IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 ditanam di Kebun Percobaan PG Djatirorto PTPN XI, Jawa Timur. Secara administrasi, lokasi penanaman termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Djatiroto, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dan letak geografis lokasi penanaman berada pada 113°18’ 11” – 113°25’ 5” BT dan 8°70’ 30” – 8°12’ 30” LS, serta terletak pada ketinggian 29 M diatas permukaan laut (dpl). Lokasi penanaman yang dikhususkan untuk penanaman tebu transgenik ini digunakan lahan seluas ± 238.7 m2. Berdasarkan analisis awal yang dilakukan PG Djatiroto, tanah di lokasi penanaman memiliki pH 5,71 (agak masam). Kandungan hara yang ada, 0.082% N (rendah), 92.29 ppm P2O5 (sangat tinggi) dan 317.17 K2O (sangat tinggi). Analisis tanah setelah penanaman juga dilakukan di Departemen ITSL Faperta IPB (Lampiran 6).
4.2. Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik IPB 1 Nitrogen merupakan unsur hara paling penting yang merupakan salah satu unsur hara esensial bagi tanaman. Nitrogen diambil oleh tanaman dalam bentuk NH4+ dan NO3- yang terdapat dalam larutan tanah, bersifat mobil dan diikat oleh partikel tanah. Unsur N bersifat mudah tercuci dan menguap (Soepardi, 1983). Tanaman lahan kering seperti tebu menyerap N dalam bentuk NO3- meskipun pupuk yang diberikan dalam bentuk NH4+ seperti halnya pupuk ZA. Keterkaitan tanaman tebu dengan kebutuhan N untuk tanaman diantaranya bahwa N merupakan unsur utama yang dibutuhkan tebu yang mempengaruhi hasil dan kualitas tebu, terutama pada fase vegetatif yaitu untuk pembentukan tunas, pembentukan daun, pertumbuhan batang, dan pertumbuhan akar. Pertumbuhan vegetatif ini secara langsung berkaitan dengan hasil tebu, sehingga N sangat penting untuk meningkatkan produksi (Sundara, 1998). Hampir pada seluruh tanaman, N merupakan unsur yang mengatur penyerapan dan penggunaan K, P dan penyusun lainnya (Leiwakabessy, 2004). Perlakuan penyisipan gen fitase ke dalam tebu, diharapkan akan mempengaruhi ketersediaan N menjadi meningkat, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman tebu.
17
Hasil analisis yang telah dilakukan pada tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 yang berumur 6 bulan, menunjukkan bahwa setengah dari klon tebu transgenik memiliki kandungan N diatas isogenik PS 851. Klon yang kandungannya di atas isogenik PS 851 diantaranya IPB 1 – 3, IPB 1 – 4, IPB 1 – 6, IPB 1 – 21, IPB 1 – 34, IPB 1 – 36, IPB 1 – 52, IPB 1 – 53, IPB 1 – 56, IPB 1 – 59, IPB 1 – 62 (Gambar 2).
Klon
Gambar 2. Grafik Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Grafik analisis N-total menunjukkan bahwa kandungan N dalam masingmasing klon berbeda, dimana kandungan N-nya ada yg lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan isogenik PS 851. Perbedaan ini dikarenakan kemampuan penyerapan N pada setiap klon tebu berbeda-beda. Hasil analisis tanah yang dilakukan pada penelitian sebelumnya menunjukkan kandungan unsur N dalam tanah tergolong rendah (0.07 – 0.09 %) (Lampiran 6). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Miza (2009) terhadap tebu transgenik IPB 1 dan isogeniknya bahwa kandungan N total pada tanah yang memiliki N yang cukup rendah menyebabkan N yang tersedia bagi tanaman juga rendah. Oleh karena itu, untuk memperoleh produksi tebu yang tinggi, maka unsur N dalam tanah harus cukup tersedia pada fase pertumbuhan (Sutoro et al., 1998).
18
Tabel 1. Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Tebu Transgenik PS IPB 1 Klon N (%) 3 1.099 52 1.056 59 1.048 36 1.047 56 1.027 53 1.018 34 0.990 21 0.984 62 0.975 4 0.956 6 0.943 Isogenik 0.925 46 0.897 17 0.866 71 0.861 37 0.849 40 0.816 51 0.816 7 0.815 12 0.784 1 0.763 2 0.738 55 0.673 5 0.670
Tebu ini dianalisis pada umur 6 bulan dengan perlakuan pemberian pupuk ZA, nilai kandungan N total pada tebu ini berkisar 0.670 – 1.099% (Tabel 1). Nilai ini tergolong lebih rendah, dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, Miza (2009). Kandungan N pada klon-klon tebu transgenik pada umur 6 bulan pada lahan I (25% P) berkisar 0.735 – 1.050% dimana nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan lahan 2 (50% P) yang kandungan N-nya berkisar 0.945 – 1.610% (Lampiran 7). Menurut pendapat Dwisejoputro (1980), terdapat pengaruh timbal balik antara ketersediaan P dengan serapan N, dimana jika fosfat yang tersedia di tanah tidak cukup banyak, maka serapan N akan berkurang. Lebih rendahnya kandungan N pada tebu transgenik ini bisa disebabkan karena pemberian pupuk ZA yang tidak disertai perlakuan pupuk P sebelum masa tanam. Kandungan N yang diserap oleh tanaman tergantung seberapa baik tanaman disuplai oleh hara yang lain (Mengel dan Kirkby, 1982). Selain itu juga tinggi rendahnya suatu kandungan serta komposisi hara dalam suatu tanaman
19
dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam tanaman itu sendiri seperti faktor genetik dan faktor lingkungan serta faktor pengelolaan seperti pemupukan dan pemberian amelioran (Leiwakabessy, 2004).
4.3. Kandungan Fosfor Tebu Transgenik IPB 1 Unsur P banyak terdapat dalam tanah, namun sebagian P tidak tersedia bagi tanaman. Hampir dari semua senyawa P yang dijumpai di alam memiliki kemampuan larut yang rendah, umumnya kurang dari 1 ppm. P larut yang ditambahkan ke dalam tanah sebagian akan terikat oleh liat, alumunium, besi, ataupun kalsium sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman, sekalipun keadaan tanah sangat baik (Soepardi, 1983). Menurut Sundara (1998), pertumbuhan tebu secara normal sangat tergantung dengan ketersediaan P terlarut dalam bentuk yang dapat diserap tanaman di dalam tanah. Kebutuhan hara P sering dikaitkan peranannya dengan fase kemasakan atau fase penimbunan karbohidrat (pertumbuhan generatif), namun secara fisiologi tanaman, peranan hara P menonjol pada transfer energi dari satu bagian sel dan jaringan tanaman yang terjadi sepanjang fase pertumbuhan, dengan kata lain hara P sangat dibutuhkan sejak fase inisiasi perkecambahan sampai fase kemasakan. Hanya saja pada saat tumbuh inisiasi tunas dari matanya, kebutuhan hara P disuplai dari asal bibit. Sedangkan setelah periode tersebut sepenuhnya kebutuhan P tergantung dari ketersediaan hara dalam tanah (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Manfaat dari adanya penyisipan gen fitase diharapkan agar bentuk P organik yang berada di dalam tanah maupun di dalam jaringan tanaman bisa berubah menjadi P tersedia bagi tanaman. Namun tidak semua P yang diserap digunakan dalam proses metabolismenya. Sebagian P akan disimpan dalam bentuk P organik (senyawa fitat) di dalam jaringan tanaman yang menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Pemupukan P yang besar pada awal tanam menyebabkan laju perubahan P tersedia menjadi fitat baik di tanah atau di jaringan tanaman juga berlangsung tinggi, yang menjadi tidak tersedia ketika umur tanaman bertambah. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat 2 klon tebu transgenik yang memiliki nilai kandungan P diatas isogenik PS 851, yaitu klon
20
IPB 1-12 dan IPB 1-4. Hasil analisis kandungan P pada tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Hasil Analisis Kandungan Fosfor Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Kandungan P tebu transgenik pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Menurut Miza (2009), kandungan P tebu transgenik IPB 1 umur 6 bulan pada lahan I (25% P) berkisar 85 – 631 ppm dan lahan II (50% P) kandungan P berkisar 93 – 636 ppm (Lampiran 8). Sedangkan kandungan P tebu transgenik pada penelitian ini berkisar 7.81 – 28.83 ppm (Tabel 2). Rendahnya kandungan P baik pada tebu transgenik maupun isogenik pada penelitian ini, diduga karena tidak adanya perlakuan pupuk P sebelum masa tanam, sehingga tumbuhan tidak mempunyai asupan P yang cukup untuk metabolisme dan pertumbuhannya. Menurut Sudiatso (1982) pemupukan P pada tebu juga merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tebu.
21
Tabel 2. Hasil Analisis Kandungan Fosfor Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Tebu Transgenik PS IPB 1 Klon P (ppm) 12 28.829 4 22.947 Isogenik 22.754 3 21.115 7 19.958 59 19.862 2 19.476 62 17.644 13 17.548 46 17.548 71 16.391 17 15.427 21 15.427 56 15.041 52 14.559 36 13.016 5 12.727 53 12.534 55 12.534 1 11.859 34 11.859 51 11.859 6 10.124 40 7.810
Nilai tebu isogenik pada penelitian ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan transgeniknya. Menurut Nurhasanah (2007) adanya klon tebu transgenik yang memiliki kandungan P lebih rendah atau lebih tinggi dari isogeniknya, dikarenakan pada kemampuan masing-masing tanaman dalam menyerap P.
4.4. Kandungan Klorofil Tebu Transgenik IPB 1 Klorofil adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Klorofil merupakan suatu pigmen yang penting yang terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk proses fotosintesis. Penyisipan gen fitase ke dalam klon tebu, diharapkan dapat meningkatkan kandungan klorofil yang dimiliki oleh masing-masing klon tebu transgenik, karena tanaman yang mempunyai kandungan klorofil yang tinggi akan
22
berpengaruh baik terhadap proses fotosintesis dan metabolisme tanaman. Ekspresi fitase di tanaman secara tidak langsung akan meningkatkan sintesis klorofil dan produksi gula (Susiyanti et al., 2006). Klorofil terbagi atas 2 macam, yaitu klorofil a dan klorofil b. Data hasil analisis kandungan klorofil a dan b klon tebu transgenik PS IPB 1 dan isogeniknya dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kandungan Klorofil a dan b Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Setelah dilakukan analisis kandungan klorofil a pada tebu transgenik, terdapat 10 klon tebu yang kandungan klorofil a-nya lebih tinggi dari isogenik PS 851, sedangkan 13 klon lainnya kandungan klorofilnya dibawah isogenik PS 851. Untuk klorofil b, hampir keseluruhan tebu transgenik mengandung klorofil b lebih tinggi dibanding isogenik PS 851, kecuali 1 klon tebu transgenik yang kandungan klorofil b-nya masih berada di bawah isogenik PS 851. Berdasarkan nilai rata-rata dari keselurahan tebu transgenik, nilai rata-rata kandungan klorofil a lebih rendah dari isogenik PS 851 sedangkan nilai kandungan klorofil b jauh lebih tinggi dibandingkan dengan isogenik PS 851.
23
Tabel 3. Hasil Analisis Kandungan Klorofil a dan b serta Total Klorofil Daun Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Nilai Klorofil Tebu Transgenik (µg/ml) Klon IPB 1 – 1 IPB 1 – 2 IPB 1 – 3 IPB 1 – 4 IPB 1 – 5 IPB 1 – 6 IPB 1 – 7 IPB 1 – 12 IPB 1 – 17 IPB 1 – 21 IPB 1 – 34 IPB 1 – 36 IPB 1 – 37 IPB 1 – 40 IPB 1 – 46 IPB 1 – 51 IPB 1 – 52 IPB 1 – 53 IPB 1 – 55 IPB 1 – 56 IPB 1 – 59 IPB 1 – 62 IPB 1 – 71 Kontrol PS 851 Rata-rata
Total Klorofil
Nilai Klorofil a
Klorofil b
6.903 7.882 5.854 4.242 10.435 9.199 13.372 5.916 6.460 7.749 4.786 8.522 7.313 3.471 4.687 5.553 6.216 5.462 2.091 9.504 6.813 5.500 5.947 6.805
16.447 11.632 13.887 22.127 22.241 18.044 17.741 17.695 19.292 10.507 18.887 9.627 19.610 28.862 17.880 21.739 16.354 13.494 19.184 11.839 12.496 12.569 18.040 10.489
23.350 19.514 19.741 26.370 32.676 27.243 31.113 23.611 25.752 18.256 23.673 18.148 26.923 32.333 22.567 27.293 22.569 18.956 21.275 21.343 19.309 18.069 23.987 17.293 23.655
Secara keseluruhan nilai total dari kandungan klorofil dari hasil analisis yang telah dilakukan lebih tinggi dibandingkan dengan isogenik PS 851. Nilai rata-rata kandungan total klorofil tebu transgenik pada penelitian sebelumnya yang berumur 6 bulan berkisar antara 1.326 – 1.583 μg/ml dengan pemupukan 25% P – 50% P (Lestari, 2009), kandungan total klorofil tersebut tergolong rendah dibandingkan dengan klon tebu ini yang mempunyai nilai rata-rata kandungan total klorofil 23.655 μg/ml. Total kandungan klorofil ini adalah hasil penjumlahan dari klorofil a dan klorofil b (Tabel 3). Dalam pembentukan klorofil, nitrogen mempunyai peran. Menurut Lingga (1986), peran nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang, dan daun, serta mendorong terbentuknya klorofil sehingga daunnya menjadi hijau, yang berguna bagi proses
24
fotosintesis. Total klorofil pada daun tebu transgenik ini tinggi, namun nilai kandungan N-nya cukup rendah. Hal ini diduga karena unsur N telah digunakan dalam masa pertumbuhan vegetatif, terutama untuk fase pertunasan dan pemanjangan batang. Hara N berperan dalam pembelahan sel, sehingga mendukung pertunasan secara horizontal (terbentuknya anakan) dan pertumbuhan vertikal (pemanjangan batang). Unsur N banyak diserap pada umur 3 sampai 4 bulan (Sudiatso, 1982). Hampir semua klon tebu transgenik memiliki keragaan yang lebih baik dibandingkan isogeniknya yang dicerminkan oleh lingkar batang yang besar, pertumbuhan batang yang tinggi, banyaknya ruas batang dan banyaknya rumpun. Hal ini berkolerasi dengan tingginya kandungan total klorofil. Semakin tinggi kandungan klorofil suatu tanaman, maka semakin baik fotosintesis dan metabolisme tanaman tersebut. 4.5. Seleksi Klon Tebu Transgenik IPB 1 Berdasarkan Keragaan Tahap awal penyeleksian klon tebu transgenik ini dilakukan dengan menggunakan metode skoring sebaran frekuensi data pada kriteria yang sudah ditentukan
sebelumnya.
Kriteria
tersebut
mencakup
faktor-faktor
yang
bersangkutan dengan keragaan tebu, diantaranya diameter batang, tinggi batang, jumlah ruas batang, panjang daun, lebar daun. Lampiran 9 menyajikan hasil rekapitulasi data keragaan yang diberikan perlakuan pemupukan ZA. Hasil analisis keragaan setelah dilakukan skoring, hampir secara keseluruhan klon tebu transgenik memiliki keragaan yang lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Miza, 2009) yang dicerminkan oleh lingkar batang yang besar, pertumbuhan batang yang tinggi, banyaknya ruas batang dan banyaknya rumpun tebu. Kandungan hara N dan P tebu transgenik IPB 1 pada penelitian ini memiliki kandungan yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan P sudah terjadi, karena tidak adanya pemberian perlakuan pupuk P pada lahan. Data menunjukkan bahwa separuh klon dari tebu transgenik memiliki kandungan N yang lebih rendah dibandingkan dengan isogeniknya dan 21 klon tebu transgenik memiliki kandungan P yang juga lebih rendah dibandingkan
25
dengan isogeniknya. Rendahnya kandungan hara N dan P pada tebu transgenik IPB 1 mencerminkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tebu isogenik (Lampiran 10). Hal ini membuktikan adanya efektifitas fitase pada tebu transgenik dan adanya efisiensi P dan N. Hal ini diduga gen fitase pada tebu transgenik menjadi efektif pada keadaan tanah yang memiliki kandungan P yang rendah. Sesuai dengan pendapat Susiyanti et al., (2007) menyatakan bahwa aktifitas fitase akan dipicu oleh ketersediaan P dalam tanaman yang kurang, sehingga tanaman mengaktifkan enzim fitase untuk melepas P yang terikat dalam jaringan. Kadar hara yang rendah berdampak pada biomasa yang tinggi karena adanya pengenceran unsur hara sehingga terjadi efisiensi penyerapan hara yang tinggi oleh suatu tanaman, sebagaimana yang disebutkan oleh Apoen (1975) bahwa keragaan yang lebih tinggi akan berbanding lurus dengan biomasa yang tinggi. Berdasarkan pemilihan dari hasil seleksi yang telah dilakukan terhadap kriteria keragaan tebu transgenik, secara keseluruhan skor total tebu transgenik diatas batas skor total isogenik PS 851. Hanya ada 1 klon tebu transgenik yang skornya di bawah skor total isogenik PS 851, dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil seleksi keragaan tebu transgenik yang menggunakan metode skoring sebaran frekuensi data yang telah dilakukan, secara keseluruhan terdapat 5 klon terbaik dari keseluruhan klon tebu transgenik yang ditanam yaitu klon IPB 1-40, klon IPB 1-55, klon IPB 1-51, klon IPB 1-46 dan klon IPB 1-17.
Gambar 5. Grafik Total Skor Masing-Masing Klon Tebu Transgenik