17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Fluks dan Total Fluks Gas Metana (CH4) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Pada Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan fluks CH4 pada lahan jagung,
kacang tanah dan singkong. Terdapat dua buah fluks CH4 pada lahan jagung dan lahan singkong, sedangkan pada lahan kacang tanah 0hanya terdapat satu buah fluks CH4. Fluks pada lahan kacang tanah hanya satu buahPada lahan kacang tanah hanya terdapat satu buah fluks karena ketiga sungkup diletakan pada baris tanaman, sehingga hasil fluks dari ketiga sungkup tersebut dapat dirata-ratakan. Sedangkan, Dua dua buah fluks pada lahan jagung dan singkong terdiri dari baris antar tanaman dan rata-rata (dua buah contoh) fluks CH4 pada baris tanaman. Fluks pada lahan kacang tanah merupakan rata-rata fluks dari tiga buah sungkup di baris tanaman. Fluks pada ketiga lahan sangat kecil, hampir semua fluks berada di bawah 1 mg C-CH4/m2/hari, dengan selang fluks CH4 di lahan jagung -0,73 sampai 1,23 mg C-CH4/m2/hari, lahan kacang tanah -0,27 sampai 0,89 mg CCH4/m2/hari, dan lahan singkong -1,19 sampai 2,95 mg C-CH4/m2/hari. Berikut gambar yang menunjukan fluks pada ketiga penggunaan lahan.
1,5
fluks gas CH4 (mg C-CH4/m2/hari)
1 0,5 0
-0,5
1
8
15
22
29
36
43
50
57
Hari -1
-1,5
baris antar tanaman
baris tanaman
Gambar 4. Fluks CH4 pada lahan jagung
18
4
fluks gas CH4 (mg C-CH4/m2/hari)
3 2 1 0 1
8
15
22
29
36
43
50
-1
Hari -2
rata-ratakacang fluks pada rata-rata tanahlahan kacang tanah
Gambar 5. Fluks CH4 pada lahan kacang tanah
4
Fluks gas CH4 (mg C/m2/d)
3 2 1 0
-1 -2
1
32
63
94
124
155
185
216
Hari baris antar tanaman
baris tanaman
Gambar 6. Fluks CH4 pada lahan singkong. Gas metana merupakan gas yang terbentuk pada tanah-tanah anaerob dengan redoks potensial -220 volt. Suprihati (2007) menguangkapkan, gas CH4 dihasilkan secara biologis oleh aktivitas mikrob yaitu aktivitas bakteri metanogen
19
melalui penguraian atau pembusukan bahan-bahan organik yang terjadi pada lahan sawah dan fermentasi anterik pada ruminan. Zaenal (1997) mengungkapkan, pada budidaya lahan kering CH4 dapat terbentuk pada site-site anaerob. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat diketahui, pembentukan gas CH4 sangat berkaitan dengan aktifitas bakteri metanogen yang membutuhkan bahan organik dan lingkungan yang anaerob. Sehingga pembentukan gas CH4 pada lahan kering tanaman jagung, kacang tanah dan singkong yang diteliti ini diakibatkan oleh sitesite anaerob dengan bahan organik yang sedang terdekomposisi. Hal tersebut menimbulkan suasana yang sesuai untuk aktifitas bakteri metanogen. Dari Gambar 4,5 dan 6 kita dapat melihat fluks gas CH4 bernilai negatif. Nilai fluks CH4 yang negatif pada lahan kering yang diteliti ini dapat diakibatkan oleh aktifitas bakteri metanogen maupun aktifitas bakteri metanotrof. Aktifitas bakteri metanogen pada lahan-lahan kering sangat terbatas, bakteri ini hanya dapat beraktifitas pada site-site anaerob yang sangat sempit dengan bahan organik yang cukup. Pada site-site anaerob yang sempit ini ada kemungkinan CH4 terbentuk pada masa awal pengambilan sampel gas (waktu 0 menit), kemudian pada masamasa pengambilan berikutnya (waktu 20 menit dan 40 menit) gas tersebut tidak diproduksi lagi oleh metanogen, dikarenakan site-site yang sesuai untuk pembentukan gas ini sudah tidak tersedia lagi. Sehingga ketika pada masa awal (0 menit) terukur terdapat konsentrasi gas CH4 namun pada masa pengambilan yang kedua (20 menit) dan pengambilan yang ketiga (40 menit) konsentrasi tidak kontinu bertambah bahkan cenderung turun, menyebabkan nilai fluks CH4 tersebut bernilai negatif. Selain bakteri metanogen (bakteri pembentuk gas metana) terdapat pula bakteri pengoksidasi CH4 atau bakteri metanotrof. Bakteri metanotrof adalah mikroorganisme aerobik yang dapat tumbuh dan berkembang dengan CH4 sebagai satu-satunya sumber energi. Oleh karena itu, oksidasi CH4 dapat terjadi pada lingkungan mikro yang bersifat aerobik pada zona perakaran dan pada bagian yang bersifat oksik pada lapisan permukaan tanah. Proses oksidasi CH4 tersebut diinisiasi oleh enzim metan mono-oksigenase yang berperan dalam konversi CH4 menjadi metanol (Oremland dan Capone, 1988). Pembentukan gas CH4 pada lahan-lahan kering sangatlah terbatas namun kondisi yang aerobik menunjang
20
aktifitas bakteri metanotrof, sehingga gas CH4 yang terbentuk pada site-site terbatas tersebut dapat dimanfaatkan oleh metanotrof. Hal tersebut menyebabkan konsentrasi gas CH4 terus berkurang dan mengakibatkan nilai fluks negatif. Nilai fluks negatif pada budidaya lahan kering didapatkan pula oleh para peneliti sebelumnya. Tercatat nilai fluks pada budidaya kedelai -0,05 mg C-CH4/m2/jam (Ernawanto et. al, 2003), Fluks CH4 dari empat macam tipe penggunaan tanah (hutan tua, hutan habis tebang, dibakar setelah tebang dan perkebunan karet) di Jambi, Sumatera berkisar antara -21,2 hingga 4,2 10-3 mg C-CH4/m2/jam (Ishizuka et. al., 2002). Dari fluks gas CH4 per hari dapat diketahui total fluks CH4 per tahun. Total fluks diperoleh dengan cara menghitung areal fluks di bawah kurva selama priode penelitian. Terhitung tTotal fluks CH4 tertinggi terdapat di lahan kacang tanah, yaitu sebesar 1,57 kg C-CH4/ha/tahun, sedangkan total fluks terendah terdapat pada lahan singkong sebesar -0,3 kg C-CH4/ha/tahun (Tabel 1), sedangkan data mengenai fluks CH4 dan variable lingkungan pada setiap pengambilan sampel dapat di lihat pada lampiran 5, 6 dan 7. Tabel 2.Total fluks CH4, konsentrasi NO3-, konsentrasi NH4+ dan WFPS pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong Komoditas
Total fluks CH4 STDEV WFPS Konsentrasi NO3- Konsentrasi NH4+ (mgC/ha/hari) (%) (mg NO3-/kg) (mg NH4+/kg)
Jagung
-0,30
0,64
31,69
15,79
46,39
Kacang Tanah
1,57
1,24
15,91
8,13
36,92
Singkong
1,05
0,50
14,37
5,82
43,37
Keragaman data fluks CH4 dari ketiga lahan tanaman tersebut sangat besar. Keragaman yang besar ini menandakan kemungkinan tidak ada perbedaan fluks yang signifikan dari ketiga penggunaan lahan tersebut. Bila dibandingkan total fluks CH4 dari lahan jagung, kacang tanah dan singkong dibandingkan dengan total fluks pada lahan padi sawah, nilai fluks yang terukur sangat kecil. ,diketahui bBerdasarkan penelitian Setyanto (2004) fluks CH4 pada lahan sawah minimum 107,1 kg/ha/musim dan maksimum mencapai 798 kg/ha/musim, serta dibandingkan pula dengan hasil penelitian fluks CH4 Ernawanto et. al. (2003)
21
pada sistem penanaman walik jerami – kedelai - padi gogo rancah diperkirakan sebesar 199,2 kg/ha/tahun dengan rataan 2,3 mg/m2/jam. Berbagai data hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa lahan kering yang ditanami oleh jagung, kacang tanah dan singkong yang diteliti memiliki total fluks CH4 sangat kecil, bahkan mungkin dapat diabaikan bila dibandingkan dengan total fluks CH4 yang terbentuk dari lahan-lahan yang tergenang (anaerob).
4.1.
Fluks Gas Dinitrogen Oksida (N2O) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Berdasarkan hasil pengukuran, pengamatan dan analisis sampel udara
yang dilakukan, terlihat fluks gas dinitrogen oksida (N2O) pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong pada gambar 7, 8 dan 9.
40
Fluks N2O (mg N/m2/d
35 30 25
Keterangan
20
= Hujan
15
= Aplikasi Pupuk
10 5 0 -5 1
8
15
22
29 Hari
baris tanaman
36
43
50
57
baris antar tanaman
Gambar 7. Fluks N2O pada lahan jagung
22
Fluks N2O (mg N/m2/hr
1,5
1
0,5
0 1
8
15
22
29
36
43
50
Hari Rata-rata emisi
-0,5
Gambar 8. Fluks N2O pada lahan kacang tanah
5 Keterangan
Fluks N2O (mg N/m2/hr
4
= Hujan
3
= Aplikasi Pupuk
2 1 0 1
-1
32
63
94
124
155
185
216
Hari baris antar tanaman
baris tanaman
Gambar 9. Fluks N2O pada lahan singkong Pada Gambar 7, 8 dan 9 terukur range fluks untuk lahan jagung jauh lebih tinggi dibandingkan dengan range fluks dari lahan kacang tanah maupun lahan singkong. Pada lahan jagung fluks N2O dapat mencapai 20 mg N-N2O/m2/hari pada awal penanaman, lahan kacang tanah 0,52 mg N-N2O/m2/hari dan pada lahan singkong terlihat fluks N2O maksimal sebesar 5 mg N-N2O/m2/hari.
23
Pada lahan jagung terlihat fluks pada baris tanaman, terutama pada awalawal penanaman, lebih tinggi dibandingkan pada baris antar tanaman. Fluks N2O pada baris tanaman di lahan singkong tidak terlihat perbedaan yang signifikan dengan fluks pada baris antar tanaman. Berdasarkan data tersebut Dapat dapat dilihat pula bahwa fluks N2O meningkat dengan penambahan pupuk, penambahan pupuk pada gambaryang ditunjukan dengan garis tegak lurus berwarna merah. Peningkatan fluks lebih signifikan terlihat setelah dilakukkan penambahan pupuk dan terjadi hujan,hal ini terjadi pada fluks N2O dilahan singkong.Peningkatan fluks N2O di lahan singkong lebih signifikan terlihat setelah dilakukan penambahan pupuk dan terjadi hujan. Tingginya fluks N2O pada baris tanaman dimasa awal penanaman jagung dapat diakibatkan oleh pemupukan yang biasa dilakukkan pada baris tanaman saja. Hal ini menyebabkan konsentrasi unsur N lebih tinggi pada baris tanaman dibandingkan dengan baris antar tanaman. Pemupukan juga menyebabkan peningkatan produksi N2O pada lahan. Suprihati (2007) mendapatkan pula bahwa fluks N2O pada lahan jagung tertinggi pada masa-masa awal penanaman, hal ini disebabkan karena pada masa awal penanaman petani biasa mengaplikasikan pupuk organik serta pupuk N sehingga menciptakan lingkungan yang sesuai untuk pembentukan N2O. Hal serupa diunkapkan oleh Pathak (1999), bahwa produksi N2O meningkat, baik melalui proses nitrifikasi maupun melalui proses denitrifikasi ketika tanah diberi aplikasi pupuk-N. Pada lahan singkong terlihat peningkatan fluks yang signifikan setelah lahan singkong dipupuk dan terjadi hujan. Peningkatan ini terjadi karena hujan meningkatkan kadar air tanah. Air tanah ini dapat mempengaruhi proses denitrifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara: (1) air tanah membuat lingkungan yang sesuai untuk mikroorganisme berkembang dan beraktivitas; (2) membatasi tersedianya O2 pada pori-pori mikro tanah; dan (3) mudahnya pelepasan substrat C dan N melalui siklus pembasahan dan pengeringan. ;namun Namun bagaimanapun yang terpenting dari peran air tanah yang terpenting adalah membatasi adanya O2 pada pori tanah, sehingga N2O mudah terbentuk dalam keadaan sedikit anaerobik (Pathak, 1999). Hujan menyebaebkan tanah lebih lembab sehingga aerasi menjadi buruk, keadaan ini
24
mendorong terjadinya proses denitrifikasi yang menghasilkan N2O lebih tinggi. Wrage et. al. (2001) menyatakan bahwa NH4 dapat teroksidasi dalam keadaan aerob melalui proses nitrifikasi menjadiNO3, pada proses perubahan iniN2O dapat terbentuk dalam jumlah yang kecilNH4+ dapat teroksidasi menjadi NO3- melalui proses nitrifikasi dengan menghasilkan N2O dalam jumlah yang kecil. sedangkanSedangkan NO3- dapat tereduksi melalui proses denitrifikasi dalam keadaan sedikit aerob menjadi N2O, pada proses ini N2O banyak terbentuk. 4.2. Total Fluks Gas Dinitrogen Oksida (N2O) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah dan Singkong Total fluks N2O dari lahan jagung, kacang tanah dan singkong didapat dengan cara menghitung luas areal dibawah kurva fluks selama priode penelitian. Total fluks N2O pada lahan jagung sebesar 16,9 kg N-N2O/ha/tahun, lahan kacang tanah sebesar 0,6 kg N-N2O/ha/tahun dan lahan singkong sebesar 1,52 kg NN2O/ha/tahun (Tabel 3), sedangkan untuk data mengenai fluks N2O dan variable lingkungan ketika pengambilan sampel dapat dilihat pada lampiran 8, 9 dan 10. Tabel 3.Total fluksN2O, konsentrasiNO3-, konsentrasiNH4+ danWFPS pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong Komoditas Jagung Kacang Tanah Singkong
Total fluks N2O STDEV Konsentrasi NO3- Konsentrasi NH4+ WFPS (kg N/ha/thn) (mg NO3-/kg) (mg NH4+/kg) (%) 16,09 0,76 1,52
4,70 0,67 0,50
31,69 15,91 0,58
15,79 8,13 5,82
46,39 36,92 43,37
Dari tabel diatas terlihat konsentrasi unsur N dalam bentuk NO3- lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi unsure N dalam bentuk NH4+. Hal ini menandakan bahwa proses nitrifikasi berjalan dengan baik dan menghasilkan NO3-. Tersedianya NO3- dalam jumlah besar menimbulkan potensi terbentuknya N2O lebih tinggi, karena melalui proses denitrifikasi dengan keadaan WFPS mendekati 60% menimbulkan lingkungan yang sangat sesuai untuk terbentuknya N2O dari lahan pertanian. Wrage et. al. (2001) menyatakan bahwa, senyawa NH4+ dapat teroksidasi dalam keadaan aerob melalui proses nitrifikasi menjadi NO3-. Pada proses
25
perubahan ini N2O dapat terbentuk dalam jumlah yang kecil, sedangkan NO3dapat tereduksi melalui proses denitrifikasi dalam keadaan sedikit aerob menjadi N2O, pada proses ini N2O banyak terbentuk. Berdasarkan total fluks yang terukur, fluks pada lahan jagung jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kacang tanah maupun lahan singkong. Perbedaan fluks yang mencolok pada lahan jagung dapat diakibatkan oleh berbagai faktor.Salah satu faktor penyebab tingginya fluks N2O pada lahan jagung adalah konsentrasi unsur N di tanah. Terukur pPada lahan jagung rata-rata konsentrasi unsur N dalam bentuk NH4+ maupun NO3- lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan lahan kacang tanah maupun lahan singkong (Tabel 3). Konsentrasi unsur N dalam bentuk NH4+ maupun dalam bentuk NO3- di lahan pertanian dapat ditingkatkan dengan aplikasi pupuk N. Aplikasi pupuk N pada lahan jagung sepertinya berlebih. Berlebihnya unsur N pada lahan jagung, selain dapat dilihat dari tingginya unsure N dalam bentuk NH4+ maupun NO3- di lahan jagung, kelebihan dapat dilihat pula dari banyaknya tanaman jagung yang mengalami roboh di lahan yang diteliti. Robohnya tanaman diakibatkan oleh sekulensi yang disebabkan karena tanaman mengalami kelebihan unsur N. Hal berbeda terlihat pada lahan kacang tanah dan singkong. Konsentrasi unsur N dalam senyawa NH4+ maupun senyawa NO3- di lahan kacang tanah lebih tinggi dibandingkan lahan singkong (Tabel 3), namun total fluks N2O pada lahan singkong lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kacang tanah (Tabel 3). Hal ini dapat terjadi karena faktor pembentukan N2O tidak hanya berdasarkan konsentrasi unsur N saja, namun pembentukan N2O dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi peningkatan pembentukan N2O dari lahan pertanian adalah water filled pore space (WFPS). Pada tabel 3 terlihat rata-rata WFPS pada lahan singkong hampir 7 (tujuh) poin lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kacang tanah. Water filled pore space sangat berkaitan dengan kelembaban tanah. menurut Menurut Pathak (1999), kelembaban tanah mempengaruhi pembentukan N2O karena menyebabkan kondisi yang sesuai untuk mikroorganisme beraktivitas dan berkembang, membatasi O2 berada pada pori-pori mikro, dan memungkinkan terjadi pelepasan substrat C dan N dalam siklus pembasahan dan pengeringan.
26
Pembentukan N2O dipengaruhi oleh iklim mikro tanah, N2O banyak terbentuk pada pori-pori tanah yang terisi air, sedangkan pada pori yang tidak terisi air gas N2O sangat kecil terbentuk. Lind dan Doran (1984) menyatakan pula bahwa fluks N2O maksimum ketika WFPS mencapai 60%, karena bila WFPS melebihi 60% yang terbentuk bukan gas dinitrogen oksida (N2O) melainkan gas nitrogen (N2). Berdasarkan hal-hal tersebut maka WFPS dapat menggambarkan berapa banyak tempat yang dapat memproduksi N2O di tanah dalam keadaan sedikit anaerob melalui proses denitrifikasi. Berdasarkan data tersebut dapat terlihat N2O banyak terbentuk ketika petani melakukan aplikasi pupuk-N yang berlebihan. Dampak dari aplikasi pupuk yang berlebihan selain membentuk N2O, juga dapat merusak tanaman dan akhirnya akan merugikan petani.