IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode ekstraksi kolesterol yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 976.26. Pertama-tama dengan dilakukan ekstraksi menggunakan asam (HCl 4:1), yang kemudian dilakukan tahap saponifikasi menggunakan KOH 2% seperti pada sub bab 3.4.
4.1. Uji Kesesuaian Sistem Hasil uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada Tabel 9. berikut. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa luas area yang didapat adalah 50,9489 mV.s dengan RSD sebesar 2,23%. Waktu retensi yang diperoleh adalah rata-rata berkisar 1,52 menit dengan nilai RSD sebesar 0,59%. Tabel 9. Hasil uji kesesuaian sistem analisis kolesterol menggunakan instrumen HPLC - ELSD. Ulangan 1 2 3 4 5 6 7
Konsentrasi Kolesterol Standar (μg/mL) 50 50 50 50 50 50 50 Rata-Rata SD RSD (%)
50,1387 51,8594 52,2730 50,0535 51,4215 51,6683 49,2280
Waktu Retensi (menit) 1,527 1,520 1,520 1,527 1,540 1,513 1,533
50,9489 1,14 2,23
1,526 0,01 0,59
Luas Area (mV.s)
Waktu retensi yang dihasilkan memiliki sedikit perbedaan untuk setiap ulangan, hal ini dikarenakan alat HPLC yang digunakan belum secara otomatis dapat mendeteksi sempel setelah diinjeksikan kedalam kolom.
4.2. Uji Spesifisitas Uji spesifisitas dilakukan dengan membandingkan waktu retensi antara standar kolesterol, sampel telur dan sampel telur yang diberi tambahan standar kolesterol. Berikut adalah gambar hasil injeksi standar kolesterol pada konsentrasi 1014 µg/mL (Gambar 9.). Diketahui bahwa kolesterol terdeteksi dan memiliki waktu retensi pada menit ke 1,53.
19
Gambar 9. Hasil injeksi standar kolesterol 1014 µg/mL. Spesifisitas analisis kolesterol menggunakan instrumen HPLC-ELSD dilakukan dengan mengukur pada sampel telur dan sampel telur yang ditambahkan standar kolesterol. Pengujian sampel telur tanpa penambahan standar kolesterol (Gambar 10.) dan sampel telur dengan penambahan 507 µg/mL kolesterol standar (Gambar 11.), diketahui bahwa pada menit ke 1,5 terbentuk peak. Hal tersebut menunjukkan bahwa kolesterol yang ditandai dengan kemunculan peak yang sama dengan standar kolesterol (pada menit ke 1,5). Peak yang terbentuk memiliki baseline yang tidak merata, dimungkinkan karena adanya komponen sterol lain yang ikut seperti fosfatidiletanolamin, fosfatidilserin,. fosfatidilkolin dan spingomielin.
Gambar 10. Hasil injeksi sampel tanpa penambahan kolesterol standar.
20
Gambar 11. Hasil injeksi sampel yang ditambahkan kolesterol standar 507 µg/mL.
4.3. Linieritas Metode Pengujian linieritas motede analisis kolesterol menggunakan instrumen HPLC – ELSD menghasilkan kurva linieritas yang proporsional. Semakin tinggi konsentrasi kolesterol standar yang ditambahkan akan semakin tinggi dan luas peak-nya. Konsentrasi kolesterol standar yang ditambahkan pada pengukuran linieritas ini berkisar antara 50 µg/g sampel hingga 3000 µg/g sampel. Hasil pengukuran linieritas metode dapat dilihat pada Lampiran 1. yang kemudian di plotkan kedalam sebuah kurva linieritas metode pada Gambar 12. Berdasarkan kurva tersebut dihasilkan linieritas dengan persamaan y = 35,85x – 4088 yang mempunya nilai R² sebesar 0,997. Dengan nilai R² tersebut menunjukkan bahwa metode analisis kolesterol menggunakan HPLC-ELSD ini memiliki linieritas yang baik, karena R² telah melebihi 0,99 (EMA 1995).
Luas Area (mV.s)
200000 150000
y = 35,58x - 3140, R² = 0,997
100000 50000 0 0
2000 4000 Konsentrasi kolesterol standar (µg/g)
6000
Gambar 12. Kurva linieritas metode analisis kolesterol dengan adisi standar ke dalam sampel menggunakan HPLC-ELSD. Hasil uji linieritas metode yang dilakukan, menunjukkan nilai R2 yang lebih baik apa bila dibandingkan dengan dengan metode yang dilakukan oleh Osman dan Chin (2006). Penelitian yang dilakukan Osman dan Chin nilai R2 pada metode ekstraksi Bohac adalah 0,993, metode Beyer & Jensen adalah 0,9897, dan metode Queensland Health Science Institute mencapai 0,9411 (Tabel 10.).
21
Ketiga metode tersebut menggunakan istrumen HPLC UV-VIS detector dengan 8 kali ulangan. Hal ini menunjukkan bahwa metode yang menggunakan HPLC-ELSD menghasikan nilai linieritas yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Avalli dan Contarini (2005), yang menyatakan bahwa HPLC-ELSD dapat menghasilkan respon yang linier untuk mengukur phospholipid di dalam produk susu. Tabel 10. Perbandingan hasil uji linieritas penulis dengan penelitian Osman dan Chin (2006). Peneliti
Metode Ektraksi
Penulis Osman dan Chin
4.4
Instrumen
AOAC 976.26 Bogac Beyer & Jensen Queensland Health Science Institute
HPLC -ELSD HPLC-UV VIS HPLC-UV VIS HPLC-UV VIS
Hasil uji Linieritas (R2) 0,997 0,993 0,9897 0,9411
Limit Deteksi Instrumen
Limit kuantitatif adalah batas konsentrasi terendah yang dapat dideteksi oleh alat. Pengujian ini pertama-tama dilakukan dengan penginjeksian kolesterol standar dari konsentrasi 10,14 μg/mL hingga 1014 μg/mL. Hasil dari pengukuran ini kemudian di plotkan kedalam sebuat kurva standar hubungan antara konsentrasi kolesterol standar dengan luas area yang dihasilkan persamaan y = 3,195x – 106,8 dengan R2 = 0,997. Diketahui bahwa pada konsentrasi 10,14 μg/mL dan 25,35 μg/mL, tidak dapat dideteksi oleh HPLC-ELSD. Kolesterol dapat dideteksi mulai pada konsentrasi 50,7 μg/mL hingga 1014 μg/mL. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kolesterol terendah yang dapat dideteksi oleh HPLC-ELSD adalah 50,7 μg/mL. Data selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 13 dan terlampir pada Lampiran 2A. 3500 3000
Luas Area (mV.s)
2500
y = 3,195x - 106,8 R² = 0,997
2000 1500 1000 500 0 0
200
400
600
800
1000
1200
Konsentrasi kolesterol standar (µg/mL) Gambar 13. Kurva standar kolesterol 10,14 – 1014,00 μg/mL tanpa menggunakan matriks telur ayam. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa konsentrasi kolesterol terendah yang dapat dideteksi oleh HPLC-ELSD adalah 50 μg/mL. Pengujian LDI dilanjutkan dengan 7 kali penginjeksian standar kolesterol pada konsentrasi 50 μg/mL yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 11.
22
Tabel 11. Hasil pengukuran LDI* pada konsentrasi kolesterol 50 μg/mL. Ulangan
Konsentrasi Kolesterol Standar (μg/mL)
Konsentrasi Kolesterol yang Terbaca (μg/mL)
1
50
49,1201
2
50
49,6587
3
50
49,7881
4
50
49,0934
Ket
5
50
49,5216
6
50
49,5988
7
50
48,8351
:
Rata-Rata
49,3737
SD
0,36
RSD (%)
0,72
LDI (µg/mL)
1,07
LOQ** hitung (µg/mL) * LDI = Limit Deteksi Instrumen ** LOQ = Limit of Quantitation
3,57
Limit Kuantitasi (LOQhitung) merupakan batas terendah konsentrasi kolesterol yang dapat dilaporkan, di bawah konsentrasi ini disebut sebagai ‘tidak terdeteksi’ (Harmita 2004). Nilai LOQhitung ini bila dibandingkan dengan penelitian Oasman dan Chin (2006) (Tabel 12.), jauh lebih baik. Datadata tersebut memiliki nilai RSD yang cukup besar dibandingkan dengan penggunaan instrumen HPLC-ELSD. Tabel 12. Perbandingan hasil uji LDI dan LOQ penulis dengan Osman dan Chin (2006). Peneliti Penulis Osman dan Chin (2006)
Instrumen HPLC-ELSD Spektrofotometer HPLC-UV GC
LDI (µg/mL) 1,07 14 0,08 4,00
LOQhitung (µg/mL) 3,57 15 0,60 13
4.5. Rekoveri dan Ripitabilitas Rekoveri dilakukan pada tiga konsentrasi spiking yang berbeda yaitu rendah (50 µg/g sampel), sedang (250 µg/g sampel) dan tinggi (3000 µg/g sampel). Hasil uji rekoveri pada analisis kolesterol ditampilkan pada Tabel 13, Tabel 14, dan Tabel 15. Nilai rekoveri ini diperoleh dengan menggunakan persamaan dari kurva linieritas spiking standar pada Lampiran 3, dimana persamaan yang diperoleh adalah y = 35,58x – 3140 dengan nilai R² sebesar 0,997. Rekoveri menunjukkan keakuratan hasil analisis yang diperoleh adalah 122,13% untuk konsentrasi spiking rendah. Dimana nilai ini tidak sesuai dengan AOAC (1993) yang tertera pada Tabel 5. ialah antara 80 hingga 110%. Untuk rekoveri pada konsentrasi spiking sedang memperoleh keakuratan sebesar 108,23% dan telah sesuai dengan AOAC (1993) yang tertera pada Tabel 5. ialah antara 90 hingga 107%. Uji rekoveri konsentrasi spiking tinggi hanya memperoleh keakuratan sebesar 44,71%, dimana nilai ini berada dibawah AOAC (1993) yang tertera pada Tabel 5 ialah antara 95
23
hingga 105%. Adanya perbedaan hasil yang diperoleh dengan nilai perhitungan yang seharusnya didapat (sistematik error). Pengukuran kolesterol dengan menggunakan HPLC-ELSD, hanya dapat dilakukan untuk sampel yang memiliki konsentrasi dibawah 3000 µg/g sampel. Tabel 13. Hasil uji rekoveri pada konsentrasi spike rendah (50 µg/g). Ulangan 1 2 3 4 5 6 7
Kolesterol yang Ditambahkan (μg/g) 50 50 50 50 50 50 50 Rata-Rata SD RSD (%)
Jumlah Kolesterol Standar yang Terbaca (μg/g) 57,53 61,11 62,86 63,34 57,84 65,90 58,39 60,9957 3,21 5,26
Rekoveri (%) 115,14 122,33 125,90 126,87 115,83 131,97 116,87 122,1302
Tabel 12. Hasil uji rekoveri pada konsentrasi spike sedang (250 µg/g). Ulangan 1 2 3 4 5 6 7
Kolesterol yang Ditambahkan (μg/g) 250 250 250 250 250 250 250 Rata-Rata SD RSD (%)
Jumlah Kolesterol Standar yang Terbaca (μg/g) 275,77 253,28 263,85 270,61 277,42 288,37 282,07 273,0542 11,72 4,29
Rekoveri (%) 109,31 100,33 104,60 107,29 110,03 114,31 111,77 108,2354
Tabel 13. Hasil uji rekoveri pada konsentrasi spike tinggi (3000 µg/g). Ulangan 1 2 3 4 5 6 7
Kolesterol yang Ditambahkan (μg/g) 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 Rata-Rata SD RSD (%)
Jumlah Kolesterol Standar yang Terbaca (μg/g) 1569,52 1392,04 1147,45 1341,82 1381,48 1251,98 1253,92 1334,0306 134,84 10,11
Rekoveri (%) 52,58 46,63 38,47 44,97 46,32 41,95 42,06 44,7118
24
Ripitabilitas ditunjukkan dengan hasil RSD analisis yang diperoleh adalah 5,26% untuk konsentrasi spiking rendah. Dimana nilai ini telah sesuai dengan AOAC (1993) yang tertera pada Tabel 6. adalah maksimal 7,3%. Untuk ripitabilitas pada konsentrasi spiking sedang memperoleh nilai RSD sebesar 4,29% dan telah sesuai dengan AOAC (1993) yang tertera pada Tabel 6. adalah maksimal 5,3%. Uji ripitabilitas konsentrasi spiking tinggi hanya memperoleh nilai RSD sebesar 10,11%, dimana nilai ini berada diatas AOAC (1993) yang tertera pada Tabel 6 adalah maksimal 3,7%. Tidak memenuhinya persyaratan uji ripitabilitas pada konsentrasi spiking tinggi, dimungkinkan karena adanya kesalahan acak analisis. Penelitian yang dilakukan oleh Osman dan Chin (2006), pengukuran uji rekoveri hanya dilakukan pada satu konsentrasi spiking yaitu pada konsentrasi 300 µg/mL kolesterol standar. Dengan nilai konsentrasi yang terbaik dicapai pada metode Bohac dengan instrumen HPLC UV-VIS yang mencapai nilai rekoveri 96,67% dengan RSD 7,50%. Hal ini menunjukkan bahwa metode HPLC-ELSD yang telah dilakukan oleh peneliti memiliki nilai rekoveri yang lebih baik yang ditunjukkan dengan nilai RSD yang lebih rendah dari metode yang telah dilakukan oleh Osman dan Chin (2006).
4.6. Method Detection Limit (MDL) Uji MDL merupakan kelanjutan dari uji rekoveri dengan memplotkan nilai SD pada setiap konsentrasi kedalam sebuah kurva hubungan antara konsentrasi standar kolesterol yang ditambahkan dengan SD. Hasil uji MDL pada tiga konsentrasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 13. Dari hasil persamaan y = 0,042x + 0,741 dengan nilai R2 sama dengan 1, diperoleh SD0 (x = 0) yaitu 0,741 µg/g. Nilai MDL dihitung sebesar tiga kali SD0 ialah 2,30 µg/g, dimana nilai ini lebih rendah dari LOQhitung (3,57 µg/mL). Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki tingkat sensitivitas yang baik karena dapat mendeteksi kolesterol dalam maktriks hingga pada konsentrasi 2,30 µg/g. 140 120
SD (µg/g)
100
y = 0,044x + 0,768 R² = 1
80 60 40 20 0 0
1000 2000 3000 Konsentrasi Kolesterol yang Ditambahkan (µg/g)
Gambar 14. Kurva uji MDL dalam analisis kolesterol menggunakan instrumen HPLC-ELSD.
4.7. Intra Reprodusibilitas Hasil uji intra reprodusibilitas dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa RSD yang dihasilkan adalah 0,04%, nilai ini telah memenuhi batas keterimaannya
25
adalah ≤ 5,30%. Hasil ini menunjukkan ba hwa metode yang telah dilakukan memiliki nilai keterulangan yang baik pada selang waktu tertentu. Setelah di uji T, diketahui bahwa andar kedua ulangan tersebut tidak berbeda nyata. Tabel 14. Hasil uji intra reprodusibilitas analisis kolesterol pada telur dengan HPLC-ELSD. Bulan ke-
Hasil analisis (μg/g)*
Rata-rata hasil analisi (μg/g)
SD
RSD
Thitung
1
564,27
562,68
2,25
0,40
0,4079**
2 Ket:
* **
561,09 = rata-rata dari 3 ulangan analisis = tidak berbeda nyata
26