IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rendemen Tepung Biji Kurma Rendemen adalah perbandingan massa antara produk akhir (tepung) yang lolos ayakan 65 mesh dan bahan awal (biji kurma). Pada penelitian ini, massa bahan awal (biji kurma) yang digunakan adalah sebesar 5.500 gram dan massa tepung biji kurma yang dihasilkan adalah sebesar 1.722,54 gram. Dari hasil perhitungan, rendemen tepung biji kurma yang dihasilkan adalah sebesar 31,32%. Tepung biji kurma yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Tepung biji kurma
Rendemen (%)
Rendemen tepung biji kurma ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rendemen tepung biji mangga (Widya, 2003), tepung biji nangka (Yusuf, 1996), dan tepung biji durian (Hutapea, 2010). Perbandingan rendemen tepung biji tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.2. Rendemen tepung biji kurma rendah dibanding tepung biji lainnya, karena biji kurma memiliki tekstur yang sangat keras dibandingkan dengan biji mangga, biji nangka, dan biji durian sehingga tepung yang dihasilkan dari proses penggilingan cenderung banyak memiliki ukuran partikel yang tidak lolos ayakan 65 mesh. Hal ini berkaitan dengan proses penggilingan, dimana biji yang keras teksturnya akan lebih sulit untuk dihaluskan. 40 38 36 34 32 30 28 26 24 Kurma
Mangga
Nangka
Durian
Jenis Tepung Gambar 4.2. Diagram rendemen tepung biji kurma, mangga, nangka, dan durian
16
4.2. Perubahan Sifat Fisik Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan Perubahan sifat fisik tepung biji kurma yang dianalisis adalah derajat putih, densitas kamba, dan cemaran serangga/kutu pada tepung. Sifat fisik awal dari tepung biji kurma yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1. Hasil analisis sifat fisik tersebut menjadi data awal dari mutu tepung biji kurma dan menjadi acuan untuk analisis perubahan sifat fisik tepung biji kurma selama penyimpanan. Hasil analisis keseluruhan sifat fisik tepung biji kurma selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 2 (derajat putih), Lampiran 3 (densitas kamba), dan Lampiran 4 (cemaran serangga/kutu). Tabel 4.1. Sifat fisik tepung biji kurma Parameter Derajat putih Densitas kamba Cemaran serangga/kutu
Satuan
Nilai
%
53,83
g/ml
0,43
-
Tidak ada
4.2.1. Derajat Putih Derajat putih merupakan kemampuan suatu bahan untuk memantulkan cahaya yang mengenai permukaannya (BPPIS, 1989). Menurut Kusfriyadi (2004), nilai derajat putih pada suatu bahan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti reaksi pencoklatan enzimatis, reaksi Maillard, reaksi karamelisasi, dan pigmen alami yang terdapat dalam bahan tersebut. Berdasarkan hasil analisis awal, nilai rata-rata derajat putih tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 53,83%. Nilai tersebut masih rendah apabila dibandingkan dengan standar mutu tepung terigu yang memiliki nilai standar mutu derajat putih minimum 85%. Nilai derajat putih yang rendah diduga karena masih terjadi reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amino primer sehingga mengasilkan pigmen kecoklatan. Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data pengamatan derajat putih yang dihasilkan adalah 52,22 – 55,00%. Setelah dilakukan analisis ragam derajat putih (Lampirn 13), hasil analisis ragam menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor terhadap derajat putih. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) terhadap perubahan derajat putih dan tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan derajat putih. Derajat putih tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak ada perubahan, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.2.2. Densitas Kamba Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan yang dapat dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Pengetahuan mengenai densitas kamba diperlukan dalam hal kebutuhan ruang, baik pada saat pengemasan, penyimpanan, maupun pengangkutan (distribusi). Nilai densitas kamba dinyatakan dalam g/ml. Berdasarkan hasil analisis awal, nilai rata-rata densitas kamba tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 0,43 g/ml. Dari hasil tersebut, dapat diartikan bahwa untuk mencukupi 1.000 g atau 1 kg tepung biji kurma dibutuhkan minimal volume kemasan kira-kira sebesar 2,3256 L.
17
Setelah dilakukan penyimpanan 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan pada tepung biji kurma, variasi data pengamatan densitas kamba yang dihasilkan adalah 0,44 – 0,42 g/ml. Setelah dilakukan analisis ragam densitas kamba (Lampiran 14), hasil analisis ragam tersebut menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata antar perlakuan, baik dari faktor kemasan, maupun faktor lama penyimpanan, serta juga tidak ada pengaruh nyata interaksi antar faktor terhadap densitas kamba. Dapat dikatakan bahwa penggunaan kemasan plastik PE (K1), kemasan karung tenun plastik (K2), dan karung kain belacu tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan densitas kamba, serta tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan densitas kamba. Densitas kamba tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak mengalami perubahan, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.2.3. Cemaran Serangga atau Kutu Adanya cemaran serangga atau kutu pada tepung merupakan hal yang tidak diinginkan. Adanya cemaran tersebut mengartikan bahwa tepung tidak higienis. Serangga atau kutu yang mengkontaminasi tepung dapat meninggalkan feces (kotoran) sehingga feces tersebut dapat menjadi potensial besar bahaya mikrobiologis dan tidak higienis. Berdasarkan analisis awal, tidak terdapat kontaminasi atau cemaran serangga atau kutu pada tepung biji kurma yang dihasilkan. Setelah dilakukan pengamatan selama delapan minggu penyimpanan (Tabel 4.2), terlihat adanya cemaran serangga atau kutu pada penyimpanan hari ke-42 pada tepung biji kurma dengan kemasan karung tenun plastik. Serangga yang mencemari bukan dari jenis kutu, melainkan semut. Adanya cemaran serangga ini diduga pada saat proses produksi tepung terjadi kontaminasi telur serangga sehingga beberapa hari setelah tepung dikemas, telur tersebut menetaskan serangga. Dugaan lainnya adalah serangga tersebut telah mengkontaminasi secara langsung tepung pada proses produksi dan luput dari penglihatan, karena serangga tersebut berada pada tumpukan tepung. Tabel 4.2. Cemaran serangga atau kutu tepung biji kurma selama penyimpanan Cemaran Serangga atau Kutu Kemasan
Hari ke-0
Hari ke-14
Hari ke-21
Hari ke-28
Hari ke-42
Hari ke-56
Plastik PE
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Karung Tenun Plastik
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Ada
tidak ada
Karung Kain Belacu
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), dan karung kain belacu (K3) cukup baik menjaga cemaran serangga/kutu dari lingkungan luar kemasan. Cemaran serangga/kutu bukan hanya bisa terjadi setelah tepung dikemas, melainkan bisa juga terjadi saat tepung belum dikemas atau pada saat proses produksi tepung berlangsung. Menurut Amy (2010), kutu yang biasa ditemukan pada tepung, khususnya tepung terigu, adalah dari jenis Tribolium confusum (Confused flour beetles) dan Tribolium castaneum (Rust red flour beetles). Kutu tersebut secara penampakan memiliki panjang tubuh 2,5–3 mm, berwarna coklat kemerahan-berkilat, dan memiliki antena. Larvanya berkepala coklat dan berwarna agak kekuningan, berbentuk silinder, dengan panjang sekitar 6 mm dan memiliki 6 kaki.
18
4.3. Perubahan Sifat Kimia Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan Perubahan sifat kimia tepung biji kurma yang dianalisis, yaitu kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar karbohidrat, kadar pati, dan total asam. Sifat kimia awal dari tepung biji kurma yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil analisis sifat kimia tersebut menjadi data awal dari mutu tepung biji kurma dan menjadi acuan untuk analisis perubahan sifat kimia tepung biji kurma selama penyimpanan. Hasil analisis keseluruhan sifat kimia tepung biji kurma selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5 (kadar air), Lampiran 6 (kadar abu), Lampiran 7 (kadar protein), pada Lampiran 8 (kadar lemak), Lampiran 9 (kadar serat kasar), Lampiran 10 (kadar karbohidrat), pada Lampiran 11 (kadar pati), dan Lampiran 12 (total asam). Tabel 4.3. Sifat kimia tepung biji kurma Parameter
Satuan
Nilai (b.b)
Nilai (b.k)
Kadar air
%
7,00
7,52
Kadar abu
%
1,11
1,19
Kadar protein
%
4,68
5,03
Kadar lemak
%
11,51
12,37
Kadar serat kasar
%
11,86
12,74
Kadar karbohidrat
%
63,84
68,64
Kadar pati
%
35,00
37,63
Total asam
ml NaOH 0,1 N/100 g
2,26
2,42
Adapun hasil perbandingan dari beberapa analisis sifat kima tepung biji kurma dengan beberapa standar mutu tepung lainnya, seperti tepung terigu, tepung singkong, tepung sagu, tepung beras, dan tepung jagung. Analisis yang dibandingkan adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, kadar pati, dan total asam. Perbandingan sifat kimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Perbandingan sifat kimia tepung biji kurma dengan standar mutu tepung terigu, singkong, sagu, beras, dan jagung Parameter
Satuan
Jenis Tepung Singkongb Saguc ≤ 12 ≤ 13
a
Jagunge ≤ 10
≤ 0,5
≤ 1,0
≤ 1,5
Kadar air
% b.k
Kadar abu
% b.k
1,19
≤ 0,7
Kadar protein
% b.k
5,03
≥ 7,0
-
-
-
-
Kadar serat kasar
% b.k
12,74
-
≤4
≤ 0,5
-
≤ 1,5
Kadar pati
% b.k
37,63
-
≥ 75
≥ 65
-
-
2,42
-
≤ 3,0
≤ 4,0
-
≤ 4,0
Total asam a
ml NaOH 0,1 N/100g b
c
d
Terigu ≤ 14,5
Berasd ≤ 13
Biji Kurma 7,52
≤ 1,5
e
SNI 3751:2009; SNI 01-2997-1996; SNI 3729:2008; SNI 3549:2009; SNI 01-3727-1995
4.3.1. Kadar Air Kadar air pada suatu bahan menunjukkan sejumlah molekul air bebas dan terikat yang terdapat dalam bahan (Fardiaz dan Winarno, 1989). Beberapa hal yang dapat mempengarui nilai dari kadar air diantaranya adalah jenis bahan dan komponen-komponen yang ada di dalamnya, serta cara dan kondisi pengeringan, seperti alat pengering, suhu pengeringan, ketebalan bahan saat pengeringan, dan
19
lama pengeringan. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar air basis kering tepung biji kurma adalah 7,52%. Nilai kadar air ini sudah memenuhi kriteria standar mutu tepungtepungan (tepung terigu, tepung singkong, tepung sagu, tepung beras, dan tepung jagung). Setelah dilakukan penyimpanan 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar air tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 7,03 – 10,81% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar air tepung biji kurma (Lampiran 15), hasil analisis ragam tersebut menyatakan bahwa faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor memberikan pengaruh yang sangat nyata (α = 0,01) terhadap perubahan kadar air. Grafik perubahan kadar air tepung biji kurma dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Kadar Air (% b.k)
11 10 9 8 7 0
7
14
21
28
35
42
49
56
Lama Penyimpanan (Hari) Plastik PE
Karung Tenun Plastik
Karung Kain Belacu
Gambar 4.3. Grafik perubahan kadar air tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan Hasil uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor kemasan (Lampiran 15) menunjukkan bahwa kemasan karung tenun plastik (K2) dan kemasan karung kain belacu (K3) tidak memiliki beda nyata, sedangkan kemasan plastik PE (K1) memiliki beda yang sangat nyata terhadap kemasan karung tenun plastik (K2) dan kemasan karung kain belacu (K3). Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan karakteristik kemasan karung tenun plastik dan karung kain belacu dalam menjaga mutu kadar air tepung biji kurma adalah sama. Hal ini juga terlihat pada grafik perubahan kadar air. Terlihat bahwa kecenderungan kedua kemasan dalam menjaga perubahan kadar air hampir sama. Hasil uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor lama penyimpanan (Lampiran 15) menyatakan bahwa penyimpanan awal (M0) berbeda nyata dengan penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 21 hari (M2) berbeda nyata dengan penyimpanan 42 hari (M4) dan penyimpanan 56 hari (M5), sedangkan penyimpanan 42 hari (M4) tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 56 hari (M5). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin lama penyimpanan tepung biji kurma, maka kadar airnya semakin meningkat. Hal ini membuktikan bahwa produk tepung biji kurma bersifat higroskopis, mudah menyerap uap air dari lingkungannya. Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan terhadap faktor kemasan dan lama penyimpanan, selanjutnya dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap interaksi antar faktor. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Dari hasil tersebut terlihat bahwa tepung bij kurma yang dikemas dengan kemasan plastik PE (K1) selama penyimpanan awal sampai penyimpanan 56 hari (M0, M1, M2, M3, M4, dan M5) tidak terdapat beda nyata sehingga dapat dikatakan tidak terjadi kenaikan kadar air atau sangat kecil sekali perubahannya, sedangkan tepung
20
yang dikemas dengan kemasan karung tenun plastik (K2) dan tepung yang dikemas dengan kemasan karung kain belacu (K3) selama penyimpanan 0 hari sampai penyimpanan 56 hari (M0, M1, M2, M3, M4, dan M5) masing-masing memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap perubahan kadar air tepung biji kurma. Perubahan nilai kadar air tepung yang semakin meningkat terlihat pada tepung yang dikemas dengan kemasan karung tenun plastik (K2) dan kemasan karung kain belacu (K3), akan tetapi perubahan nilai kadar air yang tertinggi dimiliki oleh tepung yang dikemas dengan kemasan karung kain (K3) selama penyimpanan 0 hari sampai penyimpanan 56 hari dengan nilai kadar air tertinggi sebesar 10,81% pada lama penyimpanan 56 hari (M5) Kenaikan kadar air yang tinggi pada tepung yang dikemas dengan kemasan karung kain belacu (K3) dan tepung yang dikemas dengan kemasan karung tenun plastik (K2) diperkirakan karena kemasan tersebut kurang melindungi tepung terhadap uap air yang berada dilingkungan luar kemasan. Kemasan karung kain belacu memiliki sifat yang mudah menyerap uap air, karena bahan karung tersebut terbuat dari kain, serta memiliki rongga-rongga yang sangat kecil sehingga udara di luar kemasan mudah masuk melewati rongga-rongga tersebut. Rongga-rongga yang sangat kecil juga terdapat pada karung tenun plastik. Rongga-rongga tersebut terbentuk dari celah-celah anyaman plastik pada kemasan tersebut sehingga udara di luar kemasan mudah masuk melewati rongga-rongga tersebut. Hal ini sesuai dengan nilai permeabilitas kemasan karung plastik dan karung kain yang tinggi terhadap uap air menurut Handayani (2008) dan Septianingrum (2008), dimana nilai permeabilitas kemasan karung kain belacu terhadap uap air sedikit lebih tinggi dibandingkan nilai permeabilitas kemasan karung tenun plastik terhadap uap air. Kemasan plastik PE dibandingkan dengan kemasan karung tenun plastik dan karung kain belacu ternyata lebih bisa menjaga tepung terhadap uap air. Terlihat dalam grafik perubahan nilai kadar air bahwa nilai kadar air tepung biji kurma yang dikemas dengan kemasan plastik PE hanya naik sebesar 0,75%. Hal ini dikarenakan permeabilitas kemasan plastik PE terhadap uap air sangat kecil bila dibandingkan dengan kemasan karung tenun plastik dan karung kain belacu. Perubahan nilai kadar air tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu atau 56 hari, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu, apabila dibandingkan dengan standar mutu (SNI) beberapa tepung lainnya, ternyata tepung biji kurma masih memenuhi standar mutu (SNI) beberapa tepung lainnya, karena nilai kadar air tepung biji kurma masih kurang dari 12 - 14% sehingga masih layak untuk digunakan. Menurut Fardiaz dan Winarno (1989), bahan pangan yang memiliki kadar air kurang dari 14 - 15% dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti khamir. Suatu bahan pangan dengan kadar air yang relatif tinggi akan cendrung mengalami kerusakan lebih cepat dibandingkan dengan bahan pangan yang memiliki kadar air lebih rendah. 4.3.2. Kadar Abu Sebagian besar makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sedangkan sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak. Oleh karena itulah disebut abu. Kadar abu merupakan parameter kemurnian suatu produk yang umumnya berupa partikel halus berwarna putih. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia awal, nilai rata-rata kadar abu basis kering tepung biji kurma adalah sebesar 1,19%. Kadar abu ini telah memenuhi kriteria standar mutu kadar abu tepung singkong dan tepung jagung. Namun, nilai kadar abu ini belum memenuhi kriteria standar mutu kadar abu tepung terigu, tepung sagu, dan tepung beras. Kadar abu tersebut menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam tepung biji kurma. Hal tersebut dikarenakan tepung biji kurma berasal dari biji kurma yang banyak mengandung ion-ion
21
mineral, seperti natrium (Na+), kalium (K+), magnesium (Mg2+), kalsium (Ca+), ferum atau besi (Fe2+), mangan (Mn2+), zinc (Zn2+), cuprum (Cu2+), nickel (Ni2+), cobalt (Co2+), dan cadmium (Cd2+). Ion mineral yang paling banyak terkandung pada biji kurma adalah ion kalium (K+) sebesar 4857,58 μg/g, magnesium (Mg2+) sebesar 655,53 μg/g, dan natrium (Na+) sebesar 237,63 μg/g (Ali-Mohamed dan Khamis, 2004). Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar abu tepung biji kurma adalah 1,13 – 1,26 % (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar abu (Lampiran 16), hasil analisis ragam menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor terhadap kadar abu. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) terhadap perubahan kadar abu dan tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan kadar abu. Kadar abu tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak ada perubahan, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.3.3. Kadar Protein Protein merupakan salah satu komponen bahan pangan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadar protein pada tepung, selain untuk meningkatkan nilai gizi produk pangan, juga berperan di dalam pembentukan adonan yang baik dan pembentukan crust (menjadi keras) pada proses pembakaran adonan (Kusfriyadi, 2004). Dari hasil analisis awal diperoleh nilai rata-rata kadar protein basis kering tepung biji kurma adalah 5,03%. Nilai kadar protein ini cukup rendah bila dibandingkan dengan standar mutu tepung terigu. Oleh karena itu, tepung biji kurma ini lebih tepat jika diaplikasikan untuk produk kue kering, biskuit, atau produk kue yang tidak memerlukan fermentasi. Tepung biji kurma diduga mengandung seluruh asam amino esensial. Hal ini dikarenakan, menurut Al-Hooti et al. (1998), biji kurma mengandung seluruh asam amino esensial, yaitu isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, treonin, valin, lisin, histidin, dan arginin. Asam amino esensial yang paling banyak terkandung adalah arginin (6,6 - 8,3 g/100 g protein) dan leusin (7,8 - 8,6 g/100 g protein). Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data pengamatan kadar protein tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 4,84 – 5,23% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar protein (Lampiran 17), analisis ragam tersebut menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata pada perlakuan, baik terhadap faktor kemasan, maupun faktor lama penyimpanan, serta juga tidak ada pengaruh nyata pada interaksi antar faktor terhadap kadar protein. Hal ini menyatakan bahwa jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), kemasan karung tenun plastik (K2), maupun kemasan karung kain belacu (K3) tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar protein tepung biji kurma. Begitu juga dengan faktor lama penyimanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar protein tepung biji kurma. Selama penyimpanan delapan minggu, kadar protein tepung biji kurma tidak mengalami perubahan atau tetap, baik yang dikemas dengan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. Kadar protein dalam suatu bahan pangan dapat mengalami penurunan selama penyimpanan. Menurut Suharyono et al. (2009), selama penyimpanan penurunan kadar protein dalam suatu bahan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang dapat memecah protein menjadi senyawasenyawa polipeptida yang lebih sederhana, asam amino, dan senyawa volatil. Setelah melihat hasil
22
pengamatan, dapat disimpulkan bahwa kadar protein tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu masih baik mutunya, karena tidak terjadi penurunan, baik baik yang dikemas dengan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.3.4. Kadar Lemak Lemak merupakan polimer yang tersusun dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Lemak memiliki struktur dasar triester dan gliserol yang dinamakan trigliserida (Hart, 1990). Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk kesehatan tubuh dan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Menurut Kusfriyadi (2004), minyak atau lemak nabati mengandung asam-asam lemak esensial, seperti asam linoleat dan linolenat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukkan kolesterol. Berdasarkan hasil pengamatan awal, diperoleh nilai rata-rata kadar lemak basis kering tepung biji kurma adalah 12,37%. Nilai kadar lemak ini cukup tinggi. Menurut Al-Shahib dan Marshall (2003), biji kurma mengandung asam lemak jenuh, yaitu capric, lauric, myristic, palmitic, stearic, margaric, arachidic, heneicosanoic, behenic, dan tricosanoic acid, serta asam lemak tak jenuh, yaitu palmitoleic, oleic, linoleic, dan linolenic acid. Kandungan asam lemak terbanyak adalah asam oleat, yaitu sebesar 41,1 – 58,8 g/100 g lemak. Selama penyimpanan 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar lemak tepung biji kurma adalah 11,09 – 13,49% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar lemak (Lampiran 18), dinyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata dari faktor kemasan dan interaksi antar faktor, tetapi terdapat pengaruh yang nyata (α = 0,05) pada faktor lama penyimpanan terhadap kadar lemak. Dapat dikatakan bahwa jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan kadar lemak, sedangkan pada faktor lama penyimpanan, sedikitnya ada satu taraf yang berpengaruh terhadap perubahan kadar lemak. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan (α = 0,05) terhadap faktor lama penyimpanan (Lampiran 18), dinyatakan bahwa lama penyimpanan 28 hari (M3) berbeda nyata terhadap lama penyimpanan lainnya, sedangkan lama penyimanan lainnya tidak berbeda nyata. Grafik perubahan kadar lemak selama penyimpanan delapan minggu dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Kadar Lemak (% b.k)
14,0 13,5 13,0 12,5 12,0 11,5 11,0 10,5 0
7
14
21
28
35
42
49
56
Lama Penyimpanan (Hari) Plastik PE
Karung Tenun Plastik
Karung Kain Belacu
Gambar 4.4. Grafik perubahan kadar lemak tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan
23
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan 56 hari kadar lemak tetap, akan tetapi sempat terjadi kenaikan pada lama penyimpanan 28 hari. Selama penyimpanan, seharusnya kadar lemak mengalami penurunan. Sesuai dengan pernyataan Suharyono et al. (2009), yaitu selama penyimpanan, kadar lemak dapat mengalami penurunan karena terjadi kerusakan lemak yang disebabkan oleh reaksi hidrolisis, enzim, dan mikroba. Reaksi hidrolisa terjadi, karena terdapat sejumlah air pada bahan sehingga mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik. Enzim yang terdapat dalam bahan pangan yang mengandung lemak yang tergolong lipase mampu menghidrolisa lemak netral sehingga mengasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Adanya lemak dalam bahan pangan memberi kesempatan bagi mikroba lipolitik untuk tumbuh secara dominan sehingga mengakibatkan kerusakan lemak oleh mikroba dan menghasilkan zat-zat yang disebut asam lemak bebas dan keton. Setelah melihat hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa kadar lemak tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu ini belum mengalami penurunan mutunya sehingga dapat dikatakan bahwa kadar lemak tepung selama penyimanan masih tetap mutunya, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.3.5. Kadar Serat Kasar Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam alkali atau alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin (Fardiaz et al., 1986). Menurut Muchtadi (2000), istilah serat kasar (crude fiber) dibedakan dengan serat pangan (dietary fiber). Serat kasar didefinisikan sebagai bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahanbahan kimia tertentu, seperti asam sulfat dan amonium hidroksida, sedangkan serat pangan didefinisikan sebagai bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar serat kasar (crude fiber) basis kering tepung biji kurma adalah 12,74%. Menurut Muchtadi (2000), nilai kadar serat kasar pada bahan pangan selalu lebih rendah dari nilai kadar serat pangan (dietary fiber). Hal ini dikarenakan asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponen-komponen pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa nilai serat pangan (dietary fiber) tepung biji kurma cukup tinggi, yaitu lebih dari 12,74%. Mengkonsumsi serat tinggi maka akan lebih banyak asam empedu, sterol, dan lemak yang dikeluarkan bersama feses, selain itu serat dapat mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, kolesterol, dan lemak (Winarno, 1997). Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar serat kasar tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 10,67 – 13,82% (b.k). Berdasarkan analisis ragam kadar serat kasar (Lampiran 19), tidak terdapat pengaruh nyata pada faktor kemasan dan interaksi antar faktor, tetapi faktor lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) terhadap kadar serat kasar. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) tidak mempengaruhi perubahan kadar serat kasar, sedangkan pada faktor lama penyimpanan sedikitnya ada satu taraf yang berpengaruh terhadap perubahan kadar serat kasar. Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor lama penyimpanan (Lampiran 19), dinyatakan bahwa awal penyimpanan (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), dan penyimpanan 42 hari (M4) tidak berbeda nyata sehingga dapat dikatakan bahwa pada penyimpanan tersebut nilai kadar serat kasar adalah tetap atau sama seperti penyimpanan awal, sedangkan pada penyimpanan 28 hari (M3) dan penyimpanan 56 hari (M5) masing-masing memiliki beda nyata terhadap penyimpanan awal (M0). Grafik perubahan kadar serat kasar dapat dilihat pada Gambar 4.5.
24
Kadar Serat Kasar (% b.k)
15 14 13 12 11 10 9 0 Plastik PE
7
14
21
28
35
42
49
56
Lama Penyimpanan (Hari) Karung Tenun Plastik Karung Kain Belacu
Gambar 4.5. Grafik perubahan kadar serat kasar tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan kadar serat kasar mengalami kenaikan pada penyimpanan 28 hari dan kembali tetap pada penyimpanan 42 hari, lalu kembali naik pada penyimpanan 56 hari. Namun, secara keseluruham, kadar serat kasar tidak mengalami penurunan yang berarti. Olah karena itu, dapat disimpulkan bahwa selama penyimpanan delapan minggu kadar serat kasar tepung biji kurma adalah tetap, tidak mengalami penurunan mutunya, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, kemasan karung tenun plastik, maupun kemasan karung kain belacu. 4.3.6. Kadar Karbohidrat Karbohidrat adalah hasil alam yang melakukan banyak fungsi penting dalam tanaman maupun hewan. Melalui fotosintesa, tanaman merubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, yaitu dalam bentuk selulosa, pati, dan gula-gula (Hart, 1990). Pada umumnya, produk tepung merupakan sumber karbohidrat. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar karbohidrat basis basah tepung biji kurma adalah 68,64%. Kadar karbohidrat tersebut cukup tinggi sehingga cukup berpotensi sebagai sumber karbohidrat. Karbohidrat dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana, pentosa, dextrin, selulosa, dan pati. Namun, karbohidrat yang dimaksudkan dalam analisis ini adalah semua senyawa karbohidrat, kecuali selulosa. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan karbohidratnya menggunakan rumus by difference yang ditambah faktor pengurangannya, yaitu faktor kadar serat kasar. Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar karbohidrat tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 67,07 – 71,66% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar karbohidrat (Lampiran 20), dinyatakan bahwa faktor kemasan dan interaksi antar faktor tidak terdapat pengaruh nyata, sedangkan faktor lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) terhadap kadar karbohidrat. Dapat dikatakan bahwa faktor kemasan, baik kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar karbohidrat, sedangkan pada faktor lama penyimpanan sedikitnya ada satu taraf yang memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar karbohidrat. Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor lama penyimpanan (Lampiran 20), dinyatakan bahwa penyimpanan awal (M0), penyimanan 14 hari (M1), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 42 hari (M4), dan penyimpanan 56 hari (M5) tidak berbeda nyata sehingga dapat dikatakan perubahan kadar karbohidratnya adalah tetap atau cenderung sama dengan penyimpanan awal, sedangkan penyimpanan 21 hari (M2) berbeda nyata dengan awal penyimpanan (M0). Grafik perubahan kadar karbohidrat tepung biji kurma dapat dilihat pada Gambar 4.6.
25
Kadar Karbohidrat (% b.k)
72 71 70 69 68 67 66 65 0
7
14
21
28
35
42
49
56
Lama Penyimpanan (Hari) Plastik PE
Karung Tenun Plastik
Karung Kain Belacu
Gambar 4.6. Grafik perubahan kadar karbohidrat tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan 14 hari kadar karbohidrat tetap, akan tetapi sempat terjadi kenaikan pada lama penyimpanan 21 hari, lalu kembali turun dan tetap sampai penyimpanan 56 hari. Namun, secara keseluruhan, selama penyimpanan delapan minggu kadar karbohidrat tidak mengalami penurunan yang berarti. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa selama penyimpanan delapan minggu mutu kadar karbohidrat tepung biji kurma tidak mengalami penurunan atau masih cukup baik, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, kemasan karung tenun plastik, maupun kemasan karung kain belacu. 4.3.7. Kadar Pati Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Pati merupakan salah satu polisakarida yang berfungsi sebagai sumber energi. Pati terdiri dari dua polimer molekul glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia awal, diperoleh nilai rata-rata kadar pati basis kering tepung biji kurma adalah 37,63%. Kadar pati ini diperoleh dengan metode luff schoorl. Prinsip metode ini adalah gula sederhana dapat mereduksi garam cupri yang terdapat dalam pereaksi luff schoorl. Apabila kadar pati tepung ini dibandingkan dengan standar mutu tepung terigu dan tepung sagu, kadar pati ini belum memenuhi standar mutu kadar pati tepung terigu dan tepung sagu dengan standar masing-masing tepung adalah minimal 75% dan minimal 65%. Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data kadar pati tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 35,35 – 40,19% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar pati (Lampiran 21), dinyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata pada faktor pengemasan, faktor lama penyimpanan, serta interaksi antar faktor terhadap kadar pati. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), kemasan karung tenun plastik (K2), dan kemasan karung kain belacu (K3) tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar pati tepung biji kurma dan faktor lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) juga tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar pati tepung biji kurma. Selama penyimpanan delapan minggu, kadar pati tepung biji kurma tidak mengalami perubahan atau tetap, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.
26
Kadar pati suatu bahan pangan dapat mengalami penurunan mutu yang disebabkan besarnya kadar air suatu bahan pangan tersebut. Kadar air yang besar yang terkandung pada suatu bahan pangan dapat memicu kegiatan enzim amilase untuk menghidrolisa pati dan walaupun dalam jumlah yang sedikit disebabkan oleh proses respirasi yang mengakibatkan penurunan kadar gula dalam bahan pangan (Sumarsono dan Nurhikmat, 2005). Jadi dapat disimpulkan bahwa kadar pati tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu masih tetap mutunya karena tidak terjadi penurunan kadar pati, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. 4.3.8. Total Asam Prinsip dasar pengukuran total asam tertitrasi adalah penetralan asam dalam bahan oleh basa (NaOH 0,1 N) melalui cara titrasi. Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata total asam basis kering tepung biji kurma adalah 2,42 ml NaOH 0,1 N/100 g. Hasil ini telah memenuhi standar mutu tepung singkong, tepung sagu, dan tepung jagung. Total asam tertitrasi yang terukur tersebut merupakan semua jenis senyawa atau asam organik yang mengandung asam atau senyawa yang mengandung hidrogen dalam bentuk H+ dan berperan sebagai donor proton. Reaksi dasar dalam titrasi asam basa tersebut adalah H+ + OH- H2O. Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data total asam tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 2,34 – 2,51 ml NaOH 0,1 N/100 g (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam total asam (Lampiran 22), hasil analisis ragam menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor terhadap total asam. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) terhadap perubahan total asam dan tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan total asam. Total asam tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak ada perubahan, baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. Nilai total asam dalam suatu bahan dapat mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan aktivitas bakteri pemecah gula yang menghasilkan asam, seperti bakteri Bacillus, Clostridium, Acetobacter, dan Propionibacterium (Kumalaningsih dan Hidayat, 1995). Berdasarkan hasil pengamatan total asam pada tepung biji kurma ini, dapat dikatakan bahwa aktivitas bakteri tersebut belum terlihat atau tepung belum dicemari oleh bakteri-bakteri tersebut selama penyimpanan delapan minggu, karena perubahan total asam tepung biji kurma masih tetap setelah dilakukan pengamatan delapan minggu.
27