IV. Hasil dan Pembahasan A.
Sampling dan Isolasi Bakteri Bakteri dalam penelitian ini diisolasi dari Acropora
nasuta (Gambar 2) hasil sampling di Taka Cemara, Karimunjawa, Jepara yang secara geografis berada pada 0,5’ 49’ 33,6” lintang selatan dan 110’ 25’ 25,9” bujur timur. Pigmen berwarna kuning dihasilkan setelah 24 jam masa inkubasi pada suhu 35°C di media Zobell 2216E Agar (Gambar 3).
Gambar 2. Acropora nasuta hasil sampling di Taka Cemara, Karimunjawa, Jepara.
22
A
B
Gambar 3. Koloni bakteri hasil kultur pada Media Zobell 2216E Agar (a) dan Zobell 2216E cair (b).
Sedangkan mikroskop
hasil
binokuler
pengamatan dengan
menggunakan
perbesaran
1000×
ditunjukkan pada Gambar 4. Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa bakteri tersebut berbentuk coccus. Setelah dilakukan pengecatan gram dengan metode gram staining, terjadi perubahan warna koloni menjadi merah, sehingga diketahui bahwa bakteri berjenis gram negatif.
Gambar 4. Hasil pengamatan koloni bakteri menggunakan mikroskop binokuler. 23
B. Polymerase Chain Reaction 16S rDNA Hasil
pengecekan
terhadap
PCR
16S
rDNA
menunjukkan hasil positif dengan terdapatnya berkas DNA isolat bakteri dengan panjang basa yang sesuai yaitu sekitar 1.500 bp (Gambar 5). M (+) (KJ5)
2.000 1.000 500
Gambar 5. Elektroforesis PCR 16s rDNA. M: Marker ; (+): positif kontrol; KJ5: Berkas DNA bakteri yang diisolasi dari Acropora nasuta dengan panjang basa 1.500 bp.
C.
Analisis Data BLAST Homologi Dari analisis sekuensing didapatkan susunan basa
parsial
16S
rDNA
isolat
bakteri
dan
kemudian
dibandingkan dengan sekuen DNA pada basis data (data base) DNA (Altschul dkk., 1997). Hasil análisis BLAST menunjukkan bahwa bakteri yang berasosiasi dengan 24
Acropora nasuta memiliki homologi sebesar 96% dengan Erythrobacter flavus Tabel 1. Hasil penelusuran BLAST isolat bakteri KJ5 Kode Bakteri
KJ5
Length 1440 bp
Closest Relative
Homology
Erythrobacter
100 %
flavus
Accession NR_02524 5.1
Erythrobacter flavus strain LAMA 944 16S ribosomal RNA gene, partial sequence. Sequence ID: gb|KC583223.1|Length: 1338Number of Matches: 1 Score 558 bits(302) Query
2
Sbjct
46
Query
62
Sbjct
106
Query
122
Sbjct
166
Query
182
Sbjct
226
Query
242
Sbjct
286
Query
302
Sbjct
346
Expect 9e-156
Identities 314/326(96%)
Gaps 0/326(0%)
Strand Plus/Plus
GCCCTTAGGTTCGGAATAACTCAGAGAAATTTGAGCTAATACCGGATAATGTCTTCGGAC |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| GCCCTTAGGTTCGGAATAACTCAGAGAAATTTGAGCTAATACCGGATAATGTCTTCGGAC
61
CAAAGATTTATCGCCTTTGGATGGGCCCGCGTAGGATTAGATAGTTGGTGGGGTAATGGC |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| CAAAGATTTATCGCCTTTGGATGGGCCCGCGTAGGATTAGATAGTTGGTGGGGTAATGGC
121
CTACCAAGTCGACGATCCTTAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTGGGACTGAGA |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| CTACCAAGTCGACGATCCTTAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTGGGACTGAGA
181
CACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGAAAGCCT |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| CACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGAAAGCCT
241
GATCCAGCAATGCCGCGTGAGTGATGAAGGNCTNANGGTTGTAAANNNCTTTTACCNNGG |||||||||||||||||||||||||||||| || | ||||||||| |||||||| || GATCCAGCAATGCCGCGTGAGTGATGAAGGCCTTAGGGTTGTAAAGCTCTTTTACCAGGG
301
ATGATANNGACAGTACNNGGAGAATA |||||| |||||||| |||||||| ATGATAATGACAGTACCTGGAGAATA
105
165
225
285
345
327 371
25
KJ5Isolate KB5 Erythrobacter flavus strain SW-46 16S ribosomal RNA, partial sequence Alpha proteobacterium B36 gene for 16S rRNA, partial sequence Sphingomonas phyllosphaerae strain FA2 16S ribosomal RNA gene, partial sequence Erythrobacter sp. MBIC4118 gene for 16S rRNA, partial sequence Erythrobacter flavus strain 2PR56-3 16S ribosomal RNA gene, partial sequence Erythrobacter citreus strain RKHC-1 16S ribosomal RNA gene, complete sequence Erythrobacter gaetbuli partial 16S rRNA gene, isolate AMV17
Gambar 6. Pohon filogenetik antara isolat KJ5 dengan bakteri laut lainnya.
Genus Erythrobacter ditemukan pertama oleh Shiba & Simidu (1982) yang pada awal penulisannya terdapat 8 spesies : Erythrobacter longus (Shiba dan Simidu, 1982), Erythrobacter litoralis (Yurkov dkk., 1994), Erythrobacter citreus (Denner dkk., 2002), Erythrobacter flavus (dkk., 2003),
Erythrobacter
aquimaris
(Yoon
dkk.,
2004),
Erythrobacter seohaensis (Yoon dkk., 2005), Erythrobacter gaetbuli (Yoon dkk., 2005) dan Erythrobacter vulgaris (Ivanova dkk., 2005). Erythrobacter negatif dengan koloni
flavus merupakan bakteri gram berwarna kuning, motil, halus,
mengkilap, bulat, tidak berspora dan berbentuk cembung dengan diameter 10-15 mm setelah 3 hari kultivasi pada
26
suhu 30°C. Bakteri ini tumbuh optimal pada suhu
30–
37°C dengan pH optimal 6-7 (Yoon dkk., 2003) Hampir semua spesies yang termasuk ke dalam genus Erythrobacter mampu memproduksi pigmen dan beberapa
diantaranya
mampu
memproduksi
bakterioklorofil (BChl) a. Erb. longus dan Erb. litoralis dilaporkan mengandung bakterioklorofil (BChl) a dan karotenoid (Shiba dan Simidu, 1982; Yurkov dkk., 1994), namun pada spesies Erythrobacter lain tidak ditemukan BChl a (Denner dkk., 2002; Yoon dkk., 2003, 2004, 2005; Ivanova dkk., 2005). Spesies Erythrobacter mensintesis pigmen fotosintetik dalam kondisi aerob, namun mereka tidak mampu tumbuh anaerob meskipun dengan kondisi pencahayaan yang sama dengan bakteri fotosintesik lainnya (Shiba dan Simidu 1982). D.
Isolasi β-karoten bakteri dengan ekstraksi Ekstraksi
menggunakan
β-karoten pelarut
aseton
bakteri murni
dilakukan (Khalil
dan
Varananis, 1996). Ekstraksi bakteri dilakukan dengan menumbuhkan sampel bakteri ke dalam media padat Zobell sebanyak 10 petri. Dari hasil ektraksi pigmen bakteri dengan aseton diperoleh pigmen berwarna kuning dengan serapan ekstrak kasarnya pada gelombang 300500 nm (Gambar 7). Berat basah sampel β-karoten 27
diperoleh
0,42
gram
dengan
kadar
air
47,10%.
Selanjutnya dilakukan identifikasi pigmen bakteri dan analisis kandungan pigmen dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. 0.4
448 476
Absorbansi (mAU)
0.3
0.2
0.1
0.0 350
400
450
500
550
Panjang gelombang (nm)
A
B
Gambar 7. Pigmen bakteri berwarna kuning hasil ekstraksi dengan aseton (A) ; Spektrum serapan ekstrak kasar pigmen dalam pelarut aseton (B).
E.
Analisis β Karoten dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Photo Diode Array (PDA) Analisis ekstrak aseton Erb. flavus dengan KCKT
berhasil mengidentifikasi beberapa pita yang diketahui tergolong ke dalam pigmen fotosintetik dominan. Diantara beberapa puncak yang muncul tersebut terdapat 1 puncak yang muncul pada menit-menit terakhir (60,24
28
menit)
yang
diidentifikasi
sebagai
β-karoten
dengan
puncak serapan (427),449,477 nm.
100000
A
60000
40000
20000
0 0
20
40
60
80
Waktu Tambat (menit) 0.5 448 472
0.4
Absorbansi (mAU)
Absorbansi (mAU)
80000
0.3
0.2
0.1
0.0 350
400
450
500
Panjang Gelombang (nm)
B
C
Gambar 8. Kromatogram KCKT ekstrak pigmen Erb. flavus yang dideteksi pada panjang gelombang 450 nm (A); Gambar 2 dimensi ekstrak pigmen Erb. flavus (B); Spektrum serapan dari puncak pada waktu tambat 60,24 min (C).
29
550
Untuk memperkuat hasil analisa, pigmen pada waktu tambat 60,24 yang diduga sebagai pigmen β karoten ditampung dan dikeringkan kemudian diukur spektrum
serapannya
menggunakan
spektrofotometer
UV-Tampak pada panjang gelombang 300-500 nm dengan beberapa pelarut yang berbeda (Gambar 9). 0.30
375
409
0.25
379
Absorbansi (mAU)
413
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00 250
300
350
400
450
500
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 9. Pola spektra β-karoten pada panjang gelombang 300-500 nm dengan pelarut aseton (..); etanol (--) dan heksana (-).
Dari hasil analisa UV-Tampak dengan 4 jenis pelarut yang berbeda, terlihat bahwa pola serapan dan puncak maksimum spektra yang muncul hampir sama. Pola serapan dan puncak I, II, III, pigmen murni tersebut merupakan pola serapan β-karoten (Britton dkk., 1995; Hegazi dkk., 1998; Jeffrey dkk., 1997). 30
Tabel 2. Perbandingan panjang gelombang maksimum βkaroten pada beberapa pelarut Pelarut
Aseton
Etanol
n-Heksana
Eluent
Britton dkk.,
-
425,450, 478
-
-
Jeffrey dkk.,
426,453,480
427,449, 475
422,450,477
425, 453, 476
(1997)
(III/II=21%)
(III/II=36%)
(III/II=22%)
(1995)
Hegazi dkk.,
-
-
425,449, 477
428,452, 476
Hasil
429,451,480
429,454,479
426,450,476
427,449, 477
pengukuran
(III/II=20%)
(III/II=11%)
(III/II=33%)
(III/II=13%)
(1998)
Hingga saat ini belum ditemukan penelitian yang berhasil mengidentifikasi β-karoten pada Erb. flavus, namun
Koblizek
dkk.
(2003)
telah
berhasil
mengidentifikasi β-karoten dari genus Erythrobacter yaitu Erb.longus Samudera Hindia.
yang Pasifik,
Kurang
diisolasi Laut lebih
dari
Samudera
Mediterania 18
jenis
dan pigmen
Atlantik, Samudera berhasil
diidentifikasi dari Erb. longus pada beberapa kondisi kultur yang berbeda. Karotenoid tersebut memiliki 3 struktur yang sangat berbeda, yaitu bisiklik, monosiklik dan asiklik, dimana karotenoid golongan polar merupakan karotenoid dominan pada spesies tersebut (70% dari total karotenoidnya). Dibandingkan dengan bakteri fotosintetik lainnya, Erb. longus memiliki jumlah karotenoid yang 31
lebih variatif (Takaichi dkk., 1990). Erb. longus memiliki Reaction Centers (RCs) dan B865 complexes (dimana tidak ada komplek pemanen cahaya lain pada spesies ini) (Shimada
dkk., 1985).
Oleh
karenanya
Erb. longus
memiliki komposisi pigmen yang spesifik, yang tidak ditemukan
pada
karotenoidnya
bakteri jauh
fotosintetik lebih
lainnya.
banyak
Total
daripada
bakterioklorofilnya, berbeda dengan bakteri fotosintetik lainnya
yang
perbandingan
karotenoid
dan
bakterioklorofilnya sebanding (Takaichi dkk, 1990). βkaroten
dan
turunannya
karotenoid dominan
merupakan
komponen
pada mikroorganisme ini. Jenis
pigmen tersebut sangat jarang ditemukan pada bakteri fotosintetik lainnya kecuali pada Rhodomicrobium vannielii dalam jumlah yang relatif sedikit (Ryvarden dan LiaaenJensen, 1964). Selain Erb. longus, Baskar dkk. (2010) juga berhasil mengidentifikasi β-karoten dari
Streptomyces sp. yang
diisolasi dari sponge. Kruqel dkk, (1999) juga melaporkan bahwa
karotenoid
golongan
aromatik
telah
berhasil
ditemukan pada spesies Streptomyces sp. yang lain. Pada Streptomyces
sp.
produksi
karotenoid terjadi secara
konstitutif dan tergantung pada cahaya (Koyama dkk., 1976).
32
Informasi mengenai jalur sintesis maupun beberapa gen yang terlibat dalam proses sintesis β-karoten pada genus Erythrobacter dapat kita temukan dalam genome database. Diantaranya adalah β carotene ketolase dan β carotene hydroxylase yang telah berhasil disekuen Oh dkk. (2009) dari spesies Erythrobacter litoralis HTCC2594. F. Kuantifikasi Kandungan β-Karoten Untuk menghitung kandungan pigmen β-karoten pada bakteri
Erb. flavus, fokus area yang diambil yaitu
pada tR 59,73 – 60,65 sesuai hasil analisa KCKT sebelumnya (Indrawati dkk., 2013). Tabel 3. Luas puncak, yield dan berat kering kandungan βkaroten Luas puncak rata-rata
Y (µg/mL)
C (µg/g berat kering)
1166,17
12.64
56.74
Dengan persamaan, Y = 0.0108X + 12.677 Dimana : X = Luas puncak serapan Y = Konsentrasi (mikrogram/ml) Maka,
Y = (0,0108 x 1166,1688) + 12,677 Y = 12,59 + 12,64 Y = 25,27 µg/0,5 mL Y = 12,64 µg/mL (2x pengenceran)
Berat sampel basah adalah 0,421 gr, 33
Jadi, Yield = 12,64 µg/0,42 gr atau 30,01 g/g Jika kadar air sampel 47,10% maka : Yield = 30,01 µg/0,53 g berat kering = 56,74 µg/1 g berat kering Jadi berat kering β-karoten Erb. flavus adalah 56,74 µg/ g berat kering Jumlah kandungan β-karoten yang dihasilkan Erb. flavus ini masih dibawah kandungan β-karoten yang mampu diproduksi oleh Dunaliella salina yang berkisar 10% dari berat keringnya (Prieto dkk., 2011). Selain dari golongan mikroalga, fungi dari jenis wild type Phycomyces blakesleeanus
juga dilaporkan mampu mensintesis β-
karoten sekitar 0.05 mg/g berat kering dalam kondisi normal, dan bahkan mencapai 10 mg untuk tipe mutantnya (Murillo dkk., 1978). Sedangkan untuk fungi jenis Blakeslea trispora, dengan stimulasi seksual pada jalur biosintesis
karotenoidnya,
mampu
meningkatkan
produksi β-karoten hingga 35 mg/g (Mehta dkk., 1997). Namun demikian, kandungan karotenoid pada Erb. flavus ini
masih
lebih
tinggi
jika
dibandingkan
dengan
Streptomyces sp. yang hanya mampu memproduksi βkaroten 4,88 µg per 100 gram (Baskar dkk., 2010). Meskipun
jumlah
kandungan
β-karoten
yang
dihasilkan Erb. flavus masih relatif sedikit, bakteri tersebut
sangat
berpotensi
dalam
menghasilkan
β34
karoten. Optimasi pada kondisi kultur dan lingkungannya bisa dilakukan untuk mengoptimalisasi
produksi β-
karoten pada Erb. flavus. Choudhari dan Singhal (2008) berhasil
mengoptimalisasi
Blakeslea
trispora
produksi
hingga
β-karoten
1,209
μg/mL
pada
dengan
menambahkan laktosa sebagai sumber karbon. Laktosa dapat dengan mudah diasimilasi pada jalur metabolis βkaroten, begitupula dengan glukosa. Beberapa teknologi juga telah digunakan untuk kultivasi Dunaliella sp. secara komersial (Ben-Amotz, 1993).
Ketika Dunaliella sp
ditumbuhkan pada kondisi terbatas, β-karoten dalam jumlah
besar
berhasil
disintesis
dan
diakumulasi
(Borowitzka dkk., 1984). Muthukannan dkk. (2010) juga berhasil mengoptimalisasi produksi β-karoten Dunaliella sp dengan mengoptimasi parameter kondisi kulturnya seperti pH dan intensitas cahaya. Parameter tersebut sangat bermanfaat untuk megetahui kadar nutrisi yang digunakan pada medium pertumbuhannya (De walne’s medium) (Oreset dan Young, 1999). Selain itu, dengan rekayasa genetika, Sacharomyces cerevisiae
juga
dilaporkan
mampu
meningkatkan
produksi β-karotennya hingga 200% dengan optimasi spesifik gen crtI dan crtY (Li dkk., 2013). Misawa dkk. (1991) juga berhasil menyisipkan gen crtB, crtE, crtI, crtY dari Erwinia uredovora yang mengkode sitesis β-karoten 35
ke
dalam
Zymomonas
mobilis
dan
Agrobacterium
tumefaciens. Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa Z.mobilis dan A.tumefaciens memiliki koloni berwarna kuning dan mampu memproduksi β-karoten hingga 220 µg untuk Z. mobilis mutan dan 350 µg untuk mutan A. tumefaciens per gram berat kering pada fase stationer di medium cair. Dengan karbon
lain
menambahkan pada
medium
mineral kultivasi,
atau
sumber
mengoptimasi
parameter pertumbuhan seperti pH, intensitas cahaya dan
suhu
optimal
pertumbuhan
kultur
maupun
melakukan rekayasa genetika pada jalur biosintesis βkaroten
diharapkan
bisa
menjadi
solusi
untuk
meningkatkan produksi β-karoten pada Erb. flavus.
36