IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Kabupaten Bogor
4.1.1 Sejarah Singkat Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari sembilan kelompok pemukiman yang digabungkan oleh Gubernur Baron Van Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Pada waktu itu Bupati Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalibaru/Kalimulya. Penggalian untuk membuat terusan kali dilanjutkan di sekitar pusat pemerintahan, namun pada tahun 1754 pusat pemerintahan yang terletak di Tanah Baru kemudian dipindahkan ke Sukaati (Kampung Empang sekarang). Terdapat berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah satu pendapat menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bahai atau Baqar yang berarti sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi di Kebun Raya Bogor. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bokor yang berarti tunggul pohon enau (kawung). Pendapat di atas memiliki dasar dan alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap ahlinya. Namun berdasarkan catatan sejarah bahwa pada tanggal 7 April 1752 telah muncul kata Bogor dalam sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de Negorij Bogor, yang berarti kepala kampung Bogor. Pada dokumen tersebut diketahui juga bahwa kepala kampung itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya itu sendiri yang mulai dibangun pada tahun 1817. Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada empat abad sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali zaman kerajaan Pajajaran, raja tersebut terkenal dengan ”ajaran dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan”. Sejak saat itu secara berturut-turut tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah
tersebut, yaitu: Kerajaan Tarumanegara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa sejak tahun 358 sampai dengan tahun 669. Kerajaan Galuh, diperintah oleh 14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun 852. Kerajaan Sunda, diperintah oleh 28 raja, bertahta sejak tahun 669 sampai dengan tahun 1333. Kemudian dilanjutkan Kerajaan Kawali yang diperintah oleh 6 orang raja berlangsung sejak tahun 1333 hingga 1482. Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579. Pelantikan raja yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi satu perhatian khusus. Pada waktu itu terkenal dengan upacara Kuwedabhakti, dilangsungkan tanggal 3 Juni 1482. Tanggal itulah kiranya yang kemudian ditetapkan sebagai hari Jadi Bogor yang secara resmi dikukuhkan melalui sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor pada tanggal 26 Mei 1972. Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri) menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki Pusat Pemerintahan di wilayah kabupaten sendiri dan pindah dari pusat pemerintahan Kotamadya Bogor. Atas dasar tersebut, pemerintah Daerah Tingkat II Bogor mengadakan penelitian dibeberapa wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor untuk dijadikan calon ibu kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan dipilih diantaranya adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung dan Kecamatan Cibinong (DesaTengah). Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke pemerintah pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah Rancamaya wilayah Kecamatan Ciawi. Akan tetapi pemerintah pusat menilai bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya dengan pusat pemerintahan Kotamadya Bogor dan dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan dan pengembangan wilayah Kotamadya Bogor. Oleh karena itu atas petunjuk pemerintah pusat, pemerintah Daerah Tingkat II Bogor disarankan agar mengambil salah satu alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya. Dalam sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tahun 1980, ditetapkan bahwa calon ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor terletak di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Penetapan calon ibu kota ini diusulkan kembali ke pemerintah pusat dan mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang menegaskan bahwa ibu kota pusat
pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor berkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Sejak saat itu dimulailah rencana persiapan pembangunan pusat pemerintahan ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dan pada tanggal 5 Oktober 1985 dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bogor pada saat itu. 4.1.2 Geografi dan Pemerintah Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota RI dan secara geografis terletak pada posisi 6019’ - 6047’ Lintang Selatan dan 10601’ – 1070103’ Bujur Timur. Luas wilayah berdasarkan data terakhir adalah 2.301,95 Km2.
Batas-batas Wilayah ini adalah: Di Utara
: Kota Depok
Di Barat
: Kabupaten Lebak.
Di Barat Daya
: Kabupaten Tangerang.
Di Timur
: Kabupaten Purwakarta.
Di Timur Laut
: Kabupaten Bekasi.
Di Selatan
: Kabupaten Sukabumi.
Di Tenggara
: Kabupaten Cianjur.
Berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Kabupaten Bogor memiliki 40 KECAMATAN, 427 desa/kelurahan, 13.541 RT dan 913.206 rumah tangga. Dari jumlah tersebut 234 desa mempunyai ketinggian sekitar kurang dari 500 m diatas permukaan laut (dpl), 144 desa diantara 500-700 m dan sisanya 49 desa sekitar lebih dari 500 m dpl. Hampir sebagian besar desa pada Kabupaten Bogor sudah terklasifikasi sebagai desa Swakarya yakni 236 desa, lainnya 191 desa Swasembada dan tidak ada desa Swadaya. Berdasarkan klasifikasi daerah, dilihat dari aspek potensi lapangan usaha, kepadatan penduduk dan sosial terdapat kategori desa perkotaan sebanyak 199 dan desa pedesaan sebanyak 228 desa.
Kabupaten Bogor dibagi dalam perwilayahan pembangunan yang merupakan dasar penyusunan agenda pembangunan dan rencana strategis setiap bidang dan program pembangunan dalam rangka penyeimbangan pembangunan antar wilayah. Maksud dan tujuan perwilayahan pembangunan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah secara seimbang antar kawasan dengan memanfaatkan
sumber
daya
secara
optimal
dan
berkesinambungan.
Dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dan perkembangan ekonomi wilayah, pola interaksi internal dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur
pelayanan
baik
lokal
maupun
regional
serta
kebijakan
pengembangan dan penyebaran penduduk secara seimbang sesuai dengan daya dukung lingkungan, maka wilayah Kabupaten Bogor dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah pembangunan, yaitu: wilayah pembangunan barat, tengah dan timur. Pembangunan wilayah barat meliputi 13 (tiga belas) kecamatan, yaitu Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Tenjolaya, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan dan Kecamatan Rumpin, dengan luas wilayah sekitar 128.750 Ha. Pembangunan wilayah tengah meliputi 20 (dua puluh) kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Bojonggede, Tajurhalang, Cibinong,
Sukaraja,
Dramaga,
Cijeruk,
Cigombong,
Caringin,
Ciawi,
Megamendung, Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas dan kecamatan Tamansari, dengan luas wilayah sekitar 87.552 Ha. Pembangunan wilayah timur meliputi 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, Tanjungsari dan Kecamatan Cariu. Masyarakat Kabupaten Bogor memiliki beberapa karakteristik yaitu: wilayah Bogor bagian utara corak penduduknya adalah Betawi Ora (atau campuran suku Betawi dan Sunda); wilayah Bogor bagian selatan corak dan bahasa penduduknya adalah campuran antara Bogor dengan Cianjur dan Sukabumi; sebelah barat corak dan bahasa penduduknya campuran antara Bogor dan Banten; bagian timur corak dan bahasa penduduknya campuran Bogor dengan Karawang, sedikit dengan Cianjur dan Bekasi. Adapun pusat pertumbuhan di Kabupaten Bogor dapat kita lihat pada Gambar 5 berikut ini:
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id Gambar 5. Peta Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bogor
4.1.3 Visi dan Misi
Visi Kabupaten Bogor adalah: "Terwujudnya masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera berlandaskan iman dan taqwa". Maju berarti: mewujudkan masyarakat ke arah yang lebih baik atau menuju peradaban yang tinggi. Mandiri berarti: masyarakat mengoptimalkan segala potensi daerah yang telah dimiliki sesuai dengan kemampuan di daerah itu sendiri. Sejahtera berarti: masyarakat yang aman sentosa dan makmur, selamat atau terlepas dari segala gangguan, kesukaran dan sebagainya. Iman dan taqwa berarti: berlandaskan keyakinan, kepercayaan, ketaatan dan kepatuhan kepada Allah swt. Misi
Kabupaten
Bogor
adalah:
"Menegakkan
supremasi
hukum
mewujudkan pemerintah yang baik (good governance) meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat meningkatkan perekonomian daerah meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta memantapkan kualitas iman dan taqwa". 4.1.4 Klimatologi
Iklim di Kabupaten Bogor menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, termasuk Iklim Tropis tipe A (Sangat Basah) di bagian selatan dan tipe B ( Basah) di bagian utara. Suhu berkisar rata-rata antara 200 C sampai 300 C. Curah hujan tahunan antara 2.500 mm sampai lebih dari 5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi curah hujannya kurang dari 2.500 mm/tahun. Oleh karena itu Kota Bogor mendapat sebutan sebagai "Kota Hujan". Ketinggian rata-rata Kabupaten Bogor berkisar Antara 15 - 2.500 M Dpl. Dengan penyebaran sebagai berikut: berkisar antara 15 - 2.500 M Dpl, daratan bergelombang (100-500M) di bagian tengah, pegunungan (500-1000 M), pegunungan tinggi dan daerah puncak (2000-2.500 M). Adapun curah hujan dan jenis tanah di Kabupaten Bogor dapat kita lihat pada Gambar 6 dan Gambar 7 berikut ini:
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id Gambar 6. Peta Curah Hujan di Kabupaten Bogor
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id Gambar 7. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Bogor
4.1.5 Kesejahteraan Sosial
Bidang Kesehatan Pada tahun 2005 di Kabupaten Bogor telah tersedia fasilitas kesehatan
sebanyak 101 Puskesmas, 73 Puskesmas pembantu, 3 RSUD, dan 1 RS Khusus. Di sektor swasta, pelayanan kesehatan dasar dan rujukan diselenggarakan dalam bentuk dokter praktek, bidan praktek, klinik, Balai Pengobatan Swasta dan Rumah Bersalin serta 4 RS Swasta. Fasilitas tersebut ditunjang dengan jumlah dokter sebanyak 934 dokter umum, 180 dokter gigi dan 150 dokter spesialis. Disamping itu telah dikembangkan pula sarana upaya kesehatan bersumber daya masyarakat. Pada saat ini tercatat sebanyak 3.805 Posyandu dengan jumlah kader aktif 10.178 orang, 82 Pondok Bersalin Desa (Polindes) dan 30 Pos Obat Desa (POD). Untuk menunjang pembangunan kesehatan dengan Paradigma Sehat diperlukan
berbagai
tenaga
kesehatan
yang
terampil
dan
profesional.
Jumlah keseluruhan tenaga kesehatan dengan berbagai keahlian yang bekerja di Kabupaten Bogor baik di lingkungan Pemerintah maupun Swasta telah mencukupi sehingga diharapkan dapat melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan baik. Dalam beberapa tahun terakhir ini komitmen pemerintah untuk pembiayaan kesehatan telah meningkat. Meskipun demikian pembiayaan dari sektor swasta termasuk masyarakat merupakan porsi terbesar dari pembiayaan kesehatan. Kontribusi dari sektor swasta dan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan mencapai 65 - 70 %.
Bidang Pendidikan Pada bidang pendidikan di Kabupaten Bogor pada tahun 2005 telah
tersedia sarana pendidikan SD Negeri sebanyak 1.558 unit dengan jumlah guru 10.280 orang, SD swasta 82 unit dengan jumlah guru 1.398 orang, Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 559 unit dengan jumlah ruang kelas 9.634 buah dan guru sebanyak 9.155 orang.
Jumlah SLTP Negeri berjumlah 61 unit dengan jumlah guru 1.398 orang dan SLTP Swasta berjumlah 437 unit dengan jumlah guru 5.447 orang. Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 unit, Madrasah Tsanawiyah Swasta 161 unit dengan jumlah guru
SLTP
4.435
orang
dan
Madrasah
Tsanawiyah
3.125
guru.
Sementara SLTA terdapat 31 SLTA Negeri dengan jumlah guru 933 orang dan 240 SLTA swasta dengan jumlah guru sebanyak 3.954 orang. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor menurut status pendidikan pada tahun 2005 sebagaimana disajikan Tabel 4 berikut: Tabel 4. Jumlah Penduduk Berumur 10 tahun Ke-atas Menurut Status Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2005 Status Pendidikan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Tidak/BelumPernah Sekolah Masih Bersekolah Tidak Bersekolah Lagi
56.996 279.876 1.185.976
123.846 226.098 1.081.914
180.842 505.974 2.267.890
1.431.858
2.954.706
Kabupaten Bogor 1.522.848 Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2006
4.1.6 Perekonomian Perekonomian suatu wilayah diindikasikan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB yang dilihat adalah kondisi yang akan datang, maka perlu ditinjau dari target perekonomian wilayah dan laju pertumbuhannya. Adapun laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005 Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi 2002 4,48 2003 4,81 2004 5,56 2005 5,85 Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2005
Perekonomian Kabupaten Bogor pada tahun 2005 ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,85 % meningkat bila dibandingkan tahun 2005 sebesar 5,56 %. Pada tahun 2005 ini sektor yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah sektor keuangan dan jasa (perusahaan) dengan pertumbuhan sebesar 9,69 % naik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6,08 %. Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan paling rendah adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan pertumbuhan sebesar minus 10,11 %. Adapun Tabel 6 laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor berdasarkan lapangan usaha adalah sebagai berikut: Tabel 6. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2002-2005 Lapangan Usaha Tahun 2002
2003
2004
2005
Pertanian
(0,08)
(5,41)
0,15
2,95
Pertambangan
(2,27)
8,22
(7,50)
(10,11)
Industri
4,85
5,34
5,96
5,82
LGA
4,86
5,11
5,92
7,23
Bangunan
5,22
5,81
6,68
5,12
Perdagangan
5,26
6,20
6,69
8,01
Angkutan
5,62
6,46
7,34
7,30
Keuangan
5,22
5,68
6,08
9,69
Jasa-jasa
5,02
5,44
6,19
4,25
PDRB
4,48
4,81
5,56
5,85
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2005 Bilamana sektor lapangan usaha dikelompokan kedalam kategori sektor primer (pertanian; pertambangan dan penggalian), sektor sekunder (industri pengolahan; listrik, gas dan air minum serta bangunan) serta sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa) terlihat adanya kontribusi yang menyolok antara satu sektor lapangan usaha dibandingkan dengan lapangan usaha lainnya terhadap perekonomian Kabupaten Bogor. Untuk melihat laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor tahun 2005 menurut kelompok sektor, yaitu sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier. Kelompok sektor tersier dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan. Pertumbuhan kelompok sektor tersier pada tahun 2005 sebesar 7,39 % bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6,63 %. Kelompok sektor sekunder tumbuh melambat pada tahun 2005 sebesar 5,87 % bila dibandingkan tahun 2004 sebesar 5,99 %. Sedangkan untuk kelompok sektor primer dari tahun ke tahun cenderung mengalami pertumbuhan negatif, tetapi pada tahun 2005 terjadi pertumbuhan positif sebesar 0,47 %. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Sektor Tahun 2002-2005 Kelompok Sektor
Tahun 2002
2003
2004
2005
(0,48)
(2,94)
(1,39)
0,47
Sekunder
4,87
5,35
5,99
5,87
Tersier
5,26
6,06
6,63
7,39
PDRB
4,48
4,81
5,56
5,85
Primer
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2005 Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan komponen pendapatan pemerintah daerah kabupaten yang sangat penting, terutama dengan otonomi di daerah kabupaten. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang tinggi tentunya merupakan potensi yang sangat menguntungkan bagi pemerintah daerah untuk menaikkan PAD nya dari tahun ke tahun. Untuk menggambarkan hasil usaha menggali PAD Kabupaten Bogor, akan dibandingkan antara nilai PAD dengan PDRB. Pada tahun 2004 PAD Kabupaten Bogor tercatat sebesar Rp. 166.260,11 juta meningkat menjadi Rp. 198.923,70 juta pada tahun 2005 atau naik sebesar 19,65 %. Jika dihitung persentase PAD terhadap PDRB cenderung mengalami peningkatan, namun pada tahun 2005 persentase PAD terhadap PDRB sebesar 0,55 % turun bila dibandingkan dengan tahun 2004 yang sebesar 0,58 % sebagaimana disajikan Tabel 8 berikut:
Tabel 8. Perbandingan PDRB dan PAD Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005 Tahun
Nilai Absolut (juta Rp.) PAD PDRB 2002 122.394,33 22.566.874,32 2003 148.921,78 25.369.472,89 2004 166.260,11 28.832.435,46 2005 198.923,70 35.893.216,72 Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2005
% terhadap PDRB 0,54 0,59 0,58 0,55
4.1.7 Prasarana Wilayah Prasarana wilayah adalah segala fasilitas yang menyangkut kelengkapan dasar suatu wilayah yang sifatnya membentang dalam suatu sistim jaringan, meliputi : prasarana transportasi darat, jaringan irigasi, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan air kotor, sedangkan persampahan, perumahan dan permukiman termasuk dalam sarana wilayah yang sifatnya lokalitas atau berada pada suatu tempat tertentu (on the spot).
Transportasi Panjang jalan = 1.790,060 km. Status jalan adalah jalan negara = 72,444
km (3 ruas) dan jalan propinsi = 144,240 km (8 ruas) serta jalan kabupaten = 1.300,740 km (251 ruas). Kondisi jalan kategori baik = 428,025 km, kategori sedang = 329,510 km kategori rusak ringan = 289,240 km, kategori rusak berat = 526,600 km.
Jembatan Jumlah jembatan adalah 496 buah. Status jembatan sebagai berikut:
jembatan negara = 29 buah, jembatan propinsi = 134 buah, jembatan kabupaten = 281 buah, jembatan desa = 52 buah.
Jaringan Listrik Daya terpasang = 645.189.610 kva , KVA terjual = 1.758.483.994 kva,
Jumlah pelanggan = 322.807 pelanggan.
Terminal Jumlah terminal yang ada yaitu 8 buah terdiri dari : trayek antar kota
dalam propinsi (AKDP)
= 31 trayek jumlah angkutan = 5.370 unit dan trayek
antar kota antar propinsi (AKAP) = 6 trayek jumlah angkutan = 1.601 unit serta trayek di dalam wilayah Kabupaten Bogor = 22 trayek jumlah angkutan = 1.876 unit.
Jaringan Drainase Dikelompokan menjadi dua sistem jaringan yaitu: jaringan drainase alami
perdesaan: menggunakan saluran-saluran badan air yang ada (sungai dan parit/saluran) serta jaringan drainase perkotaan: meliputi sistem saluran primer (badan air/sungai), saluran sekunder dan tersier.
Jaringan Air Kotor Dikelompokkan menjadi dua sistem pengelolaan yaitu: sistem jaringan
(off site) terutama dipakai untuk kegiatan industri dan rumah sakit dilakukan dengan cara komunal atau dengan membuat alat pengolahan limbah (ipal) serta sistem on site pengelolaan air kotor dari kegiatan-kegiatan perumahan dan permukiman serta kegiatan jasa dan perdagangan dengan cara setempat (on site) berupa septic tank.
Persampahan Timbunan sampah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor: 6.456.891 m3/hari.
Sampah yang sudah terlayani: 1.291,39 m3/hari , sisa sampah yang tidak terlayani untuk Kabupaten Bogor: 5.165,501 m3/hari dan Kota Bogor: 656m 3/hari. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor: 968,54 m3/hari. Dinas Kebersihan Kota Bogor: 1.394 m3/hari, swakelola: 322,85 m3/hari. Armada angkutan sampah yaitu truk: 33 buah, whellloader: 2 buah, penyapu jalan: 1unit, mobil tinja: 7 buah, mobil taman: 1 buah, tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah yang dikelola oleh Pemda Kabupaten Bogor dan Pemda Kota Bogor dilayani oleh 3 TPA
yaitu: TPA Pondok Rajeg di Kecamatan Cibinong: 700 m3/hari,
TPA Jonggol di Kecamatan Jonggol: 269 m3/hari, TPA Galuga di Kecamatan Cibungbulang: 1.394 m3/hari.
Perumahan Dan Permukiman Jumlah rumah di Kabupaten Bogor sampai tahun 2005 sebanyak
1.034.135 unit rumah dari jumlah keluarga sebanyak 913.206, dengan kondisi rumah milik sendiri sebanyak 82.681 unit (79,46 %), rumah kontrak sebanyak 64.214 (6,21 %), rumah sewa sebanyak 36.980 (3,58 %), rumah bebas sewa sebanyak 13.149 unit (1,27 %), rumah dinas sebanyak 6.134 (0,59 %) dan rumah milik orang tua/saudara sebanyak 91.107 (8,81 %) serta lainnya sebanyak 870 (0,08 %).
Jaringan Air Bersih PDAM total kapasitas terpasang = 1.074l/dt, kapasitas terpakai =1.015l/dt
sisa kapasitas = 59l/dt, total sambungan langganan = 36.568 sambungan (dari 7 cabang pelayanan). Jumlah penduduk terlayani = ±219.408 jiwa.
Jaringan Irigasi Jumlah jaringan irigasi yang ada yaitu irigasi pemerintah = 11.588 ha,
irigasi pedesaan = 17.144 ha , saluran induk daerah irigasi =1 49,758 km, saluran sekunder/tersier =1 01,038 km, bendung = 20 buah, pintu air = 1.336 buah, bangunan air = 933 buah, pemerintah = 11.588 ha, pedesaan = 17.144 ha, sumber air lain: DAS (Daerah Aliran Sungai) = 6 bh Cisedane, Ciliwung, Cidurian, Cipamingkis, Kali Bekasi, Cimanceuri, 95 setu dan 63 buah mata air. Adapun tata ruang wilayah dan daerah resapan air serta daerah aliran sungai di Kabupaten Bogor dapat kita lihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 serta Gambar 10 berikut ini:
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id Gambar 8. Peta Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Bogor
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id Gambar 9. Peta Daerah Resapan Air di Kabupaten Bogor
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id Gambar 10. Peta Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Bogor
4.1.8 Sosial, Seni dan Budaya Ruang lingkup bidang sosial budaya yang akan dijelaskan dibawah ini meliputi aspek kependudukan, ketenagakerjaan, keluarga sejahtera beserta tingkat partisipasi angkatan kerja maupun kategori keluarga sejahtera yang berkenaan dengan indikator untuk mengetahui jumlah penduduk miskin.
Kependudukan dan Ketenagakerjaan Berdasarkan data hasil registrasi penduduk tahun 2005 bahwa jumlah
penduduk Kabupaten Bogor adalah sebanyak 3.700.207 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi antara kecamatan di wilayah Bogor Barat, Bogor Tengah dan Bogor Timur, yaitu berkisar antara tertinggi 4.800 jiwa / Km² dan terendah 400 jiwa / Km². Dilihat dari kategori penduduk miskin dengan alasan ekonomi dan non ekonomi, maka keluarga di Kabupaten Bogor terdiri dari: (1) kategori keluarga Pra KS sebanyak 89.142 KK, (2) kategori keluarga KS I sebanyak 282.023 KK, (3) kategori keluarga KS II sebanyak 253.060 KK, (4) kategori keluarga KS III sebanyak 105.785 KK, (5) kategori keluarga KS III plus sebanyak 25.342 KK. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Bogor menunjukkan untuk laki-laki 75,13 %, perempuan 32,92 % dan total adalah 54,67 %. Adapun sebaran penduduk/keluarga miskin di Kabupaten Bogor dapat kita lihat pada Gambar 11 berikut ini:
Sumber: Situs Resmi Kabupaten Bogor // www.bogorkab.go.id Gambar 11. Peta Sebaran KK Miskin di Kabupaten Bogor
Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 991.634 orang untuk laki-laki dan 339.680 orang untuk perempuan dengan jumlah total 1.331.314 orang untuk Kabupaten Bogor. Sedangkan jumlah pengangguran sebanyak 152.424 untuk laki-laki dan 131.618 untuk perempuan dari 284.042 untuk total Kabupaten Bogor. Adapun Tabel 9 mengenai jumlah penduduk yang bekerja menurut status pekerjaan utama dan jenis kelamin adalah sebagai berikut: Tabel 9. Jumlah Penduduk Berumur 10 tahun Ke-atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2005 Status Pekerjaan Utama Berusaha Sendiri Berusaha dengan dibantu Buruh tidak dibayar Berusaha dengan dibantu Buruh dibayar Buruh / Karyawan Pekerja Bebas di Pertanian Pekerja Bebas di Non Pertanian Pekerja Tidak Dibayar
Kabupaten Bogor
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
332.765 92.443
53.730 22.187
386.495 114.630
28.703
3.041
31.744
410.791 31.441 41.704
138.280 8.772 7.767
549.071 40.213 49.471
35.602
59.270
94.872
973.449
293.047
1.266.496
Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2006
Agama Ruang lingkup bidang agama yang dijelaskan dibawah ini adalah berkenaan
dengan sarana keagamaan, jumlah pemeluk agama serta aktivitas keagamaan khususnya pelaksanaan Ibadah Haji. Kegiatan umat beragama di Kabupaten Bogor semakin semarak dan telah berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan penghayatan dan pengamalan ajaran agama sebagaimana tuntunan kitab suci dan rasulNya. Kegiatan keagamaan itu sangat didukung pula oleh ketersediaan sarana keagamaan, berupa Masjid sebanyak 3.336, Musholla sebanyak 4.078, Gereja Khatolik sebanyak 35 gereja dan
7 Gereja Protestan sertsa 8 Pura dan 24 Vihara. Jumlah penduduk
berdasarkan agama yang dianut terdiri dari pemeluk agama Islam sebanyak 3.340.425 jiwa, Katolik sebanyak 20.311 jiwa, Protestan sebanyak 28.427 jiwa, Hindu sebanyak 10.150 jiwa dan pemeluk agama Budha sebanyak 20.207 jiwa. 4.2
Gambaran Umum Responden
IPB sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yang berlokasi di Kecamatan Dramaga telah banyak menyerap mahasiswa dari berbagai daerah atau provinsi yang ada di Indonesia. Adanya kampus tersebut menyebabkan timbulnya aktivitas dan usaha-usaha terutama yang berkaitan dengan kebutuhan mahasiswa, baik itu yang berkaitan dengan aktivitas akademik dan kebutuhan pokok mahasiswa maupun masyarakat yang berada di sekitar kampus IPB tersebut. Salah satu usaha yang berkembang adalah usaha di sektor informal. Berlandaskan hal terbut, IPB mampu memberikan kontribusi besar dalam membangun perekonomian di sekitar Kampus IPB Darmaga Adanya kampus IPB mampu membuka lapangan kerja atau usaha baik yang bersifat formal maupun informal. Secara formal IPB mampu menyerap tenaga kerja baik itu yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun sebagai karyawan biasa yang bekerja di bawah
institusi IPB. Secara informal adanya kampus IPB mampu
mengembangkan usaha-usaha seperti wiraswasta/pedagang maupun jasa. Sektor informal
merupakan salah satu alternatif lapangan usaha yang dapat
menyerap tenaga kerja di sela-sela sulitnya untuk masuk dalam sektor formal. Berkembangnya sektor informal ini merupakan fenomena yang terjadi hampir disemua negara-negara terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Besarnya jumlah penduduk Indonesia yang termasuk usia kerja
yang tidak diimbangi oleh
kesempatan kerja di sektor modern (formal) menyebabkan pencari kerja bersedia bekerja di sektor informal. Berkembangnya sektor informal di sekitar kampus IPB Darmaga telah mampu menyerap tenaga kerja yang besar bagi masyarakat di sekitar kampus IPB baik itu masyarakat asli (lokal) maupun masyarakat migran yang telah menetap di daerah tersebut. Sektor informal yang berkembang di daerah ini yaitu kelompok usaha di sektor
perdagangan, jasa dan angkutan (Suhendi, 2005). Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Dramaga berdasarkan kelompok pekerjaan pada tahun 2003 sebagaimana disajikan Tabel 10 serta pendapatan perkapita penduduk di Kecamatan Dramaga dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini:
Tabel 10. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Dramaga Tahun 2003 Mata Pencaharian Petani Peternak 1 Sukadamai 402 3 2 Ciherang 299 7 3 Sinarsari 1.393 51 4 Sukawening 780 6 5 Petir 1.270 4 6 Purwasari 2.400 2 7 Cikarawang 784 0 8 Babakan 3 1 9 Dramaga 42 0 10 Neglasari 250 0 Jumlah 7.623 76 Sumber: Profil Desa Kecamatan Dramaga, 2004 No
Desa
Lain-lain 1.319 426 1.269 545 287 2.302 972 3.007 962 1.442 12.531
Tabel 11. Potensi Desa Kecamatan Dramaga Tahun 2003 No
Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sukadamai Ciherang Sinarsari Sukawening Petir Purwasari Cikarawang Babakan Dramaga Neglasari
Jumlah Penduduk (Jiwa) 6.760 9.548 6.840 6.737 9.537 6.032 7.043 7.988 9.059 5.984
Pendapatan Perkapita (Rp/Bulan) 90.162,40 848.449,28 60.500,00 212.251,55 314.348,17 170.570,69 216.762,59 81.447,37 95.2192,98 274.326,03
Sumber: Profil Desa Kecamatan Dramaga, 2004
Penduduk Buta Huruf (Usia Sekolah) 1.222 1.787 1.430 1.349 1.350 1.572 1.505 805 1.580 1.425
Luas Wilayah (Ha) 304,00 466,00 172,00 287,00 450,00 286,00 227,00 334,00 163,00 196,00
4.3
Gambaran Umum Institut Pertanian Bogor (IPB)
4.3.1
Kondisi Geografis Pada saat ini IPB memiliki 5 (Lima) lokasi kampus yaitu kampus IPB
Baranangsiang, kampus IPB Gunung Gede, Kampus IPB Taman Kencana, kampus IPB Cilibende yang berada di Kota Bogor dan kampus IPB Darmaga. Kampus IPB Darmaga merupakan kampus induk yang terletak di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Sebelah Barat Kampus IPB Darmaga berbatasan dengan sungai Cihideung (Desa Cihideung Ilir), Sebelah Utara dibatasi oleh sungai Ciapus dan Cisadane, sebelah timur berbatasan dengan pemukiman Desa Babakan dan sebelah selatan dibatasi oleh jalan raya yang menghubungkan Kota Bogor dengan Jasinga. Dari data statistik Bapeda Kabupaten Bogor, tanah di areal kampus IPB Dramaga termasuk jenis Latosol, dimana kedalaman efektif lebih dari 90 cm dengan tekstur sedang. Ketinggian berkisar antara 145-400 m dpl. Keadaan topografi umumnya terdiri dari lapangan datar sampai sedikit bergelombang dengan lereng-lereng pada daerah yang berbatasan dengan sungai. Suhu rata-rata per tahun sebesar
25-33 derajat celcius dengan kelembaban nisbi rata-rata 80-
86 persen.
4.3.2
Sejarah Ringkas IPB
Merujuk Buku Corak Dunia Pertanian Indonesia IPB dari Masa ke Masa (19632005), tahap perkembangan IPB diawali dengan adanya lembag-lembaga Pendidikan Menengah dan Tinggi Pertanian dan Kedokteran Hewan yang dimulai pada awal abad ke20. Sebelum Perang Dunia II lembaga-lembaga pendidikan menengah tersebut dikenal dengan nama Middelbare Landbouw School, Middelbare Bosbouw School, dan Nederlandsch Indische Veeartsen School. Pada tahun 1940, Pemerintah Hindia Belanda Mendirikan Lembaga Pendidikan Tinggi Pertanian dengan nama Landbouw Hogeschool yang pada masa pendudukan
Jepang (1942-1945) ditutup. Namun pada masa itu Nederlandsch Indische Veeartsen School tetap berjalan. Hanya namanya diubah menjadi Bogor Zui Gakku (Sekolah Dokter Hewan Bogor) pada tahun 1946 ditingkatkan menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan (PTKH). Pada tahun 1947 lanbouw Hogeschool dibuka kembali dengan nama Faculteit Voor Landbouw Watenschappen
sebagai kelanjutan landbouw Hogeschool, yang
mempunyai Jurusan Pertanian dan Kehutanan. Bersama dengan itu dibentuk Faculteit der Diergeneeskunde yang sebelumnya adalah Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan (PTKH). Secara organik kedua faculteit yang ada di Bogor tersebut bernaung dibawah Universiteit Van Indonesie yang kemudian berubah nama menjadi Universitas Indonesia. Pada tahun 1950 Fakulteit Voor Landbouw Watenschappen
berubah nama
menjadi Fakultas Pertanian Indonesia dengan tiga jurusan yaitu Sosial Ekonomi, Pengetahuan Alam dan Kehutanan serta pada tahun 1957 dibentuk jurusan Perikanan Darat, Sedangkan Faculteit der Diergeneeskunde berubah nama menjadi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia yang pada tahun 1960 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan dan selanjutnya pada tahun 1962 berubah nama menjadi Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan Universitas Indonesia. Pada tanggal 1 September 1963, berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Tinggi Dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 91 tahun 1963, Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan Universitas Indonesia melepaskan diri menjadi Institut Pertanian Bogor dan disahkan oleh Presiden RI dengan Keputusan No. 2791 tahun 1965. Terakhir, pada tahun 2000, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 154 tanggal 26 Desember 2000 (Lembaran Negara tahun 2000 Nomor 272) Institut Pertanian Bogor ditetapkan sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang bersifat nirlaba. Sebagai Badan Hukum Milik Negara, IPB mempunyai kewenangan melakukan semua perbuatan hukum sebagaimana layaknya badan hukum pada umumnya. Selanjutnya IPB bersifat nirlaba karena kegiatan operasionalnya tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. Dengan penetapannya sebagai BHMN tersebut: 1. Kelembagaan IPB menjadi mandiri dalam manajemen program maupun sumber daya.
2. Kekayaan IPB merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 3. Untuk membiayai kegiatannya, IPB memperoleh dana dari pemerintah, masyarakat, pihak luar negeri, serta usahadan tabungan Institut. Penerimaan tersebut, bukan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tujuan, Visi dan Misi IPB adalah: 1. Tujuan IPB: Sesuai Pasal 6 PP No. 154 tahun 2000 tentang Penetapan IPB sebagai BHMN, tujuan IPB adalah: a. Menghasilkan lulusan berkualitas yang mampu mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. b. Memberikan inovasi ilmu pengetahuan dan teknoligi serta seni yang ramah
lingkungan
dan
mendukung
pembangunan
nasional
dan
memperbaiki kesejahteraan umat manusia. c. Menjadikan IPB sebagai lembaga pendidikan tinggi yang siap menghadapi tuntutan masyarakat dan tantangan pembangunan yang berubah dengan cepat baik secara nasional maupun global. d. Menjadikan IPB sebagai kekuatan moral dalam masyarakat madani Indonesia.
2. Visi IPB: Memperhatikan kompetensi utamanya di bidang pertanian tropika dan sejalan dengan perubahan statusnya menjadi BHMN, IPB menetapkan visi, seperti yang dituangkan dalam transition plan IPB BHMN 2001-2005 (Plan for Transition, 2000) sebagai berikut: ”Menjadi perguruan tinggi bertaraf internasional dalam pengembangan sumberdaya manusia dan IPTEKS dengan kompetensi utama di bidang pertanian tropika”.
3. Misi IPB:
Untuk mewujudkan visi IPB tersebut di atas dirumuskan misi IPB sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pendidikan tinggi yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat kini dan mendatang. b. Mengembangkan IPTEKS ramah lingkungan melalui penelitian mutakhir. c. Meningkatkan kesejahteraan umat manusia melalui penerapan dan pendayagunaan IPTEKS. d. Mendorong terbentuknya masyarakat madani berdasarkan kebenaran dan hak azasi manusia.
Pada awalnya IPB terdiri dari lima fakultas yaitu Fakultas Pertanian dan Fakultas Kehutanan yang berasal dari Jurusan Pertanian dan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Peternakan yang berasal dari Fakultas Kedokteran Hewan, Peternakan dan Perikanan laut Universitas Indonesia, sedangkan Fakultas Perikanan merupakan gabungan Jurusan Perikanan Darat Fakultas Pertanian Universitas Indonesia dan Jurusan Perikanan Laut Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Indonesia. Pada tahun 1964 IPB berkembang menjadi 6 fakultas
dengan
didirikannya
Fakultas
Teknologi
dan
Mekanisasi
Pertanian
(FATEMETA), yang pada tahun 1968 berubah menjadi Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian dan pada tahun 1981 hingga saat ini bernama Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahun 1975, Sekolah Pascasarjana pertama kali dibuka di IPB dan pada tahun 1980 diresmikan menjadi Fakultas Pascasarjana IPB. Dengan diterbitkan PP 30/1990 Fakultas Pascasarjana IPB beralih status menjadi Program Pendidikan Pascasarjana, pada tahun 2003 kembali menjadi Sekolah Pascasarjana. Pada tahun 1981, IPB membuka Fakultas Sains dan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas ini merupakan gabungan dari Departemen Ilmu Pengetahuan, Departemen Botani, Departemen Statistika dan Komputasi Fakultas Pertanian IPB, Departemen Biokimia, dan Departemen Zoologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pada tahun 1979 IPB mulai menyelenggarakan program Diploma yang tahun 1980 menjadi Fakultas Non-gelar Teknologi atau lebih dikenal Fakultas Politeknik Pertanian. Berdasarkan PP 30 tahun
1990 Fakultas Politeknik Pertanian ditiadakan. Selanjutnya program pendidikan diploma dikelola oleh Jurusan/Fakultas di lingkungan IPB. Saat ini program diploma dikelola oleh Direktorat Diploma. Pada tahun 1991 IPB membuka program Pascasarjana Profesional setingkat dengan S2 dalam bidang Manajemen Agribisnis (MMA). Pada saat ini telah banyak Program Studi Pascasarjana yang dibuka oleh IPB. Pada tahun 2000 IPB membuka Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dengan 2 jurusan yaitu Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dan Jurusan Manajemen. Pada Tahun 2005 IPB membuka Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dengan 3 jurusan yaitu Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen, Jurusan Komunikasi Pengembangan Masyarakat dan Jurusan Gizi Masyarakat. Jadi sampai saat ini Institut Pertanian Bogor mempunyai 9 Fakultas dan Satu Sekolah, terdiri dari : (1) Fakultas Pertanian, (2) Fakultas Fakultas Kedokteran Hewan, (3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, (4) Fakultas Peternakan, (5) Fakultas Kehutanan, (6) Fakultas Teknologi Pertanian, (7) Fakultas Matematika dan IPA, (8) Fakultas Ekonomi dan Manajemen, (9) Fakultas Ekologi Manusia, (10) Sekolah Pascasarjana. Selama 40 tahun berdiri, IPB sampai saat ini telah menghasilkan kurang lebih 50.000 lulusan yang tersebar diberbagai tempat, baik di Indponesia maupun di luar negeri. Saat ini IPB memiliki kurang lebih sekitar 25.082 mahasiswa terdiri dari program S0, S1, S2, dan S3 dengan perincian sebagaimana terlihat dalam Tabel 12 berikut: Tabel 12. Jumlah Mahasiswa IPB Tahun 2003/2004 (Kumulatif) Program
Jumlah
Mahasiswa program S0 Mahasiswa program S1 Mahasiswa program S2 Mahasiswa program S3
6.882 orang 14.074 orang 2.821 orang 1.305 orang
Sumber: (Laporan Keuangan IPB Tahun 2003, 2004).
Jika dilihat dari sumberdaya manusia yang ada di IPB, maka IPB memiliki 3.737 orang terdiri dari tenaga pengajar, tenaga penunjang dan tenaga honorer dengan perincian sebagaimana terlihat dalam Tabel 13 berikut: Tabel 13. Jumlah SDM IPB Tahun 2003/2004 Sumber Daya Manusia
Jumlah
Klasifikasi
Su mb
Tenaga Pengajar
Tenaga Penunjang Tenaga Honorer
1.246 orang
1.434 orang 1.057 orang
138 orang S1 541 orang S2 567 orang S3 PNS Tenaga Administrasi Umum, Teknisi, Laboran, Pustakawan, Satpam, pengemudi
er: (La por an Keu ang an
IPB Tahun 2003, 2004). Untuk membiaya kegiatannya, IPB memperoleh pendapatan dari Dana Masyarakat dan bantuan dari Pemerintah yang terdiri dari: 1. Pendapatan dari Dana Masyarakat (DM) berasal dari: a. SPP dari mahasiswa yang mengikuti pendidikan di IPB b. Non SPP meliputi pendapatan penerimaan mahasiswa baru, beasiswa, dan auxiliary enterprise (karcis parkir, asrama mahasiswa, jasa giro dan deposito, dsb). c. Dana Masyarakat lainnya meliputi deposit asrama, Dana PPKM, bantuan, dsb. 2. Bantuan dari Pemerintah diterima dalam bentuk anggaran rutin (DIK) dan anggaran pembangunan (DIP). 3. Dana Abadi dari berbagai sumber dan hasil dari fund management. Sumber: (Laporan Keuangan IPB Tahun 2003, 2004).
Organisasi dan Tata Kerja IPB terdiri dari pengelola, pelaksana akademik, pelaksana administrasi dan penunjang sebagai berikut:
1. Pengelola terdiri dari Majelis Wali Amanat, Dewan Audit, Senat Akademik dan Pimpinan. 2. Pelaksana Akademik terdiri dari Fakultas, Departemen, Bagian, Lembaga dan Pusat. 3. Pelaksana Administrasi terdiri dari Direktorat, Sub Direktorat dan Kantor. 4. Penunjang Akademik terdiri dari Perpustakaan, Laboratorium, Bengkel, Pusat Informasi, Kebun Percobaan dan Keamanan. Sumber: (Laporan Keuangan IPB Tahun 2003, 2004).
Dengan dukungan staf pengajar yang berkualitas dan fasilitas pendidikan dan penelitian yang sangat memadai, IPB mulai pada penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2005/2006 merubah sistem kurikulum dari sistem kurikulum nasional (Kurnas) 1994 menuju kurikulum sistem mayor-minor. Mahasiswa yang terdaftar di mayor pada departemen tertentu memiliki kesempatan untuk mengambil minor pada departemen lain di seluruh IPB atau mengambil mata kuliah di berbagai departemen lain (supporting courses) untuk melengkapi jumlah SKS tingkat sarjana yaitu sekitar 144 SKS. Apabila mampu, dimungkinkan pula untuk mengambil dua mayor sekaligus (double major). Untuk menyelenggarakan kegiatannya, IPB memiliki aset berupa barang-barang modal terdiri dari tanah dan bangunan masing-masing seluas 6.651.635 m2 dan 388.516 m2 serta perlengkapannya berupa meubelair dan inventaris, serta bahan-bahan penunjang, yang secara keseluruhan nilai perolehannya mencapai Rp. 657.725.634.509,(Laporan Keuangan IPB Tahun 2003, 2004).
4.4
Analisis Regresi
Keberadaan Kampus IPB berdampak pada ekonomi dan pengembangan wilayah setidaknya dapat dilihat dalam dua hal, yaitu dampak keberadaannya secara spasial dan dampak ekonomi yang ditimbulkannya. Secara spasial, keberadaan Kampus IPB menyebabkan terdapat berbagai aktifitas dan jumlah input. Hal ini dapat membantu masyarakat sekitar Kampus IPB dalam menjalankan roda ekonomi rumah tangga yang diyakini merupakan satu wilayah berkembang. Selain dampak keberadaannya secara spasial, secara ekonomi keberadaan
Kampus IPB dapat menghasilkan income untuk ekonomi wilayah, khususnya dari pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan dan aktifitas sosial ekonomi. Analisis terhadap sektor informal adalah analisis unit usaha dan bukan individu. Namun karena unit usaha sektor informal skalanya kecil (mandiri) maka perilaku unit usaha akan identik dengan perilaku individu/pelaku usaha, sehingga untuk tingkat pendapatan, besarnya pendapatan yang diperoleh pelaku usaha menggambarkan pendapatan usaha sektor informal tersebut. Pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan bersih dari usaha di sektor informal. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi pendapatan pelaku usaha di sektor informal di sekitar kampus IPB Darmaga ada sebanyak 6 (enam) faktor/peubah. Adapun peubah-peubah tersebut adalah peubah umur, pendidikan, kerja, curahan, modal dan IPB. Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pelaku usaha di sektor informal tersebut digunakan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode ini digunakan karena dalam menentukan pendapatan, ada banyak peubah yang dianggap mempengaruhinya. Data diolah dengan mengunakan program SPSS. Hasil pendugaan model regresi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pelaku usaha di sektor informal yang meliputi peubah umur (X1), pendidikan (X2), kerja (X3), curahan (X4), modal (X5) dan dummy IPB (D1) didapat hasil pendugaan yang terlihat dalam Tabel 14. Selain peubah-peubah bebas yang ada diatas sebelumnya peubah bebas dummy lokasi (D2) dan dummy asal (D3) dimasukkan kedalam model regresi, tatapi hasil yang didapat tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan dan bahkan menyebabkan P-value peubah-peubah bebas yang lain meningkat. Selain itu untuk model dengan peubah dummy lokasi (D2) dan dummy asal (D3) juga menyebabkan nilai F-hitung yang lebih kecil, sehingga untuk selanjutnya peubah dummy lokasi (D2) dan dummy asal (D3) dikeluarkan atau tidak dimasukkan dalam model. Hasil pendugaan model yang memasukkan peubah dummy lokasi (D2) dan dummy asal (D3) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel
14.
Hasil Dugaan Koefisien Regresi Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Sektor Informal di Sekitar Kampus IPB Darmaga.
Peubah
Koefisien
t-hitung
P
VIF
Kete
Konstanta
-19000000
-1,534
0,129
-
rang
Umur ( X1)
84091,643
0,519
0,605
1,353
an: *
Pendidikan ( X2)
1199797
2,206
0,030*
1,632
Nyat
Kerja ( X3)
39187,065
0,192
0,848
1,205
a
Curahan ( X4)
122846,1
0,193
0,847
1,037
Modal ( X5)
0,0437
-0,92
0,927
1,314
IPB ( D1)
6059108
1,819
0,072*
1,264
R-sq
= 15,2 %
F-hitung = 2,474 P = 0,030
pada tingk at α
= 10 pers en
Pendugaan terhadap model persamaan regresi tersebut menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 15,2 persen. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa sebesar 15,2 persen keragaman pendapatan pelaku usaha di sektor informal di sekitar Kampus IPB Darmaga dapat diterangkan oleh peubah-peubah yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya sebesar 84,8 persen keragaman pendapatan pelaku usaha di sektor informal tersebut diterangkan oleh peubah-peubah lainnya di luar peubah yang digunakan dalam model. Dalam mengetahui apakah peubah bebas yang digunakan dalam model mempunyai pengaruh atau tidak terhadap peubah yang dijelaskan, maka dilakukan uji hipotesa F. Nilai Fhitung Sebesar 2,474 dengan P-value sebesar 0,030 ini berarti dengan menggunakan α = 0,10 maka Ho ditolak atau H1 diterima. Diterima H1 berarti model dugaan dapat digunakan untuk menganalisis lebih lanjut hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas. Untuk lengkapnya dapat dilihat pada analysis of variance (Lampiran 2).
Hubungan peubah-peubah bebas pada data menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas. Multikolinieritas adalah kondisi dimana terjadi korelasi antara variabel bebas. Artinya antar peubah bebas dianggap saling bebas. Hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang relatif kecil yaitu kurang dari 10. Pada analisis regresi berganda yang dilakukan untuk menentukan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi pendapatan pelaku usaha sektor informal digunakan selang kepercayaan sebesar 90 persen dengan tingkat α (alfa) sebesar 10 persen atau 0,10. Dalam melihat besarnya peluang suatu peubah bebas dalam mempengaruhi peubah tak bebas (pendapatan) dapat dilihat dari P-value. Masing-masing peubah dianggap mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi peubah tak bebas. Bila Pvalue peubah bebas tersebut lebih kecil dari tingkat alfa atau tingkat kesalahan yang diijinkan maka peubah tersebut berpengaruh nyata terhadap pendapatan dan bila P-value peubah bebas tersebut lebih besar dari nilai alfa yang diijinkan maka peubah tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Dilihat dari nilai Thitung dan P-value maka peubah pendidikan dan dummy IPB mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan pelaku usaha sektor informal. Adapun peubah yang tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan sebesar 90 persen (α = 0,10) adalah umur responden, kerja, curahan dan modal.
4.4.1
Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh terhadap Pendapatan
4.4.1.1 Pendidikan
Pendidikan memegang peranan yang cukup penting dalam kehidupan manusia. Apabila pendidikan seseorang rendah, maka sulit baginya untuk menerima hal-hal baru atau inovasi yang sifatnya dapat menambah wawasan, pengalaman, dan pengetahuan. Implikasi dari keadaan tersebut diatas mereka cepat pasrah pada nasib, tidak mau merubah diri dan lingkungannya dan selalu bersikap irasional.
Dari hasil analisis data diketahui bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap pendapatan pelaku usaha, hal ini dapat dilihat dari P-value sebesar 0,030 yang lebih kecil dari nilai α sebesar 10 persen. Hasil dugaan regresi diperoleh koefisien regresi pendidikan pelaku usaha sektor informal sebesar 1199797. Artinya pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pelaku usaha sektor informal. Jika tingkat pendidikan pelaku usaha sektor informal meningkat 1 tahun maka pendapatan akan bertambah sebesar 1199797 satuan rupiah.
4.4.1.2 IPB
IPB adalah nama variabel dari lokasi dalam IPB yang berarti lokasi usaha sektor informal dilakukan di dalam kampus IPB. Peubah IPB merupakan peubah dummy yang terbagi menjadi 2 yaitu 1 untuk dummy jika kegiatan tersebut berkaitan langsung dengan aktivitas IPB dan 0 untuk dummy selain dari itu. Hasil dugaan regresi diperoleh P-value untuk peubah bebas sebesar 0,072 yang lebih kecil dari nilai α sebesar 10 persen. Hal ini berarti peubah IPB berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas. Hasil keluaran yang ditampilkan dari peubah bebas IPB adalah yang berasal dari kegiatan yang berkaitan langsung dengan aktivitas IPB dengan nilai koefisien positif dan nilai VIF sebesar 1,264. Hal ini berarti pelaku usaha di sektor informal yang usahanya berkaitan langsung dengan aktivitas IPB berpeluang lebih besar untuk meraih keuntungan yang besar dari pada pelaku usaha yang usahanya atas alasan yang berasal dari faktor lain yaitu sebesar 1,264. Orang yang memulai usahanya di dalam kampus IPB dan berkaitan langsung dengan aktivitas IPB cendrung memilih pekerjaan yang mampu dikerjakannya dan memiliki keberhasilan karena pekerjaan yang disukainya sedangkan pelaku usaha yang memulai usahanya atas dasar faktor lain, cendrung merasa berat akan pekerjaannya tetapi desakan hidup menjadi alasan utama untuk tetap menjalankan usahanya.
4.5
Analisis Input-Output
Salah satu cara untuk melihat bagaimana dampak suatu sektor atau sub sektor berperan dalam perekonomian adalah dengan melihat sektor-sektor basis, yaitu sektorsektor yang mampu menarik pendapatan yang berasal dari luar daerah, sehingga mampu memberikan peningkatan pada perputaran konsumsi yang ada pada suatu daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan multiplier effect bagi perekonomian daerah. Karena besarnya peran sektor-sektor tersebut terhadap proses peningkatan output suatu wilayah, melalui proses multiplier, maka sektor basis tersebut sering di sebut sebagai leading sector bagi perekonomian daerah tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut biasanya sektor basis diidentikkan dengan sektor-sektor yang mampu dikirim keluar daerah dan dapat menciptakan aliran pendapatan yang berasal dari luar daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai siklus konsumsi di wilayah itu. Analisis basis ekonomi ini diperlukan untuk dapat melihat sektor-sektor basis atau yang menjadi unggulan pada wilayah dengan berpedoman pada nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah tersebut. Selain itu dilihat juga apakah kampus IPB Darmaga berperan dalam perekonomian wilayah Kabupaten Bogor. Data PDRB Kabupaten Bogor memang tidak menjelaskan berapa kontribusi masing-masing kecamatan (termasuk Dramaga), termasuk dalam sub sektor informal, namun demikian didasarkan atas asumsi bahwa pada dasarnya wilayah kampus IPB Darmaga merupakan wilayah yang dapat memberi manfaat limpahan bagi wilayah sekitarnya, maka paling tidak nilai yang tercantum dapat dikaitkan dengan kondisi wilayah tersebut. Berikut adalah PDRB dan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005 sebagaimana disajikan Tabel 15 berikut:
Tabel 15. PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor atas Dasar Harga Berlaku dan atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2002-2005
Tahun
PDRB Atas Dasar Harga (juta Rp.) Berlaku
(1)
Konstan ’2000
Laju Pertumbuhan Berlaku
Konstan ‘2000
(2)
(3)
(4)
(5)
2002
22.566.874,32
20.115.276,41
11,48
4,48
2003
25.369.472,89
21.083.381,75
12,42
4,81
2004
28.832.435,46
22.256.364,04
13,65
5,56
2005
35.893.216,72
23.558.830,59
24,49
5,85
Sumber: PDRB Kabupaten Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005
Dari berbagai data dan informasi yang diperoleh, selanjutnya dilakukan berbagai teknik analisis untuk bisa menjawab rumusan masalah penelitian. Berikut ini adalah uraian pembahasan hasil analisis dari berbagai fenomena empiris yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.
4.5.1
Struktur I-O
Tabel Input-Output menggambarkan transaksi barang dan jasa dari berbagai sektor ekonomi yang saling berkaitan dan mempunyai hubungan saling ketergantungan. Penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 (prediksi), dimaksudkan untuk mengetahui dampak pelaksanaan usaha sektor jasa terhadap peningkatan perekonomani wilayah Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, jumlah sektor produksi pada tabel
I-O Kabupaten
Bogor 2003 (ada 22 sektor) yang menjadi landasan penyusunan tabel I-O Kabupaten Bogor 2003 dimodifikasi, yaitu dengan menambahkan sektor jasa IPB. Adapun gambaran umum perekonomian Kabupaten Bogor Tahun 2003 berdasarkan Tabel Input-Output Kabupaten Bogor Tahun 2003 dijelaskan pada Tabel 16 sebagai berikut:
Tabel 16.
Komponen Penyusun Tabel Input-Output Kabupaten Bogor Tahun 2003
No. 1.
Komponen
Sisi Permintaan (Output) a. Permintaan Antara b. Permintaan Akhir c. Total Permintaan
Sisi Penawaran (Input) a. Input Antara b. Impor c. Jumlah Nilai Tambah Bruto d. Jumlah Input Sumber: Data Hasil Analisa
Jumlah (juta Rp.)
Distribusi (%)
6.000.690,55 18.747.506,70 24.748.197,25
24,25 75,75 100,00
6.000.690,55 3.962.973,51 14.784.533,19 24.748.197,25
24,25 16,01 59,74 100,00
2.
Dari Tabel 16 dijelaskan bahwa total nilai output ekonomi wilayah di Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp.24,75 trilyun yang terdiri dari permintaan antara sebesar Rp.6 trilyun (24,25 %) dan permintaan akhir sebesar Rp.18,75 trilyun (75,75 %) yang meliputi konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan eksport. Besarnya nilai permintaan akhir menggambarkan tingginya permintaan (demand side). Konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan pembentukan modal tetap serta perubahan stok menggambarkan kegiatan transaksi intra regional (domestik) sedangkan nilai eksport menggambarkan kegiatan transaksi inter regional. Makin tinggi tingkat permintaan maka makin besar pula nilai transaksi barang/jasa. Hal ini mendorong peningkatan nilai output total suatu sektor, namun nilai permintaan akhir belum menggambarkan sepenuhnya nilai permintaan total suatu sektor serta dampak totalnya terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Permintaan akhir yang terlalu tertinggi mengakibatkan permintaan antara yang rendah. Permintaan antara di Kabupaten Bogor hanya sebesar Rp.6 trilyun
(24,25 %). Artinya dari total output
wilayah yang dihasilkan hanya 24,25 % yang dikembalikan dalam kegiatan produksi domestik. Di sisi input, komponennya terdiri dari input antara (24,25 %), import (16,01 %) dan yang memberikan kontribusi paling besar adalah input primer atau nilai tambah bruto yakni sebesar Rp.14,78 trilyun (59,74 %).
Komponen nilai tambah bruto sendiri terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Besarnya nilai masing-masing komponen terhadap nilai tambah bruto dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini.
Tabel 17. Komponen Nilai Tambah Bruto Sektor Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2003 No.
Komponen
Jumlah (juta Rp)
1. 2. 3. 4.
Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Netto Jumlah Sumber: Data Hasil Analisa
Distribusi (%)
4.632.438,80 8.214.312,74 1.291.453,15 646.328,50 14.784.533,19
31,33 55,56 8,73 4,38 100,00
Beberapan komponen nilai tambah bruto memiliki nilai dan besaran kontribusi yang bervariasi. Nilai tambah yang besar adalah komponen surplus usaha yang diterima oleh pengusaha yakni dengan total sebesar Rp.8,21 trilyun atau 55,56 % dari total nilai tambah bruto. Selanjutnya komponen upah dan gaji yang diterima pekerja dengan total nilai Rp.4,63 trilyun diterima oleh pekerja. dan komponen yang paling kecil nilainya adalah netto pajak tak langsung yang diterima pemerintah yakni sebesar Rp.646.32 milyar. Nilai ini menunjukkan bahwa kemampuan pemerintah untuk meningkatkan penerimaannya masih relatif rendah yakni 4,38 %.
4.5.2
Keterkaitan
ke
Depan
(Forward
Linkage)
dan
Keterkaitan
ke
Belakang (Backward Linkage) Analisis keterkaitan ke depan akan memberikan gambaran tentang kepekaan peningkatan output, income dan tenaga kerja suatu sektor sebagai akibat adanya perubahan permintaan akhir output sektor perekonomian secara keseluruhan (termasuk sektor ekonomi lainnya). Interpretasi terhadap keterkaitan ke depan ini menunjukkan kepekaan suatu sektor sebagai sektor hulu dalam menangkap peluang akibat perubahan pada sektor hilir. Sedangkan analisis keterkaitan ke belakang akan menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan output, income dan tenaga kerja sektor lainnya secara keseluruhan sebagai dampak dari perubahan neraca permintaa akhir dari
sektor tersebut.
Ini menunjukkan bahwa keterkaitan ke belakang akan memberikan
gambaran akan kemampuan suatu sektor sebagai sektor hulu dalam pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Keterkaitan langsung ke depan adalah perwujudan akibat perubahan per unit permintaan total sektor jasa IPB terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor jasa IPB secara langsung. Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan perwujudan akibat perubahan per unit permintaan total sektor jasa IPB terhadap sektorsektor yang menyediakan input antara secara langsung bagi sektor jasa IPB. Keterkaitan antar sektor menunjukkan adanya ketergantungan antar berbagai sektor ekonomi yang ada, baik itu keterkaitan langsung maupun tidak langsung. Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah keterkaitan sektor jasa IPB dengan sektor lainnya di Kabupaten Bogor. Keterkaitan tersebut berupa keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) yaitu antara sektor jasa IPB dengan sektor-sektor yang menyediakan input untuk kegiatan sektor ini, dan keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) yaitu sektor-sektor yang memanfaatkan output dari sektor jasa IPB. Adapun keterkaitan antar sektor perekonomian Kabupaten Bogor dapat kita lihat pada Tabel 18 berikut ini:
Tabel 18. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Kabupaten Bogor 2003
No
Sektor
Keterkaitan ke Depan KLD
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Tabaman Peternakan Prtn_lain Listrik Gas Air & tmbg Immt Itpj In_kayu In_kimai In_lain Bangunan Dagbesran Hotel Restoran Ak_rel Ak_dal_kt Ak_antar_kt Js_pnjg_ak Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa Jasa IPB
0,0003 0,0003 0,0103 0,0075 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0041 0,0009 0,0028 0,0077 0,0657 0,0019 0,0000 0,0889 0,0791 0,0838 0,0087 0,0072 0,0044 0,0133
KLTD
0,0036 0,0052 0,0189 0,0109 0,0000 0,0020 0,0047 0,0021 0,0204 0,0071 0,0028 0,0065 0,0113 0,0737 0,0077 0,0110 0,0979 0,0880 0,0905 0,0244 0,0149 0,0058 1,0184
Keterkaitan Ke Belakang KLB
0,0049 0,0091 0,0043 0,0158 0,0051 0,0080 0,0000 0,0000 0,0000 0,0089 0,1955 0,0340 0,0403 0,0000 0,0095 0,0000 0,0045 0,0113 0,0000 0,0033 0,1078 0,0002 0,0133
KLTB
0,0064 0,0125 0,0058 0,0193 0,0070 0,0095 0,0009 0,0009 0,0001 0,0116 0,2336 0,0574 0,0530 0,0008 0,0228 0,0002 0,0112 0,0175 0,0030 0,0130 0,1282 0,0054 1,0184
Sumber: Data Hasil Diolah Pada Tabel 18 terlihat bahwa sektor jasa IPB memilki koefisien keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,0033 artinya bahwa sektor jasa IPB menggunakan input secara langsung sebesar 0,0033 unit untuk proses komunikasi, sebagai akibat dari kenaikan permintaan akhir sektor yang bersangkutan sebesar satu unit. Koefisien keterkaitan langsung ke belakang ini relatif kecil bila dibandingkan dengan sektor lainnya. Sedangkan lima sektor yang menempati peringkat tertinggi berturut-turut adalah (1) sektor industri lain sebesar 0,1955, (2) sektor keuangan sebesar 0,1078 (3) sektor dagbesran sebesar 0,0403, (4) sektor bangunan sebesar 0,0340 dan (5) sektor listrik sebesar 0,0158. Implikasi secara makro dari angka-angka total keterkaitan tadi menunjukkan bahwa total keterkaitan ke belakang dari berbagai sektor menunjukkan sejumlah sektor
lebih tinggi dari rata-rata dan sejumlah sektor lainnya lebih rendah dari keterkaitan total ke belakang dari seluruh sektor perekonomian wilayah. Ini menunjukkan bahwa ada beberapa komoditas yang dapat dijadikan sektor andalan (leading sector) dan sektor lainnya belum bisa diandalkan.
Sebagai contoh adalah sektor industri lain yang
mempunyai total keterkaitan ke belakang sebesar 0,1955, artinya sektor industri lain dapat merupakan salah satu komoditas andalan bagi perekonomian wilayah Kabupaten Bogor.
Implikasi lain menunjukkan bahwa sektor industri lain mempunyai angka
koefisien keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,1955 yang menunjukkan suatu indikasi bahwa bila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta maka besarnya output sektor perekonomian secara keseluruhan akan meningkat sebesar Rp 195.500. Koefisien keterkaitan langsung ke depan sektor jasa IPB adalah sebesar 0,0133 ini berarti bahwa tingkat ketergantungan output sektor jasa IPB terhadap sektor lainnya tidak terlampau menonjol serta output sektor jasa IPB tidak banyak dimanfaatkan oleh sektor-sektor lainnya sebagai input ini disebabkan karena seluruh hasil yang didapat lebih banyak untuk di ekspor. Koefisien keterkaitan langsung ke depan dari sektor-sektor ekonomi yang menduduki lima besar di Kabupaten Bogor adalah (1) sektor angkutan dalam kota sebesar 0,0889, (2) sektor jasa penunjang angkutan sebesar 0,0838, (3) sektor angkutan antar kota sebesar 0,0791, (4) sektor hotel sebesar 0,0657, (5) sektor peternakan lain sebesar 0,0103. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan (total forward linkage) adalah sebesar 0,3869 serta keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang (total backward linkage) adalah sebesar 0,4758. Indeks 0,3869 mengandung arti bahwa setiap kenaikan permintaan akhir sebesar satu unit akan memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap sektor-sektor yang menggunakan output sektor jasa IPB sebagai input antara sebesar 0,3869 satuan. Sedangkan indeks 0,4758 berarti sektor jasa IPB membutuhkan input sektor-sektor lainnya termasuk sektor jasa IPB sebesar 0,4758 satuan jika terjadi kenaikan permintaan akhir sektor jasa IPB sebesar satu satuan. Sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang termasuk dalam lima besar adalah (1) sektor angkutan dalam kota sebesar 0,0979 (2) sektor jasa penunjang angkutan sebesar 0,0905, (3) sektor angkutan antar kota sebesar 0,0880, (4) sektor hotel sebesar 0,0737, (5) sektor komunikasi sebesar 0,0244.
Sementara itu sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang yang termasuk dalam lima besar adalah (1) sektor industri lain sebesar 0,2336, (2) sektor keuangan sebesar 0,1282, (3) sektor bangunan sebesar 0,0574, (4) sektor dagbesran sebesar 0,0530, (5) sektor restoran sebesar 0,0228.
4.5.3 Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion = CD) dan Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion = SD) Salah satu keunggulan analisa dengan menggunakan model I-O adalah karena dapat digunakan untuk mengetahui tingkat hubungan atau keterkaitan antar sektor. Ada tingkat keterkaitan teknis antar unsur aktif (dalam hal ini unsur yang menunjang kegiatan jasa IPB, seperti perusahaan industri, prasarana dan komunikasi) merupakan generator untuk memulai suatu proses polarisasi teknis. Hubungan ini dapat berupa hubungan kedepan (forward linkage), ialah hubungan dengan penjualan jasa yaitu tingkat keterkaitan kedepan atau disebut juga daya penyebaran. Hubungan ke belakang (bacward linkage) yang hampir selalu merupakan hubungan dengan bahan baku yaitu tingkat keterkaitan kebelakang atau disebut juga derajat kepekaan. Kedua indeks tersebut dapat digunakan untuk menganalisis dan menentukan sektor-sektor kunci (key sector) yang akan dikembangkan dalam pembangunan ekonomi di suatu wilayah. Sektor yang mempunyai daya penyebaran (power disperation) tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan kedepan atau daya dorong yang kuat dibandingkan terhadap sektor yang lainnya. Sebaliknya sektor yang mempunyai derajat kepekaan (degree of sensitivity) tinggi mengindikasikan bahwa sektor tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) yang tinggi terhadap sektor lain. Dari daya penyebaran dan derajat kepekaan ini diturunkan pula daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan. Adapaun indeks daya penyebaran memberikaan indikasi bahwa sektor-sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran lebih besar dari satu, berarti daya penyebaran sektor tersebut diatas rata-rata daya penyebaran secara keseluruhan. Pengertian yang sama juga berlaku untuk indeks derajat kepekaan. Sektor yang mempunyai indeks derajat kepekaan lebih dari satu, berarti derajat kepekaan sektor tersebut diatas derajat kepekaan rata-rata secara keseluruhan. Adapun
tabel koefisien daya penyebaran dan daya kepekaan sektor ekonomi Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 19 berikut:
Tabel 19. Koefisien Daya Penyebaran dan Daya Kepekaan Sektor-Sektor Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2003 No. Sektor Koefisien Koefisien Penyebaran Kepekaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Tabaman Peternakan Prtn_lain Listrik Gas Air & tmbg Immt Itpj In_kayu In_kimia In_lain Bangunan Dagbesran Hotel Restoran Ak_rel Ak_dal_kt Ak_antar_kt Js_pnjg_ak Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa Jasa IPB
0,988 0,978 0,891 0,946 0,820 0,796 0,754 0,791 0,682 0,879 1,859 1,427 1,308 0,695 1,055 0,682 0,993 0,969 0,810 1,135 1,399 1,115 1,028
0,796 0,940 1,146 0,851 0,680 0,782 1,290 0,825 1,395 0,954 0,774 0,931 0,822 1,089 0,945 1,240 1,087 1,085 0,966 1,591 1,128 1,804 0,877
Sumber: Data Hasil Diolah
Dari Tabel 19 diatas dapat diketahui bahwa sektor yang mempuyai daya penyebaran tertinggi di Kabupaten Bogor adalah sektor industri lain yaitu sektor 11 sebesar 1,859. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan 1 unit output sektor industri lain akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain (termasuk sektornya sendiri) secara keseluruhan sebesar 1,859 unit. Peringkat kedua adalah sektor bangunan (sektor 12) dengan daya penyebaran sebesar 1,427. Artinya untuk menaikkan output sektor-sektor lain secara keseluruhan sebesar 1,427, maka sektor bangunan harus dinaikkan outputnya sebesar 1 unit. Sektor terbesar lainnya menurut penyebarannya berturut-turut adalah sektor keuangan sebesar 1,399, sektor dagbesran sebesar 1,308, sektor komunikasi
sebesar 1,135, sektor jasa-jasa sebesar 1,115 dan sektor jasa IPB sebesar 1,028 . Berdasarkan nilai-nilai koefisien penyebaran tersebut, sektor-sektor yang mempunyai nilai koefisien penyebaran lebih dari satu menunjukkan tingginya daya penyebaran ke depan sektor tersebut, dengan kata lain mampu menarik pertumbuhan output sektor hulu sebesar nilai-nilai tersebut. Dengan demikian mendorong pertumbuhan hinterland yang menguntungkan (spread effect), tercermin dari adanya arus barang dan jasa yang besar. Selanjutnya pada tabel diatas juga ditunjukkan bahwa sektor yang mempunyai derajat kepekaan tertinggi di Kabupaten Bogor adalah sektor jasa-jasa (sektor 22) sebesar 1,804 yang berarti bahwa akibat kenaikan satu unit permintaan akhir seluruh sektor menyebabkan output sektor jasa-jasa meningkat sebanyak 1,804 unit. Sektor terbesar kedua adalah sektor komunikasi (sektor 20) yaitu sebesar 1,591, artinya jika ingin meningkatkan sektor komunikasi sebesar 1,591 unit, maka harus dinaikkan permintaan akhir seluruh sektor sebesar satu unit. Atau dengan kata lain sektor yang mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sektor-sektor lainnya di Kabupaten Bogor dimiliki oleh sektor jasa-jasa dan komunikasi. Berdasarkan nilai-nilai derajat kepekaan tersebut, sektor-sektor yang mempunyai nilai derajat kepekaan lebih dari satu mengindikasikan bahwa sektor tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) yang tinggi terhadap sektor lain.ke depan sektor tersebut, dengan kata lain mampu mendorong
perkembangan output sektor hilir sebesar nilai-nilai tersebut. Sektor jasa IPB
mempunyai daya penyebaran 1,028 artinya bahwa untuk
menaikkan output sektor-sektor lain secara keseluruhan sebesar 1,028, maka sektor jasa IPB harus dinaikkan outputnya sebesar satu unit. Derajat kepekaan sektor jasa IPB adalah sebesar 0,877 ini berarti bahwa akibat kenaikan satu unit permintaan akhir seluruh sektor menyebabkan output sektor jasa IPB meningkat sebanyak 0,877 unit.
4.5.4 Pengganda Output dan Pengganda Pendapatan
Analisis pengganda (multiplier analysis) adalah bertujuan untuk melihat berbagai pengaruh dari adanya perubahan terhadap permintaan akhir (final demand) terhadap
peningkatan sektor itu sendiri, sebagai akibat adanya transfer/awal, dampak industri) serta dampak karena adanya konsumsi. Analisis pengganda (multiplier analysis) merupakan dampak dari stimulus ekonomi terhadap berbagai perubahan kegiatan ekonomi yang terjadi. Analisis ini secara spesifik bertujuan untuk melihat dampak perubahan (peningkatan/penurunan) permintaan akhir suatu sektor ekonomi terhadap sektor lain pada tiap satu satuan perubahan jenis pengganda. Stimulus ekonomi yang dimaksud disini adalah berupa pendapatan maupun output. Adapun dampak peningkatan sektor jasa IPB terhadap output akhir di Kabupaten Bogor sebagaimana terlihat pada Tabel 20 berikut ini: Tabel 20. Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Output Akhir di Kabupaten Bogor. Sektor
Dampak Pengganda Output (Peningkatan Sektor Jasa IPB 10%)
Tabaman
156,68
Peternakan
303,66
Prtn_lain
140,34
Listrik
469,24
Gas
169,53
Air&tmbg
231,44
Immt
22,90
Itpj
21,72
In_kayu
2,02
In_kimia
282,12
In_lain
5.689,39
Bangunan
1.398,23
Dagbesran
1.291,17
Hotel
18,64
Restoran
555,39
Ak_rel
4,77
Ak_dlm_kt
272,66
Ak_antr_kt
427,11
Js_pnjg_ak
71,96
Komunikasi
316,37
Keuangan
3.122,79
Jasa-Jasa
131,92
Jasa IPB
24.803,68
Total
39.903,73
Sumber: Data Hasil Diolah Pengganda output bertujuan untuk mengetahui pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor didalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain
baik langsung maupun tidak langsung.
Tabel 20 menunjukkan bahwa dengan
peningkatan sektor jasa IPB 10 % atau sebesar Rp. 24.355,41 memberikan multiplier effect (total pengganda ouput semua sektor) sebesar total Rp. 39.903,73. Angka ini mengandung arti bahwa peningkatan permintaan akhir sektor jasa IPB satu satuan, akan meningkatkan output pada semua sektor sebesar 39.903,73 satuan. Hal ini berarti bahwa pengaruh kenaikan permintaan akhir sektor jasa IPB terhadap perubahan output sektor lain secara langsung dan tidak langsung sangat berpengaruh. Lima sektor yang mempunyai multiplier effect (koefisien pengganda output) terbesar masing-masing adalah: (1) Jasa IPB sebesar 24.803,68, (2) industri lain sebesar 5.689,39, (3) keuangan sebesar 3.122,79, (4) bangunan sebesar 1.398,23, (5) dagbesran sebesar 1.291,17. Pengganda pendapatan adalah besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat dari meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu unit (Rp). Apabila permintaan akhir terhadap output sektor tertentu meningkat sebesar satu satuan, maka pendapatan masyarakat yang bekerja pada sektor tersebut akan meningkat sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang bersangkutan. Pengganda pendapatan adalah dampak yang ditimbulkan oleh adanya perubahan dalam permintaan akhir pada sektor tertentu terhadap pendapatan sektor tersebut. Pengganda pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan masyarakat dari setiap sektor kegiatan yang membangun struktur perekonomian dalam wilayah Kabupaten Bogor selama tahun 2003 sebagaimana diperlihatkan oleh Tabel 21 berikut ini:
Tabel 21.
Dampak Peningkatan Sektor Jasa IPB terhadap Pendapatan di Kabupaten Bogor. Sektor
Dampak Pengganda Pendapatan (Peningkatan Sektor Jasa IPB 10%)
Tabaman
0,0000
Peternakan
4,8711
Prtn_lain
14,6132
Listrik
34,0976
Gas
0,0000
Air&tmbg
19,4843
IMMT
0,0000
ITPJ
4,8711
In_kayu
0,0000
In_kimia
41,4042
In_lain
1234,8193
Bangunan
382,3799
Dagbesran
224,0698
Hotel
2,4355
Restoran
99,8571
Ak_rel
0,0000
Ak_dlm_kt
41,4042
Ak_antr_kt
65,7596
Js_pnjg_ak
9,7422
Komunikasi
17,0488
Keuangan
323,9270
Jasa-Jasa
102,2928
Jasa IPB
7162,9261
Total
9786,0038
Sumber: Data Hasil Diolah Pengganda pendapatan adalah besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat dari meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu unit (Rp). Apabila permintaan akhir terhadap output sektor tertentu meningkat sebesar satu satuan, maka pendapatan masyarakat yang bekerja pada sektor tersebut akan meningkat sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang bersangkutan. Dari Tabel 21 diatas terlihat bahwa dampak pengganda pendapatan sektor jasa IPB 10 % atau sebesar 7162,9261. Apabila peningkatan permintaan akhir sektor jasa IPB sebesar satu satuan maka pendapatan rumah tangga disemua sektor ekonomi akan meningkat sebesar 9786,0038 satuan baik langsung maupun tidak langsung. Terlihat bahwa sektor ini mampu menciptakan pendapatan tambahan bagi masyarakat Kabupaten Bogor. Sementara itu sektor - sektor yang mempunyai pengganda pendapatan dalam kelompok lima besar adalah: (1) jasa IPB sebesar 7162,9261, (2) industri lain sebesar 1234,8193, (3) bangunan sebesar 382,3799, (4) keuangan sebesar 323,9270, (5) dagbesran sebesar 224,0698.