IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah penyangga Ibu Kota Republik Indonesia yaitu Daerah Kedudukan Istimewa Jakarta dan secara geografis terletak pada posisi 6019’ - 6047’ Lintang Selatan dan 10601’ - 1070103’ Bujur Timur. Luas wilayahnya 2.301,95 Km2, yang berbatasan dengan beberapa Kabupaten/Kota, yaitu : Di Utara
: Kota Depok
Di Barat
: Kabupaten Lebak.
Di Barat Daya
: Kabupaten Tangerang.
Di Timur
: Kabupaten Purwakarta.
Di Timur Laut
: Kabupaten Bekasi.
Di Selatan
: Kabupaten Sukabumi.
Di Tenggara
: Kabupaten Cianjur.
Kabupaten Bogor memiliki 40 Kecamatan, 428 Desa/Kelurahan, 3.781 RW dan 15.044 RT. Dari jumlah tersebut 234 desa mempunyai ketinggian sekitar kurang dari 500 m di atas permukaan laut (dpl), 144 Desa diantara 500-700 m dpl dan sisanya 49 desa sekitar lebih dari 700 m dpl (BPS Kabupaten Bogor, 2012) Kabupaten Bogor dibagi dalam perwilayahan pembangunan yang merupakan dasar penyusunan agenda pembangunan dan rencana strategik (Renstra) setiap bidang dan program pembangunan dalam rangka penyeimbangan pembangunan antar wilayah. Dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dan perkembangan ekonomi wilayah, pola interaksi internal dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal, maupun regional serta kebijakan pengembangan dan penyebaran penduduk secara seimbang sesuai dengan daya dukung lingkungan,
maka wilayah
Kabupaten
Bogor
dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah pembangunan, yaitu wilayah pembangunan Barat, Tengah dan Timur. Pembangunan wilayah Barat meliputi 13 (tiga belas) Kecamatan, yaitu Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung,
40
Leuwiliang, Leuwisadeng, Tenjolaya, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan dan Kecamatan Rumpin, dengan luas wilayah sekitar 128.750 Ha. Pembangunan wilayah tengah meliputi 20 (dua puluh) kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Bojonggede, Tajurhalang, Cibinong, Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Megamendung, Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas dan Kecamatan Tamansari, dengan luas wilayah sekitar 87.552 Ha. Pembangunan wilayah timur meliputi 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, Tanjungsari dan Kecamatan Cariu. Sebagai penyangga Ibukota Negara, Kabupaten Bogor merupakan daerah yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangan kawasan industri, manufaktur dan pemukiman penduduk yang sangat pesat. Menurut BPS Kab. Bogor (2012) Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan dari 5,09 % (tahun 2010) menjadi 5,70 % (tahun 2011) dan jumlah penduduknya pun juga mengalami peningkatan dari 4.477 ribu jiwa tahun 2009 menjadi 4.771 ribu jiwa tahun 2010 (Gambar 4). Hal ini merupakan peluang bagi perkembangan industri pangan, salah satunya pengolahan pindang ikan.
Gambar 4. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan sensus penduduk 2010
41
Sesuai dengan letak geografisnya yang tidak bersinggungan dengan laut, maka di Kabupaten Bogor berkembang usaha budidaya ikan air tawar, baik berupa pembenihan, kolam air tenang, kolam air deras, minapadi, keramba jaring apung maupun budidaya ikan hias. Selain itu usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di Kabupaten Bogor berkembang cukup pesat, berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011) jumlah usaha pengolahan ikan di Kabupaten Bogor mencapai 75 unit dan 43 diantaranya pengolahan pindang ikan, yang terbagi dalam 4 (empat) skala yaitu mikro, kecil, menengah dan besar. Adapun produk yang dihasilkan berupa ikan asap, ikan pindang, bandeng presto, ebi kering, vallue added (Ekado, Keong mas, Udang gulung, Kaki naga, Siomay, Otak-otak, Bakso ikan, Empek-empek), Abon, Kerupuk kulit ikan, Dendeng lele, fillet Sidat, Ubur-ubur asin, Telur ikan terbang, baby fish dan lain-lain. Masing-masing produk mempunyai pasar yang berbeda, baik pasar luar negeri maupun dalam negeri (pasar tradisional, pasar modern, memasok restoran dan hotel di Jakarta). Sebagian besar bahan baku didatangkan dari luar daerah seperti Muara Baru, Muara Angke, Palabuhan Ratu, Banyuwangi dan sentra-sentra produksi ikan lainnya di Indonesia. Tingkat konsumsi ikan Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor (2011), tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan dari 20,95 kg per kapita per tahun (2010) menjadi 22,15 kg per kapita per tahun (2011), walaupun masih jauh dibawah rata-rata tingkat konsumsi ikan nasional (Gambar 5). Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan termasuk di dalamnya pengolahan pindang ikan, karena dengan adanya kesenjangan tingkat konsumsi ikan antara kabupaten dengan rataan nasional, maka berbagai macam program pemerintah digulirkan seperti kawasan minapolitan, industrialisasi perikanan dan gemarikan sebagai salah satu ajang promosi untuk meningkatkan kegemaran masyarakat terhadap produk hasil perikanan. Mengingat masih banyaknya persepsi masyarakat yang kurang baik tentang mengkonsumsi ikan, diantaranya mengkonsumsi ikan membuat air susu ibu menjadi amis, mengakibatkan cacingan pada anak-anak, dan gatal-gatal.
42
35 30
29.08
30.48
31.64
25 20
20.95
22.15
19.36 Kab. Bogor
15
Nasional
10 5 0 2009
2010
2011
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2012 Gambar 5. Konsumsi ikan di Kabupaten Bogor dan rataan nasional 2009 -2011
4.2 Profil Usaha Pengolahan Pindang Ikan Pelaku usaha pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Tahun 2009 pelaku usaha pengolahan pindang ikan berjumlah 31 pelaku usaha, tahun 2010 mengalami peningkatan 16,13% menjadi 36 pelaku usaha dan tahun 2011 masih terus mengalami peningkatan sebesar 19,44% menjadi 43 pelaku usaha. Dilihat dari volume produksi, tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 7,41% jika dibandingkan tahun 2010, namun jika dibandingkan volume tahun 2009 masih mengalami penurunan sebesar 16,95% (Tabel 5). Usaha Pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor tersebar di 16 Kecamatan yaitu Cibinong, Ciampea, Tenjolaya, Parung, Ciawi, Caringin, Cigudeg, Parung Panjang, Jasinga, Leuwiliang, Cibungbulang, Pamijahan, Citeureup, Jonggol, Cariu dan Tanjungsari (Tabel 6), yang masing-masing mempunyai kapasitas produksi yang berbeda-beda dan berada dalam suatu Desa/kawasan yang sama.
43
Tabel 5. Jumlah pelaku usaha pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor, 2009 – 2011
No
Tahun
Jumlah Pelaku
1
2009
31
Penyerapan Tenaga Kerja (orang) 237 4.387,82
2
2010
36
3.392.84
247
3
2011
43
3.644.16
218
Rataan Produksi per tahun (ton)
Berdasarkan skala usahanya, pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor terbagi menjadi 3 skala usaha, yaitu mikro, kecil dan menengah, yang masingmasing berjumlah 14, 23 dan 6 pelaku usaha (Gambar 6). Penentuan skala usaha pengolahan pindang ikan ini didasarkan pada Undang-Undang RI No. 20, tahun 2008 tentang UMKM, yaitu : usaha mikro mempunyai hasil penjualan tahunan dibawah 300 juta rupiah, usaha kecil mempunyai hasil penjualan tahunan antara
300 juta sampai dengan 2,5 Milliar rupiah, dan usaha menengah mempunyai hasil penjualan tahunan di atas 2,5 Milliar sampai dengan 50 Milliar rupiah. Pada umumnya usaha pengolahan pindang skala mikro mendapatkan bahan baku dari pelaku usaha skala kecil dan dan menengah, karena keterbatasan sarana penyimpanan dan modal usaha sehingga hanya mampu membeli ikan secukupnya untuk diolah pada hari itu juga. Namun ada beberapa pelaku usaha mikro di Kecamatan Parung yang lebih suka mengambil bahan baku langsung dari Muara Muara Baru atau Muara Angke, dengan alasan lebih murah dan kualitas bahan baku sesuai yang diharapkan, walaupun harus mengeluarkan biaya transportasi, tenaga dan waktu.
25 20 15 23
10 5
14 6
0 Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Gambar 6. Jumlah pelaku usaha pengolahan pindang ikan berdasarkan skala usahanya
44
Tabel 6. Penyebaran usaha pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor, berdasarkan wilayah Kecamatan. No
Kecamatan
Jumlah Pelaku Usaha
Rataan Produksi/tahun (ton)
1
Caringin
1
42
2
Cariu
2
31,2
3
Ciampea
3
967,2
4
Ciawi
4
36
5
Cibinong
2
174,72
6
Cibungbulang
1
180
7
Cigudeg
2
79
8
Citeureup
2
48
9
Jasinga
3
72
10
Jonggol
3
63,6
11
Leuwiliang
4
946,8
12
Pamijahan
1
192
13
Parung
6
340,8
14
Parung Panjang
3
42
15
Tanjungsari
3
6,84
16
Tenjolaya
3
507,6
Dalam menjalankan usahanya, para pengolah pindang ikan skala mikro umumnya dilakukan sendiri oleh pemilik usaha, mulai dari pengadaan bahan baku, proses pengolahan sampai dengan pemasaran. Produk yang dihasilkannya memiliki cita rasa yang khas, karena selama proses perebusan dibubuhkan rempah-rempah seperti daun salam, sereh, lengkuas, kunyit, garam sehingga rasa dan aromanya lebih menarik. Peralatan yang digunakan sangat sederhana, yaitu berupa badeng/kuali yang terbuat dari logam tahan karat, sehingga bisa dipakai berulang-ulang. Pembuatan pindang ikan dengan wadah badeng ini sangat ekonomis, karena tidak menggunakan besek sebagai wadah. Bahan baku yang digunakan sebagian besar ikan laut, seperti Tongkol, Cakalang, Layang, Etem dan Selar dan ikan air payau (bandeng). Ada beberapa wilayah yang mengunakan ikan
45
air tawar (ikan Mas) sebagai bahan baku ikan pindang yaitu di Desa Pasir Tanjung, Kecamatan Tanjungsari, walaupun volume produksinya sangat rendah (6,84 ton per tahun). Usaha pengolahan pindang ikan skala kecil dan menengah mempunyai banyak kemiripan, yang membedakan adalah skala usahanya. Umumnya mereka mempunyai coldstorage atau frezer, untuk menyimpan bahan baku agar tidak mengalami penurunan kualitas. Proses pengolahan produknya ada 2 (dua) cara, yaitu pindang badeng dan pindang besek/naya. Proses pemindangan dengan badeng biasanya digunakan untuk pengolahan bahan baku ikan Tongkol dan Bandeng. Proses pemindangan dengan besek/naya biasanya digunakan untuk pengolahan bahan baku ikan Layang, Etem, Kembung dan Selar. Usaha pengolahan pindang ikan skala kecil, umumnya mengambil bahan baku ikan 5 (lima) hari sekali sebanyak 1,5 ton, namun untuk usaha pengolahan pindang ikan skala menengah mengambil bahan baku setiap hari dengan rataan per hari 1,5 ton. Usaha pemindangan ikan skala kecil dan menengah melayani penjualan bahan baku, bagi para pemindang skala mikro yang ada di sekitarnya dengan sistem cash ataupun setoran dengan mengambil laba antara Rp1.000,00 sampai dengan Rp1.500,00 per kg ikan. Pelaku usaha pengolahan pindang ikan skala kecil ini, umumnya menjual produknya kepada para pengecer di pasar, namun juga
menjual langsung
produknya kepada konsumen. Untuk pengolah pindang skala menengah umumnya tidak melakukan penjualan produknya langsung ke konsumen melainkan melalui para pedagang besar dan pengecer di pasar, karena jumlah produknya cukup banyak, antara 1–1,5 ton per hari.
4.3 Sistem Produksi Unit Pengolahan Pindang Ikan Ikan pindang merupakan salah satu produk olahan hasil perikanan yang turun-temurun dan proses pengolahannya sederhana karena belum menggunakan mesin-mesin dan peralatan yang canggih, sehingga mudah dikerjakan oleh siapapun. Dengan proses pemindangan dapat memberikan cita rasa yang khas pada produk, dapat mengawetkan ikan, sehingga ikan sampai ke tangan konsumen dalam keadaaan yang masih layak untuk dikonsumsi. Biasanya daya tahan ikan
46
pindang berkisar antara 2-3 hari, tergantung kadar garam yang digunakan. Dalam proses pengolahan pindang ikan ada 3 (tiga) prinsip pengawetan ikan yaitu : 1.
Pemanasan Dengan suhu tinggi (100 0C), sebagaian besar bakteri akan mati begitu juga dengan kegiatan enzim akan berhenti, sehingga produk dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
2.
Penggaraman Pemberian garam akan menghambat dan mematikan
kegiatan bakteri
sehingga ikan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. 3.
Pengurangan kadar air Pada proses perebusan/pemanasan akan terjadi pengurangan kadar air dari tubuh ikan. Di samping itu, pengurangan kadar air juga terjadi akibat adanya garam, karena garam bersifat menarik air dari jaringan tubuh ikan.
Cara pengolahan pindang ikan yang ada di Kabupaten Bogor ada 2 (dua) cara yaitu pindang badeng dan pindang besek (cue). Proses pengolahannya sebagai berikut : 1. Pindang Badeng Pindang Badeng adalah pindang ikan yang perebusannya menggunakan wadah yang biasanya disebut Badeng. Langkah-langkah kerjanya sebagai berikut : a. Sortasi Sortasi ini tujuannya adalah mendapatkan hasil yang seragam berdasarkan ukuran, jenis dan tingkat kesegarannya, sehingga pada proses perebusan mempunyai tingkat kematangan sama.
b. Penyiangan Tujuan penyiangan menghilangkan kotoran yang ada pada tubuh ikan, dengan cara membuang sisik, sirip, insang, isi perut dan kotoran lain. Ikan berukuran besar disiangi sisik, sirip, insang dan isi perutnya, serta dibelah tubuhnya untuk memudahkan penetrasi garam dan bumbu yang
47
digunakan. Ikan berukuran sedang cukup disiangi tanpa dibelah, sedangkan ikan berukuran kecil tidak perlu disiangi, cukup dicuci.
c. Pencucian Tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan kotoran, bercak darah yang menempel pada ikan. Air yang digunakan untuk pencucian adalah air bersih sehingga tidak menjadi sumber kontaminan.
d. Penyusunan dan pengaraman ikan dalam badeng Setelah ikan disiangi dan dicuci sampai bersih, ikan segera disusun secara teratur. Usahakan agar ikan yang disusun dalam satu wadah mempunyai ukuran yang relatif seragam, agar diperoleh ikan pindang dengan mutu dan rasa yang seragam pula. Sebelum ikan disusun dalam badeng terlebih dahulu dipasang tataan yang terbuat dari bambu, sehingga ikan tidak langsung kontak dengan badeng bagian bawah, karena bila ini terjadi akan menyebabkan kerusakan pada ikan. Setelah itu dilakukan penyusunan ikan dan penaburan garam secara bergantian sampai badeng penuh. Biasanya ikan sebelum disusun pada bagian perutnya dibungkus daun bambu, atau kertas kue, untuk menghindari pecah perut saat perebusan, sehingga dihasilkan ikan pindang yang utuh. Selain garam untuk meningkatkan cita rasa maka dapat ditambahkan bumbu masak seperti jahe, lengkuas, kunyit, daun salam dan sereh. Biasanya penambahan bumbu ini dilakukan pada pengolah pindang skala mikro dan kecil. Untuk pindang bandeng biasanya ditambahkan daun singkong yang telah direbus pada bagian perutnya, sehingga kelihatan lebih berisi dan padat. Garam yang digunakan dalam proses pemindangan berfungsi untuk memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan di dalam tubuh ikan dan mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun organisme lain. Garam yang digunakan dapat berbentuk kristal atau larutan. Jumlah garam kristal yang digunakan berkisar 5-15% dari berat total ikan, tergantung selera. Pemberian garam
48
dengan konsentrasi lebih besar dari 40% akan menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin, sedangkan pemberian garam kurang dari 5% akan menghasilkan produk ikan pindang dengan daya awet rendah. Garam ditaburkan di atas lapisan ikan sehingga seluruh tubuh ikan tertutup garam. Setelah itu tambahkan 1 lt air bersih untuk setiap 2 kg ikan. Penambahan air dimaksudkan untuk membantu proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Proses penggaraman ikan pindang dengan menggunakan larutan garam dapat dilakukan dengan cepat, yakni cukup dengan menuangkan larutan garam pada susunan ikan yang ada dalam wadah. Konsentrasi larutan garam yang digunakan dapat dibuat sesuai dengan selera. Seluruh ikan yang ada dalam wadah harus terendam oleh larutan garam, agar dapat diperoleh produk ikan pindang dengan mutu yang relatif seragam.
e. Perebusan Setelah proses penyusunan dan penggaraman ikan selesai dilakukan, wadah segera ditutup dengan alat penutup yang dilengkapi dengan pemberat. Alat penutup dapat dibuat dari bahan apa saja asalkan dapat berfungsi untuk mencegah pencemaran yang disebabkan oleh lalat atau mikroorganisme lain. Untuk mendapatkan ikan yang masak sempurna maka proses perebusan memerlukan waktu 1–2 jam, tergantung ukuran ikan. Biasanya ikan yang telah masak ditandai oleh retaknya daging pada bagian ekor. Untuk merebus ikan dapat menggunakan kayu bakar, atau gas elpiji sebagai sumber panas. Kayu bakar yang digunakan sebaiknya dipilih kayu yang tidak menimbulkan bau kurang sedap agar tidak mempengaruhi mutu ikan pindang. Api yang digunakan untuk merebus sebaiknya tidak terlalu besar, agar seluruh bagian tubuh ikan menjadi benar-benar matang dan tidak hangus. Bila api terlalu besar, biasanya tubuh ikan bagian luar akan menjadi kering, sedangkan bagian dalam masih mentah. Ikan pindang demikian kurang baik, karena proses pembusukan tetap dapat berlangsung di dalam tubuh ikan.
49
f. Penirisan Penirisan dapat dilakukan dengan cara membuka lubang kecil yang berada di bagian bawah Badeng. Untuk mendapatkan daya awet yang tinggi, sebaiknya ikan pindang diletakkan di dalam ruangan yang kering dan bertemperatur lingkungan yang cukup rendah. Ikan hasil pemindangan tidak boleh diletakkan di dalam ruangan yang lembab atau basah, karena hal ini dapat meningkatkan aktivitas bakteri, ataupun mikroorganisme lain dan dengan demikian menurunkan mutu ikan pindang.
g. Distribusi Setelah semua pindang masak pada malam hari itu juga langsung dilakukan pendistribusian ke pasar-pasar. Untuk pengolah skala menengah biasanya menggunakan mobil pick up dan ditutup dengan terpal untuk menghindari kontaminasi dengan udara luar. Untuk usaha pemindangan skala kecil biasanya pendistribusian produknya dengan menggunakan sepeda motor atau naik angkot. Untuk lebih jelasnya alur proses pembuatan pindang badeng disajikan pada Gambar 8.
Gambar 7. Pindang Badeng di Kabupaten Bogor
50
Penerimaan Bahan baku
Sortasi (Ukuran, jenis dan tingkat kesegaran)
Penyiangan
Pencucian
Penyusunan ikan dan Pengaraman (5-15%) (bisa ditambahkan bumbu)
Perebusan (100 0C)
Penirisan (Membuka tutup lubang kecil pada Badeng) Distribusi Gambar 8. Alur proses pembuatan pindang Badeng
2. Pindang Besek (cue) Pindang Besek (cue) adalah pindang ikan yang proses pengolahannya, disusun dalam besek sebagai tempat ikan setelah itu direbus dengan bak perebusan. Langkah-langkah kerjanya sebagai berikut : a. Sortasi Sortasi ini tujuannya adalah mendapatkan hasil yang seragam berdasarkan ukuran, jenis dan tingkat kesegarannya, sehingga pada proses perebusan mempunyai tingkat kematangan yang sama.
51
b. Penyiangan Tujuan penyiangan ini adalah menghilangkan kotoran yang ada pada tubuh ikan, dengan cara membuang sisik, sirip, insang, isi perut dan kotoran lain. Ikan berukuran besar disiangi sisik, sirip, insang dan isi perutnya serta dibelah tubuhnya untuk memudahkan penetrasi garam dan bumbu yang digunakan. Untuk ikan yang berukuran besar pembelahan dan pemotongannya disesuaikan dengan ukuran naya. Ikan berukuran sedang cukup disiangi tanpa dibelah, sedangkan ikan berukuran kecil tidak perlu disiangi, cukup dicuci.
c. Pencucian Tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan kotoran, bercak darah yang menempel pada ikan. Air yang digunakan untuk pencucian adalah air bersih sehingga tidak menjadi sumber kontaminan.
d. Penyusunan ikan dalam besek/naya serta penaburan garam kristal di atasnya. Setelah ikan disiangi dan dicuci sampai bersih, ikan segera disusun secara teratur ke dalam besek sambil ditaburkan garam secukupnya. Usahakan agar ikan yang disusun dalam satu wadah mempunyai ukuran yang relatif seragam, agar diperoleh ikan pindang dengan mutu dan rasa yang seragam pula. Setelah itu besek yang telah berisi ikan disusun kemudian di ikat dengan tali rafia, sehingga mudah untuk diangkat dan dimasukkan bak perebusan. Garam yang digunakan dalam proses pemindangan berfungsi untuk memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan di dalam tubuh ikan dan mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun organisme lain. Garam yang ditaburkan berbentuk kristal dengan jumlah berkisar 5-10% dari berat total ikan, tergantung selera.
52
e. Perebusan Sebelum dilakukan perebusan ikan terlebih dahulu disiapkan larutan garam dalam bak perebusan, dengan konsentrasi 10–20 % dari jumlah air. Setelah itu air larutan garam dipanasi sampai mendidih. Setelah air mendidih, maka besek yang berisi ikan dimasukkan kedalam bak perebusan selama 15 menit–2 jam, tergantung besar kecilnya ikan. Biasanya ikan yang telah masak ditandai oleh retaknya daging pada bagian ekor. Untuk merebus ikan dapat menggunakan kayu bakar, atau gas elpiji sebagai sumber panas. Kayu bakar yang digunakan sebaiknya dipilih kayu yang tidak menimbulkan bau kurang sedap, agar tidak mempengaruhi mutu ikan pindang. Api yang digunakan untuk merebus, sebaiknya tidak terlalu besar agar seluruh bagian tubuh ikan menjadi benar-benar matang. Bila api terlalu besar, biasanya tubuh ikan bagian luar akan menjadi hancur, sedangkan bagian dalam masih mentah, sehingga tidak menarik konsumen. Selama proses perebusan berlangsung dilakukan pembuangan busa secara berkala, sehingga larutan garam yang telah mendidih tetap bersih dari kotoran yang dilepaskan oleh garam dan ikan.
f. Penirisan Penirisan dapat dilakukan dengan cara meletakkan produk pada lantai yang bersih atau bisa juga digantung per ikatan besek. Untuk mendapatkan daya awet yang tinggi, sebaiknya ikan pindang diletakkan di dalam ruangan yang kering dan bersuhu rendah. Ikan hasil pemindangan tidak boleh diletakkan di dalam ruangan yang lembab atau basah, karena hal ini dapat meningkatkan aktivitas bakteri ataupun mikroorganisme lain dan dengan demikian menurunkan mutu ikan pindang.
g. Distribusi Setelah semua pindang masak pada malam hari itu juga langsung dilakukan pendistribusian ke pasar-pasar. Untuk pengolah skala menengah
53
biasanya menggunakan mobil pick up dan ditutup dengan terpal untuk menghindari kontaminasi dengan udara luar. Untuk usaha pemindangan skala kecil biasanya pendistribusian produknya dengan menggunakan sepeda motor atau naik angkot. Untuk lebih jelasnya alur proses pembuatan pindang Besek (cue) disajikan pada Gambar 9.
Penerimaan Bahan baku
Sortasi (Ukuran, jenis dan tingkat kesegaran)
Penyiangan
Pencucian
Penyusunan ikan pada besek dan Penaburan kristal garam di atasnya (5-15%)
Perebusan (100 0C)
Penirisan (Disusun pada tempat yang bersih)
Distribusi
Gambar 9. Alur proses pembuatan pindang Besek (cue)
54
Gambar 10. Produk olahan pindang besek/naya (cue)
4.4 Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Pindang Ikan Analisis kelayakan usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Analisis kelayakan mencakup beberapa aspek diantaranya aspek teknis, keuangan dan sosial ekonomi. Analisis ini dilakukan untuk membantu para pelaku usaha pengolahan pindang skala mikro, kecil dan menengah untuk mengembangkan usahanya.
4.4.1 Aspek Teknis Untuk melihat kelayakan unit usaha pengolahan pindang ikan dari aspek teknis diperlukan pembahasan mengenai hal-hal berikut : 1. Bangunan Pengolah pindang ikan skala mikro, umumnya tidak mempunyai bangunan khusus untuk memproduksi pindang ikan, namun menyatu dengan rumah, kadang berada di teras belakang/samping rumah. Untuk unit pengolahan pindang ikan skala kecil dan menengah umumnya sudah mempunyai bangunan khusus untuk pengolahan pindang ikan. Bangunan terdiri dari cold storage atau tempat frezzer, gudang penyimpanan besek, gudang garam, dan ruang produksi. Walaupun semua unit pengolahan
55
pindang ikan belum mempunyai Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dan SOP, namun telah nampak adanya upaya untuk menerapkan sanitasi dan higienis, hal ini terlihat dari lantai yang sudah di plester, sehingga air bekas cucian dengan mudah mengalir. Namun masih perlu perbaikanperbaikan.
2. Peralatan Pengolahan pindang ikan merupakan salah satu produk olahan yang pengolahannya cukup sederhana sehingga peralatan yang digunakan juga cukup sederhana. Peralatan yang digunakan untuk membuat pindang ikan adalah badeng, bak perebusan, bak untuk pencucian, serok untuk membersihkan busa pada air rebusan, keranjang dan meja produksi. Peralatan yang mudah berkarat seperti bak perebusan, badeng, dan meja produksi terbuat dari stainless stell, sehingga dapat bertahan lama.
3. Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor penting dalam keberlanjutan suatu industri. Sebelum memulai usaha,
perlu dilakukan analisis tentang
ketersediaan bahan baku. Berdasarkan studi di lapangan sampai saat ini bahan baku pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor masih tersedia dengan cukup. Hal ini bisa terjadi karena, walaupun Kabupaten Bogor tidak mempunyai laut, namun berdekatan dengan gudang ikan beku Nasional yang berada di Muara Baru dan Muara Angke. Biasanya ikan didatangkan dari pelabuhan perikanan di seluruh Indonesia saat musim ikan. Di wilayah Kabupaten Bogor, juga tersedia distributor ikan laut beku yang mempunyai cold storage dengan kapasitas sekitar 1000 ton.
4. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang terlibat dalam pengolahan pindang ikan, umumnya tidak perlu memiliki ketrampilan khusus, sehingga tersedia di lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil survey lapangan, diperoleh
56
keterangan bahwa pada umumnya tenaga kerja dibayar borongan dengan upah Rp200-300 per kg.
5. Teknologi Proses pengolahan pindang ikan menggunakan teknologi sederhana karena dalam proses pemindangan belum menggunakan mesin-mesin dan peralatan canggih. Teknologi pengolahan pindang ikan bersifat tradisional, sebagian besar dapat diperoleh dengan mudah di lingkungan sekitar.
6. Teknik Produksi Pindang ikan merupakan salah satu produk olahan tradisional hasil perikanan yang merupakan gabungan dari penggaraman dan perebusan sehingga memberikan rasa yang khas. Tahapan pembuatan pindang ikan meliputi penerimaan bahan baku, sortasi (ukuran, jenis dan tingkat kesegaran), penyiangan, pencucian, penyusunan pada besek/badeng, perebusan, penirisan dan distribusi. Prosesnya cukup sederhana, sehingga bisa dilakukan oleh semua orang.
7. Pemasaran Pindang ikan merupakan sumber protein yang harganya relatif murah dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Pindang ikan sampai saat ini, sebagian besar dipasarkan di pasar tradisional walaupun ada beberapa yang sudah masuk supermarket (Giant dan Carfour). Permintaan pindang ikan dari tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari volume produksi tahun 2011 yaitu 4.388 ton mengalami peningkatan sebesar 7,41% jika dibandingkan tahun 2010 yaitu 3.393 ton. Permintaan pindang ikan yang semakin meningkat ini seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang terus meningkat dari 5,09% (tahun 2010) menjadi 5,70% (tahun 2011) dan peningkatan jumlah penduduk dari 4.477 ribu jiwa tahun 2009 menjadi 4.771 ribu jiwa tahun 2010.
57
4.4.2 Aspek Keuangan Analisis keuangan dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi yaitu PBP, NPV, IRR dan B/C ratio. Dari analisis keuangan diperoleh informasi tentang kelayakan usaha pengolahan pindang ikan sesuai dengan skala usaha. Apabila layak, maka dapat menjadi salah satu motivasi untuk mengembangkan usaha dan menjadi inspirasi bagi para calon wirausahawan baru untuk membuka usaha sejenis, sehingga berdampak pada pengurangan pengangguran. Masing-masing skala usaha mempunyai karakteristik berbeda-beda, khususnya dilihat dari omset, modal usaha, jumlah bahan baku yang digunakan dan jumlah produksi, sehingga dalam analisis keuangan ini dilakukan pemisahan berdasarkan skala usaha, yaitu mikro, kecil dan menengah.
a.
Skala Mikro Analisis kelayakan usaha pengolahan pindang ikan skala mikro ditujukan
pada unit usaha yang hasil penjualan tahunan di bawah 300 juta rupiah. Pengambilan contoh unit usaha skala mikro diambil dengan metode purposive sampling agar mendapatkan informasi dan data yang lengkap. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, untuk memproduksi ikan pindang 50 kg per hari diperlukan investasi awal Rp13.740.300,00 dengan pengeluaran terbanyak untuk pembelian tanah dan bangunan Rp12.000.000,00. Secara lengkap kebutuhan biaya untuk investasi awal disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan perhitungan rugi/laba selama 1 (satu) tahun didapatkan keuntungan Rp15.179.940,00 dan jika pajak penghasilan diperhitungkan 15%, maka keuntungan bersih Rp12.902.949,00. Perhitungan rugi/laba ini sudah memperhitungkan gaji pemilik usaha dan satu orang tenaga kerja yang masingmasing mendapatkan gaji Rp1.300.000,00 per bulan. Untuk memproduksi per kg pindang ikan diperlukan biaya Rp14.657,00 namun jika biaya tetap tidak diperhitungkan maka biaya produksi per kg sebesar Rp12.570,00.
58
Tabel 7. Investasi awal untuk pengolahan pindang ikan skala mikro No 1
2
Jenis Biaya
Satuan Jumlah
Harga/ Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Umur Ekonomis (tahun)
Penyusutan (Rp)
Tanah dan Bangunan 2
Lahan dan Bangunan
m
12
1,000,000
12,000,000
5
2,400,000
Mesin dan Peralatan Pompa Air Badeng Bak Plastik Kompor Tabung gas
Unit Unit Unit Unit Unit
1 4 3 3 4
350,000 250,000 30,000 100,000 75
350,000 1,000,000 90,000 300,000 300
5 2 1 1 5
70,000 500,000 90,000 300,000 60
Jumlah Biaya Investasi
13,740,300
3,360,060
Berdasarkan hasil perhitungan analisis keuangan usaha pengolahan pindang ikan skala mikro di Kabupaten Bogor didapatkan sebagai berikut : a. PBP Berdasarkan hasil analisa PBP diperoleh nilai 1,06 tahun, artinya investasi yang dikeluarkan, yaitu Rp13.740.300,00 akan kembali dalam 1 (satu) tahun, 24 (dua puluh empat) bulan. Dengan umur ekonomi 5 (lima) tahun, maka usaha pengolahan pindang ikan skala mikro ini layak dikembangkan, karena masih dibawah umur ekonominya.
b. NPV NPV merupakan nilai sekarang dari sejumlah uang dimasa yang akan datang dengan menggunakan tingkat bunga tertentu. Apabila NPV bernilai positif maka usaha pengolahan pindang ikan skala mikro layak untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan discount factor 14% diperoleh nilai NPV sebesar Rp30.556.569,00. Hal ini menunjukan bahwa proyek akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp30.556.569,00 selama periode proyek, yaitu 5 (lima) tahun.
c. IRR Suatu proyek yang layak dilaksanakan jika mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari discount rate. Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga,
59
dimana nilai NPV nya sama dengan nol. Berdasarkan hasil perhitungan IRR pada unit pengolahan pindang skala mikro didapatkan nilai IRR sebesar 90,13%
sehingga
usaha
ini
layak
untuk
dikembangkan
karena
menguntungkan.
Tabel 8. Biaya variabel untuk pengolahan pindang ikan skala mikro No
Jenis Biaya
1 Bahan Baku Utama Ikan Segar/Beku 2 Bahan Tambahan Garam Kunyit Daun Salam Sereh Royco Lengkuas 3 Biaya Lainnya Gas Pengemas Plastik Transportasi Komunikasi Pajak tempat jualan Jumlah Biaya Variabel
Satuan
Jumlah 1 Harga/ tahun Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
kg
18,000
11,000
198,000,000
kg kg kg kg bungkus kg
2,700 360 180 180 1,440 180
2,000 7,500 4,000 5,000 500 5,000
5,400,000 2,700,000 720,000 900,000 720,000 900,000
48 360 360 12 360
15,000 15,000 20,000 150,000 5,000
720,000 5,400,000 7,200,000 1,800,000 1,800,000
bulan hari hari bulan hari
226,260,000
d. B/C Ratio B/C Ratio merupakan perbandingan nilai sekarang dengan faktor diskonto tertentu antara arus pendapatan dengan arus pembiayaan proyek. Rasio manfaat biaya ini memberikan sinyal sampai seberapa besar setiap 1 (satu) rupiah yang diinvestasikan mampu memberikan manfaat. Berdasarkan hasil perhitungan Net B/C Ratio pada unit pengolahan pindang skala mikro, saat ini didapatkan nilai 3,22. Artinya usaha ini layak untuk dikembangkan, karena biaya yang dikeluarkan untuk membiayai proyek memberikan manfaat yang lebih besar.
60
Bagi para pemula yang memiliki keterbatasan biaya yang berminat untuk membuka usaha pengolahan pindang ikan skala mikro, bisa dilakukan di rumah tanpa harus membeli tanah dan bangunan tersendiri, sehingga sangat menghemat biaya awal untuk memulai usaha. Yang diperlukan hanyalah Badeng tempat merebus ikan, bahan baku (ikan), bahan tambahan yang meliputi garam dan bumbu-bumbu lainnya dan bahan bakar berupa gas, atau kayu bakar. Dengan investasi awal Rp1.740.300,00 dan modal kerja Rp620.000,00 sudah bisa memulai usaha, bahkan apabila modal tidak ada sama sekali pembelian bahan baku ikan bisa dibayar kemudian dalam tempo 1 (satu) hari setelah ikan hasil olahan dipasarkan, walaupun harganya biasanya sedikit lebih mahal bila dibandingkan bayar dengan uang cash. Bagi mereka yang tidak mau repot, masih ada alternatif untuk bisa kerja yaitu dengan menjadi anggota dari pengolah skala kecil atau menengah untuk memasarkan ikan di pasar.
b. Skala Kecil Analisis kelayakan usaha pengolahan pindang ikan skala kecil ditujukan pada unit usaha yang hasil penjualan tahunan antara 300 Juta-2,5 Milliar Rupiah. Analisis ini dilakukan dengan cara mengambil salah satu contoh unit usaha pengolahan pindang ikan skala kecil secara purposive sampling untuk dianalisis kelayakan usahanya. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, untuk mengembangkan usaha pengolahan pindang ikan skala kecil, dengan rataan produksi harian 150 kg, diperlukan investasi Rp47.700.000,00 dengan rincian seperti dimuat pada Tabel 9. Biaya produksi yang diperlukan Rp684.980.000,00 yang terdiri dari Rp49.340.000, 00 biaya tetap dan Rp635.640.000,00 biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan peralatan dan bangunan, gaji tenaga kerja tetap dan pemeliharaan. Sedangkan biaya variabel meliputi pembelihan bahan baku (ikan), Garam, Kunyit, Daun salam, Sereh, Royco, Lengkuas, Kayu bakar, Listrik, Telepon, dan biaya transportasi.
61
Tabel 9. Biaya investasi untuk unit pengolahan pindang ikan skala kecil No
Jenis Biaya
Satuan Jumlah Harga/Satuan
Nilai (Rp)
Umur Penyusutan Ekonomis (Rp) (tahun)
1 Tanah dan Bangunan Lahan dan Bangunan 2 Mesin dan Peralatan Frezer 500 liter Pompa Air Badeng Bak Plastik Timbangan
2
m
24
1,000,000
24,000,000
5
4,800,000
Unit Unit Unit Unit Unit
2 1 10 5 1
8,000,000 500,000 650,000 50,000 450,000
16,000,000 500,000 6,500,000 250,000 450,000
5 5 5 1 5
3,200,000 100,000 1,300,000 250,000 90,000
Jumlah Biaya Investasi
47,700,000
9,740,000
Untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pengolahan pindang ikan skala kecil maka dilakukan analisis kelayakan usaha yang meliputi rasio berikut: PBP, NPV, IRR, dan Net B/C Ratio. Hasilnya adalah sebagai berikut : a. PBP PBP merupakan metode yang digunakan untuk menghitung lama periode yang diperlukan untuk mengembalikan uang yang diinvestasikan dari aliran kas masuk tahunan yang dihasilkan oleh proyek tersebut. Berdasarkan hasil analisa PBP diperoleh nilai 1,27 tahun, artinya investasi yang dikeluarkan yaitu Rp47.700.000,00 akan kembali dalam 1 (satu) tahun, 3 (tiga) bulan 11 (sebelas) hari. Dengan umur ekonomi 5 (lima) tahun, maka usaha pengolahan pindang ikan skala kecil ini layak dikembangkan, karena masih dibawah umur ekonominya.
b. NPV NPV merupakan nilai sekarang dari sejumlah uang dimasa yang akan datang dengan menggunakan tingkat bunga tertentu. Apabila NPV bernilai positif, maka usaha pengolahan pindang ikan skala kecil layak untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan discount factor 14% diperoleh nilai NPV sebesar Rp80.755.591,00. Hal ini menunjukan bahwa proyek akan mendapatkan keuntungan Rp80.755.591,00 selama periode proyek yaitu 5 (lima) tahun.
62
c. IRR IRR merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu proyek, yang nilainya dinyatakan dalam persen per tahun. Suatu proyek yang layak dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari discount rate. Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV nya sama dengan nol. Berdasarkan hasil perhitungan IRR pada unit pengolahan pindang skala kecil didapatkan nilai IRR 73,44%, sehingga usaha ini layak untuk dikembangkan karena menguntungkan
d. Net B/C Ratio B/C ratio merupakan perbandingan nilai sekarang dengan faktor diskonto tertentu antara arus pendapatan dengan arus pembiayaan proyek. Rasio manfaat biaya ini memberikan sinyal sampai seberapa besar setiap satu rupiah yang dinvestasikan mampu memberikan manfaat. Berdasarkan hasil perhitungan Net B/C Ratio pada unit pengolahan pindang skala kecil, saat ini didapatkan nilai 2,69. Artinya usaha ini layak untuk dikembangkan karena biaya yang dikeluarkan untuk membiayai proyek memberikan manfaat yang lebih besar.
c.
Skala Menengah Analisis kelayakan usaha pengolahan pindang ikan skala menengah
ditujukan pada unit usaha yang hasil penjualan tahunan di atas 2,5-50 Milliar Rupiah. Analisis ini dilakukan dengan cara mengambil salah 1 (satu) contoh unit usaha pengolahan pindang ikan skala menengah secara purposive sampling untuk dianalisis kelayakan usahanya. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, untuk mengembangkan usaha pengolahan pindang ikan skala menengah, dengan rataan produksi harian 1 (satu) ton, diperlukan investasi Rp312.650.000,00 dengan rincian seperti dimuat pada Tabel 10.
63
Tabel 10. Biaya investasi untuk unit pengolahan pindang ikan skala menengah No
Jenis Biaya
Satuan Jumlah
Harga/Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Umur Penyusutan Ekonomis (Rp) (tahun)
1 Tanah dan Bangunan 2
Lahan dan Bangunan
m
150
2 Mesin dan Peralatan Frezer 500 liter Frezer 1000 liter Pompa Air Bak Plastik Tandon Air Blong Basket Bak Perebusan Besar Bak Perebusan Sedang Kendaraan pick up Timbangan
Unit Unit Unit Unit Unit unit unit Unit Unit Unit Unit
4 1 2 6 1 4 6 1 1 1 1
1,000,000
150,000,000
5
30,000,000
8,000,000 12,000,000 750,000 75,000 3,000,000 300,000 250,000 6,000,000 4,000,000 100,000,000 1,000,000
32,000,000 12,000,000 1,500,000 450,000 3,000,000 1,200,000 1,500,000 6,000,000 4,000,000 100,000,000 1,000,000
5 5 5 1 5 1 1 5 5 5 5
6,400,000 2,400,000 300,000 450,000 600,000 1,200,000 1,500,000 1,200,000 800,000 20,000,000 200,000
Jumlah Biaya Investasi
312,650,000
65,050,000
Biaya produksi yang diperlukan Rp4.271.910.000,00 yang terdiri dari Rp119.050.000, 00 biaya tetap dan Rp4.156.860.000,00 biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan peralatan dan bangunan, Gaji tenaga kerja tetap dan pemeliharaan. Sedangkan biaya variabel meliputi pembelihan bahan baku (ikan), Garam, Besek, Listrik, Telepon, dan bahan bakar. Untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pengolahan pindang ikan skala menengah maka dilakukan analisis kelayakan usaha yang meliputi rasio berikut : PBP, NPV, IRR, dan Net B/C Ratio. Hasilnya adalah sebagai berikut : a. PBP PBP merupakan metode yang digunakan untuk menghitung lama periode yang diperlukan untuk mengembalikan uang yang diinvestasikan dari aliran kas masuk tahunan yang dihasilkan oleh proyek tersebut. Berdasarkan hasil analisa PBP diperoleh nilai 1,64 tahun, artinya investasi yang dikeluarkan yaitu Rp312.650.000,00 akan kembali dalam waktu 1 (satu) tahun, 7 (tujuh) bulan 25 (dua puluh lima) hari. Dengan umur ekonomi 5 (lima) tahun, maka usaha pengolahan pindang ikan skala menengah ini layak dikembangkan, karena masih dibawah umur ekonominya.
64
b. NPV NPV merupakan nilai sekarang dari sejumlah uang dimasa yang akan datang dengan menggunakan tingkat bunga tertentu. Apabila NPV bernilai positif maka usaha pengolahan pindang ikan skala kecil layak untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan discount factor 14% diperoleh nilai NPV sebesar Rp341.271.247,00. Hal ini menunjukan bahwa proyek akan mendapatkan keuntungan Rp341.271.247,00 selama periode proyek yaitu 5 (lima) tahun.
c. IRR IRR merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu proyek, yang nilainya dinyatakan dalam persen per tahun. Suatu proyek yang layak dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari discount rate. Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV nya sama dengan nol. Berdasarkan hasil perhitungan IRR pada unit pengolahan pindang skala menengah didapatkan nilai IRR sebesar 53,86 % sehingga usaha ini layak untuk dikembangkan karena menguntungkan.
d. BC ratio B/C ratio merupakan perbandingan nilai sekarang dengan faktor diskonto tertentu antara arus pendapatan dengan arus pembiayaan proyek. Rasio manfaat biaya ini memberikan sinyal sampai seberapa besar setiap 1 (satu) rupiah yang dinvestasikan mampu memberikan manfaat. Berdasarkan hasil perhitungan Net B/C ratio pada unit pengolahan pindang skala menengah, saat ini didapatkan nilai 2,09. Artinya usaha ini layak untuk dikembangkan karena biaya yang dikeluarkan untuk membiayai proyek memberikan manfaat yang lebih besar.
4.5 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk melihat pengaruhpengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Tujuan analisis sensitivitas adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis
65
kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Dalam menjalankan suatu bisnis kesalahan dapat terjadi, karena 2 (dua) faktor yaitu manusia dan lingkungannya. Faktor yang disebabkan oleh manusia dapat terjadi, karena manusia sering kali melakukan kesalahan dalam memperhitungkan segala sesuatu. Sedangkan faktor yang disebabkan oleh lingkungan dapat terjadi, karena kenaikan harga mendadak ketika suatu usaha dilaksanakan. Berdasarkan hasil identifikasi pada unit pengolahan pindang ikan, komponen yang sangat mempengaruhi kelayakan usaha yaitu harga bahan baku (ikan) dan harga penjualan produk. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas didapatkan data sebagai berikut : 1. Harga Ikan Ikan merupakan bahan baku dalam produksi pindang ikan, sesuai sifatnya ikan bersifat musiman sehingga kemungkinan terjadi perubahan harga sangat tinggi. Adapun sensitivitas kenaikan harga ikan dalam mempengaruhi kelayakan usaha pengolahan pindang ikan disajikan pada Lampiran. Untuk usaha skala mikro dan kecil kenaikan bahan baku sampai 5% kelayakan usahanya masih bisa dikatakan layak, karena nilai NPV masih positif dan IRR nya masih di atas tingkat suku bunga, namun jika bahan baku naik 7% sudah tidak layak. Untuk usaha skala menengah kenaikan bahan baku 3% usaha masih bisa dikatakan layak namun jika bahan baku naik 5%, maka usahanya sudah tidak layak karena nilai NPVnya negatif. Berdasarkan hasil analisis sensitifitas kenaikan harga bahan baku maka usaha pengolahan pindang ikan skala mikro dan kecil lebih tahan terhadap perubahan harga bahan baku dibandingkan usaha skala menengah. Hal ini dapat terjadi karena pada usaha mikro dan kecil rantai penjualan bisa dipangkas dari produsen langsung ke konsumen sedangkan pada usaha skala menengah rantai pemasarannya lebih panjang dan penjualan produknya melalui pedagang besar dan pengecer sehingga keuntungan per kg nya lebih kecil.
66
2. Harga Penjualan Produk Harga jual produk merupakan faktor yang sangat menentukan untuk kelayakan suatu usaha. Harga produk biasanya sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku, banyaknya produk sejenis dan produk substitusi. Untuk usaha skala mikro dan kecil penurunan harga jual produk per kg sampai 3% kelayakan usahanya masih bisa dikatakan layak karena nilai NPV masih positif dan IRR nya masih di atas tingkat suku bunga, namun jika harga penjualan produk per kg turun 5%, usahanya sudah tidak layak. Untuk usaha skala menengah penurunan penjualan produk per kg 2%, usaha masih bisa dikatakan layak namun jika penjualan produk per kg turun 3%, maka usaha sudah tidak layak, karena nilai NPVnya negatif. Berdasarkan hasil analisis sensitifitas penurunan harga jual produk per kg maka usaha pengolahan pindang ikan skala mikro dan kecil lebih tahan terhadap perubahan harga bahan baku dibandingkan usaha skala menengah. Hal ini dapat terjadi karena pada usaha mikro dan kecil rantai penjualan bisa dipangkas dari produsen langsung ke konsumen dan produknya mempunyai citra rasa yang khas karena sudah diberi tambahan bumbu, sedangkan pada usaha skala menengah rantai pemasarannya lebih panjang dan penjualan produknya melalui pedagang besar dan pengecer sehingga keuntungan per kg lebih kecil namun volumenya lebih banyak.
4.6 Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Pindang Ikan Skala Mikro, Kecil dan Menengah Untuk mendapatkan strategi terbaik dalam pengembangan usaha pengolahan pindang ikan perlu dilakukan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Setelah itu dilakukan analisis EFE (External Factor Evaluation), IFE (Internal Factor Evaluation), IE (Internal External) dan SWOT. Untuk mendapatkan prioritas faktor, sub faktor dan alternatif strategi, maka dilakukan analisis AHP.
67
4.6.1 Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Tahap awal dalam melakukan analisis strategi pengembangan usaha pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor melalui identifikasi komponen SWOT. Faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan dan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap pengembangan usaha pengolahan pindang ikan. a.
Kekuatan 1) Harga jual kompetitif Ikan pindang merupakan salah satu sumber protein hewani yang harganya relatif lebih murah jika dibandingkan dengan sumber protein lainnya seperti daging, ayam, telur, ikan segar dan produk olahan ikan lainnya, sehingga harganya sangat terjangkau oleh masyarakat. Dilihat dari segi nilai gizi ikan pindang mempunyai kandungan gizi yang lengkap.
2) Jaringan pemasaran sederhana Jaringan pemasaran ikan pindang sangat sederhana tidak diperlukan ijin khusus untuk memasarkannya. Untuk usaha skala menengah biasanya diambil oleh pedagang besar, lalu dijual ke pedangang pengecer setelah itu dipasarkan langsung ke pasar tradisional, namun ada juga pedagang pengecer yang mengambil langsung ke produsen. Untuk pengolah skala kecil biasanya hasil olahannya langsung dikirim ke pedagang pengecer di pasar yang sudah menjadi binaannya. Untuk pengolah pindang ikan skala mikro biasanya memasarkan langsung produknya ke konsumen baik di pasar maupun di jual keliling.
3) Manajer adalah pemilik usaha Pengelolaan usaha pengolahan pindang ikan umumnya bersifat one man show. Yang menjadi manajer adalah pemilik usaha itu sendiri sehingga semua keputusan yang strategis bisa langsung diputuskan dengan segera seperti pembelian bahan baku
68
dan penentuan harga jual produk. Bahkan pemilik usaha sering merangkap tugas pokok dan fungsi sebagai seorang tenaga pemasaran, tenaga penjualan, dan kadang juga sebagai kurir untuk mengantarkan produknya ke pasar. Dengan demikian semua pekerjaan langsung bisa dikontrol oleh pemiliknya langsung.
4) Lokasi usaha berdekatan dengan pasar Usaha pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor umumnya berdekatan dengan pasar, hal ini menjadi kekuatan tersendiri untuk bersaing, karena selain transportasi lebih murah pada umumnya para pengolah dapat mengetahui kondisi pasar serta mampu memprediksi permintaan konsumen.
b.
Kelemahan 1. Mutu produk belum stabil Mutu produk yang kurang stabil merupakan salah satu kendala dalam pengembangan usaha pemindangan ikan. Banyak faktor yang menyebabkan kurang stabilnya kualitas produk ikan pindang baik skala mikro, kecil dan menengah, diantaranya : kurangnya pengetahuan SDM tentang sanitasi dan higienis, keterbatasan sarana dan prasarana, bahan baku pada umumnya ikan beku sehingga kualitasnya sulit untuk diketahui secara pasti dan adanya anggapan bahwa konsumen belum mempersyaratkan kualitas yang prima, karena berapapun yang diproduksi saat ini tetap laku selama harganya murah.
2. Kemampuan SDM terbatas Sebagian besar UMKM pengolahan pindang ikan tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turuntemurun. Namun ada juga yang dulunya pedagang ikan pindang di pasar yang telah berkembang sehingga mampu memproduksi sendiri. Keterbatasan SDM baik dari segi pendidikan formal maupun
69
pengetahuan
dan
keterampilan
sangat
berpengaruh
terhadap
manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk
berkembang dengan
optimal.
Disamping itu
dengan
keterbatasan SDM, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. Umumnya pengetahuan SDM mengenai kualitas produk, sanitasi dan higienis sangat minim. Namun beberapa yang mau belajar dan menekuni dengan baik bisa berhasil dengan perkembangan yang cukup pesat.
3. Penanganan limbah belum optimal Limbah dari pengolahan pindang ikan sampai saat ini belum ditangani dengan serius, bahkan banyak yang langsung dialirkan di saluran air. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka akan berakibat pencemaran lingkungan yang berakibat pada masalah sosial dengan tetangga sekitar. Limbah yang dihasilkan oleh sisa rebusan mengandung banyak protein sehingga apabila dibiarkan akan menimbulkan pencemaran air dan udara. Padahal jika dikelola dengan baik limbah cair ini bisa dimanfaatkan untuk pembuatan petis dan kecap ikan.
4. Akses permodalan lemah Akses permodalan merupakan salah satu kendala bagi para pengolah pindang yang kemampuan finansialnya terbatas. Pada umumnya pihak bank sangat sulit untuk mengucurkan pinjaman walaupun banyak program pemerintah yang telah digulirkan untuk membantu UMKM dalam hal permodalan, misalnya KUR, Kredit Usaha Mandiri dan sebagainya. Kekawatiran pihak bank untuk menolak kredit mereka cukup beralasan karena, penata usahaan keuangan mereka masih berantakan hanya berupa catatan-catatan kecil bahkan ada yang tidak mencatat sama sekali yang penting setelah barang dagangannya laku ada lebihnya. Jaminan pinjaman
70
juga merupakan kendala yang dihadapi UMKM pemindangan ikan karena pada umumnya lahan yang dipakai untuk usaha adalah warisan dan belum mempunyai sertifikat.
c.
Peluang 1. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat merupakan peluang yang sangat bagus bagi perkembangan usaha pemindangan ikan, karena semakin banyak jumlah penduduknya kebutuhan sumber protein juga akan meningkat yang bisa dipenuhi salah satunya dengan mengkonsumsi ikan pindang.
2. Permintaan meningkat Permintaan ikan pindang dari tahun ke tahun terus meningkat, hal ini terlihat dari jumlah produksi yang terus mengalami peningkatan dari 3.393 ribu ton pada tahun 2010 menjadi 3.644 ton tahun 2011 (Perikanan dan Peternakan Kab. Bogor, 2011)
3. Tren konsumsi ikan semakin meningkat Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor (2012), tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari 20,95 kg per kapita per tahun (2010) menjadi 22,15 kg per kapita per tahun (2011). Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan termasuk di dalamnya pengolahan pindang ikan.
4. Dukungan pemerintah Dalam rangka menumbuh kembangkan UMKM, pemerintah telah mengulirkan berbagai macam program, khusus di bidang perikanan kementerian terkait yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengulirkan program kawasan minapolitan, industrialisasi perikanan, dan gemarikan. Program yang digulirkan
71
merupakan salah satu cara untuk melakukan pembinaan, penataan industri pengolahan pindang ikan dan sebagai salah satu ajang promosi untuk meningkatkan kegemaran masyarakat terhadap produk hasil perikanan.
d.
Ancaman 1. Kesadaran masyarakat mengenai kualitas semakin meningkat Seiring dengan semakin meningkatnya perekonomian dan pengetahuan masyarakat tentang kualitas maka merupakan ancaman bagi usaha pengolahan pindang ikan jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas produk. Image masyarakat tentang ikan pindang yang kurang baik harus segera di rubah karena sudah banyak unit pengolahan pindang ikan yang telah menerapkan sanitasi dan higienis untuk menjaga mutu produknya.
2. Tingkat persaingan usaha Tingkat persaingan usaha pengolahan pindang ikan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, baik dari usaha sejenis maupun dari usaha substitusi lainnya. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor (2011), jumlah pemindang ikan di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari 31 unit tahun 2009 menjadi 43 unit tahun 2011. Persaingan usaha pengolahan pindang ikan selain dari wilayah Kab. Bogor juga datang dari luar daerah saat musim ikan seperti Palabuhan Ratu dan Pekalongan.
3. Bahan baku musiman Bahan baku produk perikanan yang bersifat musiman merupakan salah satu ancaman bagi keberlanjutan industri pengolahan pindang ikan. Maka dari itu perlu adanya kerjasama yang baik antara pengolah ikan dengan pemasok serta diperlukan kebijakan dari pemerintah untuk menjamin ketersediaan bahan baku.
72
4. Fluktuasi harga bahan baku/ ikan Ikan merupakan bahan baku utama pada usaha pengolahan pindang ikan, sesuai sifatnya ikan bersifat musiman maka, kemungkinan terjadi perubahan harga sangat tinggi. Saat musim ikan harga bahan baku cenderung mengalami penurunan, sedangkan saat tidak musim ikan harga bahan baku cenderung mengalami kenaikan hal ini disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan baku.
4.6.2 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Tahap masukan (input stage) terdiri dari matriks EFE dan IFE. Tahap ini merupakan tahap awal dalam merumuskan strategi setelah mengidentifikasi faktor-faktor eksternal dan internal. 1. Matriks EFE (External Factor Evaluation) Berdasarkan identifikasi terhadap faktor-faktor strategis eksternal diperoleh
peluang
(opportunities)
dan
ancaman
(threats)
yang
berpengaruh terhadap pengembangan usaha pengolahan Pindang Ikan di Kabupaten Bogor. Faktor-faktor strategis eksternal diperolah dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner oleh responden. Setelah
menentukan
dilakukan pembobotan
faktor-faktor
dengan
menggunakan
strategis matriks
eksternal, pasangan
berganda (paired comparison matrix) untuk mendapatkan bobot dari masing-masing variabel eksternal. Nilai pembobotan yang digunakan pada matriks EFE merupakan hasil rata-rata dari lima responden yang dipilih. Pemberian peringkat (rating) dilakukan oleh responden yang sama dan merupakan nilai rata-rata dari lima responden. Nilai tertimbang diperoleh dari hasil kali antara bobot dengan peringkat. Dengan
memasukkan
hasil
identifikasi peluang
dan
ancaman
sebagai faktor eksternal, kemudian diberi bobot dan peringkat maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 11. Berdasarkan hasil perhitungan matriks EFE, faktor strategis yang merupakan peluang terbesar dan paling berpengaruh bagi pengembangan usaha pengolahan Pindang Ikan di Kabupaten Bogor
73
adalah permintaan meningkat dari konsumen dengan nilai skor 0.56. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, menempati urutan kedua dengan nilai skor 0,51.
Tabel 11. Matriks EFE (External Factor Evaluation)
Bobot
Faktor Penentu Strategik Eksternal
Rating
Skor
Peluang Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat (A)
0,13
3,8
0,51
Permintaan meningkat (B)
0,14
4
0,56
Tren konsumsi ikan semakin meningkat ( C )
0,11
3,2
0,35
Dukungan pemerintah (D)
0,12
3,2
0,39
Ancaman Kesadaran masyarakat mengenai kualitas produk semakin meningkat usaha (E) (F) Tingkat persaingan
0,11
1,4
0,15
0,15
1,2
0,18
Bahan baku musiman (G)
0,14
1,6
0,23
Fluktuasi Harga Bahan Baku/ Ikan (H)
0,09
1,8
0,15
Total
1,00
2,54
Faktor eksternal yang menjadi ancaman bagi pengembangan usaha pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor adalah bahan baku musiman, dengan nilai skor 0,23. Hal ini harus menjadi perhatian bagi
pemerintah
selaku
penentu
kebijakan
untuk
menjamin
ketersediaan bahan baku dan para pelaku usaha untuk menjaga hubungan baik dengan pemasok. Hasil analisis matriks EFE untuk peluang dan ancaman diperoleh total nilai skor sebesar 2,54, ini menunjukkan bahwa unit usaha berada
di
atas rata-rata (2,50).
Total
nilai
skor 2,54
mengindikasikan bahwa perusahaan merespon dengan baik terhadap peluang dan ancaman yang ada dalam industrinya. Dengan kata lain, strategi perusahaan secara efektif mengambil keuntungan dari peluang yang ada saat ini, dan meminimalkan efek yang mungkin muncul dari ancaman eksternal.
74
2. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Setelah dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor internal, selanjutnya dibuat matriks IFE yang berisi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Data diolah dengan membandingkan tingkat kepentingan relatifnya satu sama lain, sehingga diketahui nilai faktor yang berpengaruh terhadap perusahaan. Setelah itu nilai total faktor pada masing-masing variabel dibagi dengan nilai total keseluruhan
faktor
yang diidentifikasi sehingga dihasilkan besar bobot yang diperlukan. Berdasarkan identifikasi terhadap faktor-faktor strategis internal, diperoleh kekuatan (stregths) dan kelemahan (weaknesses) yang dimiliki unit usaha. Faktor-faktor strategis internal diperolah dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner oleh responden. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan matriks pasangan berganda (paired comparison matrix) untuk mendapatkan bobot dari masing-masing variabel internal. Bobot yang digunakan merupakan hasil pembobotan rata-rata dari lima responden. Pemberian peringkat (rating) dilakukan oleh responden yang sama, sehingga diperoleh nilai tertimbang dari faktor-faktor strategis internal, peringkat yang digunakan merupakan peringkat rata-rata dari lima responden. Dengan memasukkan hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan sebagai faktor internal strategis, kemudian diberi bobot dan peringkat maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 12. Faktor
internal
strategis
yang
menjadi
kekuatan
bagi
pengembangan usaha pengolahan Pindang Ikan di Kabupaten Bogor adalah harga jual kompetitif, dengan nilai skor 0,64, selanjutnya adalah lokasi usaha berdekatan dengan pasar, mempunyai nilai skor 0,44. Dengan kekuatan-kekuatan tersebut unit pengolahan Pindang Ikan di Kabupaten Bogor dapat berkembang dengan baik. Faktor strategis internal yang merupakan kelemahan terbesar bagi pengembangan usaha pengolahan Pindang Ikan di Kabupaten Bogor adalah kemampuan SDM terbatas dengan nilai skor 0,2. Akses permodalan lemah, menempati urutan kedua dengan nilai skor 0,17.
75
Tabel 12. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Bobot
Faktor Penentu Strategik Internal
Rating
Skor
Kekuatan Harga jual kompetitif (A)
0,16
4
0,64
Jaringan pemasaran sederhana (B)
0,11
3,4
0,38
Manajer adalah pemilik usaha ( C )
0,13
3
0,38
Lokasi usaha berdekatan dengan pasar (D)
0,14
3,2
0,44
Kualitas produk belum stabil (E)
0,13
1
0,13
Kemampuan SDM terbatas (F)
0,12
1,6
0,20
Penanganan limbah belum optimal (G)
0,07
1,8
0,12
Akses permodalan lemah (H) Total
0,14
1,2
0,17
Kelemahan
1,00
2,47
Hasil analisis matriks IFE untuk kekuatan dan kelemahan diperoleh total nilai skor berada pada rata-rata yaitu sebesar 2,47, ini mengindikasikan posisi internal unit usaha pengolahan Pindang Ikan di Kabupaten Bogor, telah dapat memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk meminimalisasi kelemahannya, meskipun belum sepenuhnya.
3. Matriks IE (Internal Eksternal) Kegunaan dari matriks IE adalah untuk mengetahui posisi perusahaan saat ini. Pemetaan posisi perusahaan sangat penting dalam pemilihan strategi yang ditetapkan. Hasil analisis matriks EFE diperoleh total nilai skor sebesar 2,54 dan total nilai skor dari matriks IFE sebesar 2,47, menempatkan perusahaan pada sel V dalam matriks IE, dapat dilihat pada Gambar 11. Strategi terbaik yang dapat diterapkan
adalah
strategi
jaga
dan
pertahankan,
penetrasi
pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang umum digunakan untuk divisi tipe ini.
76
Total nilai IFE yang diberi bobot Kuat
Rata-rata
3,0 – 4,0 4,0 Total nilai IFE yang diberi bobot
Tinggi 3,0 – 4,0
2,0 – 2,99 3,0
I
Lemah 1,0 – 1,99
2,0
II
1,0
III
2,47 Menenggah
3,0
IV
V
VI
VIII
IX
2,54
2,0 – 2,99 2,0
Lemah 1,0 – 1,99
VII
1,0
Gambar 11. Matrik Internal Eksternal
a) Strategi Penetrasi Pasar (Market Penetration) Strategi
penetrasi pasar yaitu usaha untuk meningkatkan
pangsa pasar untuk produk/jasa saat ini melalui upaya pemasaran yang lebih besar (David, 2008). Penetrasi pasar mencakup meningkatkan jumlah tenaga penjual, meningkatkan jumlah belanja iklan, menawarkan promosi penjualan yang ekstensif, atau meningkatkan usaha publisitas. Untuk meningkatkan pangsa pasar dapat dilakukan dengan merangsang pelanggan untuk membeli produk lebih banyak melalui promosi penjualan seperti memberikan potongan penjualan dan diskon untuk pembelian dalam jumlah yang lebih besar. Selain itu strategi yang dapat dilakukan adalah memberikan pelayanan yang lebih baik, dengan menjaga ketersediaan produk yang kontinyu, pengiriman tepat waktu dan sesuai pesanan, serta menjaga mutu produk yang baik.
b) Strategi Pengembangan Produk (Product Development) Strategi pengembangan produk adalah strategi yang mencari peningkatan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk/jasa saat ini (David, 2008). Pengembangan produk dapat
77
dilakukan dengan menjaga dan meningkatan kualitas produk serta penelitian dan pengembangan, guna meningkatkan daya saing perusahaan. Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas produk harus didukung oleh SOP, GMP dan SSOP yang diterapkan dalam unit usaha. Unit pengolahan pindang ikan, harus menjaga kebersihan dalam seluruh kegiatan produksinya agar produk yang dihasilkan lebih higienis dan bermutu.
4. Penentuan Alternatif Strategi dengan Matriks SWOT Untuk mendapatkan alternatif strategi pengembangan usaha pengolahan pindang ikan skala mikro kecil dan menengah di Kabupaten Bogor, maka dilakukan analisis matriks SWOT, disajikan dalam Tabel 13. Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT, diperoleh beberapa alternatif strategi terkait pengembangan usaha pengolahan pindang ikan, yaitu sebagai berikut : a. Memperluas pangsa pasar dan jaringan distribusi (S1,S2,S3, S4,O1,O2,O3,O4) Strategi ini merupakan upaya memanfaatkan kekuatan guna mengisi peluang yang ada. Dengan memanfaatkan jaringan pemasaran yang sederhana, harga jual yang kompetitif dan lokasi usaha yang berdekatan dengan pasar diharapkan dapat menangkap peluang yang ada dengan mencoba membuka segmen baru, mengingat pertumbuhan penduduk semakin meningkat yang diiringi oleh meningkatnya permintaan serta adanya dukungan dari pemerintah pusat dan daerah
b. Diversifikasi produk dengan memperhatikan cita rasa yang di sukai masyarakat (S1,S2,S3, O4) Strategi diversifikasi produk merupakan strategi yang dihasilkan dalam upaya memanfaatkan kekuatan yang dimiliki guna mengisi peluang yang ada. Strategi ini memanfaatkan harga jual yang kompetitif, jaringan pemasaran yang sederhana, manajer adalah pemilik usaha dan adanya dukungan dari pemerintah, sehingga dapat
78
memenuhi permintaan yang semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk.
Tabel 13. Matrik SWOT strategi pengembangan pindang ikan Faktor Internal
Kekuatan (S) 1. Harga jual kompetitif 2. Jaringan pemasaran sederhana 3. Manajer adalah pemilik usaha 4. Lokasi usaha berdekatan dengan Faktor Eksternal pasar Peluang (O) 1. Memperluas pangsa 1. Pertumbuhan pasar dan jaringan penduduk yang distribusi semakin meningkat (S1,S2,S3,S4,O1,O2, 2. Permintaan O3,O4) meningkat 2. Diversifikasi produk 3. Tren konsumsi ikan dengan memperhatisemakin meningkat kan cita rasa yang di 4. Dukungan sukai masyarakat pemerintah (S1,S2,S3, O4) a. Mempertahankan Ancaman (T) jaringan pemasaran 1. Kesadaran yang ada dan selalu masyarakat mengenai memperhatikan kualitas kualitas produk (S1, 2. Tingkat persaingan S2,S3,S4, T1,T2). usaha 3. Bahan baku musiman b. Menjaga hubungan 4. Suku bunga bank yang baik dengan pemasok bahan baku dan pelangan (S3,S4, T1,T3)
Kelemahan (W) 1. Kualitas produk belum stabil 2. Kemampuan SDM terbatas 3. Penanganan limbah belum optimal 4. Akses permodalan lemah 1. Meningkatkan kemampuan SDM dan memperbaiki sarana dan prasarana produksi (W1,W2,W3,O1,O2,O3, 04) 2. Membina kemitraan dengan bank penyalur Kredit Usaha Rakyat (W4,O4) 1. Mengajukan kredit untuk memperbaiki sarana dan prasarana produksi (W1,W3,W4, T1,T2,T4). 2. Memperbaiki mutu produk dan memanfaatkan limbah menjadi produk lain (W1,W3,T1, T2,T3).
c. Meningkatkan kemampuan SDM dan memperbaiki sarana dan prasarana produksi (W1,W2,W3,O1,O2,O3,04) Strategi ini merupakan strategi yang digunakan dalam mensiasati kelemahan yang dimiliki agar tetap dapat memanfaatkan peluang yang ada. Dengan kemampuan SDM yang terbatas, kualitas produk belum stabil, penangganan limbah belum optimal dan akses permodalan yang lemah maka unit usaha pengolahan pindang sulit
79
untuk berkembang jika tidak segara melakukan perubahan yaitu dengan pengembangan SDM (produksi, pengelolaan usaha, dan penanganan limbah) dan memperbaiki sarana dan prasarana produksi. Sehingga permintaan konsumen dapat terpenuhi, baik dari segi jumlah maupun mutunya.
d. Membina kemitraan dengan bank penyalur KUR (Kredit Usaha Rakyat) (W4,O4) Strategi ini merupakan strategi untuk memanfaatkan dukungan pemerintah dalam kebijakan pemberian modal pinjaman melalui bank penyalur KUR untuk modal usaha. Sehingga dapat dijadikan modal untuk mengembangkan usaha dengan meminimalkan kelemahan yang dimilikinya melalui perbaikan sarana produksi dan memperbesar skala usaha.
e. Mempertahankan
jaringan
pemasaran yang ada dan selalu
memperhatikan kualitas produk (S1,S2,S3,S4,T1,T2). Dengan kekuatan yang dimilikinya yaitu harga jual kompetitif, jaringan pemasaran sederhana, lokasi berdekatan dengan pasar dan pemilik usaha langsung ikut dalam pengelolaan usaha maka unit pengolahan pindang ikan harus mampu mengatasi ancaman yang ada, seperti kesadaran masyarakat mengenai kualitas dan adanya persaingan usaha, dengan mengoptimalkan kekuatan yang ada. Sehingga keberlanjutan usaha tetap dapat dipertahankan.
f. Menjaga hubungan yang baik dengan pemasok bahan baku dan pelanggan (S3,S4, T1,T3) Ini merupakan strategi untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan dengan cara menghindari ancaman. Pemasok bahan baku dan pelanggan merupakan faktor penting dalam keberlangsungan hidup perusahaan. Pelanggan yang loyal akan banyak memberikan keuntungan bagi perusahaan, selain sebagai
80
konsumen, pelangan yang baik akan merekomendasikan ke kerabat dekatnya. Dengan menjaga hubungan yang baik dengan pemasok bahan baku dan pelanggan, diharapkan usaha dapat berjalan dengan baik.
g. Mengajukan kredit untuk memperbaiki sarana dan prasarana produksi (W1,W3,W4, T1,T2,T4) Strategi ini memfokuskan pada pengelolaan kelemahan yang dimiliki untuk mengatasi berbagai macam ancaman yang dimiliki seperti kesadaran masyarakat mengenai kualitas, tingkat persaingan usaha, bahan baku musiman dan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan menambah modal untuk memperbaiki sarana dan prasarana produksi diharapkan dapat memperbaiki mutu produk dan mampu bersaing dengan produk sejenis.
h. Memperbaiki mutu produk dan memanfaatkan limbah menjadi produk lain (W1,W3,T1, T2,T3) Memperbaiki mutu produk dan memanfaatkan limbah menjadi produk lain merupakan salah satu strategi yang diperlukan dalam mengelola kelemahan yang dimiliki, untuk mengatasi berbagai macam ancaman. Mengingat kesadaran masyarakat yang semakin meningkat mengenai pentingnya mutu produk. Dengan memanfaatkan limbah produksi menjadi produk lain dapat meningkatkan pendapatan sehingga mampu bersaing dengan usaha sejenis yang ada di masyarakat.
4.6.3 Penetapan Prioritas Unsur Faktor, Sub faktor dan Alternatif Strategi Hasil identifikasi komponen SWOT yang selanjutnya menghasilkan 4 (empat) strategi yang tersusun dalam suatu hirarki strategi pengembangan usaha pengolahan pindang ikan skala mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Bogor yang selanjutnya dianalisis menggunakan AHP.
81
a. Analisis Prioritas Faktor Hasil AHP memperlihatkan bahwa dari keempat komponen SWOT, komponen peluang dengan bobot 0,398 merupakan prioritas utama yang dipilih responden dalam upaya pengembangan usaha pengolahan pindang ikan skala mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. Prioritas berikutnya adalah komponen kelemahan dengan bobot 0,301 yang kemudian diikuti oleh komponen kekuatan dan ancaman, masing-masing dengan bobot 0,216 dan 0,086 (Gambar 12) Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Inconsistency = 0,00 with 0 missing judgments.
,216 ,301 ,398 ,086
Gambar 12. Analisis prioritas faktor terhadap tujuan
Hal ini menunjukkan bahwa dalam upaya pengembangan usaha pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor, komponen peluang merupakan faktor yang dinilai paling berperan, kemudian kelemahan, kekuatan dan ancaman. Dengan memanfaatkan peluang yang ada, memperbaiki semua kelemahan yang dimiliki dan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki diharapkan dapat menangkal semua ancaman yang akan terjadi sehingga usaha pengolahan pindang ikan dapat berkembang dengan pesat.
b. Analisis Prioritas Subfaktor Selain prioritas faktor terhadap tujuan, maka terdapat pula prioritas subfaktor terhadap keempat komponen SWOT. Subfaktor pada komponen kekuatan (Gambar 13) memperlihatkan bahwa dari keempat subfaktor, maka harga jual kompetitif merupakan prioritas utama dengan bobot 0,559 dalam memanfaatkan kekuatan untuk pengembangan usaha pengolahan pindang ikan. Prioritas berikutnya adalah jaringan pemasaran sederhana dengan bobot 0,204. Kemudian manajer adalah pemilik usaha dan lokasi usaha berdekatan
82
dengan pasar, yang masing-masing mempunyai bobot 0,147 dan 0,089 (Gambar 13) Maka dari itu dalam pengembangan usaha pengolahan pindang ikan harga jual harus diperhatikan, jangan sampai harganya terlalu tinggi diatas kemampuan daya beli masyarakat.
Harga jual kompetitif Jaringan pemasaran sederhana Manajer adalah pemilik langsun Lokasi usaha berdekatan dengan Inconsistency = 0.00 with 0 missing judgments.
.559 .204 .147 .089
Gambar 13. Analisis prioritas subfaktor terhadap faktor kekuatan
Gambar 14 memperlihatkan bahwa prioritas utama subfaktor pada faktor kelemahan yang perlu mendapatkan perhatian dan segera dilakukan perbaikan adalah mutu produk yang belum stabil dengan bobot 0,577. Prioritas kedua adalah kemampuan SDM terbatas dengan bobot 0,207 yang selanjutnya prioritas ketiga dan keempat adalah penanganan limbah belum optimal dan akses permodalan lemah yang masing-masing mempunyai bobot 0,141 dan 0,074. (Gambar 14) Kualitas produk belum stabil Kemampuan SDM terbatas Penanganan limbah belum optima Akses permodalan lemah Inconsistency = 0.02 with 0 missing judgments.
.577 .207 .074 .141
Gambar 14. Analisis prioritas subfaktor terhadap faktor kelemahan
Dari hasil analisis AHP, prioritas subfaktor pada komponen peluang (Gambar 15) memperlihatkan bahwa dari keempat subfaktor, maka permintaan meningkat merupakan prioritas utama dengan bobot 0,646. Prioritas berikutnya adalah tren konsumsi masyarakat yang semakin meningkat dengan bobot 0,175.
Kemudian dukungan pemerintah dan
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat mendapat prioritas ke tiga dan keempat, masing-masing mempunyai bobot 0,099 dan 0,079.
83
Pertumbuhan penduduk yang sema
.079 .646
Permintaan meningkat Tren konsumsi ikan semakin men Dukungan pemerintah Inconsistency = 0.01 with 0 missing judgments.
.175 .099
Gambar 15. Analisis prioritas subfaktor terhadap faktor peluang
Prioritas
subfaktor
pada
komponen
ancaman
(Gambar
16)
memperlihatkan bahwa dari keempat subfaktor, maka bahan baku musiman merupakan prioritas utama dengan bobot 0,453. Prioritas berikutnya adalah tingkat persaingan usaha dengan bobot 0,310.
Kemudian kesadaran
masayarakat mengenai kualitas yang semakin meningkat dan fluktuasi harga bahan baku/ ikan mendapat prioritas ke tiga dan keempat, masing-masing mempunyai bobot 0,160 dan 0,077. Kesadaran Masyarakat Mengenai Tingkat Persaingan Usaha Bahan Baku Musiman Fluktuasi harga bahan baku/ika Inconsistency = 0,00 with 0 missing judgments.
,160 ,310 ,453 ,077
Gambar 16. Analisis prioritas subfaktor terhadap faktor ancaman
c. Analisis dan Rekomendasi Prioritas Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Pindang Ikan Sesuai dengan struktur hirarki pengembangan usaha pengolahan pindang ikan skala mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Bogor, maka tahapan analisis berikutnya adalah analisis terhadap prioritas strategi yang akan direkomendasikan dalam pengembangan usaha pengolahan pindang ikan. Urutan prioritas strategi yang dapat direkomendasikan adalah : 1) Meningkatkan kemampuan SDM dan memperbaiki sarana dan prasarana produksi (0,270). 2) Memperluas pangsa pasar dan jaringan distribusi (0,194) 3) Diversifikasi produk dengan memperhatikan cita rasa yang di sukai masyarakat (0,156)
84
4) Memperbaiki mutu produk dan memanfaatkan limbah menjadi produk lain (0,132) 5) Menjaga hubungan baik dengan pemasok bahan baku dan pelangan (0,119) 6) Mempertahankan
jaringan
pemasaran dan memperhatikan kualitas
produk (0,062) 7) Mengajukan kredit untuk memperbaiki sarana dan prasarana produksi (0,039) 8) Membina kemitraan dengan bank penyalur Kredit Usaha Rakyat (0,027). (Gambar 17). Memperluas Pangsa Pasar dan Ja Diversifikasi Produk dengan Me Meningkatkan Kemampuan SDM dan Membina Kemitraan dengan Bank Mempertahankan Jaringan Pema Menjaga Hubungan Baik dengan P Mengajukan Kredit untuk Memper Memperbaiki Mutu Produk dan Me Inconsistency = 0,02 with 0 missing judgments.
,194 ,156 ,270 ,027 ,062 ,119 ,039 ,132
Gambar 17. Analisis dan rekomendasi prioritas strategi
Meningkatan kualitas SDM dan memperbaiki sarana dan prasarana produksi merupakan prioritas utama dalam pengembangan usaha pengolahan pindang ikan. Dengan
memanfaatkan
memaksimalkan
kekuatan
peluang serta
yang
ada,
menghadapi
memperbaiki semua
kelemahan,
ancaman
dengan
memprioritaskan pada pemenuhan permintaan yang semakin meningkat, memperbaiki mutu yang ada, menjaga agar harga jual tetap kompetitif serta menjamin ketersediaan bahan baku, diharapkan usaha pengolahan pindang ikan dapat tumbuh dan berkembang.
4.7 Implikasi Manajerial Pengembangan Usaha Pengolahan Pindang Ikan Berdasarkan hasil kajian maka dibuat implikasi manajerial dalam pengembangan usaha pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor, yaitu aspek keuangan, teknis, sosial dan lingkungan.
85
4.7.1 Keuangan Dalam aspek keuangan, implikasi manajerial yang dapat diterapkan adalah membuat buku harian, bulanan dan tahunan untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan usaha, sehingga jelas untung/ruginya. Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan jumlah produksi harian dan jenis ikannya, sehingga perkiraan bahan tambahan (garam) dan besek/naya dapat diperhitungkan dengan mudah. Dengan pencatatan keuangan yang sistematis, selain mempermudah manajer mengelola keuangan juga dapat mempermudah akses perbankan jika diperlukan.
4.7.2 Teknis Implikasi manajerial yang dapat diterapkan dalam pengembangan usaha pengolahan pindang ikan dari aspek teknis adalah membuat Good Manufacturing Practises (GMP) secara sederhana, mengajukan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dan menerapkan sanitasi dan higienis dalam unit pengolahan pindang ikan, sehingga produk yang dihasilkan bermutu tinggi dan aman untuk dikonsumsi.
4.7.3 Sosial Dalam aspek sosial, implikasi manajerial yang dapat diterapkan adalah
membuka
lapangan
pekerjaan
bagi
masyarakat
sekitar,
menumbuhkan wirausahawan pemindangan ikan skala mikro, dan menumbuhkan industri kerajinan besek skala rumah tangga di lingkungan sekitar, sehingga mampu meningkatkan perekonomian penduduk sekitar.
4.7.4 Lingkungan Implikasi manajerial yang dapat diterapkan dari aspek lingkungan adalah melakukan pengolahan limbah cair sisa rebusan pindang ikan sehingga menurunkan polusi udara dan air, sehingga lingkungan tetap bersih, indah dan sehat. Di samping itu perlu juga dilakukan terobosan baru pemanfaatan limbah menjadi petis dan kecap ikan.