687
387.07
0.3651
0.38%
Etanol
96.4650
385.86
1.8717
1.94%
Akuades
100
400
14.7762
14.78%
Keterangan: BT (g) : Berat tepung dalam g Vp (ml) : Volume pelarut dalam ml BE (g) : Bobot ekstrak dalam g (bb) RE (%) : Rendemen ekstrak dalam persen 2. Hasil Ekstraksi dan Purifikasi Senyawa β-Glukan Tepung Pearl Millet Tersosoh 100 Detik Ekstrak β-glukan yang diperoleh dari teknik ekstraksi dan purifikasi senyawa β-glukan oleh Bhatty (1995) terhadap 10 g tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik menghasilkan 0.44 g ekstrak dengan rendemen ekstrak adalah 4.40%. Hasil ekstraksi tersebut dapat digunakan untuk studi nutrisi dan fungsionalitas pada aplikasi pangan, industri hidrokoloid, dan pharmaceuticals (Novak dan Vetvicka, 2008).
C. KONSENTRASI EKSTRAK UNTUK PENGUJIAN PROLIFERASI SEL LIMFOSIT PADA KULTUR SEL Konsentrasi ekstrak yang dikulturkan harus dihitung terlebih dahulu berdasarkan jumlah rendemen masing-masing ekstrak yang diperoleh, asumsi konsumsi tepung pearl millet, dan asumsi terserapnya ekstrak dalam 6 liter darah. Setelah didapatkan besar konsentrasi dalam 6 liter darah selanjutnya konsentrasi tersebut divariasikan menjadi setengah kali, satu kali, dan dua kali dari konsentrasi ekstrak dalam 6 liter darah untuk larutan kerja ekstrak hasil ekstraksi bertingkat, sedangkan konsentrasi larutan kerja ekstrak β-glukan yang digunakan untuk kultur sel adalah sama dengan konsentrasi ekstrak dalam darah. Salah satu contoh perhitungan konsentrasi ekstrak, yakni ekstrak akuades, dalam 6 liter darah dan variasi konsentrasinya disajikan pada Lampiran 20.
Konsentrasi larutan kerja ekstrak terhitung tersebut seharusnya merupakan nilai konsentrasi yang terdapat dalam kultur sel. Namun, dalam penelitian ini terdapat kesalahan teknis pembuatan larutan kerja sehingga besar konsentrasi ekstrak dalam kultur sel tidak sesuai dengan nilai konsentrasi ekstrak secara teoritis. Konsentrasi ekstrak secara teoritis yang disajikan pada Tabel 14. Nilai konsentrasi ekstrak heksana, etil asetat, etanol, dan akuades menjadi lebih kecil pada kultur sel, sedangkan untuk konsentrasi ekstrak β-glukan menjadi lebih besar pada kultur sel, jika dibandingkan dengan nilai secara teoritis. Data konsentrasi ekstrak yang sebenarnya terdapat dalam kultur sel pada penelitian ini disajikan pada Tabel 15.
Tabel 14. Konsentrasi ekstrak pada kultur sel secara teoritis Variasi konsentrasi (µg/ml) Ekstrak
Heksana
Setengah kali konsentrasi dalam darah 224.87
Satu kali konsentrasi dalam darah 449.73
Dua kali konsentrasi dalam darah 899.47
Etil asetat
31.44
62.88
125.76
Etanol
161.69
323.38
646.76
Akuades
1231.35
2462.70
4925.40
β-glukan
-
733.33
-
Tabel 15. Konsentrasi ekstrak pada kultur sel Ekstrak Heksana
Variasi konsentrasi ekstrak pada kultur sel (µg/ml) Setengah kali Satu kali Dua kali konsentrasi konsentrasi konsentrasi dalam darah dalam darah dalam darah 40.88 81.77 163.54
Etil asetat
5.72
11.43
22.87
Etanol
29.40
58.80
117.59
Akuades
223.88
447.76
895.53
β-glukan
-
6666.54
-
D. PENGARUH EKSTRAK TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA SECARA IN VITRO Teknik pengujian pengaruh ekstrak terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro membutuhkan kondisi kultur sel yang sama seperti lingkungan dalam tubuh manusia. Hal ini bertujuan agar proses biologis yang terjadi di dalam kultur sel berlangsung mendekati keadaan sebenarnya di dalam tubuh (in vivo). Malole (1990) menyatakan bahwa pendekatan terhadap kondisi lingkungan tubuh tersebut diperoleh dengan mengaplikasikan faktor-faktor media pertumbuhan, pH, dan fase gas yang sesuai untuk pertumbuhan sel. Menurut Harrison (1997), pengamatan proses pertumbuhan sel secara in vitro memiliki keuntungan bila dibandingkan secara in vivo. Keuntungan metode ini adalah keadaan lingkungan pertumbuhan dapat stabil karena dapat diamati secara langsung.
Sel limfosit diperoleh dari darah donor pria dewasa sehat. Darah dimasukkan dalam tabung vacutainer steril kemudian dilakukan pemisahan limfosit yang merupakan komponen agranulosit dari komponen granulosit. Pemisahan tersebut dilakukan dengan menggunakan larutan ficoll hystopaque yang memiliki densitas 1.77 ± 0.001 g/ml, sehingga mampu menahan sel-sel agranulosit yang memiliki densitas rendah seperti limfosit, sedangkan sel-sel granulosit yang memiliki densitas lebih tinggi akan menembus ficoll. Metode pemisahan dengan menggunakan larutan ficoll dapat memisahkan lebih dari 90% limfosit hidup yang terkandung dalam darah (Freshney, 1994). Setelah proses isolasi sel limfosit telah selesai, maka selanjutnya jumlah awal sel limfosit yang akan dikulturkan perlu diketahui viabilitasnya. Jumlah sel limfosit awal sebelum dikulturkan pada kegiatan pengujian ekstrak tepung pearl millet hasil ekstraksi bertingkat terhadap proliferasi sel limfosit adalah 1.03 x 106 sel/ml, sedangkan pada pengujian ekstrak β-glukan adalah 1.10 x 106 sel/ml. Kedua jumlah sel ini masih berada dalam kisaran jumlah sel yang baik untuk dikultur menurut Bellanti (1993), yakni sekitar 1-4 x 106 sel/ml. Perbedaan data tersebut disebabkan pelaksanaan pengujian ekstrak terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro dilakukan pada waktu yang berbeda. Contoh perhitungan konsentrasi sel limfosit awal sebelum dikulturkan ditunjukkan pada Lampiran 21. Kegiatan perhitungan jumlah sel limfosit awal ini diperlukan untuk mengetahui viabilitas sel limfosit yang akan dikulturkan dengan batasan 95% sel adalah hidup. Viabilitas sel limfosit yang didapatkan dalam kegiatan pengujian ekstrak hasil ekstraksi bertingkat adalah 98.10% dan dalam kegiatan pengujian ekstrak β-glukan adalah 98.21%. Hasil perhitungan ini telah memenuhi persyaratan sehingga selanjutnya dapat dikerjakan kegiatan pengkulturan sel limfosit dengan larutan RPMI, mitogen, dan kelima ekstrak. Limfosit merupakan salah satu sel imun dari kelompok sel darah putih yang bertanggung jawab terhadap pertahanan tubuh manusia untuk melawan mikroorganisme patogen, virus, dan benda asing lainnya yang tidak sesuai dengan kondisi fisiologis tubuh. Kemampuan limfosit tersebut juga berfungsi penjaga kesehatan tubuh manusia (Kresno, 2001). Proliferasi merupakan salah satu bentuk aktivitas sel hidup. Pada sel limfosit, proliferasi merupakan fungsi dasar biologis limfosit dan respon proliferatif secara in vitro yang dapat menggambarkan fungsi limfosit serta status imun tubuh suatu individu manusia. Kemampuan limfosit untuk berproliferasi atau membentuk klon menunjukkan secara tidak langsung kemampuan respon imunologik atau tingkat kekebalan. Jika sel limfosit dikultur dengan penambahan mitogen ataupun sengaja diberi antigen yang mengandung beberapa komponen bioaktif yang dapat menstimulir proliferasinya, maka limfosit akan memberikan respon dengan cara berproliferasi atau memperbanyak diri. Proliferasi sel limfosit itu ditunjukkan melalui indeks stimulasi. Nilai indeks stimulasi yang diperoleh merupakan rataan dari beberapa ulangan (Kresno, 2001; Baratawidjaja, 2006). Mitogen PKW berasal dari tanaman pokeweed (Phytolacca americana) dengan struktur molekul polimerik dengan ligan di N-asetilkitobiose dan baik untuk menstimulir proliferasi sel B maupun sel T (Kuby, 1997), sedangkan mitogen LPS berasal dari komponen dinding sel bakteri gram negatif seperti Salmonella typhii ataupun E. coli yang baik untuk menstimulir proliferasi sel B (Baratawidjaja, 2006). Mitogen Con A merupakan mitogen yang berupa protein dari bibit jack bean (Canavalia ensiformis) yang berikatan dengan gula yang mengandung α-D-mannose atau αD-glucose (Kuby, 1992). Mitogen ini memiliki peran dalam memicu proliferasi sel T (Baratawidjaja, 2006).
1. Pengaruh Ekstrak Tepung Pearl Millet Tersosoh 100 Detik Hasil Ekstraksi Bertingkat Sampel kultur sel limfosit diperlakukan dengan kontrol standar, kontrol positif, dan larutan kerja ekstrak hasil kegiatan ekstraksi bertingkat. Volume total kultur sel adalah 110 µl yang merupakan campuran dari 80 µl suspensi sel limfosit, 10 µl serum darah AB, dan 20 µl larutan RPMI/ larutan mitogen/ larutan kerja ekstrak. Kontrol standar adalah sampel kultur sel yang berisikan suspensi sel limfosit dan larutan RPMI. Kontrol positif yang digunakan adalah larutan mitogen PKW dan LPS dengan konsentrasi masing-masing pada kultur sel adalah 9.09 µg/ml. Perlakuan dengan larutan kerja ekstrak memiliki perbedaan konsentrasi di masingmasing sumur kultur selnya bergantung pada jenis ekstrak dan tingkatan konsentrasinya. Konsentrasi masing-masing ekstrak pada kultur sel disajikan pada Tabel 15. Hasil dari proliferasi sel limfoist yang dikultur dengan mitogen, baik PKW ataupun LPS, menunjukkan rata-rata indeks stimulasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol standar. Hal ini menunjukkan mitogen yang digunakan tidak berfungsi dengan baik karena kemungkinan kualitas mitogen yang sudah tidak bagus. Rata-rata indeks stimulasi mitogen PKW adalah 0.70 dan mitogen LPS adalah 0.89. Ilustrasi yang menunjukkan nilai tersebut disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar dan kontrol positif yang diberi PKW dan LPS Keterangan: Rata-rata I.S Kontrol STD PKW LPS
: : : :
Rata-rata nilai indeks stimulasi Kontrol standar Pokeweed dengan konsentrasi 9.09 µg/ml Lipopolisakarida dengan konsentrasi 9.09 µg/ml
Peran kontrol positif yang berupa larutan mitogen seharusnya dapat memicu proliferasi sel limfosit pada kultur sel lebih baik dibandingkan kontrol standar. Hal ini dikarenakan mitogen dapat mengaktivasi hormon tirosin kinase yang merupakan faktor pertumbuhan. Hormon ini akan mengirimkan sinyal-sinyal yang berpengaruh terhadap faktor transkripsi dan aktivasi gen sehingga terjadi proliferasi sel (Decker, 2001). a. Pengaruh ekstrak heksana terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro Ekstrak heksana pada ketiga konsentrasi memberikan hasil rata-rata indeks stimulasi yang fluktuatif, yakni nilai tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak heksana pada konsentrasi
40.88 µg/ml dengan 0.97, kemudian menurun pada konsentrasi 163.54 µg/ml dengan 0.84, dan proliferasi terendah ditunjukkan pada konsentrasi 81.77 µg/ml dengan 0.74. Ilustrasi proliferasi sel limfosit ini dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 9.
Gambar 9.Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar dan ekstrak heksana
Ketiga variasi konsentrasi ekstrak heksana dalam penelitian ini tidak mampu menstimulasi proliferasi sel limfosit manusia secara baik diakibatkan nilai rata-rata indeks stimulasinya yang lebih rendah dibandingkan kontrol standar. Ketidakmampuan ekstrak heksana untuk menstimulasi sel limfosit dikarenakan rendahnya konsentrasi ekstrak pada kultur sel. Konsentrasi ekstrak heksana pada kultur sel yang tidak sesuai dengan konsentrasi ekstrak heksana secara teoritis mengindikasikan fakta baru bahwa banyaknya tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik yang diasumsikan terkonsumsi hanyalah sebesar 18.18 g/hari dari asumsi konsumsi awal yang adalah 100 g/hari. Contoh perhitungan untuk mendapatkan besar konsumsi tepung ini disajikan pada Lampiran 22. b. Pengaruh ekstrak etil asetat terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro Ekstrak etil asetat yang memberikan pengaruh tertinggi terhadap proliferasi sel limfosit manusia ditunjukkan pada konsentrasi 11.43 µg/ml dengan 1.00, kemudian menurun pada konsentrasi dua kalinya yakni 22.87 µg/ml dengan 0.95, dan hasil terendah ditunjukkan pada konsentrasi setengahnya yakni 5.72 µg/ml dengan 0.92. Pengaruh ekstrak etil asetat terhadap proliferasi sel limfosit diilustrasikan secara jelas pada Gambar 10.
Gambar 10. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar dan ekstrak etil asetat
Ekstrak etil asetat dalam penelitian ini yang mampu menstimulasi proliferasi sel limfosit manusia secara baik hanya pada konsentrasi 11.43 µg/ml dengan nilai rata-rata indeks stimulasi sama dengan kontrol standar. Hasil ini menunjukkan kemungkinan ekstrak etil asetat dari tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik dengan kandungan senyawa semipolar terlarutnya memiliki kemampuan sebagai senyawa imunomodulator. Konsentrasi ekstrak etil asetat pada kultur sel yang tidak sesuai dengan konsentrasi ekstrak etil asetat secara teoritis mengindikasikan fakta baru bahwa banyaknya tepung biji pearl millet yang diasumsikan terkonsumsi hanyalah sebesar 18.18 g/hari dari asumsi konsumsi awal yang adalah 100 g/hari. c. Pengaruh ekstrak etanol terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro Pengaruh ekstrak etanol berfluktuatif terhadap proliferasi sel limfosit pada ketiga tingkatan konsentrasi. Ekstrak etanol pada konsentrasi tertinggi yakni 117.59 µg/ml memberikan nilai rata-rata indeks stimulasi tertinggi pula yakni 1.10, lalu menurun pada konsentrasi 29.40 µg/ml dengan 0.93, dan pengaruh stimulasinya semakin menurun pada konsentrasi 58.80 µg/ml dengan 0.91. Pengaruh ekstrak etanol terhadap proliferasi sel limfosit diilustrasikan secara jelas pada Gambar 11.
Gambar 11. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar dan ekstrak etanol
Ekstrak etanol dalam penelitian ini yang mampu menstimulasi proliferasi sel limfosit manusia secara baik hanya pada konsentrasi 117.59 µg/ml dengan nilai rata-rata indeks stimulasi lebih besar dari kontrol standar, yakni 1.10. Hasil ini menunjukkan kemungkinan ekstrak etanol dari tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik dengan kandungan senyawa polar terlarutnya memiliki kemampuan sebagai senyawa imunomodulator. Konsentrasi ekstrak etanol pada kultur sel yang tidak sesuai dengan konsentrasi ekstrak etanol secara teoritis mengindikasikan fakta baru bahwa banyaknya tepung biji pearl millet yang diasumsikan terkonsumsi hanyalah sebesar 18.18 g/hari dari asumsi konsumsi awal yang adalah 100 g/hari. d. Pengaruh ekstrak akuades terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro Ekstrak akuades yang dijadikan sebagai pembanding ketiga ekstrak tersebut memiliki kenaikan nilai rata-rata indeks stimulasi seiring dengan kenaikan konsentrasi ekstrak pada kultur sel, yakni pada konsentrasi terendah 223.88 µg/ml memberikan hasil rata-rata indeks stimulasi terendah pula yakni 1.04, lalu pada konsentrasi dua kali dari konsentrasi terendah 447.76 µg/ml memiliki nilai 1.12, dan pada konsentrasi tertinggi 895.53 µg/ml adalah 1.35. Pengaruh ekstrak akuades terhadap proliferasi sel limfosit diilustrasikan secara jelas pada Gambar 12.
Gambar 12. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar dan ekstrak akuades
Larutan ekstrak akuades memberikan rata-rata indeks stimulasi yang bernilai lebih dari 1.00 pada semua tingkatan konsentrasi pada kultur sel. Data ini dapat berarti sebagai berikut: beberapa komponen fitokimia dan komponen lainnya yang dapat terlarut lebih baik dengan penggunaan pelarut akuades dibandingkan pelarut heksana, etil asetat, dan etanol, komponen terlarut dalam ekstrak tersebut lebih baik dalam menstimulasi proliferasi sel limfosit,
ekstrak akuades dapat mengandung komponen lain seperti protein larut air, serat larut air, mineral dan vitamin larut air, serta komponen lainnya yang dapat meningkatkan proliferasi limfosit karena dapat berfungsi sebagai antigen non-toksik yang terdeteksi oleh sel limfosit, dan walaupun terdapat residu pada suspensi sampel ekstrak, tetapi residu ini tidak bersifat toksik bagi sel pada konsentrasi yang masih dapat ditolerir oleh sel itu sendiri. Hal ini dikarenakan komponen utama penysusun pelarut akuades adalah H20. Konsentrasi ekstrak akuades pada kultur sel yang tidak sesuai dengan konsentrasi ekstrak akuades secara teoritis mengindikasikan fakta baru bahwa banyaknya tepung biji pearl millet yang diasumsikan terkonsumsi hanyalah sebesar 18.18 g/hari dari asumsi konsumsi awal yang adalah 100 g/hari. e. Pengaruh ekstrak tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik secara keseluruhan terhadap proliferasi sel limfosit manusia Secara keseluruhan, tidak semua ekstrak di setiap tingkatan konsentrasinya pada kultur sel memberikan respon positif terhadap peningkatan proliferasi sel limfosit. Jenis ekstrak yang tidak memberikan respon positif adalah ekstrak heksana pada setiap tingkatan konsentrasi (40.88 µg/ml, 81.77 µg/ml, dan 163.54 µg/ml), ekstrak etil asetat pada konsentrasi 5.72 µg/ml dan 22.87 µg/ml, dan ekstrak etanol pada konsentrasi 29.40 µg/ml dan 58.80 µg/ml. Sedangkan, jenis ekstrak yang memberikan respon positif pada peningkatan proliferasi sel limfosit adalah ekstrak etil asetat pada konsentrasi 11.43 µg/ml, ekstrak etanol pada konsentrasi 117.59 µg/ml, dan ekstrak akuades pada setiap tingkatan konsentrasi (223.88 µg/ml, 447.76 µg/ml, dan 895.53 µg/ml). Ilustrasi peningkatan proliferasi sel limfosit oleh kontrol standar, kontrol positif (mitogen PKW dan LPS), dan semua ekstrak digambarkan secara jelas pada Gambar 13. Perolehan absorbansi hasil pembacaan dengan ELISA reader dan nilai rata-rata indeks stimulasi ekstrak tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik hasil ekstraksi bertingkat terhadap proliferasi sel limfosit manusia disajikan pada Lampiran 23 dan salah satu contoh perhitungan indeks stimulasi dari pengaruh ekstrak akuades disajikan pada Lampiran 24. Adanya respon positif yang ditunjukkan dari pengaruh ekstrak etil asetat pada konsentrasi 11.43 µg/ml, ekstrak etanol pada konsentrasi 117.59 µg/ml, dan ekstrak akuades pada setiap konsentrasinya, memberikan hasil bahwa kemungkinan ekstrak-ekstrak tersebut dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit. Hal ini menampilkan indikasi awal bahwa kemungkinan tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik memiliki manfaat bagi kesehatan manusia dalam meningkatkan sistem imun jika terkonsumsi pada kehidupan sehari-hari.
Gambar 13. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar, kontrol positif, dan semua ekstrak hasil kegiatan ekstraksi bertingkat dengan metode maserasi Keterangan: Kontrol standar Pokeweed 9.09 µg/ml Lipopolisakarida 9.09 µg/ml Ekstrak heksana (µg/ml) Ekstrak etil asetat (µg/ml) Ekstrak etanol (µg/ml) Ekstrak akuades (µg/ml) 2. Pengaruh Ekstrak Senyawa β-Glukan Sampel kultur sel limfosit dalam pengujian pengaruh ekstrak senyawa β-Glukan diperlakukan dengan kontrol standar, kontrol positif (mitogen PKW, LPS, dan Con A), standar senyawa β-glukan murni, dan ekstrak senyawa β-Glukan yang diperoleh dari kegiatan ekstraksi dan purifikasi senyawa β-Glukan yang berasal dari tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik. Hasil rata-rata indeks stimulasi yang diberikan oleh pengaruh larutan mitogen PKW, LPS, dan Con A terhadap proliferasi sel limfosit menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan kontrol standar. Hal ini menunjukkan mitogen yang digunakan tidak berfungsi dengan baik karena kemungkinan kualitas mitogen yang sudah tidak bagus. Konsentrasi kontrol positif berupa mitogen PKW, LPS, dan Con A yang masing-masing adalah 9.09 µg/ml memberikan nilai rata-rata indeks stimulasi secara berurutan adalah 0.86, 0.70, dan 0.82. Pengaruh β-glukan ekstrak pada konsentrasi 6666.67 µg/ml memberikan nilai rata-rata indeks stimulasi tertinggi dibandingkan kontrol standar, kontrol positif, dan β-glukan STD, yakni dengan nilai 1.21. Sampel β-glukan STD dengan konsentrasi yang sama dengan βglukan ekstrak memberikan daya yang lebih rendah dalam menstimulasi proliferasi sel limfosit, yakni dengan rata-rata indeks stimulasi 0.92, jika dibandingkan dengan sampel β-
glukan ekstrak. Namun, nilai tersebut masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata indeks stimulasi ketiga mitogen. Rendahnya senyawa β-glukan STD tersebut menunjukkan kemungkinan bahwa ekstrak senyawa β-glukan dari tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik lebih baik dalam menstimulasi proliferasi sel limfosit. Hal ini menunjukkan kemampuan ekstrak β-glukan tersebut sebagai senyawa imunomodulator. Ilustrasi dari proliferasi sel limfosit ini ditunjukkan pada Gambar 14. Perolehan absorbansi hasil pembacaan dengan ELISA reader dan nilai rata-rata indeks stimulasi ekstrak β-glukan terhadap proliferasi sel limfosit manusia disajikan pada Lampiran 25.
Gambar 14. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit yang dikultur dengan kontrol standar, mitogen, β-glukan standar, dan ekstrak β-glukan pearl millet Keterangan: Kontrol standar Pokeweed 9.09 µg/ml Lipopolisakarida 9.09 µg/ml Convavalin A 9.09 µg/ml β-glukan standar (µg/ml) Ekstrak β-glukan (µg/ml) Ekstrak senyawa β-glukan dengan konsentrasi tersebut di dalam kultur sel ternyata memberikan asumsi konsumsi tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik sebanyak 909.09 g/hari. Bobot tepung ini lebih besar jika dibandingkan bobot asumsi konsumsi awal yang hanya 100 g/hari. Mekanisme kerja senyawa β-glukan yang paling sering dipublikasikan terdiri dari kegiatan augmentasi dari fagosit dan aktivitas proliferasi dari sel fagosit mononuklear yang terdiri dari sel monosit, sel makrofag, dan sel dendritik (Novak dan Vetvicka, 2008). Aktivitas proliferasi sel makrofag dan sel dendritik akan mengaktifkan proliferasi sel limfosit karena menjadi semacam pengkode hadirnya antigen dalam tubuh. Hal ini menunjukkan
bahwa senyawa β-glukan mampu berfungsi dalam meningkatkan kerja sistem imun nonspesifik dan spesifik. Namun, mengingat β-glukan termasuk dalam jenis serat tidak larut, maka peran imunomodulator yang dilakukannya adalah secara tidak langsung. Dalam tubuh, senyawa ini akan diubah menjadi SCFA (Short Chain Fatty Acid) terlebih dahulu sebelum dapat mengaktifkan sel reseptor limfosit. SCFA tersebut dapat dimanfaatkan oleh bakteri probiotik sebagai makanannya sehingga selanjutnya bakteri probiotik tersebut mampu menstimulir proliferasi sel limfosit (Fitrial, 2008).