IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Lingkup Sistem Sistem Informasi Prediksi Laju Erosi disusun dengan kombinasi bahasa pemrograman yaitu PHP, HTML, JavaScript. Sistem ini juga disusun dengan bantuan framework ExtJS, Openlayer, dan Mapfish. Framework tersebut memudahkan dalam membuat fungsi-fungsi yang standar yang umum, sehingga tidak perlu membuat script dari awal. Sistem diimplementasikan hanya dapat berjalan dalam jaringan lokal (localhost) tanpa internet dan dapat diakses dengan browser seperti Mozilla Firefox. Pada browser lain seperti Internet Explorer, Google Chrome, Safari, Opera, dan lainnya sistem belum diuji. 4.2. Demo Prototipe Tampilan utama sistem dapat dilihat pada Gambar 8. Sistem dapat dijalankan cukup dengan menggunakan browser, sehingga pengguna atau user tidak perlu menginstalasi perangkat lunak SIG. Tampilan utama akan muncul jika
kita
mengakses
http://localhost/sig-erosi/
pada
browser.
Gambar 8. Tampilan utama antarmuka sistem SIMPLE ini memiliki fungsi mengatur ukuran skala peta sesuai keinginan, menggeser peta, identifikasi atribut, menampilkan legenda dan membuat poligon
28
Area of Interest (AOI) untuk membatasi wilayah yang ingin dikaji. Pada bagian kiri gambar peta terdapat menu pengaturan layer, menu perhitungan prediksi laju erosi, menu AOI, dan titik koordinat bujur (x) dan lintang (y) pergerakan kursor mouse. Menu pengaturan layer berfungsi memilih daftar layer yang aktif untuk disajikan pada peta. Pada bagian kiri bawah gambar peta terdapat peta inset yang berfungsi menampilkan peta dengan ukuran skala lebih kecil. Peta dasar yang disediakan adalah peta dari Google Maps yang terdiri dari peta jalan (streets), peta fisik (physical), peta satelit (satellite), dan peta hybrid. Layer tambahan dapat ditambahkan dengan menekan tombol Tambah Layer, maka akan muncul tampilan seperti Gambar 9. Simbol + pada setiap layer digunakan untuk melihat deskripsi setiap layer. Jika ingin menghapus layer yang sudah ditambahkan tekan tombol Hapus Layer. Pengguna dapat menambah data layer baru dari luar basis data sistem ini dengan melakukan upload data shapefile (shp) yang nantinya akan dikonversi ke PostgreSQL/PostGIS. Syarat yang harus dipenuhi adalah data harus memiliki sistem proyeksi geografis. Jika sistem proyeksi data yang bukan sistem proyeksi geografis, maka data tersebut tidak muncul sesuai dengan lokasi yang sebenarnya pada peta karena sistem proyeksi yang digunakan dalam SIMPLE ini adalah sistem koordinat geografis WGS 84.
Gambar 9. Tampilan menambahkan layer pada peta
29
Pengguna yang ingin menambah data layer baru dari luar basis data sistem dapat melakukan upload data shapefile (shp) yang nantinya akan dikonversi ke PostgreSQL. Pengguna yang dapat melakukan Upload Data harus melakukan login terlebih dahulu sebagai Administrator. Upload data ke basis data PostgreSQL dapat dilakukan dengan menekan tombol Upload Data, yang akan menampilkan form pengisian upload file seperti Gambar 10. Ada 3 file dari data shapefile yang harus di-upload yaitu file dengan ekstensi .shp, .dbf dan .shx. Untuk mengakhiri upload data dapat dilakukan dengan menekan tombol Simpan.
Gambar 10. Form upload file
Konversi format shapefile ke dalam format PostgreSQL menggunakan program ogr2ogr.exe yang merupakan program bawaan di dalam MS4W pada folder C:\ms4w\tools\gdal-ogr. Eksekusi program
mengunakan script PHP,
kutipan penulisan pemrogramannya dapat dilihat pada Gambar 11.
30
Gambar 11. Kutipan script php untuk mengeksekusi program konversi shapefile ke PostgreSQL Penjelasan kutipan program di atas adalah sebagai berikut : 1. Baris 2 variabel $namelayer diisi nama layer yang akan menjadi tabel dalam basis data yang mengandung atribut spasial 2. Baris 3 variabel $desc diisi dengan deskripsi dari layer 3. Baris 4 sampai dengan 6 variabel yang diisi nama file upload shp, dbf dan shx. 4. Baris 8 sampai dengan 10 merupakan perintah (command line) yang dieksekusi melalui php. EPSG:4326 menunjukan sistem referensi spasial untuk proyeksi geografis WGS 84. 5. Baris 11 merupakan perintah query maintenance untuk mengoptimalkan kerja PostgreSQL. 6. Baris 12 merupakan perintah query untuk mengganti nama kolom ogc_fid menjadi gid pada tabel . 7. Baris 13 merupakan perintah query
memasukan data nama layer dan
deskripsinya ke dalam tabel desc_data. 8. Baris 14 sampai dengan 16 menjalankan query dari baris 11, 12, dan 13.
31
Analisis spasial prediksi laju erosi dapat dilakukan bila pengguna sebagai Administrator. Analisis prediksi laju erosi dieksekusi dengan menekan tombol pada menu yang tertulis Hitung Prediksi Erosi, kemudian tekan tombol Tampilkan, maka akan muncul tampilan seperti Gambar 12. Sistem ini menggunakan persamaan USLE, oleh karena itu untuk menghitung laju erosi diperlukan parameter-parameter input data spasial Erosivitas Hujan (R), Erodibilitas Tanah (K), Faktor Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng (LS), Faktor Tanaman (C), dan Faktor Konservasi Tanah (P). Sebelumnya data spasial semua faktor erosi harus dimasukkan ke dalam basis data. Setelah melakukan pengisian parameter-parameter faktor erosi, tombol Kalkulasi dipilih untuk mengakhiri dan menjalankan program prediksi erosi.
Gambar 12. Tampilan fungsi perhitungan prediksi erosi
4.3. Penjelasan Fungsi Prediksi Erosi Hasil perhitungan prediksi laju erosi akan menghasilkan data spasial erosi dalam basis data, sehingga hasilnya dapat dilihat pada peta dengan menambahkan layer baru. Prinsip perhitungan prediksi erosi ini adalah dengan melakukan proses intersect atau tumpang tindih dan melakukan perkalian antara 5 field data spasial
32
yang mempunyai informasi atribut R (erosivitas), K (erodibilitas), LS (panjang lereng dan kemiringan lereng), C (faktor tanaman), dan P (faktor konservasi tanah) dengan perintah query dari basis data. Proses intersect dilakukan secara bertahap, pertama dengan melakukan intersect antara data spasial R dan data spasial K, selanjutnya hasil intersect yang pertama akan diproses intersect lagi dengan tabel faktor erosi berikutnya sampai kelima data spasial faktor erosi tersebut diproses intersect. Contoh query yang dilakukan untuk melakukan proses intersect antara 2 tabel yang memiliki atribut dalam PostgreSQL/PostGIS dapat dilihat pada Gambar 13. Fungsi yang digunakan dalam PostGIS untuk melakukan analisis tumpang tindih yaitu ST_Intersection() dan ST_Intersects(), sedangkan untuk mengatur ketelitian koordinat grid digunakan fungsi ST_SnapToGrid(). Hasil intersect disimpan dalam tabel sementara, dan hasil akhirnya dibuat tabel dengan melakukan perkalian atribut faktor erosi.
Gambar 13. Contoh query untuk melakukan intersect antara dua tabel dengan atribut spasial 4.4. Erosi pada DAS Cikaso Data yang diuji merupakan data spasial erosi pada DAS Cikaso. Hasil prediksi laju erosi yang dikalkulasi dengan menggunakan sistem ini dapat dilihat pada Gambar 14. Laju erosi terbesar adalah 2.622 ton/ha/tahun sedangkan laju erosi terkecil yaitu 0.0003 ton/ha/tahun. Secara umum di wilayah DAS Cikaso
33
laju erosi berkisar dibawah 437 ton/ha/tahun yang menempati seluruh wilayah DAS.
Gambar 14. Peta prediksi erosi DAS Cikaso
Sebagai perbandingan dilakukan juga perhitungan laju erosi secara manual. Perhitungan laju erosi secara manual dilakukan menggunakan Map Calculator pada program ArcView setelah melakukan proses intersect kelima data spasial faktor erosi. Berdasarkan Tabel 8, jumlah poligon hasil intersect menggunakan query basis data lebih banyak dari pada jumlah poligon hasil intersect pada perhitungan secara manual. Nilai maksimum, minimum dan ratarata laju erosi antara perhitungan dengan PostgreSQL/PostGIS dan perhitungan secara manual relatif sama hasilnya. Total laju erosi perhitungan dengan PostgreSQL/PostGIS sedikit lebih tinggi daripada perhitungan secara manual. Perbedaan besar total laju erosi karena jumlah poligon lebih banyak pada perhitungan menggunakan PostgreSQL/PostGIS dan adanya poligon sliver. Poligon sliver merupakan poligon dengan luas sangat kecil dekat dengan perbatasan antar poligon yang dihasilkan akibat proses tumpang tindih dua atau lebih data spasial. Luas poligon terkecil sedikit lebih kecil pada hasil perhitungan dengan PostgreSQL/PostGIS. Hal ini yang menunjukkan poligon sliver akan lebih banyak dihasilkan pada proses perhitungan prediksi laju erosi menggunakan
34
PostgreSQL/PostGIS walaupun proses perhitungan manual dengan ArcView juga menghasilkan poligon sliver.
Tabel 8. Perbandingan statistik antara hasil perhitungan prediksi laju erosi dengan PostgreSQL/PostGIS dengan perhitungan secara manual Perhitungan dengan
Perhitungan secara
PostgreSQL/PostGIS
manual
Total Laju erosi (ton/ha/tahun)
202.695
200.021
Jumlah poligon
2.980
2.939
Rata-rata (ton/ha/tahun)
68
68
Maksimum (ton/ha/tahun)
2.622
2.622
Minimum (ton/ha/tahun)
0,0003
0,0003
136
136
116.454
116.454
0,00000142
0,00000143
843
843
Standar deviasi (ton/ha/tahun) Luas (ha) (i) Total (ii) Poligon terkecil (iii) Poligon terbesar .