52
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Identifikasi Sumberdaya Wisata di Zona Wisata Bogor Barat Dalam pengembangan ekowisata perlu diketahui sumberdaya wisatanya. Avenzora (2001) menyatakan sumberdaya wisata adalah sesuatu yang memiliki dimensi ruang tertentu dengan batas-batas tertentu dan memiliki elemen-elemen penyusun tertentu berupa atraksi wisata yang dapat menarik minat untuk berkunjung dan dapat menampung kegiatan wisata. Yoeti (1996) menyatakan suatu kegiatan wisata ditunjang ‘tourism resources” yang
merupakan segala
sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Hal-hal yang dapat menarik orang untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata yaitu benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam yang dalam istilah pariwisata “natural amenities, hasil ciptaan manusia (man made supply) yaitu benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan (historical, cultural and religious) dan tata cara hidup masyarakat seperti bagaimana kebiasaan hidupnya dan adat istiadatnya. Zona wisata Bogor Barat yang termasuk bagian dari Kabupaten Bogor memiliki banyak objek wisata yang tersebar di beberapa desa yang dapat dikembangkan untuk menarik wisatawan dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian/keberlanjutan. Daya tarik membentuk elemen yang utama dari produk pariwisata. Berikut adalah beberapa sumberdaya wisata hasil identifikasi di wilayah Zona Wisata Bogor Barat yang dibagi berdasarkan wilayah administrasi berupa desa, yaitu : 1.
Desa Pangradin, Kecamatan Jasinga Objek wisata yang terdapat di Desa Pangradin, Kecamatan Jasinga yaitu
Curug Bandung. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya Tarik Curug Bandung merupakan air terjun yang terletak di Desa Pangradin,
Kecamatan Jasinga tepatnya di bukit Panyis yang berada sekitar 65 km dari pusat
53
Kota Bogor (Gambar 5). Sepanjang perjalanan menuju lokasi akan ditemui pemandangan yang indah seperti perbukitan dan pesawahan. b.
Aksesibilitas Jarak tempuh dari Kota Jasinga sampai pangkalan ojek ± 3 km, dilanjutkan
dengan ojek motor ± 3 km dan dilanjutkan lagi dengan berjalan kaki ± 3 km. Jalan setapak menuju lokasi masih berupa tanah dan di lokasi curug terdapat bebatuan yang cukup curam. Objek wisata ini belum dikelola optimal oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor. Lokasi curug cukup jauh dari pemukiman penduduk yaitu sekitar 6 km. Jalan menuju curug cukup melelahkan karena sedikit menanjak. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Mayoritas masyarakat berpendidikan SD dan SLTP. Sedangkan mata
pencaharian didominasi buruh tani dan pedagang. Masyarakat berharap pengelolaan wisata Curug Bandung lebih banyak melibatkan masyarakat setempat dengan tetap mempertahankan kelestarian kawasan Curug Bandung.
a
b
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 5 Curug Bandung (a); Bukit Panyis (b) d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Pada objek wisata ini belum terdapat sarana dan prasarana memadai. Di
sekitar curug terdapat area berkemah.
54
2.
Desa Barengkok Kecamatan Jasinga Objek wisata yang terdapat di Desa Barengkok, Kecamatan Jasinga yaitu
Setu Cijantungeun. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Setu Cijantungeun merupakan suatu cekungan lembah berupa situ/danau
yang terdapat di Desa Barengkok, Kecamatan Jasinga (Gambar 6). Daya tarik utama dari kawasan ini adalah dengan adanya setu atau danau yang cukup luas, kemudian hutan pinus dan pesawahan yang membentuk suatu pemandangan yang indah. Selain itu terdapat persemaian, keindahan alam dari Setu Cijantungeun merupakan daya tarik utama. b.
Aksesibilitas Setu Cijantungeun terletak sekitar 55 km dari pusat Kota Bogor. Jarak setu
dari pusat kecamatan sekitar 23 km dengan waktu tempuh sekitar 100 menit. Kawasan ini berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani KPH Bogor. Kondisi jalan utama menuju lokasi rusak.
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 6 Setu Cijantungeun c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Dalam pengembangan setu, masyarakat ikut berperan serta dalam
pemeliharaan kondisi setu dan beberapa warga mengaku membudidayakan ikan di lokasi tersebut. Berdasarkan kuesioner masyarakat mayoritas lulusan SD dan
55
beberapa responden ada yang lulusan perguruan tinggi. Mata pencaharian didominasi buruh tani dan pegawai. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Fasilitas dan sarana prasarana yang ada adalah pos jaga yang sekaligus
tempat tinggal petugas jaga dari Perhutani dan MCK. Pada objek ini pengelola belum menyediakan tempat penginapan bagi pengunjung. 3.
Desa Koleang, Kecamatan Jasinga Objek wisata yang terdapat di Desa Koleang, Kecamatan Jasinga yaitu Setu
Kadondong. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya Tarik Daya tarik utama berupa situ atau danau yang memanjang dan kondisinya
masih alami serta mempunyai pemandangan yang indah (Gambar 7). Setu Kadondong memiliki luas sekitar 10 ha. Kondisi objek baik, bagian dinding setu telah ditembok oleh pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2008. Setu ini berfungsi sebagai irigasi pesawahan di desa sekitar setu. Pengunjung yang datang sebagian besar untuk berekreasi menikmati keindahan setu dengan duduk-duduk atau menggunakan fasilitas rakit sewaan yang terdapat di lokasi. Sumberdaya alam yang ada di setu ini yaitu flora berupa tanaman Karet, Kayu manis, Mangga, Rambutan dan Kelapa Sawit. Sedangkan fauna yang bisa ditemukan yaitu Biawak, Tupai, ikan dan burung. b.
Aksesibilitas Setu Kadondong terdapat di Desa Koleang Kecamatan Jasinga dan berada
sekitar 60 km dari pusat Kota Bogor. Objek wisata ini berada di wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dan masih belum dikelola. Kondisi jalan di objek ini sangat bagus beraspal dengan lebar > 3 meter. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar setu mayoritas berpendidikan SLTP dan bermata
pencaharian pedagang (wiraswasta) dan buruh tani. Berdasarkan kuesioner masyarakat menilai keindahan alam setu perlu dilestarikan dengan seminim
56
mungkin membangun bangunan permanen yang dapat merusak kelestarian kawasan.
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 7 Keindahan Setu Kadondong d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Pada lokasi hanya terdapat dua buah warung penjual makanan dan rakit
sewaan serta beberapa tempat duduk untuk menikmati keindahan pemandangan setu. Objek ini belum dikelola optimal sehingga belum terdapat sarana akomodasi. 4.
Desa Curug, Kecamatan Jasinga Objek wisata yang terdapat di Desa Curug, Kecamatan Jasinga yaitu Wana
Wisata Taman Bambu dan objek wisata pendukung Hutan Penelitian Haurbentes. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya Tarik Objek dan daya tarik utama adalah adanya berbagai jenis tanaman bambu
(Gambar 8). Pengembangan tahap pertama pelaksanaan penanaman bambu ini yaitu pada Tahun 1993 seluas 3 ha dengan 21 jenis bambu sebanyak 1.806 batang dan tahun 1994 sebanyak 1.509 batang. Pengembangan dan perluasan selanjutnya tahun 1996 seluas 10 ha berada pada areal lahan yang berbatasan dengan bambu yang telah ada (3 ha), kemudian ditanami jenis bambu dari Gombong, Bambu Betung, Bambu Ali dan Bambu Hitam.
57
b.
Aksesibilitas Wana Wisata Taman Bambu terdapat di Desa Curug Kecamatan Jasinga.
dan terletak sekitar 60 km dari pusat kota Bogor. Lokasi wisata ini berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani KPH Bogor. Kondisi jalan menuju lokasi rusak berlubang.
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2008
Gambar 8 Wana Wisata Taman Bambu Wana Wisata Taman Bambu berdekatan dengan Kawasan hutan dengan tujuan khusus Haurbentes yang berada di bawah pengelolaan Badan Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan (Gambar 9). Pada lokasi ini menjadi pusat Litbang dan konservasi Alam serta penelitian dan pelestarian satwa dan flora langka.
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 9 Hutan Penelitian Haurbentes
58
c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar objek wisata mayoritas tidak tamat SD dan tamatan SD.
Sedangkan mata pencaharian masyarakat sebagian besar sebagai buruh tani dan pedagang. Masyarakat mempunyai persepsi keindahan alam wana wisata taman bambu perlu dilestarikan. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Taman Bambu juga dilengkapi dengan lokasi tempat berkemah (camping
ground). Berbagai sarana pendukung seperti pintu gerbang masuk yang menampilkan bentuk arsitektur Jawa Barat, plaza (gazebo) yang menampilkan citra dan kharisma masyarakat Sunda, pergola, dan kolam. 5.
Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya Objek wisata yang terdapat di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya
yaitu Curug Luhur. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Curug Luhur adalah salah satu potensi wisata alam yang lebih menawarkan
keindahan alam berupa percikan air terjun sepanjang ± 50 m yang terletak di wilayah kecamatan Tenjolaya dan area yang relatif dekat dengan jalan raya (Gambar 10).
Ketika mendekati lokasi utama Curug Luhur terdapat sederet
limpahan air yang mengalir secara deras pada dinding tanah dengan ketinggian ± 2 m. Limpahan air ini mirip air terjun mini yang bisa digunakan pengunjung untuk membasuh tangan atau kaki sambil menikmati kesegaran air khas pegunungan. Air terjun mini tersebut ditampung pada sebuah parit kecil yang akhirnya akan menyatu dengan limpahan air Curug Luhur pada sungai yang ada di bagian tengah bawah area. Pada lokasi ini banyak terdapat kolam buatan yang airnya sengaja dibuat melimpah ruah, sehingga bunyi derasnya aliran air yang mengalir dan akhirnya menyatu ke sebuah sungai sangatlah dominan mewarnai objek wisata Curug Luhur.
59
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 10 Curug Luhur Air yang melimpah di Curug Luhur cukup deras, sebenarnya hanya ada satu air terjun di kawasan ini, namun penduduk setempat membuat cabang baru pada aliran sungai dan membelokannya sehingga tercipta air terjun baru. Dikarenakan letak air terjun yang baru itu sedikit lebih tinggi, maka air yang mengalir tidak sederas air terjun utama, namun demikian telah mampu memberikan panorama tambahan yang menarik pada objek wisata ini. Penamaan Curug Luhur (tinggi) karena ketinggian mencapai ± 50 m dengan lingkungan yang alami serta pemandangan yang indah, curug ini tidak kalah dengan obyek wisata lainnya. Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor (2007) di desa ini juga terdapat kesenian tradisional berupa Wayang Golek, Degung dan Tari Jaipongan (Lampiran 5). Tetapi kesenian ini belum secara rutin dipertunjukkan, hanya pada acara-acara tertentu seperti pernikahan dan seremoni lain. b.
Aksesibilitas Curug Luhur berlokasi di daerah Ciapus di kaki Gunung Salak, sekitar 5 km
dari Curug Nangka dan terletak sekitar 16,5 km dari pusat kota Bogor. Sarana jalan untuk mencapai lokasi sudah cukup baik dan perjalanan dapat ditempuh selama kira-kira 30 - 45 menit (dalam kondisi jalan tidak macet) dari kota Bogor. Perjalanan ke Curug luhur, bisa melalui beberapa alternatif jalan, salah satunya dapat melalui jalan raya Bogor ke arah Leuwiliang, belok di pertigaan Cikampak, dan menelusuri jalan menuju Tenjolaya (belok kiri terus), maka akan sampai di
60
Curug Luhur.
Memasuki objek ini, pengunjung membayar karcis sekitar Rp
10.000,00 per orang. Curug luhur terletak di lalu lintas jalan raya Bogor Gunung Salak Endah. Objek wisata Curug Luhur Indah berada dikelola oleh PT Curug Luhur Indah Paradise. Kawasan ini sudah dibangun sejak tahun 1992, namun setelah berganti pengelolaan, baru dibuka lagi untuk umum pada tahun 2005. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Mayoritas masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dan latar
belakang pendidikan yang mendominasi yaitu tamatan SD. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Fasilitas yang ada di sekitar lokasi adalah penginapan, rumah makan,
mushola dan lain-lain. 6.
Desa Gunung Bunder, Kecamatan Pamijahan
a.
Daya tarik Beberapa objek dan daya tarik wisata pada wana Wisata Gunung Bunder
yaitu: 6.1. Bumi Perkemahan (Buper) Bumi perkemahan ini berada di ketinggian 830 mdpl dengan suhu berkisar 18-23 0C. Bumi perkemahan ini dekat dengan pintu gerbang yang terbagi ke dalam tiga blok. Bumi perkemahan ini berada dalam kawasan hutan lindung yang berada di bawah tegakan pinus dan rasamala yang telah berumur puluhan tahun serta mempunyai kemiringan 2-30 % (Gambar 11).
61
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 11 Bumi Perkemahan Gunung Bunder Objek wisata seluas + 30 ha ini terletak di lereng Gunung Salak. Sebagian besar kawasannya merupakan hutan produksi milik Perhutani. Bumi Perkemahan Gunung Bunder diresmikan pada tahun 1982. Daya tarik utama yang ditawarkan yaitu bumi perkemahan dan curug. Potensi yang dimiliki wana wisata Gunung Bunder diantaranya udara yang sejuk dengan pemandangan alam yang indah. Pengunjung yang datang ke objek wisata ini dikenakan tarif masuk sebesar Rp. 3.000,00/orang (termasuk asuransi jiwa Rp. 300,00 yang disediakan oleh PT. Jasaraharja Putera), dan untuk berkemah dikenakan tarif sebesar Rp. 2.500,00/orang/hari. Program-program yang diadakan yaitu aktivitas camping, outbound, dan pendakian. Untuk kegiatan berkemah, tersedia satu kompleks perkemahan dengan kapasitas tampung keseluruhan 30 unit kemah (400 orang). 6.2. Kawah Ratu Kawah ini terletak di kaki Gunung Salak pada ketinggian 1.338 mdpl dengan suhu berkisar 10-24 0C. Kawah Ratu mempunyai luas 30 ha. Daya tarik utama dari kawah ini adalah aktivitas geologinya yaitu kepundannya yang selalu mendidih, baunya yang menyengat dan kadang-kadang kawahnya mengeluarkan suara gemuruh (Gambar 12).
62
Dekat kawah ini juga mengalir sungai sepanjang 1 km yaitu sungai yang dipergunakan oleh pengunjung untuk berendam serta diyakini dapat mengobati berbagai macam penyakit kulit. Jenis flora yang dominan ditemui di kawah adalah tumbuhan
Cantigi
(Vaccinium
lucidum)
adan
Harendong
(Melastoma
malabattrichum).
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2008
Gambar 12 Kawah Ratu 6.3. Kawah Mati I dan II Kawah ini terletak pada ketinggian yang hampir sama dengan Kawah Ratu. Kawah Mati I terletak sebelah utara kawah ratu dengan jarak sekitar 1.335 meter dan Kawah Mati II terletak sebelah utara Kota Bogor. Kawah Mati I dan II merupakan gerbang masuk ke kawah ratu. Pengunjung dikenakan tarif masuk Rp. 2.500,00 per orang. Untuk berkemah dikenakan tarif Rp. 2.500,00/orang/hari. 6.4. Situ Sanghyang Situ atau danau ini menurut ceritanya merupakan tempat mandi para bidadari atau dewi pelangi atau dalam bahasa Sunda “Katum biri”. Air dari situ ini dipercaya oleh sebagian orang berkhasiat untuk kelanggengan kecantikan dan kelembutan bagi para wanita dan berbagai golongan. Menurut mitos, tempat situ Sanghyang merupakan tempat tiga ratu beserta pasukan berkuda kerajaan tempo dulu. Situ Sanghyang terletak di dekat Kawah Mati II dengan jarak 200 m yang mempunyai luas 200 meter x 30 meter yang berbentuk persegi panjang.
63
6.5. Curug Ciampea Curug ini memiliki tinggi 25 meter dan menuju ke lokasi dapat ditempuh dengan berjalan kaki lebih kurang 45 menit dari pintu gerbang utama. Curug Ciampea merupakan salah satu curug yang masih alami dan jarang dikunjungi orang. Pengunjung yang ingin datang ke curug akan menempuh perjalanan melewati area camping hutan pinus. Selepas dari hutan pinus, pengunjung akan menuruni tebing dengan persawahan di sekitarnya. Setelah area persawahan pengunjung akan menemui kampung yang berada di tengah persawahan di kaki Gunung Salak. Di perkampungan tersebut berdiri sekitar 8 sampai 10 rumah dengan sebuah masjid. Kampung itu dihuni oleh satu keluarga besar secara turun temurun. Setelah melewati kampung tersebut, pengunjung akan berjalan menyusuri persawahan di tepi sungai. Jalan menuju curug sudah sangat rusak sehingga sulit untuk dilewati. Jalan juga sudah tidak tampak tertutup oleh semaksemak. Pengunjung harus beberapa kali menyeberangi aliran sungai dan menerobos semak. Namun setelah sampai di tujuan, pengunjung akan dapat menikmati Curug Ciampea dengan udaranya yang bersih dan air yang jernih. 6.6. Curug Ngumpet Curug ini namanya sama dengan yang dikelola Pemkab Bogor tetapi berbeda lokasinya terletak di lokasi gerbang menuju trek Kawah Ratu. Curug ini dekat dengan jalan raya dengan jarak hanya 30 meter. Curug ini mempunyai tinggi 25 meter serta mempunyai cerita bahwa dulunya curug ini dijadikan kamp persembunyian kelompok tentara yang menentang pemerintahan Indonesia Tahun 1948. Pemberian nama “Curug Ngumpet” karena terletak tidak jauh dari tepi jalan raya, tetapi tidak terdengar suara gemuruh dari air terjun tersebut (Gambar 13).
64
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2009
Gambar 13 Curug Ngumpet 6.7. Curug Cipatat Curug ini berada dekat dengan Curug Ciampea dan mempunyai ketinggian 15 meter, dapat ditempuh dengan jalan kaki dengan waktu tempuh lebih kurang 30 menit. 6.8. Curug Cihurang Curug ini mempunyai ketinggian 10 meter dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki dengan waktu tempuh lebih kurang 30 menit dari arah pintu gerbang utama (Gambar 14). Konon nama Cihurang diambil dari kata hurang yang artinya udang karena di curug ini dulunya banyak terdapat udang.
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2009
65
Gambar 14 Curug Cihurang 6.9. Makam Mbah Kabayan Makam ini terletak 500 meter dari Bumi perkemahan. Makam ini juga dianggap keramat oleh masyarakat sehingga dijadikan tempat berziarah dan berharap semua keinginan peziarah dapat terkabul. 6.10. Batu Hitam Batu ini dipercaya oleh sebagian masyarakat bahwa setiap malam Selasa dan Jumat mengeluarkan suara gemuruh yang kuat. 6.11. Taman Sribagenda Taman ini terletak di tengah-tengah jalan setapak menuju Kawah Ratu dan berada di hutan alam, akan tetapi suasana alaminya kurang terlihat karena terlihat karena tumbuhan dan pohon-pohon yang berada di sekitarnya seperti ditata dengan rapi dengan aliran air di sekelilingnya. Menurut cerita, taman ini adalah tempat peristirahatan Prabu Siliwangi serta leluhur Kerajaan Pakuan Pajajaran. b.
Aksesibilitas Beberapa objek wisata terdapat di desa ini masuk dalam kawasan
pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Wana wisata Buper Gunung Bunder dapat dicapai dari Kecamatan Cibungbulang (15 km), Ciampea (14 km), Cibinong (33 km), dan 60 km dari Rangkas Bitung. Untuk mencapainya dapat menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat, karena kondisi jalan umumnya baik. Jarak tempuh menuju lokasi ini ± 32 km dari pusat Kota Bogor menuju Desa Gunung Bunder, Kecamatan Pamijahan, dengan kondisi jalan beraspal hingga pintu gerbang objek wisata. Untuk pengelolaan wisatanya masih di bawah perhutani KPH Bogor dengan sebutan wana wisata Gunung bunder. Sedangkan Kawah Ratu berjarak 6 km dari bumi perkemahan dengan waktu tempuh 2 jam. Beberapa objek wisata yang berada di bawah pengawasan KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat diantaranya bumi perkemahan Gunung Bunder dan beberapa curug yang terdekat dengan buper. Di dalam wilayah desa ini juga terdapat kesenian tradisional yang sudah jarang dipertunjukkan dalam helaran upacara adat yang sebelumnya digelar rutin. Berdasarkan data Dinas
66
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor (2007) kesenian tradisional yang terdapat di wilayah desa ini yaitu rampak gendang, degung, tari klasik dan upacara adat (Lampiran 5). c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Pendidikan masyarakat sekitar kawasan pada umumnya rendah, sebagian
besar hanya lulusan SD atau madrasah. Mata pencaharian pada umumnya pedagang yang menjual makanan dan minuman di dekat objek wisata. Sedangkan mata pencaharian lainnya sebagai petani, tukang ojek dan guru. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pengunjung di objek Buper Gunung
Bunder diantaranya ruang informasi, papan petunjuk, pondok kerja, mushola, MCK, aula, shelter, area parkir, jogging track/hiking track, area berkemah, sarana off road, sarana outbound training, warung wisata, kolam pemancingan, dan fasilitas lainnya. Karakteristik perjalanan yang dilakukan adalah untuk kegiatan rekreasi, berkemah, olah raga seperti outbound, lintas alam, serta sebagai tempat pelantikan pramuka. Sedangkan sarana yang disediakan bagi wisatawan di objek Kawah Mati adalah areal berkemah, jogging track, pintu gerbang, toilet, dan tempat parkir. 7.
Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan
a.
Daya tarik Beberapa objek dan daya tarik wisata yang masuk ke dalam wilayah
administratif Desa Gunung Sari yaitu: 7.1. Pemandian Air Panas Ciparai Gunung Salak Endah Tempat Wisata Air Panas Ciparai yang berada di lembah memiliki pemandangan indah dan berbagai fasilitas, seperti penginapan dan tempat outbond. Mengunjungi Wisata Air Panas Ciparai tak hanya menikmati air panas di kolam dan pancuran (Gambar 15). Akan tetapi, juga menikmati keindahan alam Pegunungan Halimun-Salak. Lokasi wisata ini salah satu dari beberapa lokasi wisata di kawasan Gunung Salak Endah (GSE) yang berhawa sejuk. Air Panas Ciparai berada di sebuah lembah dimana di dasar lembah itu mengalir Sungai
67
Cikuluwung. Dinding-dinding lembah itu adalah kaki Gunung Salak sehingga untuk mencapai pusat lokasi wisata ini harus menapaki sekitar 200 anak tangga.
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 15 Air Panas Ciparai GSE Kondisi jalan setapak selebar dua meter itu cukup bagus, tetapi pengunjung tetap harus berhati-hati karena tebingnya cukup curam dan berbelok-belok, di sisi kiri terdapat jurang. Apalagi pagar besi untuk berpegangan tidak tepat berada di sisi jalan setapak tersebut. Dengan demikian, agak sulit untuk diandalkan oleh para pengunjung untuk jadi alat berpegangan saat menapaki jalan itu. Di tempat ini terdapat beberapa bak berendam di beberapa kamar. Selain itu, air panas juga dialirkan ke delapan pancuran di pinggir Sungai Cikuluwung. Satu pancuran air panas malah berada di ”dinding” sungai. Selain airnya hangat juga mengandung mineral belerang dan garam yang bermanfaat untuk mengobati penyakit kulit, rematik, atau sendi-sendi yang kaku. Pengunjung juga dapat memanfaatkan kerakkerak di dinding kolam. Kerak tersebut dilumurkan ke wajah atau badan untuk menghaluskan kulit dan menyembuhkan jerawat. 7.2. Curug Cigamea Curug Cigamea terletak di Kecamatan Pamijahan, Desa Gunungsari. Curug Cigamea memiliki dua curug yang besar dan tiga rembesan curug kecil (Gambar 16). Untuk curug besar ada yang memiliki ketinggian sekitar 15-20 meter dan lebar 10-13 meter dan yang paling tinggi mencapai 40-50 meter dengan lebar 5-8 meter. Ada dua curug utama yang dijadikan objek wisata dan sering dikunjungi
68
oleh pengunjung. Dua curug utama ini letaknya berdampingan sehingga memudahkan pengunjung untuk menikmati keindahan curug dari satu tempat. Dua curug utama mempunyai ketinggian yang berbeda, ada yang mempunyai ketinggian 40 m dan 15 m. Selain itu terdapat tiga curug lagi yang ukurannya lebih kecil dan letaknya agak tersembunyi.
Sumber: Dokumetasi pribadi, 2009
Sumber: Disbudpar, 2009
Gambar 16 Curug Cigamea 7.3. Curug Ngumpet Keindahan alam curug Ngumpet dengan ketinggian ± 15 meter merupakan daya tarik utama (Gambar 17). Curug Ngumpet lebih mudah dikembangkan dan dikelola karena lokasinya relatif mudah dijangkau dibandingkan dengan wisata alam lainnya yang berada di Kawasan Gunung Salak Endah.
69
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 17 Curug Ngumpet 7.4. Curug Seribu Tinggi Curug Seribu melebihi 100 m, sehingga curug terlihat indah. Jarak dari kota Bogor menuju Curug Seribu sekitar 45 km (Gambar 18). Penamaan Curug Seribu karena sering kali ditemukan benda-benda purbakala zaman kerajaan Pakuan Pajajaran. Karena seringnya ditemukan benda-benda purbakala yang diperkirakan lebih dari seribu. Air terjun yang menjadi objek utama memiliki ketinggian lebih kurang 95 meter dan kedalaman lebih kurang 35 meter. Debit air yang besar dan ketinggian air terjun tersebut membuat daerah di sekitar air terjun (radius 500 meter) selalu basah dan lembab, sungai mengalir di kaki air terjun tersebut juga tidak pernah kering (sungai permanen).
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2009
70
Gambar 18 Curug Seribu Jenis vegetasi yang terdapat di kawasan tersebut antara lain pasang, puspa, huri, rasamala, saninten, pandan dan tepus. Beberapa jenis satwa yang dapat ditemukan di lokasi ini antara lain surili, owa jawa, lutung, beberapa jenis burung, katak bertanduk, katak pohon dan kodok (Muntasib et al. 2004) b.
Aksesibilitas Pengunjung yang akan berwisata ke Air Panas Ciparai GSE, dari pusat Kota
Bogor bisa menggunakan kendaraan umum atau angkutan kota. Untuk menuju ke kawasan Gunung Salak Endah atau lebih khusus ke Curug Cigamea dapat melalui dua jalur yaitu melalui gerbang Gunung Bunder dan melalui gerbang Lokapurna atau untuk mencapai Curug Seribu yang berada di kompleks wisata GSE, dapat melalui Cibatok dan Cikampak. Beberapa objek wisata terdapat di desa ini yang masuk dalam kawasan pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Untuk pengelolaan wisatanya beberapa objek wisata di wilayah administratif Desa Gunung Sari masih di bawah Pemerintah Kabupaten Bogor diantaranya Air Panas GSE dan beberapa curug. Lokasi wisata ini ± 45 km dari pusat kota. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Pendidikan masyarakat sekitar kawasan pada umumnya rendah sebagian
besar hanya lulusan SD atau madrasah. Mata pencaharian pada umumnya pedagang dan barang yang dijual berupa makanan kecil dan minuman juga jagung bakar. Sebagian penduduk yang lain bekerja sebagai petani, tukang ojeg atau supir angkot. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Lokasi yang cukup jauh dari Kota Bogor dan banyaknya obyek wisata
tersebar di kawasan GSE sehingga pengunjung dapat menyewa vila atau rumah penduduk untuk bermalam. Tarif sewa vila atau rumah mulai dari Rp 100.000,00 per kamar, per rumah atau per malam - Rp 1,5 juta per vila per malam. Untuk makan bisa minta disediakan pemilik rumah atau vila. Selain itu bisa juga membeli di warung-warung yang ada, atau masak sendiri karena ada penginapan membolehkan dapurnya dipakai untuk memasak sendiri.
71
Fasilitas yang ada di Curug Cigamea antara lain shelter, saung, musola, dan toilet yang kurang terawat dengan sampah menumpuk serta vandalisme. Sedangkan sarana dan prasarana yang terdapat di Curug Seribu antara lain tempat parkir, camping ground, WC umum, shelter dan warung. Di areal camping terdapat penyewaaan tenda, lampu petromak, generator, terpal, tambang dan perlengkapan camping lainnya. 8.
Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg Objek wisata yang terdapat di Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg yaitu
Goa Gudawang. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Goa Gudawang terletak di Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten
Bogor dengan luas wilayah sekitar 2,7 Ha. Goa berada di daerah perkampungan dengan daerah di sekitarnya banyak dikelilingi oleh pohon-pohon besar. Sebelum memasuki kawasan Goa Gudawang terdapat perkebunan kelapa sawit milik PTPN yang berada di kiri kanan jalan. Kondisi bentangan alam Goa Gudawang dikelilingi oleh perbukitan sehingga menyebabkan udara di kawasan sangat sejuk. Goa Gudawang memiliki daya tarik tersendiri karena memiliki tiga pintu goa yang dapat dimasuki oleh para pengunjung, antara lain Goa Simenteng, Goa Simasigit dan Goa Sipahang. Dua dari tiga gua yang dibuka untuk kunjungan tersebut memiliki pintu masuk gua yang berbentuk Macan. Goa Simenteng memiliki cerita yang cukup unik, menurut cerita penduduk setempat memiliki akhir mulut gua lainnya di daerah Cisalak, Bogor. Goa Simasigit memiliki keunikan pada stalagmit dan stalagtit yang berada di dalam goa (Gambar 19). Goa Sipahang yaitu goa yang didalamnya terdapat aliran sungai. Daya tarik yang dapat dilihat yaitu bentukan goa yang unik, serta karena pemandangan alam yang sejuk dan daerah perbukitan yang hijau menjadi salah satu keindahan dari kawasan wisata Goa Gudawang. Selain pintu masuk yang berbentuk macan terdapat pada pintu goa menjadikan salah satu wujud serta daya tarik yang berbeda. Keunikan lain yang terdapat di goa Gudawang yakni keindahan stalagtit dan stalagmit yang berada di dalam goa dengan bentuk yang
72
unik serta aliran sungai di bawah tanah. Goa Gudawang merupakan gua alami yang terbentuk dari proses sedimentasi yang terjadi selama ratusan tahun lalu.
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 19 Goa Simasigit
Dalam kawasan goa Gudawang sebenarnya terdapat sekitar 24 mulut goa tapi yang sudah dikembangkan untuk kunjungan wisatawan hanya tiga goa. Daya tarik lainnya dari gua yang ada di kawasan Goa Gudawang yaitu keberadaan satwa nokturnal seperti kelelawar, adanya mata air dalam gua atau sungai di bawah tanah juga merupakan nilai lebih bagi pengunjung yang menelusuri goa tersebut. Beberapa mitos serta kepercayaan juga dapat menjadi salah satu daya tarik yaitu apabila pengunjung mencuci muka di mata air sungai dalam goa dipercaya dapat memberikan pengaruh awet muda. Beberapa pengunjung ada yang datang untuk tujuan bertapa atau mencari ketenangan jiwa di dalam gua yang dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan wisata spiritual karena dalam melakukan kegiatan tersebut terdapat unsur kepercayaan kekuatan magis dari keberadaan Goa Gudawang. Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor (2007), di dalam wilayah desa Cigudeg terdapat kesenian tradisional. Jenis kesenian tradisional berupa angklung gubrak, wayang golek dan calung merupakan kesenian yang sudah jarang ditampilkan. Biasanya kesenian tersebut dipertunjukkan pada acara pernikahan atau sunatan.
73
b.
Aksesibilitas Goa Gudawang terletak 46 km dari pusat kota Bogor. Untuk menuju ke
lokasi belum terdapat sarana angkutan umum yang mencapai sehingga pengunjung harus menggunakan kendaraan pribadi atau ojek dan saat pengunjung memasuki gerbang utama kawasan, kondisi jalan rusak. Goa Gudawang dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor. Dalam pengelolaan kawasan ini belum optimal. Hal ini dapat terlihat kawasan belum tertata dengan baik dan banyak sarana serta prasarana yang rusak dan tidak memadai. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat setempat, rata-rata berpendidikan tamatan SD dan SMP. Ada
juga masyarakat yang tidak menyelesaikan pendidikannya (tidak tamat SD). Masyarakat mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, pegawai, dan pedagang. Masyarakat sekitar Goa Gudawang menilai bahwa yang harus dilestarikan di kawasan objek wisata Goa Gudawang adalah keindahan alam dari Goa Gudawang. Sebagian masyarakat menginginkan pemerintah memperhatikan jalan menuju kawasan objek wisata serta perluasan kawasan objek. Masyarakat juga menginginkan
pengembangan
wisata
harus
memperhatikan
aspek
kelestarian/berkelanjutan. Masyarakat menilai bahwa yang harus dilakukan agar kegiatan wisata dapat menjamin kelestarian kawasan/objek wisata dapat terlaksana dengan baik harus melibatkan masyarakat dalam pengelolaan wisata dan menghindari kegiatan wisata yang bersifat merusak serta untuk mendukung terjaminnya kelestarian kawasan harus ada dukungan pemerintah sebagai fasilitator. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Pada kawasan ini terdapat sarana dan prasarana berupa lahan parkir, gazebo,
jalan setapak, papan interpretasi, mushola, MCK dan juga warung. Sebagian besar kondisinya rusak dan tidak terawatt. Pengelola belum menyediakan sarana untuk menginap di lokasi ini.
74
9.
Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya Objek wisata yang terdapat di Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya yaitu
Kampung adat Urug. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Kampung Adat Urug secara administratif, termasuk ke dalam wilayah Desa
Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Kampung ini dialiri tiga buah sungai, yakni Sungai Ciapus, Sungai Cidurian, dan anak Sungai Ciapus. Daya tarik dari Kampung Adat Urug yaitu pemandangan di sepanjang jalan menuju Kampung Adat Urug. Pemandangan di sepanjang jalan menuju Kampung Adat Urug memiliki keindahan yang sangat menarik untuk dilihat, terdapat beberapa keindahan alam yang masih sangat asri sekali. Di sekitar jalan menuju Kampung Adat Urug terdapat perkebunan kelapa sawit. Daya tarik dari kampung ini berupa bentuk-bentuk rumah adat Sunda yang berada di Kampung adat Urug (Gambar 20a) dan lumbung padi/leuit (Gambar 20b), peninggalan-peninggalan yang terdapat di rumah Abah Ukat (kepala adat Kampung adat Urug) dan upacara adat yang dilakukan di Kampung Adat Urug. Lokasi kampung secara geografis terletak di antara lembah dalam, dengan sebelah kiri dan kanan dibatasi pegunungan terjal. a
b
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 20 Bentuk rumah tradisional di Kampung Urug (a); Lumbung Padi (b) Upacara adat yang rutin dilakukan, yaitu upacara pada waktu panen dan sebelum panen padi biasa dilakukan oleh para warga Kampung Adat Urug, upacara Seren Taun, upacara atau syukuran saat memperingati hari – hari besar
75
agama Islam seperti idul fitri, idul adha, maulid nabi dan malam 1 Muharam (malam satu suro). Upacara – upacara tersebut dilakukan atau dipusatkan pada satu tempat yaitu rumah kepala adat Abah Ukat. Semua upacara adat yang berlangsung di Kampung Adat Urug dan biasanya sesuai dengan penentuan waktu dari kepala adat di Kampung Adat Urug. b.
Aksesibilitas Jarak dari pusat Kota Bogor Iebih kurang 48 kilometer, dari kantor
Kecamatan Sukajaya lebih kurang 6 kilometer, sedangkan dari kantor Desa Kiarapandak lebih kurang 1,2 kilometer. Kondisi jalan dari kantor kecamatan Sukajaya ke Kampung Urug berbelok-belok naik turun mengikuti lereng bukit dengan badan jalan yang sempit. Sepanjang jalan dari kantor kecamatan ke kantor kepala desa Kiarapandak sudah beraspal, namun sebagian besar rusak berat. Jalan dari kantor desa ke kampung Urug, beraspal dan kondisinya cukup baik. Kampung Adat Urug berada dalam wilayah Kabupaten Bogor. Kawasan ini dikelola masyarakat dengan ditunjuknya seorang kepala adat yang secara turun temurun dinilai masih berhubungan erat dengan Kerajaan Pajajaran. Kepala adat menetapkan aturan-aturan yang sangat dipatuhi masyarakat di kampung tersebut. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Sebagian besar masyarakat di Kampung Adat Urug pendidikan terakhir SD.
Pekerjaan masyarakat Kampung Adat Urug sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Masyarakat Kampung Adat Urug masih sangat mematuhi peraturan adat yang terdapat di sana. Masyarakat yang berada di Kampung Adat Urug memiliki keyakinan dan kepercayaan yang kuat mengenai adat yang dijunjung sejak zaman dahulu. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa nenek moyangnya memberikan amanat berupa keanekaragaman hayati dan harus terus dijaga serta adat yang harus dijunjung tinggi. Kebudayaan lokal mengenai Kampung Adat Urug ini merupakan hal yang menurut sebagian besar masyarakat harus dilestarikan. Selain itu masyarakat menilai pengembangan wisata di objek wisata ini harus memperhatikan aspek kelestarian atau keberlanjutan. Mayoritas masyarakat menganggap perlunya keterlibatannya dalam pengelolaan wisata, selain sebagai lahan untuk mendapat
76
pekerjaan, wisata ini juga dapat membangun kondisi perekonomian kampung tersebut. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Pada objek ini karena dikelola masyarakat, beberapa rumah termasuk rumah
Kepala Adat dijadikan tempat penginapan bagi pengunjung. Selain itu sarana yang terdapat berupa jalan setapak dan warung. 10.
Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari Objek wisata utama yang terdapat di Desa Pasir Eurih, Kecamatan
Tamansari yaitu Kampung Budaya Sindangbarang. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Kampung Budaya Sindangbarang (KBS) merupakan salah satu pusat
pemerhati kesenian Sunda di Bogor. Daya tarik dari objek wisata ini diantaranya bangunan rumah berarsitektur Sunda (Gambar 21a), kesenian Sunda dan terdapat situs-situs purbakala peninggalan kerajaan Pajajaran yang berupa bukit-bukit berundak. Kampung budaya juga menyediakan paket wisata dan cinderamata hasil kerajinan masyarakat setempat. Jenis kesenian Sunda yang ditampilkan kembali yaitu Prosesi Majiekeun Pare, Angklung Gubrag, Ngaleut, Barisan Rengkong, Dongdang Macan, Karawitan, Tari klasik atau kreasi dan Seren Taun (Gambar 21b). a
b
Sumber:Dokumentasi pribadi, 2009
Sumber: Disbudpar, 2009
Gambar 21 Kampung Budaya Sindangbarang (a); Seren Taun (b)
77
Upacara adat Seren Taun merupakan upacara adat yang menjadi salah satu daya tarik dari kampung Budaya Sindangbarang karena merupakan acara rutin berupa upacara pesta panen raya masyarakat adat Sunda sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang diperoleh. Upacara ini telah berlangsung sejak masih jayanya kerajaan Pajajaran dan berlangsung hingga kini dan diselenggarakan setiap tahun pada bulan Muharam. Pada upacara Seren Taun, semua masyarakat Desa Pasir Eurih terlibat dan upacara ini berlangsung selama tujuh hari meliputi upacara ritual dan penampilan kesenian tradisional. Di lokasi Desa Pasir Eurih telah diidentifikasi sebanyak 53 lokasi situs bersejarah peninggalan Kerajaan Sunda Padjadjaran pada abad XIV-XV, yang telah dan sedang diteliti oleh peneliti dari Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Beberapa atraksi atau kegiatan yang biasa dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, diantaranya yaitu upacara adat seren taun, pertunjukan kesenian Sunda, belajar gamelan Sunda, belajar tarian Sunda, dan diskusi budaya. Sedangkan permainan anak-anak tradisional yang biasa dilakukan anak-anak penduduk setempat di KBS adalah Gatrik, Galah asin, Dampuh, Boy-boyan, Egrang, Oray-orayan, dan lain-lain. b.
Aksesibilitas KBS terletak di Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
Jawa Barat. Berjarak 11 km dari pusat kota. Kondisi jalan menuju KBS cukup bagus beraspal dengan lebar > 3 meter. Sedangkan jalan di dalam lokasi sengaja dibuat alami berupa tanah dan sebagian ada yang dibuat dengan elemen bebatuan. Pemilik Kampung Budaya Sindangbarang adalah warga asli Desa Pasir Eurih bernama Achmad Mikami Sumawijaya. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Kehidupan sosial masyarakat Sindangbarang terdiri dari beragam mata
pencaharian diantaranya adalah pedagang, buruh tani, pengrajin sepatu dan sandal, pegawai, tukang ojek dan lain-lain. Dalam pengelolaan kawasan ini, pemilik KBS berupaya melibatkan masyarakat mulai dari tahap perencanaan.
78
d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Fasilitas pendukung yang terdapat di objek wisata ini yaitu penginapan,
tempat parkir, pemandu wisata lokal, toilet, papan penunjuk/signage, papan pengumuman, aula gamelan, dan ruang pertemuan. Di Kampung Budaya Sindangbarang ini, disediakan berbagai fasilitas yang dapat digunakan oleh para pengunjung, seperti Pasanggrahan (Wisma Tamu), Bale Pangriungan (tempat diskusi), Imah Panengen/Pangiwa (Rumah Kokolot Adat), Saung Talu (panggung pertunjukan), Saung Usung (tempat menumbuk padi), Alun-alun (untuk bermain bersama/play group), dan tracking area. Selain itu kegiatan wisata yang dapat dilakukan di objek wisata ini yakni memasak menggunakan hawu. Kampung Budaya Sindangbarang menyediakan paket menginap semalam dan paket kunjungan sehari untuk anak sekolah, mahasiswa, dan umum. Para pelajar yang ingin merasakan paket wisata di Kampung Budaya Sindangbarang dikenakan biaya Rp. 35.000,00 per siswa. Paket kunjungan tersebut terdiri dari pengenalan bangunan di Kampung Adat, pemutaran film Seren Taun, melihat cara bercocok tanam padi ladang dan cara menumbuk padi di saung lisung, melihat permainan anak-anak, melihat pertunjukan kesenian Sunda, dan kunjungan ke tempat-tempat cenderamata. KBS juga menyediakan fasilitas yang khas dan memadai untuk berlibur, mengadakan acara diskusi, family gathering, tempat untuk mengadakan arisan, reuni, perhelatan, serta acara ulang tahun. 11.
Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea Objek wisata yang terdapat di Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea
yaitu Kampung Wisata Cinangneng. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Kampung Wisata Cinangneng terletak di Jalan Babakan Kemang, Desa
Cihideung Udik Rt 01 Rw 04 Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Objek wisata ini merupakan salah satu objek wisata yang menawarkan konsep kembali ke alam (back to nature) dengan luas lahan 7.600 m2 (Gambar 22a). Jarak lokasi Kampung Wisata Cinangneng dari Kota Bogor diperkirakan sejauh 10 km ke arah barat.
79
Daya tarik Kampung wisata Cinangneng adalah guest house atau penginapan yang berjumlah sembilan kamar, pada setiap kamar diberi nama dengan nama-nama gunung yang ada di daerah Jawa Barat (Pangrango, Salak, dll), nama yang terinspirasi dari hasil pertanian (padi dan gabah) dan nama yang terinspirasi dari kehidupan kampung yang identik dengan sungai dan pesawahan (sungai dan sawah). Selain itu pengelola menawarkan berbagai kegiatan wisata yang dikemas dalam paket wisata seperti kegiatan wisata agro yaitu praktek menanam padi atau pengunjung ditawarkan menikmati kehidupan masyarakat desa dengan paket “Tour kampung” memandikan kerbau dan menyebrang sungai Cihideung yang berdekatan dengan lokasi kampung wisata. Sedangkan wisata budaya yang ditawarkan pengunjung dapat mengikuti praktek bermain gamelan (Gambar 22b), angklung atau belajar menari tarian khas Jawa Barat yaitu tarian jaipongan yang langsung diajarkan masyarakat setempat. Khusus anak-anak sekolah untuk meningkatkan kreatifitas diajak membuat wayang dari tulang daun singkong dan juga diajarkan melukis di atas topi caping yang sering dipakai oleh masyarakat desa untuk bertani. Pengelola juga menyediakan berbagai macam permainan anak-anak pedesaan seperti congklak, enggrang dari batok kelapa dan ayunan. a
b
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Sumber: Disbudpar, 2009
Gambar 22 Kampung Wisata Cinangneng (a); Belajar Gamelan (b)
80
Wisata boga yang ditawarkan pengelola yaitu membuat masakan tradisional seperti kue Bugis (penganan dari ketan) yang biasanya disajikan penduduk apabila ada acara seperti pernikahan dan khitanan. Selain itu pengunjung diajarkan membuat nasi timbel dan goreng pisang, membuat tahu serta makanan khas Sunda lainnya yang dapat langsung dinikmati pengunjung atau dibawa sebagai oleh-oleh. b.
Aksesibilitas Aksesibilitas untuk mencapai lokasi Kampung Wisata Cinangneng sangat
mudah dengan kondisi jalan cukup bagus beraspal karena lokasinya tidak jauh dari Kampus IPB Dramaga. Lokasi objek ini sekitar 1 km dari kampus sebelah kiri jalan terdapat plang/papan nama yang menunjukkan lokasi wisata yang berada yaitu 700 m dari pertigaan Cibanteng Babengkeut. Sedangkan dari Jakarta dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam melalui Tol Jagorawi. Kampung Wisata Cinangneng berawal dari berdirinya Hester Basoeki (HB) Guest House pada bulan Agustus 1993 oleh pasangan Hester dan Willy Basoeki. Pada awalnya hanya dibangun satu rumah dengan dua kamar di lahan 4.000 m2 yang diberi nama Balai Kampung. Rumah ini awalnya hanya digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga dan mulai dikomersilkan ketika Hester Basoeki bekerja sebagai pemandu wisata (tour guide) dan menawarkan tempat peristirahatannya kepada wisatawan asal Amerika. Karena respon wisatawan sangat baik maka mulai dipikirkan pengembangan paket-paket wisata. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Mata pencaharian masyarakat Desa Cihideung Udik sebagian besar hidup
dari bertani. Masyarakat mengolah tanah di lahan pertanian miliknya sendiri, namun ada juga yang berdagang, mengolah usaha kerajinan tradisional seprti membuat bongsang (keranjang dari bambu), bahan untuk membuat rumah (bilik/gedek), golek dan lain-lain. Kampung wisata Cinangneng dalam pengelolaan berusaha melibatkan masyarakat sebagai tenaga kerja baik tetap maupun yang lepas (freelance). Dalam kegiatan usahanya memiliki tenaga kerja sekitar 30 orang, dimana 90 persen orang-orang yang dipekerjakan berasal dari masyarakat. Masyarakat juga dilibatkan dalam kegiatan tour kampung seperti
81
kunjungan ke home industry dan penjualan kerajinan tangan masyarakat di souvenir shop yang disediakan pengelola. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Fasilitas penunjang yang diberikan pengelola antara lain lobby/lounge,
tempat penginapan, restoran, kolam renang, taman, parkir kendaraan, souvenir shop, pelayanan kamar (room service), laundry dan rental mobil. 12.
Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari Objek wisata yang terdapat di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari yaitu
Curug Nangka. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Kawasan Wisata Alam Curug Nangka memiliki luas sekitar 27,5 ha dan
terdapat di ketinggian 780 dpl, dengan letak geografis 5˚55’-6˚51’ LS dan 106˚25’-107˚19 BT. Daya Tarik yang terdapat dalam kawasan ini yaitu Curug Nangka (Gambar 23a), Curug Kawung dan Curug Daun, areal berkemah (camping ground) (Gambar 23b), keanekaragaman hayati baik flora dan fauna serta fasilitas outbound berupa flying fox. Selain itu di dalam objek wisata ini terdapat sungai yang airnya berasal dari curug. Tiket masuk ke curug ini adalah Rp. 4.000,00 per orang (bagi wisatawan nusantara) dan Rp.18.500,00 per orang (bagi wisatawan mancanegara). Aktivitas wisata yang dapat dilakukan di curug ini yakni mandi, foto, menikmati pemandangan, berkemah, spooning nooks, bumper pool, outbound, mengadakan acara perpisahan, dan lain-lain.
a
b
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Sumber: Disbudpar, 2009
Gambar 23 Keindahan Curug Nangka (a); Camping Ground (b)
82
b.
Aksesibilitas Menuju kawasan ini dapat menggunakan kendaraan pribadi dan kendaraan
umum (angkot) yang menempuh jarak sekitar 13,5 km dari Kota Bogor dengan kondisi jalan cukup baik dan menuju kawasan menempuh waktu 15 menit dari jalan utama. Objek wisata Curug Nangka masuk dalam kawasan pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Untuk pengelolaan wisatanya masih di bawah perhutani KPH Bogor. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar mempunyai pekerjaan mayoritas pedagang. Sedangkan
yang lainnya sebagai tukang ojek, ibu rumah tangga, petani dan buruh. Dengan besaran pendapatan rata-rata < Rp. 500.000,00 per bulan. Dengan keberadaan objek wisata Curug Nangka, masyarakat berpartisipasi sebagai patroli lingkungan, jasa angkutan (ojek), penjual makanan dan minuman, penjual souvenir dan pemandu wisata. Masyarakat berharap dengan keberadaan kawasan ini dapat menjamin kelestarian kawasan/objek wisata, melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kegiatan wisata, pengelola melakukan kegiatan wisata yang bersifat cinta lingkungan dan konservatif, peningkatan ekonomi masyarakat dan meningkatnya dukungan pihak pemerintah dalam pengembangan kawasan. Selain dampak positif, masyarakat menilai dnegan adanya objek Curug Nangka, menyebabkan bermunculan pembangunan vila yang dapat merusak keindahan alam. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Beberapa fasilitas yang terdapat di lokasi kawasan yaitu gerbang dan loket
penjualan tiket, tempat parkir, tempat duduk, mushola dan toilet. 13.
Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang Objek wisata yang terdapat di Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang
yaitu Museum Pasir Angin. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Museum Pasir Angin secara administratif masuk di Desa Cemplang
Kecamatan Cibungbulang. Menurut catatan pemerintah Kabupaten Bogor,
83
museum Pasir Angin dibangun Tahun 1976. Lokasi Museum ini yaitu di Kampung Pasir Angin RT 14/04 Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang. Museum ini berada dalam wilayah Kabupaten Bogor yang dikelola Dinas pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Bogor berkoordinasi dengan BPPP Serang. Luas area Museum sekitar 7.010 m2. Pengunjung yang datang tidak dikenakan tiket masuk, hanya berupa sumbangan untuk pengelolaan. Museum berisi berbagai barang peninggalan prasejarah Situs Pasir Angin, sekitar 1.000 tahun Sebelum Masehi. Menurut sejarahnya, telah dilakukan eskavasi pada tahun 1970-1975 oleh “Pusat Penelitian Arkeologi Nasional” dibawah pimpinan R.P Soejono menghasilkan artefak-artefak yang dibuat dari batu, besi, perunggu, tanah liat obsidian dan kaca, disamping gerabah-gerabah berupa periuk dan lain-lain. Benda-benda temuan antara lain berupa kapak perunggu, manik-manik batu, kaca, ujung tombak, kapak besi, gerabah, serta alat-alat obsidian. Semua ini terdapat di sekitar monolit dan hampir semuanya didapatkan membujur ke arah timur. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan yang mencakup benda-benda tersebut dipusatkan pada batu besar yang merupakan ciri kepercayaan Megalit yang telah berkembang pada tingkat Neolitik dengan masyarakat yang hidup dari bercocok tanam. Museum ini berbentuk bangunan panggung yang di dalamnya terdapat koleksi benda-benda peninggalan zaman prasejarah yang sangat menarik. Selain itu gambar-gambar kegiatan eskavasi (penggalian)
beserta benda-benda
peninggalan zaman prasejarah di berbagai lokasi di Indonesia termasuk yang berasal dari Kampung Pasir Angin Desa Cemplang, meskipun beberapa benda sejarah berada di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta dan beberapa benda sejarah yang dikoleksi sudah hasil replika. Temuan eskavasi yang paling menarik dari lokasi Pasir angin adalah Topeng emas yang sekarang terdapat di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
84
a
b
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 24 Pintu utama Museum (a); Koleksi bandul kalung perunggu (b) Beberapa koleksi museum yaitu peliung persegi, golok besi melengkung, kapak perunggu, candrasa, fragmen periuk polos, pola hias tera sisisr dan anyaman, tongkat perunggu dan bandul kalung perunggu (Gambar 24b). Selain itu terdapat beberapa arca yang dikoleksi di dalam museum dan beberapa arca diletakkan di depan museum, termasuk di samping museum dapat terlihat batu menhir yang merupakan bagian dari situs pemujaan zaman prasejarah. Menurut sejarah dalam catatan Balai Pustaka Tahun 1978, Pasir Angin merupakan sebuah bukit dengan ketinggian kira-kira 210 m di atas muka laut dan terletak di sebelah Utara sungai Cianten. Di atas bukit ini terdapat sebuah monolit setinggi 1,20 m yang diukur dari muka tanah. Batu tersebut mempunyai beberapa bidang datar yang terbesar ± 1 meter menghadap tepat ke arah timur. Pasir Angin merupakan sebuah situs yang pernah dihuni pada masa Logam Awal di Indonesia pada 600– 200 tahun Sebelum Masehi. Hal ini diperkuat dengan hasil sementara analisis ANU (Australian National University) di Canberra yang menyebutkan bahwa contoh arang yang diteliti mengandung CH.14. b.
Aksesibilitas Lokasi museum kurang lebih 50 meter dari jalan raya dan terletak 20,5 km
dari pusat Kota Bogor. Jalan setapak menuju lokasi tanah berbatu. Sedangkan di dalam lokasi terdapat tangga dan jalan sudah diperkeras. Museum ini berada
85
dalam wilayah Kabupaten Bogor yang dikelola Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor berkoordinasi dengan BPPP Serang. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Pendidikan masyarakat Desa Cemplang mayoritas tidak tamat SD dan
Tamatan SD, dengan mata pencaharian didominasi sebagai petani. Masyarakat setempat ikut dalam pengelolaan dengan cara menjaga museum. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Fasilitas yang tersedia di museum yaitu toilet dan mushola. Lokasi museum
yang dekat dengan jalan raya, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan kendaraan umum dan pengelola belum menyediakan tempat penginapan. 14.
Desa Cogreg, Kecamatan Parung Objek wisata yang terdapat di Desa Cogreg, Kecamatan Parung yaitu
pemandian air panas Ciseeng. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Pemandian air panas Ciseeng atau lebih dikenal Air panas Tirta Sanita
terletak di Jalan Raya Gunung Kapur, Desa Cogreg, Kecamatan Parung. Ciri khas kawasan wisata Tirta Sanita di Ciseeng adalah terdapatnya bukit kapur dengan ketinggian 6-20 meter yang menjadi sumber air panas. Memasuki gerbang pemandian air panas Tirta Sanita, tampak deretan pohon palem raja teratur rapi di sisi kiri dan kanan. Beberapa meter kemudian pengunjung akan disuguhi pemandangan bukit kapur yang merupakan sentral dari lokasi pemandian ini. Kombinasi warna putih, abu-abu dan hitam terpadu dengan kontras, serasi dengan warna hijau dedaunan pohon yang cukup banyak tumbuh di sekitarnya. Pada beberapa bagian dari bukit ini dipahat menyerupai anak tangga sehingga memungkinkan pengunjung untuk mendakinya (Gambar 25a).
86
a
b
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 25 Bukit Kapur (a); Kolam pemandian air panas (b) Pemandian air panas alami yang berasal dari bukit kapur Ciseeng dapat menyembuhkan penyakit kulit, tulang dan lain sebagainya dan sudah diuji oleh TEMAC (Thai Engineering Materials Analysis Ltd). Tiket masuk ke lokasi sebesar Rp 6.000,00 untuk dewasa dan Rp 3.500,00 untuk anak-anak. Di dalamnya terdapat kolam renang anak-anak dengan membayar Rp 3.000,00 /orang (Gambar 25b). Selain itu terdapat pemandian untuk dewasa dengan membayar Rp 6.000,00 per orang untuk kamar biasa (ukuran 2×2 m) atau Rp 10.000,00 per orang untuk kamar VIP (ukuran 4×4 m). Bukit kapur terletak di belakang areal parkir Tirta Sanita, di bukit kapur tersebut juga terdapat sumber air panas, namun belum dikelola secara optimal. Pemandangan yang cukup indah dapat terlihat di atas bukit kapur yaitu hamparan sawah dan pepohonan. Di dalam kawasan ini juga terdapat sebuah panggung hiburan, yang biasanya menampilkan musik live dangdut. b.
Aksesibilitas Objek ini berada sekitar 18,5 km dari pusat kota Bogor, dengan kondisi
jalan menuju lokasi cukup baik. Kawasan objek wisata ini dikelola swasta yaitu PT Supra Piranti Wisata Ria. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar objek wisata Tirta Sanita mayoritas hanya tamatan SD.
Sedangkan mata pencaharian didominasi pedagang (wiraswasta). Dalam
87
pengelolaan pemandian air panas, masyarakat ikut dilibatkan sebagai guide (pemandu) dan banyak masyarakat yang menjadi pedagang makanan dan minuman di sekitar objek wisata. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Wisata air panas Tirta Sanita berada di area seluas 12 hektar, selain
menyediakan kolam berendam dan kamar berbak perendam, pengelola juga menyediakan pesanggrahan, tempat permainan anak, serta fasilitas outbound. Selain menyediakan fasilitas mandi atau berendam air panas, di Tirta Sanita juga terdapat fasilitas outbond dengan biaya per paket mulai dari Rp 110.000,00 sampai Rp 250.000,00 per orang. 15.
Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang Objek wisata yang terdapat
di Desa Ciaruteun Ilir,
Kecamatan
Cibungbulang yaitu Situs Ciaruteun. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Obyek Wisata Situs Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang. Di kawasan ini ditemukan tradisi Upacara Megalitik yang hidup berdampingan Hindu – Budha, dengan salah satu buktinya adalah Prasasti. Prasasti-prasasti yang dapat ditemukan antara lain Prasasti Ciaruteun (Gambar 26a) Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Congklak (Gambar 26b) dan Prasasti Batu Tulis yang merupakan peninggalan Kerajaan Tarumanagara. Daya tarik wisata lainnya yang terdapat pada kawasan berupa keindahan alam, keramahan penduduk, dan sisa-sisa peninggalan yang belum terungkap. Pada kawasan wisata prasasti Ciaruteun tepatnya di Desa Ciaruteun ilir, Muara Jaya terdapat pemandangan alam yang sangat indah dan menarik. Di sekitar Desa Ciaruteun banyak terdapat kebun-kebun milik warga yang mencirikan pedesaan yang masih asri. Sekitar kawasan juga banyak ditumbuhi rumpun bambu yang memberikan nuansa khas pedesaan. Selain itu juga terdapat sungai Ciaruteun dengan bebatuan yang besar dan unik ditambah aliran air yang deras.
88
a
b
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 26 Prasasti Ciaruteun (a) ; Situs Batu Congklak (b) Proses pengangkutan prasasti Ciaruteun dari sungai pada tanggal 12 Juni 1981, dengan menggunakan alat-alat seperti katrol, rantai, serling, papan, tambang besar, serta beberapa alat penunjang lainnya. Prasasti ini memiliki panjang 1.160 cm, tingginya 1.150 cm dan beratnya yang mencapai 8 ton ini mencapai waktu satu bulan untuk mengangkat batu ini. Tim yang dipekerjakan untuk mengangkat batu ini yaitu sekitar 20 orang personil arkeolog, dan dibantu oleh mahasiswa UGM, serta beberapa tenaga kasar. Dibutuhkan waktu kurang lebih 30 hari untuk mencapai lokasi saat ini. Proyek ini dipimpin oleh Ir. Suharsojo dan proyek ini dibiayai oleh Direktorat Kebudayaan Jakarta. Lokasi diresmikan pada tanggal 31 Maret 1990. Di sekitar prasasti ini ditemukan Prasasti Kebun Kopi I (tapak kaki gajah) dan Prasasti Kebun Kopi II (congklak). Prasasti Kebun Kopi ini ditemukan ketika diadakan penebangan hutan untuk perkebunan kopi. Sejak saat itu, prasasti dikenal dengan Prasasti Kebun Kopi dan sampai saat ini masih berada di tempat aslinya. Pada batu ini terdapat satu baris tulisan Palawa dan bahasa Sansekerta serta telapak kaki gajah. Prasasti ini diberi keterangan satu baris berbentuk puisi yang artinya “kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa”.
89
b.
Aksesibilitas Lokasi ini berjarak sekitar 20 kilometer dari Kota Bogor. Kondisi jalan
pada umumnya baik (beraspal) namun akses menuju obyek wisata Prasasti Ciaruteun masih sulit dijangkau, hal ini disebabkan belum adanya angkutan umum yang menjangkau langsung kawasan tersebut. Angkutan umum hanya beroperasi sampai papan petunjuk kawasan yang berjarak sekitar kurang lebih dua kilometer.
Dengan kendaraan umum atau pribadi, perjalanan menuju lokasi
memakan waktu sekitar satu jam, melalui jalan raya menuju Leuwiliang, di sebelah Bogor bagian Barat. Prasasti Ciaruteun berada di wilayah Kabupaten Bogor sehingga dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor berkoordinasi dengan BPPP Serang. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Tingkat pendidikan masyarakat Desa Ciaruteun ilir, rata-rata tamatan SMA.
Umumnya masyarakat bekerja sebagai pegawai swasta, pedagang dan berkebun yang penghasilannya sekitar Rp. 250.000,00 - Rp. 3.000.000,00 per bulan. Masyarakat sekitar kawasan wisata Prasasti Ciaruteun telah berpartisipasi dalam kawasan wisata dengan menjaga kebersihan dan kelestarian ODTW, membuka warung jajanan dan pengelolaan parkir. Masyarakat juga sangat mendukung pengembangan ekowisata, karena berharap kelestarian alam tetap terjaga dan meningkatkan perekonomian masyarakat. Keinginan masyarakat ke depan dalam pengembangan kawasan berupa meningkatnya keterlibatan masyarakat di dalam ODTW, seperti menjadi pemandu wisata, warung souvenir dan makanan khas, dan homestay. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Beberapa fasilitas yang ada di kawasan Prasasti Ciaruteun yaitu tempat
parkir, warung, papan petunjuk arah, papan peringatan, jalan setapak, bangku pengunjung, dan MCK. 16.
Desa Tapos 1, Kecamatan Tenjolaya Objek wisata yang terdapat di Desa Tapos 1, Kecamatan Tenjolaya yaitu
Situs Megalitikum Arca Domas. Berikut adalah deskripsi lokasi:
90
a.
Daya tarik Situs Megalitikum Arca Domas terletak di Kampung Cibalay Rt 03 Rw 5
Desa Tapos 1, Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Luas kawasan wisata sekitar 1 hektar. Suasana di kawasan situs masih sejuk dan alami dengan nuansa pegunungan dan pemandangan alam. Secara topografis kondisi kawasan tersebut terletak di hulu sungai Cisadane yang merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian rata-rata antara 700 – 900 mdpl. Situs Megalitikum merupakan benda peninggalan sejarah atau benda cagar budaya. Situs ini ditemukan pada tahun 1915 dengan berbagai macam bentuk dan dari segi arkeologi situs ini berbentuk punden berundak, batu datar, batu gores dan menhir. Daya tarik dari situs ini adalah bentuk batu yang berundak-undak dan berbagai macam bentuk batu lainnya, seperti Keramat Kasang, Balai Kambang, Arca Domas, Pasir Manggir, Punden Berundak (Gambar 27a), Batu Datar (Gambar 27b), Menhir, Jami Paciing. Selain itu beberapa situs masih tersebar di sekitar kawasan yang belum mendapatkan pelindungan dan perawatan. a
b
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 27 Punden berundak (a); Batu datar (b) Kawasan ini adalah salah satu kawasan lindung yang ditetapkan oleh pemerintah. Situs megalitikum menjadi
lokasi tempat
penelitian,
ilmu
pengetahuan dan pendidikan, selain itu adanya hutan pinus yang berada di areal situs juga menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung. Daya tarik lain yang dapat dilihat tidak hanya situs dan tegakan pinus tapi juga pemandangan alam
91
yang sejuk dan daerah perbukitan yang hijau serta hamparan sawah yang dapat ditemui sepanjang perjalanan menuju situs. b.
Aksesibilitas Situs ini dapat ditempuh dari Kota Bogor melalui jalur kendaraan Tenjolaya
sekitar 1,5 jam perjalanan dan dapat juga diakses dari Kota Bogor melalui jalur kendaraan Ciapus dengan waktu tempuh 1,5 jam. Menuju kawasan situs dari Jalan raya utama tidak terdapat angkutan umum, sehingga pengunjung dapat memanfaatkan ojek yang hanya dapat masuk sekitar 3 meter menuju lokasi dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 2 km melalui jalan setapak. Beberapa titik jalan menuju lokasi perlu berhati-hati karena berdekatan dengan jurang. Situs Megalitikum Arca Domas berada di wilayah Kabupaten Bogor sehingga dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor berkoordinasi dengan BPPP Serang. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Mayoritas masyarakat sekitar Situs Megalitikum Arca Domas hanya lulusan
SD. Masyarakat sekitar kawasan situs, sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan buruh. Masyarakat menilai keberadaan situs megalitikum hanya sebagai tempat ziarah dan sebagian besar masyarakat sekitar situs kurang peduli tentang lokasi situs karena kebanyakan masyarakat tidak mengetahui keberadaan situs tersebut. Sebagian masyarakat juga menginginkan pemerintah memperhatikan jalan untuk menuju kawasan wisata ini, adanya pemandu wisata mengenai kawasan wisata situs Arca Domas serta perluasan kawasan objek. Masyarakat juga menginginkan pengembangan kawasan Situs Megalitikum harus memperhatikan aspek kelestarian/berkelanjutan. Banyak masyarakat yang mengatakan bahwa yang harus dilakukan agar kegiatan wisata dapat menjamin kelestarian kawasan/objek wisata dapat terlaksana dengan baik maka harus melibatkan mayarakat dalam pengelolaan wisata dan menghindari pengembangan kegiatan wisata yang bersifat merusak. Untuk mendukung terjaminnya kelestarian kawasan harus ada dukungan pemerintah sebagai fasilitator.
92
d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Pada objek ini terdapat beberapa fasilitas diantaranya beberapa tempat
penginapan, jalan setapak dan MCK. 17.
Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari Objek wisata yang terdapat di Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari
yaitu Wana Wisata Bumi Perkemahan Sukamantri. Berikut adalah deskripsi lokasi: a.
Daya tarik Wana wisata Bumi Perkemahan Sukamantri terletak pada ketinggian 750 m
dpl, konfigurasi lapangan umumnya bergelombang dan berada sekitar 15 km dari pusat Kota Bogor (Gambar 28). Daya tarik dari Buper Sukamantri yaitu flora berupa tegakan Agatis (Agathis dammara), Rasamala (Altingia exelca) dan pinus (Pinus merkusii), sumber air yang ada berupa sungai kecil, Potensi visual lansekap menuju lokasi cukup menarik dengan pemandangan alam berupa pegunungan dan perkebunan. Sedangkan gejala alam/potensi visual lansekap di dalam kawasan yang mempunyai karakteristik khas adalah tegakan tanaman hutan dan panorama kota Bogor. Selain itu pada lokasi ini dapat dilakukan wisata berkemah dan outdoor games seperti war games dll, termasuk area berkemah dengan kapasitas tampung keseluruhan 20 - 30 unit kemah (300 orang perkemah).
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2009
Gambar 28 Bumi Perkemahan Sukamantri
93
b.
Aksesibilitas Kondisi jalan utama umumnya baik (beraspal) dan dapat dilalui kendaraan
roda empat, tetapi memasuki jalan arteri menuju kawasan sangat rusak berbatu. Sarana transportasi umum yang ada adalah angkutan kota dari terminal Ramayana ke jurusan Ciapus untuk selanjutnya dicapai dengan jalan kaki, ojek atau mobil carteran sejauh 2 km. Wana Wisata Bumi Perkemahan Sukamantri memiliki luas 5 ha yang termasuk dalam pengelolaan RPH Sukamantri BKPH Ciawi KPH Bogor, sedangkan menurut administrasi pemerintahan termasuk Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. c.
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar kawasan sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai
petani, penambang pasir, wiraswasta, pegawai negeri dan buruh. Dengan tingkat pendidikan masyarakat mayoritas tamatan SD. d.
Akomodasi dan Sarana Prasarana Fasilitas yang sudah tersedia dalam wana wisata ini berupa pos jaga, pondok
kerja, loket karcis (belum berfungsi), jalan setapak, tempat parkir, MCK, shelter (gardu pandang), tempat duduk, ruang informasi dan tempat sampah. 4.2. Analisis Penilaian 4.2.1. Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Berdasarkan hasil penilaian objek dan daya tarik wisata diperoleh empat desa dengan klasifikasi sangat baik, delapan desa termasuk dalam klasifikasi baik dan lima desa masuk klasifikasi sedang (Tabel 10). Penilaian ini diperoleh berdasarkan lima kategori penilaian yaitu daya tarik (DT), aksesibilitas (AB), lingkungan sosial ekonomi (SOSEK), akomodasi (Akm) serta prasarana dan sarana penunjang radius 10 km dari objek (Sarpras). Empat desa yang masuk dalam klasifikasi sangat baik yaitu Desa Gunung Malang, Sukajadi, Cihideung Udik dan Desa Pasir Eurih.
94
Tabel 11 No 1
Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata
Desa Pasir Eurih
2
Sukajadi
3
Sukamantri
4
Cogreg
5
Gunung Malang
6
Tapos I
7
Cihideung Udik
8
Ciaruteun Ilir
9
Cemplang
10
Gunung Sari
11
Gunung Bunder
12
Argapura
13
Kiarapandak
14
Pangradin
15
Curug
16
Koleang
17
Barengkok
Kriteria
DT
AB
SOSEK
Akm
Sarpras
Bobot
6
5
5
3
3
110
100
45
60
480
Nilai Total
Nilai dasar Nilai bobot
165 990
550
500
135
180
2355
Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar
170 1020
105 525
105 525
45 135
60 180
485 2385
165 990
80 425
100 500
40 120
55 165
440 2200
Nilai dasar Nilai bobot
155
100
90
40
60
445
930
500
450
120
180
2180
Nilai dasar
175 1050
95 475
115 575
45 135
60 180
490 2415
160 960 160
100 500 120
90 450 100
25 75 45
45 135 60
420 2120 485
Nilai bobot
Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot
960
575
500
135
180
2350
Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar
110 660
85 425
90 450
45 135
55 165
385 1835
135 810
85 425
85 425
40 120
55 165
400 1945
155
95
100
60
55
465
930 160 960
475 95 475
500 100 500
180 60 180
165 55 165
2250 470 2280
Nilai bobot
160 960
80 400
100 500
40 120
45 135
425 2115
Nilai dasar
145
70
85
45
45
390
Nilai bobot
870
350
425
135
135
1915
Nilai dasar Nilai bobot
175 1050
60 300
85 425
20 60
35 105
375 1940
Nilai dasar
140 840 155
75 375 95
75 375 100
40 120 40
35 105 50
365 1815 440
Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar
Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot
Nilai Dasar Terbaik Nilai Bobot Terbaik
930
475
500
120
150
2175
160 960
75 375
95 475
40 120
50 150
420 2080
175 1050
120 575
115 575
60 180
60 180
530 2585
95
Keterangan : Sangat baik baik sedang buruk sangat buruk
96
Tabel 12 No 1
2
3
Hasil Penilaian Aspek Daya Tarik
Unsur/Sub unsur Keunikan Sumberdaya a. Air Terjun b. Gua c. Flora d. Fauna e. Sungai f. Kesenian tradisional g. Peninggalan sejarah h.Upacara adat i. Kebudayaan masyarakat Banyaknya potensi sumberdaya alam yang menonjol a. Batuan b. Flora c. Fauna d. Air e. Gejala Alam Kegiatan wisata yang dapat dilakukan: a. Menikmati keindahan alam b. Melihat flora dan fauna yang ada c. Memancing d. Trecking e. Mandi/berenang f.Penelitian/pendidikan g. Berkemah h. Berperahu
Pasir Eurih 30 0 0 0 0 1 1 1 1 1
Suka jadi 30 1 0 1 1 1 0 0 0 0
Suka mantri 25 0 0 1 0 1 0 0 0 1
15 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Gn Malang 30 1 0 1 0 1 1 0 0 0
Tapos 1 30 0 0 1 1 1 0 1 0 1
Cihideung Udik 30 0 0 1 0 1 1 0 0 1
Ciaruteun Ilir 20 0 0 0 0 1 0 1 0 0
20
30
30
25
25
30
25
1 0 0 1 0 25
1 1 1 1 0 30
1 1 1 1 1 25
1 1 0 1 0 30
1 1 0 1 0 30
1 1 1 1 0 25
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1 0 1 1 0 0
0 1 1 1 1 0
0 0 0 1 1 0
0 1 1 1 0 0
Cogreg
Gn bunder 30 1 0 1 1 1 1 1 0 1
Arga pura 30 0 1 1 1 1 1 0 0 1
Kiara Pandak 30 0 0 1 0 0 1 1 1 1
Pang radin 30 1 0 1 1 1 0 0 0 1
Curug
Koleang
Barengkok
25 0 0 1 0 1 0 1 0 0
Gn sari 30 1 0 1 1 1 1 0 0 1
20 0 0 1 1 0 0 0 0 0
25 0 0 1 1 0 0 0 0 1
20 0 0 1 1 0 0 0 0 0
20
20
30
30
30
10
30
20
25
25
1 1 0 1 0 25
1 0 0 1 0 15
1 1 0 0 0 20
1 1 1 1 0 30
1 1 1 1 1 30
1 1 1 1 0 25
0 0 0 0 0 20
1 1 1 1 0 30
0 1 1 0 0 20
0 1 1 1 0 30
0 1 1 1 0 30
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0 1 1 1 0 0
0 1 0 1 0 0
0 0 1 1 0 0
0 0 0 1 0 0
0 0 0 1 0 0
0 1 1 1 0 0
0 1 1 1 1 0
0 1 0 1 0 0
0 0 0 1 0 0
0 1 1 1 0 0
0 0 0 1 0 0
1 0 1 1 0 0
1 0 1 1 0 0
Cemplang
97
Lanjutan Tabel 12 4
5.
6
Kebersihan objek wisata tidak ada pengaruh dari: a. Industri b. Jalan ramai motor/mobil c. Pemukiman penduduk d. Sampah e. Binatang f. Corat-coret (vandalisme) g. Pencemar lainnya Kenyamanan : a. udara bersih dan sejuk b. Bebas dari bau yang mengganggu c. Bebas dari kebisingan d. Pelayanan terhadap pengunjung yang baik Keamanan : a.Tidak ada arus yang berbahaya b. Tidak ada pencurian c. Tidak ada perambahan dan penebangan liar d. Tidak ada kepercayaan yang mengganggu e. Tidak ada penyakit yang berbahaya seperti malaria f. Tidak ada tanah longsor Nilai Bobot 6 Skor
30
25
30
25
30
30
25
20
20
20
25
30
30
30
30
20
30
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 1
0 0
0 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 1
0 0
1 0 0 0
0 0 1 1
0 0 0 1
1 0 0 1
1 0 0 0
0 0 0 0
1 0 0 0
1 1 0 0
1 0 0 0
0 1 0 1
0 0 0 1
0 0 0 1
1 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 1
0 0 0 0
0 30 1 1
0 30 1 1
0 30 1 1
0 30 1 1
0 30 1 1
0 25 1 1
0 25 1 1
1 20 1 0
1 20 1 1
1 25 1 1
1 25 1 1
0 25 1 1
0 25 1 1
0 25 1 1
0 25 1 1
1 25 1 1
0 25 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 0
0 1
1 0
0 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
1 0
30 1
25 1
25 1
30 1
30 0
20 1
30 1
15 0
30 1
20 1
20 1
20 1
30 1
30 1
25 1
30 1
30 1
1 1
1 0
1 0
1 1
1 1
1 0
1 1
1 0
1 1
1 0
1 0
1 0
1 1
1 0
0 0
1 0
0 1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
165
170
165
155
175
160
160
110
135
155
160
160
145
175
140
155
160
990
1020
990
930
1050
960
960
660
810
930
960
960
870
1050
840
930
960
98
Tabel 13 No
1 2 3 4
Unsur/Sub unsur Kondisi Jalan Jarak dari pusat kota Tipe jalan Waktu tempuh dari pusat kota Nilai Bobot 5 Skor
Tabel 14 No
Hasil Penilaian Aspek Aksesibilitas Pasir Eurih 30 20 30 30
Suka jadi 25 20 30 30
Suka mantri 15 20 20 30
110
105
550
525
30 15 30 25
Gn Malang 25 20 30 25
Tapos 1 30 15 30 25
Cihideung Udik 30 25 30 30
Ciaruteun Ilir 20 15 25 25
85
100
100
100
115
425
500
500
500
575
Cogreg
Gn bunder 25 15 30 25
Arga pura 25 15 20 20
Kiara Pandak 15 15 20 20
Pang radin 15 15 15 15
Curug
Koleang
Barengkok
20 15 20 30
Gn sari 25 15 30 25
20 15 20 20
30 15 30 20
20 15 20 20
85
85
95
95
80
70
60
75
95
75
425
425
475
475
400
350
300
375
475
375
Gn bunder 30
Arga pura 15
Kiara Pandak 15
Pang radin 15
Curug
Koleang
Barengkok
15
15
15
Cemplang
Hasil Penilaian Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi
Unsur/Sub unsur
Pasir Eurih 30
Suka jadi 30
Suka mantri 30
15
Gn Malang 30
Tapos 1 20
Cihideung Udik 30
Ciaruteun Ilir 15
15
Gn sari 30
Cogreg
Cemplang
1
Tata ruang wilayah objek
2
Status lahan
15
30
30
30
30
30
15
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
3
Mata pencaharian penduduk
25
25
20
25
25
20
25
20
25
25
25
30
20
15
15
25
30
4
Pendidikan
30
20
20
20
30
20
30
25
15
15
15
25
20
25
15
30
20
Nilai Bobot 5 Skor
100
105
100
90
115
90
100
90
85
100
100
100
85
85
75
100
95
500
525
500
450
575
450
500
450
425
500
500
500
425
425
375
500
475
99
Tabel 15 No 1 2
Unsur/Sub unsur Jumlah kamar Jumlah akomodasi Nilai Bobot 3 Skor
Tabel 16 No 1
2
Hasil Penilaian Aspek Akomodasi Pasir Eurih
Suka jadi
Suka mantri
Cogreg
Gn Malang
Tapos 1
Cihideung Udik
Ciaruteun Ilir
Cemplang
Gn sari
15 30 45
15 30 45
10 30 40
10 30 40
15 30 45
15 10 25
15 30 45
15 30 45
10 30 40
30 30 60
135
135
120
120
135
75
135
135
120
180
Gn bunder
Arga pura
Kiara Pandak
30 30 60
10 30 40
15 30 45
180
120
Pang radin
Curug
Koleang
Barengkok
10 10 20
10 30 40
10 30 40
10 30 40
135
60
120
120
120
Hasil Penilaian Aspek Prasarana dan Sarana Penunjang (Radius 10 km dari objek)
Unsur/Sub unsur Prasarana a. Kantor pos b. Jaringan telepon c.Puskesmas /klinik d.Wartel/ faksimili e. Warnet f. Jaringan listrik g. Jaringan air minum h.Surat kabar Sarana penunjang a. Rumah makan/minum b.Pusat perbelanjaan/ pasar c.Bank/money changer d. Toko cindera mata e. Tempat peribadatan f. Toilet umum g.Transportasi umum Nilai Bobot 3 Skor
Pasir Eurih 30 1 1 1
Suka jadi 30 0 1 1
Suka mantri 30 0 1 1
1
1
0 1 0
30 1 1 1
Gn Malang 30 0 1 1
Tapos 1 25 0 0 1
Cihideung Udik 30 1 1 1
Ciaruteun Ilir 30 0 1 1
1
1
1
0
1
0 1 0
0 1 0
1 1 0
0 1 0
0 1 0
1 30 1
1 30 1
1 25 1
1 30 1
1 30 1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
Gn bunder 30 1 1 1
Arga pura 20 0 0 1
Kiara Pandak 20 0 0 1
Pang radin 20 0 0 1
Curug
Koleang
Barengkok
30 1 1 1
Gn sari 30 1 1 1
20 0 0 1
25 0 0 1
25 0 0 1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1 1 1
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
1 20 0
1 30 1
1 25 1
1 25 1
1 25 1
1 25 1
0 25 1
0 25 1
0 15 0
0 15 0
1 25 1
1 25 1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1 1
1 0
1 1
1 1
1 0
1 1
1 0
0 1
1 0
1 0
1 0
1 0
0 0
0 0
0 0
0 0
60
60
55
60
60
45
60
55
55
55
55
45
45
35
35
50
50
180
180
165
180
180
135
180
165
165
165
165
135
135
105
105
150
150
Cogreg
Cemplang
100
Objek wisata yang masuk klasifikasi sangat baik yaitu Curug Luhur di Desa Gunung Malang, Curug Nangka di Desa Sukajadi, Kampung Wisata Cinangneng di Desa Cihideung Udik dan Objek wisata Kampung Budaya Sindangbarang di Desa Pasir Eurih. Namun demikian, perlu ditingkatkan untuk unsur aksesibilitas yang berada di kisaran “sedang” seperti di Desa Gunung Malang. Beberapa objek yang masuk klasifikasi baik juga perlu ditingkatkan aksesibilitas berupa jalan menuju lokasi, karena sebagian besar jalan menuju lokasi wisata seperti di Desa Sukamantri, Desa Argapura dan Desa Barengkok rusak parah. Selain aksesibilitas, akomodasi juga menjadi permasalahan dalam pengembangan objek wisata di Zona Wisata Bogor Barat. Komponen daya tarik unggulan di desa dengan klasifikasi sangat baik dapat berupa keindahan alam, peninggalan sejarah dan kebudayaan masyarakat pedesaan (Tabel 17). Semua daya tarik tersebut perlu dikemas menjadi atraksi yang menarik dan dirancang sebaik mungkin, karena atraksi wisata adalah terminal dari suatu mobilitas spasial suatu perjalanan sehingga harus memenuhi semua aspek dalam mobilitas spasial yaitu akomodasi, transportasi, promosi serta pemasaran (Soekadijo 1996). Selain itu Soekadijo (1996) menjelaskan bahwa dalam kepariwisataan, diharapkan keadaan di tempat atraksi harus dapat menahan wisatawan cukup lama yang semuanya harus didukung sistem kepariwisataan (tourism system). Dalam ekowisata tidak hanya mendatangkan wisatawan tetapi juga menahan wisatawan dengan asumsi akan semakin besar keuntungan yang diharapkan dengan kehadiran wisatawan yang juga dapat memberikan kontribusi bagi pelestarian kualitas lingkungan kawasan. Soekadijo (1996) menyebutkan upaya yang dapat dilakukan untuk menahan wisatawan lebih lama di lokasi wisata dengan menambah faktor manusia misalnya guide atau pramuwisata yang dapat menjalankan tugas dengan baik didukung perilaku keramah tamahannya. Selain itu tempat-tempat penjualan cenderamata yang dapat merupakan objek tambahan bagi wisatawan akan dapat menahan beberapa lama dan atraksi dari perspektif sosial budaya, wisatawan dapat diberi kesempatan untuk menghayati atau mencoba melakukan pekerjaan yang objeknya wisatawan saksikan langsung misalnya mengikuti tari tradisional, menikmati
101
hidangan khas atau member kesempatan mengenakan pakaian tradisional setempat. Tabel 17 No 1.
Rekapitulasi Dokumentasi Objek wisata Nama Objek dan Posisi Geografis Curug Luhur Desa Gunung Malang
Dokumentasi 1
Dokumentasi 2
06⁰ 40' 12.9" LS 106⁰ 42' 32.1" BT
Di titik ini terdapat pemandangan berupa curug dan pemandangan yang masih alami didukung dengan aksesibilitas yang cukup baik 2.
Curug Nangka Desa Sukajadi 06⁰ 39' 13.8" LS 106⁰ 44' 28.9" BT
Pemandangan curug yang masih alami dengan fasilitas Camping ground menjadi objek dengan klasifikasi sangat baik dan didukung aksesibilitas dalam kawasan yang baik dengan deretan pohon pinus (Pinus merkusii) 3.
Kampung Wisata Cinangneng Desa Cihideung Udik 06⁰ 33' 57.2" LS 106⁰ 42' 40.9" BT
Nuansa khas pedesaan menjadi daya tarik di lokasi ini, selain itu pengunjung dapat mencoba bertani secara tradisional dan melakukan tour kampung yang dekat dengan objek wisata
102
4.
Kampung Budaya Sindangbarang Desa Pasir Eurih 06⁰ 37' 49.4" LS 106 ⁰ 45' 42.5" BT
Pada lokasi ini rumah dengan arsitektur khas Sunda menjadi daya tarik didukung pemandangan indah berupa pegunungan dan pesawahan 5.
Desa Pasir Eurih Kesenian tradisional dan peninggalan sejarah
Angklung Gubrak yang menjadi salah satu atraksi pada helaran Seren Taun merupakan daya tarik di Kampung Budaya Sindangbarang, selain itu peninggalan sejarah ditemukan tersebar di Desa Pasir Eurih
Penilaian selanjutnya dilakukan dengan analisis spasial menggunakan model builder. Hasil penilaian diklasifikasikan dari sangat baik sampai sangat buruk, dan selanjutnya dibuat kelas 1-5 (Tabel 18). Peta desa berdasarkan penilaian ODTW disajikan pada Gambar 29.
103
Tabel 18 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Berdasarkan Sebaran Spasial Nama Desa Gunung Malang Sukajadi Pasir Eurih Cihideung Udik Gunung Bunder Gunung Sari Sukamantri Cogreg Koleang Tapos I Argapura Barengkok Cemplang Pangradin Kiarapandak Ciaruteun Ilir Curug
Skor 2440 2385 2355 2350 2280 2250 2200 2180 2175 2120 2115 2080 1945 1940 1915 1835 1815
Klasifikasi Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Keterangan : Kategori penilaian ODTW Kategori Derajat Sangat Baik
Interval 2.640-2.328
Baik
2.327-2.016
Sedang
2.015-1.704
Buruk
1.703-1.392
Sangat Buruk
1.391-1.080
Kelas 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3
104
Gambar 29 Peta kelas penilaian potensi ODTW
105
4.2.2
Penilaian Kesiapan Ecotourism)
Pengembangan
CBE
(Community
Based
Community Based Ecotourism merupakan konsep pengembangan ekowisata dengan melibatkan dan menempatkan masyarakat lokal yang mempunyai kendali penuh dalam manajemen dan pengembangannya sehingga memberikan kontribusi terhadap masyarakat berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan keberlanjutan kebudayaan lokal. Penilaian kesiapan pengembangan CBE ini terbagi dalam empat aspek penilaian yaitu aspek sosial ekonomi (sosek) pada Tabel 21, aspek sosial budaya (sosbud) pada Tabel 22 , aspek lingkungan (Lingk) pada Tabel 23 dan aspek pengelolaan (PGL) pada Tabel 24. Penilaian CBE menunjukkan hasil ditemukannya satu desa dengan klasifikasi sangat baik yaitu Desa Pasir Eurih. Desa yang masuk klasifikasi baik untuk penilaian kesiapan pengembangan CBE sebanyak delapan desa, selain itu dua desa masuk kategori sedang, lima desa masuk kategori buruk dan satu desa masuk kategori penilaian sangat buruk. Lebih lengkap hasil pembobotan untuk penilaian kesiapan pengembangan CBE terlihat pada Tabel 19. Tabel 19 No
Hasil Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE Desa
1
Pasir Eurih
2
Sukajadi
3
Sukamantri
4
Cogreg
5
Gunung Malang
6
Tapos I
7
Cihideung Udik
Kriteria Bobot
Sosek 6
Sosbud 6
Lingk 6
PGL 6
Nilai Total
Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot
120 720 120 720 120 720 120 720 120 720 90 540
55 330 30 180 30 180 35 210 35 210 30 180
50 300 45 270 45 270 45 270 50 300 40 240
85 510 85 510 80 480 94 564 90 540 70 420
310 1860 280 1680 275 1650 294 1764 295 1770 230 1380
Nilai dasar Nilai bobot
120 720
35 210
50 300
80 480
285 1710
106
Lanjutan Tabel 19 No
Desa
8
Ciaruteun Ilir
9
Cemplang
10
Gunung Sari
11
Gunung Bunder
12
Argapura
13
Kiarapandak
14
Pangradin
15
Curug
16
Koleang
17
Barengkok
Kriteria
Sosek
Sosbud
Lingk
PGL
Nilai Total
Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot
100 600 80 480 120 720 120 720
30 180 30 180 40 240 40 240
45 270 30 180 45 270 45 270
70 420 65 390 85 510 80 480
245 1470 205 1230 290 1740 285 1710
Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar
70 420 120 720 90 540 80
35 210 55 330 30 180 30
35 210 50 300 35 210 40
70 420 75 450 65 390 75
210 1260 300 1800 220 1320 225
Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot
480 100 600 70 420
180 30 180 30 180
240 40 240 30 180
450 70 420 70 420
1350 240 1440 200 1200
120 720
55 330
50 300
94 564
319 1914
Nilai Dasar Terbaik Nilai Bobot Terbaik
Keterangan : Sangat baik baik sedang buruk sangat buruk
Objek yang termasuk klasifikasi baik perlu dilakukan pengembangan aspek sosial budaya yang mencakup kriteria pelestarian, apresiasi dan pengaturan. Desa dengan klasifikasi baik banyak yang tidak memiliki kesenian tradisional yang khas. Selain itu dengan adanya modernisasi, kesenian khas Sunda ada yang sudah tidak dipertunjukkan, selain itu banyak desa di Zona Wisata Bogor Barat yang tidak memiliki norma-norma yang dipatuhi masyarakat desa terutama aturan yang
107
ditetapkan lembaga adat. Jenis kesenian dan organisasi seni di Zona Wisata Bogor Barat yang masih dilestarikan di beberapa desa dan termasuk bagian dalam penilaian CBE disajikan dalam Lampiran 5. Selain aspek sosial budaya yang masih banyak pada interval sangat buruk, aspek lingkungan di beberapa desa memiliki penilaian sangat buruk. Hal ini memerlukan peningkatan kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan di masyarakat yang dapat dilakukan melalui penyuluhan atau pelatihan. Secara spasial penilaian CBE terlihat pada Gambar 30. Hasil penilaian kesiapan pengembangan CBE dibuat kelas nilai 1-5, seperti terlihat pada Tabel 20. Tabel 20 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE Berdasarkan Analisis Spasial
Nama Desa Pasir Eurih Kiarapandak Gunung Malang Cogreg Gunung Sari Cihideung Udik Gunung Bunder Sukajadi Sukamantri Ciaruteun Ilir Koleang Curug Tapos I Pangradin Argapura Cemplang Barengkok
Skor 1860 1800 1770 1764 1740 1710 1710 1680 1650 1470 1440 1350 1320 1320 1260 1230 1200
Klasifikasi Sangat baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Sedang Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Sangat buruk
Keterangan : Kategori penilaian Kesiapan Pengembangan CBE Kategori Derajat Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk
Interval 2.040-1.836 1.835-1.632 1.631-1.428 1.427-1.224 1.223-1.020
Kelas 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 1
108
Tabel 21 No
Hasil Penilaian Aspek Sosial Ekonomi
Unsur/Sub unsur Pasar
1
2
3
4
5
6
1. Peningkatan jumlah kunjungan 2. Pertumbuhan jumlah pelaku usaha Ekonomi Kerakyatan Tumbuhnya pelaku usaha ekonomi mikro Penggunaan Sumber Daya Setempat 1. Peningkatan sarana/ prasarana 2. Meningkatnya permintaan sumber daya lokal Unit Selling Point (USP) Kunjungan berkesinambungan Partisipasi Masyarakat Dalam Investasi 1. Setiap sumber daya lokal dapat menjadi nilai pokok 2. Meningkatnya alur distribusi lokal Pembagian Keuntungan Kontribusi keuntungan semua pihak Nilai
Pasir Suka Eurih jadi 20 20
Suka mantri 20
Cogreg 20
Tapos Gn 1 Malang 20 20
Cihideung Udik 20
Ciaruteun Cemplang Ilir 20 20
Gn sari 20
Gn bunder 20
Arga pura 10
Kiara Pangradin Pandak 20 20
Curug
Koleang
Barengkok
10
20
10
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
20
20
20
20
20
20
20
10
10
20
20
10
20
10
10
20
10
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
10
20
20
10
20
10
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
20
20
20
20
20
10
20
20
10
20
20
20
20
20
20
20
20
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
20
20
20
20
20
10
20
10
10
20
20
10
20
10
10
10
10
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
20
20
20
20
20
10
20
20
10
20
20
10
20
10
20
10
10
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
120
120
120
120
120
90
120
100
80
120
120
70
120
90
80
100
70
720
720
720
720
720
540
720
600
480
720
720
420
720
540
480
600
420
Bobot 6 Skor
109
Tabel 22 No
Hasil Penilaian Aspek Sosial Budaya
Unsur/Sub unsur
1
Pelestarian
2
1. Adanya norma dan nilai-nilai budaya setempat yang masih berlaku dan dipegang teguh serta mengikat di dalam masyarakat 2. Adanya upacara-upacara adat yang masih diselenggarakan Apresiasi
3
1. Jumlah/jenis upacara adat 2. Jumlah grup kesenian tradisional/modern 3. Interaksi seni budaya Pengaturan Masih adanya kelembagaan adat Nilai
Pasir Eurih
Suka jadi
Suka mantri
Cogreg
Gn Malang
Tapos 1
Cihideung Udik
Ciaruteun Ilir
Cemplang
Gn sari
Gn bunder
Arga pura
Kiara Pandak
Pangradin
Curug
Koleang
Barengkok
20
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
20
10
10
10
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
10
20
10
10
15
15
15
10
10
20
20
15
20
10
10
10
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
10
15
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
15
10
10
10
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
55
30
30
35
35
20
35
30
30
40
40
35
55
30
30
30
30
330
180
180
210
210
120
210
180
180
240
240
210
330
180
180
180
180
Bobot 6 Skor
110
Tabel 23 No 1
Unsur/Sub unsur Pengelolaan 1. Adanya sanksi lingkungan 2. Masih adanya kegiatan kerja bakti/gotong royong 3. Tertata, bersih, nyaman, dan asri
2
Konservasi 1. Lingkungan lestari 2. Seni budaya masih eksis 3. Masyarakat masih mendapatkan nilai ekonomi dari lingkungan.
3
Hasil Penilaian Aspek Lingkungan
Sadar Lingkungan 1. Meningkatnya perhatian dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan 2. Adanya pendidikan tentang lingkungan pada sektor formal dan informal Nilai
Pasir Eurih
Suka jadi
Suka mantri
Cogreg
Gn Malang
Tapos 1
Cihideung Udik
Ciaruteun Ilir
Cemplang
Gn sari
Gn bunder
Arga pura
Kiara Pandak
Pangradin
Curug
Koleang
Barengkok
15 0
15 0
15 0
15 0
15 0
10 0
15 0
15 0
10 0
15 0
15 0
10 0
15 0
10 0
10 0
15 0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
20 1
15 1
15 1
15 0
20 1
15 1
20 1
15 1
10 0
15 0
15 0
15 0
20 1
15 1
15 1
15 0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
15
15
15
15
15
15
15
15
15
10
15
15
10
15
10
15
10
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
50
45
45
45
50
40
50
45
30
45
45
35
50
35
40
40
30
300
270
270
270
300
240
300
270
180
270
270
210
300
210
240
240
180
Bobot : 6 Skor
111
Tabel 24 No 1
Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan
Unsur/Sub unsur Institusi di masyarakat lokal 1. Adanya peran aktif dari institusi atau kelompok masyarakat 2. Keterlibatan pemangku kepentingan/ stakeholders
2
Transparansi 1. Meningkatnya jumlah masyarakat yang memperoleh manfaat 2. Tersedianya mekanisme pendistribusian keuntungan 3. Tidak ada masyarakat yang menyampaikan keluhan
3
Peningkatan kapasitas 1. Pengetahuan dan ketrampilan kelompok masyarakat meningkat 2. Semua guide terlatih dan memperoleh lisensi (box, terdapat pelatihan setidaknya sekali setahun) 3. Kesadaran kelompok masyarakat tentang konsevasi sumber daya alam meningkat 4. Terbentuknya monitoring unit ditingkat masyarakat 5. Jumlah pelatihan (konservasi, skill & pengetahuan sebagai pemandu) 6. Kepuasan customer meningkat
4
Regulasi 1. Kesepakatan pengelolaan yang legalitas hukumnya diakui masyarakat dan pemerintah desa 2. Adanya Nota kerjasama atau management agreement dengan pemilik kawasan 3. Adanya code of conduct
5
Isu keberlanjutan 1. Tersedianya Produk-produk yang ramah lingkungan 2. Self-finance (mandiri) Nilai
Pasir Eurih
Suka jadi
Suka mantri
Cogreg
Gn Malang
15 1
15 1
15 1
15 1
15 1
15 0
15 1
15 0
15 0
1
1
1
1
1
1
1
1
20 1
15 1
15 1
15 1
20 1
15 1
15 1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
20 1
20 1
20 1
20 1
0
1
1
1
1
1
Tapos Cihideung Ciaruteun Cemplang 1 Udik Ilir
Gn sari
Gn bunder
Arga pura
Kiara Pangradin Curug Pandak
15 1
15 1
15 0
15 1
15 0
15 0
15 0
15 0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
15 1
10 0
15 1
15 1
15 1
15 1
15 1
15 1
15 1
15 1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
20 1
15 0
20 1
15 0
15 0
20 1
20 1
15 0
15 0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1 15 1
1 20 1
1 20 1
1 29 1
1 20 1
1 15 1
1 15 1
0 15 1
0
1
1
1
1
0
0
1 15
1 15
1 10
1 15
1 15
1 10
1
1
0
0
1
0
10
20
Koleang Barengkok
15
15
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1 15 1
1 20 1
1 20 1
0 15 1
1 15 1
0 15 0
1 15 1
0 15 0
0 15 1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1 15
1 10
1 10
1 15
1 10
1 10
1 15
1 10
1 10
1 10
1 10
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
85
85
80
94
90
70
80
70
65
85
80
70
75
65
75
70
70
510
510
480
564
540
420
480
420
390
510
480
420
450
390
450
420
420
Bobot 6 Skor
112
Gambar 30 Peta kelas penilaian kesiapan pengembangan CBE
113
4.2.3. Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Dalam pengembangan CBE, masyarakat sebagai salah satu stakeholder penting yang perlu diketahui penilaian dalam pengembangan ekowisata. Penilaian berdasarkan kuesioner ini dibagi menjadi tiga penilaian yaitu karakteristik masyarakat di 17 desa (KKr) pada Tabel 27, persepsi mengenai pengembangan ekowisata (Persepsi) pada Tabel 28, serta
tingkat partisipasi dan keinginan
masyarakat (PTSP) pada Tabel 29. Berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada 30 responden di 17 desa menunjukkan hasil ditemukannya satu desa masuk klasifikasi sangat baik. Desa yang masuk klasifikasi sangat baik adalah Desa Pasir Eurih. Sedangkan sepuluh desa masuk dalam kategori baik dan enam desa masuk klasifikasi sedang. Hasil penilaian total untuk kesiapan masyarakat terlihat pada Tabel 25. Tabel 25
Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata
No
Desa
1
Pasir Eurih
2
Sukajadi
3
Sukamantri
4
Cogreg
5
Gunung Malang
6
Tapos I
7
Cihideung Udik
8
Ciaruteun Ilir
9
Cemplang
10
Gunung Sari
11
Gunung Bunder
12
Argapura
13
Kiarapandak
Kriteria Bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot
KKr 5 105 525 100 500 90 450 100 500 105 525 90 450 105 525 95 475 95 475 100 500 90 450 105 525 90 450
Persepsi 6 120 720 105 630 95 570 95 570 115 690 105 630 115 690 105 630 115 690 115 690 115 690 110 660 105 630
PTSP 6 115 690 115 690 110 660 105 630 115 690 105 630 115 690 105 630 90 540 105 630 105 630 105 630 100 600
Nilai Total 340 1935 320 1820 295 1680 300 1700 335 1905 300 1710 335 1905 305 1735 300 1705 320 1820 310 1770 320 1815 295 1680
114
Lanjutan Tabel 25 No
Desa
14
Pangradin
15
Curug
16
Koleang
17
Barengkok
Kriteria Bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot Nilai dasar Nilai bobot
Nilai Dasar Terbaik Nilai Bobot Terbaik
KKr 5 90 450 80 400 105 525 100 500 105 525
Persepsi 6 100 600 100 600 110 660 105 630 120 720
PTSP 6 105 630 105 630 105 630 110 660 115 690
Nilai Total 295 1680 285 1630 320 1815 315 1790 340 1935
Keterangan: Sangat baik baik sedang buruk sangat buruk
Tingkat partisipasi masyarakat sekitar objek wisata di beberapa desa termasuk klasifikasi baik, seperti di Desa Sukajadi, Gunung Malang, Tapos I, Cihideung Udik, Ciaruteun Ilir, Gunung Sari, Gunung Bunder, Argapura, Koleang dan Desa Barengkok. Namun, bentuk partisipasi masyarakat masih pada tataran pelaksana dalam pengembnagan kegiatan wisata, belum dimulai dari tingkat perencanaan. Berbeda dengan Desa Pasir Eurih dengan objek wisata utama yaitu Kampung Budaya Sindangbarang, pengelola yang merupakan warga asli berupaya dalam pengelolaan kegiatan wisata melibatkan masyarakat mulai dari tahapan perencanaan, misalnya melalui musyawarah dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat yang dinilai dapat memberikan masukan dalam pengembangan wisata di desa tersebut. Selain itu kendala dalam pengembangan wisata di Zona Wisata Bogor Barat yaitu masih rendahnya pemahaman tentang ekowisata karena tingkat pendidikan rata-rata masyarakat tidak tamat SD atau hanya tamatan SD yang ditemukan di beberapa desa yang berdekatan dengan objek wisata. Penilaian selanjutnya dilakukan analisis spasial seperti terlihat dalam Gambar 34. Hasil
115
penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata dibuat kelas nilai 1-5, seperti terlihat pada Tabel 26. Tabel 26 Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Berdasarkan Analisis Spasial No
Nama Desa
Skor
Klasifikasi
Kelas Nilai
1.
Pasir Eurih
1935
Sangat baik
5
2.
Cihideung Udik
1905
Baik
4
3.
Gunung Malang
1905
Baik
4
4.
Sukajadi
1820
Baik
4
5.
Gunung Sari
1820
Baik
4
6.
Argapura
1815
Baik
4
7.
Koleang
1815
Baik
4
8.
Barengkok
1790
Baik
4
9.
Gunung Bunder
1770
Baik
4
10.
Ciaruteun Ilir
1735
Baik
4
11.
Tapos I
1710
Baik
4
12.
Cemplang
1705
Sedang
3
13.
Cogreg
1700
Sedang
3
14.
Sukamantri
1680
Sedang
3
15.
Kiarapandak
1680
Sedang
3
16.
Pangradin
1680
Sedang
3
17.
Curug
1630
Sedang
3
Keterangan : Kategori penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata Kategori Derajat
Interval
Sangat baik
2.040-1.910
Baik
1.909-1.710
Sedang
1.709-1.510
Buruk
1.509-1.310
Sangat buruk
1.309-1.110
116
Tabel 27 No 1 2 3 4
Unsur/Sub unsur Pendidikan Mata pencaharian penduduk Pendapatan Status kependudukan Nilai Bobot 5 Skor
Tabel 28 No
1
2
Hasil Penilaian Karakteristik Masyarakat Pasir Eurih 30
Suka jadi 20
Suka mantri 20
25
25
20 30
20
Gn Malang 30
Tapos 1 20
Cihideung Udik 30
Ciaruteun Ilir 25
20
25
25
20
25
25
20
25
20
20
30
30
30
30
30
105
100
90
100
105
525
500
450
500
525
15
Gn sari 15
Gn bunder 15
Arga pura 25
Kiara Pandak 20
Pang radin 25
20
25
25
25
30
20
20
20
25
30
20
20
30
30
30
30
30
30
90
105
95
95
100
90
450
525
475
475
500
450
Cemplang
Curug
Koleang
Barengkok
15
30
20
15
15
25
30
20
20
20
25
30
30
30
30
30
30
105
90
90
80
105
100
525
450
450
400
525
500
Hasil Penilaian Persepsi mengenai pengembangan ekowisata
Unsur/Sub unsur Objek yang perlu dilestarikan a. Keindahan alam b.Keanekaragaman hayati (flora dan fauna) c. Peninggalan sejarah d. Kebudayaan lokal e. lainnya Pendapat pengembangan wisata ODTW dengan aspek kelestarian Kegiatan menjamin kelestarian kawasan
3
Cogreg
a. Adanya pemba-tasan jumlah pengunjung b. Kegiatan wisata yang bersifat merusak dihin-darkan c. Melibatkan masyarkat dalam pengelolaan wisata d.Adanya dukung-an pemerintah se-bagai fasilitator
Pasir Eurih 30 1
Suka jadi 25 1
Suka mantri 20 1
1
1
1 1 0
0 1 0
30
15 1
Gn Malang 25 1
Tapos I 30 1
Cihideung Udik 25 1
Ciaruteun Ilir 20 1
1
0
1
1
1
0 0 0
0 0 0
0 1 0
1 1 0
0 1 0
25
25
30
30
25
30
25
25
25
30
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
25 1
Gn sari 30 1
Gn bunder 30 1
Arga pura 25 1
Kiara Pandak 25 1
Pang radin 25 1
0
1
1
1
1
0
1 0 0
1 0 0
1 1 0
1 1 0
0 1 0
1 1 0
30
30
30
30
30
30
25
30
25
30
25
25
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Cogreg
Cemplang
Curug
Koleang
Barengkok
20 1
25 1
25 1
1
1
1
1
0 1 0
0 0 0
0 1 0
0 1 0
25
25
25
30
30
25
25
20
25
25
25
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
117
4
e. Lainnya Bentuk pelayanan dan fasilitas menjamin kelestarian kawasan/objek a.Bangunan dengan bahan yang alami seperti kayu b.Bangunan permanen dengan jumlah yang tidak terlalu banyak yang akan merusak keaslian kawasan objek wisata c.Adanya inter-preter (pemandu) yang dapat memberikan penjelasan mengenai kondisi kawasan objek wisata d.Adanya homestay (penginapan) dan makanan tradisi-onal yang dapat memberikan nuansa alami pada pengunjung e. lainnya Nilai Bobot 6 Skor
Tabel 29
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
30
30
25
25
30
25
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
25
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0 120
0 105
0 95
0 95
0 115
0 105
0 115
0 105
0 115
1 115
0 115
1 110
0 105
0 100
0 100
1 110
0 105
720
630
570
570
690
630
690
630
690
690
690
660
630
600
600
660
630
Hasil Penilaian Partisipasi dan Keinginan masyarakat
1
Unsur/Sub unsur Partisipasi masyarakat
2
Persepsi masyarakat
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
25
3
Keinginan masyarakat
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30 115
30 115
30 105
30 105
30 115
30 105
30 115
30 105
15 90
30 105
30 105
30 105
15 100
30 105
30 105
30 105
30 110
690
690
630
630
690
630
690
630
540
630
630
630
600
630
630
630
660
No
4
Dampak Nilai Bobot 6 Skor
Pasir Eurih
Suka jadi
Suka mantri
Cogreg
Gn Malang
Tapos 1
Cihideung Udik
Ciaruteun Ilir
Cemplang
Gn sari
Gn bunder
Arga pura
Kiara Pandak
Pang radin
Curug
Koleang
Barengkok
30
30
20
20
30
20
30
20
20
20
20
20
30
20
20
20
25
118
119
Gambar 31 Peta kelas penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata
120
4.2.4. Penilaian Berdasarkan Penilaian ODTW, Kesiapan Pengembangan CBE dan Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Analisis spasial lanjutan dilakukan dengan meng-overlay (tumpang susun) semua penilaian baik ODTW, kesiapan pengembangan CBE dan penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Hasil overlay dengan model builder menunjukkan empat desa masuk dalam kategori sangat baik untuk dikembangkan ekowisata berbasis masyarakat. Sedangkan sembilan desa masuk klasifikasi baik dan empat desa masuk klasifikasi sedang. Empat desa dengan kategori sangat baik adalah Desa Pasir Eurih, Desa Sukajadi,
Desa Gunung
Malang dan Desa Cihideung Udik. Desa Pasir Eurih dan Desa Sukajadi termasuk Kecamatan Tamansari, Desa Gunung Malang termasuk Kecamatan Tenjolaya dan Desa Cihideung Udik termasuk Kecamatan Ciampea. Objek dan daya tarik wisata (ODTW) dengan nilai kesiapan pengembangan CBE baik diantaranya terdapat di desa Pasir Eurih dengan objek utama yaitu Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Sukajadi dengan objek wisata Curug Nangka, Desa Gunung Malang dengan objek Curug Luhur, Desa Cihideung Udik dengan objek wisata Kampung Wisata Cinangneng. Hasil overlay disajikan dalam Gambar 32. Desa Pasir Eurih dengan objek wisata Kampung Budaya Sindangbarang masuk dalam penilaian sangat baik karena masyarakat sekitar ikut berperan serta mengelola kampung budaya, selain itu ada masyarakat yang ikut berperan langsung di Kampung Budaya Sindangbarang sebagai karyawan atau disebut kokolot (sesepuh), dan ada pula yang menjadi pemandu serta pengelola berupaya melibatkan masyarakat sekitar mulai dari tahapan perencanaan kegiatan wisata. Kampung Budaya Sindangbarang memiliki daya tarik alam dan budaya serta didukung penilaian kesiapan pengembangan CBE yang tinggi. Desa Sukajadi dengan objek wisata Curug Nangka memiliki keindahan alam dan masyarakat banyak dilibatkan dan menjadikan objek wisata sebagai sumber nafkah seperti menjadi pemandu, penjual souvenir, tukang ojek dan pemilik warung.
121
Gambar 32 Peta overlay kelas penilaian ODTW, kesiapan pengembangan CBE dan penilaian kesiapan masyarakat
122
Desa Gunung Malang dengan objek wisata utama yaitu Curug Luhur. Objek wisata Curug Luhur berada di bawah pengelolaan PT Curug Luhur Indah Paradise. Bentuk partisipasi masyarakat terhadap keberadaan objek wisata Curug Luhur berupa partisipasi secara langsung, masyarakat ikut terlibat dalam pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata Curug Luhur, sebagai berikut: a.
Penduduk sekitar menyediakan rumahnya sebagai tempat penginapan para pengunjung yang ingin bermalam di Curug Luhur.
b.
Penyediaan lahan parkir kendaraan beroda empat di Kantor Kepala Desa.
c.
Masyarakat ikut berpartisipasi dalam penjualan berbagai cinderamata, usaha makanan dan minuman bagi para pengunjung, penjaga parkir dan sebagai pemandu jalan menuju Curug Luhur. Pengelola Curug Luhur berasal dari Austria yang mengaplikasikan sistem
ketenagakerjaan yang bersumber dari masyarakat sekitar. Pengelola melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam mengembangkan objek wisata Curug Luhur. Pengelola wisata Curug Luhur memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak mempunyai modal untuk membuka usaha di sekitar kawasan dengan memberikan uang Rp.75.000,00 sebagai modal dan bagi masyarakat yang sudah mempunyai modal diberikan tempat berjualan dengan uang sewa Rp.17.000,00/hari. Contoh lain dari upaya pengelola objek wisata Curug Luhur dalam melibatkan masyarakat untuk mengembangkan kawasan adalah sebagai berikut: 1.
Pelibatan masyarakat lokal sebagai pemandu freelance dengan upah Rp 20.000,00/hari untuk penduduk tamatan minimal SMP dan Rp 30.000,00/hari untuk lulusan minimal SMA terutama saat peak season (kunjungan puncak), dimana pengunjung yang datang melebihi hari biasa.
2.
Pemberian modal usaha untuk membuka kios atau café di dalam kawasan Curug Luhur bagi penduduk yang ingin berusaha di kawasan tersebut.
3.
Perbaikan akses jalan ke kawasan Curug Luhur dan akses ke desa penduduk.
4.
Pembangunan saluran irigasi bagi sawah penduduk.
5.
Pembuatan penegak longsor pada kaki-kaki bukit di sekitar Curug Luhur.
123
6.
Penyuluhan masyarakat tentang kebersihan dan kesehatan bagi penduduk di sekitar kawasan yang diselenggarakan pengelola. Desa Cihideung Udik juga termasuk desa dengan nilai kesiapan pengembangan
CBE tinggi. Objek wisata yang terdapat di desa tersebut yaitu Kampung Wisata Cinangneng. Dalam pengelolaannya, pengelola berusaha melibatkan masyarakat sebagai tenaga kerja baik tetap maupun lepas (freelance). Dalam kegiatan usahanya, Kampung Wisata Cinangneng memiliki tenaga kerja sekitar 30 orang dimana 90 persen orang-orang yang dipekerjakan berasal dari masyarakat. Masyarakat juga dilibatkan dalam kegiatan “tour kampung” seperti kunjungan ke home industry dan menyediakan tempat untuk penjualan kerajinan tangan hasil masyarakat di souvenir shop. Upaya pengembangan CBE di Zona Wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor diawali dari hasil Focus Group Discussion (FGD) dalam Pelatihan Pengembangan Desa Wisata Kecamatan Tamansari 3-6 Agustus 2009 dengan membentuk Forum Desa Wisata Kabupaten Bogor. Selain itu empat desa ditetapkan untuk pengembangan Desa Wisata yaitu Desa Pasir Eurih, Desa Sukajadi dan Desa Tamansari yang termasuk Kecamatan Tamansari, selain itu Desa Tapos I di Kecamatan Tenjolaya. Penetapan tiga desa di Kecamatan Tamansari sebagai desa inisiasi pengembangan desa wisata karena kedekatan secara administrasi, selain itu di ketiga desa tersebut terdapat potensi wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan dengan dukungan dari masyarakat. Kampung Budaya Sindangbarang sebagai objek wisata utama di Desa Pasir Eurih dan objek wisata alam Curug Nangka terdapat di Desa Sukajadi. Sedangkan di Desa Tamansari banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan dan telah dikelola masyarakat seperti budidaya pertanian berupa budidaya tanaman hias, budidaya pohpohan serta budidaya ulat sutera dan penghasil pupuk organik yang dikelola kelompok tani yang tergabung dalam GAPOKTAN. Desa Tamansari juga memiliki potensi budaya berupa seni tradisional khas Sunda yaitu Bebesanan dan Adu Janten.
124
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor juga berencana menjadikan Kecamatan Tamansari menjadi lokasi wisata terpadu karena di kecamatan ini terdapat beberapa objek wisata yang menarik lainnya yang saling berdekatan diantaranya Bumi Perkemahan (Buper) Sukamatri, rumah sutera, Setu Tamansari, Vihara terbesar di Jawa Barat Vihara Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Dyan Wisata dan Pura Jagad Kartha. Selain itu didukung akomodasi dan cenderamata yang khas berupa tanaman hias dan kerajinan home industri sepatu sandal (Disbudpar, 2009). Penentuan Desa Tapos I sebagai salah satu desa yang akan dikembangkan desa wisata sebagai tindak lanjut hasil kajian berupa penyusunan pola pembinaan dan pengembangan Wisata Pedesaan di Desa Tapos I, Kecamatan Tenjolaya Tahun 2007 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor. Hasil kajian disusun pengembangan zona inti dan pengembangan zona pendukung dalam rangka pemberdayaan masyarakat di Desa Tapos I. Objek wisata utama di Desa Tapos I berupa peninggalan sejarah Situs Megalitikum Arca Domas, selain itu Desa Tapos I termasuk sentra penghasil sayuran dan menawarkan kehidupan pedesaan seperti bertani dengan alat tradisional, kerajinan masyarakat seperti anyaman, penghasil tauge dan tanaman kumis kucing serta Cingcau (Disbudpar, 2007b). Hasil penelitian juga menunjukkan Desa Tapos I termasuk klasifikasi baik dalam penilaian ODTW, dan kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Sedangkan penilaian kesiapan pengembangan CBE masuk klasifikasi buruk, karena di lapangan masih ditemukan masyarakat yang apatis terhadap pengembangan wisata yang ada disekitarnya seperti keberadaan pengembangan objek Situs Megalitikum. Masyarakat dekat situs masih banyak yang belum peduli atau memiliki sense of tourism yang rendah serta tidak tertarik untuk turut mengembangkan modal budaya setempat untuk mendukung wisata dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
125
4.3. Analisis SWOT Penentuan strategi pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat dilakukan dengan analisis SWOT (strength, weakness, opportunity dan threat). Unit analisis yang digunakan adalah desa yang berada di Zona Wisata Bogor Barat. Strategi yang dihasilkan merupakan gambaran strategi untuk semua desa yang ada di Zona Wisata Bogor Barat yaitu berdasarkan hasil overlay penilaian ODTW, kesiapan pengembangan CBE dan penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Strategi dibuat dengan membagi zona wisata Bogor Barat dalam tiga cluster yaitu desa dengan penilaian sangat baik, cluster desa penilaian baik dan cluster desa penilaian sedang. Dengan demikian, kondisi dari dalam desa yang bersifat negatif (kelemahan) dipandang sebagai faktor internal, sedangkan faktor-faktor dari luar desa yang merupakan peluang dan ancaman disebut sebagai faktor eksternal. Selanjutnya dilakukan pemilihan faktor internal dan eksternal sebagai berikut : 4.3.1. Faktor Internal dan eksternal (IFAS dan EFAS) Pemilihan faktor-faktor strategis internal atau IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dilakukan berdasarkan kekuatan dan kelemahan. Kekuatan yang dimiliki cluster desa-desa di Zona Wisata Bogor Barat baik desa yang masuk klasifikasi sangat baik, baik dan sedang seperti disajikan pada Tabel 30.
126
Tabel 30
Kekuatan Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang
Faktor-faktor Strategi Internal Kekuatan Cluster Desa Kategori Sangat Baik a) Adanya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan ekowisata b) Persepsi masyarakat positif mengenai wisata berkelanjutan/lestari c) Adanya budaya khas dan beberapa peninggalan sejarah d) Daya tarik objek di desa banyak yang masih alami e) Keterbukaan masyarakat terhadap pengunjung didukung 50 % masyarakat sekitar merupakan penduduk asli f) Adanya motivasi ekonomi bagi masyarakat terhadap pengembangan wisata g) Partisipasi masyarakat cukup baik h) Adanya kepatuhan terhadap tokoh masyarakat tertentu Kekuatan Cluster Desa Kategori Baik a) Daya tarik objek di desa banyak yang masih alami b) Persepsi masyarakat positif tentang wisata berkelanjutan c) Adanya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi d) Adanya kehidupan masyarakat yang masih tradisional e) Lebih dari 50 % masyarakat sekitar merupakan penduduk asli f) Kepatuhan terhadap tokoh masyarakat tertentu Kekuatan Cluster Desa Sedang a) Daya tarik objek di desa banyak yang masih alami b) Persepsi masyarakat positif tentang wisata berkelanjutan c) Adanya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi d) Adanya motivasi ekonomi bagi masyarakat terhadap pengembangan wisata e)Lebih dari 50 % masyarakat sekitar merupakan penduduk asli
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Kode
0,15
4
0,6
S1
0,1
4
0,4
S2
0,1
4
0,4
S3
0,1
4
0,4
S4
0,04
3
0,12
S5
0,04
3
0,12
S6
0,05
4
0,2
S7
0,02
2
0,04
S8
0,2
4
0,8
S1
0,1
4
0,4
S2
0,1
4
0,4
S3
0,05
3
0,15
S4
0,05
3
0,15
S5
0,04
2
0,08
S6
0,2
4
0,8
S1
0,1
4
0,4
S2
0,1
4
0,4
S3
0,05
3
0,15
S4
0,05
3
0,15
S5
127
Sedangkan IFAS berdasarkan kelemahan masing-masing cluster desa sangat baik, cluster desa baik dan cluster desa sedang dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31
Kelemahan Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang Faktor-faktor Strategi Internal
Kelemahan Cluster Desa Kategori Sangat Baik (a) Partisipasi masyarakat desa cenderung bersifat pelaksana atau hanya sebagai objek belum pada tataran perencanaan dan evaluasi (b) Kesempatan pengambilan keputusan oleh masyarakat masih rendah seperti terbatas dalam penyampaian ide (c) Latar pendidikan masyarakat desa masih rendah sehingga masyarakat belum siap dalam menerima wisatawan (d) Belum adanya promosi oleh masyarakat (e) Pengetahuan tentang CBE masih rendah Kelemahan Cluster Desa Kategori Baik a) Partisipasi masyarakat desa cenderung bersifat pelaksana atau hanya sebagai objek belum pada tataran perencanaan dan evaluasi b) Kesempatan pengambilan keputusan oleh masyarakat masih rendah seperti terbatas dalam penyampaian ide c) Latar pendidikan masyarakat desa masih rendah sehingga masyarakat belum siap dalam menerima wisatawan d) Banyak kondisi aksesibilitas tidak mendukung e) Keterbatasan dukungan infrastuktur lainnya belum lengkap f) Pengetahuan tentang CBE masih rendah g) Belum adanya promosi oleh masyarakat Kelemahan Cluster Desa Kategori Sedang a) Partisipasi masyarakat desa cenderung bersifat pelaksana atau hanya sebagai objek belum pada tataran perencanaan dan evaluasi b) Kesempatan pengambilan keputusan oleh masyarakat masih rendah seperti terbatas dalam penyampaian ide c) Latar pendidikan masyarakat desa masih rendah sehingga masyarakat belum siap dalam menerima wisatawan d) Banyak kondisi aksesibilitas tidak mendukung e) Keterbatasan dukungan infrastuktur lainnya belum lengkap f) Pengetahuan tentang CBE masih rendah g) Konsep pelestarian terhadap objek oleh masyarakat masih belum optimal h) Belum adanya promosi oleh masyarakat i) Belum terlibatnya semua pemangku kepentingan j) Belum tersedianya produk-produk kerajinan masyarakat yang ramah lingkungan k) Beberapa desa tidak mempunyai seni tradisional yang khas
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Kode
0,1
1
0,1
W1
0,1
1
0,1
W2
0,1
2
0,2
W3
0,05 0,05
1 1
0,05 0,05
W4 W5
0,1
1
0,1
W1
0,1
1
0,1
W2
0,1
2
0,2
W3
0,05 0,05 0,04 0,02
1 1 2 2
0,05 0,05 0,08 0,04
W4 W5 W6 W7
0,1
1
0,1
W1
0,1
1
0,1
W2
0,05
2
0,1
W3
0,04 0,04 0,04
1 1 1
0,04 0,04 0,04
W4 W5 W6
0,02
2
0,04
W7
0,02 0,05
2 1
0,04 0,05
W8 W9
0,02
2
0,04
W10
0,02
2
0,04
W11
128
Pemilihan faktor-faktor strategis eksternal dilakukan berdasarkan peluang dan ancaman. Hasil analisis data dan kondisi di lapangan, peluang yang dimiliki cluster desa sangat baik, baik dan sedang di Zona Wisata Bogor Barat disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 Peluang Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang Faktor-faktor Strategi Eksternal Peluang Cluster Desa Kategori Sangat Baik a) Adanya dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat b) Sikap positif masyarakat dalam menerima program desa wisata c) Pasar masih terbuka luas d) Adanya rencana pemekaran Bogor Barat e) Lokasi desa berdekatan dengan wilayah lain yang mempunyai potensi wisata f) Berkembangnya berbagai media cetak dan elektronik merupakan peluang memasarkan ekowisata Bogor Barat g) Infrastruktur yang cukup memadai Peluang Cluster Desa Kategori Baik a) Adanya dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat b) Sikap positif masyarakat dalam menerima program desa wisata c) Pasar masih terbuka luas d) Adanya rencana pemekaran Bogor Barat e) Berkembangnya berbagai media cetak dan elektronik merupakan peluang memasarkan ekowisata Bogor Barat f) Lokasi desa berdekatan dengan wilayah lain yang mempunyai potensi wisata Peluang Cluster Desa Kategori Sedang a) Adanya dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat b) Sikap positif masyarakat dalam menerima program desa wisata c) Pasar masih terbuka luas d) Adanya rencana pemekaran Bogor Barat e) Berkembangnya berbagai media cetak dan elektronik merupakan peluang memasarkan ekowisata Bogor Barat f) Lokasi desa berdekatan dengan wilayah lain yang mempunyai potensi wisata
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Kode
0,10
4
0,8
O1
0,10
4
0,4
O2
0,10 0,05
3 4
0,3 0,2
O3 O4
0,05
3
0,15
O5
0,05
4
0,2
O6
0,05
3
0,15
O7
0,2
4
0,8
O1
0,15
4
0,6
O2
0,15 0,05
3 3
0,45 0,15
O3 O4
0,03
3
0,09
O5
0,02
3
0,06
O6
0,15
4
0,6
O1
0,15
4
0,6
O2
0,15 0,05
3 3
0,45 0,15
O3 O4
0,03
3
0,09
O5
0,02
3
0,06
O6
129
Sedangkan EFAS berdasarkan ancaman pada cluster desa sangat baik, cluster desa baik dan cluster desa sedang dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33
Ancaman Cluster Desa Sangat Baik, Baik dan Sedang
Faktor-faktor Strategi Eksternal Ancaman Cluster Desa Kategori Sangat Baik a) Kemungkinan adanya kecemburuan antar desa yang berhubungan dengan pengembangan objek wisata b) Adanya kompetitor/pesaing desa di wilayah lain yang memiliki potensi wisata c) Kurangnya kemampuan pelayanan dalam pemasaran ekowisata para pelaku wisata di tingkat desa d) Aksesibilitas menuju desa banyak yang masih rusak Ancaman Cluster Desa Kategori Baik a) Adanya kompetitor/pesaing desa di wilayah lain yang memiliki potensi wisata b) Kurangnya kemampuan pelayanan dalam pemasaran ekowisata para pelaku wisata di tingkat desa c) Aksesibilitas menuju desa banyak yang masih rusak d) Kemungkinan adanya kecemburuan antar desa yang berhubungan dengan pengembangan objek wisata Ancaman Cluster Desa Kategori Sedang a) Adanya kompetitor/pesaing desa di wilayah lain yang memiliki potensi wisata b) Kurangnya kemampuan pelayanan dalam pemasaran ekowisata para pelaku wisata di tingkat desa c) Aksesibilitas menuju desa banyak yang masih rusak d) Tidak tersedianya dukungan kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan CBE e) Minimnya pemahaman tentang ekowisata di masyarakat
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Kode
0,10
1
0,10
T1
0,15
1
0,10
T2
0,10
2
0,2
T3
0,05
2
0,1
T4
0,10
1
0,10
T1
0,10
1
0,10
T2
0,15
1
0,15
T3
0,05
2
0,1
T4
0,10
1
0,10
T1
0,10
1
0,10
T2
0,15
1
0,15
T3
0,05
1
0,05
T4
0,05
2
0,1
T5
Arah pengembangan yang dilakukan, harus lebih memprioritaskan pemanfaatan dan pembenahan terhadap faktor internal. Hal ini ditentukan berdasarkan skor total (bobot x rating) antara tabel IFAS dan EFAS pada masing-masing cluster desa. Skor total (bobot x rating) tabel IFAS pada cluster desa sangat baik adalah 2,78 (Lampiran
130
6), sedangkan skor total bobot x rating tabel EFAS pada cluster desa sangat baik adalah 2,6. Sedangkan total IFAS pada cluster desa baik adalah 2,6 dan total EFAS cluster desa baik adalah 2,6 (Lampiran 6). Total IFAS cluster desa sedang mencapai 2,53 dan total EFAS cluster desa sedang adalah 2,45 (Lampiran 6). Berdasarkan hal tersebut, pembenahan dan pemanfaatan keunggulankeunggulan faktor internal dilakukan dengan tetap memperhatikan faktor-faktor eksternal, dalam hal ini adalah peluang yang ada. Masyarakat sebagai sumberdaya dalam pengembangan CBE serta dukungan bentang alam serta budaya masyarakat adalah faktor-faktor internal yang harus diprioritaskan pemanfaatannya. 4.3.2. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Penentuan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat dilakukan dengan pendekatan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terkait dengan kondisi yang ada di lapangan. Analisis terhadap kekuatan, kelemahan dan peluang serta ancaman merupakan dasar pertimbangan yang akan mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat. A. Identifikasi faktor-faktor Internal Masing-masing cluster desa dilakukan identifikasi faktor-faktor internal baik kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman, sebagai berikut: A. 1. Identifikasi kekuatan cluster desa sangat baik (Strength) 1. Adanya
keinginan
masyarakat
untuk
berpartisipasi
dalam
kegiatan
pengembangan ekowisata. 2. Persepsi masyarakat positif mengenai wisata berkelanjutan/lestari. 3. Adanya budaya khas dan beberapa peninggalan sejarah. 4. Daya tarik objek di desa banyak yang masih alami. 5. Keterbukaan masyarakat terhadap pengunjung didukung 50 % masyarakat sekitar merupakan penduduk asli. 6. Adanya motivasi ekonomi bagi masyarakat terhadap pengembangan wisata.
131
7. Partisipasi masyarakat cukup baik. 8. Adanya kepatuhan terhadap tokoh masyarakat tertentu. A.2. Identifikasi kelemahan cluster desa sangat baik (Weakness) 1. Partisipasi masyarakat desa cenderung bersifat pelaksana atau hanya sebagai objek belum pada tataran perencanaan dan evaluasi. 2. Kesempatan pengambilan keputusan oleh masyarakat masih rendah seperti terbatas dalam penyampaian ide. 3. Latar pendidikan masyarakat desa masih rendah sehingga masyarakat belum siap dalam menerima wisatawan. 4. Belum adanya promosi oleh masyarakat 5. Pengetahuan tentang CBE masih rendah A. 3. Identifikasi kekuatan cluster desa baik (Strength) 1. Daya tarik objek di desa banyak yang masih alami. 2. Persepsi masyarakat positif mengenai wisata berkelanjutan/lestari. 3. Adanya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi. 4. Adanya kehidupan masyarakat yang masih tradisional. 5. Lebih dari 50 % masyarakat sekitar merupakan penduduk asli. 6. Kepatuhan terhadap tokoh masyarakat tertentu. A.4. Identifikasi kelemahan cluster desa baik (Weakness) 1. Partisipasi masyarakat desa cenderung bersifat pelaksana atau hanya sebagai objek belum pada tataran perencanaan dan evaluasi. 2. Kesempatan pengambilan keputusan oleh masyarakat masih rendah seperti terbatas dalam penyampaian ide. 3. Latar pendidikan masyarakat desa masih rendah sehingga masyarakat belum siap dalam menerima wisatawan. 4. Banyak kondisi aksesibilitas tidak mendukung. 5. Keterbatasan dukungan infrastuktur lainnya belum lengkap. 6. Pengetahuan tentang CBE masih rendah. 7. Belum adanya promosi oleh masyarakat.
132
A. 5. Identifikasi kekuatan cluster desa sedang (Strength) 1. Daya tarik objek di desa banyak yang masih alami. 2. Persepsi masyarakat positif mengenai wisata berkelanjutan/lestari. 3. Adanya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi. 4. Adanya motivasi ekonomi bagi masyarakat terhadap pengembangan wisata. 5. Lebih dari 50 % masyarakat sekitar merupakan penduduk asli. A.6. Identifikasi kelemahan cluster desa sedang (Weakness) 1. Partisipasi masyarakat desa cenderung bersifat pelaksana atau hanya sebagai objek belum pada tataran perencanaan dan evaluasi. 2. Kesempatan pengambilan keputusan oleh masyarakat masih rendah seperti terbatas dalam penyampaian ide. 3. Latar pendidikan masyarakat desa masih rendah sehingga masyarakat belum siap dalam menerima wisatawan. 4. Banyak kondisi aksesibilitas tidak mendukung. 5. Keterbatasan dukungan infrastuktur lainnya belum lengkap. 6. Pengetahuan tentang CBE masih rendah. 7. Konsep pelestarian terhadap objek oleh masyarakat masih belum optimal. 8. Belum adanya promosi oleh masyarakat. 9. Belum terlibatnya semua pemangku kepentingan. 10. Belum
tersedianya
produk-produk
kerajinan
masyarakat
yang
ramah
lingkungan. 11. Beberapa desa tidak mempunyai seni tradisional yang khas. B. Identifikasi faktor-faktor Eksternal B.1. Identifikasi peluang cluster desa sangat baik (Opportunities) 1. Adanya dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat. 2. Sikap positif masyarakat dalam menerima program desa wisata. 3. Pasar masih terbuka luas. 4. Adanya rencana pemekaran Bogor Barat.
133
5. Lokasi desa berdekatan dengan wilayah lain yang mempunyai potensi wisata Barat. 6. Berkembangnya berbagai media cetak dan elektronik merupakan peluang memasarkan ekowisata Bogor Barat. 7. Infrastruktur yang cukup memadai. B.2. Identifikasi ancaman cluster desa sangat baik (Threats) 1. Kemungkinan adanya kecemburuan antar desa yang berhubungan dengan pengembangan objek wisata. 2. Adanya kompetitor/pesaing desa di wilayah lain yang memiliki potensi wisata. 3. Kurangnya kemampuan pelayanan dalam pemasaran ekowisata para pelaku wisata di tingkat desa. 4. Aksesibilitas menuju desa banyak yang masih rusak. B.3. Identifikasi peluang cluster desa baik (Opportunities) 1. Adanya dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat. 2. Sikap positif masyarakat dalam menerima program desa wisata. 3. Pasar masih terbuka luas. 4. Adanya rencana pemekaran Bogor Barat. 5. Berkembangnya berbagai media cetak dan elektronik merupakan peluang memasarkan ekowisata Bogor Barat. 6. Lokasi desa berdekatan dengan wilayah lain yang mempunyai potensi wisata Barat. B.4. Identifikasi ancaman cluster desa baik (Threats) 1. Adanya kompetitor/pesaing desa di wilayah lain yang memiliki potensi wisata. 2. Kurangnya kemampuan pelayanan dalam pemasaran ekowisata para pelaku wisata di tingkat desa. 3. Aksesibilitas menuju desa banyak yang masih rusak. 4. Kemungkinan adanya kecemburuan antar desa yang berhubungan dengan pengembangan objek wisata.
134
B.5. Identifikasi peluang cluster desa sedang (Opportunities) 1. Adanya dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan CBE. 2. Sikap positif masyarakat dalam menerima program desa wisata. 3. Pasar masih terbuka luas. 4. Adanya rencana pemekaran Bogor Barat. 5. Berkembangnya berbagai media cetak dan elektronik merupakan peluang memasarkan ekowisata Bogor Barat. 6. Lokasi desa berdekatan dengan wilayah lain yang mempunyai potensi wisata Barat. B.6. Identifikasi Ancaman cluster desa sedang (Threats) 1. Adanya kompetitor/pesaing desa di wilayah lain yang memiliki potensi wisata. 2. Kurangnya kemampuan pelayanan dalam pemasaran ekowisata para pelaku wisata di tingkat desa. 3. Aksesibilitas menuju desa banyak yang masih rusak. 4. Tidak
tersedianya
dukungan
kebijakan
pemerintah
daerah
dalam
pengembangan CBE. 5. Minimnya pemahaman tentang ekowisata di masyarakat. 4.3.3. Strategi SWOT Tahapan selanjutnya untuk mengetahui strategi yang menjadi prioritas, maka disusun alternatif strategi dalam analisis SWOT. Semua kode pembobotan yang terangkum dijumlahkan dalam satu strategi pengelolaan. Hasil akhir dari analisis SWOT diperoleh prioritas dalam pengembangan CBE di Zona Wisata Bogor Barat untuk masing-masing cluster desa baik cluster desa sangat baik (Tabel 34), cluster desa baik (Tabel 35) dan cluster desa sedang (Tabel 36).
135
Tabel 34
Alternatif Strategi dalam Analisis SWOT Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Cluster Desa Sangat Baik Strategi
Kode Pembobotan
Total
Prioritas
S1+S2+S3+S4+S5+S6+S7+S8+ O1+O2+O3+O4+O5
4,59
1
S3+S4+S5+S6+O1+O2+ O3+O4+O5
2,15
2
S7+S8+O1
0,84
6
S6+S7+S8+O6+O7
0,71
7
S4 +T1
0,5
8
S1+S5+S6+S7+S8+T2+T3
1,33
4
W1+W2+W3+O1+O2+O3+O4
1,95
3
W4+W5+T1+T2+T3+T4
0,60
5
S-O 1. Pelibatan masyarakat dalam pengembangan desa wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (S1-S8, O1-O5) 2. Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat(S3-S6,O1-O5) 3. Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat (S7,S8,O1) 4. Promosi program ekowisata berbasis masyarakat yang ada di Zona wisata Bogor Barat (S6-S8,O6,O7) S-T 1. Pengembangan desa-desa potensial di kecamatan yang berdekatan dengan desa yang akan dikembangkan CBE (S4,T1) 2. Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial (S1,S5-S8,T2,T3) W-O 1.Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses (W1-W3,O1-O4) W-T 1.perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata (W4,W5,T1-T4)
136
Berdasarkan alternatif strategi analisis SWOT dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat diperoleh empat strategi yaitu SO, ST, WO dan WT. Empat strategi pengembangan CBE di cluster desa sangat baik dijabarkan menjadi 8 (delapan) prioritas yang direkomendasikan yaitu : 1.
Pelibatan masyarakat dalam pengembangan wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.
Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat.
3.
Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses.
4.
Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial.
5.
Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata.
6.
Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat.
7.
Promosi program ekowisata berbasis masyarakat yang ada di Zona wisata Bogor Barat.
8.
Pengembangan desa-desa potensial di kecamatan yang berdekatan dengan desa yang akan dikembangkan desa wisata. Pada cluster desa baik, diperoleh tujuh prioritas dalam pengembangan
ekowisata berbasis masyarakat (Tabel 35).
137
Tabel 35
Alternatif Strategi dalam Analisis SWOT Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Cluster Desa Baik Strategi
S-O 1. Pelibatan masyarakat dalam pengembangan desa wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (S1-S6, O1-O6) 2. Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat(S1-S4,O3-O6) 3. Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat (S5,O2) 4. Promosi program ekowisata berbasis masyarakat yang ada di Zona wisata Bogor Barat (S3,O5) S-T 1. Peningkatan kemam-puan SDM masya-rakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial (S2,S3,S5,S6,T1,T2) W-O 1. Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses (W1,W2,O1-O4) W-T 1. Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan eko-wisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata (W1,W4-W7,T1-T4)
Kode Pembobotan
Total
Prioritas
S1+S2+S3+S4+S5+S6+O1+O2+O3+O4+O5+O 6
4,41
1
S1+S2+S3+S4+O3+O4+ O5+O6
2,50
2
S5+O2
0,75
6
S3+O5
0,49
7
S2+S3+S5+S6+T1+T2
1,23
4
W1+W2+O1+O2+O3+O4
1,95
3
W1+W4+W5+W6+W7+T1+T2+T3+T4
0,77
5
138
Hasil penjumlahan faktor-faktor internal dan eksternal, untuk cluster desa baik diperoleh tujuh strategi prioritas dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Tujuh prioritas tersebut yaitu: 1.
Pelibatan masyarakat dalam pengembangan wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
2.
Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat
3.
Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses
4.
Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat
5.
Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial
6.
Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata
7.
Promosi program ekowisata berbasis masyarakat yang ada di Zona wisata Bogor Barat. Pada cluster desa sedang, hasil penjumlahan faktor internal dan eksternal
diperoleh tujuh prioritas dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat (Tabel 36).
139
Tabel 36
Alternatif Strategi dalam Analisis SWOT Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Cluster Desa Sedang Strategi
S-O 1. Pelibatan masyarakat dalam pengembangan wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (S1-S5, O1-O6) 2. Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat(S1,S4,O6) 3. Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat (S2S5,O1, O2) 4. Promosi program ekowisata berbasis masyarakat yang ada di Zona wisata Bogor Barat (S3,O5) S-T 1. Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial (S5,T1,T2,T4,T5) W-O 1. Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses (W1-W3,W6W11,O1-O4) W-T 1. Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata (W4,W5,W7,W9-W11,T2T5)
Kode Pembobotan
Total
Prioritas
S1+S2+S3+S4+S5+O1+O2+O3+O4+O5+O6
3,85
1
S1+S4+O6
0,49
6
S2+S3+S4+S5+O1+O2
2,30
3
S3+O5
0,40
7
S5+T1+T2+T4+T5
0,50
5
W1+W2+W3+W6+W7+ W8+W9+W10+W11+O1+O2+O3+O4
2,35
2
W4+W5+W7+W9+W10+W11+T2+T3+T4+T5
0,64
4
140
Cluster desa sedang diperoleh tujuh prioritas dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Tingkatan prioritas menjadi pembeda dengan prioritas pengembangan CBE pada cluster desa sangat baik dan baik. Tujuh strategi prioritas pada cluster desa sedang tersebut adalah: 1.
Pelibatan masyarakat dalam pengembangan wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
2.
Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses
3.
Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat
4.
Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata
5.
Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial
6.
Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat
7.
Promosi program ekowisata berbasis masyarakat yang ada di Zona wisata Bogor Barat. Hasil penjumlahan faktor-faktor internal dan eksternal, menghasilkan tingkatan
prioritas yang berbeda untuk masing-masing cluster baik cluster desa sangat baik, cluster desa baik dan cluster desa sedang dalam pengembangan CBE. Faktor-faktor strategis internal dan eksternal disajikan dalam matriks SWOT (Lampiran 7). Hasil analisis SWOT berupa strategi prioritas dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat dapat dijabarkan sebagai berikut: a.
Pelibatan masyarakat dalam pengembangan desa wisata mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Strategi ini dipilih untuk memanfaatkan peluang dengan mengoptimalkan kekuatan yang ada. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata sangat penting sekali. Hal ini sesuai dengan Ardika (2009) yang menyebutkan prinsip keterlibatan masyarakat desa sebagai pelaku kegiatan wisata, menjadi
141
pemilik langsung atau tidak langsung, kepemilikan tanah tidak dialihkan, prinsip kemitraan untuk memberdayakan masyarakat dan kemanfaatan sebesar-besarnya untuk masyarakat serta pelestarian budaya, tradisi dan lingkungan. Jain (2000) diacu dalam Qomariah (2009) menyatakan bentuk partisipasi masyarakat dalam ekowisata berbasis masyarakat antara lain, yaitu : 1) Partisipasi dalam perencanaan Dalam pengembangan ekowisata di desa yang berada di Zona Wisata Bogor Barat, masyarakat masih banyak yang belum dilibatkan dalam tahapan perencanaan. Meskipun sudah terdapat inisiasi di Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari dengan objek wisata Kampung Budaya Sindangbarang, pengelola berupaya melibatkan masyarakat dalam tahapan perencanaan wisata dan hal ini dapat menjadi contoh bagi desa lain dalam pelibatan masyarakat pada tahapan perencanaan. 2) Partisipasi dalam pembuatan keputusan dan manajemen Tahap selanjutnya setelah perencanaan adalah pembuatan keputusan tentang pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang sepenuhnya berada di tangan masyarakat. Pada tahapan ini pemerintah daerah hanya berperan sebagai fasilitator. 3) Partisipasi dalam pelaksanaan dan perjalanan prosesnya Tahap selanjutnya setelah pembuatan keputusan adalah pelaksanaan serta perjalanan
proses
dalam
pengembangan
CBE.
Masyarakat
yang
bertanggungjawab dalam pelaksanaan serta proses perjalanannya karena sebelumnya masyarakat terlebih dahulu membuat konsep perencanaannya dan membuat keputusannya. Untuk perjalanan prosesnya, masyarakat dapat dibantu pemerintah daerah untuk mengevaluasi dari setiap program kegiatan yang berjalan. 4) Partisipasi dalam pembagian keuntungan ekonomi Tahap yang terakhir yaitu tentang
profit
sharing
atau pembagian
keuntungan ekonomi. Sebelumnya harus tercapai kesepakatan diantara
142
pengurus terpilih dalam pengembangan desa wisata sebagai perwakilan masyarakat dengan fasilitator misalnya pemerintah daerah, jika sudah tercapai kesepakatan maka tahapan pembagian keuntungan ekonomi akan berjalan dengan lancar. Kondisi di lapangan, kesempatan pengambilan keputusan masyarakat masih rendah, partisipasi masyarakat
yang lebih cenderung pada tingkat
pelaksanaan sehingga perlu disikapi dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Ristiyanti (2008) menyebutkan bahwa salah satu karakteristik pengembangan ekowisata berbasis masyarakat adalah adanya tanggungjawab masyarakat terhadap objek sehingga masyarakat perlu dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Dengan
keterlibatan
masyarakat
dalam
proses
perencanaan,
pelaksanaan hingga evaluasi akan mendorong rasa memiliki terhadap objek yang menjamin kelestarian/keberlanjutan objek tersebut. b. Pengembangan program desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat. Strategi ini dipilih untuk memanfaatkan peluang dengan mengoptimalkan kekuatan yang ada. Daya Tarik berupa keindahan alam dan budaya yang dimiliki desa-desa di Zona Wisata Bogor Barat sangat berpeluang untuk dikembangkan sebagai paket wisata yang menggabungkan kedua hal tersebut yaitu bentang alam yang ada di desa dan kebudayaan yang unik dan khas dari masyarakat. Ardika (2009) menyebutkan kriteria dasar dalam pengembangan program selain keberadaan daya tarik, memiliki potensi kemitraan, adanya motivasi dan antusiasme masyarakat serta terdapatnya fasilitas umum minimal. Paket-paket wisata pedesaan yang telah dikembangkan dalam upaya implementasi ekowisata berbasis masyarakat yaitu diantaranya yang telah dikembangkan di Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari dan Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea. Bentuk paket wisata yang telah dikembangkan dapat
143
menjadi contoh bagi desa yang memiliki potensi wisata untuk menjadikan desanya sebagai lokasi wisata pedesaan yang menawarkan keindahan bentang alam dan budaya. Pengembangan suatu desa wisata hendaknya juga dapat mendorong desa lain yang memiliki potensi sama untuk dapat dikembangkan sesuai karakteristik sumberdaya masing-masing baik sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya. Ardika (2009) menyebutkan dalam pengembangan wisata pedesaan perlu memperhatikan karakteristik lingkungan setempat, dampak negatif ditekan sekecil-kecilnya dan materi yang digunakan sesuai dengan lingkungan setempat. Selain itu bahan-bahan operasional yang ramah lingkungan (recycle) serta memperhitungkan daya dukung dari kawasan objek wisata karena ekowisata bukan merupakan mass tourism. Selain itu perlu dibuatnya kalender even yang lebih rutin yang menampilkan atraksi-atraksi kesenian tradisional yang menarik. Sebagai contoh yaitu di Kampung Budaya Sindangbarang, beberapa kesenian tradisional tidak hanya ditampilkan saat ada pemesanan paket wisata tapi dapat dijadwalkan dalam kalender even yang lebih rutin misalnya dalam bentuk festival-festival budaya dan seni tradisional dengan melibatkan desa-desa lain yang juga memiliki kesenian tradisional Sunda yang sudah jarang dipertunjukkan sebagai upaya pelestarian kebudayaan. Pengembangan desa wisata juga diharapkan dapat meningkatkan strandar hidup masyarakat desa. Nurhayati (2007) menyebutkan pengembangan desa wisata di Desa Candirejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan tapi juga peningkatan fasilitas fisik dan non fisik. c.
Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses. Strategi ini dipilih dengan menggunakan peluang yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. Strategi pendampingan masyarakat perlu dilakukan untuk mengawal jalannya proses, karena dalam penerapan pengelolaan ekowisata
144
berbasis masyarakat tidak dapat dilakukan secara instan. Pendampingan merupakan suatu proses antara untuk mencapai kemandirian pengelolaan, sehingga proses ini dapat dihentikan setelah masyarakat siap untuk melaksanakan secara mandiri. Pendampingan pada masyarakat dapat dilakukan pada kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung pengembangan CBE. Kegiatan tersebut antara lain dapat berupa pendampingan dalam hal boga, pembuatan dan pemasaran kerajinan tangan, bahasa Inggris dasar, etika pelayanan, manajemen, akuntansi sederhana, identifikasi jenis flora dan fauna. Pendampingan dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Pendampingan dapat dilakukan pengelola kawasan maupun pemerintah daerah yang bersifat mendorong, memfasilitasi dan membina untuk mencapai pengembangan wisata pedesaan oleh masyarakat secara mandiri. d. Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial. Strategi ini didasarkan pada pemanfaatan kekuatan untuk mengatasi ancaman yang ada. Strategi ini dipilih mengingat masih rendahnya latar belakang pendidikan masyarakat dan kurangnya kemampuan pelaku wisata di Zona Wisata Bogor Barat antara lain dalam pemanduan, penyediaan makanan, keterampilan membuat kerajinan sebagai souvenir khas dan pengelolaan usaha ekonomi. Jenis pelatihan yang dapat mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat antara lain keterampilan dalam etika pelayanan, bahasa Inggris dasar, identifikasi flora dan fauna, inventarisasi objek dan daya tarik wisata, boga, pembuatan dan pemasaran souvenir, manajemen dan akuntansi sederhana. Pada dasarnya, masyarakat sekitar objek wisata telah mengenal dengan baik kondisi kawasan karena masyarakat memiliki intensitas yang cukup tinggi dalam berinteraksi dengan kawasan. Selain itu, masyarakat juga memiliki kemampuan dalam menyikapi kondisi alam, perubahan lingkungan yang terjadi akan dengan
145
mudah dan cepat direspon. Namun demikian, modal tersebut masih perlu diasah melalui kegiatan-kegiatan keterampilan seperti di atas untuk mendukung keberhasilan pengembangan desa wisata. Keterampilan yang direkomendasikan tersebut adalah pelatihan-pelatihan yang bersifat teknis dan manajerial karena dalam CBE, masyarakat berperan sebagai pengelola sekaligus pelaksana kegiatan. Dalam penyelenggaraan pelatihan tersebut perlu adanya kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi di bidangnya, misalnya untuk kegiatan identifikasi flora fauna dan inventarisasi objek dan daya tarik wisata (ODTW) diperlukan kerjasama dengan perguruan tinggi bidang kehutanan serta perguruan tinggi bidang pariwisata untuk inventasisasi ODTW. Peningkatan kemampuan bahasa Inggris, boga dan etika pelayanan, kerjasama dapat dilakukan dengan perguruan tinggi bidang pariwisata dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Sedangkan untuk manajemen, akuntansi sederhana, pembuatan dan pemasaran souvenir dapat bekerjasama dengan praktisi bidang industri rumah tangga dan Dinas Perindustrian. e. Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata. Strategi ini dipilih dalam upaya meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman. Pengembangan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung baik jumlah, jenis, bentuk dan bahan yang akan digunakan harus memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam penyediaan sarana dna prasarana juga memperhatikan sifat-sifat kealamiannya yang disesuaikan dengan arsitektur daerah masyarakat setempat. Oleh karena itu dalam pengembangan sarana dan prasarana, Sastrayuda (2009) menyebutkan harus memperhatikan beberapa hal yang juga sesuai dengan persepsi masyarakat melalui kuesioner yang disebarkan terkait :
146
a. Tidak boleh melakukan perubahan bentang alam. b. Pembukaan vegetasi yang ada dilakukan seminimal mungkin. c. Bahan-bahan yang digunakan tidak menggangu keberadaan tumbuhan, satwa dan ekosistem yang ada. d. Bentuk bangunan dibuat sealami mungkin dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta arsitektur masyarakat setempat. Strategi ini juga sebagai panduan dalam upaya memperbaiki aksesibilitas menuju desa-desa di wilayah Zona Wisata Bogor Barat yang kondisinya banyak rusak parah, sehingga dapat meningkatkan kunjungan dan arus transportasi menjadi lancar. Dalam penilaian berdasarkan kriteria yang ditetapkan untuk penilaian ODTW beberapa desa masuk klasifikasi penilaian sedang karena kondisi aksesibilitas yang buruk. Selain itu dalam perbaikan sarana dan prasarana dengan berbasiskan masyarakat memanfaatkan kemampuan masyarakat dalam merencanakan sarana dan prasarana sesuai dengan budaya setempat dimana masyarakat juga yang menyiapkan. f. Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat. Strategi ini dipilih dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. Strategi ini dipilih karena pembentukan wadah merupakan salah satu bagian dari kelembagaan pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat yang dapat mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat. Dengan pembentukan wadah maka kegiatan-kegiatan pengembangan ekowisata dapat dilaksanakan secara lebih terencana dan terorganisir. Hasil Focus Group Discussion (FGD) dalam Pelatihan Pengembangan Desa Wisata Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor pada 3-6 Agustus 2009, yaitu pembentukan wadah bagi pengembangan CBE di Kabupaten Bogor dengan nama Forum Desa Wisata Kabupaten Bogor. Pembentukan wadah tersebut diharapkan pengembangan desa wisata di Kabupaten Bogor dapat terorganisasi
147
secara institusional. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Muallisin (2007) dalam pengembangan Desa Wisata di Desa Tamansari dan Prawirotaman Yogyakarta dengan membentuk forum stakeholder yang terdiri dari unsur masyarakat (LPMK, RT/RW, pemuda, pengelola KCB Tamansari), operator pariwisata (Gabungan Perhotelan Yogyakarta, ASITA, dan PAFTA Kota Yogyakarta, dan Himpunan Pramuwisata Indonesia, dan unsur pengambilan keputusan (DPRD DIY dan Kota Yogyakarta), Dinas Kebudayaan DIY, BAPARDA DIY, dan Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta dan perguruan tinggai (UMY). Forum tersebut nantinya memberikan masukan yang konstruktif bagi masyarakat untuk mengembangkan dan memperkuat institusi agar dapat berjalan dan berdaya, melakukan promosi, membentuk pusat informasi dan membuat aturan main bagi pelaku pariwisata dengan masyarakat tempatan. Aturan yang dibuat, misalnya, guide dan agensi hanya mendampingi wisatawan dan masyarakat saja yang boleh menjelaskan mengenai sejarah seluk-beluk desa. Begitu juga dengan art shop yang menawarkan souvenir, harus bersepakat untuk menentukan standar harga yang sama, supaya tidak terjadi pasar yang tidak sehat dan nantinya akan merugikan pengrajin. Ristiyanti (2008) menjelaskan bahwa dengan pembentukan wadah dalam pengembangan desa wisata diharapkan aspirasi masyarakat dari berbagai bentuk partisipasi maupun aspirasi secara umum dapat terakomodasi. Masyarakat setempat merupakan komunitas yang paling mengetahui kondisi lingkungan setempat sehingga peran pengelola kawasan maupun pemerintah daerah hanya bersifat memfasilitasi, masyarakat sendiri yang akan menentukan bentuk wadah yang dibangun. Peran pemerintah lebih bersifat mengawasi, memfasilitasi dan mengawal proses. Pengawasan dilakukan agar tetap pada koridor hukum sehingga tidak menyimpang dari peraturan perundangan yang berlaku.
148
g. Pengembangan desa-desa potensial di kecamatan yang berdekatan dengan desa yang akan dikembangkan CBE. Strategi ini dipilih dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. Hasil penilaian ODTW, kesiapan pengembangan CBE dan penilaian kesiapan masyarakat diperoleh desa yang masuk klasifikasi sangat baik menjadi rekomendasi untuk pengembangan desa wisata. Desa dengan klasifikasi sangat baik tersebut adalah Desa Sukajadi dan Pasir Eurih yang masuk Kecamatan Tamansari, Desa Gunung Malang yang masuk kecamatan Tenjolaya dan Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea. Hasil analisis spasial dengan pendekatan interpolasi yaitu pendugaan wilayah berdasarkan potensi wilayah sekitar di Zona Wisata Bogor Barat, desa-desa dengan persentase tinggi maka cluster wilayah Kecamatan Pamijahan, Tenjolaya dan Tamansari sangat potensial dan dapat menjadi prioritas utama dalam pengembangan CBE (Tabel 37). Karakteristik yang menyebabkan desa-desa di Kecamatan Pamijahan, Tenjolaya dan Tamansari sangat potensial dikembangkan CBE dikarenakan aksesibilitas yang mendukung serta kedekatan secara administrasi, sehingga mempermudah dalam pengembangan paket wisata ke depannya. Selain itu didukung daya tarik, akomodasi serta sarana dan prasarana yang memadai serta kedekatan cluster desadesa tersebut dengan wilayah lain seperti Kota Bogor dan Sukabumi. Pengembangan selanjutnya berbasis cluster pada desa di kecamatan yang dekat dengan desa yang sangat potensial dikembangkan CBE. Pengembangan CBE ke depan dapat diarahkan ke desa-desa terdekat dengan desa yang masuk penilaian sangat baik yaitu di desa-desa terdekat dengan ketiga kecamatan tersebut. Sedangkan pengembangan selanjutnya yaitu pengembangan cluster desa-desa yang berdekatan dengan Kecamatan Parung. Cluster desa-desa di kecamatan ini dapat menarik wisatawan dari wilayah Depok dan Jakarta yang berdekatan. Perbaikan infrastruktur terutama aksesibilitas serta sarana dan prasarana maka cluster desa-desa di Kecamatan Jasinga, Sukajaya dan Cigudeg dapat dikembangkan CBE yang berdekatan dengan wilayah Lebak dan Banten.
149
Tabel 37
Persentase Analisis Spasial Pengembangan Berbasis Cluster
Kecamatan
Sangat baik (%)
Baik (%)
Sedang (%)
Buruk (%)
Sangat buruk (%)
Ciampea
17,701
77,678
4,235
0,000
0,000
Cibungbulang
1,729
64,706
33,565
0,000
0,000
Cigudeg
13,166
49,200
26,252
11,382
0,000
Jasinga
0,603
40,497
42,797
16,103
0,000
Pamijahan
31,745
15,382
6,480
2,489
0,083
Parung
3,214
16,426
31,854
36,918
11,587
Sukajaya
10,937
12,652
8,880
24,632
0,000
Tamansari
22,680
19,620
7,579
5,321
5,211
Tenjolaya
27,522
9,294
9,739
8,787
3,302