IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan pada Insang Hasil pengamatan histopatologi bahwa pada sampel ikan gurami mengalami telangiektasis di sepanjang lamela sekunder yang merupakan pelebaran kapiler dan pembuluh darah yang bersifat permanen. Sampel ikan gurami banyak ditemukan parasit protozoa Ichthyobodo .xp di insang, protozoa tersebut ditemukan sebesar 33,3% (5 sampel ikan gurami) dari 15 sampel ikan gurami. Terlihat pada pembesaran fokus objektif lOOx Ichthyobodo sp menginfiltrasi epitel lamela sekunder. Di sekitar protozoa terjadi hiperplasia pada sel mukus dan hipertrofi pada sel lameia sekunder. Hiperplasia pada sel mukus dan hipertrofi pada sel lamela sekunder juga terjadi pada semua ikan gurami yang tidak ditemukan infestasi Ichthyobodo sp. Pada beberapa sampel ikan guran?i banyak ditemukan parasit protozoa yang belum teridentifikasi sebesar 26,7% (4 sampel ikan gurami) dari 15 sampel ikan gurami. Protozoa-protozoa tersebut menempel pada sel epitel lamela sekunder dan lamela primer (Gambar 20). @edema lamela terjadi pada insang yaitu sebesar 53,3% (8 sampel ilcan gurami) dari 15 sampel ikan gurami. Oedema lamela menyebabkan epitel lamela sekunder hampir terlepas dari kapiler bahkan selnpurna terlepas dari lamela primer. Pengamatzn menunjukan terjadi penebalan pada ujung lamela primer menyerupai pentungan pada semua sampel ikan gurami. Hiperplasia lamela sekunder merupakan akibat dari respon terhadap kondisi air yang buruk maupun infeksi parasit mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah sel klorid meluas sampai ke permukaan lamela sekunder sehingga terjadi penebalan pada lamela sekunder dan diikuti juga dengan terjadinya perubahan bentuk sel pilar (Roberts 2001). Ditemukan banyak kelompok protozoa Myxozoa menginfiltrasi tulang rawan lamela primer sebesar 40% (6 sampel ikan gurami) dari 15 sampel ikan gurami. Serta banyak juga ditemukan kelompok Myxozoa di interlamela dan intralamela insang yang berisi spora Myxozoa sebesar 26,7% (4 sampel ikan gurami) dari 15 sampel ikan gurami. Perubahan histopatologi secara lengkap pada insang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perubahan Histopatologi Insang Ikarl gurami
Perubahan histopatologi
-
Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder
-
Banyak kelompok protozoa berisi lchthyobodo sp dan Myxozoa menginfiltrasi epitel lamela
sekunder
-
Hiperplasia pada sel mukus Hipertrofi pada sel lamela sekunder
- Kelompok
protozoa
berisi
Myxozoa
me~ginfiltrasitulang rawan di lamela primer
-
Penebalall pada ujung lamela primer
- Ditemukan teridentifikasi
parasit
protozoa
inenempel
epitel
belum lamela
sekunder
-
Banyak kelompok protozoa interlamela dan intralemela, di dalamnya berisi Myxozoa
-
Banyak Ichthyobodo sp di sepanjang insang
- Banyak sel debris di sekitar lamela
-
Hipertrofi pada sel lamela sekunder
- Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder - Penebalan pada ujung lamela primer -
Oedema pada lamela sekunder
-
Di luar sekitar lamela sekunder banyak infestasi protozoa Ichthyobodo sp
-
Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder
-
Terdapat
kelompok
protozoa
teridentifikasi di lamela sekunder
belum
Ikan gurami
Perubahan histopatologi
-
Penebalan pada ujung lamela primer
-
Oedema pada lamela sekunder
-
Hiperplasia pada sel mukus
-
Ada
Hipertrofi pada sel lamela sekunder sarang
protozoa
interlamela
dan
intralamela, di dalamnya berisi Myxozoa
-
Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder
-
Kelompok
protozoa
berisi
Myxozoa
menginfiltrasi tuiang rawan di lamela primer
-
Penebalan pada ujung lamela primer
- Hiperplasia pada sel mukus - Hipertrofi pada sel lamela sekunder
-
Oedema pada lamela sekunder
- Ada
kefompok
protozoa
intralamela,
di
dalamnya berisi Myxozoa
-
Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder
-
Oedema pada lamela sekunder
-
Banyak sel goblet pada ujung penebalan lamela primer
-
+
Kelompok protozoa Myxozoa sangat besar di ujung
penebalan
lamela
primer
dan
menginfiltrasi tulang rawan di lamela primer
-
Hipertrofi pada sel lamela sekunder
-
Hiperplasia pada sel mukus Penebalan pada ujung lamela primer
-
Kelompok Myxozoa di interlamela insang
Ikan gurami
Perubahan histopatologi
- Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder - Penebalan lamela sekunder seperti pentungan -
Kongesti eritrosit sepanjang lamela primer
-
Ditemukan
parasit
protozoa
belum
teridentifikasi menempel lamela sekunder
- Hiperplasia pada sel mukus - Hipertrofi pada sel lamela sekunder -
Penebalan pada ujung lamela primer
-
Oedema pada larnela sekunder
-
Hiperplasia pada sel n~ukus
Hipertrofi pada sel lamela sekunder
- Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder -
Kelompok
pratozoa
berisi
Myxozoa
menginfiltrasi tulang rawan di lamela primer
-
Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder
-
Hipertrofi pada sel lamela sekunder
-
Hiperplasia pada sel mukus
-
Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder
Penebalan pada ujung lamela primer
- Hiperplasia pada sel rnukus - Diternukan
parasit
protozoa
belum
tcridentifikasi menempel lamela sekunder
- Oederna pada lamela sekunder - Penebalan pada ujung lamela primer
Ikan gurami
Perubahan histopatologi
-
Di luar sekitar lamela sekunder banyak protozoa Ichthyobodo sp
-
Kelompok menginfiltrasi
protozoa lamela
berisi sekunder
Myxozoa bentuk
intralamelar
- Hiperplasia pada sel mukus - Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder -
Oedema pada lamela sekunder Penebalan pada ujung lamela primer
- Ditemukan banyak parasit protozoa belum teridentifikasi menempel lamela sekunder
-
Hipertrofi pada sel lamela sekunder
- ichthyobodo sp di sepanjang lamela sekunder -
Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder
-
Hiperplasia padz sel mulcus
-
Penebalan pada ujung lamela primer
-
Di luar sekitar ltimela sekunder banyak protozoa Ichthyobodo sp
-
Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder
- Penebalan pada ujung lamela primer - Hipertrofi pada sel lamela sekunder - Hiperplasia pada sel mukus
-
Kelompok
protozoa
berisi
Myxozoa
menginfiltrasi tulang rawan di lamela primer
Ikan g ~ ~ r a m i
Perubahan histopatologi
-
Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder
-
Hipertrofi pada sel lamela sekunder
-
Hiperplasia pada sel mukus
-
Kongesti eritrosit sepanjang larnela primer
-
Kelompok
Penebalan pada ujung lamela prime1 protozoa
berisi
Myxozoa
menginfiltrasi tulang rawan di lamela primer
15
-
Telangiaktasis terjadi di lamela sekunder
-
Penebalan pada ujung lamela primer
-
Hiperplasia pada sel mukus
-
Telangiaktasis terjadi di lamela selcunder
-
Penebalan pada ujung lamela primer
-
Hiperplasia pada sel mukus
Hipertrofi pada sel lamela sekunder
Hipertrofi pada sel lamela sekunder
Banyak faktor yang menyebabkan telangiektasis, oedema, hipertrofi, hiperplasia dan nekrosis pada lamela primer dan lamela sekunder insang. Kemungkinan faktor-faktor tersebut karena adanya gangguan infeksius (endoparasit dan ektoparasit) dan non infeksius. 4.1.1 Oedema Lamela dan Telangiektasis Oedema lamela paling sering mengikuti ekspose polutan kimia seperti logam berat, tidak terkecuali bahan kimia pestisida dan fonnalin terapeutik atau hidrogen peroxida berlebih. Yang akhirnya pemisahan oedematous lengkap dari epithelium respiratori lamela primer dan sekunder dengan nekrosis dari sel epithelial lamela dan
hebatnya sering menyebabkan kematian, distress respiratori dan osmoregulatori mungkin terjadi. Oedema lamela juga bisa terjadi akibat keracunan amonia. Amonia ti~nbul karena pakan ikan yang berlebihan, metabolisme pakan berlebih menghasilkan ekskresi amonia. Dapat dilihat pada Garnhar 9 adalah telangiektasis dan Gambar 10
~ epitel insang merupakan oedema pada insang ikan gurami. Bentuk N H ~nelnasuki dan menjadi toksik. Keracunan ammonia ekut menyebabkan oedema sehingga epitel sel terangkat dan desquamasi, sedgngkan keracunan amonia kronik menyebabkan proliferasi difus epitel lamela insang. Pada keracunan ammonia kronik menimbulkan lamela insang berbentuk seperti pentungan (Gambar 11). Amonia akan meningkat jumlahnya pada kondisi pH dan suhu air meningkat, filter biologis berkurang jumlah dan aktifitasnya diniana filter biologis tersebut adalah bakteri Nitrosomonas mengoksidasi amonia menjadi nitrit dan bakteri Nitrobacter mengoksidasi nitrit menjadi nitrat. Oedema lamela menunjukkan bahwa kapiler insang ikan yang disuplai dengan darah pada tekanan arteri langsung dari jantung, sangat mirip dengan glomerulus ginjal. Ultrafiltrasi sangat rendah, sedangkan oedema karena ultrafiltrat sangat mungkin terjadi walaupun dalam insang yang sehat. Ion kalsium sangat penting untuk mengurangi permeabilitas membran sehingga ha1 ini penting pada daerah air lunak (>< air sadah). Hal yang luar biasa, ketika derajat pemulihan ikan yang terinfeksi dan
mengalami oedema lamela yang sangat parah ketika untuk kembali menjadi kondisi yang baik (Robert 2001).
Gambar 9. Telangiektasis pada insang ikan gurami (HE, 1 bar= 60 pm)
Gambar 10. Oedema pada insang ikan gurami (HE, 1 bar= 60 pm)
Gambar 11. Lamela insang berbentuk seperti pentungan (HE,l b a d 0 ~ m ) Perubahan patologis karakteristik insang, yang disertai dengan trauma kimia atau fisik, biasanya ditemukan di pembudidayaan ikan. Setelah pengelompokkan atau pemindahan kolam atau berhubungan dengan kondisi parasitik tapi dapat juga terjadi sehubungan dengan sisa metabolisme atau polusi kirnia, dikenali karena adanya bintik-bintik kecil pada lamela sekunder. Secara histologi, jelas bahwa luka-luka berawal dalam ruptur sisa-sisa pilar atau pilaster, sel-sel yang biasanya bergabung pada permukaan dorsal lamela sekunder sampai ventral. Hasilnya dilatasi kapiler lamela dan penggumpalan darah, di mana trombosit dan fibrosis bergabung dengan lamela di dekatnya atau diserap lagi. Jika ada banyak telangiektasis lamela, fungsi respirator bisa terganggu terutama pada suhu tinggi, saat level oksigen metabolik tinggi. Bila ikan tersebut terusmenerus mengalami trauma itu, dapat terjadi ruptur dan hemoragi fatal. Telangiektasis yang ekstensif membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih daripada luka-luka hiperplasia pada insang (Robert 2001).
4.1.2 Hiperplasia dan Hipertroil Lamela Hipcrplasia lamela lebih merupakan respon jangka panjang dari sel malpigi terhadap level terendah iritasi. Sel-sel pada dasarnya berasal dari lamela primer, kemudian pindah secara distal. Pada tahap awalnya, membentuk sekelompok sel pada tepi tonjolan lamela sekunder dan disebut "clubbing lamela". Mungkin sekali terjadi penambahan jumlah sel mukus di dasar lamela, tapi sangat bervariasi hasilnya. Nantinya seluruh ruang lamela terisi oleh metaplasia mukus yang bergerak sehingga daerah respirasi sangat berkurang. Penebalan epitelium lamela biasanya berhubungan dengan peningkatan jumlah dan migrasi sel malpigi pada lamela primer. Insang yang rusak karena keasaman air yang disebabkan oleh hujan asam dan kemudian peningkatan dalam larutan alumunium tanah, menunjukkan bahwa oedema lamela memang terjadi. Hal ini disertai dengan derajat pembengkakan lamela dan hipertropi pada sel-sel epitelia individu. Ada juga perubahan yang terjadi pada arsitektur sel pilar dasar, tetapi faktor utananya adalah peningkatan jumlah se! klorid yang signifikan. Hal ini meluas pada permukaan lamela sekunder dan bukannya bertempat di lubang kecil yang cekung (terbenam). Sel-sel klorid tersebut bahkan muncul di permukaan. Tipe sel-set klorid ini memunc~:lkan hiperplasia lamela dengan level-level penyerapan alumunium tinggi dalam insang, dapat juga terlibat dengan fluksionik melalui epitelia dan dengan fungsi sel klorid normal. Hal ini dapat terjadi lebih jelas dan akut pada suhu rendah, pada daerah yang terjadi peradangan pada insang, sekresi mukus dan komponen-komponen khusus. Utamanya dari dasar lamela dan epidermis lamela primer terpoliferasi, terbentuk lapisan luas yang buruk (kenyal) dan kutikula insang yang terlihat normal (Robert 2001). 4.1.3
Ichthyobodo sp (Costiasp)
Parasit adalah organisme yang hidup pada organisme lain (inang) dan menghisap zat makanan dari organisme tersebut. Penyakit parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh aktivitas organisme parasit. Cara penyerangan parasit
dibedakan dalam dua kelompok yaitu ektoparasit dan endoparasit. Organisme yang termasuk parasit pada ikan dapat dikelompokkan atas protozoa, cacing dan arthropoda. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi penyakit yang menyerang
ikan
budidaya
adalah
rnendeteksi
tanda-tanda
serangan
dan
rnengidentifikasi secepat mungkin penyebabnya. Identifikasi adalah kegiatan penentuan indentitas organisme bedasarkan ciri atau tanda yang ada pada organistne tersebut. Pa& larnela insang baik Lamela primer dan sekunder banyak ditemukan protozoa berflagela yaitu Ichthyobodo sp. Protozoa ini bersifat parasit yang menempel di sel epitel insang dan mukosa dari ikan. Dengan cara itulah Ichthyobodo
sp mendapatkan makanan dari inangnya. Di sekitar lamela terlihat kumpulan atau kelompok protozoa Ichthyobodo sp, protozoa-protozoa tersebut dengan bebas berenang beberapa saat, tetapi akan mati setelah satu jam meninggalkan inangnya.
Ichthyobodo sp atau Costia sp merupakan protozoa dengan flagelz eksternal. Cara paling mudah untuk mengidentifikasi Ichthyobodo sp adalah dengan pola
corckscrew-swimming dari Ichthyobodo sp. Protozoa tersebut berlokasi di insang, kulit dan sirip ikan. Infeksi pada ikan terjadi cepat dan langsung kehilangan kondisi, yang sering dikarakteristikkan dengan ikan kurus dan terlihat malas bergerak.
Ichthyobodo (Costia) spp adalah beberapa dari parasit protozoa berflagela (-15 x 5 pm) yang paling umum dan terkecil dari kulit dan insang ikan. Protozoa
tersebut berbentuk datar, organisme berbentuk buah pit dengan 2 flagela dari panjangnya yang tidak sama. Ichthyobodo bergerak seperti merangkak, pola spiral dan organisme free-swimming dengan mudah untuk identifikasi dalam penglihatan langsung. Sekali menempel pada inang, organisme tersebut menjadi susah untuk dilihat dan sering kali gaga1 dilihat jika dilakukan oleh pemula, tetapi pergerakan khas dari sebuah nyala api yang berkedip adalah karakteristik dari protozoa tersebut. Pengaruh pada kulit sering menjadi berwama abu-abu baja dan insang nampak bengkak. Produksi mukus berlebih, kadang-kadang menjadi seperti "blue slime" merupakan karakteristik ichthyobodosis. Tanda behavioral dari infestasi protozoa tersebut meliputi lethargy, anorexia, piping, dan Jlashing. Dalam kasus akut, ikan
nampak hypoxia dan sering berenang ke permukaan air. Dalan~kasus kronis, ikan menjadi lemah, kurus dan anorexia (Anonim 2006). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan yaitu ikan-ikan gurami tersebut aktif berenang, tidak ada tanda-tanda lemas dan fisik ikan tidak kurus. Kemungkinan infestasi protozoa Ichthyobodo sp pada ikan gurami tersebut masih dalam jumlah yang kecil sehingge tidak menyebabkan kasus akut dan kronis pada ikan. Ichthyobodo sp adalah protozoa kecil berflagela berukuran 8 hingga 12 pm.
Dua flagela terdapat pada kutub anterior sel. Dalatn pergerakan bebas Ichthyobodo terlihat seperti bentuk kacang, tetapi ketikil meneinpel pada insang Ichthyobodo berbentuk seperti buah pir. Ichthyobodo sp dapat bertahan hidup hanya pada ikan. Tanpa inang, Ichthyobodo akan mati dalan sejam, mengerut menjadi menyerupai sebuah bola. Ichthyobodo tidak dapat bertoleransi dengan temperatur di atas 30°C (Herbert et (41. 1989). Ichthyobodo necator berads? dalam dua bentuk menurut Noga (2000), yaitu
bentuk lepas, bentuk bergerak yang memiliki dua flagela atau jika predivisional, empat flagela, semuanya itu sulit untuk dilihat dalam parasit yang aktif bergerek. Sambil parasit hidup menginfeksi ikan, parasit tersebut mengerut ke dalam behtuk pyriform dan bentuk melekat dan penetrasi epithelium. Transisi antara bentuk tersebut terjadi sekitar lima menit. Dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13 adalah infestasi protozoa Ichthyobodo sp dalam jumlah besar di insang ikan gurami dengan perbesaran objektif
yang berbeda. Bentuk khas menyerupai tetesan air mata dan sedikit bulat identik dengan Ichthyobodo sp. Juga terlihat bentuk protozoa filum Myxozoa yaitu Hennegztya sp yang khas menyerupai bentuk sperma. Kedua genus tersebut berada
bersama-sama dengan infestasi Ichthyobodo sp. Ichthyobodo dapat menyebabkan kematian pada ikan, terkadang dengan
sedikit patologi yang jelas tetapi di waktu lain diikuti spongiosis dan pelepasan epitel. Iritasi jaringan juga diawali pada hiperplasia epithelial dan meningkatnya produksi mukus, menjadikan ikan berwarna kebiruan (Noga 2000). Ichthyobodo hidup di sepanjang sel epitel insang. Ichthyobodo, sifat infeksinya sama dengan parasit yang lain, menyebabkan iritasi, produksi mukus lebih besar dan kasus ekstrim,
menyebabkan trauma epitel. Semua perubahan tersebut menyebabkan gangguan respirasi pada ikan, cnengakibatkan kelnatian dari infeksi hebat pada ikan rnuda, dengan gejala klinis asphyxia Diagnosis dengan mudah dibuat dari biopsi kulit atau insang. Bentukkeeswimnzing menunjukkan sebuah karakteristik gerak bergetar ketika bergerak, yang disebabkan oleh pergantian refraktiliti ketika menggerakkan tubuh cressent-shaped tersebut. Menempelnya parasit-parasit tersebut lebih sulit untuk dideteksi, tetapi dalarn infestasi besar, mereka dapat berlokasi pada tepi epitel insang dengan fokus mikroskop perbesaran 400x. Parasit tersebut juga terlihat berayun dengan perlahanlahan sambil menempel (Noga 2000). Sejucnlah kecil dari parasit tersebut tidak selalu menirnbulkan gejala klinis. Ichthyobodo dapat dengan cepat meninggalkan inangnya yang sudah mati, sehingga membuat perkiraan jumlah parasit dalam preparat histologi susah dilakukan. Ichthyobodo menginfiltrasi ke dalam insang atau sirip, dan hidup dari sitoplasma, menyebabkan hiperplasia epidermis dan ~nerusak sel-sel goblet (Anonim 2006). Respon yang paiing umum dari insang yang rusak adalah hiperplasia dan hipertrofi dari sel epitel yang dapat terjadi kemungkinan mengawali fusi yang berdekatan dari lamela sekunder atau lamela primer. Oleh karena itu, melemahkan pertukaran gas pada tempat luka dan dapat mengawali distress alat respirasi. Hal tersebut dapat terjadi karena luka oleh pamit atau kualitas air yang buruk. Hiperplasia dan hipertrofi dapat disebabkan oleh aktifitas protozoa yang hidup pada inangnya. Beberapa bakteri patogen mernproduksi substansi yang menstimulasi proliferasi sel epitel. Hiperplasia epitel &an fusi lamela juga dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin. Pergantian dalam struktur insang paling mudah dikenal dalam preparat histologi, tetapi jika
hiperplasia insang terdeteksi pada wet mount yang
mengindikasikan bahwa kerusakan serius sedang terjadi.
Gambar 12. Ichthyobodo sp (panah) dan Myxozoa (kepala panah) di insang ikan gurami (HE, 1 bar= 60 pm)
Gambar 13. Ichthyobodo sp (panah) dan Myxozoa (kepala panah) di insang ikan gurami (HE,I ba~=20 pm)
Hasil pengamatan yang telali dilakukan yaitu terlihat sebagian besar ~chrh~obodo sp tidak menginfiltrasi sel epitel lamela, melainkan terlihat jelas berada bebas di antara lalnela primer dan sekunder insang membentuk kelompok. Sedangkar. sebagian kecil lainnya menginfiltrasi sel epitel lamela primer dan sekunder insang, dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13. Akibat umum dari infeksi Ichthyobodo sp terhadap insang adalah telangiektasis atau dilatasi dari sejumlah kecil pembuluh darah di lamela sekunder. Kondisi ini dapat juga akibat dari sejumlah racun yang mencemari lingkungan (environmental toxin). Telangiektasis dapat menjadi penyebab secara iatrogenik
dalam beberapa ikan oleh konkusi cranial (Herman and Meade 1985 dalam Noga 2000). Nekrosis nampak jelas dari jaringan insang (gillrot) berkarakter dari rusaknya lamela sekunder dan dalam kebanyakan kasus, mengelupasnya jaringan insang hingga ke tulang cartilago/tulang rawan dari lamela primer. Itu juga dapat terjadi akibat pigmentasi bakteri dan macam-macam toksin.
4.1.4 Myxozoa Myxozoa parasit utama pada invertebrata dan vertebrata poikilotermik, dicirikan dengan spora mu!tiseluler, dinding sel yang terdiri atas satu, dua atau tiga sampai enam katub yang terkadang dilengkapi dengan Senjolan yang panjang. Spora dikembangkan dalam plasmodia multinukleat (pansporoblast) dan dicirikan dengan adanya 1-6 kapsul polar, yang masing-masing terdiri dari satu padatan yang bergelung filamen polar. Dengan menggunakan alat yang terakhir (kapsul polar ke-6) spora disentuhkan ke dinding usus ketika ingestasi oleh induwsemang. Sporoplasma meninggalkan spora dan masuk ke dinding usus dan (mungkin) didistribusikan ke organ-organ
dan
reproduksi
aseksual
dimulai. Myxozoa
didiagnosa
dan
diklasifikasikan menurut susunan katub spora dan lokasi kapsul polarnya. Kelas Myxosporea dari filum Myxozoa terdapat banyak spesies, beberapa dari mereka patogen, parasit pada organ ikan dan jaringan yang berbeda. Uji ulas
menunjukkan adanya beberapa spora lamela filamen insang, yang diidentifikasi sebagai Henrteguya sp (Myxozoa : Myxobolidae). Tahap perkembangan Myxozoa yaitu spora memiliki satu binukleat atau dua sporoplasma uninukleat, satu hingga enam (biasanya dua) kapsul kutub (refraktil dalam spora hidup; masing-masing memiliki filamen kutub) dan sebuah kulit cangkang dengan dua sampai enam pembuluh. Ketika spora memasuki tubuh si inang, ha1 tersebut memicu adanya kutub lingkar filamen. Pembuluh spora memisahkan diri, menghasilkan infektif sporoplasma. Saat spora pecah, terjadi ~ e n g ~ a b u n g adua n sporoplasma uninukleat, menghasilkan satu-satunya tahapan uninukleat dalam siklus hidup parasit. Kemudian zigot akan berpindah ke target jaringan inang. Walau begiru, terdapat gejala bahwa kejadian tersebut dapat terjadi dalam intermediate host. Sekali waktu dalam inang, tropozoit biasanya berpindah secepat mungkin ke dalam jaringan target. Meski begitu, di beberapa spesies, tahap pemisahan proliferatif dapat menimbulkan gejala dalam organ daripada jaringan target yang meningkatkan jumlah parasit dalam inang tanpa adanya sporogenesis (tahap ekstrasporogonik) (Noga 2000). Di dalam jaringan target, tropozoit dapat berkembangbiak dengan salah satu diantara dua cara. Di beberapa spesies, nukleus dibagi untuk menghasilkan plamodia besar berisi sel generatif, sebanyak mungkin nuklei yang merupakan plasmodia itu sendiri. Dalam spesies lain terdapat plasmodia kecil dalam jumlah besar, masingmasing memiliki satu nukleus vegetatif yang dibagi untuk menghasilkan banyak parasit sebelum sporogoni. Dalam coelozoic spesies, plasmodia melapisi dinding lumen atau permukaan epithelial, dimana mereka bisanya terbagi dengan membelah diri menjadi dua bagian atau lebih atau dengan memproduksi kuncup multinukleat
mega 2000). Dalam Coelozoic spesies, secara tetap plasmodia membelah diri dan memproduksi spora terus-menerus, menghasilkan infeksi yang dapat bertahan lama. Sebaliknya, produksi spora dalam histozoic plasmodia terjadi secara berkelanjutan dan bahkan plasmodium matang dalam paket besar spora. Plasmodia dikondisikan dekat dengan suatu permukaan luar, seperti insang atau intestine, mungkin ruptur, menghasilkan spora. Diseminasi spora dari jaringan yang lebih dalam kemungkinan
bergantung pada kematian inang oleh predator. Spora termasuk talian terhadap lingkungan sekitar Woga 2000). Dapat dilihat pada Gambar 14 adalah insang ikan gurami, terlihat jelas sarang Myxozoa yaitu plasmodia muda Henneguya sp di epithelium interlamela yang dikelilingi kapsul kolagen, sedangkan Gambar 15 adalah bentuk epithelium intralamela yang berisi plasmodia muda yang dikelilingi kapsul kolagen juga. Parasit berkembang di dalam bagian insang interlamela (luar) dan intralamela (dalam). Plasmodia dikelilingi ole11 kolagen tipis. Pada tahap lanjut, infeksi menyebabkan deformasi (per~bahansusunan) struktur lamela, dan menyebabkan hiperplasia yang hebat di dalam sel epitel, tapi tidak di dalam sel mukus. Tidak ada reaksi peradangan yang teramati pada ikan yang terinfeksi (Adriano el al. 1995). Berdasarkan hasil pengamatan terdapat protozoa Myxozoa di intralamela dan interlamela pada insang. Protozoa tersebut dikelilingi kolagen tipis yang kemungkinan berisi Myxozoa dari salah satu siklus hidupnya yaitu tahap plasmodia muda dari Henneguya sp. Studi histcpatologi menunjukkan hiperplasia epitel dan memenuhi ruang diantara lamela sekunder, kongesti dan teleangiektasis sinusoidal, juga mengamati hyperplasia pada sel goblet dan beberapa kista parasit. Beberapa kista terletak di antara lamela sekunder, tertutup atau tidak dengan epithelium hiperplasik. Patogenesis sebagian besar Myxozoa yang menginfeksi ikan relatif tak berbahaya, hanya memacu reaksi ringan inang. Tetapi infeksi hebat dapat menjadi serius, mengakibatkan kerusakan mekanik dari pseudokista dari nekrosis jaringan dan inflamasi dari trophozoit. Ikan muda biasanya paling rentan terinfeksi myxozoan (Noga 2000). Tahap awal dari siklus hidup biasanya inemacu sedikit reaksi inang, tetapi plasmodia dengan spora matang sering menyebabkan inflamasi besar. Secara menarik, dalam banyak kasus, kerusakan jaringan terjadi paling besar setelah kematian inang, ketika enzim dilepaskan oleh parasit dipercaya dapat menyebabkan liquifaksi otot dalam jumlah besar. Otot lisis dapat menyebabkan reduksi serius dalam nilai karkas (Noga 2000).
Gambar 14. Plasmodia muda di epithelium interlamela di ikan gurami dengan kapsul kolagen mengelilingi plasmodia (HE, 1 bar= 40 pm)
Gambar 15. Plasmodia muda di epithelium intralamela pada ikan gurami dengan kapsul kolagen mengelilingi plasmodia (HE, 1 bar= 40 pm)
Gambar 16. Lesio pada insang ikan gurami yang berisi plasmodia dengan spora matang dari Myxobolus sp (HE, I bar= 60 pm) Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil yaitu plasmodia muda terbungkus oleh spora matang berkembang dalam jumlah yang besar. Dilihat dari Gambar 16 ciri kerusakan insang yaitu berbatasan dalam kapiler darah pada lamela sekunder, menginfiltasi dalam tulang rawan lamela insang dan nekrosis dari sel lamela yang berdekatan, kemungkinan protozoa tersebut adalah Myxobolus sp. Gambar 16 adalah lesio pada insang ikan gurami. Terlihat menyerupai sarang protozoa, lesio tersebut terjadi karena perkembangan tahap plasmodial dari Myxobolus sp. Awalnya tahap plasmodial berkembang dalam kapiler-kapiler pembuluh darah di lamela sekunder insang. Patogenesitasnya, luka luka kecil yang nampak pada ikan-ikan yang terinfeksi dengan parah seperti perubahan warna yang tetap insang mempengaruhi bagian sirip dari lengkung insang yang pertama benvarna merah gelap. Pemeriksaan histologi mengungkapkan bahwa luka-luka sel epitel insang berkembang bersama tahap plasmodia, yang lokasinya berbatasan dengan kapiler pada bagian apikal lamela sekunder. Satu plasmodia hanya berkembang di setiap lamela sekunder. Sebagaimana yang teramati dari materi yang bersekat,
volume plasmodia meningltat kira-kira sepuluh kali lipat dari bagian terkecil pada tahap awal tnenjadi plasmodia terbesar yang terbungkus bersama spora matang. Tahap akhir infeksi disertai dengan luka-luka insang yang lebih parah termasuk adhesi, fusi (penyatuan), dan nekrosis dari lamela yang berdekatkan. Sejauh marla kerusakan insang dan dampalmya terhadap fungsi insang meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah dan ukuran plasmodia yang berkembang dalam lamela sekunder (Dykova efal. 2003). Studi histopatologi mengungkapkan adanya pendarahan dan peradangan foci yang parah pada epithelium insang, dilnana kista berada. Biasa~tya,luha-luka juga terlihat dan lebih sering pada lamela sekunder. Selain itu, teramati bahwa kista melibatkan dua lapisan sel yang terelongasi, fibroblast seperti sel, dan dengan h a t radang merembes mononuklear. Kista mendorong lamela, mengurangi efisiensi pernafasan. Hiperplasia dan pemirldahan epitel pernafasan juga teramati (Martins el al. 1999). Gambar 17 adalah insang ikan gurami yang terinfeksi oleh kista
Henneguya sp, terjadi hiperplasia dan perubahan tetnpa? epithelium respiratori.
Insang cenderung lebih terpengaruti oleh Myxobolus spp. Semakin tinggi tingkat infeksi pada insang menunjukkan habitat Myxobolus spp semakin cocok. Insang ikan merupakan tempat penting untuk berkembangnya penyakit akibat protozoa, karena kaya dengan sumber darah, media penting untuk agen penular. Karena pertukaran gas terjadi melalui insang, mereka dengan mudah terkontaminasi dari sumber eksternal luar insang (Awal et al. 2001). Dapat dilihat pula pada Gambar 18 adalah telangiektasis dan sarang Myxozoa menginfiltrasi lamela sekunder, di
dalamnya terdapat tahap perkembangan dari spora Myxozoa.
Gambar 17. Hiperplasia dan perubahan tempat epithelium respiratori dari insang ikan yang terinfeksi oleh kista Henneguya sp (HE, 1 bar= 80 pm)
Gambar
18. Telangiektasis (panah) dan sarang Myxozoa (kepala panah)
menginfiltrasi lamela sekunder di insang ikan gurami (HE, 1 bar= 40 pm)
Gambar 19. Spora Myxobolus sp dan Henneguya sp berukuran 11,25 x 3,75 menginfiltrasi kartilago insang ikan gurami 1 (HE, 1 bat- 60 pm)
Gambar 20. Spora Myxozoa menginfiltrasi kartilago insang ikan gurami
(HE, 1 bat- 20 pm)
Dapat dilihat pada Gambar 19 &an 20, plasmodia dari Myxobolus sp yang berlokasi dalam substansi cartilaginous (tulang rawan) insang dan jaringan menyerupai tulang menghubungkan mereka, dikelilingi oleh sel kartilago ciri hyalin. Bukan kapsul dari asai inang dapat diamati diantara plasmodia. Sekali-kali, berbagai plasmodia terlihat berdampingan. Menurut Molnar (2000), dalam satu kasus, infeksi terdeteksi dalam dua bagian yang menyatil dari struktur cartilaginous insang, jadi plasmodia disebabkan lesio tersendiri dalam membagi kedua kartilago. Gambar 19 dan 20 adalah bentuk spora Henneguya sp dan Myxobolus sp memiliki ukuran 11,25 x 3,75 pm. Terlihat bentuk lateral dari spora Henneguya sp dan Myxobolus sp. Spora Henneguya sp agak lonjong sedangkan spora Myxobolus sp lebih bulat. 4.1.5 Protozoa Belum Teridentifikasi Pada ikan gurami juga ditemukan banyak infestasi protozoa menyerupai Sarcocystis sp dan Toxoplasma sp pada mamalia yang sebarusnya Sarcocystis sp dan Toxoplasma sp hidup di sel otot mamalia dan aves bukan pada insang ikan.
Protozoa yang belum teridenrifikasi ini memiliki bentuk seperti bulan sabit, berinti satu dan flagela tidak terlihat jelas. F!agela tidak terlihat jelas kemungkinan dikarenakan flagela telah meluruh pada jaringan insang saat protozoz tersebut menempel epitel lamela insang. Protozoa ini ada yang memiliki bentuk bulat sabit yang ramping dan bentuk bulan sabit sedikit menggembung. Hal ini hampir menyerupai tahap perkembangan bentuk bradizoit dari Toxoplasma pada mamalia. Ikan gurami di tambak yang diambil sebagai sampel ini, sangat dekat dengan rumah penduduk dan populasi hewan mamalia lain. Banyak faMor yang dapat mempengaruhi protozoa belum teridentifikasi ini bisa mencemari air tawar atau air tambak tempat hidup ikan gurami tersebut. Karena protozoa tersebut tidak bisa diidentifikasi sehingga belum bisa diketahui protozoa tersebut bersifat patogen atau tidak patogen. Dapat dilihat pada Gambar 21 adalah protozoa yang belum teridentifikasi di epitel lamela insang pada ikan gurami dengan perbesaran objektif 40x. Tidak ditemukan perubahan histopatologi secara spesifik, hanya terlihat hipertrofi pada sel
lamela sekunder dan hiperplasia sel mukus.. Hal ini masih dipertanyakan sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai protozoa tersebut agar bisa diidentifikasi dan diketahui sifatnya yang patogen atau tidak patogen.
Gambar 21. Protozoa belum teridentifikasi di epitel lamela insang ikan gurami.
(HE, I bar= 40 pm) 4.2 Perubahan pada Otot Perubahan mikroskopis pada otot ikan gurami secara umum mengalami degenerasi lemak, degenerasi hialin dan nekrosa. Degenerasi lemak pada perbesaran fokus objektif mikroskop l00x tampak seperti lubang vakuola besar berbatas jelas dalam sel otot, sedangkan nekrosa (Gambar 22) terlihat bentuk sel otot tidak beraturan abnormal dan degenerasi hialin nampak lebih merah pekat pada sel otot tersebut. Pada ikan gurami 3, ikan gurami 11, ikan gurami 13 dan ikan gurami 14 tidak ditemukan perubahan spesifik. Secara lengkap dapat dilihat perubahan histopatologi otot pada Tabel 2.
Tabel 2. Perubahan Histopatologi Otot Ikan gurami
Perubahan histopatologi
1
Degenerasi hialin, degenerasi lemak dan nekrosa
2
Degenerasi hialin, degenerasi lemak dan nekrosa
3
Tidak ditemukan perubahan spesifik
4
Degenerasi lemak
5 6
Degenerasi hialin, degenerasi lemalc dan nekrosa Degenerasi lemak
7
Degenerasi lemak dan nekrosa
8
Degenerasi lemak dan nekrosa
9
Degenerasi lemak dan nekrosa
10
Degenerasi hialin, degenerasi lemak dan nekrosa
11
Tidak ditemukan perubahan spesifik
12
Degenerasi lemak
13
Tidak dite~nxkanperubahan spesifik
14
Tidaic ditemukan perubahan spesifik
15
Nekrosa
Nekrosa pada sel otot dapat bersifat seinentara atau permanen. Pada kerusakan sel yang bersifat sementara, sel mengalami perubahan untuk beradaptasi agar tetap hidup sedangkan sel yang mengalami kelusakan permanen maka sel akan mengalami kematian. Sel yang mengalami kerusakan dapat diendapi oleh berbagai macam zat kimia atau zat-zat seperti cairan, lipid, protein, gula, mineral dan pigmen. Akumulasi lemak iiltraseluler dinamakan degenerasi lemak. Berbagai jenis lemak dapat mengendap dalam sel, seperti kolesterol, trigliserida dan fosfolipid. Di bawah pengamatan mikroskop, akumulasi lemak intraseluler menyebabkan sel membesar berisi vakuola-vakuola lemak (Gambar 23). Membedakan antara ruang jernih cairan dengan lemak sulit dilakukan jika menggunakan pewarnaan Hematoxilin dan Eosin. Seharusnya pewamaan yang tepat digunakan adalah pewamaan khusus
lemak, misalnya Sudan 111, Sudan IV atau Oil Red mewarnai lemak menjadi merah, Nile Blue Sulfat menjadi biru atau Sudan Black menjadi hitam. Pada sel otot ikan banyak ditemukan degenerasi lemak dan nekrosa. Hal ini mungkin disebabkan oleh myopathy yaitu (I) trauma atau stress fisik akibat beniuran, kekasaran sewaktu penangkapan dan panas matahari pada air kolam yang dangkal, (2) defisiensi vitamin misalnya vitamin E dan vitamin B, (3) Toksisitas seperti hidrocortisone dan alloxan, dan (4) Infeksius seperti sarang parasitik. Degenerasidegenerasi tersebut bisa juga karena rhabdomyopathy defisiensi vitamin E yang sering dijumpai pada kondisi ( I ) defisiensi nutrisi vit E, C d m Se sebagai antioksidan membran sel, (2) pada pakan banyak terdapat lemak tengik, kelebihan lemak tak jenuh, antioksidan kurang, (3) iklim d m suhu air lebih dingin sedangkan kebutuhan pakan juga bertambah banyak serta (4) terjadi anorexia sewaktu sakit. Gambar 23 adalah degenerasi lemak d m hialin pada otot ikan gurami, vakuola terlihat besar pada satu sel otot, yang merupakan kelanjutan dari degenerasi granuler. Degenerasi granuler adalah penambahan-penambahan yang paling parah pada serat otot. Degenerasi hialin yang tersebut di atas diistilahkan nekrosis koagulasi, sementara degenerasi granuler kadang disebut nekrosis liquifaksi. Seperti dijelaskan perubahan-perubahan di atas, degenerasi granuler menginfeksi serat seluruhnya atau hanya sebagian. Penampilan serat terinfeksi bervariasi sesuai kondisi patologisnya. Sarkoplasma menjadi granuler dan menampilkan banyak massa eosinofilik tak teratur dalam sarkolema terkadang serabut yang bersih dapat tetap dala~nbagian yang tidak terinfeksi dalam serat. Infiltrasi fagosit ke dalam bagian yang rusak sering ditemukan tetapi kadang serat seluruhnya (kecuali untuk intinya) dapat kolaps dan menghilang bersama-sama
serat-serat dengan fagosit yang mengisi bagian-bagian yang
terdegenerasi disebut kantong-kantong tubular (Zellenschlauche). Serat-serat otot yang berdekatan pada serat terinfeksi juga menunjukkan pembelahan longitudinal dengan hipertropi inti dan hiperplasia inti, tetapi lebih terlihat daripada pada seratserat degenerasi hialin (Takashima dan Hibiya 1995).
Gambar 22. Nekrosa pada otot ikan gurami (HE, 1 bar= 60 pm)
Gambar 23. Degenerasi lemak (kepala panah) dan hialin (panah) pada otot ikan gurami (HE, 1 bar= 40 pm )
Degenerasi hialin merupakan perubahan yang mengikuti clozrdy swelling. Kromatik
inti
berkondensasi
dan
serabut menghilang.
Dan
serat-seralnya
menunjukkan kehomogenan dan temoda dengan eosin. Serat-serat terhyalinisasi nampak lebih rapuh dari pada serat-serat yang utuh. Jika degenarasi hialin terjadi pada sebagian serat otot yang terlihat normal didekat serat yang terinfeksi dapat menampakkan pembelahan longitudinal yang cukup sering dengan pemeriksaan yang lebih intens (Takashima dan Hibiya 1995). Gambar 22 adalah nekrosa yang terjadi pada otot ikan gurami, terlihat jelas terbentulcnya kerusakan-kerusakan pada sel otot. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, degenerasi hialin dapat dijumpai pada sitoplasma atau inti sel. Degenerasi hialin intraseluler dapat terjadi akibat absorbsi, sekresi, zat toksik (logam berat, racun dari lingkungan), infeksi virus, protein agregasi dan pclimerasi. Cloudy swelling sering terlihat selama penambahan patologis awal pada serat-
serat otot, mengacu pada pembengkakan lokal atau umum yang diikuti dengan menghilangnya striation pada bagian yang terinfeksi. Inti hanya terjadi sedikit perubahan tapi bagian yang bengkak bisa memperlihatkan bagian-bagian eosinofilik. Cloudy .welling kemungkinan kondisi tidak baik yang dihasilkan oleh perubahan-
perubahan sitoplasma (Takashima dan Hibiya 1995).
4.3 Perubahan pada Usus Perubahan pada usus ikan gurami tidak ditemukan. Epitel mukosa usus, lamina propria dan tunika muskularis tidak mengalami kelainan spesifik. Juga tidak ditemukan parasit baik protozoa, helminth dan ektoparasit. Lumen usus besar dan vili sangat pendek dalam keadaan rapat. Usus besar adalah perpanjangan dari saluran makanan. Dimulai dari sambungan ileosesal dan diakhiri di anus. Pembagian anatomi secara klasiWkuno meliputi sekum, kolon, rektum dan anus. Tabel 3 merupakan pengamatan semua preparat organ usus yang diperiksa secara histopatologi dan tidak ditemukan kelainan secara spesifik.
Dinding
LISLISbesar
menyesuaikan diri dengan polalcorak yang dideskripsika~i
untuk usus halus. I-lal-ha1 penting dari usus besar adalah : tidak ada vili, kripta usus yang panjang dan lurus, membuka permukaan di tepi laminal, sel gobletnya menarik perhatian, tidak mempunyai sel adopili granul (asidofilik granul), lipatan yang melingkar dari usus halus ditempatkan oleh lipatan longitudinal, jaringan limpatik yang tercecer dan bongkol getah bening yang menarik perhatian (Banks 1993). Usus adalah suatu pipa berongga yang berjalan dari bagian pilorik lambung sampai dubur, dengan rnemodifikasi pada berbagai bagiannya tetapi dalam keseluruhannya terdiri dari empat selaput atau lapisan: mukosa, submukosa, muskularis dan adventisia atau serosa. Usus terdiri dari usus kecil (duodenum, jejenum dan ileum) dan usus besar (kolon, usus buntu dan rektum). Tabel 3. Perubahan Histopatologi Usus lkan gurami
Perubahan histopatologi
1
Tidak ditsmuksn perilbahan spesifilc
2
Tidak ditemukan pernbahan spesifik
3
Tidak ditelnukan perubahan spesifik
4
Tidak ditemukan perubahan spesifik
5
Tidak ditemukan perubahan spesifik
6
Tidak ditemukan perubahan spesifik
7
Tidak ditemukan perubahan spesifik
8
Tidak ditemukan perubahan spesifik
9
Tidak ditemukan perubahan spesifik
10
Tidak ditemukan perubahan spesifik
11
Tidak ditemukan perubahan spesifik
12
Tidak ditemukan perubahan spesifik
13
Tidak ditemukan perubahan spesifik
14
Tidak ditemukan perubahan spesifik
15
Tidak ditemukan perubahan spesifik
-
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan (Gambar 24) merupakan usus besar seperti kolon, usus buntu atau reltlum. Keistimewaan dari usus besar yaitu mukosa tidak memiliki vilus atau sedikit memiliki vilus karena proses penyerapall sari-sari makanan mulai berkurang. Menurut Bevelander dan Ramaley (1988),
di dalam usus besar lipatan melingkar diganti oleh lipatan semilunar.
Lipatan-lipatan ini tidak hanya meliputi mukosa dan submukosa tetapi juga lapisan dalam dari muskularis dan terlihat makroskopis pada bagian luar maupun bagian dalam dari usus. Mukosa usus besar ini tidak mempunyai vilus. Lamina propria banyak mengandung kelenjar. Ini adalah kelenjat-kelenjar tubuler sederhana, berkerumun padat, diselaputi epitel yang serupa dengan penutup mukosa. Submukosa dari usus besar tidak mempunyai kelenjar. Muskularis mukosa yaitu lapisan lingkaran dalam dari muskularis yang kontinu sekeliling dinding dan terbentuk menjadi lipatanlipatan bersama mukosa dan submukosa. Serosa ini menganduog endapan-endapan besar jaringan lemak yang menonjol pada pennukaan luar pipanya. Masing-masing terdiri dari suatu tonjolan jaringan penyambung submukosa yang lertutup oleh mukosa. Lipatan-lipatan melingkar memberikan suatu permukaan yang lebih luas untuk penyerapan bahan makanan. Pennukaan mukosa diperluas dengan adanya tonjolan-tonjolan kecil seperti jari-jari dari epitel dan lamina propria yang menutup per~i~ukaan tiap plica (lipatan) (Bevelander dan Ramaley 1988). Di bawah mikroskop pada usus kecil masing-masing vilus tampak terdiri dari suatu tonjolan dari lamina propria yang tertutup dengan epitel selapis. Menurut Bevelander dan Ramaley (1988) lamina propria adalah jaringan retilkuler dan mengandung kapiler dan limfatika dan serat-serat otot terpencar. Kelenjar mukosa terdapat pada lamina propria. Muskularis mukosa terdiri dari dua lapisan otot polos, suatu lapisan lingkaran dalam dan lapisan membujur luar. Submukosa berada setelah muskularis mukosa, dasarnya yaitu suatu lapisan jaringan areoler yang mengandung pembuluh darah dan saraf dari pleksus-pleksus Brunner dan Meissner. Muskularis usus kecil pada seluruh bagian panjangnya terdiri dari suatu lapisan dalam otot polos berbentuk lingkaran dan suatu lapisan luar membujur. Serosa usus kecil berupa suatu lapisan jaringan penyambung yang tertutup oleh mesotel.
Gambar 24. Usus pada ikan gurami: (p) lumen, (q) vili, (r) submukosa, (s) otot melingkar dan (t) otot membujur. (HE, 1 bar= 100 pm) Dapat dilihat pada Gambar 24 yaitu usus dengan mukosa memiliki vilus pendek. Kemungkinan merupakan potongan usus besar. Menurut Bevelander dan Ramaley 1988, vilus usus besar berbeda dengan vilus usus kecil. Keistimewaan usus kecil pada duodenum yaitu vilus seperti daun, pada jejunum khas dengan vilus tinggi dan pada ileum memiliki vilus berbentuk gada. Permukaan dalamnya pada pemeriksaan sepintas tampak ditandai oleh adanya rigi-rigi yang terletak melingkar dan meluas ke dalam lumen.