IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL BILANGAN ASAM MINYAK GORENG KELAPA SAWIT Pengukuran bilangan asam dilakukan pada 24 sampel minyak goreng yang tersusun atas dua jenis sampel dengan batchproduksi yang berbeda. Masing-masing batch memiliki 12 sampel minyak goreng dengan rincian 6 sampel minyak goreng berasal dari ulangan pertama dan 6 sampel minyak goreng lainnya berasal dari ulangan ke dua. Pada Gambar 5, ditampilkan perbandingan perubahan profil bilangan asam.
Bilangan asam (mg NaOH/ g sampel)
0,9
0,8 0,7
0,6
Minyak goreng produksi-1
0,5 0,4
Minyak goreng produksi-2
0,3 0,2
0,1 0 0 (kontrol)
1
3
5
7
9
Frekuensi penggorengan sampel (kali) Gambar 5. Profil bilangan asam sampel minyak goreng kelapa sawit berdasarkan frekuensi penggorengan penggorengan lele pada suhu 1800 C
Dari Gambar 5, dapat dilihat bahwa secara u mu m keduasampel mengalami penurunan bilangan asam dengan tren yang sama. Perbedaan terletak pada bilangan asamminyak goreng produksi-1yang memiliki tren penurunan yang lebih curam pada awal penggorengan dibandingkan dengan bilangan asam minyak goreng produksi-2. Hal ini terlihat jelas pada penurunan nilai bilangan asam antara sampel kontrol dengan bilangan asam sampel penggorengan 1 kali. Pada minyak goreng produksi-1, bilangan asam turun sebesar 0,50 mg NaOH/ g sampel dari 0,80 mg NaOH/g sampel pada sampel kontrol menjad i 0,30 mg NaOH/g sampel pada sampel penggorengan 1 kali. Sementara pada minyak goreng produksi-2, bilangan asam turun sebesar 0,18 mg NaOH/ g sampel dari 0,66 mg NaOH/g sampel pada sampel kontrol men jadi 0,48 mg NaOH/g sampel pada sampel penggorengan 1 kali. Dengan demikian, selisih penurunan bilangan asam minyak goreng produksi-1 lebih besar dibandingkan dengan selisih penurunan bilangan asam minyak goreng produksi-2. Di samping itu, nilai bilangan asam penggorengan 9 kali pada minyak goreng produksi-2(0,30 mg NaOH/g sampel) juga lebih t inggi dibandingkan dengan nilai bilangan asam penggorengan yang sama pada minyak goreng produksi-1 (0,22 mg NaOH/g sampel). Dari data ini, dapat dinyatakan
22
bahwa minyak goreng produksi-1 lebih tahan terhadap reaksi hidrolisis dibandingkan dengan minyak goreng produksi-2. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan karena variasi kualitas bahan baku antara batch yang digunakan ataupun variasi beberapa parameter pada proses produksi yang dilakukan.
Tabel 6. Perbandingan bilangan asam sampel dengan SNI Bilangan Asam (mg NaOH/ g sampel)
Sampel
Minyak goreng produksi-1
Minyak goreng produksi-2
Kontrol
0,80
Penggorengan 1
0,30
Penggorengan 3
0,22
Penggorengan 5
0,22
Penggorengan 7
0,20
Penggorengan 9
0,22
Kontrol
0,66
Penggorengan 1
0,48
Penggorengan 3
0,33
Penggorengan 5
0,30
Penggorengan 7
0,30
Penggorengan 9 SNI mutu 1
0,30 maksimal 0,6
SNI mutu 2
maksimal 2
Pada Tabel 6, berdasarkan SNI 01-3741-2002, nilai bilangan asam maksimal untuk minyak goreng adalah 0,6 mg NaOH/ g sampel untuk mutu 1 dan 2,0 mg NaOH/ g sampel untuk mutu 2. Dengan demikian, keempat jenis sampel kontrol minyak goreng yang diuji masih masuk ke dalam kriteria SNI karena tidak ada yang melebihi n ilai 2,0 mg NaOH/ g sampel. Demikian pula dengan sampel-sampel pada penggorengan selanjutnya dengan tren nilai bilangan asam yang semakin menurun. Hasil penelit ian bilangan asam in i berbeda dengan beberapa literatur lain. Lalas (2009) menyatakan bahwa bilangan asam memiliki kecenderungan naik seiring dengan semakin lamanya waktu penggorengan.Secara teoritis, sampel bahan pangan yang digoreng mengandung sejumlah air di dalamnya. Air yang terkandung ini jika bereaksi dengan gliserol dalam minyak goreng akan menghasilkan reaksi h idrolisis. Reaksi hidro lisis in i akan memutus ikatan ester p ada triasil g liserol sehingga memecahnya menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Semakin lama waktu penggorengan, semakin banyak pula reaksi h idrolisis terjadi sehingga bilangan asam pun akan semakin tinggi. Pernyataan Lalas (2009) ini serupa dengan hasil penelitian yang dikemu kakan oleh beberapa peneliti seperti halnya Tyagi dan Vasishta (1996) dengan sampel minyak kedelai dan minyak vanaspati (campuran minyak nabati dari minyak biji kapas, kelapa sawit, kedelai, jagung, bunga matahari, dan lain-lain) serta Abdulkarim et al (2007) dengan sampel minyak biji kelo r (Moringa olifeira). Kedua peneliti tersebut melaporkan bahwa terdapat peningkatan bilangan asam lemak bebas seiring dengan semakin lamanya waktu penggorengan. Sementara itu, dalam beberapa penelitian lain, ditemu kan bahwa nilai bilangan asam justru menurun selama penggorengan awal. Di antaranya Kress -Rolgers et al (1990) dengan sampel minyak goreng nabati terhidrogenasi sebagian, Manral et al (2007) dengan sampel minyak biji bunga
23
matahari, dan Kalapathy et al (2000) dengan sampel minyak nabati. Kress -Rolgers et al (1990), menggoreng selama 4 men it setiap kali penggorengan dengan total lama penggorengan 13,5 jam. Adapun sampel pertama diamb il setelah penggorengan selama 30 men it. Dari hasil pengukuran sampel tersebut, tampak bahwa terdapat penurunan bilangan asam sebesar 0,1% asam oleat. Sementara Manral et al (2008) menggoreng selama 14 jam dengan lama waktu t iap penggorengan 6 men it. Sampel pertama d iambil pada waktu 2 jam penggorengan. Dari hasil pe ngukuran, terlihat bahwa sampel ini mengalami penurunan nilai bilangan asam sebesar 0,4% asam oleat. Sementara penelitian Kalapathy et al (2000) menunjukkan bahwa terdapat penurunan bilangan asam selama penggorengan 40 menit pertama.
Tabel 7. Perbandingan nilai bilangan asam minyak goreng selama penggorengan Referensi
Tyagi dan Vasishta (1996) Abdulkarim (2007) Manral et al (2008) KressRogers et al (1990) Kalapathy dan Proctor (2000) Kahfi (2012)
Minyak Go reng
Waktu Per Penggo rengan (menit)
Waktu Total (jam)
Waktu Pengambilan Sampel Awal (jam)
Bilangan Asam kontrol (% asam oleat)
Bilangan Asam Sampel Awal (% asam oleat)
Selisih (% asam oleat)
Tren
30,00
70,00
6 ,00
0,12
0,25
0,13
Naik
3,00
30,00
6,00
0,19
0,25
0,06
Naik
6,00
14,00
2,00
0,50
0,10
0,40
Turun
4,00
13,50
0,50
0,20
0,10
0,10
Turun
Minyak kedelai
10,00
0,66
0,66
0,81
0,80
0,01
Turun
Minyak kelapa sawit
15,00
2,25
0,25
0,57
0,21
0,36
Turun
Minyak vanaspati Minyak biji kelor Minyak biji bunga matahari Minyak nabati terhidrogena si sebagian
Terjad inya penurunan bilangan asam pada awal penggorengan ini dapat disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, asam lemak bebas yang terbentuk dari hasil hidrolisis dapat mengalami reaksi oksidasi. Menurut Ketaren (1986), terbentuknya senyawa peroksida dapat membantu proses oksidasi sejumlah kecil asam lemak tidak jenuh. Reaksi ini diakibatkan oleh interaksi antara asam lemak bebas dengan oksigen dan adanya paparan panas yang tinggi selama penggorengan. Bahkan, reaksi oksidasi dalam asam lemak bebas ini jauh lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan reaksi oksidasi asam lemak yang masih terikat dengan gliserol (Velasco, et al., 2009). Pada penggorengan awal, laju reaksi oksidasi asam lemak bebas ini leb ih cepat dibandingkan dengan laju reaksi hidro lisis pembentukan asam lemak bebas. Dengan demikian, pengukuran bilangan asam pada penggorengan awal menunjukkan tren penurunan. Minyak goreng kelapa sawit banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, di antaranya adalah asam oleat (C 18:1) dan asam linoleat (C 18:2). Kandungan asam oleat mencapa i 38,7% dan kandungan asam linoleat mencapai 10,5% dari total ju mlah asam lemak (Rival, 2010). Dengan
24
demikian, sebesar 49,2% dari minyak kelapa sawit tersusun atas asam lemak t idak jenuh yang rentan mengalami oksidasi . Asam lemak bebas yang telah teroks idasi ini dapat mengalami reaksi lan jutan. Di antaranya adalah reaksi pembentukan ikatan antara asam karboksilat teroksidasi dengan gugus protein membentuk senyawa karboksil. Senyawa hasil ikatan in i termasuk ke dalam go longan senyawa makro mo leku l insolubel yang sukar dideteksi dalam analisis kimia (Pokorny, 1999). Reaksi terbentuknya ikatan ini dapat dilihat pada Gambar 6.
CO – p1 CH-NH-p2
Ikatan lisin
(CH2 )4 NH2
O
HO – O 1
R2 – C – H
2
R – CH – CH = CH – R Lemak hidroperoksida
aldehida -H2O
CO – p1 CH – NH – p2 (CH2 )4 N R – C – CH = CH – R2 Derivat imino
-H2O
CO – p1 CH – NH – p2 (CH2 )4 N HC – R3 derivat imino
Gambar 6. Reaksi pembentukan ko mp leks asam lemak teroks idasi dengan protein lisin (p 1 , p 2 = residu protein; R3 = residu lemak) (Po korny, 1999).
Pada Gambar 6, terlihat bahwa asam lemak yang telah teroksidasi (lemak hidropero ksida) dapat membentuk ikatan dengan protein, salah satunya lisin. Lisin merupakan asam amino yang banyak terkandung di dalam protein ikan lele. Ju mlahnya mencapai 6,3% dari total asam amino (Sink et al., 2010). Ikatan ini pada akhirnya menghasilkan senyawa derivat imino, suatu ikatan dari molekul ko mpleks yang memiliki bobot molekul besar dan insolubel.
25
B. PROFIL BILANGAN PEROKSIDA MINYAK GORENG KELAPA SAWIT Sama halnya seperti bilangan asam, pengukuran bilangan peroksida dilakukan dengan menggunakan 24 sampel yang tersusun atas 2 batch minyak goreng yang berbeda. Setiap batch terdiri atas 2 ulangan yang masing-masing ulangan memiliki 6 sampel minyak goreng. Data bilangan peroksida untuk minyak goreng produksi-1dan minyak goreng produksi-2 d isajikan dalam bentuk grafik pada gambar di bawah ini. Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa secara u mu m grafik bilangan peroksida pada kedua sampel mengalami tren yang sama yaitu naik pada penggorengan awal dan diikuti dengan penurunan pada penggorengan selanjutnya. Pada sampel kontrol, nilai b ilangan peroksida minyak goreng produksi-1 (9,33 meq O2 / kg sampel) lebih tinggi daripada nilai bilangan peroksida minyak goreng produksi-2 (7,81 meq O2 / kg sampel). Sementara itu, bilangan peroksida yang paling tinggi terletak pada penggorengan 3 kali dengan nilai 23,93 meq O 2 / kg sampel pada minyak goreng produksi-1 dan 27,48 meq O2 / kg sampel pada minyak goreng produksi-2. Setelah itu, b ilangan peroksida ini terus turun hingga sampel penggorengan 9 kali. Pada penggorengan tersebut, minyak goreng produksi-1 memiliki n ilai b ilangan peroksida sebesar 4,82 meq O2 / kg sampel dan minyak goreng produksi-2 memiliki nilai bilangan peroksida sebesar 5,87 meq O2 / kg sampel.
Bilangan peroksida (meq O2/ kg sampel)
30 25
20 Minyak goreng produksi-1
15 10
Minyak goreng produksi-2
5
0 0 (kontrol)
1
3
5
7
9
Frekuensi penggorengan sampel (kali) Gambar 7. Profil bilangan peroksida sampel minyak goreng kelapa sawit berdasarkan frekuensi penggorengan lele pada suhu 180o C
Dari sisi standar mutu pada Tabel 8, nilai bilangan peroksida maksimal yang direko mendasikan oleh SNI adalah 10 meq O2 /kg. Oleh sebab itu, sampel kontrol minyak goreng produksi-1 dan minyak goreng produksi-2 memiliki n ilai bilangan peroksida yang memenuhi standar. Nilai bilangan peroksida di atas 10 meq O2 /kg dihasilkan pada semua sampel untuk penggorengan 1 kali dan 3 kali. Pada penggorengan 5 kali dan seterusnya, nilai bilangan peroksida turun di bawah 10 meq O2 /kg. Menurut Ketaren (1986), minyak goreng yang dikonsumsi dapat menimbulkan efek berbahaya bagi kesehatan jika memiliki nilai bilangan peroksida di atas 100 meq O 2 /kg.
26
Secara u mu m, tren perubahan bilangan peroksida pada penelitian in i sesuai dengan literatur. Menurut Chatzilazarou et al. (2006) dan Tsaknis et al. (1998), pada tahap awal penggorengan nilai bilangan peroksida akan mengalami kenaikan. Nilai ini akan menurun pada penggorengan lebih lama di suhu 1800 C akibat terdeko mposisinya senyawa peroksida menjadi senyawa oksidasi sekunder. Tabel 8. Perbandingan nilai bilangan peroksida sampel dengan SNI Jenis SampelFrekuensi Penggorengan (kali) 0 (Kontrol)
Minyak goreng produksi-1
Minyak goreng produksi-2
Bilangan Pero ksida (meq O2/kg sampel) 9,33
1
19,54
3
23,93
5
8,74
7
9,69
9
4,82
0 (kontrol)
7,82
1
19,90
3
27,48
5
5,90
7
7,95
9 Standar SNI
5,87 maksimal 10
Ambang bahaya bagi kesehatan (Ketaren, 1986)
100
Menurut beberapa peneliti, pengukuran bilangan peroksida termasuk dalam analisis yang cukup sulit karena banyaknya faktor yang dapat menyebabkan munculnya kesalahan. Menurut Lea (1952), nilai peroksida yang dihasilkan dapat lebih t inggi daripada yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh “oxygenerror”, yaitu keberadaan kontaminan oksigen di dalam larutan yang akan dititrasi. Beberapa penelit i juga menyatakan bahwa pengukuran bilangan peroksida sering kali menghasilkan data dengan standar deviasi yang besar. Hal in i dikarenakan peroksida merupakan senyawa hasil oksidasi yang tidak stabil (Lalas, 2009). Di samping itu, menurut Warner (2009), hidroperoksida merupakan senyawa yang mengalami pembentukan dan penguraian kembali dalam waktu yang cepat. Menurut Guillen dan Cabo (2002), hal tersebut menyebabkan sulitnya menghasilkan pengukuran bilangan peroksida yang reprodusibel.
C. PROFIL SPEKTRUM ABSORBANSI MINYAK GORENG KELAPA SAWIT Spektru m absorbansi FTIR d iukur pada 24 sampel minyak goreng dengan menggunakan bilangan gelo mbang 400-4000 cm-1 .Pengukuran spektrum bilangan gelombang tersebut serupa dengan daerah yang dipilih oleh peneliti lain seperti Vlachos et al (2006) dan Al Degs et al (2011).Pada Gambar 8 dan Gambar 9 ditamp ilkan spektrum bilangan gelombang sampel kontrol dan penggorengan 9 kali pada minyak goreng produksi-1 dan minyak goreng produksi-2. Secara sekilas, tidak tampak perbedaan yang berarti antara spektrum kontrol dengan spektrum penggorengan 9 kali. Oleh sebab itu, untuk pengolahan data selanjutnya diperlukan analisis mult ivar iat.
27
9th PO3 5-01-20121 Standard PO 5-01-20122
C=O
4 4
Abs
3,5 3.5
C–O
3
Absorbansi
3
CH metil
2,5 2.5
-C = C = CH (cis)
2
2
-C = C -
1,5 1.5
C–O
1 1
0,5
Oksidasi sekunder C = O ester
-C = C -
3536.64 3544.35 3536.64 3535.67 3523.13 3476.84 3474.91
0.5
-C = C – (trans)
0 0
3900 3600 9th PO3 5-01-2012
3300
3000
2700
2400
2100
1950
1800
1650
1500
1350
1200
1050
900
750
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 0 0 Bilangan 0Gelo mbang 0(cm-1 )0
600
750
600
450 1/cm
450
1759.16 1759.16
1454.39
Gambar 8. Pro fil spektru m b ilangan gelo mbang sampel minyak goreng produksi-1 minyak goreng kontrol (warna merah) dan penggorengan 9 kali (warna hitam)
1757.23 1755.30 1759.16
2835.48
Abs
3,5
2,5
1200.74
1354.09
= CH (cis) 2
-C = C -
1359.87 1359.87
2
C–O
-C = C -
2.5
1,5
1.5
C–O -C = C – (trans)
1
1
1551.80
1652.10 1650.17
-C = C -
Oksidasi C = O ester sekunder
1612.56 1599.06
0.5
3532.78
0,5
3632.12
Absorbansi
1239.32 1241.25 1231.60 1231.60
CH metil
3
1152.52
3
1119.73 1112.01 1092.72
1117.80 1110.08
3.5
Standard Oil PO 27-12-20111 9th Fried PO 27-12-20111
1755.30
4 2838.37
4
C=O
0 0
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 0 0 Bilangan0Gelo mbang0(cm-10) 3900 3600 Standard Oil PO 27-12-2011
3300
3000
2700
2400
2100
1950
1800
1650
1500
1350
1200
1050
900
750 750
600 600
450
450 1/cm
Gambar 9. Profil spektrum bilangan gelombang sampel minyak goreng produksi-2 minyak goreng kontrol (warna hitam) dan 9 kali penggorengan (warna biru)
28
Tabel 9. Bilangan gelombang utama yang terdapat pada sampel minyak goreng Penelit i Che Man dan Setyowaty (1998)
Vlachos et al (2006)
Mossoba et al (2007) Roh man et al (2010)
Al Degs et al (2011)
Minyak Go reng minyak kelapa sawit
minyak zaitun
minyak kedelai terhidrogenasi virgin coconut oil
minyak kelapa sawit
Bilangan gelo mbang 3550
Gugus Fungsi OH
3473
ester trigliserida
3006 2900 - 2800; 1465;dan 1377 2677
C=C CH3 dan CH2
1648
cis C = C
723
C=O
3009; 2925; 2854; 1377;dan 723
C=C
2962; 2872; dan 1654
CH3
1746
ester C = O
1700
asam lemak bebas
1465
CH3 dan CH2
1418 dan 1397
cis C = C
1238 dan 1163
C = O pada ester
966
trans C = C
2954 dan 1377
CH3
2924; 2852;dan 1465
CH2
1743
ester C = O
1417 dan 721
cis C = C
1228 dan 1155
C– O
962
trans C = C
872
C=C
3491,2
OH pada asam karboksilat C– H
3005,1; 2974,1; 2837,1; 1452,4; 1379,1;dan 1234,6 1762,9 dan 1753,2; 1192,2 dan 1118,7 721,4 Hocevar et al (2011)
Kahfi (2012)
ester C = O
C – O dan C=O C=O
minyak kedelai, minyak kelapa sawit, dan minyak terh idrogenasi
2915 dan 2845
C– H
1741
C = O pada ester
1154
C – O dan CH2
minyak kelapa sawit
722; 872; 912,5; 1654; 1402; 1418; dan 3005,54 966 1032; 1091; 1130; dan 1729
cis C = C
2974
C– H
3474,91
C = O pada ester
3536
produk oksidasi sekunder (alkohol, aldehida, keton)
trans C = C C – O pada ester
29
PadaTabel 9, dapat dilihat bilangan gelombang utama yang terdapat pada sampel minyak goreng. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa masing-masing peneliti mempero leh nilai b ilangan gelombang yang sedikit berbeda satu sama lain. Hal in i d ikarenakan adanya perbedaan sampel minyak goreng nabati yang digunakan. Meskipun demikian, terdapat kesamaan dalam jenis gugus fungsi yang terdapat di dalam sampel minyak goreng. Gugus fungsi tersebut terdiri atas senyawa organik seperti ester, aldehida, keton, asam karboksilat, dan hidro karbon tidak jenuh. Adapun gugus fungsi yang dipengaruhi oleh bilangan gelo mbang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Korelasi antara frekuensi FTIR, gugus fungsi, tipe vibrasi, dan intensitas
a
No
Frekuensi (cm -1 )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
3530e 3468a 3025a 3006a 2974b 2953a 2924a 2853a 2730a 2677a 1746a 1729c 1711a 1654a 1648a 1465a 1418a 1400a 1377a 1319a 1238a 1163a 1130d 1118a 1097a 1033a 968a 914a 872d 723a
Gugus fungsi R – OH, C = O (aldehida, keton) – C = O (ester) = C – H (trans-) = C – H (cis-) – C – H (CH3 ) C – C – H (CH3 ) C – C – H (CH2 ) C – C – H (CH2 ) C – C = O (ester) – C = O (ester) – C = O (ester) – C = O (ester) – C = O (asam) – C = C – (cis-) – C = C – (cis-) – C – H (CH2 , CH3 ) = C – H (cis-) – C – H (CH3 ) – C – O, – CH2 – – C – O, – CH2 – – C– O – C– O – C– O – C– O – HC = CH – (trans-) – HC = CH – (cis-) – HC = CH – – (CH2 )n –,– C = C – (cis-) b
Tipe Vibrasi
Intensitas
overtone peregangan peregangan
lemah lemah sangat lemah med iu m
peregangan asimetris peregangan simetris dan asimetris resonansi fermi resonansi fermi peregangan
med iu m sangat kuat sangat kuat sangat lemah sangat lemah sangat kuat
peregangan peregangan peregangan bending (scissoring) bending (rocking) bending bending simetris bending peregangan, bending peregangan, bending peregangan peregangan peregangan peregangan bending out of plane bending out of plane
sangat lemah sangat lemah sangat lemah sedang lemah lemah sedang sangat lemah sedang kuat kuat sedang sedang sangat lemah lemah sangat lemah
bending (rocking)
sedang
c
Rentang Frekuensi sempit sedang sempit sempit sempit sempit sempit sempit sempit lebar lebar lebar sempit sempit sedang sedang sedang sedang sedang sedang lebar sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang lebar
d
Menurut Guillen dan Cabo (1997); Menurut Al-Degs et al(2011); Menurut Proctor et al(1996); MenurutLermae Garcia et al (2011); Menurut Guillen et al (2001) dan Navarra et al (2010) Dari hasil pengukuran spektrum absorbansi FTIR, diperoleh bilangan gelombang utama pada minyak goreng kelapa sawit adalah 722, 872, 912,5, 966, 1032, 1091, 1400,5, 1418, 1654, 1729, 2974,36, 3005,54, 3474,91, dan 3530 cm-1 . Bilangan gelombang ini dipero leh dengan selisih variasi bilangan gelombang sebesar 2 cm-1 . Berdasarkan Tabel 9,bilangan gelombang 722, 872, 912,5, 966, 1654, 1418, 1402 dan bilangan gelombang 3005,54cm-1 menunjukkan adanya gugus ikatan rangkap dua alkena(-C=C-).Alkena merupakan gugus yang umum d itemui pada minyak nabati yang banyak memiliki asam lemak tidak jenuh. Oleh sebab itu, Muniategui et al (1992) serta Moreno et al(1999)
30
telah menggunakan spektrum bilangan gelombang di sekitar 3006 cm-1 untuk menentukan derajat ketidakjenuhan minyak nabati. Minyak kelapa sawit sendiri memiliki kandungan asam lemak t idak jenuh yang cukup besar. Menurut Khosla (2006), kandungan asam lemak tidak jenuh pada minyak kelapa sawit sebanding dengan kandungan asam lemak jenuhnya. Jumlah asam lemak t idak jenuhnya mencapai 50% dari to tal asam lemak. Dari ju mlah ini, sekitar 80%-nya terdiri atas asam lemak oleat dan sisanya terdiri atas asam lemak linoleat.Di samping itu, terdeteksinya bilangan gelo mbang 966cm-1 menunjukkan adanya asam lemak trans pada sampel minyak goreng. Menurut Puspitasari (1996), keberadaan asam lemak trans di dalam minyak goreng in i dapat disebabkan karena adanya proses pemanasan dalam pengolahan minyak (refinery). Selain itu, asam lemak trans juga dapat terbentuk selama proses penggorengan pada suhu tinggi. Menurut Sartika (2007), proses menggoreng dengan cara deep frying akan menyebabkan perubahan asam lemak t idak jenuh bentuk cis menjadi bentuk trans. Peningkatan asam lemak tidak jenuh trans ini sebanding dengan penurunan asam lemak t idak jenuh cis (asam o leat). Fennema (1996) menyebutkan bahwa oksidasi terhadap asam oleat (C18:1 cis) akan menghasilkan asam lemak trans elaidat. Sedangkan hasil reaksi oksidasi asam linoleat (C18:2 cis) adalah campuran konjugasi antara 9dan 13- hidroperoksida diena yang mengalami isomerisasi geometrik membentuk trans isomer yaitu asam linolelaidat (C18:2 trans).Penelitian yang dilaku kan oleh Sartika (2009) menunjukkan bahwa terjadi pembentukan asam lemak trans pada minyak goreng komersil yang digunakan untuk menggoreng singkong dan daging s api. Menurutnya, jumlah asam lemak trans yang dihasilkan berflu ktuasi terhadap jumlah penggorengan dikarenakan adanya interaksi antara minyak goreng dengan sampel yang digoreng.Meskipun demikian, penelit ian kali ini tidak mempelajari leb ih lanjut seberapa besar kandungan asam lemak trans yang terdapat di dalam sampel minyak goreng. Terdeteksinya asam lemak trans saja tidak cukup untuk menyatakan bahwa sampel minyak goreng sudah tidak aman untuk dikonsumsi. Menurut Mulleret al (2001), sebesar 0,3% asam lemak trans terdapat secara alami di dalam minyak kelapa sawit . Bilangan gelo mbang 1032, 1091, 1130, dan 1729cm-1 menunjukkan adanya interaksi ikatan C – O yang terdapat di dalam ikatan ester. Ikatan ester ini menunjukkan adanya gliserol yang masih berikatan dengan asam lemak. Ikatan jenis in i banyak ditemui pada monogliserida, d igliserida, dan trigliserida.Menurut Basiron (2005), trigliserida merupakan ko mponen yang paling banyak terkandung di dalam minyak kelapa sawit sementara monogliserida dan digliserida ha nya terdapat dalam ju mlah yang sedikit saja.Sundram (2004) menyatakan bahwa sekitar 95% dari minyak kelapa sawit tersusun atas komponen trigliserida dan sisanya monogliserida dan digliserida. Menurut Sundram et al (2003), perbedaan antara trigliserida terletak pada asam lemak yang menyusunnya. Sekitar 7 – 10% dari total trigliserida tersusun atas trigliserida jenuh seluruhnya yang sebagian besar merupakan tripalmitat. Sementara sekitar 6-12% tersusun atas trigliserida tidak jenuh seluruhnya. Posisi Sn-2 pada trig liserida u mu mnya diisi oleh asam lemak tidak jenuh. Dengan demikian, lebih dari 85% asam lemak t idak jenuh membentuk ikatan ester dengan gliserol pada posisi Sn -2 Posisi bilangan gelombang2974 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C-H. Ikatan ini merupakan ikatan yang banyak ditemukan pada gugus hidrokarbon. Atom karbon memiliki empat orbital sp3 untuk berikatan dengan atom lainnya.Atom karbon yang tidak berikatan dengan gugus fungsi ataupun atom karbon lainnya akan membentuk ikatan sigma sp3-s dengan atom hidrogen (Fessenden dan Fessenden, 1992). Posisi bilangan gelombang 3474,91cm-1 menunjukkan adanya interaksi C=O pada ester. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ikatan ester ini menunjukkan adanya ikatan antara asam lemak dengan gliserol membentuk g liserida.
31
Daerah bilangan gelo mbang di sekitar 3536 cm-1
menunjukkan keberadaan produk hasil
oksidasi sekunder dari asam lemak. Senyawa yang termasuk ke dalam kelo mpo k ini adalah alkohol, aldehida, dan keton.
D. PROFIL SPEKTRUM ABSORBANSI SAMPEL DENGAN ANALISIS MULTIVARIAT 1.
Pengelompokkan Sampel dengan PCA (Principal Component Analysis)
Analisis statistik mu ltivariat PCA digunakan untuk mengelo mpokkan observasi (sampel) dan variabel (bilangan gelo mbang) di dalam suatu diagram berdasarkan kemiripan profilnya satu sama lain. Dengan menggunakan PCA, interpretasi data akan lebih mudah karena akan terlihat jelas data yang memiliki kesamaan dan data yang memiliki perbedaan. Suatu data dikatakan memiliki kesamaan jika kedua titik data tersebut berdekatan. Jika data tersebut berjauhan, data memiliki beberapa perbedaan. Sementara jika suatu data terlihat berseberangan, data tersebut merupakan data yang sifatnya berlawanan. Terdapat tiga macam diagram yang dapat ditampilkan oleh PCA. Ket iga macam diagram tersebut adalah loading plot, score plot, dan biplot. Loadingplot merupakan diagram yang merangku m hubungan antara variabel. Sementara score plot merupakan diagram yang merangku m hubungan antarobservasi (sampel). Adapun biplot merupakan diagram yang menggabungkan antara loading plot dengan score plot.
Variables (axes F1 and F2: 73,03 %) 1
3474,91
Kuadran II
Kuadran I
3536
0,75
0,5
1418 3005,54 1729
F2 (18,93 %)
0,25
872
1130 912,5
0
1654 -0,25
1400,5 1091
-0,5
1032 965
2974,36
722
-0,75
-1
Kuadran IV
Kuadran III -1
-0,75
-0,5
-0,25
0
0,25
0,5
0,75
1
F1 (54,10 %)
Gambar 10. Diagram loading plot bilangan gelombang minyak goreng
32
Pada Gambar 10 d isajikan hubungan antara variabel bilangan gelombang pada minyak goreng yang terdeteksi oleh FTIR d i dalam diagram PCA. Diagram di atas menggunakan dua sumbu, yaitu F1 dan F2. Su mbu F1 merupakan hasil pengekstrakan pertama variabel menggunakan PCA sedangkan sumbu F2 merupakan hasil pengekstrakan yang kedua. Dari gambar, dapat dilihat bahwa sumbu F1 mampu mencakup variasi data sebesar 54.10% sedangkan sumbu F2 memiliki cakupan sebesar 18.93%. Dengan demikian, secara keseluruhan diagram d i atas dapat menjelaskan 73.03% keberagaman yang ada di dalam variabel bilangan gelo mbang. Adapun nilai loading score yang berkorelasi terhadap F1 dan F2 dapat dilihat pada Lampiran 15c. Di dalam diagra m loading plot tersebut juga terdapat garis yang menghubungkan antara bilangan gelombang dengan titik pusat. Besar atau kecilnya sudut yang dibentuk antara dua garis menandakan besar atau kecilnya hubungan antarvariabel. Semakin kecil sudut yang dibentuk, semakin dekat dan besar pula hubungan antarvariabel. Diagram d i atas juga dapat dibagi menjadi empat kuadran. Tiap kuadran dipengaruhi oleh nilai F1 dan F2 dengan cara yang berbeda. Kuadran I memiliki nilai F1 dan F2 yang positif. Kuadran II memiliki nilai F1 yang positif dan nilai F2 yang negatif. Kuadran III memiliki nilai F1 dan F2 yang negatif. Sementara kuadran IV memiliki n ilai F1 yang positif dan F2 yang negatif. Di dalam kuadran I terdapat lima macam bilangan gelo mbang, yakni872, 912,5, 1418, 3005,54, dan 3474,91 cm-1 . Bilangan gelombang 872 dan 912,5 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap dua C = C. Karena kesamaan jenis ikatannya, kedua bilangan gelombang ini berdekatan. Begitu pula halnya dengan bilangan gelombang 1418 dan 3005,54 cm-1 . Kedua bilangan gelombang ini saling berdekatan karena menunjukkan ikatan rangkap dua (C = C) cis. Adapun, bilangan gelombang 3474,91 cm-1 terletak paling jauh di sebelah kiri atas. Hal ini d ikarenakan bilangan gelombang tersebut menunjukkan adanya jenis ikatan ester (C = O). Jenis ikatan ini berlainan dengan jenis ikatan bilangan gelo mbang lainnya pada kuadran I. Di dalam kuadran II terdapat tiga macam bilangan gelo mbang, yaitu 1130 , 1729, dan 3536 cm-1 . Bilangan gelombang 1130 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C – O pada gugus ester dengan tipe vibrasi peregangan. Sementara bilangan gelombang 1729 cm-1 berkorelasi dengan adanya ikatan ester C = O. Adapun, bilangan gelombang 3536 cm-1 menunjukkan keberadaan ikatan senyawa hasil oksidasi sekunder seperti alkohol dan keton. Karena bilangan gelombang 3536 cm-1 ini memiliki jenis ikatan yang berbeda dengan dua bilangan gelombang lainnya pada kuadran II, bilangan gelombang ini terletak menyendiri mendekati su mbu Y pada posisi kanan atas. Di dalam kuadran III hanya terdapat dua macam b ilangan gelombang, yaitu 1091 dan 2974,36 cm-1 . Bilangan gelombang 1091 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C – O pada gugus ester. Sementara bilangan gelombang 2974,36 cm-1 menunjukkan adanya ikatan – C – H pada gugus CH3 . Kedua bilangan gelo mbang ini sama-sama memiliki t ipe vibrasi peregangan. Di dalam kuadran IV terdapat limam macam b ilangan gelombang, yakni 722, 865, 1032, 1400,5,dan 1654 cm-1 . Bilangan gelombang 722, 965, dan 1400,5 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap dua dengan vibrasi bending. Oleh sebab itu, ketiga b ilangan gelo mbang ini terletak berdekatan. Bilangan gelombang 1032 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C – O pada gugus ester.Sementara b ilangan gelo mbang 1654 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap dua C = C dengan tipe vibrasi peregangan. Perbedaan tipe vibrasi menyebabkan bilangan gelombang ini terletak berjauhan dengan bilangan gelombang 722, 865, dan 1400,5 cm-1 yang sama-sama menunjukkan keberadaan rangkap dua C = C. Gambar 11 menggabungkan antara loading plot bilangan gelombang dengan score plot sampel minyak goreng. Titik yang berwarna merah merupakan loading plot bilangan gelombang sedangkan titik yang berwarna hitam merupakan score plot bilangan gelombang. Observasi dengan kode A
33
merupakan sampel minyak goreng produksi-1. Sementara observasi dengan kode B merupakan sampel minyak goreng produksi-2. Adapun satu angka pada bagian akhir melambangkan ju mlah penggorengan minyak dan angka 0 melambangkan sampel standar. Berdasarkan data biplot di atas, dapat dilihat bahwa kedua jenis sampel tampak memisah dan menempati daerah pada diagram yang berbeda. Minyak goreng produksi-1 menempati daerah di sebelah kanan bawah sementara minyak goreng produksi-2 menempati daerah d i sebelah kiri atas. Secara u mu m, masing-masing sampel dalam tiap jenis sampel tersebut terletak menyebar satu sama lain. Nilai score factor bilangan gelombang dapat dilihat pada Lamp iran 15d.
Biplot (axes F1 and F2: 73,03 %) 5
Kuadran II
Kuadran I
B0
4
3
F2 (18,93 %)
2
3536
3474,91 B9
B7
B3
1729 B1
1130
0
A9
1418 3005,54 872
1
912,5 1654
-1
2974,36 1091
B5
1032
1400.5 722 966
A0
A1
A5 -2
A7
A3
Kuadran III
Kuadran IV
-3
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
F1 (54,10 %)
Gambar 11. Diagram biplot bilangan gelombang minyak goreng produksi-1 (kode merah) dan minyak goreng produksi-2 (kode biru) Kelo mpok minyak goreng produksi-1 terletak pada daerah kuadran I, III, dan IV. Pada daerah kuadran IV terdapat empat sampel, yaitu A0, A1, A 3, dan A7. Pada daerah kuadran III terdapat sampel A5 dan pada daerah kuadran I terdapat sampel A9. Sampel pada kuadran IV terletak saling menyebar satu sama lain. Hal in i menandakan masing-masing sampel hasil penggorengan memilki profil bilangan gelombang yang berbeda. Sampel-sampel tersebut dipengaruhi oleh gugus ester dan rangkap dua. Sementara sampel A5 yang terletak pada kuadran III lebih dipengaruhi oleh gugus ester. Sampel A 9 terletak men jauh pada kuadran I bagian bawah. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan profil bilangan gelombang yang cukup signifikan pada minyak goreng produksi-1 penggorengan ke sembilan sehingga terletak terp isah dari kelo mpok minyak goreng produksi-1 lainnya. Kelo mpok minyak goreng produksi-2 terletak pada daerah kuadran I, II, dan III. Pada daerah kuadran I terdapat sampel B0 dan B9. Pada daerah kuadran II terdapat sampel B3, B7, dan B1. Adapun sampel B5 terletak daerah kuadran III. Dari diagram tersebut, dapat dilihat bahwa samp el B0 (sampel kontrol) terletak terpisah dari kelo mpok sampel lainnya pada posisi kanan atas diagram. Hal ini menandakan minyak goreng kontrol pada minyak goreng produksi-2 memiliki profil b ilangan
34
gelombang yang berbeda dengan sampel yang telah digoreng. Dengan kata lain, minyak goreng produksi-2 memiliki sensitivitas perubahan profil akibat penggorengan yang cukup tinggi. Pada daerah kuadran II, terdapat tiga sampel yang terlihat mengelo mpok. Ketiga sampel tersebut adalah sampel B1, B3, dan B7. Dengan demikian, ketiga sampel ini memiliki profil penggorengan yang mirip. Sampel B5 terletak terpisah dari kelo mpok sampel lainnya dan terletak pada kuadran III. Hal ini menunjukkan minyak goreng produksi-2 penggorengan ke lima memiliki profil bilangan asam yang berbeda dengan kelompok sampel lainnya. Karakteristik ini serupa dengan sampel A5 (minyak goreng produksi-1 penggorengan ke lima) yang terpisah dengan kelo mpok sampel lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penggorengan lima kali pada minyak goreng produksi-1 dan minyak goreng produksi-2 menghasilkan profil b ilangan asam yang berbeda dengan kelo mpok sampel lainnya. Sampel B9 (minyak goreng produksi-2 penggorengan ke sembilan) terletak pada kuadran I men jauh dari kelo mpok sampel lainnya. Hal in i menunju kkan bahwa sampel tersebut telah mengalami perubahan profil bilangan gelombang akibat penggorengan sehingga berbeda dengan profil bilangan asam sampel lainnya. Karakteristik ini serupa dengan sampel A9 ( minyak goreng produksi-1 penggorengan ke sembilan) yang terletak men jauh dari kelo mpok sampel lainnya. Dengan demikian, hal in i menandakan bahwa penggunaan minyak goreng sampai semb ilan kali penggorengan pada minyak goreng produksi-1 dan minyak goreng produksi-2 mengubah profil bilangan gelombang secara signifikan. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa profil perubahan bilangan gelombang selama penggorengan pada minyak goreng produksi-1 berbeda dengan profil perubahan bilangan gelombang pada minyak goreng produksi-2. Pada minyak goreng produksi-1, interval setiap penggorengan akan menghasilkan profil spektrum bilangan gelombang yang saling berbeda. Perbedaan cukup jauh terletak pada penggorengan ke lima dan ke sembilan. Sementara pada minyak goreng produksi-2, penggorengan akan menghasilkan bilangan gelombang yang berbeda cukup jauh dengan sampel kontrol. Sementara b ilangan gelo mbang penggorengan pertama sampai dengan penggorengan ke tujuh akan tampak berdekatan dan menandakan adanya sedikit kemiripan profil bilangan gelo mbang. Adapun bilangan gelombang yang berbeda cukup jauh terletak pada penggorengan ke lima dan ke sembilan.
2.
Korelasi data titrimetri dan spektrometri dengan OLS (Partial Least Square-Ordinary Least Square)
Metode OLS ini d iterapkan untuk mencari hubungan antara spektrum b ilang an gelo mbang dengan bilangan asam dan bilangan peroksida. Adapun pemilihan bilangan gelombang yang berpengaruh terhadap bilangan asam dan bilangan peroksida didasari oleh pengaruhnya terhadap model yang memberikan nilai koefisien R2 dan nilai P (Pr>F) pada anova yang paling signifikan. Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat 14 bilangan gelo mbang yang berpengaruh terhadap n ilai bilangan asam adalah 722, 872, 912,5, 1032, 1091, 1130 , 1400,5, 1418, 1654cm-1 , 1729, 2974,36, 3005,54, 3474,91, dan 3530cm-1 . Bilangan-bilangan gelombang tersebut merupakan bilangan gelombang yang menunjukkan keberadaan gugus fungsi ikatan rangkap dua karbon (alkena) dan ester. Gugus alkena banyak terdapat pada asam lemak tidak jenuh bebas, sementara gugus ester berkorelasi negatif dengan jumlah asam lemak bebas. Semakin banyak gugus ester menandakan semakin banyak ju mlah asam lemak yang terikat pada gliserol. Sebaliknya, semakin sedikit gugus ester menandakan semakin banyak reaksi h idrolisis berlangsung sehingga semakin banyak pu la ju mlah asam lemak bebas yang dihasilkan.
35
Beberapa penelit ian sebelumnya menggunakan daerah bilangan gelo mbang yang berbeda -beda. Al-Degs et al (2011) menggunakan bilangan gelombang 1109,1-1240,2, 1703,1-1724,4, 1749,4, dan 2837,3. Sementara Che Man dan Setyowaty (1998) menggunakan daerah bilangan gelo mbang 16621728 cm-1 dan Lanser et al (1991) menggunakan daerah bilangan gelombang antara 1600-2000 cm-1 . Perbedaan bilangan gelo mbang ini dapat dikarenakan pengaruh perlakuan minyak goreng yang berbeda pada setiap penelitian. Al-Degs et al (2011) mengamb il sampel minyak goreng setelah digunakan selama 3 hari. Sementara Che Man dan Setyowaty (1998) menggunakan sampel standar asam oleat.
Gambar 12. Plot n ilai b ilangan asam prediksi OLS (Pred(Y1)) dengan bilangan asam sesungguhnya (Y1)
Dari hasil penghitungan OLS, diperoleh persamaan Bilangan Asam = -161,34 + 0,74x(%IA -1
722cm )+ 7,02x(% IA 872cm-1 )+ 3,50x(%IA 912,5cm-1 )+ 1,11x(%IA 1091cm-1 )+ 2,30x(%IA 1130cm-1 )+ 1,44x(%IA 1400,5cm-1 )+ 1,49x(%IA 1418cm-1 )+ 1,01x(%IA 1654cm-1 ) + 1,59x(%IA 1729cm-1 ) + 1,9x(%IA 2974,36cm-1 ) + 1,09x(%IA 3005,54cm-1 ) + 4,25x(%IA 3474,91cm-1 ) 2,14x(%IA 3530cm-1 ). Pada Lamp iran 16a dan Lampiran 16b, persamaan ini memiliki koefisien korelasi (R2 ) sebesar 0,955 dengan nilai P (Pr>F) sebesar 0,042 pada taraf kepercayaan 95%. Nilai P yang kurang dari 0.05 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara variabel persentase absorbansi bilangan gelo mbang dengan bilangan asam. Untuk bilangan peroksida, bilangan gelo mbang yang menghasilkan model terbaik adalah 722, 872, 912,5, 966, 1091, 1130, 1400,5, 1418, 1654, 1729, 2974,36, 3005,54, dan 3474,91. Bilanganbilangan gelombang tersebut menandakan keberadaan gugus karbonil dan rangkap dua alkena pada asam lemak. Gugus-gugus tersebut merupakan daerah yang paling dipengaruhi oleh oksidasi. Hal serupa dinyatakan oleh Lerma -garciaet al (2011) yang menyebutkan bahwa gugus fungsi rangkap dua trans dan cisC = C serta ester C – O merupakan gugus-gugus yang terdeteksi di dalam pengukuran FTIR dan mudah dipengaruhi oleh reaksi oksidasi. Pada penelitian sebelu mnya, Russ in et al (2003) mengorelasikan bilangan gelo mbang dengan bilangan peroksida menggunakan nilai bilangan gelombang yang berada pada daerah 3444 cm-1 , 2854 cm-1 , 1100-1270 cm-1 , dan 460-660 cm-1 . Sementara Guillen dan Cabo (2002) menggunakan bilangan gelombang 3470 cm-1 , 3006 cm-1 , 1238 cm-1 , 1746 cm-1 , 1728 cm-1 , 1163 cm-1 , dan 1118 cm-1 . Berdasarkan hasil penelit ian tersebut, dapat dilihat bahwa setiap penelit i mengambil daerah b ilangan
36
gelombang yang berbeda. Hal ini dapat dikarenakan berbedanya perlakuan d an sampel yang digunakan. Russin et al (2003) menggunakan sampel campuran dari minyak kanola, bunga matahari, dan VCO. Sementara Gu illen dan Cabo (2002) menggunakan sampel minyak bunga matahari.
Gambar 13. Plot nilai bilangan peroksida prediksi OLS (Pred (Y1)) dengan bilangan asam sesungguhnya (Y1) Dari hasil penghitungan OLS, diperoleh persamaan Bilangan Peroksida = 3.284,74 – 37,89x(%IA722cm-1 ) + 136,08x(%IA872cm-1 ) – 62,67x(%IA 912,5cm-1 ) – 183,24x(%IA 966cm-1 ) – 17,61x(%IA 1091cm-1 ) – 32,70x(%IA 1130cm-1 ) – 27,97x(%IA 1400,5cm-1 ) – 53,34x(%IA 1418cm-1 ) + 30,66x(%IA 1654cm-1 ) – 30,22x(%IA1729cm-1 ) – 40,09x(%IA 2974,36cm-1 ) – 33,56x(%IA 3005,54cm-1 ) – 111,92x (%IA3.474,91cm-1 ). Pada Lampiran 17a dan Lampiran 17b, persamaan ini memiliki koefisien korelasi sebesar 0,963 dengan nilai P (Pr>F) sebesar 0,030 pada taraf kepercayaan 95%. Nilai P yang lebih kecil daripada 0,050 menunjukkan bahwa variabel b ilangan gelo mbang yang dipilih memiliki korelasi yang signifikan terhadap nilai b ilangan peroksida.
37