IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Protein Kasar Tercerna Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai protein kasar tercerna pada puyuh (Tabel 4, Lampiran 1). Tingkat kepadatan kandang antara 40 sampai 50 ekor/m2dengan atau tanpa suplementasi vitamin C tidak memengaruhi protein kasar tercerna. Hasil ini diduga karena dengan tingkat kepadatan kandang 40, 45 dan 50 ekor/m2 puyuh masih memiliki ruang gerak yang cukup dan suhu di dalam kandang tetap stabil. Suplementasi vitamin C pada tingkat kepadatan kandang yang berbeda tidak memengaruhi banyaknya nutrien tercerna karena puyuh dalam kondisi suhu yang nyaman (Keshavarz, 1996). Tingkat kepadatan kandang yang berbeda tidak memengaruhi banyaknya protein kasar yang tercerna (Tabel 4, Lampiran 1). Kepadatan kandang tidak memengaruhi nilai protein kasar tercerna diduga karena interval kepadatan 40, 45 dan 50 ekor/m2 tidak banyak menyebabkan perubahan suhu sehingga lingkungan pemeliharaan tetap stabil. Akram et al. (2000) menyatakan bahwa puyuh berumur 13 minggu yang dipelihara selama 10 minggu dengan kepadatan kandang 28 dan 32 ekor/m2 tidak memengaruhi tingkat konsumsi ransum yang berkorelasi dengan jumlah nutrien tercerna. North and Bell (1992) menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh jenis pakan, kualitas ransum, kandungan nutrien, bobot badan puyuh, ukuran tubuh, umur puyuh dan suhu lingkungan. Perubahan suhu, ruang gerak dan aktivitas puyuh masih bisa diterima pada kepadatan kandang 50 ekor/m2. Suplementasi vitamin C sebanyak 250 mg/kg ransum tidak memengaruhi nilai protein kasar tercerna (Tabel 4, Lampiran 1). Menurut Maghfiroh et al. (2012) penambahan acidifier seperti asam askorbat akan mempercepat kondisi asam pada proventrikulus dan enzim pemecah protein akan lebih cepat aktif. Diduga pada penelitian ini suplementasi vitamin C sebanyak 250 mg/kg ransum belum mampu meningkatkan aktivitas enzim pemecah protein yang ada di dalam
17
18
proventrikulus menjadi pepsin sehingga protein yang tercerna tidak meningkat. Respon berbeda ditunjukkan pada penelitian Sahin dan Kucuk (2001) bahwa suplementasi vitamin C dapat meningkatkan kecernaan protein pada puyuh yang dipelihara pada suhu lingkungan 34 °C. Pada penelitian ini, suhu rata-rata pada pemeliharaan adalah 29,89 °C, sehingga tingkat cekaman yang diterima puyuh berbeda dan memengaruhi efektivitas vitamin C. Tabel 4. Nutrien tercerna puyuh yang mendapat suplementasi vitamin C pada tingkat kepadatan kandang yang berbeda Nutrien Tercerna (g/ekor/hari) Perlakuan Protein Lemak Bahan Abu Kasar Kasar Kering Interaksi antara kepadatan dengan suplementasi vitamin C Kepadatan Vitamin C 40 ekor/m2 0 mg/kg 1,78 1,77 0,94 15,07 2 45 ekor/m 0 mg/kg 1,67 1,77 0,87 14,76 50 ekor/m2 0 mg/kg 1,51 1,56 0,74 13,00 2 40 ekor/m 250 mg/kg 1,40 1,90 1,44 14,55 45 ekor/m2 250 mg/kg 1,63 1,97 1,60 15,23 2 50 ekor/m 250 mg/kg 1,48 2,01 1,56 15,45 Nilai P 0,29 0,30 0,18 0,21 Pengaruh Kepadatan 40 ekor/m2 1,59 1,84 1,19 14,81 2 45 ekor/m 1,65 1,87 1,23 14,99 50 ekor/m2 1,50 1,78 1,15 14,23 Nilai P 0,45 0,74 0,62 0,63 Pengaruh Vitamin C 0 mg/kg 1,66 1,70a 0,85a 14,27 b 250 mg/kg 1,50 1,96 1,53b 15,08 Nilai P 0,14 0,0073 0,0001 0,24 a,b
superskrip yang berbeda pada kolom dan faktor yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata (P<0,01)
B. Lemak Kasar Tercerna Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai lemak kasar tercerna pada puyuh (Tabel 4, Lampiran 2). Tingkat kepadatan kandang antara 40 sampai 50 ekor/m2 dengan atau tanpa suplementasi vitamin C tidak memengaruhi
19
lemak kasar tercerna. Vitamin C akanberfungsi secara optimal di saat puyuh dalam kondisi stress atau tercekam (Piliang, 2001), sedangkan pada kepadatan kandang sampai dengan 50 ekor/m2 puyuh belum mengalami stress maupun cekaman. Hal ini mengindikasikan suplementasi vitamin C sebanyak 250 mg/kg ransum dengan kepadatan kandang 40, 45 dan 50 ekor/m2 belum berfungsi secara optimal. Keshavarz (1996) menyatakan bahwa suplementasi vitamin C pada tingkat kepadatan kandang yang berbeda tidak memengaruhi banyaknya nutrien tercerna karena puyuh dalam kondisi suhu yang nyaman (normal). Tingkat kepadatan kandang yang berbeda tidak memengaruhi banyaknya lemak kasar yang tercerna (Tabel 4, Lampiran 2). Kepadatan kandang yang tinggi dapat mengakibatkan cekaman (Prawirokusumo, 1991; Akram et al., 2000) dan akan menurunkan efisiensi pencernaan nutrien (Miles, 2001), tetapi cekaman akibat tingkat kepadatan kandang 50 ekor/m2 masih bisa diterima oleh puyuh. Hal ini diduga karena pada tingkat kepadatan kandang tersebut puyuh masih memiliki ruang gerak dan akses terhadap ransum yang cukup serta tidak banyak menyebabkan perubahan suhu pada lingkungan pemeliharaan sehingga nilai lemak kasar tercerna tidak menurun. Suplementasi vitamin C sebanyak 250 mg/kg meningkatkan (P<0,01) lemak kasar tercerna (Tabel 4, Lampiran 2). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Seven (2008) yang menyatakan bahwa suplementasi vitamin C sebesar 250 mg/kg ransum meningkatkan nilai lemak kasar tercerna. Hal tersebut diduga karena suplementasi vitamin C akan mempercepat konversi kolesterol menjadi empedu (Seyrek et al., 2004) sehingga kolesterol yang awalnya tidak mudah larut dalam air mampu diubah menjadi bentuk yang mudah larut dalam pembentukan cairan empedu. Hal ini mengakibatkan sekresi garam empedu dari hati meningkat selama proses pencernaan (Widodo, 2002). Garam-garam empedu akan membantu kerja enzim lipase untuk memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol yang kemudian dicerna oleh usus halus sehingga nilai lemak kasar tercerna akan meningkat.
20
C. Abu Tercerna Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai abu tercerna pada puyuh (Tabel 4, Lampiran 3). Tingkat kepadatan kandang antara 40 sampai 50 ekor/m2dengan atau tanpa suplementasi vitamin C tidak memengaruhi jumlah abu tercerna. Hal ini diduga karena pada tingkat kepadatan kandang 40, 45 dan 50 ekor/m2 puyuh masih memiliki ruang gerak yang cukup. Cekaman akibat tingkat kepadatan kandang sampai 50 ekor/m2 masih bisa diterima oleh puyuh. Suplementasi vitamin C akan lebih efektif apabila diberikan pada kondisi yang tidak normal seperti ada cekaman (Keshavarz, 1996) sehingga dengan suplementasi vitamin C sebanyak 250 mg/kg ransum pada berbagai tingkat kepadatan tersebut tidak memengaruhi banyaknya nutrien tercerna termasuk abu tercerna. Tingkat kepadatan kandang yang berbeda tidak memengaruhi banyaknya abu yang tercerna (Tabel 4, Lampiran 3). Saki et al. (2012) menyatakan bahwa kandungan mineral seperti kalsium, fosfor, seng dan tembaga pada ekskreta ayam petelur tidak dipengaruhi oleh kepadatan kandang. Hal ini mengindikasikan bahwa abu tercerna tidak dipengaruhi oleh tingkat kepadatan kandang yang berbeda. Lebih lanjut Tollba dan El-Nagar (2008) menyatakan bahwa bobot dan tebal kerabang telur ayam tidak dipengaruhi oleh tingkat kepadatan kandang yang berbeda. Demikian juga Saki et al. (2012) menunjukkan bahwa bobot kerabang, kandungan kalsium dan fosfor kerabang ayam petelur tidak dipengaruhi oleh kepadatan kandang. Bobot dan tebal kerabang serta kandungan mineral kerabang merupakan indikasi dari absorpsi mineral yang berkorelasi dengan banyaknya abu tercerna (Sahin et al., 2003a; Saki et al., 2012). Suplementasi vitamin C sebanyak 250 mg/kg meningkatkan (P<0,01) abu tercerna (Tabel 4, Lampiran 3). Hasil penelitian Sahin et al. (2003a) menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C sebesar 250 mg/kg dalam ransum dapat meningkatkan retensi abu dan mineral pada puyuh yang mendapat cekaman panas. Absorpsi mineral seperti kalsium dan fosfor oleh usus akan meningkat apabila
21
terdapat asam, salah satunya adalah asam askorbat (Foucher, 1982; Widodo, 2012). Adanya penambahan asam di dalam saluran pencernaan mampu meningkatkan kelarutan garam kalsium dan fosfor (Haro et al., 2000), sehingga nilai abu tercerna meningkat. Dorr dan Balloun (1976) menunjukkan bahwa vitamin C menstimulasi sintesis 1,25 dihydroxy-cholecalciferol pada unggas dan secara tidak langsung meningkatkan mobilisasi kalsium. Kecernaan kalsium meningkat dengan adanya suplementasi vitamin C sebanyak 200 mg/L (Lokahare et al., 2005) yang berkorelasi dengan banyaknya abu tercerna pada puyuh.
D. Bahan Kering Tercerna Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai bahan kering tercerna pada puyuh (Tabel 4, Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan kandang 40, 45 dan 50 ekor/m2 tanpa disuplementasi maupun yang disuplementasi vitamin C dalam ransum tidak memengaruhi jumlah nutrien tercerna. Tingkat kepadatan kandang yang berbeda tidak memengaruhi banyaknya bahan kering tercerna (Tabel 4, Lampiran 4) yang menunjukkan bahwa puyuh masih dapat dipelihara sampai dengan kepadatan 50 ekor/m2. Hal ini menunjukkan bahwa setiap ekor puyuh pada kepadatan kandang 50 ekor/m2 masih memiliki ruang gerak yang cukup untuk mendapatkan makan dan minum sesuai dengan kebutuhannya. Banyaknya protein kasar, lemak kasar, abu (Tabel 4), serat kasar tercerna (Lampiran 5 dan 6) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang tidak menurun (Lampiran 5 dan 7) akibat tingkat kepadatan kandang yang berbeda berkorelasi dengan tidak menurunnya nilai bahan kering tercerna. Suplementasi vitamin C sebanyak 250 mg/kg ransum tidak memengaruhi nilai bahan kering tercerna (Tabel 4, Lampiran 4). Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan dan antistres (Ramnath et al., 2008), sehingga dapat menurunkan cekaman yang terjadi pada puyuh. Level suplementasi vitamin C sebanyak 250 mg/kg belum memberikan pengaruh yang ditunjukkan dengan bahan kering
22
tercerna. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian El-Maaty et al. (2014) yang menyatakan bahwa suplementasi vitamin C sebesar 200 mg/kg ransum belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan kering. Berbeda dengan penelitian ini, suplementasi vitamin C sebesar 250 mg/kg pada puyuh yang dipelihara dengan kepadatan 55 ekor/m2 pada temperatur 33 ± 4 °C meningkatkan kecernaan bahan kering (Sahin et al., 2003b). Perbedaan respon terhadap suplementasi vitamin C tersebut karena adanya perbedaan cekaman akibat kepadatan dan suhu lingkungan.