bahwa analisis data model interaktif memiliki tiga (3) alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan dan bersifat siklus, yaitu reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan/verifikasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian didapat tiga (3) tingkatan analisis dalam proses penentuan dan pembentukan positioning melalui reproduksi sosial pada iklan televisi rokok Sampoerna A Mild. Pertama, proses konstruksi realitas dalam tingkatan lembaga. Kedua, proses
konstruksi realitas dalam tingkatan teks. Ketiga, proses konstruksi realitas dalam tingkatan individu. Tingkatan pertama, berlangsung proses kreatif bagi suatu iklan, dalam hal ini iklan televisi rokok Sampoerna A Mild. Proses kreatif ini dilakukan oleh pengiklan dan pencipta iklan sebagai kelompok kerja (teamworks). Tingkatan kedua, berlangsung proses interpretasi terhadap teks/pesan iklan rokok Sampoerna A Mild yang tertuang di televisi. Interpretasi dilakukan untuk menemukan makna yang sebenarnya tentang positioning rokok Sampoerna A Mild dalam teks iklan televisi sebagai hasil reproduksi sosial pengiklan dan pencipta iklan. Tingkatan ketiga, interpretasi terhadap pesan iklan televisi rokok Sampoerna A Mild bagi individu pemirsa televisi. Tiga (3) tingkatan analisis tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 4.1. Konstruksi Realitas dalam Tingkatan Pengiklan dan Pencipta Iklan Penentuan dan pembentukan positioning suatu produk dapat diartikan sebagai titik awal yang sangat menentukan dan bersifat strategik dalam memenangkan persaingan untuk menerobos dan merebut sebagian dari kotak persepsi di benak konsumen. Kenyataannya seringkali ketika memposisikan produk harus berhadapan dalam persaingan yang tajam dan ketat dengan produk lain, terutama produk sejenis. Dalam perencanaan periklanan suatu produk pengiklan dan pencipta iklan berperan sebagai penentu strategi positioning dalam memposisikan produknya di benak konsumen. Peran pengiklan dan pencipta iklan tersebut peneliti uraikan sebagai berikut : 4.1.1. Versi Pengiklan Handoko, Group Brand Manager PT HM Sampoerna dalam Palupi (1996) mengatakan bahwa pada awalnya, sebagaimana rokok-rokok lain, rokok Sampoerna A Mild dikomunikasikan sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat modern yang sukses dan macho. Tidak ada gambaran keunggulan produk, tetapi lebih kepada citra yang disandangnya. Ini barangkali juga karena keterbatasan-keterbatasan peraturan periklanan untuk jenis rokok yang tidak boleh memperlihatkan orang sedang merokok. Pendekatan rokok Sampoerna A Mild yang demikian ternyata tidak menciptakan perbedaan karakter antara merek rokok Sampoerna A Mild dengan rokok-rokok lainnya. Secara skematis, deskripsi di atas memperlihatkan konstruksi realitas rokok Sampoerna A Mild dalam Gambar 4.
Rokok Merek lain
Karakter produk sama
Tidak boleh memperlihatkan orang sedang merokok
Gaya hidup
Rokok Sampoerna A Mild
Batasan peraturan periklanan untuk jenis rokok
1. Moderen 2. Sukses 3. Macho
Gambar 4. Skema positioning rokok Sampoerna A Mild tahap awal Gambar 4 di atas memperlihatkan bahwa rokok Sampoerna A Mild adalah produk rokok kategori mild yang dikomunikasikan tak ubahnya seperti rokok berkategori sama, misalnya rokok Pall Mall, yaitu sebagai rokok gaya hidup. Cara komunikasi demikian dalam periklanan disebut paritas. Menurut Kasali (2005), konsumen dipastikan mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan produknya, dikarenakan tidak adanya karakter berbeda yang mampu menerobos benak konsumen. Artinya, dalam langkah awal memposisikan rokok Sampoerna A Mild, karakter khas produk yang membedakannya dengan produk sejenis belum terbentuk. Agar positioning terbentuk, maka pengiklan perlu melakukan evaluasi. Hal tersebut diakui Handoko dalam Palup (1996) yang mengatakan bahwa evaluasi itu mengubah posisi produk. Sementara posisi baru dipikirkan, kampanye bergerak kepada citra korporat rokok Sampoerna A Mild. Ditampilkanlah serangkaian aktivitas kelompok Sampoerna yang kala itu sangat populer di mata masyarakat, yaitu foto kegiatan drumband oleh karyawan para buruh pabrik Sampoerna yang mencapai sukses di Festival of Roses di Pasadena, Amerika. Suatu terobosan yang menarik, karena rangkaian iklan-iklan tersebut yang menyerbu media cetak dan televisi memperlihatkan upayanya keluar dari pakem iklan-iklan pada umumnya. Semenjak iklan-iklan korporat itu muncul, produksi dan penjualan rokok Sampoerna A Mild mulai bergerak naik. Peneliti menangkap bahwa ditampilkannya aktivitas karyawan PT HM Sampoerna dalam iklan menunjukkan pengiklan melakukan evaluasi kampanye periklanannya dengan menampilkan realitas sosial. Aktivitas-aktivitas nyata karyawan
tersebut adalah produk realitas sosial yang dituangkan dalam iklan. Artinya, produk realitas sosial tersebut direproduksi ke dalam pesan iklan yang kemudian ditayangkan televisi untuk dikonsumsi khalayak, sebagaimana yang dikatakan Bungin (2001). Berdasarkan evaluasi tersebut, pengiklan melakukan perubahan positioning produk rokok Sampoerna A Mild dengan berusaha menaiki tangga-tangga di dalam benak konsumen. Kasali (1992) mengganggap penting bagi suatu produk untuk menaiki tangga dalam benak konsumen sehingga menempatkan produk dalam posisi yang tepat. Berdasarkan uraian di atas, perubahan positioning rokok Sampoerna A Mild disajikan pada Gambar 5. Gaya hidup
Rokok Merek lain
Karakter produk beda
Tidak boleh memperlihatkan orang sedang merokok
Citra korporat
Rokok Sampoerna A Mild
Batasan peraturan periklanan untuk jenis rokok
Kegiatan drumband buruh pabrik
Sukses di Festival of Roses di Pasadena, Amerika
Gambar 5. Skema positioning rokok Sampoerna A Mild tahap perubahan Semenjak itu, ada kesadaran baru dari manajemen pengelola rokok Sampoerna A Mild bahwa konsumen dapat didekati dengan realitas keunikan dan keunggulan produk, maka didapatkan keunikan rokok Sampoerna A Mild adalah pada kadar tar dan nikotin yang sangat rendah. Keunikan inilah yang akhirnya membawa pada slogan komunikasi cukup panjang usianya, yaitu "How Low Can You Go." Upaya komunikasi yang sakti ini, mulanya diragukan sebagian orang, karena komunikasi semacam itu tidak akan nyambung, tetapi ternyata pasar membuktikan, dengan gebrakan serius dan menyeluruh, ternyata konsumen terbius dan bahkan mencintai produk tersebut. Akhirnya terciptalah pasar baru yang tanpa terduga membludag luar biasa (Palupi, 1996).
Keberhasilan rokok Sampoerna A Mild melepaskan diri dari keparitasan, semakin memperkuat posisinya di benak konsumen. Penyajian pesan iklan yang berisi realitas sosial mendorong pengiklan mempertajam diferensiasi dengan menampilkan keunggulan produk, yaitu kadar tar dan nikotin rendah. Rokok Sampoerna A Mild mengandung tar dan nikotin rendah adalah realitas unik yang diklaimnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam memposisikan rokok Sampoerna A Mild diasosiatifkan dengan citra produknya. Secara asosiatif, rokok yang mengandung kadar tar dan nikotin rendah memberi peluang kepada perokok yang ingin tetap merokok tetapi peduli kesehatan
atau
bahkan
berhenti
merokok.
Dalam
Gambar
6,
peneliti
menyederhanakannya sebagai skema positioning kehadiran baru. Gaya hidup
Rokok Merek lain
Keunggulan produk
Karakter produk beda
Tidak boleh memperlihatkan orang sedang merokok
Rokok Sampoerna A Mild
Batasan peraturan periklanan untuk jenis rokok
Kadar tar yang sangat rendah (low)
Kadar nikotin yang sangat rendah (low)
How Low Can You Go
Citra khalayak
Pecinta kesehatan
Pecinta rokok
Gambar 6. Skema positioning rokok Sampoerna A Mild tahap kehadiran baru Dalam penyajian pesan iklannya, produk rokok dibatasi oleh PP dan kode etik periklanan sebagaimana peneliti uraikan di Bab Tinjauan Pustaka. Namun penyajian pesan iklan rokok Sampoerna A Mild berisi permainan kata-kata yang dikonotasikan memiliki hubungan asosiatif dengan keunggulan produk, seperti kalimat ”How Low Can You Go.” Menurut peneliti kalimat ”How Low Can You.” mengandung makna ”sesuatu yang rendah.” Secara oposisional, kata ”rendah” selalu dihadapkan pada kata ”tinggi”.
Bila makna tersebut dihubungkan dengan produk rokok Sampoerna A Mild, maka rokok tersebut mengandung tar dan nikotin rendah. Tar dan nikotin dalam produk rokok adalah kandungan berjenis racun yang didasarkan pada kadarnya. Secara oposisional, rokok yang mengandung tar dan nikotin rendah berhadapan dengan rokok yang mengandung tar dan nikotin tinggi. Semakin tinggi kadar tar dan nikotin yang dikandung rokok, maka semakin berracun rokok tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa produk rokok Sampoerna A Mild unggul dalam kandungan tar dan nikotin. Artinya, kadar tar dan nikotin rendah yang dikandung rokok Sampoerna A Mild lebih sedikit racunnya dibanding produk rokok lain. Kalimat tersebut adalah bentuk pernyataan positioning yang bersifat asosiatif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kasali (2005) bahwa positioning harus diungkapan dalam bentuk suatu pernyataan (positioning statement). Pernyataan ini selain memuat atribut-atribut yang penting bagi konsumen, harus dinyatakan dengan mudah, enak didengar, dan harus dapat dipercaya. Secara umum, semakin beralasan klaim yang diajukan, semakin objektif, maka semakin dapat dipercaya. Terhadap positioning tersebut, Kertajaya dalam Palupi (1996) mengatakan bahwa kehadiran rokok Sampoerna A Mild bersamaan dengan gerakan hidup sehat, karena walaupun sebagai perokok, tetap mendambakan hidup sehat, maka satu-satunya jalan adalah memilih rokok rendah kadar tar dan nikotinnya. Dalam hal ini, rokok Sampoerna A Mild menjadi citra khalayak sasaran, yaitu pencinta kesehatan yang juga mencintai rokok (Gambar 6). Posisi baru inilah yang berkembang meyakinkan. Kini, era kepercayaan terhadap nikotin dan tar yang rendah sudah tertancap. Rokok Sampoerna A Mild tentu tak hanya tinggal diam, tetapi terus menyegarkan konsep komunikasinya yang tepat. Maka, sejak awal tahun 1996 hadir konsep kampanye baru yang berusaha menyambung gaya hidup 'How Low Can You Go' lewat konsep "Bukan Basa Basi'. Rokok Sampoerna A Mild bermaksud menegaskan bahwa kepercayaan yang diberikan adalah bukan basa basi (Palupi, 1996). Konsep ”Bukan Basa Basi”, menurut informan kunci Teguh Handoko adalah gambaran perilaku target audiens yang selalu berkomentar atau menyuarakan sejujurjujur hati nuraninya ketika melihat situasi yang ada di dunia ini, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Konsep ”Bukan basa Basi” didefinisikan dengan bahasa yang memang brutally honest, yaitu jujurnya berlebihan sekali atau jujur sekali. Bukan basa basi yang ditujukan untuk suatu kejujuran dalam segala hal. Iklan tersebut akhirnya selalu muncul dikaitkan dengan konteks sosialnya. Artinya, pesan
yang disajikan dalam iklan Sampoerna A Mild selalu menggambarkan realitas dalam konteks sosial kekinian. Lebih lanjut, Teguh Handoko mengungkapkan bahwa realitas dalam konteks sosial yang direproduksi dalam bentuk pesan iklan televisi rokok Sampoerna A Mild berkaitan dengan situasi pemilihan umum, birokrasi pemerintah di era reformasi, bulan puasa, lebaran dan semacamnya. Konsep ”Bukan Basa Basi” pada akhirnya menjadi skema paripurna bagi rokok Sampoerna A Mild dalam memposisikan dirinya pada benak khalayak. Hal tersebut termuat dalam Gambar 7 Gaya hidup
Rokok Merek lain
Keunggulan produk
Rokok Sampoerna A Mild
Karakter produk beda
Tidak boleh memperlihatkan orang sedang merokok
Batasan peraturan periklanan untuk jenis rokok
Kadar tar yang sangat rendah (low) Bukan Basa Basi Kadar nikotin yang sangat rendah (low) How Low Can You Go : kepercayaan yang diberikan
Gambar 7. Skema positioning rokok Sampoerna A Mild tahap paripurna Di antara tema-tema periklanan yang diberikan, dengan gagah berani dinyatakan bahwa rokok Sampoerna A Mild juaranya. Itu terlihat di layar kaca sebagai simbolisasi suara kucing berantem dalam karung. Pertempuran terselubung itu, akhirnya dimenangkan oleh kucing unggulan yang 'bukan basa basi'. Versi lainnya akan dibahas pada subbab berikutnya. Konsep cerdik ini yang terkesan unik, menantang, dan bahkan sulit dicerna sebagai wujud keyakinan Sampoerna A Mild menggulung pasar rokok yang memang kini ada di tangannya. Suatu pelajaran menarik, korelasi antara konsep
komunikasi dan pemasaran yang menjual. Di tengah ketatnya peraturan iklan rokok, justru rokok Sampoerna A Mild berhasil meningkatkan penjualannya berkat konsep komunikasi
pemasaran
yang
dijalankan.
Keberhasilan
Sampoerna
A
Mild
menggelontorkan batang-batang rokok ke pasaran memang spektakular. Dalam waktu enam (6) tahun, sejak muncul tahun 1989, secara berturut-turut pemasaran A Mild tumbuh dahsyat, hingga di tahun 1996 ini produksi mencapai lebih dari 95 juta batang per hari (Palupi, 1996). Menurut Handoko dalam Palupi (1996) produksi rokok Sampoerna A Mild di tahun 1989 mencapai 10 ribu batang per minggu. Lalu awal tahun 1990 meningkat menjadi 14 juta batang per minggu. Selanjutnya pernah mengalami penurunan di kuartal ke-3 tahun 1993 hanya 6 juta batang per minggu dan membumbung tinggi setelah terjadi revisi-revisi dalam konsep komunikasi. Jadi, pergerakan penjualan rokok Sampoerna A Mild berkait erat dengan posisi dan strategi komunikasi yang dijalankan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa skema positioning dalam upaya menerobos benak khalayak bukan hal mudah; di tengah bertaburnya produk sejenis di pasaran. Sebagai strategi komunikasi di awal kampanye rokok Sampoerna A Mild, keunggulan produk berkadar tar dan nikotin rendah sudah diposisikan. Namun penonjolon pesan belum menunjukkan diferensiasi. Pesan rokok Sampoerna A Mild mengesankan keparitasan dengan produk lain. Dalam strategi komunikasi, diferensiasi produk adalah penting. Melalui diferensiasi, khalayak lebih mudah mengenal produk tertentu di bandingkan produk lainnya. Pada akhirnya, melalui skema perubahan, diferensiasi produk rokok Sampoerna A Mild ditunjukkan melalui pesan asosiatif antara keunggulan produk rendah tar dan nikotin dengan realitas sosial. Konsep big idea yang cemerlang, yaitu ”Bukan Basa Basi” mengandung pesan asosiatif bahwa rokok Sampoerna A Mild adalah jujur dan bukan basa basi sebagai produk rendah tar dan nikotin. Positioning statement tersebut diimplikasikan ke dalam pesan setiap iklannya yang mengambil tema-tema realitas sosial. 4.1.2. Versi Pencipta Iklan Informasi tentang penciptaan iklan rokok Sampoerna A Mild peneliti mulai dengan melakukan wawancara terhadap Teguh Handoko. Beliau adalah salah seorang tim perencanaan periklanan rokok Sampoerna A Mild. Menurutnya, proses terbentuknya positioning suatu produk atau merek dalam periklanan merupakan bagian proses perencanaan periklanan secara keseluruhan disajikan pada Gambar 8.
Agency
Client’s Brief
Marketing Strategy: - Competitor - Positioning - Target Market - Communication Strategy
Research
Client and Agency
Brand Idea / Positioning
Big Idea
Creative Brief
Creative Idea
Creative Execution
Television
Billboard, etc
Print
Radio
Bellow the Line
Gambar 8. Proses perencanaan periklanan suatu produk Berdasarkan Gambar 8, Teguh Handoko mengatakan bahwa ada dua (2) tahapan proses terbentuknya positioning dalam periklanan : yang pertama lebih rational proses dan kedua lebih magic proses. Rational proses maksudnya membikin iklan tidak sematamata mengandalkan intuisi, tetapi ada juga satu hal yang dilakukan, yaitu harus mengetahui produknya, harus mengetahui target audiens dan yang lebih jauh lagi adalah harus mengetahui target audiens tersebut bukan hanya tentang gaya hidup, karakteristik demografis, psikografis dan segala macamnya. Jadi mengenal karakter target audiens lebih jauh. Ketika mengenal karakternya lebih jauh mendapatkan, maka diperoleh data dan informasi tentang target tersebut. Tetapi tidak semua data dan informasi dapat dipakai. Dalam hal ini yang dipilih dan digunakan adalah yang benar-benar sebagai insight dari target audiens. Consumer insight dilakukan untuk mendapatkan data mendalam tentang sistem distribusi, competitor, target market. Melalui consumer insight ini pula akan didapat positioning yang tepat. Melalui insight tersebut didapatkan sesuatu yang benar-benar tidak pernah terpikirkan bahkan oleh target audiens sendiri tentang realitasnya atau sesuatu yang sudah pernah ada sebelumnya, tetapi dikemas dalam bentuk baru. Intinya adalah iklan harus memiliki ciri-ciri seperti suatu kado, maka harus surprise. Jika memberi tahu sesuatu yang khalayak sudah mengetahuinya, maka tidak akan diperhatikan orang. Jadi memang harus selalu ada yang baru.
Bagi biro iklan, positioning sangat diperlukan. Tapi saat ini susah membedakan positioning produk dalam iklan karena kecenderungannya memiliki kesamaan. Meskipun begitu tetap harus ada differ (perbedaan) yaitu unique, ownable dan campaign. Sebagai kreator iklan harus selalu menunjukkan hal-hal yang baru, karena tidak boleh mengulang sesuatu yang sudah pernah dilakukan. Hal tersebut tidak akan membuatnya menjadi briliant, dan yang penting adalah keunikan. Dalam hal ini selalu dicari sesuatu yang unik dari target audiens tersebut. Selain itu melakukan hal yang sama untuk analisis produk dan menemukan sesuatu yang unik. Dalam positioning ada istilah unique selling proposition yang sebenarnya sebagai terminologi yang tepat. Namun banyak praktisi iklan melihatnya dari kebaikankebaikan produk dibandingkan dengan yang lain. Bila melihat kebaikan, maka belum tentu menang. Misalnya, hari ini iklan membicarakan yang paling baik, atau paling murah, besok sudah berubah lagi, atau hari ini bilang yang paling canggih, maka besok sudah berubah lagi. Kalau yang dicari keunikan, maka hal itu tidak akan mungkin dapat ditiru secepat itu oleh pihak lain. Dua (2) keunikan, yaitu target audiens dan produk kalau digabungkan, maka jadilah hal tersebut sebagai sebuah button atau garis besarnya. Dua (2) hal yang tidak berhubungan dijadikan satu, atau menghubungkan dua (2) hal yang tidak berhubungan, maka lahirlah big idea sebagai konsep besar yang belum ada nilai apapun, atau masih sebuah konsep besar. Untuk menemukan big idea, dibutuhkan partner kreatif, karena ketika berpikir hal tersebut akan dimulai dari yang bersifat umum dan mengkerucut sampai sangat sempit hingga keluar big idea. Ketika tercipta big idea, maka hal tersebut diinginkan terbang setinggi-tingginya dan hidup dalam dunianya sendiri, maka diperlukan temanteman kreatif. Sampai tahap ini, proses yang bersifat rational berakhir. Selanjutnya, bersama teman-teman kreatif memulai tahap yang disebut dengan proses magic, yaitu berpikir dari hal sempit menjadi lebih luas, dengan data sebagai patokannya. Jadi, dengan kunci big idea akan dibuat aplikasinya atau pengejawantahannya. Nantinya ide dapat bermacam-macam, terserah cara memandang idenya seperti apa, tetapi yang pasti, idenya sudah sangat jelas, karena ada big idea di belakangnya. Berkaitan dengan pembentukan big idea rokok Sampoerna A Mild, Teguh Handoko mengatakan : Dalam teori iklan, big idea itu tidak boleh lebih dari tiga (3) kata. Jadi semakin singkat dapat dirumuskan konsep-konsepnya, maka itu lebih baik. Contohnya seperti A Mild. Saya dulu pernah terlibat hampir tiga tahun. A Mild sejak
pertama kali didefinisikan brand-nya, maka target audiensnya 17-25 tahun (sudah punya karakter). Hal tersebut sesuai dengan hasil riset bertahun-tahun, yang namanya ’bukan basa basi’. ’Bukan Basa Basi’ adalah gambaran perilaku target audiens yang selalu berkomentar atau menyuarakan sejujur-jujurnya hati nuraninya ketika melihat situasi yang ada di dunia ini, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Hal itu didapatkan dari riset, bahwa memang karakter itu begitu tipe-nya, yaitu tidak mau anak-anak muda sekarang bilang ”sok jaim” (menutupi hal sebenarnya), atau ”itu basa basi”. Iklan tersebut akhirnya selalu muncul dikaitkan dengan konteksnya. Misalnya, bila saat musim pemilihan umum, maka akan dimunculkan situasi Pemilihan Umum dalam kacamata audiens tersebut, yaitu hal yang paling sejujur-jujurnya yang dapat dilihat tentang pemilu, atau lainnya, seperti lebaran, puasa. Hal yang paling sejujurjujurnya tentang suatu realitas dan tentang musik. Definisi tentang brand dijaga betul sampai bertahun-tahun hingga hari ini masih melakukan, meskipun dimensi isunya berbeda, karena mengambil realitas sosial bermacam-macam dan berkembang terus. Namun selalu dilihat dari kacamata anak muda yang memang brutally honest, yaitu jujur yang sejujur-jujurnya terhadap diri sendiri dan keadaan sekitarnya. Core target audiens berusia 17–25 tahun. Yang diluar itu lebih bersifat aspirasional, misalnya yang berusia di atasnya ingin jadi anak muda atau yang berusia di bawahnya yang ingin masuk dan menjadi kelompok tersebut. Tetapi memang generasi tersebut, ada yang baru kerja dan ada yang masih sekolah, yang mana dunianya selalu menciptakan tema-tema bagi Sampoerna A Mild. Hal tersebut yang membuat Sampoerna A Mild selalu konsisten. Bila dilihat apapun bentuk output kreatifnya, maka yang disebut sebagai reproduksi sosial, Sampoerna A Mild akan selalu diciptakan berdasarkan dimensi tersebut. Kelompok ini tidak akan terpisah dari dunianya. Nuansa lokalnya akan terlihat kuat dan menyoroti apapun yang terjadi di dunia sosialnya. Selamanya akan seperti itu terus. Hal itu dibuktikan hingga sekarang dijalankan terus padahal sudah sepuluh tahun. Total hingga sekarang mungkin sudah 18 atau 19 tahun, dan Sampoerna A Mild tetap konsisten dan tetap relevan. Hal itu adalah proses yang dilakukan Sampoerna A Mild, atau secara umum hampir semua biro iklan melakukannya. Pengaruh dari klien atau pengiklan, menurut Teguh Handoko hanya bersifat mandatori, yaitu sesuatu yang tidak diinginkan klien seperti tidak boleh menggunakan simbol atau warna tertentu. Lebih lanjut dikataknnya bahwa orang punya kemampuan tersendiri yang tidak dimiliki untuk menghadirkan sosok unik target audiens
disandingkan dengan sosok unik produknya, kemudian menemukan sebuah ide. Ide ini disebut Big Idea. Ide ini yang akan dibangun untuk brand dan menjaganya. Menjaga brand sama seperti mengkultuskan sesuatu. Hal itu membutuhkan dedikasi, pemahaman dan komitmen. Mungkin orientasi bagi produsen (klien) bersifat short-term atau menjual produk. Padahal produk brand itu bersifat live forever. Bagi pencipta iklan yang dipikirkan adalah brand. Seperti apa brand di mata target audiens. Image apa yang tertanam dibenaknya serta mau dibangun dan diisi dengan apa. Pada dasarnya pencipta iklan mengharapkan komitmen pengiklan, sebagaimana komitmen pengiklan Sampoerna A Mild. Ada hal menarik dari wawancara dengan Teguh Handoko bahwa pemiliknya sangat luar biasa berkomitmen untuk Sampoerna A Mild. Berikut adalah ungkapannya : Misalnya, mengkoleksi mobil Roll-Royce yang di dunia tidak ada yang punya, sebagai syarat. Warnanya merah marun yang dipilih dengan syarat orang lain tidak ada yang punya, meskipun dia harus keluarkan uang yang besar untuk itu. hal yang dilakukan pemilik adalah demi kepentingan brand, yaitu menjaga kesakralan brand bahwa dengan merah marunnya ada di mana-mana, sehingga membuat stakeholders menghargainya. Brand tercipta bukan hanya peranan agency (pencipta iklan), tetapi pemilik juga harus menjaganya untuk sesuatu yang lebih long-term. Jadi pemilik merepresentasikan personal experience supaya brand harus hidup sebagai suatu brand yang selalu diomongin orang. A Mild merupakan keberhasilan semua, karena komitmen semua pihak. Pembentukan dan penempatan positioning dalam gambaran di Iklan bersifat abstrak dan konkrit. Teguh Handoko menyatakan bahwa Positioning sebenarnya adalah apa dan bagaimana menempatkan sesuatu dibenak konsumen berbentuk respon, atau tidak harus berbentuk stimulus, atau abstrak, atau konkrit. Yang paling mudah adalah orang menempatkannya dalam bentuk tagline. Seperti A Mild dengan tagline ”Bukan Basa Basi”, di mana value yang ditanamkan dua (2) hal tersebut. Belakangan ini banyak juga iklan yang abstrak, yang tidak menyebut stimulus sama sekali di mana semua bentuk komponen komunikasinya diarahkan supaya orang meresponnya. Misalnya, kampanye iklan politik, dari mulai stimulus sama respon berbeda, yaitu ”lanjutkan”, tetapi sebenarnya buka itu positioning yang dimaui. Ada sesuatu yang lain yang ada di kepala konsumen adalah positioning yang sebenarnya. Berkaitan dengan penempatan positioning dalam gambaran iklan Sampoerna A Mild, Teguh Handoko mengungkapkan selengkapnya : A Mild dalam hal ini, berupa positioning stimulus yang disampaikan ”Bukan Basa Basi”, tetapi positioning yang ada dibenak konsumen sebagai brand yang ”paling cool”, dan ”paling mengertinya”. A Mild adalah brand yang paling
mengerti konsumennya. Brand yang paling mengerti kelompok audiens perokok dengan sifat sejujur-jujurnya. ”Itu memang brand yang ngerti gue”, katanya, ”Yang lain nggak ngerti gue”. Sifat penempatan positioning A Mild adalah bersifat konkrit maupun abstrak. Sebenarnya A Mild sudah keluar dari kategori sebuah rokok. A Mild sudah menjadi gaya hidup. A Mild sudah keluar dari area itu, meskipun tidak boleh menyebutkan kelebihan produk, area yang diambil adalah gaya hidup target audiens. Misalnya, ketika sesorang mengeluarkan A Mild, maka akan direspon oleh yang lain “Wih! A Mild loe!”. A Mild selalu menjadi benchmark atau patokan untuk kelompok kategori tersebut, A Mild yang terbaik, dan A Mild sudah mendapatkan keuntungannya, meskipun dengan harga premium dan dengan positioning mendapatkan value. Peran pengiklan dan pencipta iklan sebenarnya berlangsung ketika proses pemahaman terhadap target audiens dan produk berdasarkan informasi rasional yang dikumpulkan. Semua orang terlibat dalam proses ini, termasuk kreatif, media, dan lainlain. Jadi sejak awal proses periklanan, semua ikut terlibat. Semua belajar barengbareng, semua mengenali target audiens dan produk bersama-sama sampai sepakat ke satu big idea. Meskipun punya spesialisasi sendiri-sendiri, tetapi tidak terpisahkan dalam proses tersebut. Misalnya satu tentang strategi, satu tentang kreatifnya dan satu lagi tentang medianya. Ketiga bidang tersebut harus tahu dan terlibat sejak awal untuk mengetahui masalah apa yang dihadapi klien. Bagi pencipta iklan, tidak akan dapat bekerja tanpa mengetahui masalah. Tetapi adakalanya ada klien yang tidak dapat merumuskan apa masalah yang dihadapinya, maka dibantu untuk menemukan masalah yang sebenarnya dihadapi klien, sampai semua komitmen dengan masalah tersebut, baru dapat bekerja. Masa proses mendapatkan big idea bersifat relatif. Kalau yang tough dengan penelitian kualitatif untuk mendukung asumsi-asumsi, maka diperlukan satu (1) bulan untuk dapat big idea. Dalam hal ini ada juga yang memakai paket cepat. Meski demikian, tetap melakukan metode yang sama, tetapi dalam cakupan yang lebih, dengan istilah ’quick and the fee’, namun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Misalnya, ngobrol dengan beberapa orang, tetapi secara mendalam hingga merumuskan hasilnya sebagai insight formula. Sekali lagi hal tersebut bergantung pada kesepakatan masing-masing. Dalam hal ini dapat dilakukan degan penelitian melalui prosedur formal atau langsung menjawab hipotesis. Misalnya, bila sudah tahu masalah apa, hipotesisnya apa, lalu dapat penelitian langsung untuk menemukan jawabannya, maka tidak perlu melakukan penelitian yang lebih besar dan luas lagi, dengan persiapan lebih lama dan biaya lebih besar. Bahkan
adakalanya, penelitian yang singkat tersebut tidak hanya menghasilkan big idea, tetapi juga sudah sampai eksekusi kreatifnya. Menurut Teguh Handoko ketika bagian kreatif dilibatkan dalam proses penentuan dan pembetukan positioning, masa proses yang dilakukannya berlangsung relatif sebagaimana yang dituturkannya : Masa proses di bagian kreatif malah lebih lucu, bila dikasih waktu tiga (3) hari, maka dapat diselesaikan sebelum tiga (3) hari. Bila dikasih waktu lima (5) hari, maka hari ke lima (5) ditemukan. Kasih waktu satu (1) hari, satu (1) jam pertama, maka ketemu. Jadi sebenarnya tidak ada rumusan waktu yang baku dan pasti, yaitu selama paham betul big idea tersebut maknanya apa, akan berpikir sendiri secara langsung dari situ. Yang penting big idea itu harus menginspirasi orang kreatif, supaya dapat mengembangkan big idea tersebut menjadi sesuatu lebih real (nyata) yang sudah tidak bersifat konsep lagi. Masa proses inkubasi di bagian kreatif tergantung apakah big idea tersebut menginspirasinya. Proses tersebut disebut creative briefing. Ketika menemukan big idea, bagian kreatif dapat langsung melakukan brief kreatif. Hal ini memperlihatkan apakah orang-orang kreatif terinspirasi atau tidak. Kalau terinspirasi, berarti big idea benar, tetapi bila tidak terinspirasi dan tenang-tenang saja tidak ada respon, maka big idea kurang benar. Bagian kreatif bekerja untuk mencari key word yang pas, bentuk isi pesannya baik verbal, non verbal, simbol-simbol, latar, dan lain-lain. Orang-orang kreatif sangat subyektif, tetapi dalam bekerja landasannya adalah big idea, maka kreatifitasnya harus dijaga dan memberi kebebasan dalam berkreatif, yang penting patokannya dari big idea. Dapat dikatakan bahwa orang kreatif sebagai orang yang berbakat, atau terlatih, namun tetap subyektif. Meskipun subyektif, tetapi dapat dipertanggung- jawabkan secara obyektif, dengan cara mengumpulkan dulu simbol-simbolnya lalu diuji. Dalam hal ini bila diterima, berarti dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, merumuskan warna biru untuk simbol laki-laki, lalu diuji melalui iklan, tetapi orang menangkapnya tidak demikian (persepsi apa saja), tetapi beauty of advertising berada di situ. Dalam hal ini, persepsi konsumen yang penting, misalnya suatu simbol berupa gambar gunung, tetapi konsumen dapat menangkapnya sebagai gambar lain. Yang penting persepsi konsumen (Perception is reality). Kasus Sampoerna A Mild sudah berkali-kali dilakukan pretest bahwa tidak pernah mengkaitkan ekspektasi produk dengan benefit, teapi konsumen dapat menghubung-hubungkan ekspektasi produk dengan produk benefit. Hal itu dikarenakan
permainan persepsinya konsumen (tidak dapat melarang). Seperti, Sampoerna A Mild mahal, maka demikian ekspektasinya, tetapi itu tidak masalah. Penggunaan simbol-simbol dalam iklan bagi orang kreatif datang dari langit, tidak ada dasarnya, yaitu intuisi, tetapi memang ada juga yang dapat dipelajari dan dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, ada pretest berdasarkan eksekusi yang dibuat, lalu melakukan pilihan mana yang dapat dipakai. Hal itu merupakan karunia Tuhan, yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh semua orang. Pemilihan media termasuk proses penting dalam periklanan. Teguh Handoko mengatakan bahwa ketika melakukan proses pencarian big idea, harus dilakukan media dan budget netral. Untuk dapat ide yang terbaik, tidak boleh dibatasi oleh hal-hal tersebut. Biarkan ide tersebut berkembang dahulu sampai dapat dilihat pijakannya ada di mana, maka target audiens bagaimana dan point of context bagaimana secara detail. Di awal saat mencari big idea, tidak boleh dipengaruhi oleh penggunaan media yang diinginkan klien. Ketika ada isu di milis, tidak ada yang menyangka bahwa asumsi-asumsi untuk media berubah. Jadi penggunaan media dapat dipengaruhi atau berlandaskan big idea. Kontribusi televisi bagi penempatan iklan, kalau dari data penelitian atau AcNielson, televisi memang masih teratas. Hingga saat ini televisi masih dianggap sebagai media paling tepat dan cepat dalam membangun awareness khalayak. Namun begitu masih bergantung pada produk, sistem distribusi, target market, dan lainlain. Tetapi keefektifannya masih unggul di banding media lain. Penentuan dan efektivitas media berhubungan langsung dengan biaya yang besar. Fakta bahwa konsumen target audiens terhadap televisi di Indonesia sangat besar dibanding media lain, tetapi juga untuk jam-jam tertentu bukan televisi. Untuk target audiens Sampoerna A Mild berusia 17-25 tahun, mungkin yang menonton televisi lebih sedikit dibandingkan ber-internet, menonton bioskop, menonton pertunjukkan musik. Secara umum, televisi memang paling efektif dan belum berubah. 4.2.
Konstruksi Realitas dalam Tingkatan Teks Iklan Rokok Sampoerna A Mild di Televisi Konstruksi realitas dalam tingkatan teks iklan dapat diartikan sebagai hasil reproduksi sosial dalam proses periklanan. Proses tersebut melibatkan pengiklan dan pencipta iklan. Pengiklan berfokus untuk menghasilkan suatu produk dan menjualnya. Sewaktu membuat iklan, pengiklan memperhatikan identitas perusahaan, strategi pemasaran dan produk utama andalan perusahaan. Atas dasar itu, strategi periklanan
dapat mendukung program pemasaran tanpa menghilangkan kesan konsumen terhadap kepribadian perusahaan. Sedangkan, pencipta iklan, berdasarkan informasi produk atau merek dari pengiklan, mengintegrasikannya ke dalam pesan iklan berupa simbol budaya popular dalam bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Dalam hal ini dilakukan reproduksi dengan cara mengkonstruksi informasi-informasi bersifat sosial untuk diwujudkan ke dalam pesan sebuah iklan. Pencipta iklan melakukan proses pembentukan dan penentuan positioning bagi produk yang akan diiklankan melandaskan pekerjaannya pada perencanaan periklanan yang meliputi analisis situasi, tujuan, profil target market, pernyataan positioning, strategi kreatif dan perencanaan media. Positioning yang berbeda dimaksudkan sebagai pencitraan produk yang memiliki kepribadian yang kuat di antara produk lainnya. Agar kepribadian produk tetap ada, maka karakteristik produk diusahakan tidak bertabrakan dengan inti dari merk tersebut, malah justru harus menambah nilai plus dari produk tersebut. Produk yang ingin diposisikan ke dalam benak konsumen harus sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh konsumen. Selain itu, produk tersebut harus dirumuskan dalam bentuk pernyataan positioning yang mewakili citra produk dan memiliki hubungan asosiatif yang mencerminkan karakter produk yang tampil secara menyeluruh dalam pesan iklannya. Secara tidak langsung produk tersebut akan diterima oleh konsumen dan produk tersebut akan tetap tertanam di dalam benak konsumen. Pihak media, dalam hal ini stasiun televisi, adalah penyedia ruang dan waktu bagi pengiklan melalui pencipta iklan untuk menempatkan iklannya berdasarkan pada apa yang ingin dicapai, jenis pesan atau informasi yang ingin dikomunikasikan dan biaya yang dikeluarkan. Pengiklan berusaha mencapai sejumlah besar khalayak dengan biaya sedikit mungkin. Biaya untuk penggunaan media bergantung pada beberapa faktor, seperti ukuran khalayak, komposisi khalayak (umur, penghasilan, pendidikan, dan sebagainya), dan prestise dari media itu sendiri. Berdasarkan data pada Lampiran 6 diketahui bahwa iklan televisi rokok Sampoerna A Mild ditayangkan di stasiun televisi Trans TV, Global TV, SCTV, ANTV, RCTI, Trans7. Kontruksi realitas dalam teks iklan Sampoerna A Mild, peneliti uraikan ke dalam tiga (3) bagian, yaitu positioning Sampoerna A Mild melalui iklan televisi, tema dan timing iklan televisi Sampoerna A Mild dan analisis teks iklan televisi Sampoerna A Mild. 4.2.1. Positioning Sampoerna A Mild melalui Iklan Televisi
Temuan penelitian menunjukkan bahwa penentuan dan pembentukan positioning produk Sampoerna A Mild melalui iklan televisi dimuat dalam Tabel 2. Tabel 2. Positioning rokok Sampoerna A Mild melalui televisi Positioning Keunggulan produk, yaitu Rokok Sampoerna A Mild mengandung tar dan nikotin rendah
Big Idea Bukan basa basi yang ditujukan untuk suatu kejujuran dalam segala hal
Pernyataan Realitas Sosial Positioning - How low can you go -Bencana alam - Bukan basa basi -Pemilihan umum - Tanya Kenapa -Birokrasi -Perselingkuhan -Pendidikan dan pekerjaan -Lebaran -Berani mati -Penegakan hukum -Panutan -Tahun baru wajah baru
Tabel 2 menunjukkan bahwa Sampoerna A Mild diusung sebagai rokok unggul yang mengandung kadar tar dan nikotin rendah. Sebagai produk rokok yang diiklankan menghadapi pembatasan dalam pesan iklannya. Namun hal tersebut tidak menyebabkan kreativitas yang dituangkan dalam pesan iklan menjadi tidak menarik. Informan kunci Teguh Handoko mengakui bahwa proses awal penentuan dan pembentukan positioning rokok Sampoerna A Mild mengalami jalan panjang selama tiga (3) tahun melalui insight terhadap core target khalayaknya. Berlandaskan posisi keunggulan produk tersebut, menghasilkan big idea, sebagaimana yang dikatakan Teguh Handoko : Akhirnya, kejujurannya boleh didefinisikan dengan bahasa yang memang brutally honest, yaitu jujurnya berlebihan sekali atau jujur sekali. Itu justru penting, bagi target audiens berusia 17-25 tahun tersebut, pasti akan seperti itu. Kalau tidak seperti itu, berarti sudah berada dalam kelompok usia yang lain. Insight ini yang oleh tim A Mild tersebut dijadikan bahan sebagai big idea, yaitu bukan basa basi yang ditujukan untuk suatu kejujuran dalam segala hal. Big idea rokok Sampoerna A Mild dipecah ke dalam sub-sub big idea sebagai pengejawantahan positioning statement, yaitu How low can you go, Bukan basa basi dan Tanya Kenapa. Dalam gambaran iklan, penyajiannya dikaitkan dengan situasi terkini sebagai
realitas
sosial,
seperti
bencana
alam,
pemilihan
umum,
birokrasi,
perselingkuhan, pendidikan dan pekerjaan, Lebaran, berani mati, penegakan hukum, panutan dan Tahun Baru wajah baru.
4.2.2. Tema dan Timing Iklan Televisi Sampoerna A Mild Pesan dalam iklan televisi adalah teks yang menghasilkan tanda. Teks iklan merupakan hasil reproduksi sosial dari para pembuatnya, lalu dikonsumsi oleh khalayaknya yang mampu mempengaruhi sistem sosial, politik, budaya dan ideologi dalam struktur masyarakat sebagai realitas sosial. Iklan bukan saja merefleksikan realitas, tetapi juga didefinisikan melalui makna atau citra yang muncul di dalamnya. Citra atau makna tersebut merupakan hasil konstruksi realitas melalui kegiatan praktek suatu produksi dan makna yang bersifat sosial atau disebut praktek pemaknaan. Proses penyajian pesan iklan selalu berkaitan antara tema dan timing. Tema dan timing dalam iklan Sampoerna A Mild selalu merujuk pada produk sosial sebagai realitas dalam konteksnya. Hal ini sebagaimana dikatakan Handoko dalam Palupi (1996) dan informan kunci Teguh Handoko bahwa isi pesan iklan yang mengandung realitas dalam konteksnya mendorong iklan rokok Sampoerna A Mild lepas dari keparitasan dan meningkatkan penjualan. Kreatifitas iklan Sampoerna A Mild menawarkan situasi sosial kekinian tidak menggambarkan rokok tapi dari brand yang sudah terposisi dengan baik dibenak khalayak. Pesan yang disajikan dalam iklan Sampoerna A Mild adalah kritik sosial yang dibungkus menjadi suatu kreatif iklan oleh pencipta iklan. Tema-tema yang dihadirkan dalam pesan iklannya selalu dikaitkan dengan timing realitas sosial yang terjadi. Dari data profil iklan rokok Sampoerna A Mild (Lampiran 4), peneliti mensarikannya
dengan
cara
mengambil
sebagian
data
tersebut,
kemudian
menuangkannya ke dalam Tabel 3. Table 3. Keterkaitan antara tema dan timing iklan Sampoerna A Mild versi televisi Tema Iklan Bencana alam
Judul Iklan
Birokrasi Perselingkuhan Pendidikan dan Pekerjaan
Flood Become Tradition Teenagers Diving Confuse Choosing Taxi Siapa Muda Dipandang Sebelah Mata Flea on the Sofa Man Waiting Stamp Seal Siapa Gonta Ganti Pacar Gelar Dulu Kerja Dulu
Lebaran Berani mati Penegakkan hukum
Gampang Maafin Indian Riding Horse Trafic Sign
Pemilihan Umum
Timing Bulan Januari Februari Februari Maret Maret, April Maret Mei – Juli Agustus, September September Oktober Oktober
Tahun 2006 2008 2009 2008 2004 2006 2008 2008 2008 2005 2006
Panutan Tahun Baru Wajah Baru
Alien Following the Logo Paint Spray and Typewriter
Nopember Novemver Desember
2007 2003
Tabel 3 memperlihatkan keterkaitan antara tema dan timing iklan rokok Sampoerna A Mild. Tema iklan ditampilkan sebagai hasil reproduksi sosial dengan merujuk pada realitas yang sedang terjadi di masyarakat. Timing penayangan iklan dikaitkan dengan kapan konteks sosial tersebut terjadi. Iklan Sampoerna A Mild berjudul Man Waiting Stamp Seal mengambil tema Birokrasi di mana konteks sosial yang diusung berkaitan dengan gaya birokrasi Orde Baru di Era Reformasi. Iklan Sampoerna A Mild berjudul Flea on the Sofa mengambil tema Pemilihan Umum Anggota Legislatif tahun 2004 di mana konteks sosial yang diusung berkaitan dengan merajalelanya korupsi di lembaga-lembaga negara termasuk lembaga legislatif. Dalam memperhatikan iklan rokok Sampoerna A Mild, konsep-konsep yang ditawarkan dalam kreatifnya luar biasa. Hal ini tidak lepas dari aturan-aturan dalam tata karma dan tata cara periklanan yang membatasi bahwa iklan rokok tidak boleh menampilkan rokok, orang merokok dan ditujukan kepada anak-anak. Jika memperhatikan iklan rokok Sampoerna A Mild, lebih mensegmenkan pada siapa audiens yang dituju. Kekuatan dari suatu iklan adalah bagaimana positioning yang ditawarkan tergambar dalam iklan. Iklan rokok Sampoerna A Mild lebih menekankan kepada kritik sosial yang dibangun atau kritik sosial yang ada dibangun menjadi suatu kreatif iklan. Bagaimanapun pasar yang dituju rokok tersebut tidak terlepas dari bagaimana mengenal khalayak yang sesuai dengan produk tersebut. 4.2.3. Analisis Teks Iklan Sampoerna A Mild versi Televisi Pada bagian ini, peneliti melakukan analisis semiotik terhadap dua iklan rokok Sampoerna A Mild, yaitu versi Man Waiting Stamp Seal dan Flea on the Sofa. Analisis semiotik digunakan untuk menggali makna yang sebenarnya dari teks kedua iklan tersebut. Instrumen analisis semiotik yang digunakan mengacu pada konsep semiotika linguistik Williamson (2007) sebagaimana telah diungkapkan pada Bab Metodologi Penelitian. 4.2.3.1 Iklan Sampoerna A Mild Versi Man Waiting Stamp Seal Analisis iklan Sampoerna A Mild versi ”Man Waiting Stamp Seal” dengan tagline ”Tanya Kenapa” menunjukkan tanda-tanda signifier dan signified yang ditampilkan dalam iklan tersebut dimuat pada Tabel 4. Tabel 4. Tanda-tanda yang ditampilkan dalam iklan televisi A Mild versi
Man Waiting Stamp Seal Tanda-Tanda Signifier
Signified
Baju seragam yang digunakan
Pejabat pemerintah
Jarum jam berputar bersamaan dengan
Lambannya pekerjaan
pemberian stempel yang ditunda Stempel
Pengesahan
Suara: Tanyaken apa
Logat Jawa yang biasa terdengan waktu Soeharto Bicara
Kalimat tertulis: ”HARUSNYA
Pekerjaan sederhana diselesaikan dalam
GAMPANG DIBIKIN SUSAH”
waktu yang lama
Tabel 4 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, tanda tersebut menghasilkan makna birokrasi warisan orde baru yang tidak produktif dan kontradiktif dengan era reformasi. Bagi Sampoerna A Mild sendiri, iklan tersebut memperlihatkan perhatian perusahaan terhadap kondisi sosial yang tengah terjadi. Melalui perhatian ini, Sampoerna A Mild menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai kepedulian terhadap masalah sosial, yaitu tata administratif pemerintahan. Bagaimana sampai pada makna tersebut adalah karena sudah memiliki sistem tanda yang telah terbentuk. Sistem tanda yang dimaksud berkaitan dengan tipe pakaian. Dalam hubungan oposisi, dikenal pakaian yang sama warna, bahan dan coraknya antara baju dan celana/rok, yang biasa disebut seragam. Pakaian jenis ini dimuat pada Gambar 9.
Gambar 9. Scene 1 iklan televisi Sampoerna A Mild versi Man Waiting Stamp Seal
Gambar 9 memperlihatkan jenis pakaian seragam dengan model, corak dan warna, serta dilengkapi name tag sebagai pelengkap yang biasa dipakai oleh pegawai administratif pemerintah. Lalu ada jenis pakaian yang berbeda warna, bahan dan coraknya antara baju dan celana/rok yang biasa disebut bukan seragam sebagaimana dimuat pada Gambar 10.
Gambar 10. Scene 2 dan 3 iklan televisi Sampoerna A Mild versi Man Waiting Stamp Seal Keterkaitan makna yang dapat ditangkap antara Gambar 9 dengan Gambar 10 di atas memperlihatkan bahwa secara oposisional, pakaian seragam memiliki makna ketika berhubungan dengan pakaian bukan seragam. Pakaian seragam biasa dikenakan oleh suatu kelompok, komunitas, atau lembaga. Dalam kaitannya dengan iklan tersebut, pakaian yang dikenakan itu biasa digunakan oleh pejabat pemerintah. Karena itu, tanda tersebut menghasilkan makna pejabat pemerintah atau dalam bahasa yang lebih keren sebagai birokrasi. Menurut peneliti birokrasi pemerintah di era reformasi ini masih dimaknai sebagai birokrasi yang lamban dan berbelit-belit. Sementara realitas dalam konteks sosial yang sesungguhnya bertolak belakang dengan harapan masyarakat ketika berhubungan dalam urusan administratif di pemerintahan. Pemaknaan demikian tercermin pada tanda yang dimuat pada Gambar 11.
Gambar 11. Scene 4 iklan televisi Sampoerna A Mild versi Man Waiting Stamp Seal Gambar 11 di atas memperlihatkan bagaimana pejabat pemerintah tersebut memegang stempel dengan mengangkat tangan kanannya, sementara tangan kirinya sedang menyikat gigi. Jarum jam di dinding menunjukkan angka tiga (3) sebagai tanda akan berakhirnya jam kantor. Bila dikaitkan dengan realitas sosial, tanda-tanda pada Gambar 11 tersebut mengandung makna pekerjaan sederhana tapi membutuhkan waktu penyelesaian yang lama. Pekerjaan sederhana yang digambarkan adalah membubuhkan stempel di atas selembar kertas. Secara keseluruhan sistem referen tanda yang ditampilkan pada penggalan dalam teks iklan Sampoerna A Mild di atas mengindikasikan kritik sosial yang cukup keras. Sejalan dengan era reformasi sudah seharusnya birokrasi pemerintahan dituntut profesional dengan menerapkan prinsip good governance. Sementara gambaran realitas yang ditampilkan adalah birokrasi warisan Orde Baru. Menurut Sihabudin (1997), bila seseorang mengenakan pakaian seragam tertentu pada dasarnya orang telah menyerahkan haknya sebagai individu untuk bertindak bebas, dan selanjutnya harus menyesuaikan dan tunduk pada aturan kelompoknya. Ini artinya, seseorang ketika mengenakan seragam pegawai pemerintah harus menyesuaikan diri dan tunduk dengan sumpahnya sebagai aparatur negara. Menurut peneliti, kritik sosial terhadap birokrasi yang demikian bila tidak dilakukan perubahan dapat mempertajam anggapan khalayak bahwa pemerintahan di era reformasi tidak berbeda dengan pemerintahan di era orde baru. Namun untuk menatap masa depan, Iberamsyah (1997) mengatakan bahwa birokrasi Indonesia harus mampu mengikis nilai-nilai lama yang tidak rasional dan menggantikannya dengan nilai-nilai moderen yang rasional. Tanpa usaha ini, Indonesia akan terpuruk di tengah-tengah persaingan dunia yang kian ketat. 4.2.3.2 Iklan Sampoerna A Mild Versi Flea on the Sofa Analisis iklan Sampoerna A Mild dalam versi “Flea on the Sofa” menunjukkan tanda-tanda signifier dan signified yang ditampilkan dalam iklan tersebut dimuat pada Tabel 5. Tabel 5. Tanda-tanda yang ditampilkan dalam iklan televisi Sampoerna A Mild versi Flea on The Sofa Tanda-Tanda Signifier
Signified
Kursi sofa
Kursi mahal milik orang-orang tertentu
Kursi Sofa yang bolong, rusak, dan kotor
Kursi yang tidak berharga
Kutu busuk di atas kursi sofa
Binatang kecil penggerogot
Lelaki tua gemuk yang hendak duduk
Lelaki tua suka duduk di kursi empuk
Celana panjang bermotif kotak-kotak
Celana panjang dipakai pria flamboyan
Tangan kanan yang menggaruk bokong
Gatal-gatal karena duduk di kursi sofa
Kalimat tertulis: ”KALO NGGAK
Kursi harus dibersihkan agar tidak
DIBERSIHIN KUTU BUSUKNYA
didiami binatang penggerogot/kutu busuk
NGGAK BAKALAN PERGI!!
Tabel 5 secara keseluruhan menunjukkan tanda menghasilkan makna anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sudah tua-tua dan gemuk yang tidak produktif, penuh janji-janji, serta penyalahgunaan wewenang seperti korupsi. Bagi Sampoerna A Mild sendiri, iklan tersebut juga memperlihatkan perhatian perusahaan terhadap kondisi sosial politik yang tengah terjadi, berkaitan dengan pemilihan umum anggota DPR. Melalui perhatian ini, Sampoerna A Mild menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai kepedulian terhadap masalah sosial politik. Bagaimana sampai pada makna tersebut, yaitu karena sudah memiliki sistem tanda yang telah terbentuk. Sistem tanda yang dimaksud berkaitan dengan kursi, kutu busuk, bokong, tangan kanan beserta jari-jarinya. Dalam hubungan oposisi, dikenal kursi yang empuk bila diduduki, dengan sandaran kepala dan tangan yang juga empuk, serta berharga mahal, sehingga hanya pantas dimiliki orang-orang tertentu dan terhormat, yang biasa disebut kursi sofa. Kursi jenis ini dimuat pada Gambar 12.
Gambar 12. Scene 1 dan 2 iklan televisi Sampoerna A Mild versi Flea on The Sofa Gambar 12 di atas pada scene 1 sebelah kiri memperlihatkan sebuah kursi sofa mewah dan mahal. Namun ketika disandingkan dengan scene memperlihatkan binatang
kecil yang sangat senang dan selalu mendiami kursi tersebut, sehingga membuat kursi tersebut bolong, rusak dan kotor, yang biasa disebut kutu busuk. Secara oposisional, kursi sofa yang empuk dan mahal tetapi bolong, rusak dan kotor memiliki makna ketika berhubungan dengan binatang kutu busuk yang menggerogotinya. Kemudian seorang lelaki tua dan gemuk bercelana panjang kotak-kotak hendak duduk di kursi tersebut. Setelah itu terbangun, sambil jari-jari tangan kanannya menggaruk-garuk bokongnya, sebagaimana dimuat pada Gambar 13.
Gambar 13. Scene 3 dan 4 iklan televisi Sampoerna A Mild versi Flea on The Sofa Gambar 13 menunjukkan bahwa secara oposisional bagian tubuh manusia untuk menduduki sesuatu adalah bagian bokong. Bagian tubuh ini termasuk bagian sensitif. Sedangkan bagian tubuh manusia yang sering digunakan untuk menggaruk, memegang, mengambil sesuatu dan sebagainya adalah tangan dengan jari-jarinya. Tangan kanan dan jari-jarinya bagi kalangan tertentu digunakan untuk sesuatu yang bersifat bersih dan kebaikan, bukan digunakan untuk keperluan kotor dan jorok. Makna kegunaan anggotaanggota tubuh manusia sebagaimana tertuang pada iklan tersebut, seperti dimuat pada Tabel 6. Tabel 6. Kegunaan tubuh manusia KEGUNAAN TUBUH MANUSIA Bokong
Menduduki sesuatu dan bagian sensitif
Tangan dengan jari-
Menggaruk, memegang, mengambil sesuatu, dan
jarinya
sebagainya
Tangan kanan dengan jari-jarinya
Bagi kalangan tertentu digunakan untuk keperluan kebaikan dan bersih, misalnya makan dengan tangan kanan
Iklan tersebut diakhiri dengan penegasan melalui kalimat: ”KALO NGGAK DIBERSIHIN KUTU BUSUKNYA NGGAK BAKALAN PERGI” sebagaimana dimuat pada Gambar 14.
Gambar 14. Scene 5 iklan televisi Sampoerna A Mild versi Flea on The Sofa Sebagai sistem referen, kutu busuk adalah bintang kecil penggerogot yang biasa mendiami dan menggerogoti kursi sofa yang empuk, mahal, dan hanya dimiliki orangorang tertentu. Dalam kaitannya dengan iklan tersebut, kursi sofa yang dimaksud berkaitan dengan jatah kursi yang dimiliki kalangan orang terhormat, yaitu Anggota DPR terpilih. Tanda tersebut menghasilkan makna Kursi DPR. Kedua versi iklan Sampeorna A Mild, secara keseluruhan menyajikan pesan iklan yang berbeda dengan iklan-iklan produk sejenis. Pesan dalam iklan Sampoerna A Mild menampilkan pesan iklan yang berusaha keluar dari keparitasan iklan. Penyajian iklannya selalu memunculkan permainan kata-kata yang cerdas dan simbol gambar yang mengundang tanda tanya khalayak. Melalui pesan iklannya, Sampoerna A Mild tetap mengidentifikasikan produk dan mereknya sesuai dengan karakter keunggulan produk yang dimilikinya, yaitu produk rokok rendah tar dan nikotin. Artinya, khalayak akan semakin tertanam dalam benaknya tentang produk rokok Sampoerna A Mild sebagai rokok yang mengandung tar dan nikotin rendah. Secara keseluruhan, kedua versi iklan Sampoerna A Mild tersebut menggunakan bentuk yang sama, yaitu kata-kata yang terrangkai dalam bahasa iklan dan simbol gambar dominan. Sedangkan dari segi isi, kedua iklan Sampoerna A Mild tersebut berbeda tampilan berdasarkan versinya masing-masing. Versi birokrasi menonjolkan pesan realitas sosial tentang lambannya pekerjaan sederhana yang dilakukan pejabat pemerintah. Isi iklannya menampilkan gambar pejabat pemerintah, ruang kerja instansi pemerintah, jam dinding di latar belakang dan kalimat ”HARUSNYA GAMPANG
DIBIKIN SUSAH”. Sedangkan versi kutu busuk menonjolkan pesan realitas sosial tentang kecermatan dalam memilih wakil rakyat di DPR. Isi iklannya menampilkan gambar kursi sofa, kutu busuk, seorang lelaki tua, ruangan sebuah rumah dan kalimat ”KALO NGGAK DIBERSIHIN KUTU BUSUKNYA NGGAK BAKALAN PERGI”. Jadi dapat dikatakan bahwa kedua versi iklan Sampoerna A Mild tersebut menyajikan kata-kata dan simbol sebagai makna penyuarakan realitas sosial apa adanya dan sejujurjujurnya yang bersifat bukan basa basi. Sebagai sistem deskripsi bahasa tentang keadaan tertentu, iklan Sampoerna A Mild versi birokrasi ditayangkan saat situasi birokrasi pemerintahan yang tidak kunjung berubah pada Era Reformasi. Persoalan kerumitan yang masih dihadapi masyarakat ketika berurusan dengan instansi pemerintah. Dalam visualisasi iklannya digunakan ruang kerja instansi pemerintah, meja kerja, jam dinding, bunyi detak suara jam dinding, dan pegawai pemerintah berseragam. Sedangkan dari segi latar belakang situasi dan kodisi realitas sosial kekinian terdapat pada visualisasi stempel yang masih digenggam, pejabat yang sedang menyikat giginya, seorang anggota masyarakat yang terkantukkantuk menunggu berkasnya distempel dan jarum jam menunjuk pada angka pukul 15.00 sore. Gambaran dalam pesan iklan Sampoerna A Mild tersebut berhubungan dengan realitas yang terjadi di birokrasi pemerintahan. Pada versi kutu busuk ditinjau dari sistem deskripsi bahasa ditayangkan saat masyarakat Indonesia menjelang Pemilihan Umum. Dalam visualisasi iklannya digunakan kursi sofa yang rusak dan bolong akibat digerogoti kutu busuk. Sedangkan dari segi latar belakang situasi dan kondisi realitas sosial kekinian terdapat pada visualisasi seorang lelaki tua yang hendak menduduki kursi tersebut namun berdiri kembali sambil menggaruk-garuk bagian bokongnya. Tampilan dalam pesan iklan Sampoerna A Mild tersebut berhubungan dengan realitas bahwa dalam proses pergantian kepemimpinan, masyarakat Indonesia masih menghadapi permasalahan kurang maksimalnya pemimpin negara memerangi korupsi. Penggunaan kalimat pada kedua iklan Sampoerna A Mild tersebut adalah key word yang mengandung makna tertentu. Menurut Saussure dalam Budiman (2004), kalimat sebagai bahasa mengandung hubungan yang dibedakan ke dalam dua (2) hal, yaitu sintagmatik dan paradigmatik. Sintagmatik adalah hubungan secara gramatikal antara kata dengan kata-kata lain di dalam ujaran. Sedangkan paradigmatik adalah hubungan asosiatif yang mengaitkan tanda dengan tanda-tanda lain berdasarkan sinonim, antonim dan semacamnya.
Pada iklan Sampoerna A Mild versi birokrasi memuat kalimat ”HARUSNYA GAMPANG DIBIKIN SUSAH”. Secara paradigmatik, kalimat tersebut mengandung hubungan yang bersifat lawan kata, yaitu GAMPANG – SUSAH dan SUSAH – GAMPANG. Sedangkan secara sintagmatik, kalimat tersebut mengandung hubungan dalam predikat yang bersifat menerangkan dan diterangkan, yaitu ”HARUSNYA GAMPANG” sebagai predikat menerangkan dan ”DIBIKIN SUSAH” sebagai predikat diterangkan. Jadi dapat dikatakan bahwa kalimat tersebut mengandung makna birokrasi berbelit-belit ala Orde Baru dengan ungkapan rahasia umum seperti semua bisa diatur dan asal ada uang urusan lancar. Secara oposisional, birokrasi yang seharusnya dibangun oleh pemerintahan Era Reformasi adalah pelayanan publik yang mempermudah segala urusan tanpa sogokan atau uang pelicin. Pada iklan Sampoerna A Mild versi kutu busuk memat kalimat ”KALO NGGAK DIBERSIHIN KUTU BUSUKNYA NGGAK BAKALAN PERGI”. Secara pradigmatik, kalimat tersebut mengandung hubungan yang bersifat persamaan kata, yaitu KALO NGGAK DIBERSIHIN – TETAP DIKOTORIN, KUTU BUSUK – RAYAP, NGGAK BAKALAN PERGI – TETAP TINGGAL. Sedangakan secara sintagmatik, kalimat tersebut mengandung hubungan sebagai kalimat bertingkat yang saling terkait, yaitu ”KALO NGGAK DIBERSIHIN” sebagai induk kalimat dan ”KUTU BUSUKNYA NGGAK BAKALAN PERGI” sebagai anak kalimat. Jadi dapat dikatakan bahwa kursi DPR harus dibersihkan dari pelaku korupsi dengan cara memiih Aggota DPR yang bersih, jujur dan anti korupsi. Pembentukan makna dalam iklan berlangsung melalui praktik penandaan lewat kode-kode yang bekerja di dalam iklan seperti kode visual dan tulisan, kode artikulasi dan suara, kode teknik pengambilan suara atau shot, serta keanekaragaman efek-efek audiovisual pada iklan televisi. Kode-kode tersebut bersifat khusus dan ideologis. Melalui media massa, dalam hal ini adalah televisi, kandungan ideologi dalam iklan televisi dapat diketahui ”ideologi” para pembuatnya. Melalui simbol-simbol yang terkodekan, sesungguhnya para pencipta iklan televisi, seperti copywriter (penulis naskah) maupun visualizer, menyampaikan kebenaran dan obyektivitasnya atau sebaliknya memperjuangkan kepentingan-kepentingannya yang bersifat subyektif. Adakalanya pencipta iklan televisi mendapatkan pengaruh luar, yaitu pengiklan, dengan menginternalisasi penggunaan kode visual dan tulisan, kode artikulasi dan suara, kode teknik pengambilan suara atau shot, serta keanekaragaman efek-efek audiovisual pada
iklan televisi yang bersifat khusus dan ideologis tersebut. Tabel 7 memperlihatkan kodekode yang disajikan pada kedua iklan tersebut. Tabel 7. Kode-kode pada iklan televisi Sampoerna A Mild versi Man Waiting Stamp Seal dan Flea on the Sofa Kode Visual
Versi Man Waiting Stamp Seal - Empat (4) pria berseragam pegawai pemerintah dengan name-tag di dada kiri duduk di bangku dan meja kerja - Seorang pria berseragam pegawai pemerintah sedang memegang stempel dengan tangan kanan dan menyikat gigi dengan tangan kiri - Pria berpakaian biasa terkantuk-kantuk - Pria berbatik duduk bersandar - Ruang kantor instansi pemerintah - Berderet meja dan bangku - Filling cabinet di latar belakang
-
-
-
-
-
Versi Flea on the Sofa Kursi sofa membelakangi dinding berpintu, berlemari dan berjendela di ruangan sebuah rumah Kutu busuk bergerak ke sana kemari di atas kursi sofa bolong dan rusak Meja antik di sebelah kanan kursi sofa Lampu meja antik di atas meja antik Dua (2) buah bingkai foto bersandar dan telepon di atas lampu meja antik Pria bercelana panjang kotak-kotak hendak duduk di kursi sofa Pria bercelana panjang kotak-kotak menggaruk bagian bokongnya
Lanjutan Tabel 7. Kode
Tulisan
Artikulasi dan Suara
Versi Man Waiting Stamp Seal - Papan tulis putih - Jam di dinding di latar belakang - Seberkas kertas di atas menja - Stempel digenggaman tangan kanan - Bak stempel di atas meja - Menyikat gigi di tangan kiri - HARUSNYA GAMPANG DIBIKIN SUSAH - Logo A Mild - Suara detak jarum jam - Suara stempel menyentuh kertas di atas meja - Suara TANYAKEN APA oleh orang berlogat gaya
Versi Flea on the Sofa
KALO NGGAK DIBERSIHIN KUTU BUSUKNYA NGGAK BAKALAN PERGI Logo A Mild Instrumen musik selama 15 detik
mantan Presiden Soeharto Teknik - Semua scene diambil pengambilan suara dengan teknik Close up dan shot - Suara detak jarum jam dengan jelas dan volume cukup tinggi detak jarum jam - Suara stempel menyentuh kertas di atas meja cukup keras berkali-kali Efek audiovisual Gambar berganti antar scene dalam durasi waktu 30 detik
-
-
Scene 1 dan scene 5 diambil dengan teknik medium shot Scene 2, 3 dan 4 diambil dengan teknik close up
Gambar berganti antar scene dalam durasi waktu 15 detik
Permainan kata-kata dan simbol yang ditampilkan dalam iklan Sampoerna A Mild tersebut tidak memperlihatkan adanya keterkaitan antara pesan yang tersaji dalam iklan dengan produk yang dipasarkan. Pesan yang disajikan dalam iklannya tidak ada kelebihan produk, tidak ada informasi tentang rasa dan keuntungan langsung, sehingga tampak janggal dalam dunia periklanan. Penyajian iklan demikian berupaya mengasosiasikan produk atau merek dengan referen yang mempunyai arti secara simbolis. Sifat penyajian iklan demikian disebut oleh Williamson (2007) sebagai penggunaan ketidakhadiran (absence) dalam iklan yang memiliki fungsi ideologis penciptaannya. Fiske (2007) mengatakan bahwa dalam ideologi terdapat tiga (3) bentuk, yaitu (a) ideologi sebagai kesadaran palsu, (b) ideologi sebagai praktik dan (c) ideologi sebagai perjuangan. Menurut peneliti, kode-kode yang terkandung dalam kedua iklan tersebut mengandung makna kritik terhadap kekuasaan dan penyelenggara negara. Efek ketidakhadiran yang ideologis tersebut menciptakan simbolisasi hubungan patron-client (penguasa dan yang dikuasai). Secara tersamar, Sampoerna A Mild melalui iklannya, menyembunyikan atau mengalihkan kenyataan sebenarnya bahwa Sampoerna A Mild adalah penguasa, sedangkan yang dikuasainya adalah pangsa pasar. Simbolisasi kritik sosial yag tersajikan dalam pesan iklannya menjadi diferensiasi terhadap produk sejenis. Sifat diferensiasi tersebut memudahkan ingatan khalayak terhadap produk rokok Sampoerna A Mild. Secara praktik terdapat dua kenyataan yang disembunyikan oleh Sampoerna A Mild. Pertama, kenyataan bahwa rokok adalah produk berbahaya bagi kesehatan manusia, namun produk ini pula yang paling banyak penggunanya. Fakta bahwa produksi rokok Sampoerna A Mild bertambah dan penjualan meningkat menjadikannya sebagai pemimpin pasar produk sejenis dengan kandungan tar dan nikotin rendah. Pesan
yang dibangun dalam iklannya semakin memperkuat posisinya sebagai produk rokok rendah tar dan nikotin. Kedua, kenyataan bahwa keuntungan berlipat diperoleh pengiklan dengan memanfaatkan kepiawaian pencipta iklan dalam meramu positioning yang jitu ke dalam teks iklan. Hal demikian disebut Althusser dalam Fiske (2007) mengusung ideologi yang bersifat praktik. Kedua hal tersebut adalah praktik cerdas dalam mengkamuflase kehadapan publik untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Pada satu sisi, publik dibuat semakin terlena untuk selalu merokok karena tersedia rokok yang rendah tar dan nikotin. Meskipun selalu diterjang kampanye anti rokok di berbagai kesempatan (Kompas, 2007b). Disisi lain, keuntungan besar diperoleh produsen hingga mampu memiliki kendaraan mewah satu-satunya di dunia sebagaimana diakui informan kunci. Artinya, teks-teks iklan rokok Sampoerna A Mild mengandung kode-kode ideologi kapitalistik berbungkus sifat-sifat sosial. Ideologi kapitalistik dibangun dengan menonjolkan keunggulan produk rokok rendah tar dan nikotin. Sifat sosial ideologi tersebut digambarkan dalam visualisasi kritik sosial terhadap realitas sosial yang pada kenyataannya benar-benar dirasakan dan dialami masyarakat. Gramsci dalam Fiske (2007) menyebutnya sebagai hegemoni. Dalam bahasa vulgar, peneliti menyebutnya seolah-olah peduli pada masyarakat padahal menyelubungi kapitalisme. Menurut peneliti, pembentukan simbolisasi dengan cara demikian adalah menciptakan kode-kode palsu yang bersifat ideologis. Penyajian kode-kode palsu tersebut dalam ruang iklan televisi dapat disebut sebagai pseudo reality of ad atau realitas palsu dalam iklan. Williamson (2007) menyatakannya bahwa periklaanan sebagai aparat ideologis, sebagai sistem pertandaan dalam wilayah simbolik, mampu mempresentasikan kembali kepada subyek kedudukannya di wilayah imajiner. Artinya, ketika iklan menawarkan simbol-simbol sebagai obyek kesatuan, pada dasarnya iklan menjerat khalayak dalam pencarian hal-hal yang tidak mungkin. Dalam proses demikian, terjadi tarik menarik kepentingan positif bagi produk antara pengiklan dan pencipta iklan. Proses interaksi simbolik berlangsung baik dalam diri pengiklan dan pencipta iklan maupun antaranya. Proses interaksi simbolik berlangsung terus-menerus dalam mereproduksi pesan iklan hingga mencapai konvergensi yang diinginkan tujuan periklanannya. Masing-masing pihak, baik pengiklan maupun pencipta iklan, ketika berhadapan dengan lambang komunikasi, melakukan proses semiosis yang terikat dengan tenggat waktu. Hal ini menunjukkan proses konstruksi yang dipaksakan oleh karena semata-mata untuk kepentingan kapital.
Pencipta iklan dalam mengkonstruksi suatu iklan melalui proses eksternalisasi dan proses internalisasi. Proses tersebut dilakukan melalui mekanisme dialektis. Ketika proses tersebut berlangsung, pencipta iklan dipengaruhi oleh faktor luar seperti lingkungan budaya, pandangan terhadap produk, pengetahuan tentang dunia periklanan, kecanggihan teknologi media elektronika dan pengiklan. Pencipta iklan ketika berhadapan dengan lambang-lambang verbal maupun nonverbal dapat melakukan proses penafsiran dan pemaknaan terhadap lambang tersebut. Proses tersebut berlangsung terus menerus hingga mencapai makna terhadap tanda yang diinginkan. Pemaknaan yang diharapkan adalah penciptaan citra dari produk yang diiklankan. Proses demikian disebut sebagai proses semiosis.
4.3. Konstruksi Realitas dalam Tingkatan Individu Penerimaan khalayak terhadap suatu pesan iklan melalui proses yang disebut decoding symbol. Dalam tahap ini, khalayak sebagai individu melakukan penafsiran terhadap simbol-simbol yang tertuang dalam iklan. Penafsiran khalayak terhadap iklan rokok Sampoerna A Mild berdasarkan pada pengetahuan dan pengalamannya. Hasil wawancara dengan informan, peneliti ungkapkan ke dalam matrik pada Tabel 8.
Tabel 8. Tafsir informan terhadap iklan televisi Sampoerna A Mild Informan
Ags
Arf
Alasan Merokok
Tafsir Pesan Tujuan Iklan Rokok Merokok A Mild - Tidak Merangsang nyambung untuk - Lucu berpikir dalam pekerjaan
- Pertama kali merokok karena pergaulan - Sekarang merokok karena kebiasaan dan kecanduan - Dulu -Pesan iklan merokok tidak karena nyambung pergaulan -Hanya - Sekarang sebagai tidak remembermerokok ing
Karena pergaulan jadi tidak enak, kalau tidak merokok
Tahu Produk A Mild Tahu rokok A Mild karena pernah mencobanya
Terakhir merokok A Mild kemudian berhenti merokok
Faktor Iklan/Promo Tidak ada pengaruh iklan atau promo dalam merokok
Lebih mengenal Produk rokok di kalangan teman, pedagang, dan arena promosi
lagi sejak menikah
(pengingat) penjualan -Berkesan lucu Arm - Merokok Citra rokok - Dendam Pernah Orang sejak kecil bukan pada pada orang mencoba merokok karena promo atau tua merokok A karena budaya ikutpesan dalam - Bila pusing Mild, tetapi turun ikutan iklan, tapi dapat lebih suka Ji menurun, teman pada menghabis Sam Su tanpa promo - Sekarang kandungan -kan dua karena lebih atau iklan pun merokok tar dan bungkus berat dan orang sudah jadi cengkeh bernuansa pasti merokok kebiasaan mistis dan kecanduan Isk - Merokok Rokok A Semula Tahu rokok Awalnya sejak kecil Mild adalah merokok A A Mild merokok A karena rokok yang Mild sejak kuliah Mild karena ikut-ikutan mengandun sebagai tahun 90an iklan dan teman g tar dan transisi promo- Sekarang nikotin untuk promonya jadi rendah, jadi berhenti kecanduan ringan merokok, ketika tetapi malah menghisap- selalu nya merokok A Mild Tabel 8 menunjukkan bahwa semua informan mulai merokok sejak kecil. Alasan pertama kali informan merokok adalah karena ikut-ikutan dan pergaulan antar teman. Dua (2) informan merokok hingga sekarang adalah karena kebiasaan dan kecanduan. Satu (1) informan berhenti merokok sejak menikah. Sementara satu (1) informan masih merokok hingga sekarang dikarenakan dendam kepada orang tua. Hal ini memperlihatkan bahwa orang memulai merokok sejak anak-anak. Kompas (2008) melansir berita bahwa perokok termuda berusia lima tahun. Jadi dapat dikatakan bahwa merokok bagi kebanyakan orang adalah hal yang sudah biasa dilakukan sejak usia anakanak. Berkaitan dengan rokok Sampoerna A Mild, semua informan pernah mencoba rokok tersebut, namun hanya satu (1) informan yang loyal, yaitu Isk. Menurut Isk merokok Sampoerna A Mild semula bertujuan untuk berhenti merokok, sebagaimana yang dikatakannya : Yang saya tahu rokok A Mild adalah rokok yang mengandung tar dan nikotin rendah, jadi ringan ketika menghisapnya. Jadi saya berniat berhenti merokok.
Semula merokok A Mild sebagai transisi untuk berhenti merokok, tetapi malah selalu merokok A Mild hingga sekarang keterusan. Pernyataan Isk menegaskan bahwa orang yang sudah menjadikan rokok sebagai kebiasaan dan candu, maka apapun alasannya akan sulit untuk berhenti merokok. Ags pun mengatakan bahwa merokok sudah menjadi kebiasaan dan kecanduan. Ia merokok untuk merangsang berpikir dalam pekerjaan. Pernyataan informan tersebut diperkuat oleh pemberitaan Kompas (2007a) bahwa rokok meskipun mengandung kadar tar dan nikotin rendah tetap dapat menimbulkan kecanduan, sebagaimana yang diberitakannya : Asap rokok diisap masuk ke paru-paru, dan dari sinilah nikotin masuk ke aliran darah lewat epitel alveolar paru. Dalam hitungan detik, nikotin disebar ke jutaan sel saraf di sistem saraf pusat, utamanya di otak tengah nikotin berinteraksi dengan reseptor-reseptor alfa-4 beta-2 asetilkolin nikotinik. Sinyal ini segera ditransmisi ke axon di bagian belakang otak, yang menstimuli pelepasan beberapa jenis transmiter saraf (neurotransmitter), termasuk dopamin. Dopamin inilah yang menimbulkan rasa enak, mengurangi kelelahan, ketegangan, kecemasan dan stres. Karena ambang dopamin segera surut dengan cepat, tak heran jika perokok banyak yang mengalami ketagihan untuk asupan nikotin lagi (craving). Pernyataan unik dan menarik perhatian peneliti dapatkan dari Arm bahwa orang merokok bukan karena dipengaruhi iklan atau bentuk promo produk melainkan karena budaya merokok yang sudah berurat akar, seperti dikatakannya : Menurut saya, secara budaya dan tradisi, wanita Indonesia adalah perokok dan tidak ada masalah. Ciri budaya dan tradisi tersebut adalah adanya kebiasaan dan ritual menyirih. Menyirih berarti mengunyah sirih dicampur daun tembakau dan kapur sirih. Menyirih juga mengandung simbol status, dilihat dari mutu tembakau, tempat sirih yang terbuat dari kayu jati, tembikar, perak, atau pun emas, dan lain-lain. Jadi saya tidak habis pikir, mengapa wanita Indonesia yang merokok dianggap tabu atau negatif. Padahal secara budaya dan tradisi sudah ada turun temurun. Berkaitan dengan tafsir pada pesan iklan rokok Sampoerna A Mild, semua informan mengakui bahwa rokok Sampoerna A Mild mengandung kadar tar dan nikotin rendah. Hal ini menunjukkan rokok Sampoerna A Mild telah terposisi dengan tepat dan benar di benak konsumen sebagai rokok yang unggul dalam kandungan tar dan nikotin rendah dibandingkan rokok sejenis lain. Sedangkan dari segi penyajian pesannya, semua informan menilai bahwa pesan dalam iklan rokok Sampoerna A Mild tidak jelas hubungan antara produk dengan iklannya, berkesan lucu dan hanya sebagai pengingat (remembering).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada tingkatan individu interpretasi berbeda terhadap hubungan antara produk dengan teks iklan. Dari segi produk, rokok Sampoerna A Mild ditafsir bahwa rokok bukanlah barang baru. Rokok sudah ada sejak jaman dahulu kala. Sedangkan dari segi teks iklan Sampoerna A Mild di televisi ditafsir sebagai iklan yang bersifat lucu-lucuan. Iklan ataupun bentuk promosi yang menyertainya hanya bersifat pengingat saja bahwa ada rokok yang mengandung nikotin dan tar rendah. Namun positioning yang tertanam dalam benak adalah bahwa rokok Sampoerna A Mild adalah produk rokok mengandung nikotin dan tar rendah.