IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara ana KCKT menggunakan kolom C 18 dengan alasan karena kolom ini sudah umum KC digunakan dan sudah dimiliki oleh sebagian besar laboratorium pangan. digg di Komposisi fase gerak yang digunakan terdiri dari pelarut organik dan air, tanpa Koo K larutan buffer dan pasangan ion, sehingga setelah penggunan selesai, peen ppenambahan alla KCKT dapat segera dimatikan tanpa pencucian kolom terlebih dahulu aalat menggunakan air. Penelitian hasil pengembangan, validasi dan uji coba metode mee m yang telah dilakukan oleh peneliti sebagai berikut: anna aanalisis
4..1 Penetapan aktivitas baku vitamin A 44.1 Sebelum penelitian ini dimulai, perlu dilakukan penetapan aktivitas baku A menggunakan spektrofotometer UV-Vis yang sudah dikalibrasi. viit vvitamin it Penetapan ini perlu dilakukan karena sifat dari vitamin A yang mudah rusak oleh Peen P udara dan cahaya. Bila tidak dilakukan penetapan aktivitas baku vitamin peen ppengaruh A,, maka kadar baku vitamin A tidak sesuai dengan kadar yang sebenarnya dan A akibatnya hasil pengujian tidak akurat. Data uji penetapan aktivitas baku vitamin aki dilihat pada Tabel 8. A dapat d Tabel 8. Data hasil uji penetapan aktivitas baku vitamin A Ta Faktor Bobot Baku (g) No. Absorban No Pengenceran 1 0,0733 10.000 0,6557 2 0,0699 10.000 0,6240 3 0,0720 10.000 0,6330 Rata-rata (IU/g) SD (IU/g) RSD (%)
Kadar Baku Vit. A (IU/g) 1.699.632 1.696.137 1.670.417 1.688.729 15954,51 0,94
Data yang dipereleh menunjukan kadar baku vitamin A adalah 1688729 IU/g IIU U dengan RSD 0,94 %. Dari data diperoleh dapat disimpulkan bahwa baku vitamin A tersebut dapat digunakan untuk penelitian tahap selanjutnya. vvi it
42
Pemilihan kondisi analisis optimum 4.2 Pem Sebelum disuntikkan ke dalam sistem KCKT, larutan baku dan larutan Se sampel samp pel ddisiapkan dengan cara menimbang, lalu melarutkannya menggunakan npentana penta ana dan 2-propanol, ditambahkan larutan butil hidroksi toluena dan tetra-nammonium hidroksida. Adapunun maksud dari penambahan perekaksibutill am pereaksi perea aksi tersebut adalah sebagai berikut: penambahan pereaksi n-pentana untuk membantu mem mban mb an kelarutan minyak goreng sawit dalam pelarut 2-propanol. Minyak goreng merupakan senyawa yang sangat non polar, sedangkan 2-propanol goren ng sawit ng s bersifat bersi ifaatt semi polar. Agar minyak goreng sawit mudah bercampur dengan 2if propanol, prop pannol o maka minyak goreng sawit tersebut dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut pelar rut llain (n-pentana) yang lebih mudah bercampur dengan minyak goreng ru sawit, diencerkan dengan 2-propanol. Pereaksi butil hidroksi toluena sawit t, lalu l la berfungsi berfu unggss untuk mencegah oksidasi vitamin A. Oksidasi terjadi akibat pengaruh un udaraa da ddan a cahaya, yang akan membentuk yang selanjutnya radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi vitamin A. Butil hidroksi toluena akan beraksi dengan radikal dapa at m e bebas sehingga mencegah terjadinya reaksi oksidasi vitamin A. Pereaksi beba as ttersebut, er tetra-n-butil ammonium hidroksida berfungsi untuk mengubah vitamin A palmitat tetra-n-b -n atau retinil ret eti tin palmitat menjadi retinol. Tanpa adanya reaksi tersebut, retinil palmitat sangat sulit untuk dianalisis dengan KCKT karena sifat dari retinil palmitat yang sanga at su sangat sanga at nnon polar, sehingga terjadi inter aksi yang kuat dengan fase diam dan akibatnya akiba atny retinil palmitat tidak dapat dielusi oleh fase gerak yang digunakan. Reaksi Reak ksi yyang terjadi antara vitamin A palmitat dengan tetra-n-butil ammonium hidroksida hidro oksid dapat dilihat pada Gambar 3.
+
Retinil palmitat
Tetra-n-butil ammonium hidroksida
Retinol
Gambar 3. Reaksi antara retinil palmitat dengan tetra-n-butil ammonium G hidroksida menghasilkan retinol.
43
Untuk mendapatkan kondisi analisis optimum vitamin A dalam minyak goreng sawit, beberapa parameter kondisi KCKT perlu dioptimasi antara lain: gor komposisi fase gerak, laju alir fase gerak dan detektor yang digunakan. Komposisi kom fase gerak dan laju alir yang optimum memberikan jumlah lempeng teoritis (N) fas yang besar, resolusi (Rs) yang lebih besar dari 1,5, faktor ikutan (Tf) yang yan mendekati satu, serta waktu retensi yang relatif singkat, sedangkan optimasi me detektor yang digunakan untuk menentukan spesifisitas dan selektivitas yang ddet de et tinggi dalam analisis tanpa adanya gangguan dari matriks sampel. Dalam tti in penelitian ini digunakan kolom C18 yang bersifat non polar, sehingga sistem ppe en kromotagrafi ini merupakan sistem kromatografi fase balik. Daya elusi dalam kkr r ro sistem kromatografi ini berbanding terbalik dengan polaritas fase gerak. Semakin ssi ist s kecil kke ec polaritas fase gerak, maka daya elusinya semakin besar. Fase gerak yang dalam penelitian ini terdiri dari fase gerak berupa pelarut murni ddigunakan di ig (asetonitril atau metanol) dan campuran pelarut organik (asetonitril atau metanol) ((as (a a dengan air. Dalam hal ini, air merupakan senyawa yang paling polar bila dde en dibandingkan dengan asetonitril dan metanol. Apabila jumlah air dalam komposisi ddi ib ffase fa as gerak tersebut ditambah, maka daya elusinya semakin rendah dan akibatnya waktu retensi analit semakin besar. Namun dengan berkurangnya daya elusi dapat wa w a memperbaiki bentuk kromatogram tersebut (resolusi, jumlah lempeng teoritis me ataupun tailing faktor) hingga diperoleh kondisi yang optimum. ata Pada pencarian kondisi analisis optimum, laju alir juga divariasikan mulai dari 0,6 mL/menit sampai dengan 1,75 mL/menit. Laju alir berbanding lurus dar dengan waktu retensi. Pada optimasi laju alir dipilih yang mempunyai waktu den terpendek tetapi tidak mengabaikan kapasitasnya. Waktu retensi dikendalikan oleh ter koefesien distribusi (k), jika harga k besar maka komponen dalam fase diam lebih kko o bbesar be es dari pada dalam fase gerak, sehingga komponen akan tinggal lebih lama dalam fase diam. Kecepatan migrasi ditentukan oleh jumlah komponen yang dda al terdapat dalam fase gerak, karena komponen hanya bergerak dibawa oleh fase tte er sedangkan laju alir mempengaruhi migrasi suatu komponen. Untuk fase ggerak, ge er gerak yang viskositasnya besar akan menyebabkan peningkatan tekanan pada gger ge e sehingga bila menggunakan fase gerak dengan menggunakan pelarut yang kkolam, ko o mempunyai viskositas yang besar, maka laju alirnya tidak boleh besar. Dalam hal m me e
44
merupakan pelarut yang mempunyai viskositas paling kecil bila ini, aasetonitril seto dibandingkan denga air dan metanol. Dalam hal ini, bila komposisi fase gerak diban ndin terdiri terdi iri ddari asetonitril dengan jumlah yang besar maka dalam analisis bila menggunakan laju alir yang besar tekanan kolom tetap rendah. meng ggun Pada pencarian kondisi analisis optimum, detektor yang digunakan juga Pa divariasikan. Detektor yang digunakan pada penelitian ini adalah detektor divar riasi ultraviolet dan detektor fluoresens. Detektor ultraviolet digunakan untuk ultra avio io l mendeteksi mend deettek komponen zat yang dapat menyerap cahaya di daerah ultraviolet (190 400 Keuntungan dari detektor ini adalah pemilihan panjang gelombang – 40 00 nm). n nm yangg lluas uuaa dan sensitivitas terhadap alat yang baik. Detektor fluoresens digunakan komponen zat yang dapat menyerap cahaya dan kemudian untukk mendeteksi m memancarkan cahaya pada panjang gelombang yang lebih tinggi. Dibandingkan mem manncc ma dengan deng gann ddetektor ultra violet, detektor flouresen lebih peka dan lebih selektif, karena komponen zat yang berfluoresensi saja yang dapat dideteksi. karen na hanya na h Vitamin Vitam miin A dapat dideteksi baik dengan menggunakan detektor ultraviolet maupun m menggunakan detektor fluoresens. meng ggu gun Pada Pa P ad penelitian ini digunakan kolom C 18 (Waters Xbridge, dengan panjang 250 mm, mm diameter 4,6 mm ukuran partikel 5,0 µm). Pemilihan kondisi optimum mm dilakukan dilak kuka dengan memvariasikn komposisi fase gerak, laju alir dan detektor yang digunakan digun naka (detektor ultraviolet dan fluoresens). Data pengamatan kromatogram vitamin vitam min A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan komposisi fase metanol dengan detektor UV dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan data gerakk m pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit peng gama menggunakan variasi komposisi fase gerak metanol dengan detektor fluoresens meng ggun dapat pada Tabel 10. Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam dapa at dilihat di di matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak metanol matr rik iks m dan ai aair ir dengan detektor UV dapat dilihat pada Tabel 11, sedangkan data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit peng gaam ma menggunakan variasi komposisi fase gerak metanol dan air dengan detektor meng ggu gun fluoresens fluor rese re sen dapat dilihat pada Tabel 12. Data pengamatan kromatogram vitamin A minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak dalam m matriks m asetonitril aseto onit on itr dan metanol dengan detektor UV dapat dilihat pada Tabel 13, itr
45
sedangkan data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak sed goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan metanol gor dengan detektor fluoresens dapat dilihat pada Tabel 14. Data pengamatan den kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi kro komposisi fase gerak asetonitril dan air dengan detektor UV dapat dilihat pada kom Tabel 15 dan Tabel 17, sedangkan data pengamatan kromatogram vitamin A Ta dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak ddal da al dan air dengan detektor fluoresens dapat dilihat pada Tabel 16 dan aasetonitril se Tabel Ta T a 18. Berdasarkan kromatogram yang dihasilkan dari berbagai kondisi optimasi percobaan dan dengan nilai skor yang diperoleh, diperoleh 1 kondisi analisis yang ppe er paling optimum untuk analisis vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit ppa al yaitu: yya ai komposisi fase gerak yang terdiri dari campuran asetonitril dan air (80:20), laju llaj la aju alir 1,75 mL/menit dengan detektor ultraviolet pada panjang gelombang 325 nm. nnm m Kromatogram
blanko (minyak goreng sawit yang
tidak mengandung
vitamin A) dan kromatogram baku vitamin A palmitat (dalam matriks minyak vvi it goreng sawit) yang dianalisis menggunakan KCKT kolom C18 pada kondisi ggo or optimum komposisi fase gerak yang terdiri dari campuran asetonitril dan air oop pt (80:20), laju alir 1,75 mL/menit dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 (80 nm dapat dilihat pada Gambar 4. Dari gambar 4 menunjukkan bahwa walaupun kromatogram matriks minyak goreng sawit memberikan banyak puncak, namun kro pada saat vitamin A keluar dari kolom dan dideteksi oleh detektor, di sekitar pad puncak/kurva vitamin A tidak ada matriks atau perekasi yang mengganggu dan pun memberikan waktu retensi yang sama dengan vitamin A, sehingga dengan me kondisi kko on
KCKT
tersebut
matriks minyak goreng sawit dan pereaksi yang
tidak mengganggu dalam analisis vitamin A dalam kondisi KCKT ddigunakan di ig yang yya an digunakan.
46
mV(x10) 2.50 Detector A:325nm
2.25
2.25
2.00
2.00
1.75
1.75
1.50
1.50
1.25
1.25
1.00
1.00
0.75
0.75
0.50
0.50
0..2 0.25 00.2 .2 5
0.25
0.00 00.0 ..00000 00.0
Vitamin A/7.841/149056
mV(x10) 2.50 Detector A:325nm
0.00 1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
A
min
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
min
B
Gambar 4. Kromatogram A (blanko minyak goreng sawit yang tidak meG ngandung vitamin A) dan kromatogram B (baku vitamin A palmitat dalam matriks minyak goreng sawit); yang dianalisis menggunakan KCKT kolom C18 pada kondisi optimum dengan komposisi fase gerak yang terdiri dari campuran asetonitril dan air (80:20), laju alir 1,7 mL/menit dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 44.3 .3 Uji kesesuaian sistem (UKS) .3 Uji kesesuaian sistem perlu dilakukan sebelum instrumen KCKT digunakan. Secara normal terdapat variasi dalam peralatan dan teknik analisis, maka uji kesesuaian sistem dilakukan untuk memastikan bahwa sistem operasional sudah sesuai dan memberikan hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan analisis. Data uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada Tabel 19. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada penyuntikan ulang larutan baku vitamin A dengan 6 kali pengulangan, diperoleh waktu retensi (Rt) 7,900 menit dengan standar deviasi relatif (RSD) 0,223 %, luas area 169352 dengan RSD 0,726 %. Nilai RSD kurang dari 1,0 %, maka data ini menunjukkan tidak terjadi perubahan yang signifikan dari waktu retensi dan luas area baku vitamin A dan sistem operasional yang digunakan teruji efektif untuk analisis dan dapat disimpulkan bahwa UKS sudah memberikan hasil yang baik dan sistem KCKT tersebut dapat digunakan untuk analisis vitamin A.
47
Tabel 11. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak metanol dan air; laju alir: 1,50 mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 325 nm Jumlah Lempeng Komposis Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) No, Total Fase Gerak Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 85:15 14,106 2 8,273 3 8619 2 1,036 2 9 2 90:10 7,641 3 4,112 3 6382 2 1,030 2 10 3 95:5 4,515 3 3,146 3 4931 1 1,078 2 9 4 97,5:2,5 3,576 3 1,559 2 3878 1 1,120 2 8
Tabel 10. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan: fase gerak metanol 100% dengan berbagai variasi laju alir detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm Jumlah Lempeng Laju Alir Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) No, Total (mL/menit) Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 1,0 4,624 3 1,701 2 3239 1 1,172 2 8 2 0,8 5,613 3 1,887 2 3336 1 1,177 2 8 3 0,6 7,452 3 2,006 2 3579 1 1,185 2 8
Tabel 9. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan, fase gerak metanol 100% dengan berbagai variasi laju alir, detektor UV pada panjang gelombang 325 nm Jumlah Lempeng Laju Alir Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) No, Total (mL/menit) Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Skor 1 1,0 4,481 3 2,392 2 3673 1 1,205 2 8 2 0,8 5,285 3 2,276 2 3759 1 1,223 2 8 3 0,6 7,021 3 2,380 2 4038 1 1,224 2 8
48
Tabel 13. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan metanol; laju alir: 1,0 mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 325 nm Jumlah Lempeng Komposisi Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) No, Total Fase Gerak Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 75:25 5,035 3 3,801 3 5203 1 1,164 2 9 2 50:50 4,814 3 2,192 2 4413 1 1,213 2 8 3 25:75 4,623 3 1,605 2 4063 1 1,187 2 8
Tabel 12. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak metanol dan air; laju alir: 1,50 mL/menit, detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm Jumlah Lempeng Komposis Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) No, Total Fase Gerak Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Skor 1 85:15 14,293 2 Baik 3 8380 2 1,041 2 9 2 90:10 7,835 3 Baik 3 6138 2 1,075 2 10 3 95:5 4,678 3 2,150 2 4020 1 1,108 2 8 4 97,5:2,5 3,777 3 1,514 2 3267 1 1,130 2 8
49
Tabel 15. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air; laju alir: 1,5 mL/menit, detektor UV panjang 325 nm Jumlah Lempeng Komposisi Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) No, Total Fase Gerak Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 100:0 3,572 3 3,487 3 4174 1 1,196 2 9 2 95:5 4,412 3 2,549 3 5589 1 1,102 2 9 3 90:10 5,634 3 2,777 3 7125 2 1,034 2 10 4 85:15 7,206 3 2,485 2 9317 3 1,047 2 10 5 80:20 9,537 3 2,046 2 8525 2 1,059 2 9 6 75:25 13,163 2 Baik 3 10869 3 1,024 2 10
Tabel 14. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan metanol; laju alir: 1,0 mL/menit, detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm Jumlah Lempeng Komposisi Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) No, Total Fase Gerak Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Skor 1 75:25 5,158 3 1,391 1 15301 1 1,622 1 6 2 50:50 4,969 3 2,220 2 3733 1 1,140 2 8 3 25:75 4,747 3 2,107 2 3515 1 1,182 2 8
50
Tabel 17. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air; laju alir: 1,75 mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 325 nm Jumlah Lempeng Komposisi Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) No, Total Fase Gerak Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor 1 100:0 3,258 3 1,533 2 3916 1 1,239 1 7 2 95:5 3,789 3 Baik 3 5167 1 1,096 2 9 3 90:10 4,778 3 Baik 3 6956 2 1,025 2 10 4 85:15 6,250 3 Baik 3 8556 2 1,026 2 10 5 80:20 8,456 3 Baik 3 9830 3 1,028 2 11 6 75:25 11,259 2 Baik 3 9096 3 1,037 2 10
Tabel 16. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air; laju alir: 1,5 mL/menit, dengan detector fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm Jumlah Lempeng Komposisi Waktu Retensi (Rt) Resolusi (Rs) Teoritis (N) Tailing Faktor (Tf) No, Total Fase Gerak Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Rata-rata Skor Skor 1 100:0 3,799 3 1,700 2 3486 1 1,123 2 8 2 95:5 4,607 3 1,251 1 4540 1 1,170 2 7 3 90:10 5,828 3 1,834 2 4534 1 1,077 2 8 4 85:15 7,397 3 2,879 3 7837 2 1,031 2 10 5 80:20 9,703 3 1,699 2 9536 3 1,377 2 10 6 75:25 13,352 2 Baik 3 10254 3 1,040 2 10
Komposisi Fase Gerak
100:0 95:5 90:10 85:15 80:20 75:25
No.
1 2 3 4 5 6
Waktu Retensi (Rt) Rata-rata Skor 3,355 3 3,921 3 4,943 3 6,305 3 8,624 3 11,428 2
dan panjang gelombang emisi 470 nm Resolusi (Rs) Rata-rata Skor 1,446 1 1,302 1 1,219 1 3,560 3 5,171 3 2,023 2
Jumlah Lempeng Teoritis (N) Rata-rata Skor 3337 1 4230 1 5868 1 7132 2 8150 2 9004 3
Tailing Faktor (Tf) Rata-rata Skor 1,148 2 1,120 2 0,995 2 0,959 2 1,509 1 1,036 2
Total Skor 7 7 7 10 9 9
variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air; laju alir: 1,5 mL/menit, detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi 325 nm
Tabel 18. Data pengamatan dan evaluasi kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan
51
52
Tabel 19. Data hasil uji kesesuaian sistem (UKS) baku vitamin A No Kode Waktu Retensi (Rt) Luas Area 1 UKS 1 7,931 169736 2 UKS 2 7,881 170247 3 UKS 3 7,906 168218 4 UKS 4 7,899 169386 5 UKS 5 7,895 170891 6 UKS 6 7,887 167634 Rata-rata 7,900 169352 SD 0,018 1229,279 RSD 0,223 0,726 Syarat RSD (%) 1,0 1,0 4.4 Va V Validasi ali metode analisis penetapan kadar vitamin A 44.4.1 4. .4. Kurva kalibrasi dan uji linieritas. Setelah diperoleh kondisi optimum untuk analisis dan uji kesesuaian sistem telah memenuhi sesuai dengan yang diinginkan, selanjutnya dilakukan validasi terhadap metode analisis tersebut. Validasi ini diawali dengan pembuatan kurva kalibrasi dan linieritas dengan rentang konsentrasi 0,4443 IU/mL sampai dengan 13,5233 IU/mL. Pemilihan rentang konsentrasi ini berdasarkan konsentrasi vitamin A yang ditambahkan ke dalam minyak goreng sawit yang beredar di pasaran dan mencakup konsentrasi batas kuantisasi yaitu 5,73 IU/g. Untuk analisis vitamin A dalam minyak goreng sawit, baku untuk pembuatan kurva kalibrasi diperlakukan sama terhadap larutan uji, yaitu ditambahkan minyak goreng sawit yang tidak mengandung vitamin A. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan adanya gangguan matriks dari minyak goreng sawit antara larutan uji dan larutan baku. Kurva kalibrasi vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dapat dilihat pada gambar 5. Dari hasil perhitungan statistik kurva kalibrasi memberikan nilai r 0,99997 dan Vxo 2,54 dimana kriteria linieritas yang dapat diterima adalah r minimal 0,995 dan Vxo maksimal 5 % sehingga dapat disimpulkan bahwa linieritas baku vitamin A memenuhi uji linieritas. Selanjutnya dibuat kurva konsentrasi versus faktor respon detektor dan kurva konsentrasi versus residual. Kurva hubungan antara konsentrasi vitamin
53
A terhadap faktor respon detektor dapat dilihat pada Gambar 6 dan kurva hubungan antara konsentrasi vitamin A terhadap residual dapat dilihat pada Gambar 7. Dari kedua kurva tersebut dapat dilihat adanya penyebaran secara random antara konsentrasi vitamin A dengan faktor respon detektor dan konsentrasi vitamin A dengan residual yang mendekati garis tengah menunjukkan linieritas yang baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa linieritas baku vitamin A dengan rentang konsentrasi 0,4443 IU/mL sampai dengan 13,5233 IU/mL memenuhi kritria uji linieritas dan dapat diterima untuk perhitungan analisis selanjutnya.
600000
500000
Luas Area
400000
300000
200000
100000
0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Kons e ntr as i V itam in A (IU/m L)
Gambar 5. Kurva kalibrasi baku vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit
54
8000
38897
6000
37897 4000
2000
Residual
Faktor Respon Detektor
36897
35897
0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
-2000
34897
-4000
33897 -6000
32897 0
2
4
6
8
10
12
14
16
-8000
Konsentrasi Vit. A (IU/m L)
Gambar 6. Hubungan antara konsetrasi vitamin A dengan faktor respon detektor.
Konsentrasi Vitam in A (IU/m L)
Gambar 7. Hubungan antara konsen sentrasi vitamin A terharesidual.
4.3.2 4.3 3. 2 Uji presisi 3. Presisi pengukuran kuantitatif dapat ditentukan dengan menganalisis sampel yang sama secara berulang-ulang (minimal 6 x pengulangan), kemudian dihitung nilai standar deviasinya (SD) dan dari nilai standar deviasi tersebut dihitung nilai standar deviasi baku relatif (RSD) atau koefesien variasi (KV). Dari nilai % RSD yang diperoleh dibandingkan dengan % RSD Horwitz yaitu suatu kurva berbentuk terompet yang menghubungkan reprodusibilitas (presisi yang dinyatakan sebagai % RSD dengan konsentrasi analit). Presisi metode analisis diekspresikan sebagai fungsi dari konsentrasi melalui persamaan:
Presisi suatu metode akan memenuhi syarat apabila %RSD yang diperoleh dari percobaan lebih kecil dari 2/3 % RSD Horwitz dan berdasarkan persamaan Horwitz dapat dipastikan bahwa, semakin kecil konsentrasi suatu analit, maka nilai presisi yang dapat diterima akan semakin besar. Pada penelitian ini, uji presisi dilakukan analisis terhadap tiga konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah ( 23,48 IU/g), konsentrasi sedang (46,74 IU/g) dan konsentrasi tinggi (71,28 IU/g), dari masing-masing
55
konsentrasi tersebut selanjutnya dilakukan uji presisi sebanyak 6 kali pengulangan dan pengujian dilakukan oleh analis yang sama dan waktu yang hampir bersamaan (ripitabilitas). Presisi suatu metode dinyatakan memenuhi syarat keberterimaan jika % RDS lebih kecil dari 2/3 CV Horwitz. Data hasil uji presisi dapat dilihat pada Tabel 20. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai RSD untuk ripitabilitas yang dihasilkan tidak melebihi 2/3 dari nilai RSD berdasarkan rumus Horwizt. Hal ini menunjukkan bahwa sistem operasional alat dan analis memiliki nilai presisi yang baik terhadap metode dengan respon yang relatif konstan, sehingga hasil pengukuran memiliki nilai presisi yang memenuhi persyaratan.
44.3.3 Uji akurasi Berbeda halnya dengan presisi yang merujuk pada pengertian ketelitian, akurasi merujuk pada pengertian ketepatan (kecermatan). Penentuan akurasi metode untuk membuktikan kedekatan hasil analisis dengan nilai benar. Akurasi dapat ditetapkan dengan 3 cara yaitu; penetapan dengan menggunakan bahan acuan bersertifikat atau standard reference material (SRM), membandingkan menggunakan metode yang telah valid (metode resmi atau metode standar) dan menghitung uji perolehan kembali dengan menggunakan penambahan standar (standar adisi). Pada penelitian ini digunakan metode penambahan standar adisi dan menghitung persen perolehan kembali. Uji perolehan kembali dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah baku pembanding vitamin A ke dalam sampel yang sebelumnya telah ditentukan kadar vitamin A-nya (sampel yang telah ditentukan nilai presisinya). Selanjutnya sampel dianalisis hingga diperoleh nilai persen perolehan kembalinya. Nilai persen perolehan
kembali
yang
mendekati 100 %
menunjukkan
bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari rata-rata suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai sebenarnya (true value).
56
Pada penelitian ini, uji akurasi dilakukan analisis terhadap tiga konsentrasi yang berbeda, yaitu konsentrasi rendah ( 23,48 IU/g), konsentrasi sedang (46,74 IU/g) dan konsentrasi tinggi (71,28 IU/g), dari masing-masing konsentrasi tersebut selanjutnya dilakukan uji akurasi sebanyak 6 kali pengulangan dan pengujian dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan. Pengujian akurasi dilakukan dengan cara penambahan standar adisi dan akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali. Data hasil uji akurasi dapat dilihat pada Tabel 21. Dari tabel hasil uji akurasi dapat dilihat, secara keseluruhan nilai persen perolehan kembali berada dalam rentang 96,84–102,39 %, dimana kriteria persen perolehan kembali yang dapat diterima adalah 80110 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang digunakan memenuhi kriteria untuk uji akurasi dan dengan kata lain metode yang telah dikembangkan ini memberikan hasil akurasi yang tidak berbeda dengan metode standar atau metode resmi.
Uji selektivitas (spesifisitas) 4.3.44 U Pada uji selektivitas (spesifisitas), dilakukan analisis terhadap ssampel minyak goreng sawit yang sama pada uji presisi, namun pada saat ppenyiapan larutan uji ditambahkan senyawa-senyawa kimia lainnya yang mungkin terdapat atau sengaja ditambahkan ke dalam minyak goreng m ssawit. Senyawa kimia tersebut dapat berupa: senyawa anti oksidan (butil hhidroksi anisol, butil hidroksi toluena, propil galat, tersier butil hhidrokinon), vitamin yang larut dalam minyak (vitamin D dan vitamin E) ddan senyawa kimia alami yang terdapat dalam minyak goreng sawit (beta kkaroten). Kromatogram campuran senyawa kimia yang sedang dilakukan uuji selektivitasnya (tanpa penambahan vitamin A) dan baku vitamin A ddengan matriks sampel minyak goreng sawit dapat dilihat pada Gambar 8. Data hasil uji selektivitas (spesifisitas) dapat dilihat pada Tabel 22. D
2,5147 2,4991 2,5593 2,5138 2,5942 2,5343 2,4914 2,5104 2,5336 2,5004 2,5777 2,4902 2,5045 2,4904 2,5092 2,5055 2,4901 2,5202
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
Pengenceran
84957 85404 85028 86478 84535 85764 167239 167814 167056 170554 168170 170849 258306 261964 252020 257386 252416 252344
Luas Area
23,56 23,83 23,17 23,99 22,73 23,60 46,83 46,63 46,00 47,58 45,51 47,86 71,96 73,39 70,07 71,67 70,72 69,86
Kadar Vit. A (IU/g)
n 12
a (Intersep) 51,9937563
b (Slope) 35825,84683
r 0,999973
Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan presisi vitamin A
Bobot Sampel (g)
No.
0,46
0,90
1,33
46,74
71,28
SD (IU/g)
23,48
Kadar Vit. A Rata-rata (IU/g)
T Tabel 20. Data uji presisi penetapan kadar vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit
1,87
1,93
1,97
RSD (%)
6,14
6,54
7,26
RSD Horwitz (%)
57
4,09
4,36
4,84
2/3 RSD Horwitz (%)
Bobot Sampel (g) 1,2647 1,2317 1,2402 1,2507 1,2413 1,2504 1,2307 1,2439 1,2503 1,2468 1,2416 1,2592 1,2577 1,2425 1,2404 1,2506 1,2503 1,2407
Vit. A yang ditambahkan (IU) 28,98 28,98 28,98 28,98 28,98 28,98 57,96 57,96 57,96 57,96 57,96 57,96 86,94 86,94 86,94 86,94 86,94 86,94 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
Pengenceran 84610 81711 82138 82822 82067 83783 163743 164669 165772 164814 164546 169434 254429 249940 247577 249957 249607 247784
Luas Area
n 12
a (Intersep) 51,9937563
b (Slope) 35825,84683
r 0,999973
Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan akurasi vitamin A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
No
Vit. A total (IU) 59,0063 56,9833 57,2813 57,7586 57,2317 58,4292 114,2269 114,8731 115,6428 114,9743 114,7872 118,1982 117,5094 174,3769 172,7280 174,3888 174,1445 172,8724
Vit. A dari sampel (IU) 29,6952 28,9203 29,1199 29,3664 29,1457 29,3594 57,5229 58,1399 58,4390 58,2754 58,0324 58,8550 89,6489 88,5654 88,4157 89,1428 89,1214 88,4371
T Tabel 21. Data uji akurasi penetapan kadar vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit Rekoveri Vit. A (%) 101,15 96,84 97,18 97,98 96,92 100,31 97,94 97,89 98,70 97,83 97,93 102,39 101,06 98,71 96,98 98,06 97,80 97,12
1,87
1,81
1,50
98,76
98,29
SD (%)
98,40
Rata-Rata Rekoveri (%)
58
1,52
1,83
1,90
RSD (%)
59
mV(x10) 2.50 Detector A:325nm
2.25
2.25
2.00
2.00
1.75
1.75
1.50
1.50
1.25
1.25
1.00
1.00
0.75
0.75
0.50
0.50
0.25
0.25
0.00 0.0
Vitamin A/7.879/169490
mV(x10) 2.50 Detector A:325nm
0.00 1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
A
8.0
9.0
min
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
min
B
Gambar 8. Kromatogram A (campuran senyawa kimia yang sedang dilakukan uji selektivitasnya: butil hidroksi anisol, butil hidroksi toluena, propil galat, tersier butil hidrokuinon, vitamin D, vitamin E dan beta karoten) dan kromatogram B (baku vitamin A) dalam matriks sampel minyak goreng sawit yang dianalisis menggunakan KCKT kolom C18 pada kondisi optimum dengan komposisi fase gerak yang yang terdiri dari campuran asetonitril dan air (80:20) laju alir 1,75 mL/menit dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kromatogram yang dihasilkan tidak diganggu oleh adanya senyawa-senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam minyak goreng sawit dan pada uji t diperoleh hasil yang tidak berbeda bermakna bila dibandingkan dengan hasil dari presisi yang telah dilakukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang digunakan memenuhi syarat uji selektivitas (spesifitas) terhadap analit: senyawa anti oksidan (butil hidroksi anisol, butil hidroksi toluena, propil galat, tersier butil hidrokinon), vitamin yang larut dalam minyak (vitamin D dan vitamin E) dan senyawa kimia alami yang terdapat dalam minyak goreng sawit (beta karoten).
Uji robustness. 44.3.5 . Pada uji robustness, dilakukan analisis terhadap sampel minyak goreng sawit yang sama pada uji presisi, namun pada metode tersebut dilakukan sedikit perubahan kecil seperti: perubahan penambahan atau pengurangan jumlah pereaksi yang digunakan, perubahan komposisi fase gerak, perubahan laju alir, dan perubahan merek kolom. Data hasil uji robustness dengan perubahan penambahan jumlah pereaksi menjadi: n-
60
ppentana 3 mL, larutan antioksidan butil hidroksi toluena 3 mL dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 10,5 mL dapat dilihat pada Tabel 23. te Data hasil uji robustness dengan perubahan pengurangan jumlah pereaksi D nn-pentana 2 mL, larutan antioksidan butil hidroksi toluena 2 mL dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 9,5 mL dapat dilihat pada Tabel la 224. Data hasil uji robustness dengan perubahan komposisi fase gerak aasetonitril:air (81:19) dan laju alir 1,74 mL/menit dapat dilihat pada Tabel 225. Data hasil uji robustness dengan perubahan komposisi fase gerak aasetonitril:air (79:21) dan laju alir 1,76 mL/menit dapat dilihat pada Tabel 226. Data hasil uji robustness dengan perubahan menggunakan merek kkolom yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 27. Dari
Tabel 23–27
menunjukkan dalam uji t diperolah nilai t hitung lebih kecil dari t tabel, m ssehingga dapat disimpulkan hasil pengujian kondisi normal dengan hasil ppengujian pada kondisi yang sedang diuji robutsnessnya memberikan hhasil uji yang tidak berbeda bermakna.
4.3.6 44. .3. 3 Uji batas deteksi dan batas kuantisasi Pada penentuan uji batas deteksi dan batas kuantisasi dibuat larutan vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan konsentrasi 0,4988 IU/g sampai dengan 9,9970 IU/g. Kurva regresi kadar vitamin A terhadap tinggi noise dengan sinyal pada penentuan uji batas deteksi dan batas kuantisasi dapat dilihat pada Gambar 9.
Perbandingan tinggi noise terhadap tinggi sinyal (S/N)
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0 0
2
4
6
8
10
12
Kadar V it. A (IU/g)
Gambar 9. Kurva regresi kadar vitamin A terhadap tinggi noise dengan sinyal (S/N).
1 2 3 4 5 6
No N 25 25 25 25 25 25
Pengenceran 169742 173729 168767 172544 168382 173673
Luas Area
Kadar Vit. A (IU/g) 47,20 47,68 45,81 48,13 46,80 48,56 47,36
Kadar Vit. A Rata-Rata (IU/g)
n 12
a (Intersep) 51,9937563
b (Slope) 35825,84683
r 0,999973
Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas)
Bobot Sampel (g) 2,5087 2,5419 2,5703 2,5007 2,5098 2,4949
Tabel 22. Data uji selektivitas (spesifisitas) vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit
0,99
SD (IU/g)
1,609
t Hitung
Uji t
61
2,228
t Tabel
Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) R 12 51,9937563 35825,84683 0,999973
62
Tabel T ab 24. Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan perubahan metode pengurangan jumlah pereaksi menjadi: n-pentana 3 mL, larutan antioksidan butil toluena 3 mL dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 10,5 mL No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2,5047 25 169864 47,31 2 2,5995 25 173708 46,62 3 2,5989 25 170548 45,78 46,90 0,99 0,415 2,228 4 2,5491 25 173648 47,52 5 2,5994 25 170851 45,85 6 2,4902 25 172393 48,29
Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) R 12 51,9937563 35825,84683 0,999973
T ab 23. Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan perubahan metode pengurangan jumlah pereaksi menjadi: Tabel n-pentana 2 mL, larutan antioksidan butil toluena 2 mL dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 9,5 mL No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2,5996 25 169883 45,59 2 2,5442 25 173088 47,46 3 2,4957 25 168412 47,07 47,24 0,91 1,431 2,228 4 2,5394 25 173671 47,71 5 2,5097 25 170380 47,36 6 2,5102 25 173697 48,27
Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) R 12 51,9937563 35825,84683 0,999973
63
Tabel T ab 26. Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan perubahan metode perubahan komposisi fase gerak asetonitri menjadi: air (79:21) dan laju alir 1,76 mL/menit No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2,5989 25 174788 46,92 2 2,5993 25 173576 46,59 3 2,5972 25 173804 46,68 47,37 0,87 1,744 2,228 4 2,5908 25 175049 47,13 5 2,4902 25 173647 48,65 6 2,4907 25 172261 48,25
Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) R 12 51,9937563 35825,84683 0,999973
T ab 25. Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan perubahan metode perubahan komposisi fase gerak Tabel menjadi asetonitri: air (81:19) dan laju alir 1,74 mL/menit No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2,5997 25 171587 45,59 2 2,5892 25 173454 47,46 3 2,4989 25 169622 47,07 47,23 0,86 1,364 2,228 4 2,5974 25 174505 47,71 5 2,4907 25 171451 47,36 6 2,4966 25 173072 48,27
Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan uji selektivitas (spesifisitas) n a (Intersep) b (Slope) R 12 51,9937563 35825,84683 0,999973
64
T ab 27. Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dengan perubahan metode penggunakan merek kolom C 18 yang Tabel berbeda (kolom merek Shimadzu Shim-pack, Jepang: panjang 250 mm, diameter dalam 1,46 mm dan ukuran partikel 5 Pm) No Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A SD Uji t (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) (IU/g) t Hitung t Tabel 1 2,5002 25 180532 46,75 2 2,5752 25 179055 45,02 3 2,4902 25 183651 47,75 46,41 0,99 0,856 2,228 4 2,5389 25 180359 45,99 5 2,5448 25 180120 45,82 6 2,4902 25 181337 47,15
65
Setelah dianalisis dan dibuat persamaan regresi linier, diperoleh nilai batas deteksi vitamin A dalam minyak goreng sawit adalah 1,66 IU/g dan nilai batas kuantisasi vitamin A dalam minyak goreng sawit adalah 5,89 IU/g. Batas deteksi dan batas kuantisasi yang diperoleh sudah dapat diterima, karena untuk mengetahui apakah minyak goreng sawit yang diuji memenuhi syarat atau tidak dalam hal kandungan vitamin A adalah minimal 45 IU/g, sedangkan batas deteksi dan batas kuantitasi yang diperolah jauh di bawah 45 IU/g.
4.4 44. .4 Uji coba penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng
sawit
yang beredar di pasaran. Hasil analisis terhadap minyak goreng sawit yang beredar di pasaran dan pada labelnya mengklaim akan kandungan vitamin A menunjukkan bahwa pada ke-empat sampel mengandung vitamin A berturut-turut sebesar 16,75 IU/g, 28,39 IU/g, 29,07 IU/g dan 66,65 IU/g (75 % sampel tidak memenuhi persyaratan kadar vitamin A yang akan ditetapkan pemerintah). Data hasil analisis terhadap sampel minyak goreng sawit yang beredar di pasaran dapat dilihat pada tabel 28. Dari tabel tesebut dapat disimpulkan bahwa kandungan vitamin A dalam sampel yang diuji masih banyak yang belum memenuhi persyaratan kadar vitamin A yang akan ditetapkan oleh pemerintah. Hasil evaluasi kromatogram dan SD yang diperoleh dari penetapan kadar vitamin A dapat disimpulkan bahwa matriks sampel yang terkandung dalam berbagai merek minyak goreng sawit yang beredar di pasaran tidak mengganggu dalam analisis penetapan kadar vitamin A, sehingga metode yang telah dikembangkan dan telah divalidasi oleh peneliti dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk penetapan kadar vitamin A dalam berbagai merek minyak goreng sawit.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap metode analisis yang telah tte ela l dikembangkan dan telah divalidasi oleh peneliti, dapat dibuat ringkasan hasil penelitian sebagai berikut: ppe en
66
Hasil optimasi metode analisis penetapan kadar vitamin A dalam minyak 11.. H ggoreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 diperoleh hasil yang ooptimal menggunakan komposis fase gerak asetonitril:air (80:20) dengan laju alir 1,75 mL/menit menggunakan detektor ultraviolet pada panjang la ggelombang 325 nm, dibuktikan dengan perolehan skor yang tinggi dalam ppenilaian kromatogram KCKT. Metode yang telah dikembangkan peneliti hasilnya sudah valid yang 22.. M ddibuktikan dengan hasil validasi dari metode tersebut yang sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan. m selektif, dibuktikan dari hasil selektivitas pada bagian uji 33.. Metodenya M vvalidasi yang telah dilakukan dan hasilnya sudah memenuhi persyaratan yyang ditentukan. cepat, dibuktikan dengan persiapan sampel pada metode yang 44.. Metodenya M telah dikembangkan peneliti tanpa proses saponifikasi, tanpa proses tte eektraksi dan tanpa proses pemekatan atau penguapan pelarut, sehingga uuntuk sekali pengujian sampel menggunakan metode tersebut diperlukan waktu sekitar 2 jam, sedangkan bila menggunakan metode resmi yang w ada (dengan proses saponifikasi, ekstraksi dan proses pemekatan ssudah u aatau penguapan pelarut) dari pengalaman yang pernah diperoleh peneliti ddiperlukan waktu sekitar 6 jam. mudah dan praktis, karena metode yang telah dikembangkan 55.. Metodenya M ppeneliti persiapan sampelnya tanpa proses saponifikasi, tanpa proses eekstraksi dan tanpa proses pemekatan atau penguapan pelarut, sehingga metode ini lebih mudah dan praktis; tanpa diperlukan keahlian dan m pperalatan khusus untuk proses persiapan sampel. Metode yang sudah dikembangkan dan divalidasi oleh peneliti memiliki 66.. M kkeunggulan-keunggulan
seperti
telah
diuraikan
di
atas,
namun
kkelemahannya metode ini hanya dapat digunanakan untuk penetapan kadar vvitamin A dalam matriks minyak goreng sawit dan tidak dapat digunakan uuntuk penetapan kadar vitamin A dalam produk pangan yang lain, misalnya: susu, daging dan telur. m
Kurva Kalibrasi yang digunakan untuk perhitungan kadar vitamin A K n a (Intersep) b (Slope) r 12 51,9937563 35825,84683 0,999973
T ab 28. Data hasil analisis penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit yang beredar di pasaran Tabel No Kode Bobot Sampel Pengenceran Luas Area Kadar Vit. A Kadar Vit. A (g) (IU/g) Rata-Rata (IU/g) 1 Avn A 2,4907 25 58070 16,25 2 Avn B 2,5928 25 64114 17,24 16,75 3 Fvt 2,4917 25 99450 27,84 4 Fvt 2,5892 25 107451 28,95 28,39 5 Sva A 2,4974 25 104545 29,20 6 Sva B 2,4989 25 103703 28,94 29,07 7 Snc A 2,4916 25 232286 65,04 8 Snc B 2,5015 25 242568 67,65 66,35
RSD (%) 4,17 2,76 0,61 2,78
SD (IU/g) 0,70 0,78 0,18 1,85
67