IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Bank Jabar Banten 4.1.1. Sejarah Bank Jabar PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. yang dikenal dengan nama bank bjb, adalah bank umum yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Banten, pemerintah kota/kabupaten se-Jawa Barat dan Banten, dan publik. Awal berdirinya bank bjb bermula dari NV DENIS (De Erste Nederlansche Indische Shareholding), yang berkedudukan di Bandung dan bergerak di bidang hipotek. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan milik Belanda yang dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI) Nomor 33 Tahun 1960 tentang Penentuan Perusahaan di Indonesia Milik Belanda yang dinasionalisasi. Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendirikan “PT Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa Barat” dengan modal dasar dari kas daerah sebesar Rp 2.500.000, berdasarkan Akta Pendirian No.125 tanggal 19 November 1960 juncto. Akta Perubahan No.152 tanggal 21 Maret 1961 dan Akta Perubahan No.84 tanggal 13 Mei 1961, keduanya dibuat di hadapan Noezar, Notaris di Bandung. serta dikukuhkan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 7/GKDH/BPD/61 tertanggal 20 Mei 1961 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah PT Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa Barat. Dalam rangka penyesuaian dengan ketentuan Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, bentuk hukum Perseroan diubah dari Perseroan Terbatas Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa Barat menjadi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Djawa Barat No.11/PDDPRD/1972 tanggal 27 Juni 1972 tentang Penyempurnaan Kedudukan Hukum Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa-Barat. Nama PD Bank Karja Pembangunan Daerah Jawa Barat selanjutnya diubah menjadi BPD Jabar sesuai Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 1/DP-040/PD/1978 Tanggal 27 Juni 1978. Pada
36
tahun 1992 sesuai dengan Surat Keputusan Bank Indonesia No.25/84/KEP/DIR tanggal 2 November 1992 status BPD Jabar meningkat menjadi bank umum devisa. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1995, BPD Jabar memiliki sebutan Bank Jabar dengan logo baru. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat No.22 Tahun 1998 tanggal 14 Desember 1998 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas (PT). Bentuk hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat berubah yang semula Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas. Perda tersebut dituangkan lebih lanjut pada Akta Pendirian Nomor 4 Tanggal 8 April 1999 juncto Akta Perbaikan Nomor 8 Tanggal 15 April 1999 keduanya dibuat di hadapan Popy Kuntari Sutresna, S.H., Notaris di Bandung yang telah memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman RI berdasarkan Surat Keputusan No.C27103.HT.01.01.TH.99 tanggal 16 April 1999, didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di Kantor Pendaftaran Perusahaan Kab/Kodya Bandung di bawah No.871/BH.10.11/IV/99 tanggal 24 April 1999, serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.39 tanggal 14 Mei 1999, Tambahan No.2811, bentuk hukum Bank Jabar diubah dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT). Untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa layanan perbankan yang berlandaskan syariah, sesuai dengan izin BI Nomor 2/18/ DpG/DPIP Tanggal 12 April 2000 maka sejak tanggal 15 April 2000 Bank Jabar menjadi BPD pertama di Indonesia yang menjalankan dual banking system, yaitu memberikan layanan perbankan dengan sistem konvensional dan sistem syariah. Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanggal 16 April 2001 menyetujui peningkatan modal dasar Bank Jabar menjadi Rp 1 triliun. Selanjutnya, berdasarkan hasil keputusan RUPS yang diselenggarakan pada tanggal 14 April 2004 berdasarkan Akta Nomor 10 Tanggal 14 April 2004, modal dasar Bank Jabar dinaikkan dari Rp 1 triliun menjadi Rp 2 triliun. Melihat perkembangan prospek usaha yang terus membaik, hasil RUPS tanggal 5 April 2006 menetapkan kenaikan modal dasar Bank Jabar dari Rp 2 triliun menjadi Rp 4 triliun.
37
Pada bulan November 2007, sebagai tindak lanjut SK Gubernur BI Nomor 9/63/kep.gbi/2007 tentang Perubahan Izin Usaha Atas Nama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Menjadi Izin Usaha Atas Nama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten,dilaksanakan penggantian call name dari “Bank Jabar” menjadi “Bank Jabar Banten”. Sehubungan dengan kegiatan usaha perbankan syariah, Bank Jabar Banten melakukan pemisahan (spin off) unit usaha syariah menjadi bank syariah dengan nama PT Bank Jabar Banten Syariah. Berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas, PT Bank Jabar Banten Syariah No.4 tanggal 15 Januari 2010, dibuat oleh Fathiah Helmi, S.H., Notaris di Jakarta, bank bjb memiliki penyertaan sebanyak 1.980.000.000 (satu miliar sembilan ratus delapan puluh juta) saham yang merupakan 99% (Sembilan puluh sembilan persen) dari seluruh saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh dalam Anak Perusahaan. Bank Jabar Banten Syariah memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia sesuai dengan Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.12/35/KEP.GBI/2010 tanggal 30 April 2010 Tentang Pemberian Izin Usaha PT Bank Jabar Banten Syariah. Seiring dengan perkembangan jaringan kantor yang lebih luas maka berdasarkan Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten Nomor 26 tanggal 21 April 2010 dan sesuai Surat Bank Indonesia No. 12/78/APBU/Bd tanggal 30 Juni 2010 perihal Rencana Perubahan Logo, serta Surat Keputusan Nomor 1337/SK/DI(R-PPN/2010 tanggal 5 Juli 2010, maka pada tanggal 8 Agustus 2010 nama Bank Jabar Banten resmi berubah menjadi bank bjb. bank bjb merupakan Bank Pembangunan Daerah pertama yang mencatatkan saham perdananya (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 8 Juli 2010 bank bjb menawarkan saham kepada publik sejumlah 2.424.072.500 lembar saham Seri B (termasuk EMSA) dengan harga penawaran Rp 600,- per saham dimana dana yang diperoleh dari IPO sekitar Rp 1,4 triliun. Pelepasan saham ke masyarakat ini setara dengan 25% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh. Dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum ini dipergunakan oleh bank bjb untuk penguatan modal perusahaan dalam rangka mendukung ekspansi kredit, terutama sektor UMKM, perluasan jaringan, dan pengembangan teknologi informasi. Penawaran Umum Perdana Saham bank
38
bjb memperoleh minat yang relative besar dari investor domestik maupun luar negeri. Dalam Penawaran Umum kepada masyarakat tanggal 1, 2 dan 5 Juli 2010, permintaan saham bank bjb mengalami oversubscribed sebesar 11,2 kali untuk porsi pooling. Dengan perjalanan panjang yang sudah ditempuh, bank bjb mengajak bersama stakeholdernya menuju era baru perbankan nasional. Secara ringkas perkembangan Bank Jabar Banten dapat dilihat pada gambar 5.
39
Bank BJB didirikan dengan nama PT. Bank Karja Pembangunan Djawa Barat yang merupakan hasil nasionalisasi bank “NV DENIS” pada masa pemerintahan Belanda
1961
1972
1978
Berubah menjadi perusahaan daerah (PD) Bank Kerja Pembangunan Daerah
Berubah menjadi PD Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
1991
1992
Menerbitkan obligasi untuk pertama kalinya
Memperoleh izin operasi sebagai Bank Devisa
1999
Berubah dari PD menjadi Perseroan Terbatas (PT)
Menjadi BPD pertama yang menjalankan dua sistem perbankan, yaitu konvensional dan syariah
2000
2007
Berubah menjadi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten
Menerbitkan obligasi VI
2009
2010
• Peningkatan rating dari Pefindo menjadi idAA• Spin Off Unit Usaha Syariah • IPO/ Go Public • Re-Branding
Gambar 5. Sejarah Perkembangan Bank Jabar Banten, Tbk. Sumber : Annual Report Bank Jabar Banten 2010
40
4.1.2. Visi Misi Bank Jabar Banten Visi Bank Jabar Banten “Menjadi 10 Bank terbesar dan berkinerja baik di Indonesia”. Merupakan penjabaran dari keinginan yang kuat dari segenap stakeholder bank bjb untuk membawa bank bjb tumbuh berkembang menjadi salah satu 10 bank terbesar dan berkinerja baik di kancah nasional. Misi Bank Jabar Banten • Penggerak dan pendorong laju pembangunan di daerah. • Melaksanakan penyimpanan uang daerah. • Salah satu sumber pendapatan asli daerah. 4.1.3. Nilai – Nilai Perusahaan Tabel 3. Nilai-nilai perusahaan : Corporate Value Perilaku Utama Main Behavior Service 1. Ramah, Tulus, Kekeluargaan 1. Friendly, sincere, Excellence 2. Selalu memberikan pelayanan prima familiar 2. Always provide excellent service Profesionalism 3. Cepat, Tepat, Akurat 3. Quick, Precisely, 4. Kompeten dan Bertanggungjawab accurate 5. Memahami dan melaksanakan 4. Competent and ketentuan perusahaan responsible 5. Understand and follow company provisions Integrity 6. Konsisten, disiplin, dan penuh 6. Consistent, discipline, semangat and exuberant 7. Menjaga citra bank melalui perilaku 7. Keeping the image of the terpuji dan menjunjung etika bank through ethical behavior and respect Respect 8. Fokus pada nasabah 8. Focus on customer 9. Peduli pada lingkungan 9. Care for the environment Inteligence 10. Selalu memberikan solusi yang 10. Always give best terbaik solution 11. Berkeinginan kuat untuk 11. Strong desire to mengembangkan diri develop themselves 12. Menyukai perubahan positif 12. Like positive change Trust 13. Menumbuhkan transparansi, 13. Growing transparency, kebersamaan dan kerjasama yang togetherness, and a sehat good relationship 14. Menjaga rahasia bank dan 14. Protect Bank and perusahaan company secrets
Sumber : Annual Report Bank Jabar Banten
41
4.2. Perkembangan Kondisi Keuangan Perusahaan 4.2.1. Perkembangan Neraca Perkembangan neraca yang terjadi sebelum go public, yaitu antara tahun 2008 sampai dengan semester pertama tahun 2010 menunjukan tren peningkatan setiap pertriwulan pertahunnya. Hal tersebut dapat terlihat pada triwulan
pertama
pada
tahun
2008
total
aktiva
yang
sebesar
Rp.
23.792.708.000.000 meningkat sebesar 21,97% menjadi Rp. 29.020.102.000.000 pada tahun 2009 dan meningkat sekitar 23,44% pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp. 35.824.272. Pada triwulan kedua peningkatan yang terjadi antara tahun 2008 dah tahun 2009 adalah sebesar 24,81% dimana pada tahun 2008 total aktiva sebesar
Rp.
24.258.270.000.000
meningkat
menjadi
sebesar
Rp.
30.278.700.000.000 pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp. 39.339.795.000.000 atau meningkat pula sekitar 29,92%. Untuk triwulan ketiga dan keempat atau pada semester kedua tahun 2008 dan 2009 persentase kanaikan pada semester pertama tidak dapat dipertahankan, pada semester dua ini justru mengalami penurunan sekitar 25,67% pada triwulan ketiga turun menjadi sekitar 24,46% pada triwulan keempat atau sebesar Rp. 32.410.329.000.000 pada tahun 2009 dimana pada tahun 2008 adalah sebesar Rp. 26.040.869.000.000. Sedangkan apabila dilihat seletah go public perbandingan neraca dengan tahun sebelumnya pada semester kedua atau triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2009 dan 2010 dapat terlihat peningkatan pada jumlah aktiva dimana pada tahun 2009 jumlah aktiva yang sebesar Rp. 32.364.703.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 41.388.361.000.000 atau meningkat sekitar 27.88% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Akan tetapi apabila dilihat pada tahun yang sama yaitu 2010 triwulan kedua dan ketiga persentasenya justru mengalami penurunan sekitar 2,04%. Sedangkan pada triwulan keempat peningkatan jumlah aktiva terjadi sekitar 34,05% dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 43.445.700.000.000 pada tahun 2010 dibandingna dengan jumlah aktiva yang sebesar Rp. 32.410.329.000.000 pada tahun 2009. Jumlah Kewajiban perusahaan apabila dilihat sebelum go public yaitu antara tahun 2008 dan 2009 serta pada semester pertama tahun 2010 menunjukan pada triwulan pertama tahun 2008 dan 2009 terjadi peningkatan jumlah kewajiban
42
sekitar 20,88% atau sebesar Rp. 21.726.884.000.000 pada tahun 2008 meningkat menjadi sebesar 26.264.600.000.000 pada tahun 2009 dan meningkat sekitar 23,82% pada triwulan pertama tahun 2010 atau sebesar Rp. 32.522.499.000.000. Pada triwulan kedua persentase kenaikan yang terjadi yaitu sekitar 25,52% dimana pada tahun 2008 jumlah kewajiban yang sebesar Rp. 22.046.461.000.000 meningkat menjadi Rp. 27.673.774.000.000 pada tahun 2009 dan sebesar Rp. 36.166.811.000.000
pada
tahun
2010
atau
meningkat
sekitar
30,68%
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2009. Pada semester terakhir tahun 2008 dan 2009 atau pada triwulan ketiga dan keempat persentase jumlah kewajiban mengalami fluktuasi dimana pada triwulan ketiga persentase meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sekitar 26,68% atau sebesar Rp. 23.342.587.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 29.570.403.000.000, akan tetapi pada triwulan keempat terjadi penurunan persentase sekitar 24,45% atau sebesar Rp. 23.558.999.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 29.318.786.000.000 pada tahun 2009. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010 jumlah persentase kewajiban mengalami penurunan pada triwulan ketiga tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sekitar 23,55% dimana pada tahun 2009 sebesar Rp. 29.570.403.000.000 menajdi sebesar Rp. 36.535.403.000.000. Apabila dilihat pada triwulan keempat jumlah persentase kewajiban mengalami peningkatan
sebesar
31,16%
dimana
pada
tahun
2009
sebesar
Rp.
29.3183786.000.000 menajdi sebesar Rp. 38.454.707.000.000 pada tahun 2010. Ekuitas sebelum go public mengalami fluktuasi setiap triwulannya dimana, pada triwulan pertama tahun 2008 jumlah ekuitas sebesar Rp. 2.065.824.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 2.755.502.000.000 pada triwulan pertama tahun 2009 atau sekitar 33,38% dan meningkat menjadi sebesar Rp. 3.301.773.000.000 pada tahun 2010 atau meningkat pula sekitar 19,82% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada triwulan kedua persentase mengalami
penurunan
menjadi
sekitar
17,77%
atau
sebesar
Rp.
2.211.809.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 2.604.926.000.000 pada tahun 2009 dan menjadi sebesar Rp. 3.172.984.000.000 pada tahun 2010 atau sekitar 21,80%. Pada triwulan ketiga persentase penurunan menjadi sekitar 15,88% naik
43
daripada triwulan kedua, atau sebesar Rp. 2.411.328.000.000 menjadi sebesar Rp. 2.794.300.000.000. Pada triwulan keempat persentase jumlah ekuitas mengalami peningkatan daripada triwulan ketiga yaitu sebesar 24,56% dimana pada tahun 2008 jumlah ekuitas sebesar Rp. 2.481.870.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 3.091.543.000.000. Setelah go public persentase ekuitas pada triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2010 yaitu pada triwulan ketiga tahun 2010 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan kedua pada tahun yang sama dimana persentasenya sekitar 27,88% atau sebesar Rp. 4.852.958.000.000. Akan tetapi tetap mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan ketiga tahun 2009 yang sebesar Rp. 2.794.300.000.000. Pada triwulan keempat persentase kanaikan jumlah ekuitas mengalami kenaikan yang terbesar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sekitar 34.05% atau sebesar Rp. 4.990.993.000.000 pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar Rp. 3.091.543.000.000. Selisih nilai diperoleh dari nilai tahun sekarang dikurangi dengan nilai tahun sebelumnya. Sedangkan selisih persen diperoleh dari selisih tahun ini dibagi dengan nilai tahun sebelumnya. Data ringkasan neraca dan selisih nilai dan persentase PT. Bank Jabar Banten, Tbk. dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5 :
44
Tabel 4. Ringkasan Neraca PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 (dalam jutaan rupiah) 2008
Komponen
2009
2010
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
Aktiva
23.792.708
24.258.270
25.753.915
26.040.869
29.020.102
30.278.700
32.364.703
32.410.329
35.824.272
39.339.795
41.388.361
43.445.700
Kewajiban
21.726.884
22.046.461
23.342.587
23.558.999
26.264.600
27.673.774
29.570.403
29.318.786
32.522.499
36.166.811
36.535.403
38.454.707
2.065.824
2.211.809
2.411.328
2.481.870
2.755.502
2.604.926
2.794.300
3.091.543
3.301.773
3.172.984
4.852.958
4.990.993
23.792.708
24.258.270
25.753.915
26.040.869
29.020.102
30.278.700
32.364.703
32.410.329
35.824.272
39.339.795
41.388.361
43.445.700
Ekuitas Total ekuitas dan Kewajiban
Tabel 5. Selisih Nilai dan Persentase Neraca PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 (dalam juta rupiah) Komponen Aktiva Kewajiban Ekuitas
I 5.227.394
Selisih 2008-2009 II III 6.020.430
IV
I
Persentase II III
IV
24,84
25,67
24,46
6.257.899
6.610.788
6.369.460
20,88
25,52
26,68
24,45
21,97
I 6.804.170
Selisih 2009-2010 II III
I
Persentase II III
IV
9.023.658
11.035.371
23,44
29,92
27,88
34,05
8.493.037
6.965.000
9.135.921
23,82
30,68
23,55
31,16
9.061.095
IV
4.537.716
5.627.313
6.227.816
5.759.787
689.678
393.117
382.972
609.673
33,38
17,77
15,88
24,56
546.271
568.058
2.058.658
1.899.450
19,82
21,80
73,67
61,44
5.227.394
6.020.430
6610788
6.369.460
21,97
24,81
25,67
24,46
6.804.170
9.061.095
9.023.658
11.035.371
23,44
29,92
27,88
34,05
Total ekuitas dan Kewajiban
45
4.2.2. Perkembangan Laporan Laba/Rugi Perkembangan laporan laba rugi cenderung meningkat pertriwulan dari tahun ke tahun, hal tersebut dapat dilihat dari laba bersih yang dihasilkan pada tahun 2008 yang sebesar Rp. 542.162.000.000, meningkat sebesar Rp. 166.944.000.000, atau sekitar 30,80% pada akhir tahun 2009. Sedangkan laba bersih pada tahun 2010 pun meningkat sebesar Rp. 181.065.000.000, dibandingkan tahun sebelumnya atau meningkat sekitar 25,53% menjadi sebesar Rp. 890.171.000.000, pada akhir tahun 2010. Secara ringkas laporan laba rugi periode 2008 – 2010 dapat dilihat pada tabel 6 :
46
Tabel 6. Ringkasan Laba/Rugi PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 (dalam jutaan rupiah) 2008
Komponen I
II
2009 III
Pendapatan
IV
I
II
2010 III
IV
I
II
III
IV
644.394
1.372.152
2.186.882
3.079.494
905.413
1.972.732
3.019.118
3.944.548
1.560.790
2.237.363
3.506.789
4.894.312
(264.061)
(550.677)
(854.477)
(1.253.624)
(398.784)
(833.176)
(1.298.264)
(1.841.510)
(883.207)
(961.077)
(1.538.012)
(2.254.731)
380.333
821.475
1.332.405
1.825.870
506.629
1.139.556
1.720.854
2.103.038
677.583
1.276.286
1.968.777
2.639.581
28.310
75.939
117.422
174.708
51.489
46.064
83.285
262.083
110.420
254.221
365.887
277.712
282.419
557.693
842.528
1.200.443
247.714
639.635
1.001.723
1.410.138
289.465
814.793
1.296.527
1.726.755
160.929
339.721
607.299
1.025.735
275.699
545.985
802.416
954.983
277.698
715.714
1.038.137
1.190.538
3.021
14.146
19.200
29.510
5.995
13.067
19.915
40.601
2.609
12.790
17.764
42.316
(3.400)
(5.483)
(9.516)
(10.699)
(2.739)
(5.223)
(7.566)
(10.207)
-
(153)
-
(13.226)
160.550
348.384
616.983
818.946
278.955
553.829
814.765
985.377
280.307
728.351
1.055.901
1.219.628
Pajak
(48.148)
(104.498)
(185.007)
(276.784)
(78.107)
(155.072)
(228.134)
(276.271)
(70.077)
(182.759)
(264.603)
(329.403)
Laba Bersih
112.402
243.886
431.906
542.162
200.848
398.757
586.631
709.106
210.230
545.592
791.298
890.171
88.446
154.871
154.725
166.944
9.382
146.835
204.667
181.065
78.68
63.50
35.82
30.79
4.67
36.82
34.88
25.53
Bunga Beban Bunga Pendapatan Bunga Bersih Pendapatan Operasional Lainnya Beban Operasional Lainnya Pendapatan (Beban) Operasional Lainnya Pendapatan Non Operasional Beban Non Operasional Laba Sebelum Pajak
Selisih Persentase
47
4.3. Kinerja Keuangan Perusahaan Analisis kinerja keuangan perusahaan terutama rasio keuangan menjelaskan dan memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan serta posisi keuangan perusahaan. Begitu pun halnya dengan analisis Du Pont menunjukan bagaimana rasio aktivitas dan profit margin berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan serta tingkat pengembalian ekuitas (ROE) yang dihasilkan. Sedangkan nilai EVA pada perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah ekonomis. 4.3.1. Rasio-rasio Keuangan Analisis rasio dapat dipahami sebagai hasil yang diperoleh antara satu jumlah dengan jumlah yang lainnya. Perbandingan tersebut dapat memberikan gambaran relatif tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan. Atau secara sederhana rasio disebut sebagai perbandingan jumlah dari satu jumlah dengan jumlah lainnya itulah dilihat perbandingannya dengan harapan nantinya akan ditemukan jawaban yang selanjutnya dijadikan bahan kajian untuk dianalisis dan diputuskan. Analisis rasio keuangan merupakan instrument analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indicator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut untuk kemudian menujukan resiko dan peluang yang melekat pada perusahaan. Analisis rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rasio solvabilitas yang ditunjukan oleh Rasio Hutang terhadap Total Aktiva, Rasio Hutang Terhadap Ekuitas, Rasio Ekuitas terhadap Total Aktiva dan CAR, rasio aktifitas yang ditunjukan oleh Rasio Perputaran Total aktiva, rasio profitabilitas ditunjukan oleh NPM, ROA, ROE. Pemilihan rasio-rasio tersebut sesuai atau relevan terhadap perhitungan Analisis Du Pont dan Analisis EVA.
48
4.3.1.1. Rasio Solvabilitas Analisis rasio solvabilitas dilakukan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban keuangannya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang atau memenuhi kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Bagi para pemegang saham tingkat solvabilitas ini sangat penting karena akan menunjukan kemampuan perusahaan dalam menanggung seluruh beban hutang dan jaminan untuk para pemegang saham jika perusahaan dilikuidasi. Data-data pada pos aktiva, hutang serta ekuitas digunakan untuk mengetahui tingkat stabilitas keuangan jangka panjang. Penilaian
tingkat
solvabilitas
PT.
Bank
Jabar
Banten,
Tbk.
menggunakan rasio hutang terhadap total aktiva, rasio hutang terhadap modal sendiri atau ekuitas dan rasio ekuitas terhadap total aktiva serta capital adequacy ratio (CAR). Perkembangan nilai rasio solvabilitas ini dapat dilihat pada tabel 7. :
49
Tabel 7. Perkembangan nilai rasio solvabilitas PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 2008
2009
2010
Ratarata
Indikator I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
per tahun
Rasio Total Hutang
91,32
90,88
90,64
90,47
90,50
91,40
91,37
90,46
90,78
91,93
88,27
88,51
89,81
1051,73
996,76
968,04
949,24
953,17
1062,36
1058,24
948,35
985,00
1139,84
752,85
770,48
889,36
8,68
9,12
9,36
9,53
9,50
8,60
8,63
9,54
9,22
8,07
11,73
11,49
10,18
16,62
16,01
15,53
15,06
17,43
14,46
18,71
21,19
23,59
17,33
27,62
22,85
19,90
dengan Aktiva Rasio Total Hutang dengan Modal Rasio Modal dengan Aktiva CAR
50
a. Rasio Total Hutang Terhadap Total Aktiva Rasio total hutang terhadap total aktiva menunjukan banyaknya aktiva yang dibiayai dari pinjaman (hutang). Selama tiga periode analisis yaitu antara tahun 2008 – 2010 dianalisis per triwulan, nilai rata-rata rasio total hutang terhadap total aktiva adalah sebesar 89,81 persen per akhir tahunnya. Hal tersebut menunjukan bahwa jumlah aktiva yang dibiayai dengan hutang adalah sebesar 89,81 persen atau dengan kata lain sebesar Rp. 89,81,- dari setiap 100 rupiah aktiva digunakan untuk menjamin utang. Pada umumnya nilai standar untuk rasio ini adalah maksimal 50 persen. Rasio rata-rata yang diperoleh pada analisis rasio total hutang terhadap total aktiva sebesar 89,81 persen menunjukan nilai resiko yang relatif besar ditanggung oleh perusahaan karena struktur aktiva yang banyak dibiayai oleh pinjaman (hutang). Pada sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010. Tingkat rasio total hutang terhadap total aktiva menunjukan tren yang fluktuatif dimana, pada triwulan pertama tahun 2008 tingkat rasio ini mengalami tren penurunan setiap triwulannya sebesar 91,32% pada triwulan pertama tahun 2008 turun menjadi sebesar 90,88% pada triwulan kedua dan 90,64 pada triwulan ketiga serta 90,47% pada triwulan keempat. Pada tahun 2009 tren rasio total hutang terhadap aktiva mengalami fluktuasi setiap triwulannya dimana, pada triwulan pertama tahun 2009 rasio ini sebesar 90,50% meningkat menjadi sebesar 91,39% pada triwulan kedua dan mengalami penurunan lagi pada triwulan ketiga menjadi sebesar 91,36% serta turun lagi pada triwulan keempat menjadi sebesar 90,46%. Pada semester pertama tahun 2010 atau pada triwulan pertama dan kedua tingkat rasio ini mengalami peningkatan dimana pada triwulan pertama yang sebesar 90,78% meningkat menjadi sebesar 91,93%. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010 atau pada triwulan ketiga dan keempat rasio ini menunjukan penurunan dibandingkan dengan sebelum go public yaitu pada semester pertama tahun 2010 dimana pada triwulan ketiga tahun 2010 ini tingkat rasio sebesar 88,27% meningkat menjadi 88,51% pada triwulan keempat pada tahun 2010.
51
b. Rasio Total Hutang Terhadap Modal Sendiri Rasio total hutang terhadap modal sendiri menunjukan proporsi hutang yang dapat dijamin dengan modal sendiri. perkembangan rasio ini menunjukan tren yang berfluktuatif setiap tahunnya. Nilai rata-rata untuk rasio ini pada akhir tahun selama tiga periode adalah 889,36 persen yang berarti setiap Rp. 1,00,- modal perusahaan digunakan untuk menjamin seluruh utang sebesar Rp. 8,89,-. Rata-rata nilai rasio ini lebih besar daripada standarnya yaitu 100 persen, ini menunjukan rendahnya kemampuan modal sendiri untuk menjamin kewajiban perusahaan dan rendahnya tingkat keamanan keuangan perusahaan karena besarnya komponen dana yang berasal dari luar. Akibatnya perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan apabila memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan dilikuidasikan. Apabila dilihat dari sebelum go public, tingkat rasio ini menunjukan tingkat yang berfluktuatif setiap tahunnya. Akan tetapi pada tahun 2008 tingkat rasio memiliki tren yang menurun, dimana triwulan pertama rasio ini sebesar 1051,73% turun menjadi sebesar 996,76% pada triwulan kedua dan 968,03% pada triwulan ketiga serta 949,24% pada triwulan keempat. Hal berbeda terjadi pada tahun 2009 dimana rasio ini menunjukan tren yang berfluktuatif setiap triwulannya, pada triwulan pertama tahun 2009 rasio ini sebesar 953,16% meningkat menjadi sebesar 1062,36% pada triwulan kedua dan mengalami penurunan pada triwulan ketiga dan keempat secara berturut-turut menjadi sebesar 1058,24% dan 948,35% di tahun 2009. Pada tahun 2010 semester pertama rasio ini menunjukan tren peningkatan dimana pada triwulan pertama tahun 2010 sebesar 985,00% meningkat menjadi 1139,83% pada triwulan kedua. Setelah go public yaitu pada triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2010 tingkat rasio ini menunjukan tren penurunan dibandingkan pada semester lalu pada tahun yang sama dimana pada triwulan ketiga rasio ini sebesar 752.84% dan turun menjadi sebesar 770,48%.
52
c. Rasio Modal Sendiri Terhadap Total Aktiva Rasio perbandingan antara modal sendiri dengan total aktiva mencerminkan besarnya proporsi jumlah aktiva yang dibiayai dari pinjaman dan modal sendiri, disamping pula memberikan tingkat keamanan bagi kreditur. Nilai standar untuk rasio ini minimal 50 persen. nilai rasio modal sendiri terhadap total aktiva perusahaan menunjukan perkembangan peningkatan setiap tahunnya. Ratarata nilai rasio modal sendiri terhadap total aktiva pada akhir tahun adalah sebesar 10,18 persen. Angka ini menunjukan bahwa selama tiga periode tersebut aktiva yang dibiaya dengan modal sendiri rata-rata sekitar 10,18 jauh dibandingkan total aktiva yang dibiayai oleh pinjaman (hutang) yang rata-rata sebesar 89,81. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai tersebut masih berada pada standar pada umumnya yang minimal sebesar 50 persen yang berarti pula menunjukan tingkat keamanan yang kurang baik bagi perusahaan. Sebelum go public pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010 rasio ini menunjukan tren yang berfluktuatif setiap tahunnya. Akan tetapi apabila dilihat pada tahun 2008 tren yang terjadi pada rasio ini menunjukan peningkatan dimana pada triwulan pertama tahun 2008 sebesar 8,68% meningkat menjadi sebesar 9,11% dan 9,36% pada triwulan ketiga serta 9,53% pada triwulan keempat tahun 2008. Pada tahun 2009 triwulan pertama rasio ini sebesar 9,49% terjadi penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar 8,60% dan pada triwulan ketiga pada tahun yang sama terjadi peningkatan menjadi sebesar 8,63% serta 9,53% pada triwulan keempat. Pada semester pertama tahun 2010 tren rasio ini mengalami penurunan dimana pada triwulan pertama sebesar 9,21% mengalami penurunan menjadi sebesar 8,06%. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010 rasio ini menujukan terjadi peningkatan dibandingkan pada semester pertama pada tahun 2010 dimana pada triwulan ketiga rasio ini sebesar 11,72% akan tetapi mengalami penurunan pada triwulan keempat menjadi sebesar 11,48%.
53
d. Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital adequacy ratio (CAR) mengukur kemampuan permodalan bank untuk menutup kemungkinan-kemungkinan resiko yang terjadi di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Bank Indonesia menetapkan nilai CAR minimum bagi setiap bank sebesar 8 persen dan Bank Jabar Banten telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan tersebut. Nilai rasio CAR per tahun baik pada tahun 2008, tahun 2009 maupun tahun 2010 menunjukan tren peningkatan setiap tahunnya yaitu masing-masing sebesar 15,06 persen, 21,19 persen, dan 22,85 persen, dengan nilai rata-rata setiap tahunnya yang sebesar 19,90 persen. Kenaikan nilai CAR tersebut disebabkan karena persentase kenaikan modal lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan dibandingkan terhadap persentase kenaikan ATMR (Aktiva tertimbang Menurut Resiko). Kenaikan nilai rasio CAR setiap tahun menunjukan semakin membaiknya kemampuan perusahaan dalam hal permodalan untuk menutup kemungkinan resiko yang terjadi di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010 tingkat kecukupan modal menunjukan bahwa pada tahun 2008 triwulan pertama nilai CAR yang sebesar 16,62% mengalami penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar 16,01% dan kembali menurun menjadi sebesar 15,53% pada triwulan ketiga dan 15,06% pada triwulan keempat. Pada tahun 2009 triwulan pertama nilai CAR sebesar 17,43% mengalami penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar 14,46%, akan tetapi pada triwulan ketiga nilai CAR mengalami peningkatan menjadi sebesar 18,17% diikuti pula pada triwulan terakhir tahun 2009 atau pada triwulan keempat yang sebesar 21,19%. Pada semester pertama tahun 2010 dimana nilai CAR pada triwulan pertama sebesar 23,59% mengalami penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar 17,33%. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010, nilai rasio CAR menunjukan pada saat setelah go public tersebut meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada tahun yang sama ataupun pada triwulan yang
54
sama dengan tahun yang berbeda yaitu sebesar 27,62%, akan tetapi pada triwulan keempat justru mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu menjadi sebesar 22,85% dan lebih bagus dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2009. 4.3.1.2. Rasio Aktifitas Analisis
aktifitas
dilakukan
untuk
mengukur
tingkat
efisiensi
perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan kegiatan operasional perusahaan. Pengukuran tingkat aktifitas usaha perusahaan dilakukan dengan menilai tingkat perputaran total aktiva yang relevan dan berkaitan dengan perusahaan terutama PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Secara ringkas perkembangan rasio aktifitas perusahaan adalah sebagai berikut:
55
Tabel. 8 Perkembangan Rasio Aktifitas PT. Bank Jabar Banten (Persero), Tbk. 2008 2009 Indikator Rasio Perputaran Total Aktiva Rasio Perputaran Total Aktiva Tetap
I
II
III
IV
I
II
0,03
0,06
0,09
0,12
0,03
0,07
1,50
2,87
4,81
6,52
1,98
4,00
2010 III
III
IV
Ratarata per tahun
IV
I
II
0,10
0,13
0,05
0,06
0,09
0,12
0,12
6,58
7,97
3,54
5,39
8,46
9,42
7,97
56
a. Rasio Perputaran Total Aktiva Rasio perputaran total aktiva menunjukan tingkat efektifitas perusahaan dalam menggunakan seluruh aktivanya untuk menciptakan pendapatan dan memperoleh laba. Rasio perputaran total aktiva dapat menunjukan apakah suatu perusahaan sudah dapat menghasilkan nilai pendapatan sesuai dengan total aktiva yang dimilikinya. Perkembangan nilai perputaran total aktiva selama tiga periode pengamatan menunjukan perubahan secara fluktuatif setiap tahunnya eskipun perubahan tersebut tidak cukup signifikan dari tahun ke tahun. Nilai rata-rata perputaran total aktiva selama tiga periode pengamatan analisis antara tahun 2008 – 2010 adalah sebesar 0,12 kali per tahunnya, artinya setiap Rp. 1,00,- total aktiva yang dimanfaatkan akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 0,12,-. Nilai tersebut menunjukan bahwa perusahaan belum sepenuhnya memanfaatkan aktivanya dengan baik dalam rangka menghasilkan pendapatan. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta pada semester pertama tahun 2010 rasio perputaran total aktiva menunjukan tren peningkatan dimana pada triwulan pertama 2008 sebesar 0,03% meningkat menjadi 0,06% pada trieulan kedua dan 0,09% pada triwulan ketiga dan bahkan menjadi sebesar 0,12% pada triwulan keempat tahun 2008. Pada tahun 2009 triwulan pertama cenderung tidak jauh berbeda dengan triwulan pertama tahun 2008yaitu sebesar 0,03% sedangkan pada triwulan kedua meningkat sebesar 0,07% dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2008 dan hal yang sama juga terjadi pada triwulan ketiga dimana nilai rasio ini mengalami peningkatan menjadi sebesar 0,10% serta pada triwulan keempat atau pada akhir tahun meningkat menjadi sebesar 0,13%. Pada semester pertama tahun 2010 dimana pada triwulan pertama rasio ini sebesar 0,05% dan pada triwulan kedua sebesar 0,06%. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010, tingkat rasio ini menunjukan peningkatan dibandingkan dengan semester pertama pada tahun yang sama, akan tetapi justru mengalami penurunan dibandingan dengan tahun sebelumnya pada semester yang sama dimana rasio ini pada triwulan ketiga menujukan sebesar 0,09% meningkat menjadi 0,12% pada triwulan keempat.
57
b. Fixed Asset Turnover Fixed Asset Turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Atau dengan kata lain, untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau belum. Perpuataran aktiva tetap tahun 2008 sebanyak 6,52 kali. Artinya, setiap Rp. 1,00 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp. 6,52 pendapatan. Kondisi perusahaan sangat menggembirakan apabila dilihat dari rasio ini karena terjadi peningkatan rasio antara tahun 2008 ke tahun 2009 yang menjadi 7,97 kali, bahkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 9,42 kali perputaran aktiva tetap tersebut. Hal tersebut dianggap baik karena rata-rata industry untuk fixed asset turnover yaitu 5 kali, yang berarti perusahaan telah mampu memaksimalkan kapasitas aktiva tetap yang dimiliki jika dibandingkan dengan perusahaan lain. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010 rasio ini menunjukan tren peningkatan setiap tahunnya. Dimana pada tahun 2008 triwulan pertama sebesar 1,50% meningkat menjadi 2,87% pada triwulan kedua dan 4,81% pada triwulan ketiga serta menajdi sebesar 6,52%. Pada tahun 2009 triwulan pertama rasio ini sebesar 1,98% meningkat menjadi sebesar 4,00% pada triwulan kedua dan 6,58% pada triwulan ketiga serta meningkat menjadi sebesar 7,97% pada triwulan keempat. Pada semester pertama tahun 2010 dimana pada triwulan pertama rasio ini sebesar 3,54% meningkat pada triwulan kedua menjadi sebesar 5,39%. Setelah go public pada tahun 2010 semester kedua rasio ini menunjukan tren peningkatan dimana pada triwulan ketiga sebesar 8,46% meningkat menajdi 9,42% pada triwulan keempat.
58
4.3.1.3. Rasio Profitabilitas Analisis rasio profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Selain itu juga dapat mengetahui efisiensi perusahaan dalam penggunaan atau pengelolaan modal yang dimiliki. Profitabilitas yang baik akan dapat meningkatkan posisi perusahaan serta memperkecil kemungkinan kebangkrutan. Analisis rasio profitabilitas Bank Jabar Banten dilakukan dengan menggunakan rasio Margin Laba Bersih/Net Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA) dan return On Equity (ROE). Secara ringkas rasio profitabilitas dapat terlihat pada tabel 9:
59
Tabel. 9 Ringkasan Rasio Profitabilitas PT. Bank Jabar Banten (Persero), Tbk. 2008 2009 Indikator Net Profit Margin (NPM) ROA ROE
I
II
III
IV
I
II
2010 III
IV
I
II
III
IV
16,71
16,84
18,74
16,66
20,99
19,75
18,91
16,86
12,58
21,90
20,43
17,21
0,47
1,01
1,68
2,08
0,69
1,32
1,81
2,19
0,59
1,39
1,91
2,05
5,44
11,03
17,91
21,84
7,29
15,31
20,99
22,94
6,37
17,19
16,31
17,84
Ratarata per tahun 16,90 2,1 20,87
60
a. Rasio Margin Laba Bersih/Net Profit Margin (NPM) Rasio margin laba bersih atau net profit margin (NPM) menunjukan tingkat keuntungan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan yang dilakukan perusahaan. Selama tiga periode pengamatan analisis nilai rasio ini menunjukan tingkat kecenderungan yang terus meningkat dengan rata-rata selama tiga periode tersebut sebesar 16,90 persen. Nilai ini menunjukan bahwa dari setiap Rp. 1,00,pendapatan yang diperoleh, perusahaan mampu menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp. 0,16,. Pada tahun 2010 rasio ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 17,21 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut tidak terlepas dari kebijakan manajemen Bank Jabar Banten dalam melakukan initial public offering (IPO) pada Juli 2010. Dimana pendapatan tersebut diantaranya diperoleh dari jumlah saham perusahaan yang dibeli oleh masyarakat. Akan tetapi peningkatan yang terjadi pada pendapatan belum tentu dapat meningkatkan marjin laba bersih ini karena harus memperhitungkan factorfaktor pengurang yang biasanya turut mengalami kenaikan seiring dengan naiknya nilai pendapatan. Apabila perusahaan tidak meningkatkan efisiensi dalam hal segi biaya atau beban yang ditimbulkan maka kenaikan pendapatan justru akan memperbesar beban atau biaya yang timbul. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta pada semester pertama tahun 2010 tingkat NPM menunjukan bahwa pada tahun 2008 triwulan pertama tingkat rasio NPM yakni sebesar 16,71% meningkat menjadi sebesar 16,84% pada triwulan kedua dan 18,74% pada triwulan ketiga akan tetapi pada triwulan keempat tingkat rasio NPM justru mengalami penurunan menjadi sebesar 16,66%. Pada tahun 2009 tren NPM justru mengalami penurunan setiap triwulannya hal tersebut dapat terlihat pada triwulan pertama tahun 2009 tingkat NPM sebesar 20,99% mengalami penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar 19,75% dan 18,91% serta bahkan pada triwulan keempat menjadi sebesar 16,86%. Pada semester pertama tahun 2010 yaitu pada triwulan pertama tingkat NPM sebesar 12,58% dan terjadi peningkatan pada triwulan kedua menjadi sebesar 21,90%.
61
Setelah go public yatu pada semester kedua tahun 2010 tingkat NPM menunjukan tren peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya akan tetapi terjadi penurunan apabila dibandingkan dengan semester pertama pada tahun yang sama. Dimana tingkat NPM pada triwulan ketiga tahun 2010 adalah sebesar 20,43% terjadi penurunan menjadi sebesar 17,21%. b. Return On Asset (ROA) Rasio tingkat pengembalian aktiva menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atas aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dan juga untuk melihat bagaimana efektifitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Nilai rasio ini cenderung berfluktuasi setiap tahunnya dengan nilai rata-rata sebesar 2,1 persen, yang berarti dalam setiap Rp. 1,00,- aktiva yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,02,-. Rasio ini terbesar dicapai pada tahun 2009, hal tersebut disebabkan oleh peningkatan laba bersih yang berkaitan dengan naiknya nilai pendapatan usaha dan pendapatan lain-lain. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang telah go public, tingkat ROA pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 yang belum go public lebih baik. Sehingga tingkat rentabilitas pada tahun 2008 dan 2009 pun lebih baik dibandingkan dengan tahun 2010. Standar yang digunakan dalam rasio ini biasanya dibandingkan dengan bunga bank yang berlaku pada saat itu, jika lebih besar maka akan semakin menarik, sedangkan apabila rasio yang didapatkan lebih kecil dari bunga bank maka investor akan lebih baik menanamkan modalnya pada bank dibandingkan perusahaan. ROA merupakan rasio yang umumnya ingin diketahui oleh para investor sehingga besar kecilnya nilai ROA merupakan daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasi dalam usaha. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010 tingkat ROA menunjukan tren peningkatan setiap tahunnya, dimana pada tahun 2008 triwulan pertama tingkat ROA tersebut sebesar 0,47% meningkat pada triwulan kedua menjadi sebesar 1,01% dan 1,68% pada triwulan ketiga serta meningkat pula menjadi 2,08% pada triwulan keempat. Pada tahun 2009 triwulan pertama tingkat ROA sebesar 0,69% meningkat menjadi sebesar 1,32% dan 1,81% pada triwulan ketiga serta meningkat menjadi sebesar 2,19%
62
pada triwulan keempat. Pada semester pertama tahun 2010 tingkat ROA triwulan pertama sebesar 0,59% meningkat menjadi sebesar 1,39% pada triwulan kedua. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010 dimana pada triwulan ketiga tingkat ROA adalah sebesar 1,19% meningkat menjadi sebesar 2,05% pada triwulan keempat, akan tetapi apabila dibandingkan dengan tahun 2009 lalu tingkat ROA ini mengalami penurunan. c. Return On Equity (ROE) Rasio tingkat pengembalian ekuitas digunakan untuk mengukur sejauh mana besar laba bersih yang dapat dihasilkan perusahaan atas modal sendiri yang ditanamkan untuk pembiayaan usaha. Dalam tiga periode pengamatan analisis, nilai rasio ini berfluktuasi setiap tahunnya dengan nilai rata-rata sebesar 20,87 persen. Hal tersebut berarti dalam setiap satu rupiah modal sendiri yang ditanamkan, perusahaan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,20,-. Pada rasio ini peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2009 menjadi sebesar 22,93 persen. Hal ini menunjukan semakin meningkatnya kemampuan modal sendiri perusahaan dalam menghasilkan keuntungan sehingga pendapatan yang diterima perusahaan pun meningkat. Akan tetapi pada tahun 2010 peningkatan laba bersih tidak lebih besar dibandingkan peningkatan jumlah ekuitas yang memang pasti bertambah dikarenakan masuknya atau di jualnya beberapa saham bank jabar banten ke publik, hal tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah nilai rasio atas modal sendiri atau atas ekuitas ini. Hal tersebut menunjukan semakin menurunnya kemampuan modal sendiri (ekuitas) perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Sehingga jika ditinjau dari nilai ROE ini tingkat rentabilitas perusahaan pada tahun 2009 dan 2008 lebih baik daripada tahun 2010 yang notabene baru menjajal pasar dengan penawaran umum saham perdananya. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010 dapat terlihat tren perubahan ROE setiap tahun pertriwulan dimana pada tahun 2008 triwulan pertama tingkat ROE sebesar 5,44% meningkat pada triwulan kedua menjadi sebesar 11,03% dan 17,91% pada triwulan ketiga serta menjadi sebesar 21,84% pada triwulan keempat. Pada tahun 2009 tingkat ROE triwulan pertama sebesar 7,29% meningkat pada triwulan kedua menjadi
63
15,33% dan 20,99% pada triwulan ketiga meningkat pula pada triwulan keempat menjadi sebesar 20,99%. Pada semester pertama tahun 2010, yaitu pada triwulan pertama, tingkat ROE adalah sebesar 6,37% dan meningkat menjadi sebesar 17,19% pada triwulan kedua. Setelah go public pada semester kedua tahun 2010 tingkat ROE perusahaan dimana pada triwulan ketiga adalah sebesar 16,31% meningkat menjadi sebesar 17,84%. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan tahun 2009 lalu tingkat ROE pada akhir 2010 ini justru mengalami penurunan sebesar 22,24%. 4.3.2. Struktur Modal Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi financial perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari utang jangka panjangdan modal sendiri yang menjadi pembiayaan suatu perusahaan. Kebutuhan dana untuk memperkuat struktur modal suatu perusahaan dapat bersumber dari internal dan ekternal, dengan ketentuan sumber dana yang dibutuhkan tersebut bersumber dari tempat-tempat yang dianggap aman (safety position) dan jika dipergunakan memiliki nilai dorong dalam memperkuat struktur modal keuangan perusahaan. Dalam artian ketika dana tersebut dipakai untuk memperkuat struktur modal perusahaan, maka perusahaan mampu mengendalikan modal tersebut secara efektif dan efisien serta tepat sasaran. Tingkat ekuitas sebelum go public mengalami fluktuasi setiap triwulannya dimana, pada triwulan pertama tahun 2008 jumlah ekuitas sebesar Rp. 2.065.824.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 2.755.502.000.000 pada triwulan pertama tahun 2009 atau sekitar 33,38% dan meningkat menjadi sebesar Rp. 3.301.773.000.000 pada tahun 2010 atau meningkat pula sekitar 19,82% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada triwulan kedua persentase mengalami
penurunan
menjadi
sekitar
17,77%
atau
sebesar
Rp.
2.211.809.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 2.604.926.000.000 pada tahun 2009 dan menjadi sebesar Rp. 3.172.984.000.000 pada tahun 2010 atau sekitar 21,80%. Pada triwulan ketiga persentase penurunan menjadi sekitar 15,88% naik daripada triwulan kedua, atau sebesar Rp. 2.411.328.000.000 menjadi sebesar Rp. 2.794.300.000.000. Pada triwulan keempat persentase jumlah ekuitas mengalami
64
peningkatan daripada triwulan ketiga yaitu sebesar 24,56% dimana pada tahun 2008 jumlah ekuitas sebesar Rp. 2.481.870.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 3.091.543.000.000. Setelah go public persentase ekuitas pada triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2010 yaitu pada triwulan ketiga tahun 2010 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan kedua pada tahun yang sama dimana persentasenya sekitar 27,88% atau sebesar Rp. 4.852.958.000.000. Akan tetapi tetap mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan ketiga tahun 2009 yang sebesar Rp. 2.794.300.000.000. Pada triwulan keempat persentase kanaikan jumlah ekuitas mengalami kenaikan yang terbesar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sekitar 34.05% atau sebesar Rp. 4.990.993.000.000 pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar Rp. 3.091.543.000.000. Jumlah hutang jangka panjang perusahaan pada saat sebelum go public pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama pada tahun 2010 menunjukan tingkat hutang jangka panjang tersebut dimana pada tahun 2008 triwulan pertama sebesar Rp. 1.747.343.000.000 mengalami penurunan pada semester kedua menjadi sebesar Rp. 1.730.832.000.000 dan kembali mengalami peningkatan pada triwulan ketiga menjadi sebesar Rp. 1.735.727.000.000 dan kembali pula mengalami
penurunan
pada
triwulan
keempat
menjadi
sebesar
Rp.
1.719.294.000.000. Pada tahun 2009 tingkat hutang jangka panjang sebesar Rp. 1.723.740.000.000 mengalami penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar Rp. 1.708.002.000.000 akan tetapi pada triwulan ketiga mengalami peningkatan sebesar Rp. 2.461.613.000.000 dan kembali mengalami penurunan pada triwulan keempat menjadi sebesar Rp. 1.755.354.000.000. Pada semester pertama tahun 2010 dimana pada triwulan pertama tingkat hutang jangka panjang sebesar Rp. 1.762.646.000.000 mengalami penurunan pada triwulan kedua pada tahun yang sama. Sedangkan apabila dilihat setelah go public, tingkat hutang jangka panjang perusahaan pun mengalami penurunan dibandingkan pada semester pertama tahun 2010 dimana hutang jangka panjang pada triwulan ketiga yang sebesar Rp. 1.758.546.000.000 mengalami penurunan menjadi sebesar Rp. 1.758.521.000.000.
65
Jadi dapat disimpulkan bahwa Bank BJB selama tiga periode pertriwulan pengamatan penelitian struktur modal yang digunakan adalah lebih banyak berasal dari modal sendiri daripada dibiayai oleh hutang, hal tersebut mempunyai indikasi bagus bagi perusahaan karena tidak menggantungkan struktur modal tersebut pada hutang. Hal tersebut dapat terlihat dari persentase perbandingan antara ekuitas atau modal sendiri dibandingkan dengan hutang jangka panjang. Adapun setelah go public tingkat perbandingan persentase jauh lebih besar dibandingkan dengan sebelum go public yaitu sebesar 73,40% pada triwulan kedua dan 73,95% pada triwulan keempat untuk persentase jumlah modal sendiri atau ekuitas sedangkan untuk hutang jangka panjang sebesar 26,60 pada triwulan ketiga dan 26,05% pada triwulan keempat dikarenakan setelah go public perusahaan mendapatkan dana segar dari hasil penjualan nilai sahamnya kepada publik untuk kemudian dipergunakan sebagai sumber modal perusahaan. Perkembangan struktur modal yang terjadi pada bank bjb periode 20082010 adalah sebagai berikut:
66
Tabel 10. Perkembangan Struktur Modal PT. Bank Jabar Banten (persero), Tbk. Periode 2008 – 2010 (per triwulan dalam jutaan rupiah) Komponen Ekuitas Utang Jangka Panjang Jumlah Struktur Modal Persentase Ekuitas Persentase Utang Jangka Panjang
I 2.065.824
2008 II III 2.211.809 2.411.328
IV 2.481.870
I 2.755.502
2009 II III 2.604.926 2.794.300
IV 3.091.543
I 3.301.773
2010 II III 3.172.984 4.852.958
IV 4.990.993
1.747.343
1.730.832
1.735.727
1.719.294
1.723.740
1.708.002
2.461.613
1.755.354
1.762.646
1.759.148
1.758.546
1.758.521
3.813.167
3.942.641
4.147.055
4.201.164
4.479.242
4.312.928
5.255.913
4.846.897
5.064.419
4.932.132
6.611.504
6.749.514
54,18
56,10
58,15
59,08
61,52
60,40
53,16
63,78
65,20
64,33
73,40
73,95
45,82
43,90
41,85
40,92
38,48
39,60
46,84
36,22
34,80
35,67
26,60
26,05
67
4.3.3. Analisis Du Pont Analisis Du Pont menunjukan bagaimana rasio aktifitas dan profit margin berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan serta tingkat ROE yang dihasilkan. ROE digunakan untuk menganalisis cara meningkatkan prestasi perusahaan dan untuk melihat efektifitas pengelolaan sumber daya untuk memaksimumkan tingkat pengembalian yang diharapkan bagi para pemegang saham. Hasil analisis Du Pont PT. Bank Jabar Banten, Tbk. periode 2008 – 2010 dapat dilihat pada tabel 11:
68
Tabel 11. Perkembangan Nilai ROE dan Komponen yang Mempengaruhinya Pada PT. Bank Jabar Banten, Tbk. periode 2008 – 2010. 2008 2009 Indikator
ROA ROE 1 – Rasio Hutang
I
II
III
0,47
1,01
1,68
5,44
11,03
8,68
9,12
IV
2010
I
II
III
2,08
0,69
1,32
1,81
17,91
21,84
7,29
15,31
9,36
9,53
9,50
8,60
IV
III
IV
Ratarata per tahun
I
II
2,19
0,59
1,39
1,91
2,05
20,99
22,94
6,37
17,19
16,31
17,83
20,87
8,63
9,54
9,22
8,07
11,73
11,49
10,18
2,1
69
Pada tabel tersebut di atas dapat terlihat bahwa perkembangan nilai ROE melalui analisis Du Pont mengalami fluktuasi setiap tahunnya yaitu sebesar 21,84 persen dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 22,93 persen, peningkatan nilai ROE pada tahun 2009 justru menurun pada tahun 2010 yang sebesar 17,83 persen. hal tersebut menunjukan bahwa kinerja perusahaan berdasarkan nilai ROE perusahaan lebih baik pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008 maupun tahun 2010 yang hanya sebesar 17,83 persen. Nilai
ROE
yang
berfluktuasi
tersebut
disebabkan
oleh
nilai
perbandingan antara tingkat ROA dengan proporsi hutang, dimana ROA pada tahun 2008 sebesar 2,08 persen mengalami peningkatan menjadi 2,19 persen pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2010 yang menyebabkan ROE turun pun tingkat ROA pada tahun 2010 ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2009 menjadi sebesar 2,05 persen bahkan lebih kecil apabila dibandingkan dengan tahun 2008. Faktor pembanding dari nilai ROA adalah jumlah persentase proporsi hutang perusahaan yang setiap tahun mengalami peningkatan, jadi oleh sebab itu hal tersebut berpengaruh langsung terhadap nilai ROE perusahaan dimana dengan jumlah pembagi yang lebih besar maka akan mendapatkan nilai yang lebih kecil. Adapun nilai proporsi hutang pada tahun 2008 adalah sebesar 9,53 persen meningkat setiap tahunnya pada 2009 menjadi sebesar 9,54 persen, bahkan pada tahun 2010 menjadi sebesar 11,48 persen dengan rata-rata peningkatan nilai proporsi hutang sebesar 10,18. Nilai proporsi hutang didapatkan dari perbandingan antara jumlah ekuitas atau modal sendiri dengan total aktiva. Adapun jumlah ekuitas atau modal sendiri dengan aktiva seperti telah dijelaskan sebelumnya pada perkembangan neraca perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya, dimana pada jumlah ekuitas tahun 2008 yang sebesar Rp. 2.481.870.000.000,- meningkat menjadi sebesar Rp. 3.091.543.000.000,- atau meningkat sebesar 24,56 persen. sedangkan pada tahun 2010 tingkat ekuitas perusahaan mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu menjadi sebesar Rp. 4.990.993.000.000,- atau meningkat sebesar 61,44 persen dibandingkan dengan tahun 2009. Hal tersebut disebabkan oleh pada tahun 2010 perusahaan melakukan privatisasi dengan menjual sahamnya pada publik, dengan begitu jumlah modal yang ditanamkan pada perusahaan akan
70
semakin besar pula. Adapun jumlah total aktiva sebenarnya juga mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2008 yang sebesar Rp. 26.040.869.000.000,- meningkat menjadi Rp. 32.410.329.000,- atau meningkat sebesar 24,46 persen pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 sebesar Rp. 43.445.700.000.000,- atau meningkat sebesar 34,05. Dengan jumlah ekuitas yang mengalami peningkatan cukup signifikan pada 2010 maka persentase proporsi hutang pun mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2008 maupun tahun 2009. Adapun yang menyebabkan nilai ROA tersebut mengalami fluktuasi setiap tahunnya apabila dilihat dari analisis Du Pont adalah jumlah perkalian antara nilai marjin laba bersih perusahaan (Net Profit Margin) dengan tingkat rasio perputaran aktiva. Nilai Marjin Laba Bersih perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu sebesar 16,66 persen pada tahun 2008 menjadi sebesar 16,85 persen pada tahun 2009 dan bahkan pada tahun 2010 menjadi sebesar 17,21 persen. Sedangkan apabila dilihat dari tingkat rasio perputaran aktiva perusahaan mengalami fluktuasi setiap tahunnya, dimana pada tahun 2008 yang sebesar 0,125 persen meningkat menjadi 0,130 persen pada tahun 2009 tidak dapat dipertahankan peningkatannya yang akhirnya pada tahun 2010 menurun menjadi sebesar 0,119 persen. Jadi oleh sebab itu tingkat ROA yang berfluktuasi sangat dipengaruhi secara signifikan dari tingkat rasio perputaran aktiva yang juga mengalami flutuasi setiap tahunnya. Net Profit Margin (Marjin Laba Bersih) diperoleh dari hasil perbandingan antara laba bersih setelah pajak (Net Income) dengan jumlah pendapatan operasional perusahaan, dimana laba bersih setelah pajak perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 542.162.000.000,-
meningkat
sebesar
30,80
persen
menjadi
Rp.
709.106.000.000,- akan tetapi peningkatan laba bersih pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 hanya sebesar 25,53 persen atau hanya meningkat sebesar Rp. 181.065.000.000,- menjadi Rp. 890.171.000.000,-. Peningkatan laba bersih tahun 2010 tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan peningkatan yang terjadi pada 2009. Hal tersebut dikarenakan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan pada tahun 2010 lebih besar daripada tahun-tahun
71
sebelumnya walaupun pendapatan perusahaan juga mengalami peningkatan. Sedangkan apabila dilihat dari jumlah pendapatan operasional perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya dimana pada tahun 2009 meningkat sebesar 29,27 persen dibandingkan dengan tahun 2008 menjadi sebesar Rp. 4.206.631.000.000,- sedangkan pada tahun 2010 hanya meningkat sebesar 22,95 persen dibandingkan dengan tahun 2009 atau meningkat menjadi sebesar Rp. 5.172.024.000.000,-. Rasio tingkat perputaran aktiva tersebut diperoleh dari hasil perbandingan antara operating income atau pendapatan operasional dengan total aktiva, dimana pendapatan operasional perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2008 yang sebesar Rp. 3.254.202.000.000,- meningkat sebesar 29,27 persen menjadi Rp. 4.206.631.000.000,- pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 yang hanya meningkat sebesar 22,95 persen menjadi sebesar Rp. 5.172.024.000.000,- dibandingkan tahun 2009. Sedangkan apabila dilihat dari total aktiva perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2010 sebesar 34,05 persen dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya meningkat sebesar 26,46 persen. Peningkatan total aktiva tersebut tidak diimbangi oleh peningkatan pendapatan operasional yang tidak terlalu signifikan, maka oleh sebab itu hal tersebut mempengaruhi rasio perputaran total aktiva yang mengalami fluktuasi setiap tahunnya.
72
4.3.4. Analisis Economic Value Added (EVA) Economic Value Added merupakan suatu sistem keuangan untuk mengukur laba ekonomis suatu perusahaan. Dengan mengetahui nilai EVA perusahaan maka dapat mengetahui peningkatan atau penurunan nilai ekonomis suatu perusahaan pada periode tertentu. Secara umum nilai perhitungan EVA setiap tahunnya mengalami fluktuasi, dimana nilai EVA sebelum go public untuk tahun 2008 memiliki kecenderungan peningkatan setiap triwulannya yaitu pada triwulan pertama tahun 2008 nilai EVA sebesar Rp. 53.034.000.000,- meningkat secara signifikan berturut-turut pada triwulan kedua sampai dengan triwulan keempat sebesar Rp. 464.869.000.000,-, Rp. 936.347.000.000,-, Rp. 1.441.883.000.000,-. Sama halnya yang terjadi pada tahun 2008, untuk tahun 2009 nilia EVA pun memiliki kecenderungan meningkat setiap triwulan, dimana pada awal tahun nilai EVA perusahaan yang hanya Rp. 161.886.000.000,- meningkat menjadi Rp. 775.144.000.000,- pada triwulan kedua dan sebesar Rp. 1.396.862.000.000,- pada triwulan ketiga serta meningkat pula pada triwulan keempat menjadi sebesar Rp. 2.061.571.000.000,-. Tren peningkatan nilai EVA setiap triwulan sebenarnya terjadi pula pada tahun 2010, akan tetapi terjadi penurunan nilai dibandingkan dengan tahun 2009. Dimana pada tahun 2010 triwulan pertama dan kedua nilai EVA yang sebesar Rp. - 736.288.000.000,- dan Rp. - 502.611.000.000,- maka nilai EVA < 0 yang berarti tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi perusahaan yang dikarenakan laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan para penyandang dana terutama para pemegang saham yaitu tidak mendapatkan pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur tetap mendapatkan bunga. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik. Hal tersebut terjadi dikarenakan akumulasi perhitungan biaya ekuitas (Ke) perusahaan yang dihitung selama satu tahun menyebabkan nilai EVA pada triwulan pertama dan kedua mengalami minus serta kebijakan go public perusahaan yang baru terjadi pada triwulan ketiga tahun 2010, tapatnya pada bulan Juli 2010. Sedangkan apabila nilai EVA dilihat setelah go public yaitu pada triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2010, dimana peningkatan yang cukup
73
signifikan terjadi yaitu sebesar 354,38 persen yang pada triwulan ketiga sebesar Rp. 221.011.000.000,- meningkat menjadi sebesar Rp. 1.004.237.000.000,-. Peningkatan nilai EVA yang terjadi tersebut tidak terlepas dari penutupan penawaran harga saham perusahaan pada akhir tahun yang juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingan dengan penawaran umum perdana. Secara ringkas dapat terrlihat pada tabel : Tabel 12. EVA Triwulan Bank Jabar Banten, Tbk. periode 2009 - 2010 Triwulan
EVA (dalam juta rupiah) 2008
2009
2010
I
53.034
161.886
- 736.288
II
464.869
775.144
- 502.611
III
936.347
1.396.862
221.011
IV
1.441.883
2.061.571
1.004.237
Keterangan : Angka perhitungan EVA terakumulasi setiap triwulannya. Hasil perhitungan NOPAT pada tahun 2008 dan 2009 serta 2010 dari triwulan I sampai triwulan IV terus mengalami peningkatan. Hal tersebut disebabkan karena laba bersih dan juga biaya bunga setiap triwulan baik pada tahun 2008 maupun pada tahun 2009 serta pada tahun 2010 mengalami peningkatan. Hal ini berakibat pada peningkatan nilai NOPAT. Peningkatan laba bersih dan biaya bunga pada tahun 2010 lebih besar dibandingkan dengan tahun 2009 dan 2008 sehingga hasil perhitungan NOPAT pada tahun 2010 lebih besar daripada tahun 2009 dan 2008. (lihat lampiran 1) Biaya hutang (Kd*) perusahaan mengalami kenaikan dari 3,72 persen pada tahun 2008 meningkat menjadi 4,32 persen pada tahun 2009 dan untuk tahun 2010 meningkat menjadi 4,38 (lihat lampiran 2). Sedangkan untuk biaya ekuitas (Ke) pada tahun 2008 dan 2009 digunakan pendekatan tingkat pengembalian ekuitas kepada para pemilik perusahaan dengan tingkat pengembalian ekuitas pada tahun 2008 yaitu sebesar 21,84 persen meningkat menjadi sebesar 22,93 persen pada tahun 2009 (lihat lampiran 3). Sedangkan untuk tahun 2010 digunakan pendekatan Discounted Cash Flow (DCF), dimana nilai biaya ekuitas perusahaan untuk tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 144,04 persen, yang
74
juga salah satunya yaitu disebabkan oleh meningkatnya harga saham perusahaan dari penawaran umum perdana sampai dengan penutupan (lihat lampiran 4). Proporsi hutang mengalami penurunan setiap tahunnya, dimana untuk tahun 2008 yang sebesar 90,47 persen terjadi penurunan walaupun kecil menjadi 90,46 persen pada tahun 2009 serta kembali terjadi penurunan untuk tahun 2010 menjadi sebesar 88,51 persen. Hal sebaliknya terjadi pada proporsi ekuitas, dimana tingkat proporsi ekuitas mengalami peningkatan setiap tahunnya, hal tersebut dapat terlihat untuk tahun 2008 proporsi ekuitas yang sebesar 9,53 persen meningkat menjadi 9,54 persen pada tahun 2009 dan bahkan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 11,49 persen. Peningkatan proporsi ekuitas yang terjadi pada tahun 2010 tidak terlepas dari adanya kebijakan perusahaan dengan melakukan privatisasi menjual sahamnya pada publik, maka oleh sebab itu jumlah ekuitas meningkat ddibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perhitungan proporsi hutang secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 5. Nilai WACC perusahaan mengalami kenaikan yang pada tahun 2008 adalah 5,45 persen meningkat menjadi 6,05 persen pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 20,43 persen. Hal ini disebabkan karena besarnya peningkatan biaya ekuitas (Ke) diikuti oleh peningkatan biaya hutang (Kd*) yang memiliki tren meningkat setiap tahunnya. Biaya ekuitas perusahaan meningkat sebesar 144,04 persen pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar 22,93 persen serta tahun 2008 yang sebesar 21,84 persen, sedangkan biaya hutang (Kd*) perusahaan meningkat dari 3,72 pada tahun 2008 menjadi sebesar 4,32 persen pada tahun 2009 dan untuk tahun 2010 menjadi 4,38 persen (lihat pada lampiran 6). Nilai Invested Capital (IC) untuk triwulan pertama dan kedua pada tahun 2010 terjadi over value, hal tersebut dikarenakan keterbatasan data yang diperoleh untuk triwulan pertama dan kedua pada tahun 2010 laporan keuangan yang dirilis berupa newspaper form dan unaudited yang tidak menjelaskan dari hutang beban atau beban yang masih harus dibayarkan, maka perhitungan Invested Capital (IC) terjadi over value. Sementara itu hasil yang dihasilkan memiliki kecenderungan meningkat setiap triwulannya dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Peningkatan tersebut disebabkan karena peningkatan jumlah
75
hutang dan ekuitas perusahaan lebih besar daripada kecenderungan fluktuasi yang terjadi pada hutang beban yang merupakan bagian dari non interest bearing liabilities sebagai pengurang dari modal yang diinvestasikan. Maka oleh sebab itu secara umum perhitungan nilai IC mengalami peningkatan setiap tahunnya (lampiran 7). Persentase peningkatan WACC yang pada tahun 2008 adalah sebesar 5,45 persen menjadi sebesar 6,05 persen pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi sebesar 20,43 persen mengakibatkan nilai Cost of Capital (COC) ikut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Peningkatan yang terjadi pada struktur modal perusahaan diakbitkan salah satunya oleh penjualan sebagian saham pada publik dengan melakukan privatisasi yang mengakibatkan nilai EVA pada tahun 2010 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2009 dan 2008 (lihat pada lampiran 8). Nilai EVA perusahaan sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 menunjukan nilai EVA > 0, maka telah tejadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para penyandang dana dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan pengembalian investasi yang sama atau lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bunga. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik. Sedangkan untuk semester pertama tahun 2010 atau dalam hal ini adalah pada triwulan pertama dan kedua tahun 2010 nilai EVA < 0, maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis (NITAMI) bagi perusahaan, karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan para penyandang dana terutama pemegang saham yaitu tidak mendapatkan pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur tetap mendapatkan bunga. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik. Sedangkan nilai EVA perusahaan setelah go public, yaitu dilihat berdasarkan pada semester kedua tahun 2010 atau pada triwulan ketiga dan keempat nilai EVA menunjukan EVA > 0, maka telah terjadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang
76
dihasilkan maka harapan para penyandang dana dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan pengembalian investasi yang sama atau lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bunga. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik. 4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Hasil dari analisis laporan keuangan terutama analisis Du Pont perusahaan menunjukan faktor internal keuangan perusahaan yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Faktor-faktor tersebut antara lain seperti terlihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 13. Ringkasan hasil analisis Du Pont dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya (dalam jutaan rupiah dan dalam persen) Tahun Indikator 2008 2009 2010 ROE
21,84
22,93
17,83
2,08
2,19
2,05
Laba Bersih
16,66 542.162
16,85 709.106
17,21 890.171
Pendapatan
3.254.202
4.206.631
5.172.024
Jumlah Pendapatan Bunga
3.079.494
3.944.548
4.894.312
Pend. Operasional lainnya
174.708
262.083
277.712
0,125 26.040.869
0,130 32.410.329
0,119 43.445.700
Kas
1.303.688
1.386.775
1.374.719
Giro pada Bank Indonesia
1.070.339
1.347.701
2.719.321
Giro pada Bank Lain
19.125
176.630
201.924
Penempatan pada Bank
3.827.603
6.734.048
12.546.470
2.887.668
2.626.865
1.089.946
-
-
1.322.876
15.545.919
18.507.944
21.491.791
ROA NPM
Total Perputaran Aktiva Total Aktiva
Indonesia
Surat-surat berharga Efek-efek yg dibeli dgn janji dijual kembali
Kredit yang diberikan
77
Lanjutan Tabel 13. Pembiayaan syariah
577.327
687.328
1.578.412
Tagihan akseptasi
-
-
14.556
Penyertaan saham
29.791
29.232
30.834
499.147
527.855
549.014
29.215
60.990
48.216
251.047
324.961
477.621
9,53
9,54
11,48
Aktiva Tetap Asset Pajak Tangguhan Asset lain-lain 1 – Rasio Hutang
Seperti terlihat dalam Tabel tersebut faktor yang berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perusahaan melalui indikator Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE) menunjukan bahwa tingkat ROE mengalami fluktuasi bahkan penurunan pada saat go public dibandingkan dengan saat sebelum perusahaan mengalami go public. Hal tersebut dikarenakan oleh penurunan pula tingkat ROA yang juga disebabkan oleh nilai perputaran total aktiva perusahaan mengalami penurunan, hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendapatan operasional perusahaan tidak banyak mengalami peningkatan setiap tahunnya akan tetapi total aktiva justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama setelah perusahaan mengalami go public pada tahun 2010. Maka oleh sebab itu hal tersebut berpengaruh terhadap nilai profitabilitas perusahaan. Adapun yang memiliki pengaruh yang besar terhadap meningkatnya jumlah aktiva seperti terlihat pada neraca (lihat lampiran) adalah perolehan dana dari pihak ketiga dan penempatan pada bank Indonesia dan Bank lain yang naik hampir dua kali lipatnya dibandingkan dengan tahun sebelumnya serta penyaluran dana kredit yang diberikan yang juga mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya. Maka oleh sebab itu nilai rasio perputaran aktiva mengalami fluktuasi setiap tahunnya atau menurun pada saat tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009. Sedangkan apabila dilihat dari faktor nilai marjin laba bersih perusahaan peningkatan justru terjadi setiap tahunnya dengan nilai rata-rata NPM sebesar 16,90 persen, dimana nilai NPM tersebut diperoleh dari perbandingan nilai laba bersih setelah pajak perusahaan dibandingkan dengan jumlah pendapatan operasional perusahaan. Dengan mengetahui perbandingan tersebut
78
maka akan diperoleh juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya beban operasional dan beban non operasional perusahaan yang langsung berpengaruh terhadap tingkat laba bersih perusahaan, adapun yang mempunyai pengaruh paling besar adalah pada beban operasional perusahaan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya, yang diantaranya yaitu beban personalia atau tenaga kerja dan beban administrasi dan umum. Faktor lainnya yang juga mempengaruhi tingkat profitabilitas adalah beban bunga perusahaan yang berbentuk rupiah maupun valuta asing juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Selain faktor-faktor internal yang dapat dikendalikan oleh perusahaan, adapun faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan diantaranya tingkat inflasi, dikarenakan hal tersebut akan mempengaruhi pada peningkatan beban operasional perusahaan sehingga dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas dari perusahaan. Faktor eksternal lainnya adalah peran dari pemerintah maupun Bank Indonesia misalnya yang menetapkan suku bunga bank atau SBI, yang dapat mempengaruhi terhadap penyaluran kredit bank maupun perolehan dari dana pihak ketiga. Selain daripada itu adapun tingkat pertumbuhan perekonomian di Indonesia yang turut mempengaruhi
penyaluran dana pihak ketiga dari
masyarakat kepada bank dan turut pula mempengaruhi penyaluran kredit dari bank kepada masyarakat. Faktor-faktor internal dan eksternal yang telah ditunjukan tersebut perlu dikaji lebih dalam sehingga faktor-faktor tersebut tidak menjadi pemberat bagi kehidupan ekonomi masyarakat dan dapat menarik minat investor. 4.5. Implikasi Manajerial Perhitungan analisis kinerja keuangan suatu perusahaan terutama pada PT. Bank Jabar Banten (persero) Tbk. cenderung menggunakan alat analisis kinerja keuangan berupa analisis rasio-rasio keuangan dengan memperhitungkan pada suatu periode tertentu. Implikasinya kecenderungan kinerja tersebut hanya terbatas pada bagaimana kinerja tersebut diperoleh dari beberapa analisis rasio keuangan dengan melihat bagaimana suatu pos keuangan diperbandingkan dengan pos keuangan lainnya untuk dapat mengukur kinerjanya tersebut.
79
Secara keseluruhan tingkat kesehatan Bank Jabar Banten sebelum go public memiliki kecenderungan lebih baik apabila dilihat pada nilai profitabilitas seperti nilai ROA maupun ROE, hal tersebut berarti bahwa pada sebelum go public pihak perusahaan telah mampu menjalankan tujuan dan target perusahaan yang tercapai. Sedangkan dengan konsep serta struktur permodalan yang baru setelah go public pihak perusahaan dalam hal ini Bank Jabar Banten masih harus beradaptasi menunggu reaksi dari respon pasar terhadap privatisasi yang dilakukan, apakah dengan menjual saham ke publik struktur permodalan bank tersebut menjadi lebih baik atau sebaliknya yang dapat berimbas pula kepada kinerja secara keseluruhan melalui penghimpunan dana pihak ketiga serta penyaluran kredit yang dilakukan dengan memperhitungkan pula efisiensi biayabiaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Struktur permodalan tersebut apabila ingin dilihat lebih jauh, selain dengan memperhitungkan analisis rasio-rasio keuangan juga dapat dihitung dengan menggunakan EVA (Economic Value Added) guna mengetahui sejauh mana nilai tambah yang didapatkan oleh perusahaan terutama sebagai informasi kepada para investor seberapa menguntungkan untuk berinvestasi pada perusahaan, hal tersebut juga berdampak bagi pihak manajemen yang apabila perhitungan
ini
diterapkan
akan
mengetahui
sejauh
mana
perusahaan
mendapatkan nilai tambah secara ekonomis bagi investor yang berimbas pula pada tingginya nilai saham perusahaan yang berakibat kinerjanya menjadi lebih baik. Sehingga bagi manajemen tujuan dan target perusahaan dapat tercapai dengan optimal. Selain daripada itu pihak manajemen hendaknya memperhatikan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan tersebut. Apabila pada penelitian ini digunakan analisis Du Pont untuk dapat mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja keuangan tersebut terutama mengenai analisis profitabilitas perusahaan, seperti faktor yang cukup berpengaruh diantaranya adalah tingkat ekuitas perusahaan, perolehan dana pihak ketiga serta penyaluran dana kredit yang bagi perusahaan adalah bagaimana untuk memaksimalkan peran serta manajemen serta sumber daya manusia itu sendiri untuk perolehan dana dari pihak ketiga yang dipercayakan kepada perusahaan, seperti dengan cara promosi
80
dari pihak pemasar terutama terhadap produk-produk funding seperti tabungan, giro dan deposito serta dikemas semenarik mungkin agar dana pihak ketiga yang diperoleh menjadi lebih optimal.