IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Data karakteristik responden diperoleh dari 120 siswa salah satu SMU di Bogor. Untuk menjawab tujuan penelitian pembahasan disajikan dalam tujuh bagian, yaitu : (1) Karakteristik siswa SMU; (2) Distribusi jenis informasi seks dari berbagai saluran komunikasi; (3) Distribusi persepsi tentang perilaku seksual pra nikah; (4) Hubungan antara karakteristik remaja dengan jenis informasi seks dari berbagai saluran komunikasi; (5) Hubungan karakteristik dengan informasi seks yang diperoleh dari berbagai saluran komunikasi; (6) Hubungan antara karakteristik dengan persepsi remaja tentang perilaku seksual pra nikah; (7) Hubungan antara jenis inforrnasi seks dari berbagai saluran komunikasi dengan persepsi remaja tentang perilaku seksual pra nikah. Dari keseluruhan responden yang berjumlah 120 orang, 37,5% adalah siswa laki-laki dan 62,5% siswa perempuan. Hal ini sebanding dengan jumlah murid dari keseluruhan kelas yang menunjukkan bahwa hampir di setiap kelas siswa perempuannya lebih banyak dari siswa laki-laki (Lampiran 1). Persentase responden berdasarkan kelas terdiri atas, 25 % siswa kelas I, 25 % siswa kelas 11, 50% siswa kelas 111, yang dibedakan berdasarkan jurusannya, yaitu kelas I11 IPA dan 111 IPS masing-masing sebesar 30 %. Penggolongan ini didasarkan pertimbangan bahwa siswa kelas I11 IPA umumnya lebih banyak mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya biologi, daripada siswa kelas I11 IPS. Hal ini dapat diasumsikan bahwa siswa kelas I11 IPA pengetahuan tentang reproduksinya lebih baik
dari kelas I11 IPS.
Pemilihan contoh dilakukan berdasarkan stratifikasi kelas,
mengingat adanya perbedaan umur, perbedaan kapasitas pengetahuan alam (khususnya biologi) yang mempengaruhi perbedaan penerimaan informasi seks. Bila dilihat dari usia responden, usia terendah yaitu kurang dari 16 tahun sebanyak 28,33%. Rentang usia 16-17 tahun 36,67%. Rentang usia diatas 17 tahun sebanyak 35%. Usia siswa-siswi tersebut menunjukkan dua tahapan usia remaja, yaitu remaja dan remaja akhir. Menurut Hurlok dalam Mappiare (1982), usia remaja antara 15-17 tahun adalah usia remaja awal dan usia di atas 17 tahun adalah usia remaja akhir. Usia remaja awal adalah masa transisi yang diikuti ketidakstabilan emosi, kecenderungan mendekati lawan jenis, transisi status antara menjadi orang dewasa atau anak-anak dan masa pendewasaan. Usia remaja akhir ditandai dengan tumbuhnya stabilitas emosi, realistis, lebih dewasa dan perasaannya lebih tenang. Tabel 1. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat sosialisasi Tingkat Sosialisasi Tidak ikut (0) Rendah (1-8 kali per bulan) Tinggi (9-24 kali per bulan)
di dalam sekolah
di luar sekolah
16 (13,33) 89 (74,17) 15 (12,50)
22 (18,33%) 87 (72,50) 11 (9,17)
Berdasarkan tingkat sosialisasi di dalam sekolah atau kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa, sebanyak 13,33 % tidak mengikutinya, karena sudah memiliki kegiatan di luar sekolah, seperti kursus bahasa Inggris, menjadi anggota klub olahraga dan sebagian besar adalah siswa kelas I11 yang dibatasi dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. 74,17 % dari siswa tingkat sosialisasinya rendah, yaitu mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sebanyak 1-8 kali per bulan, dengan kegiatan 1-2 macam,
seperti Palang Merah Remaja (PMR), pramuka, bela diri, komputer, Kelompok Ilrniah Remaja (KIR), Pencinta Alam dan sebagainya. Sementara itu, siswa yang tingkat sosialisasinya tinggi, mengikuti kegiatan 9-24 kali per bulan sebanyak 12,50%.
Kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti kebanyakan lebih dari 2 macam
kegiatan.
Siswa yang tidak mengikuti ekstrakurikuler kemungkinan mengikuti
kegiatan di luar sekolah, seperti kursus bahasa Inggris, klub kesenian (band dan tari), klub olah raga, remaja mesjidlgereja dan sebagainya. Pada dasarnya sekolah mengharuskan siswanya mengikuti kegiatan ekstra kurikuler di sekolah, seperti PMR, pramuka, bela diri, kerohanian, olah raga, komputer, KIR dan OSIS, dengan maksud mengisi waktu di luar sekolah dan menggali minat, hobi siswa serta menumbuhkan prestasi di luar akademik. Kegiatan ekstrakurikuler ini biasanya dilakukan di hari Jum'at, Sabtu dan Minggu atau di harihari belajar lainnya apabila dibutuhkan. Dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler ini, kesempatan siswa untuk melakukan komunikasi interpersonal cukup besar dengan teman dan kelompok teman. Bila dilihat dari tingkat sosialisasi di luar sekolah, sebanyak 18,33% tidak mempunyai aktivitas di luar sekolah. Sementara yang tingkat sosialisasinya rendah sebanyak 72,50%, yaitu mengikuti 1-2 kegiatan. Siswa yang tingkat sosialisasi di luar sekolah tinggi sebanyak 9,17% dan biasanya mengikuti lebih dari 2 kegiatan, seperti klub olah raga (bola, basket), kesenian (musik, tari), band, kerohanian (Remaja Mesjidlgereja), serta kelompok bermain di luar rumah.
Aktivitas di luar sekolah cukup beragam, seperti kursus bahasa Inggris, kursus pelajaran, mengikuti klub olah raga, klub kesenian (band, tari), Remaja masjidlgereja dan kelompok bermain. Pada aktivitas di luar sekolah, siswa bertemu, berkomunikasi dengan teman atau kelompok teman di luar teman sekolahnya. Tetapi ada juga aktivitas di luar sekolah, seperti kursus bahasa Inggris yang juga diikuti oleh teman-teman sekolah. Dengan demikian kesempatan bertemu teman atau kelompok teman cukup besar. Selain itu, umumnya remaja menjadikan teman atau kelompok teman menjadi tempat bersosialisasi. Dari Tabel 1 terlihat bahwa remaja yang tidak mempunyai aktivitas di luar sekolah, terlibat aktivitas di dalam sekolah, dan sebaliknya remaja yang tidak terlibat di luar sekolah umumnya mempunyai aktivitas di luar sekolah.
Tabel 2 Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan keluarga Tingkat pendapatan keluarga Rendah (