IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 120
4.1 Data Siklon Tropis
4.2 Siklon Tropis yang Terjadi di Utara Ekuator (Lintang Utara) Siklon tropis yang diamati dalam penelitian ini adalah siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia yaitu di lintang Utara dengan asumsi mewakili karakteristik siklon yang terjadi di Utara Indonesia (BBU) dan lintang selatan dengan asumsi mewakili siklon yang terjadi di selatan Indonesia (BBS) pada tahun 1994-2006, dengan letak astronomis 60°-180° BT. Di sekitar Indonesia rata-rata setiap bulannya terjadi 5 siklon tropis. Dari data bulan Juli tahun 1994 sampai Desember 2006 (60°-180° BT) di lintang Utara atau di utara ekuator terdapat sekitar 504 kejadian siklon tropis. Siklon tropis yang terjadi pada daerah tersebut terjadi sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan Juli sampai Oktober (Maksimum pada bulan Agustus) karena, pada bulan Agustus matahari sedang berada di Lintang Utara. Sedangkan pada bulan maret siklon jarang terbentuk di LU.
Kejadian siklon
100 80 60 40 20 0 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Gambar 2 Kejadian siklon tropis bulanan di BBU (Belahan Bumi Utara) 4.3 Siklon Tropis yang Terjadi di Selatan Ekuator (Lintang Selatan) Daerah bagian selatan dari ekuator (Lintang Selatan) pada 60°-180°BT yang sering mengalami siklon tropis yaitu Samudera Hindia dan Perairan Australia. Samudera Hindia merupakan Samudera yang berbatasan dengan semenanjung Malaka, Indonesia. Sehingga kejadian siklon tropis di Samudera Hindia memberikan pengaruh terhadap keadaan cuaca dan iklim di Indonesia. Dari data bulan Juli 1994 sampai Desember 2006 terdapat sekitar 272 kejadian siklon tropis di selatan ekuator (Selatan Indonesia). Siklon tropis lebih banyak terjadi pada bulan Oktober sampai Mei dengan puncaknya pada bulan Januari sampai Maret, dimana pada bulan ini matahari terletak di atas Samudera Hindia sehingga suhu perairan yang hangat meningkatkan aktivitas siklon. Sedangkan pada bulan Juni sampai dengan September hampir tidak pernah terjadi siklon tropis karena matahari sedang berada di Lintang Utara. 70 60 Kejadian siklon
Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data pada bulan Juli tahun 1994 sampai dengan Desember 2006 di Belahan Bumi bagian Timur (BBT) dengan letak astronomis 60°180°BT yaitu kejadian siklon tropis yang terjadi di daerah Selatan dan Utara Indonesia. Dari data tersebut terdapat beberapa data kejadian siklon tropis yang berpindah dari lintang Selatan ke lintang Utara atau sebaliknya. Perpindahan tersebut secara tibatiba dengan jarak yang sangat jauh setelah itu berpindah kembali ke lintang selatan atau ke lintang utara. Secara teori siklon tropis tidak mungkin dapat melintasi garis equator. Di lihat dari data gambar track siklon pada lampiran juga tidak terdapat track siklon tersebut. Jadi, keadaan tersebut bisa saja terjadi karena kesalahan tekhnis dari alat penulis data atau karena human error.
50 40 30 20 10 0 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Gambar 3 Kejadian siklon tropis bulanan di BBS (Belahan Bumi Selatan).
7
4.4 Posisi Siklon Tropis Pada Tahap Pembentukan dan Peredaan kejadian siklon tropis di LU dan LS memiliki intensitas yang berbeda. Selain jumlah dan waktu, intensitas siklon tropis juga ditentukan oleh posisi lintang dan bujur saat siklon terbentuk. Kebanyakan siklon mulai terbentuk pada daerah antara 10° dan 20° dari ekuator, sedikit sekali yang muncul pada lintang di atas 4° dari ekuator (Tjasyono, 2000) Kejadian siklon tropis salah satunya dipengaruhi oleh besarnya gaya coriolis. Besarnya gaya coriolis dipengaruhi oleh posisi lintang sehingga, posisi lintang dan bujur dapat menentukan daerah mana yang subur atau tidak untuk terjadinya siklon tropis. 4.4.1
Posisi Lintang dan Bujur Awal Kemunculan Siklon
a. Lintang Utara (LU) Berdasarkan data kejadian siklon tahun 1994-2006 di sepanjang 60°-180°BT pada bagian utara ekuator yaitu sekitar Laut Arabia sampai Samudera Pasifik bagian Barat, siklon tropis dapat muncul antara lintang kurang dari 3°LU sampai dengan lintang 36°LU. Siklon tropis yang terbentuk pada lintang kurang dari 3°LU, selama kurun waktu 12 tahun hanya terjadi 1 kali. Hal ini disebabkan, pada lintang tersebut gaya coriolisnya sangat kecil (mendekati nol) sehingga tidak mungkin terjadinya siklon tropis, kejadian siklon tersebut hanya merupakan penyimpangan yang bisa
disebabkan adanya faktor alam lainnya selain gaya coriolis. Sekitar 78% siklon mulai terbentuk pada lintang antara 6° sampai 21°LU. Frekuensi munculnya siklon tropis pada wilayah tersebut semakin bertambah pada posisi lintang yang semakin tinggi hingga mencapai titik maksimum pada lintang 12°-15°LU, yang merupakan posisi lintang paling subur pada tahap pembentukan siklon tropis. Pada lintang di atas 15°LU, awal kemunculan siklon mulai berkurang dengan semakin tingginya lintang. 120 100 Kejadian siklon
Sebaliknya dari rata-rata kejadian siklon bulanan di lintang utara (BBU), di lintang selatan ini pada bulan Maret merupakan salah satu puncak kejadian siklon. Selama kurun waktu 12 tahun, pada bulan ini siklon terbentuk sekitar lebih dari 60 kali. Sedangkan pada bulan Juni sampai Agustus hampir tidak pernah terjadi siklon di Lintang Selatan (BBS, 60°-180°BT). Siklon tropis rata-rata lebih banyak terjadi di Utara ekuator (Lintang Utara) dibandingkan Selatan ekuator (Lintang Selatan) setiap tahunnya karena adanya perbedaan topografi antara Utara dengan Selatan Ekuator, di lintang utara lebih banyak daratannya dibandingkan di Lintang Selatan sehingga, adanya aliran udara terganggu oleh perubahan ketinggian medan atau oleh aliran dari darat ke laut (Neiburger et al, 1995).
80 60 40 20 0 5 8 1 4 7 0 3 6 9 9 3 6 9 2 <= 3 < 6 < < 1 < 1 < 1 < 2 < 2 < 2 < 3 < 3 < 3 < 3 >3 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36
Derajat LU
Frekuensi awal kemunculan siklon yang terjadi di utara ekuator berdasarkan posisi lintang. Apabila dilihat dari daerah kajian penelitian ini yaitu, daerah sekitar 60°180°BT maka, siklon yang terjadi di lintang utara mulai muncul di sepanjang rentang bujur tersebut. Tetapi, siklon tropis lebih banyak muncul pada posisi bujur 110°160°BT (73%) atau sekitar Samudera Pasifik Utara bagian Barat, dengan puncaknya pada posisi 130°-140°BT yaitu sekitar Laut Filipina. Karena pada wilayah tersebut merupkan wilayah lautan yang luas. Sedangkan pada wilayah 60°-100°BT merupakan laut yang berbatasan dengan daratan (India) dan sebagian Asia Tenggara. Berdasarkan grafik di bawah ini, dapat dilihat bahwa posisi lintang dan bujur yang paling sering untuk mulai terbentuknya siklon tropis yaitu pada lintang antara 1215oLU dan 130o-140oBT yaitu sekitar Laut Filipina. Gambar 4
8
35 30 25 Kejadian siklon
20 15 10 5
60 <=
Derajat BT
Derajat BT
Gambar 5 Frekuensi awal terbentuk siklon yang terjadi di utara ekuator berdasarkan posisi bujur. Dari Gambar 4 dan 5 di atas memperlihatkan bahwa wilayah utara Indonesia (utara ekuator, LU) yang subur untuk terbentuknya siklon yaitu Laut Cina Selatan, laut Filipina (Samudera Pasifik Utara bagian Barat). b. Samudera Hindia dan Perairan Australia Pada siklon tropis yang terjadi di Lintang Utara (Utara Indonesia) terdapat siklon yang mulai muncul pada posisi lintang kurang dari 3°LU. Sedangkan, di Lintang Selatan (Selatan Indonesia) siklon mulai terbentuk di atas lintang 3°LS sampai 25.3°LS. Sekitar lebih dari 80% siklon mulai terbentuk pada lintang 9°-18°LS. Intensitas awal terbentuknya siklon memiliki pola lokal yaitu semakin tinggi posisi lintang maka semakin bertambah frekuensi awal kemunculan siklon hingga mencapai puncak maksimum pada lintang 12°-15°LS.
Gambar 7 Frekuensi awal terbentuk siklon yang terjadi di LS berdasarkan posisi bujur 4.4.2 Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap Peredaan Suatu Siklon a.
Samudera Pasifik bagian Barat dan Hindia bagian Utara
Dari grafik di bawah ini, terlihat bahwa posisi siklon pada tahap peredaan paling banyak berada pada lintang 21°24°LU, dan tidak ada siklon yang berakhir (mati) di bawah lintang 3°LU. Lain halnya pada tahap pembentukan, siklon paling banyak mulai hidup pada lintang 12°-15°LU dan terdapat siklon yang mulai hidup di bawah lintang 3°LU. Sekitar 90.4% dari data kejadian siklon tahun 1994-2006, siklon tropis berakhir (mati) pada posisi lintang di atas 12°LU. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa siklon bergerak menuju lintang yang lebih tinggi. 70
90
60 Kejadian siklon
80 70 Kejadian siklon
< 70 70 < 8 80 0 < 90 90 < 10 10 0 0 < 11 11 0 0 < 12 12 0 0 < 13 13 0 0 < 14 14 0 0 < 15 15 0 0 < 16 16 0 0 < 17 17 0 0 < 18 0
0
60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 < < < < < < <= 60 < 70 < 80 < 0 < 0 < 0 < 9 10 11 120 130 140 150 160 170
60
Kejadian siklon
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
60 50 40 30
50 40 30 20
20
10
10
0
0 3 9 6 33 30 15 27 24 18 21 12 <= 3 < 6 < < < < < < < < < 9 12 30 27 15 21 18 24
5 8 1 4 9 9 3 6 7 0 3 6 9 2 <= 3 < 6 < < 1 < 1 < 1 < 2 < 2 < 2 < 3 < 3 < 3 < 3 >3 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36
Derajat LU
Derajat LS
Gambar 6 Frekuensi awal kemunculan siklon yang terjadi di Lintang Selatan berdasarkan posisi lintang Di Lintang Selatan atau sekitar Samudera Hindia Selatan dan perairan Australia, siklon tropis mulai terbentuk merata di sepanjang wilayah kajian yaitu 60°-180°BT, kecuali pada wilayah 100°110°BT awal kemunculan siklon lebih jarang.
Gambar 8 Frekuensi kejadian siklon tropis di utara ekuator berdasarkan posisi lintang pada tahap peredaan. Frekuensi kejadian siklon di LU lebih banyak berakhir (mati) pada bujur lebih dari 100°BT karena awal kemunculan siklon tropis juga lebih banyak pada posisi bujur 110°-180°BT. dari data kejadian siklon selama 12 tahun ini, dapat dilihat bahwa siklon tropis yang terjadi di utara ekuator dari wilayah 60°-180°BT paling banyak
9
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
antara 60o-180oBT sesuai dengan daerah kajian. Begitu juga posisi bujur pada saat siklon berakhir (mati). 40 Kejadian siklon
35 30 25 20 15 10 5
6 60 0 < 70 70 < 80 80 < 90 90 < 10 10 0 0 < 11 11 0 0 < 12 12 0 0 < 13 13 0 0 < 14 14 0 0 < 15 15 0 0 < 16 16 0 0 < 17 17 0 0 < 18 0
<=
60
<=
0
Derajat BT
Frekuensi kejadian siklon di utara Indonesia berdasarkan posisi Bujur pada tahap peredaannya Sedangkan pada tahap pembentukan lebih banyak muncul pada posisi bujur lebih dari 110oBT dan puncaknya pada bujur 130o-140oBT. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa siklon di lintang utara belahan bumi bagian timur, bergerak menuju lintang yang lebih tinggi.
60 < 70 70 < 80 80 < 90 90 < 10 10 0 0 < 11 11 0 0 < 12 12 0 0 < 13 13 0 0 < 14 14 0 0 < 15 15 0 0 < 16 16 0 0 < 17 17 0 0 < 18 0
Kejadian siklon
siklon yang berakhir (mati) pada posisi 110°-120°BT.
Gambar 9
b. Samudera Hindia dan Perairan Australia Dari data kejadian siklon tahun 19942006 di selatan ekuator (selatan Indonesia) yaitu dari sebagian Samudera Hindia sampai Laut Coral (Timur laut Australia) terdapat lebih dari 90% siklon tropis berakhir pada lintang 9°-30°LS yang puncaknya pada 15°21°LS dan tidak ada siklon yang berakhir (mati) pada daerah lintang di bawah 3°LS. Di Lintang Selatan (LS), pada tahap pembentukan siklon lebih intensif pada lintang 6°-21°LS. Sedangkan pada tahap peredaannya siklon bergerak pada lintang yang lebih tinggi, sehingga siklon paling intensifnya muncul pada lintang 9°-30°LS. 60
Derajat BT
Gambar 11 Frekuensi kejadian siklon tropis di Selatan Ekuator berdasarkan posisi Bujur pada tahap peredaan siklon. 4.5
Posisi Lintang Minimum dan Maksimum Siklon Tropis Pada Tahap Pembentukan
Siklon tropis yang terjadi Lintang Utara pada 60o-180oBT dari tahun 19942006 mulai terbentuk dari 1.5oLU yang merupakan posisi lintang minimum sampai 36oLU yang merupakan posisi lintang maksimum awal terbentuknya siklon. Posisi minimum terjadi pada bulan Desember tahun 2001 dan maksimum bulan Juli tahun 1997. Tabel 1 Data posisi lintang minimum dan maksimum pada tahap pembentukan siklon LU
LS
Tahun
min
max
min
max
1994
5.1
34.7
7.2
12.4
1995
6
28.6
10
17.7
1996
4.3
33.2
4.8
25.3
1997
5.1
36
6.1
21
1998
6.1
29.5
9
22.1
1999
5.6
33.1
9.8
21.4 19.5
Kejadian siklon
50 40
2000
7.4
33.1
6.3
20
2001
1.5
25.9
6.9
19.1
10
2002
4.8
32.1
7
20.8
30
0 5 3 6 0 4 7 9 9 8 1 3 6 9 2 <= 3 < 6 < < 1 < 1 < 1 < 2 < 2 < 2 < 3 < 3 < 3 < 3 >3 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36
Derajat LS
Frekuensi kejadian siklon tropis di Selatan Ekuator berdasarkan posisi lintang pada tahap peredaan. Dari data kejadian siklon tahun 19942006 di selatan ekuator (selatan Indonesia) siklon muncul secara tersebar pada bujur
Gambar 10
2003
3.3
30.1
4.5
21.6
2004
6.1
29.4
7.7
23.1
2005
5
24.1
7.5
16.4
2006
5.3
26
7.7
18.7
Secara teori siklon tropis hanya dapat terbentuk di atas lintang 4o. Tetapi, berdasarkan data kejadian siklon tahun 1994-2006 terdapat siklon yang mulai hidup di lintang kurang dari 4°. Hal ini merupakan anomali atau penyimpangan kejadian siklon
10
0 <6 40
0 0 0 0 00 16 14 12 <8 <1 0< 0< 0< 60 80 14 12 10
Kejadian siklon
Kec. angin maks (knot)
Gambar 12 Kejadian siklon di LU dan LS berdasarkan kecepatan angin maksimum Pada Gambar 12 terlihat, baik grafik frekuensi kejadian siklon tropis di LU dan LS memiliki pola yang sama. Di LU sekitar 33.4% siklon tropis memiliki kecepatan angin maksimum 20-40 knot. 4.7
Masa Hidup pada Siklon Tropis yang Terjadi di Sekitar Indonesia
Masa hidup Siklon tropis sangat bervariasi mulai dari beberapa jam sampai dengan mingguan. Baik di utara (LU) maupun di selatan ekuator (LS) pada 60°180°BT, siklon tropis paling banyak hidup selama 4-6 hari. Berdasarkan data kejadian siklon tropis dari tahun 1994-2006 di LU masa hidup siklon tropis paling lama yaitu 17 hari. Sedangkan di selatan mencapai 22 hari. Dari grafik masa hidup siklon tropis di bawah ini, frekuensi kejadian siklon tropis di lintng utara maupun lintang selatan hampir memiliki pola yang sama. Lebih dari 80% kejadian siklon tropis di Lintang Utara dan Selatan, hidup dalam waktu hanya beberapa jam sampai dengan 9 hari. 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
LU
21
>2 1
<
<1 8
19
15 < 13
16
12 <
10
7
<
6
9
LS
<3
Badai siklon terjadi pada daerah angin baratan. Angin baratan lebih berpengaruh dalam pembentukan siklon, walaupun angin siklon dapat berhembus dari segala penjuru. Kecepatan angin pada siklon tropis ini merupakan kecepatan angin maksimum yang terjadi pada suatu badai. Baik di LU maupun di LS, frekuensi siklon tropis dengan kecepatan angin maksimum paling banyak yaitu 20-40 knot yang merupakan depresi tropis dan badai tropis. Di Lintang Utara, sekitar 48% merupakan siklon tropis dengan kecepatan angin maksimum lebih dari 60 knot. Sedangkan di LS siklon tropis dengan kecepatan angin maksimum lebih dari 60 knot yaitu sekitar 52 % karena, di Lintang Selatan lebih banyak siklon tropis yang terbentuk pada lautan yang luas sedangkan di Lintang Utara banyak daratan yang dapat menyebabkan siklon melemah apabila melaluinya. Kejadian siklon tropis dengan kecepatan angin maksimumnya yang semakin besar maka frekuensinya semakin jarang. Kecuali, pada siklon yang memiliki kecapatan angin maksimumnya sekitar 120140 knot.
LS
4<
Kecepatan Angin Maksimum Pada Siklon Tropis yang Terjadi di Sekitar Indonesia
LU
1
4.6
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0 <4 20
Kejadian siklon
karena seharusnya siklon terbentuk pada lintang di atas 5°LU/LS. Di Lintang Selatan siklon tropis mulai terbentuk pada posisi lintang 4.5°LU yang merupkan lintang terendah untuk dapat mulai terbentuknya siklon dan lintang 25.3°LS yang merupakan lintang paling tinggi yang masih dapat mulai terbentuk siklon. Di Lintang Utara siklon tropis masih terbentuk pada lintang 36°LS, sedangkan di Lintang Selatan siklon hanya terbentuk sampai lintang 25.3°LS hal ini terjadi karena pada Lintang Utara terdapat kontras termal antara Samudera dengan daratan.
Masa hidup (hari)
Gambar 13 Frekuensi masa hidup siklon tropis di LU dan LS
11
Nilai Rata-rata Bulanan Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap Pembentukan dan Peredaan
4.8.1 Nilai Rata-rata Bulanan Lintang dan Bujur Pada Tahap Pembentukan a. Lintang Utara (LU)
derajat LU
Rata-rata setiap bulannya siklon tropis di LU muncul pada lintang di atas 5° sampai 20°LU. Intensitas kejadian siklon tropis di Lintang Utara (LU) pada bulan Juli sampai Oktober lebih sering dibandingkan pada bulan lainnya. Pada bulan Juli sampai Oktober juga siklon lebih sering mulai terbentuk pada lintang yang lebih tinggi dibandingkan pada bulan yang lainnya yaitu pada kisaran rata-rata lintang di atas 10° – 26°LU. Sedangkan pada bulan Maret ratarata siklon mulai terbentuk pada lintang 59°LU. Pada Bulan Maret variasi lintangnya sangat kecil hal ini dikarenakan pada bulan ini di Lintang Utara (BBU) jumlah kejadian siklon dari tahun 1994-2006 hanya terjadi 4 kali.
Rata-rata -/+ Stdev
180 160 140 derajat LU
4.8
120 100 80 60 40 20 0 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Gambar 15 Posisi bujur rata-rata bulanan awal terbentuk siklon di LU Berdasarkan Gambar di bawah ini, dapat dilihat bahwa pada bulan Maret dan Agustus, selain tedapat perbedaan jumlah siklon pada setiap bulannya, posisi lintang rata-rata awal kemunculannya juga berbeda.
Rata-rata
28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
-/+ Stdev
Gambar 16 Kejadian siklon di LU pada bulan Maret dari tahun 19952006 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Gambar 14 Posisi lintang rata-rata bulanan awal terbentuk siklon LU Posisi bujur awal terbentuk siklon bulanan di Lintang Utara (LU) sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan salah satunya ruang lingkup penelitian yang cukup luas yaitu dari 60°-180°BT. Kecuali pada bulan Juli sampai September hampir semua siklon mulai terbentuk pada Bujur di atas 100°BT atau sekitar Samudera Pasifik bagian Barat. Begitu juga pada bulan Maret siklon hanya terjadi di sekitar Laut Filipina. Dari gambar 14 di bawah ini, terlihat bahwa siklon tropis yang terjadi di Lintang Utara rata-rata setiap bulanannya muncul pada posisi bujur di atas 100° sampai 150°BT. Maka dari itu, siklon tropis lebih banyak muncul pada posisi bujur yang lebih besar, karena pada posisi bujur lebih dari 100°BT di utara ekuator merupakan wilayah lautan yang luas.
Gambar 17
Kejadian siklon di LU pada bulan Agustus dari tahun 1995-2006.
b. Lintang Selatam (LS) Siklon tropis yang terjadi di Lintang Selatan pada bulan Desember sampai April, posisi mulai munculnya rata-rata pada lintang yang lebih tinggi dibandingkan pada bulan yang lainnya. Pada bulan Juni hampir
12
tidak ada variasi (Stdevnya kecil) baik posisi lintang maupun posisi bujurnya. Hal ini disebabkan pada bulan ini dari data tahun 1994-2006 di lintang selatan (60°-180°BT) jumlah siklon yang terjadi hanya 2 kali. Rata-rata 20
-/+ Stdev
18
derajat LS
16 14 12 10 8 6 4 2
Gambar 20
Kejadian siklon tropis di LS pada bulan Januari dari tahun 1995-2006
Gambar 21
Kejadian siklon tropis di LS pada bulan Juni dari tahun 1995-2006
0 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Posisi lintang awal rata-rata bulanan pada awal terbentuk siklon di LS Posisi bujur rata-rata pada bulan Juni lebih dari 170°BT, artinya pada bulan Juni siklon mulai terjadi sekitar wilayah laut Coral atau daerah Timur Laut Australia. Seperti halnya pada bulan Juni, siklon yang terjadi pada bulan Juli sampai September juga dari kurun waktu 13 tahun siklon hanya terjadi 2-3 kali. Maka dari itu variasi bujur pada tahap pembentukan siklon pada bulan tersebut kecil. Gambar 18
Rata-rata 200
-/+ Stdev
180
4.8.2 Rata-rata Bulanan Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap peredaan
160 derajat LS
140 120
a. Lintang Utara (LU)
100 80 60 40 20 0 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Gambar 19 Posisi Bujur rata-rata bulanan awal terbentuk siklon di LS Dari Gambar 20 dan 21 di bawah ini dapat dilihat bahwa siklon yang terjadi pada bulan Januari jauh lebih banyak dibandingkan pada bulan Juni. Selain itu juga, pada bulan Januari siklon terbentuk merata dari 60°-180°BT, sedangkan pada bulan Juni siklon hanya terbentuk di Laut Coral.
Dilihat dari posisi lintang dan bujur saat berakhirnya suatu siklon lebih banyak pada daerah sekitar Laut Cina Selatan, Thailand dan Taiwan. Siklon yang terjadi di Belahan Bumi Utara ( BBU, 60°-180°BT) setiap bulannya berakhir pada posisi lintang rata-rata bulanan yang berbeda. Pada bulan Juni sampai September siklon berakhir pada lintang rata-rata di atas 25oLU. Sedangkan pada bulan yang lainnya siklon berakhir pada lintang rata-rata bulanan di bawah 25oLU. Dari Gambar 13 dan 17 dapat terlihat bahwa rata-rata siklon tropis berakhir pada lintang yang lebih tinggi dibandingkan pada saat kemunculannya
13
45
Rata-rata
40
-/+ Stdev
Derajat LU
35 30 25 20 15 10
lebih kecil dibandingkan rata-rata lintang pada tahap peredaannya. Pada bulan Desember sampai April siklon berakhir pada rata-rata lintang sekitar 20oLS. Pada bulan September siklon terbentuk pada lintang yang lebih rendah dibandingkan pada bulan yang lainnya.
5 0
Rata-rata
35 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
-/+ Stdev
30
Bulan
Rata-rata
180
-/+ Stdev
160
Derajat BT
140
Derajat LS
25 20 15 10 5 0 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Gambar 24 Posisi lintang rata-rata bulanan siklon tropis pada tahap peredaan di BBS Posisi bujur rata-rata bulanan pada tahap pembentukan maupun peredaan pada kejadian siklon di lintang selatan (BBS) tidak jauh berbeda, begitu juga dengan pola grafiknya. Perubahan posisi bujur sering terjadi pada saat siklon berlangsung karena rata-rata siklon bergerak pada lintang yang lebih tinggi. 200
Rata-rata
180
-/+ Stdev
160 140 Derajat BT
Gambar 22 Posisi lintang rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di LU. Tahapan dari sebuah siklon tropis sejak terbentuk di Samudera hingga meredanya setelah memasuki daratan meliputi tahap pembentukan, tahap muda, tahap dewasa dan tahap peredaan. Siklon yang terjadi Lintang Utara ini pada tahap peredaannya terjadi pada posisi bujur rataan bulanan di atas 100° sampai 145°BT posisi ini menujukan bahwa pada posisi rataan bujur bulanan tahap pembentukan maupun tahap peredaan tidak terlalu jauh berbeda karena track siklon cenderung bergerak naik pada posisi lintang yang lebih tinggi, sedangkan posisi bujurnya berubah saat siklon berlangsung (tahap muda dan tahap dewasa). Pada saat berakhir siklon bergerak mendekati posisi bujur yang tidak jauh berbeda dengan saat awal kemunculannya. Dengan kata lain perbedaan posisi siklon saat tahap pembentukan dan peredaan hanya pada posisi lintangnya saja. Track siklon dapat dilihat dalam lampiran gambar. Pada posisi bujur pada tahapan peredaan ini tidak terlalu jauh beda dengan pada rataan bujur bulanan saat tahap pembentukan siklon.
120 100 80 60 40 20 0 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Gambar 25 Posisi bujur rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di Selatan ekuator
120 100
4.9 Nilai Rata-rata Bulanan Kecepatan Angin Maksimum dan Masa Hidup siklon Tropis
80 60 40 20 0 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Gambar 23 Posisi bujur rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di Utara ekuator. b. Lintang Selatan (LS) Posisi lintang rata-rata pada tahap pembentukan siklon tropis di lintang selatan
4.9.1 Rata-rata Kecepatan Angin Maksimum Bulanan Pada Siklon a. Lintang Utara (LU) Kejadian siklon setiap bulannya memiliki variasi kecepatan angin maksimum yang beraneka ragam, sehingga hasil ratarata kecepatan angin maksimum bulananya belum dapat memperlihatkan keadaan yang sebenarnya. Variasi paling besar terjadi pada
14
Rata-rata
8 6 4 2 0
100
J
F
M
A
M
80
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
60
Gambar 28 Masa hidup rata-rata bulanan pada siklon tropis di LU.
40 20 0 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Gambar 26 Rata-rata kecepatan angin maksimum bulanan pada siklon tropis di LU b. Lintang Selatan (LS) Kecepatan angin maksimum rata-rata bulanan di BBS sangat bervariasi mulai dari 40 knot sampai lebih dari 120 knot. Kecuali pada bulan Juli sampai Oktober, kecepatan angin maksimum rata-rata berkisar pada 20100 knot. Kecepatan angin maksimum ratarata pada bulan Mei, mulai dari 30 knot sampai 90 knot. Rata-rata
140 kec. angin maks (knot)
-/+ Stdev 10
-/+ Stdev
120
Rata-rata
12
b. Lintang Selatan (LS) Di Utara ekuator pada bulan Januari masa hidup rata-rata siklon tropis paling pendek, sedangkan di selatan pada bulan Desember sampai Maret rata-rata masa hidupnya lebih dari 5 hari. Siklon yang terjadi pada bulan Juni sampai September rata-rata masa hidup lebih pendek dari bulan yang lainnya yaitu sekitar 3-4 hari. Rata-rata
12
-/+ Stdev 10 Masa hidup (Hari)
kec. angin maks (knot)
140
Desember rata-rata masa hidup bulanannya mencapai sekitar 5-6 hari.
Masa hidup (Hari)
bulan Maret dan April. Pada bulan Februari, rata-rata kecepatan angin maksimumnya paling kecil yaitu kurang dari 40 knot dengan nilai Standar Deviasi yang paling kecil diantara bulan yang lainnya, sehingga pada bulan Februari variasinya tidak terlalu besar.
8 6 4 2
-/+ Stdev
120
0 J
100
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
80
Gambar 29 Masa hidup rata-rata bulanan pada siklon tropis di LS
60 40 20
4.10
0 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Bulan
Gambar 27 Rata-rata kecepatan angin maksimum bulanan di LS 4.9.2 Rata-rata Masa Hidup Bulanan Pada Siklon Tropis a. Lintang Utara (LU) Rata-rata masa hidup siklon bulanan paling panjang di lintang utara yaitu pada bulan April sedangkan rata-rata masa hidup paling pendek yaitu pada bulan Januari dan Februari, rata-ratanya hanya sekitar 2-3 hari. Sedangkan pada bulan Mei sampai
Pengaruh El-nino Terhadap Kejadian Siklon Tropis
Menurut Gray (1990), kejadian siklon tropis di beberapa Samudera pada saat Elnino yang mengalami peningkatan dari kondisi normalnya di Samudera Pasifik bagian selatan, Samudera Pasifik Utara bagian tengah, dan Samudera Pasifik bagian Timur. Kejadian siklon tropis yang mengalami penurunan dari kondisi normalnya Samudera Pasifik Utara bagian barat, Samudera Atlantik tropis, dan lautan di sekitar Australia. Dari data kejadian siklon tropis bulan Juli 1994 sampai Desember 2006 di sekitar Indonesia dengan letak astronomis 60o180oBT yaitu sekitar sebagian wilayah
15
60-180° BT Tahun
LU
LS
1994
32
3
1995
39
16
1996
50
35
1997
42
29
1998
38
26
1999
41
21
2000
40
23
2001
39
18
2002
46
20
2003
33
23
2004
38
23
2005
34
18
2006 Rata2
32 39
17 21
Dari tahun 1994-2006, fenomena El nino terjadi pada tahun 1997, 2002 dan 2006. Fenomena ENSO pada tahun-tahun tersebut tidak memberikan pengaruh yang besar pada intensitas kejadian siklon di LU maupun LS pada wilayah 60°-180°BT. Karena, pada Lintang Utara siklon lebih banyak terbentuk pada daerah 110°-150°BT yang merupakan Samudera Pasifik Barat sehingga bukan termasuk wilayah yang dipengaruhi oleh el-nino Kejadian ENSO dapat diketahui salah satunya dengan melihat perubahan Suhu Permukaan Laut (SPL) di sekitar Samudera Pasifik bagian tengah dan timur. Kejadian El-nino hanya berpengaruh pada sebagian Samudera Pasifik. Tetapi, pada daerah kajian penelitian ini siklon yang terjadi di Utara dan selatan Indonesia (60°-180°BT) tidak mengalami perbedaan yang nyata antara jumlah siklon di tahun normal maupun tahun el-nino, begitu juga.dengan masa hidupnya.
Masa hidup (Hari)
-/+ Stdev
10 8 6 4 2
19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06
0
Tahun
Gambar 30 Masa hidup rata-rata tahunan pada siklon tropis di Utara Ekuator. Rata-rata 14
-/+ Stdev
12 Masa hidup (Hari)
Tabel 2 Data kejadian siklon tropis tahunan di LU dan LS
Rata-rata 12
10 8 6 4 2 0 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06
Samudera Pasifik dan Hindia, kejadian siklon tropis pada tahun el-nino ataupun pada tahun normal di Lintang Utara maupun Selatan tidak ada perbedaan jumlah kejadian siklon yang cukup beda. Hal ini dikarenakan daerah kajian yang cukup luas dan kurang spesifik. Sehingga datanya juga merupakan data total seluruh kejadian siklon di sebagian Belahan Bumi bagian Timur dari 60°180°BT.
Tahun
Gambar 31 Masa hidup rata-rata tahunan pada siklon tropis di Selatan Ekuator. 4.11 Anomali Kejadian Siklon Pada wilayah ekuator tidak memungkinkan terjadinya perbedaan tekanan yang ekstrim karena suhu muka laut relatif lebih hangat dengan perbedaan kecil. Selain itu juga di wilayah ekuator tidak ada pengaruh gaya coriolis. Sehingga, siklon mulai terbentuk pada lintang di atas 5oLU/LS dari ekuator. Tetapi, dari data kejadian siklon tropis (1994-2006) di belahan bumi bagian timur (60o-180oBT) terdapat beberapa siklon yang terjadi di bawah lintang 5°LU/LS dari ekuator. Tabel 3 Siklon tropis yang terbentuk pada lintang di bawah 5°LU/LS No.
Bulan
Tahun
Nama siklon
1
Mei
1996
JENNA-96
2
Desember
2001
VAMEI-01
3 4
Desember Desember
2001 2002
FAXAI-01 05B-02
5
April
2003
KUJIRA-03
6
Januari
2005
02B-05
7
Maret
2006
01W-06
Penyimpangan kejadian siklon lebih banyak terjadi di Belahan Bumi Utara (BBU), ada 6 siklon yang terjadi di BBU dan 1 siklon yang terjadi di BBS. Siklon yang terbentuk di BBS yaitu siklon Jenna-96 dan siklon yang lainnya terbentuk di BBU.
16
Adanya penyimpangan kejadian siklon ini dapat disebabkan oleh fenomena alam lainnya seperti pusaran borneo dan pemanasan global.
Gambar 33 Pusaran Borneo Gambar 32
SIklon yang terbentuk di bawah 5°LU/LS.
Siklon Vameii Siklon vameii terbentuk pada lintang 1,5 LU pada bulan Desember 2001. siklon tersebut jarang terjadi karena kawasan khatulistiwa dianggap sebagai kawasan yang bebas dari siklon tropika. Gaya coriolis yang semakin lemah apabila mendekati khatulistiwa merupakan penyebab jarangnya terjadi pembentukan siklon tropis pada lintang di bawah 5°LU. Siklon vameii terjadi akibat adanya interaksi antara pusaran Borneo yang berputar di Laut Cina Selatan dengan hembusan angin Monsoon Timur Laut sehingga dapat menyebabkan pusaran siklonik bergerak ke bagian selatan laut Cina Selatan. Pusaran Borneo yaitu gangguan skala sinoptik yang terjadi di kepulauan Borneo (Chang et al, 2005). Titik tengah pusaran Borneo memiliki tekanan rendah sehingga angin dari kawasan bertekanan tinggi akan membawa uap air ketika menyeberangi Laut Cina Selatan yang menyebabkan terjadinya pembentukan awan yang tebal sehingga curah hujan meningkat. Pusaran Borneo semakin kuat apabila ada hembusan angin Monsoon Timur Laut dan frekuensi hembusan angin monsoon Timur laut dapat melamah apabila terjadi MJO (Chang et al, 2005).
4.12 Dampak Siklon Tropis Badai tropis adalah gerak berputar udara yang terjadi di perairan laut tropis dengan kecepatan angin yang berkisar antara 63-115 km/jam disertai dengan hujan yang sangat lebat. Kecepatan angin yang demikian besar dan hujan yang sangat lebat akan menimbulkan bahaya angin ribut, banjir, dan longsor beserta dengan seluruh bencana lainnya seperti kerusakan properti, infrastruktur, dan korban jiwa. Di Indonesia sendiri hanya terkena pengaruh dari ekor siklon bukan pengaruh langsung. Efek yang ditimbulkannya berupa angin kencang, curah hujan tinggi dan naiknya gelombang muka air laut. Misalnya efek yang ditimbulkan siklon Inigo pada tanggal 1 April 2003. Siklon ini menyebabkan terjadinya hujan lebat yang disertai angin kencang di Nusa Tenggara Timur, khususnya Kabupaten Ende dan Flores Timur, mengakibatkan banjir dan tanah longsor. Selain itu juga, pengaruh Siklon Ivy pada tanggal 27 Februari 2004 yaitu siklon Ivy menarik awan-awan yang ada di Indonesia ke arah pusat siklon (sebelah tenggara Papua). Akibatnya sebagian besar wilayah Indonesia berpeluang cerah hingga berawan sejenak setelah sebelumnya dilanda hujan berhari-hari. Hanya wilayah Papua yang berpeluang kuat hujan lebat karena lebih dekat dengan pusat siklon Ivy.
17