IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaan Perikanan Tangkap 4.1.1 Potensi sumberdaya ikan Luas perairan Halmahera Utara adalah 19.536,02 Km2 atau 76 % dari luas wilayah keseluruhan dan memilki berbagai sumber daya perikanan yang bernilai ekonomis penting. Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Jendral Perikanan dan Balai Penelitian Perikanan Laut (1983) diacu dalam DKP Kabupaten Halut (2007), Perairan Halmahera Utara memiliki Potensi perikanan Laut (Standing Stock) sebesar 148.473,8 ton/ tahun. Berdasrkan data standing stock perikanan Halmahera Utara sebesar 148.473,8 ton/tahun, maka potensi lestari Maksimum Sustainable Yeild (MSY) yang dapat dimanfaatkan setiap tahun diperkirakan sebesar 86.660,6 ton/tahun dengan perincian perikanan pelagis sebesar 48.946,4 ton/tahun dan perikanan demersel
sebesar 32.664,2 ton/tahun.
Perikanan laut di Halmahera Utara merupakan daerah sebaran jenis ikan Pelagis dan Demersel yang mempunyai nilai ekonomis penting. Kecamatan Tobelo merupakan salah satu daerah penangkapan jenis ikan komersial, seperti Cakalang, Tuna, Kerapu, Kakap Merah, Baronang.
4.1.2 Teknologi penangkapan ikan Secara umum, jenis teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Halmahera Utara adalah pancing ulur, rawai, mini purse seine (pajeko), jaring insang hanyut, jaring insang tetap, jaring lingkar (giob), huhate, bagan, dan bubu.
Umumnya tingkat teknologi penangkapan yang
dipergunakan tersebut masih relatif sederhana dan ukuran armadanya tidak berskala besar (perikanan skala keci). Hanya untuk jenis teknologi penangkapan mini purse seine atau didaerah setempat dikenal dengan pajeko yang tingkat teknologinya relatif paling maju. Inipun jumlahnya masih terbatas dan umumnya merupakan paket-paket bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara yang diserahkan kepada beberapa kelompok nelayan.
28
Umumnya jenis kapal/perahu yang digunakan sebagai sarana untuk menangkap ikan di perairan laut Kabupaten Halmahera Utara adalah perahu tanpa motor/perahu layar. Perahu tanpa motor biasanya digunakan untuk alat tangkap pancing ulur, jaring insang (gillnet) dan bubu, sedangkan perahu/kapal motor tempel digunakan untuk pengoperasian alat tangkap funai (huhate), pajeko (mini purse seine), giob (jaring lingkar) dan bagan perahu. Umumnya sebagain besar armada di Kabupaten Halmahera Utara sudah menggunakan motor, namun ukuran kapalnya masih dalam skala kecil (dibawah 5 GT). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan Halmahera Utara hanya terkonsentrasi di sekitar perairan pantai atau territorial saja (dibawah 12 mil laut). Menurut Keputusan Menteri Nomor KEP. 40/MEN/2003 tentang kriteria perusahaan perikanan skala kecil dan skala besar di bidang usaha penangkapan ikan, pasal 4 menyebutkan bahwa kriteria perusahaan perikanan skala kecil meliputi : a. memiliki kapal penangkap ikan yang terbuat dari bahan kayu dan dibangun di dalam negeri b. Gross tonnage (GT) kapal yang dimiliki, baik satu unit atau kumulatif, tidak lebih dari 60 GT atau menggunakan mesin berkekuatan tidak lebih dari 180 DK; c. Tidak memperkerjakan anak buah kapal (ABK) warga negara asing; atau d. Status perusahaan tidak berbadan hukum. Jenis kapal/perahu yang digunakan di perairan Kabupaten Halmahera Teknologi penangkapan yang paling umum digunakan oleh nelayan Halmahera Utara adalah kelompok pancing, utamanya pancing ulur, kemudian diikuti oleh kelompok alat tangkap lain-lain, gill net, bagan dan purse seine. Jumlah alat tangkap per kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 4. Secara umum prasarana perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara hingga kini masih memiliki keterbatasan (minim), sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kapasitasnya, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Prasarana perikanan tangkap yang terdapat di Kabupaten Halmahera Utara adalah: 1 unit Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di Tobelo, 2 unit Pangkalan Pendaratan
29
Ikan (PPI) dan 1 unit pabrik es. Namun prasaran tersebut tidak berfungsi karena berbagai faktor, seperti pabrik es terkendala listrik yang setiap 8 jam sekali mati sehingga menggaggu produksi sampai tutup, PPP dan TPI tidak berjalan karena belum jelas kewenangannya kabupaten atau propinsi. Tabel 4 Jumlah Alat Tangkap per Kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2007 Jenis Alat Tangkap (unit) Kecamatan Hand Line
Rawai
Huhate
Gill Net
Purse Seine
Hanyut
Dasar
Hanyut
Tetap
Baga n
Bubu
Tobelo Utara
39
21
-
-
-
19
8
-
-
Tobelo
54
5
-
12
5
24
17
-
32
Tobelo Tengah
112
-
-
34
-
18
6
1
-
Tobelo Selatan
138
-
-
5
11
12
19
Tobelo Timur
109
-
-
5
2
3
6
1
-
Galela Utara
96
2
2
17
1
8
15
-
-
Galela
63
1
-
10
2
7
32
-
-
Loloda Utara
72
-
6
14
22
-
18
Loloda Kepulauan
67
2
-
15
12
18
-
13
Morotai Utara
57
-
-
30
32
-
38
Morotai Jaya
52
-
-
17
21
-
-
1
1
8
-
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, 2008.
4.1.3 Sistem pemasaran produksi hasil tangkapan Arti pemasaran jauh lebih luas dari pada arti penjualan, karena pemasaran mencakup usaha perusahaan yang dimulai dengan mengidentifisir kebutuhan konsumen yang perlu dipuaskan, menentukan produk yang hendak diproduksi, menentukan harga produk yang sesuai, menentukan cara-cara promosi dan penyaluran/penjualan produk tersebut. Jadi kegiatan pemasaran adalah kegiatankegiatan yang saling berhubungan sebagai suatu sistem. Proses yang dilakukan untuk mengetahui saluran pemasaran yang ada di Kabupaten Halmahera Utara baik pasar ikan lokal untuk kebutuhan masyarakat lokal maupun pasar antar kabupaten yaitu dengan melakukan survei pasar. Pemasaran hasil tangkapan ikan dilakukan dalam 3 (tiga) saluran, yaitu : 1) Dipasarkan secara langsung ke pedagang pengumpul (dibo-dibo) untuk selanjutnya dipasarkan langsung ke pasar di tobelo.
30
2) Dipasarkan secara langsung ke pedagang pengumpul (dibo-dibo) kemudian dipasarkan kembali ke pedagang pengecer dan didistribusikan ke konsumen pasar lokal yang berada di dalam maupun luar Kabupaten Halmahera Utara. 3) Dipasarkan secara langsung ke pedagang pengecer dan didistribusikan ke konsumen pasar lokal yang berada di dalam maupun luar Kabupaten Halmahera Utara. Pasca penangkapan aktivitas yang dilakukan umumnya meliputi bongkar muat hasil tangkapan dan pemasaran. Pedagang pengumpul biasanya tidak melakukan peyimpanan sebab ikan yang diperoleh setelah dibeli dari nelayan semuanya disalurkan sesuai permintaan.
I Pedagang pengumpul
Nelayan
III
Pasar local Tobelo
II Pedagang Pengecer
Konsumen lokal di Kecamatan Tobelo Kabupaten Tobelo
Konsumen lokal antar Kecamatan dan Kabupaten lain
Keterangan : I = Saluran pemasaran I ( nelayan- pengumpul-konsumen) II = Saluran pemasaran II( nelayan –pengumpul-pengecer-konsumen) III = Saluran pemasaran III ( nelayan- pengecer-konsumen )
Gambar 3
Skema saluran pemasaran hasil tangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara.
Menurut Anisah dan Susiowati (2007), pola pemasaran dan distribusi ikan pada nelayan skala kecil tidak terlalu kompleks, sistem pemasaran ikan hanya berpindah tangan 2 -3 kali sebelum sampai ke konsumen lokal. Begitu pula sistem pemasaran ikan yang saat ini terdapat di Kabupaten Halmahera Utara masih relatif sederhana dan terbatas, sehingga untuk masa datang, sistem yang ada ini masih perlu dikembangkan dan dimodifikasi. Mekanisme sistem pemasarannya adalah setelah mendaratkan hasilnya, nelayan langsung menjual ke pedagang pengumpul
31
dan sekaligus pedagang eceran atau pedagang ini melakukan pembelian dari tempat pendaratan atau dari nelayan secara langsung.
Kemudian, pedagang
tersebut menjajakannya di pasar setempat atau ke kecamatan lain dan kabupaten lain yang berdekatan. Hingga kini belum tersedia sarana pasar ikan yang higienis dan tempat peyimpanan ikan (Cold Storage). Sebagian besar produk perikanan tangkap ini, hanya dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi didalam Kabupaten Halmahera Utara dan hanya sedikit yang dipasarkan ke luar wilayah kabupaten. Ikan yang akan dipasarkan ke luar wilayah kabupaten, umumnya akan dikirim melalui Pelabuhan Umum Tobelo untuk dikirim ke Manado dan Jakarta, bahkan ada juga yang diekspor ke beberapa negara. Para pedagang ikan yang ada di Kabupaten Halmahera Utara belum menggunakan alat transportasi yang memadai. Selain itu, di kabupaten ini belum tersedia sarana pasar ikan yang higienis sebagai pusat perdagangan ikan. Oleh karena itu, diharapkan kedepan perlu dibangun suatu pusat pasar ikan higienis, agar mutu komoditas perikanan lebih terjamin dan dapat dikontrol, serta mendapat harga yang layak, sehingga sistem pemasaran komoditas ikan di Kabupaten Halmahera Utara akan berjalan secara efisien dan terpadu.
4.2 Analsis Kebijakan Strategi Pemasaran Produksi Perikanan Tangkap Analsis kebijakan strategi pemasaran produksi perikanan tangkap di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara menggunakan metode
AHP.
Metode ini untuk menentukan alternatif kebijakan yang tepat untuk revitalisasi sistem pemasaran selama ini yang belum berjalan dengan optimal. Berdasarkan proses hirarki terhadap sistem pemasaran terdapat lima tingkatan, yaitu (1) level 1 merupakan fokus atau tujuan strategi kebijakan sistem pemasaran produksi perikanan tangkap; (2) level 2 adalah aktor, pelaku yang terlibat dalam sistem pemasaran baik langsung maupun tidak langsung, (3) level 3 dan 4, kriteria dan subkriteria yang mempertimbangkan untuk penentuan kebijakan; dan level 5, berupa alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk revitalisasi sistem pemasaran produksi perikanan tangkap.
Hasil analisis AHP terhadap sistem
pemasaran produksi perikanan tangkap di kecamatan Tobelo, disajikan pada Gambar 4.
32
Kebijakan Strategi Pemasaran Produksi
Perikanan Tangkap Skala Kecil
Nelayan (0,092)
BIOLOGI (0,3429)
Jumlah Jenis SDI (0,07) Kelestarian SDI (0,27)
PIP (0,341)
Dibo-Dibo (0,226)
TEKNOLOGI (0,0738)
Ukuran Kapal (0,03) Jumlah Kapal (0,03)
MAK (0,169)
Koperasi (0,092)
PEMDA (0,590)
EKONOMI (0,2514)
Biaya Operasional (0,10) Biaya Investasi (0,13) Pendapatan Nelayan (0,04)
PAP (0,171)
SOSIAL (0,1574)
Kelembagaan (0,1) Pelatihan & Pembinaan (0,05)
HDI (0,103)
PEMASARAN (0,1752)
Harga Ikan (0,06) Akses Pemasaran (0,16)
TPI (0,216)
Keterangan AlternatiF Kebijakan: PIP : Peningkatan fasilitas & Infrastruktur Pemasarsan MAK : Modernisasi Alat dan Kapal Penangkapan Ikan PAP : Pengembangan Akses Pasar HDI : Harga dasar jenis ikan TPI : Aktifkan Fungsi TPI
Gambar 4
Hirarki nilai prioritas kebijakan strategi pemasaran produksi perikanan tangkap skala kecil. 4.2.1 Level aktor Pada pemasaran perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Halmahera Utara, aktor-aktor yang memiliki peran adalah Pemerintah Daerah, Dibodibo/pedagang/pengumpul, nelayan dan koperasi.
33
Pada level aktor, urutan prioritas berdasar hasil penelitian adalah Pemerintah Daerah (0,59), Dibo-dibo (0,226), Nelayan (0,092) dan Koperasi (0,092). Pemerintah daerah adalah pembuat keputusan dalam kebijakan strategi pemasaran
produksi
perikanan
tangkap
skala
kecil,
sedangkan
dipo-
dipo/pedagang dan nelayan sebagai pelaku pada kegiatan pemasaran tersebut. Nelayan pada saat kegiatan menjual ikan memiliki posisi tawar menawar yang rendah, sehingga urutan prioritas pada aktor nelayan setelah aktor dibo-dibo yaitu 0,092. Peran koperasi belum terlihat pada kegiatan pemasaran di Kabupaten Halmahera Utara, sehingga nilai prioritas pada aktor koperasi berada pada urutan terakhir.
1) Pemerintah Daerah Pemerintah daerah sebagai aktor yang memiliki peran utama karena sebagai regulator pada perikanan skala kecil. Pada UU No.31 tentang Perikanan Bab X tentang Pemberdayaan Nelayan dan Pembudi daya ikan kecil Pasal 60 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudi daya ikan melalui : (a) penyediaan skim kredit bagi nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, baik untuk modal usaha maupun biaya operasional dengan cara yang mudah, bunga pinjaman rendah, dan sesuai dengan kemampuan nelayan kecil dan pembudi daya kecil; (b) penyelengaraan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan bagi nelayan kecil serta pembudi daya ikan kecil untuk meningkatkan
pengetahuan
dan
ketrampilan
di
bidang
penangkapan,
pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran ikan; dan (c) penumbuhkembangan kelompok nelayan kecil, kelompok pembudidaya ikan kecil, dan koperasi perikanan. Tanggapan
pemerintah
daerah
terhadap
kepentingan
kelestarian
sumberdaya ikan menyatakan sangat penting (100%). Pada CCRF disebutkan bahwa pemerintah turut berperan dalam kelestarian sumberdaya ikan, disebutkan pada bagian 6.1 yaitu ; ” States and users of living aquatic resources should conserve aquatic ecosystem. To right to fish carries with it the obligation to do so in a responsible manner so as to ensure effective conservation and management of the living aquatic resources” (FAO, 1995).
34
Infrastruktur TPI sebagai tempat pelelangan tidak berfungsi optimal. Pendapat pemerintah daerah terhadap peningkatan fasilitas dan infrastruktur kegiatan pemasaran adalah sangat penting (100%). Sehingga diharapkan adanya kebijakan pemerintah terhadap peningkatan fasilitas tersebut termasuk akses pasar ke TPI dan pasar-pasar daerah pemasaran ikan. Persepsi pemerintah terhadap pengembangan akses pasar dan penentuan harga dasar ikan menyatakan 100% penting sebagai kebijakan dalam strategi pemasaran produksi hasil perikanan tangkap. Peningkatan fasilitas & infrastruktur kegiatan pemasaran
Kelestarian sumberdaya ikan 120
120
100
100 80
%
%
80 60 40
60 40
20
20 0
0 Sangat penting
Penting
Tidak Penting
Tidak tahu
sangat penting
perspesi
tidak penting
tidak tahu
perspesi
Penentuan harga dasar ikan
Pengembangan akses pasar 120
120
100
100
80
80
60
%
%
penting
60
40
40
20
20
0
0 sangat penting
penting
tidak penting
tidak tahu
perspesi
Gambar 5
sangat penting
penting
tidak penting
tidak tahu
persepsi
Persepsi pemerintah daerah terhadap kelestarian sumberdaya ikan, peningkatan fasilitas dan infrastruktur kegiatan pemasaran, pengembangan akses pasar dan penentuan harga dasar ikan.
2) Pedangan pengumpul (Dibo-dibo) Urutan prioritas setelah Pemerintah Daerah adalah Dibo-dibo atau pengumpul (0,226). Aktor ini memiliki peran yang besar terhadap pemasaran produksi perikanan skala kecil dibanding nelayan dan koperasi, karena aktor ini
35
sebagai pelaku langsung pemasaran produksi perikanan skala kecil di Kabupaten Halmahera Utara. Harga ikan yang menjadi kesepakatan antara nelayan dan pengumpul
berdasarkan
pada
harga
yang
diberikan
oleh
pengumpul.
Pertimbangan dari penetapan harga oleh dibo-dibo adalah lokasi pasar yang akan dituju, jenis ikan dan kondisi hasil tangkapan. Apabila dibo-dibo memiliki akses yang jauh dan jenis ikan kurang diminati konsumen, maka dibo-dibo akan memberikan nilai yang rendah, dan sebaliknya. peningkatan fasilitas infrastruktur kegiatan pem asaran
70 60 50 40 30 20 10 0
%
%
Kelestarian sum berdaya ikan
Sangat penting
Penting
Tidak Penting
120 100 80 60 40 20 0 sangat penting
Tidak tahu
penting
tidak penting
tidak tahu
persepsi
persepsi
Penentuan harga dasar jenis ikan
Pengembangan akses pasar 70
120 100 80 % 60 40 20 0
60 50 %
40 30 20 10
sangat penting
penting
tidak penting
persepsi
Gambar 6
tidak tahu
0
sangat penting
penting
tidak penting persepsi
tidak tahu
Persepsi pedagang terhadap kelestarian sumberdaya ikan, peningkatan fasilitas dan infrastruktur kegiatan pemasaran, pengembangan akses pasar dan penentuan harga dasar ikan.
Dibo-dibo memiliki peran yang besar pada kegiatan pemasaran produksi perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Halmahera Utara sehingga hasil tangkapan sampai pada konsumen. Akses pemasaran para pedagang mencapai pasar lokal dan antar pulau pada saat puncak musim ikan. Berdasarkan hasil wawancara, para pedagang menyatakan bahwa fasilitas dan infrastruktur untuk
36
kegiatan pemasaran produksi perikanan tangkap masih sangat kurang, sehingga dirasakan perlu dilakukan suatu kebijakan terhadap kegiatan pemasaran produksi hasil perikanan tangkap. Persepsi dibo-dibo pada peningkatan fasilitas infrastruktur kegiatan pemasaran menyatakan 100% sangat penting. Peran dibodibo yang tidak terkait langsung dengan kegiatan penangkapan ikan menyatakan 40% sangat penting dan 60% penting terhadap kelestarian sumberdaya ikan. Perspsi terhadap pengembangan akses pasar dibo-dibo menyatakan 100% sangat penting. Kebijakan tentang pengembangan akses pasar diharapkan dapat meningkatkan kegiatan pemasaran dan kemudahan akses.
Persepsi terhadap
penentuan harga ikan dibo-dibo menyatakan 60% sangat penting dan 40% sangat penting, dengan adanya harga dasar ikan dari pemerintah, maka dibo-dibo dapat menentukan harga beli hasil tangkapan kepada nelayan dengan mudah.
3) Nelayan Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara saat ini masih menggunakan unit penangkapan dibawah 5 GT, sehingga skala perikanan di Kabupaten Halmahera Utara merupakan perikanan yang berskala kecil. menyadari
bahwa
bergantung
pada
keberlangsungan kelestarian
kegiatan
sumberdaya
Belum semuan nelayan
penangkapan perikanan.
mereka
Dengan
juga
kegiatan
penangkapan yang terjamin keberlangsungannya, maka kegiatan pemasaran produksi perikanan tangkap dapat terus berlangsung. Persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan menyatakan 33% sangat penting, 60% penting dan 7% tidak tahu. Pada CCRF bagian 6.1 disebutkan nelayan sebagai pengguna sumberdaya akuatik juga perlu melakukan melestarikan ecosistem bawah ir. Pada kegiatan pemasaran pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Utara belum menetapkan harga dasar ikan, penentuan harga hasil tangkapan ditentukan oleh dibo-dibo/pedagang pengumpul. Menurut Bogar (2009), menyatakan pada sistem pemasaran ikan nelayan skala kecil lebih didominasi pedagang pengumpul dan yang paling dominan menentukan harga ikan adalah pedagang pengumpul. Bahkan pada waktu hasil tangkapan nelayan melimpah, pedagang pengumpul tidak selalu membelinya. Kondisi tersebut, sangat merugikan pihak nelayan.
37
Nelayan berharap dengan adanya kebijakan penetapan harga oleh pemerintah daerah, maka keuntungan yang di dapat menjadi lebih baik.Persepsi nelayan terhadap penetapan harga dasar ikan menyatakan 17% sangat penting, 33 % penting dan 50% tidak tahu. Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara belum merasakan kebijakan tentang penetapan harga dasar ikan, selama ini hanya berdasarkan penawaran yang diberikan oleh dibo-dibo.
Peningkatan fasilitas dan infrastruktur kegiatan pemasaran
70 60 50 40 30 20 10 0
80 60 %
%
Kelestarian Sumberdaya Ikan
40 20
Sangat penting
Penting
Tidak Penting
Tidak tahu
0 sangat penting
Persepsi
Penentuan harga dasar jenis ikan
60 50 40 30 20 10 0
%
%
Pengem bangan akses pasar
sangat penting
penting
tidak penting
perspesi nelayan
penting
persepsi
tidak tahu
60 50 40 30 20 10 0 sangat penting
penting
tidak penting
tidak tahu
persepsi
Gambar 7 Persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan, peningkatan fasilitas dan infrastruktur kegiatan pemasaran, pengembangan akses pasar dan penentuan harga dasar ikan Persepsi nelayan terhadap peningkatan fasilitas infrastruktur kegiatan pemasaran menyatakan 67% sangat penting dan 33% penting.
Dengan
infrastruktur yang mendukung kegiatan pemasaran, nelayan berharap hasil tangkapan yang diperoleh dapat terjual semua sehingga tidak terbuang saat pedagang tidak membeli hasil tangkapan mereka. Demikian pula dengan persepsi
38
terhadap pengembangan akses pasar, mayoritas responden nelayan menyatakan sangat penting (50%), sedangkan 33% menyatakan penting dan 17% menyatakan tidak tahu.
4) Koperasi Pada kegiatan pemasaran produksi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara, peran koperasi memiliki nilai prioritas yang sama dengan nelayan. Perbedaanya, pada nelayan tidak memiliki peran dalam penentuan harga hasil tangkapan, akan tetapi pada koperasi karena belum adanya peran yang melibatkan koperasi pada kegiatan pemasaran produksi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara. Untuk itu, perlu adanya kebijakan dari pemerintah daerah yang memberikan peran kepada kelembagaan seperti koperasi dan kelembagaan lain pada bidang perikanan. Persepsi koperasi terhadap kelestarian sumberdaya ikan dan peningkatan fasilitas dan infrastruktur kegiatan pemasaran menyatakan 100% sangat penting, beitupula persepsi terhadap pengembangan akses pasar dan penentuan harga dasar ikan menyatakan 100% penting.
39
Peningkatan fasilitas dan infrastruktur kegiatan pemasaran
120 100 80 60 40 20 0
%
%
Kelestarian sum berdaya ikan
Sangat penting
Penting
Tidak Penting
120 100 80 60 40 20 0 sangat penting
Tidak tahu
tidak penting
tidak tahu
persepsi
persepsi
Penentuan harga dasar jenis ikan
Pengem bangan akses pasar 120
120 100 80 60 40 20 0
100 80 %
%
penting
60 40 20
sangat penting
penting
tidak penting
0
tidak tahu
sangat penting
persepsi
Gambar 8
penting
tidak penting tidak tahu
persepsi
Persepsi koperasi terhadap kelestarian sumberdaya ikan, peningkatan fasilitas dan infrastruktur kegiatan pemasaran, pengembangan akses pasar dan penentuan harga dasar ikan.
4.2.2 Level kriteria Urutan prioritas kriteria pada kebijakan strategi pemasaran produksi perikanan di Kabupaten Halmahera Utara adalah biologi (0,3429), ekonomi (0, 2514), pemasaran (0,1752), sosial (0,1574) dan teknologi (0,0738). Pemasaran produksi perikanan didahului dengan kegiatan penangkapan ikan di perairan Kabupaten Halmahera Utara.
Pada kegiatan penangkapan ikan kondisi
sumberdaya ikan menjadi faktor yang penting bagi keberlangsungan pemasaran produksi perikanan. Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara rata-rata sebagai nelayan sub sisten yang melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan mererka sehari-hari.
Sehingga kriteria biologi mendapat urutan piriorotas
pertama supaya kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan secara berkalanjutan. Dengan
pengelolaan
sumberdaya
ikan
yang
terus
berkelanjutan
maka
40
keberlangsungan kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan dapat terjaga, sehingga kebutuhan ekonomi nelayan skala kecil dapat terjamin. Hasil tangkapan yang diperoleh dijual kepada pengumpul (dibo-dibo). Pemasaran produk perikanan dari nelayan kabupaten Halmahera Utara dipasarkan ke pasar ikan lokal maupun maupun pasar antar kabupaten. Pemasaran tersebut telah melibatkan pengumpul sehingga terjadi penyerapan tenaga kerja bidang perikanan (kriteria sosial).
Kriteria teknologi menjadi alternatif terakhir dikarenakan
perikanan skala kecil yang dilakukan oleh nelayan Halmahera Utara dirasakan tidak membutuhkan peningkatan teknologi yang tinggi.
4.2.3 Level sub kriteria Urutan prioritas pada level sub kriteria adalah kelestarian sumberdaya ikan (0,27), akses pemasaran (0,16), biaya investasi (0,13), biaya operasional (0,10), kelembagaan (0,10), jumlah dan jenis sumberdaya ikan (0,07), harga ikan (0,06), pelatihan dan pembinaan (0,05), pendapatan nelayan (0,04), ukuran kapal (0,03) dan jumlah kapal (0,03). Aktor-aktor yang berperan dalam kebijakan strategi pemasaran produksi perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Halmahera Utara telah menyadari bahwa keberlangsungan pendapatan mereka yang berasal dari kegiatan penangkapan ikan harus mendahulukan kelestarian sumberdaya ikan sebagai prioritas pertama. Kelestarian sumberdaya ikan merupakan syarat untuk keberlangsungan kegiatan penangkapan ikan dan usaha dari nelayan. Kelestarian sumberdaya yang mempu mendukung keberlangsungan kegiatan pemasaran di Kabupaten Halmahera Utara perlu diperhatikan. Kegiatan ini dapat menjalankan roda ekonomi antara nelayan, pedagang, konsumen dan pemerintah daerah. Untuk mencapai strategi pemasaran produksi perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Halmahera Utara, maka alternatif sub kriteria selanjutnya adalah akses pemasaran bagi produksi tersebut.
Saat ini pemasaran hasil
tangkapan nelayan Kabupaten Halmahera Utara dilakukan melalui pengumpul atau pengecer. Nelayan tidak melakukan penyimpanan terhadap hasil tangkapan mereka, salah satu alasannya adalah tidak terdapatnya fasilitas bagi penyimpanan hasil tangkapan tersebut.
41
Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara terkadang tidak melaut dikarenakan mereka bukan pemilik kapal atau bahkan tidak memiliki modal untuk melaut. Hal ini dikarenakan biaya investasi kapal dan operasional melalut tidak dapat mereka penuhi. Kedua sub kriteria tersebut menjadi alternatif selanjutnya, dimana produksi yang kontinu diharapkan dapat menjaga keberlangsungan kegiatan pemasaran bagi perikanan skala kecil di Kabupaten Halmahera Utara. Dalam pelaksaan kegiatan pemasaran tersebut, aktor yang paling berperan adalah dibo-dibo. Kelembagaan pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Utara belum mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan pemasaran produksi perikanan tangkap skala kecil, sehingga peran kelembagaan dalam kegiatan pemasaran tersebut belum terlihat. Nielsesn dan Vedsmend (1997) melakukan penelitian terhadap organisasi perikanan.
Pada organisasi perikanan yang memiliki
karakteristik banyak alat tangkat dan kategori kapal adalah perikanan skala kecil, biasanya organisasi ini bersifat pasif terhadap regulasi perikanan dan dinamisai pasar, dan bahkan sering tidak berperan pada strategi yang dibuat. Pada kegiatan pemasaran produksi perikanan faktor yang berpengaruh adalah jumlah dan jenis sumberdaya ikan dan harga ikan. Proses pemasaran di Kabupaten Halmahera Utara, setelah nelayan melakukan bongkar saat pendaratan, aktor yang berperan dalam penentuan harga ikan tersebut adalah dibo-dibo. Belum adanya ketetapan harga jenis ikan tertentu, membuat nelayan tidak bisa melakukan penawaran terhadap harga yang diberikan oleh dibo-dibo. Pelatihan dan pembinaan terhadap pelaku pemasaran yang secara langsung berkaitan terhadap pemasaran produksi perikanan tangkap skala kecil sangat perlu dilakukan. Beberapa alasan perlunya kegiatan tersebut adalah penjagaan mutu atau kualitas hasil tangkapan sehingga memiliki nilai yang lebih baik dan kesegaran hasil tangkapan ke konsumen dapat terjamin, alasan yang lain adalah keadilan tawar menawar antara nelayan dengan dibo-dibo, sehingga sub kriteria selanjutnya yaitu pendapatan nelayan dapat tercapai. Sub kriteria ukuran dan jumlah kapal sebagai alternatif terakhir bagi pemasaran produksi perikanan tangkap skala kecil.
Hal tersebut dikarenakan tidak terlalu berpengaruh
mengingat perikanan skala kecil masih menggunakan kapal motor tempel, sehingga pengaruh terhadap jenis hasil tangkapan tidak terlalu berpengaruh.
42
4.2.4 Level alternatif kebijakan Urutan prioritas alternatif kebijakan strategi pemasaran produksi perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Halmahera Utara adalah peningkatan fasilitas dan infastruktur pemasaran (0,341), meningkatkan aktivitas TPI (0,216), pengembangan akses pasar (0,171), modernisasi alat dan kapal penangkap ikan (0,169) dan penentuan harga dasar jenis ikan (0,103).
Alasan alternatif
peningkatan fasilitas infrastruktur pemasaran menjadi prioritas pertama, karena fasilitas dan infrastruktur menjadi kendala pada kegiatan pemasaran produksi perikanan tangkap skala kecil di Halmahera Utara. Kendala tersebut berupa tidak adanya akses ke pasar ikan, tidak menunjangnya tempat pelelangan ikan (TPI) dan industri pendinginan (cold storage) dan hingga saat ini belum ada pasar ikan higienis. Alternatif selanjutnya yang diharapkan dapat mencapai tujuan pemasaran produksi perikanan skala kecil adalah meningkatkan aktivitas di tempat pelelangan ikan (TPI). TPI merupakan pusat pemasaran hasil produksi perikanan, pemasaran hasil produksi secara umum meliputi kegiatan yang berhubungan dengan penjualan dan pendistribusian. Sistem pelayanan di TPI adalah sistem terbuka, dengan cara ikan yang didaratkan di pangkalan pendaratan ikan (PPI) langsung dimasukan ke TPI kemudian dijual kepada pedagang dan sebagian dijual ke pasar atau konsumen (Danial, 2007). Apabila aktivitas kegiatan perikanan di TPI meningkat dengan fasilitas yang memadai, diharapkan banyak nelayan yang melakukan pelelangan hasil tangkapannya di TPI. Kegiatan perikanan yang ramai pada suatu tempat akan menarik pelaku-pelaku perikanan lain seperti pedagang/pengumpul atau bahkan konsumen langsung, sehingga pasar dapat tercipta di lingkungan tersebut. Untuk menciptakan kondisi yang lebih baik, maka perlu dilakukan pengembangan akses pasar (0,171) sebagai alternatif ketiga. Trondsend, Helstad dan Young (2003) menyebutkan bahwa jumlah pembeli yang banyak akan mempromosikan kompetisi varietas spesies dan ikan yang didaratkan dan dapat dipastikan bahwa nelayan akan menerima harga yang kompetitif. Alternatif ke empat adalah modernisasi alat dan kapal penangkap ikan (0,169), dengan tujuan kegiatan penangkapan yang dilakukan dapat lebih efisien dan efektif. Kondisi tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan biaya
43
investasi dan operasional yang tinggi.
Beberapa penelitian yang dilakukan
tentang modernisasi alat dan kapal penangkap ikan menyatakan bahwa modernisasi tersebut harus dibarengi dengan peran institusi pemerintah dalam pengelolaan perikanan bagi perikanan skala kecil, karena kondisi yang tidak dipantau akan mengakibatkan penurunan stok sumberdaya (Allison and Ellis, 2001), terutama di perairan territorial. Dengan alternatif modernisasi alat dan kapal penangkap ikan dengan tujuan kegiatan penangkapan menjadi lebih efisien akan mengakibatkan peningkatan produktivitas kapal dan pastinya adalah jumlah kapal di Kabupaten Halmahera Utara, diharapkan peran pemerintah daerah dalam menangani perikanan skala kecil akan lebih intensif. Peran tersebut dapat melalui kebijakan-kebijakan
yang
dapat
diaplikasikan
atau
penunjukan
peran
kelembagaan dalam pemantauan kegiatan pemasaran produksi hasil tangkapan ikan di Halmahera Utara. Alternatif kebijakan strategi terakhir adalah penentuan harga dasar ikan. Dengan penentuan harga dasar ikan oleh pemerintah daerah, maka penentuan harga tidak berdasarkan perhitungan pedagang, akan tetapi berdasarkan harga yang sudah ditetapkan. Selain hal tersebut, kondisi ini akan membuat harga produksi ikan menjadi lebih kompetitif dan nelayan mendapat keuntungan yang dapat diperhitungkan.