IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Modifikasi Pompa Pada instalasi biogas, gas yang dihasilkan pada biodigester akan ditampung di tangki penampung gas. Tekanan gas yang dihasilkan pada digester sangat rendah untuk dapat masuk ke tangki penampung gas. Meskipun gas dapat masuk ke tangki penampungan, maksimal hanya sebatas tekanan biodigester sama dengan tekanan tangki. Oleh karena itu dibutuhkan alat berupa pompa untuk mengalirkan gas dari digester ke tangki penampung. Ada banyak ragam pompa yang ada dipasaran. Mulai dari pompa bertenaga motor listrik, motor bakar, sampai bertenaga manusia. Pompa bertenaga motor listrik dan motor bakar memiliki kelebihan yaitu dapat memompakan fluida sampai tekanan yang sangat tinggi, namun pompa ini memiliki kekurangan yaitu pompa jenis ini relatif lebih mahal dan membutuhkan sumber listrik atau bahan bakar. Performansi berbeda justru ditunjukan oleh pompa bertenaga manusia. Pompa ini relatif lebih murah dan hanya membutuhkan energi manusia sebagai input. Akan tetapi tekanan yang dapat dihasilkan dari pompa ini tidak terlalu tinggi.
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Pompa bertenaga manusia (b) Pompa bertenaga listrik Pompa yang akan dipakai dalam penelitian kali ini adalah pompa dengan tenaga manusia. Selain karena harganya yang relatif murah, pompa ini juga dinilai lebih dapat dipakai oleh masyarakat pengguna instalasi biogas. Terdapat dua jenis pompa bertenaga manusia yang ada dipasaran, yaitu dengan tenaga tangan maupun dengan tenaga kaki (injakan). Pompa dengan tenaga injakan digunakan karena tenaga kaki dinilai lebih besar daripada tenaga tangan.
17
A.1. Analisis modifikasi pompa Tenaga kaki juga masih memiliki keterbatasan, diantaranya pasti mengalami kelelahan. Keterbatasan inilah yang menjadi alasan untuk memodifikasi pompa. Modifikasi dilakukan untuk mengurangi beban injakan yang harus diberikan oleh pemompa. Modifikasi dilakukan dengan beberapa asumsi yaitu dengan mengasumsikan bahwa gaya kaki yang diaplikasikan kepada pompa adalah tegak lurus terhadap bidang x. Berikut adalah perbandingan distribusi gaya pada pompa sebelum dan sesudah modifikasi.
(a)
(b)
Gambar 6. (a) Diagram benda bebas pompa sebelum modifikasi (b) Pompa sebelum modifikasi
Analisis matematis: ∑ Mo = 0 ( Fbeban x lbeban ) – ( Fkaki x lkaki ) = 0 Fbeban x 7,5/100 – Fkaki x (cos 60o x 21/100) = 0 Fbeban x 7,5/100 = Fkaki x (cos 60o x 21/100) 0,075 Fbeban = Fkaki x 0.105 Fkaki = 0,714 Fbeban
18
(a)
(b)
Gambar 7. (a) Diagram benda bebas pompa modifikasi (b) Pompa modifikasi Analisis matematis: ∑ Mo = 0 ( Fbeban x lbeban ) – ( Fkaki x lkaki ) = 0 Fbeban x (cos 30o x 7,5/100) – Fkaki x (cos 30o x 21/100) = 0 Fbeban x (cos 30o x 7,5/100) = Fkaki x (cos 30o x 21/100) 0,065 Fbeban =
Fkaki x 0,182
Fkaki = 0,357 Fbeban Berdasarkan analisis diagram benda bebas dan analisis matematis sebelum dan sesudah modifikasi, dapat disimpulkan dengan modifikasi pompa maka gaya yang dibutuhkan pada pompa termodifikasi hanya setengah kali dari pompa normal. Selain hal itu tujuan utama modifikasi pompa pada bagian pengait lebih diarahkan untuk mengurangi beban yang diterima pompa ketika proses pemompaan dilakukan. Pengurangan beban kerja pada pompa membuat umur pakai pompa akan lebih panjang. Selain itu modifikasi pompa pada bagian saluran input berfungsi sebagai saluran masuk biogas dari digester.
A.2. Uji fungsional Uji fungsional dilakukan terhadap pompa termodifikasi dan tangki portable. Pada pompa termodifikasi pengujian yang dilakukan adalah pemerikasaan saluran input udara pada pompa, gerak kerja pedal pompa, serta saluran output pada pompa. Pada saluran input dan output tidak menunjukkan terjadinya kebocoran ketika transfer biogas dilakukan. Begitu juga demikian ketika pemompaan dilakukan tidak terjadi tekanan balik dari tabung pompa bagian belakang ke luar saluran input. Dapat disimpulkan bahwa pompa berfungsi dengan baik dan sesuai dengan tujuan perancangan.
19
A.3. Uji kinerja pompa termodifikasi Pompa yang telah selesai akan diuji kinerjanya di lokasi implementasi di kebon pedes. Uji kinerja yang dilakukan dengan cara mengempa biogas dari digester kedalam tangki portable. Parameter data yang diambil berupa pencatatan frekuensi pemompaan dan hubungannya dengan waktu pemompaan yang telah ditetapkan. Pengukuran kenaikan tekanan pemompaan ditetapkan pada 5 menit pertama kemudian setelah 4 menit dan setelah itu diukur setiap 2 menit sekali. Pemompaan biogas ke dalam tangki portable selesai setelah tekanan tangki mencapai tekanan 10 Psi. Berikut data-data hasil pengukuran dari 4 kali uji kinerja pompa: Tabel 6. Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan 1 Waktu (menit)
Tekanan gas (Psi)
Frekuensi pemompaan
Kumulatif pemompaan
5 9 11 13 15 17 19 21 23 24
1.1 2 3.1 4.1 5 6.1 7.1 8 9.2 10
718 445 253 254 246 255 254 248 264 248
718 1163 1416 1670 1916 2171 2425 2673 2937 3185
Tabel 7. Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan 2 Waktu (menit)
Tekanan gas (Psi)
Frekuensi pemompaan
Kumulatif pemompaan
5 9 11 13 15 17 19 21 23 25
1.1 2.1 3 4 5.1 6.2 7.1 8 9.1 10
716 450 246 248 255 263 254 248 254 246
716 1166 1412 1660 1915 2178 2432 2680 2934 3180
20
Tabel 8. Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan 3 Waktu (menit)
Tekanan gas (Psi)
Frekuensi pemompaan
Kumulatif pemompaan
5 9 11 13 15 17 19 21 23 25
1.1 2 3.2 4.1 5 6 7.1 8.1 9.2 10
715 448 263 254 246 248 255 256 264 248
715 1163 1426 1680 1926 2174 2429 2685 2949 3197
Tabel 9. Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan 4 Waktu (menit)
Tekanan gas (Psi)
Frekuensi pemompaan
Kumulatif pemompaan
5 9 11 13 15 17 19 21 23 24
1.1 2 3.2 4.1 5.2 6.1 7 8.1 9.2 10
715 445 260 254 263 256 246 254 260 246
715 1160 1420 1674 1937 2193 2439 2693 2953 3199
Dari data yang disajikan pada Tabel 6-9. dapat dilihat bahwa untuk menciptakan tekanan dalam ban sebesar 10 Psi diperlukan 3180-3200 kali pemompaan.
21
B. Rancangan Tangki Portable B.1. Pendekatan desain tangki portable Tujuan utama dari pembuatan tangki portable adalah sebagai media penampung biogas yang relatif kecil, mudah dipindah tempatkan. Tujuannya agar penggunaan biogas sebagai sumber energi alternatif tidak terbatas hanya pada pengguna yang memiliki peternakan, namun juga masyarakat sekitar peternakan. Selain harus didisain dengan ukuran yang relatif kecil namun juga harus dapat menampung biogas dalam jumlah yang memadai untuk kebutuhan pemasakan. Pemilihan bahan juga disesuaikan dengan ketersediaannya bahan dipasaran, maka dipilih bahan yang banyak tersedia dipasar namun mampu memenuhi kriteria sebagai media penyimpan. Dari beberapa bahan yang ada, dibuat suatu perbandingan dengan beberapa parameter pembanding. Perbandingan antar bahan media penyimpan ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Perbandingan sifat bahan tangki portable Faktor pembanding Volume Penyimpanan
Tingkat kebocoran (Faktor Keamanan)
Umur pakai
Kemampuan kempa Gas
Efektifitas pemakaian
Material besi
Material karet
Tergantung volume tabung, hanya sebatas besar volume tabung.
Besar dan dapat terus bertambah, karena sifat karet yang elastis.
Tidak mudah bocor oleh gangguan benda tajam dari luar, namun mudah bocor apabila terkena korosi dari dalam Pendek, karena komponen penyusun biogas yang hampir semuanya cenderung mengakibatkan korosi pada tabung.
Mudah bocor oleh gangguan benda tajam dari luar, tapi anti karat.
Tergantung pengempaan awal yang diberikan ketika menginjeksikan biogas kedalam tabung. Tidak efektif, karena volume simpan kecil namun tidak memakan banyak tempat dan ringkas dibawa.
Tinggi, karena material karet anti korosi, namun dalam jangka waktu yang panjang material akan mengalami penurunan nilai modulus elastisitas karena getas yang disebabkan H2O yang timbul akibat reaksi antara H2 dengan CO2. sehingga dapat menimbulkan kebocoran. Tinggi, karena sifat karet yang fleksibel sehingga memberikan efek penekanan alami ketika gas ditembakkan keluar dari tabung (namun tergantung pada material karetnya dan fleksibilitasnya). Efektif karena volume simpan besar, namun tidak bisa efektif dalam penempatan, karena selain memakan banyak tempat juga karena sifat permeabilitas karet yang sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, dan ini berefek pada volume simpan.
Material Plastik Tergantung volume tabung plastik dan volume maksimal hanya sebesar volume tabung plastiknya Mudah bocor oleh gangguan benda tajam dari luar, tapi anti karat.
Tinggi, Karena material plastik anti korosi dan tahan terhadap serangan komponen zat kimia penyusun biogas. Namun sangat sensitif terhadap UV karena dapat memecah senyawa kimia pada plastik, sehigga menyebabkan kerusakan. Rendah, karena material plastik tidak mempunyai kemampuan penekanan alami, dan sangat tergantung pada kompresi awal ketika gas diinjeksikan kedalamnya. efektif dalam hal volume penyimpanan namun tidak efektif dalam pemakaian tempat.
22
Dari tabel diatas dapat dilihat, bahwa dalam hal ketahanan, bahan yang terbuat dari karet dan dari plastik hampir mempunyai kekuatan yang sama ketika bersentuhan dengan komponen gas yang ada pada biogas. Pada bahan plastik sendiri memiliki kentungan berupa kerapatan bahan yang tinggi, sehingga biogas yang tertampung tidak dapat lolos keluar. Sementara pada bahan karet mempunyai keuntungan karena memiliki sifat bahan yang elastis, dimana akan tetap dapat menampung biogas dengan cara mengelastiskan dirinya. Akan tetapi, ketika bahan karet yang terus mengembang dan membuat permukaan bahanya semakin meluas, membuat lapisan bahan semakin tipis dan tingkat permeabilitas bahan semakin tinggi. Tingkat permeabilitias yang semakin tinggi membuat biogas semakin mudah melewati bahan karet ini. Sifat plastis bahan plastik akan membuatnya mengembang jika terkena tekanan tinggi, namun tidak akan kembali kebentuk semula. Berbeda dengan karet yang dapat kembali kebentuk semula. Sifat karet yang elastis ini juga berguna sebagai kekuatan dorong alami, sehingga biogas dapat keluar dari media tersebut. Kemampuan gaya tekan alami untuk mendorong biogas keluar inilah yang membuat media dari bahan karet unggul. Dalam penelitian ini, digunakan media dari bahan karet yang dapat dengan mudah ditemukan di pasaran. Dalam hal ini ban dalam sebuah kendaraan layak untuk dipergunakan. Ban dalam yang dipergunakan dipilih ban dalam truk. Pemilihan ban dalam truk (berdiameter luar 900 mm dan diameter dalamnya 508 mm) memiliki keunggulan dalam hal volume simpan yang lebih besar, yang artinya lebih banyak biogas yang dapat ditampung. Namun dalam penggunaannya, ban tersebut tidak dapat langsung diaplikasikan untuk diinjeksikan biogas. Sifatnya yang elastis, membuatnya akan semakin membesar dan dapat pecah apabila diinjeksikan biogas terus-menerus. Untuk mengatasi hal ini, maka ban perlu dimodifikasi agar ketika diinjeksikan biogas, volume ban tidak terlalu membesar melampaui volume normalnya namun tetap dapat menampung biogas sampai tekanan yang diinginkan. Modifikasi yang dilakukan adalah dengan merancang selimut untuk ban, yang dapat bergerak mengikuti bentuk ban yang lentur, sehingga ketika dalam keadaan kosong ban dapat dilipat. Bahan yang digunakan sebagai selimut terbuat dari kain terpal. Kain terpal yang digunakan adalah kain yang biasa terdapat pada tenda pesta ataupun kain penutup bak pada truk. Kain ini dipilih karena ketebatalannya yang diatas ketebalan kain lain, namun tetap lentur seperti jenis kain lainnya.
Gambar 8. Gambar tangki portable
23
Proses pertama dalam perancangan adalah pembuatan pola jahitan pada kain, dengan mengukur volume ban, mulai dari pengukuran diameter potongan ban, hingga pengukuran keliling lingkar luar dan dalam ban. Pola jahitan disesuaikan dan mengikuti bentuk ban itu sendiri. Dalam proses menjahit, dipergunakan benang nilon yang biasa dipakai pada proses reparasi sepatu (sol sepatu). Metode menjahit menggunakan teknik manual dengan jarum yang biasa digunakan untuk mereparasi sepatu. Walaupun tingkat kerapihan kecil, namun dari segi kekuatan tarik, metode ini dapat diandalkan sebab jarum mesin jahit tidak mampu menembus lapisan kain.
B.2. Uji kinerja Uji tekanan maksimal tangki Setelah proses pembuatan selimut ban selesai dilakukan pengujian kekuatan maksimal dari tangki portable dalam menerima tekanan biogas yang diinjeksikan. Pada percobaan pertama, biogas coba diinjeksikan dengan target tekanan maksimal yang dapat diterima tangki sebesar 30 Psi tanpa mengalami kerusakan. Namun kenyataanya pada percobaan pertama tabung sudah mengalami kerusakan berupa sobeknya kain terpal pembungkus ban pada tekanan 13 Psi. Ternyata kain terpal yang memiliki ketebalan paling tinggi ini tidak mampu juga menahan tekanan yang diberikan oleh biogas yang diijeksikan. Sehingga dengan pertimbangan jika diberikan tekanan lebih dari 13 Psi selimut tabung bisa kembali robek, maka untuk percobaan selanjutnya ditetapkan tekanan maksimal yang dapat diberikan hanya pada angka 10 Psi. Walaupun pada percobaan pertama dapat dicapai tekanan maksimal sebesar 13 Psi, namun untuk menjaga umur tabung agar dapat dipakai lebih lama maka ditetapkan 10 Psi sebagai tekanan maksimal yang dapat diberikan. Uji pembakaran Uji perlakuan pertama dilakukan pemasakan air sebanyak satu liter hingga air mendidih. Tujuan perlakuan pertama ini untuk melihat seberapa efisien pemasakan satu liter air dengan menggunakan biogas. Kemudian pada perlakuan kedua dilakukan uji penyimpanan terlebih dahulu sebelum dilakukan uji pembakaran, dimana tujuan penyimpanan adalah untuk melihat hubungan antara lama waktu penyimpanan dengan kualitas biogas setelah penyimpanan dilakukan. Melalui perlakuan kedua ini, akan coba dibandingkan hasil data pemasakan dengan perlakuan pertama. Mulai dari segi waktu dan efisiensi pemasakan yang dicapai. Pada perlakuan ketiga dilakukan pemasakan air sebanyak 5 liter. Tujuannya adalah untuk melihat kenaikan suhu maksimal yang dapat dicapai ketika pemasakan hingga biogas yang ada didalam tangki habis. Pada percobaan pembakaran dengan 3 perlakuan ini, diambil beberapa parameter data. Pertama diukur penurunan tekanan tangki dari mulai waktu pembakaran hingga air mendidih. Parameter data kedua yang diukur adalah volume awal tangki portable hingga akhir proses pemasakan. Parameter data ketiga adalah kenaikan suhu air hingga air mendidih dan suhu lingkungan selama proses pemasakan berlangsung. Data penurunan tekanan tangki dari 6 ulangan dapat dilihat melalui grafik di bawah ini. Data diambil mulai dari proses penyalaan api hingga katup kompor ditutup pada saat air telah mendidih.
24
Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I
Tekanan (Psi)
12 10 8 6 4 2 0 0
2
4
6
8
10
12
14
Waktu (menit) Gambar 9. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I
Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan I ulangan II 12
Tekanan (Psi)
10 8 6 4 2 0 0
2
4
6 8 10 Waktu (menit)
12
14
16
Gambar 10. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan I ulangan II
25
Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I 10
Tekanan (Psi)
8 6 4 2 0 0
2
4
6
8
10
12
14
Waktu (menit) Gambar 11. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I
Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan II ulangan II 10
Tekanan (Psi)
8 6 4 2 0 0
2
4
6 8 Waktu (menit)
10
12
14
Gambar 12. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan II ulangan II
26
Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I 12 Tekanan (Psi)
10 8 6 4 2 0 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 Waktu (menit)
Gambar 13. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I
Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan III ulangan II 12 Tekanan (Psi)
10 8 6 4 2 0 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 Waktu (menit)
Gambar 14. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan III ulangan II Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa pada semua ulangan, terjadinya kesamaan penurunan tekanan tangki. Kesamaan ini bisa terjadi karena pada semua ulangan dilakukan dengan standar operasional yang sama, dimana bukaan katup pada pressure gauge tangki dan katup kompor, diatur pada tingkat yang sama.
27
Percobaan perlakuan I Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I dan II 120
Suhu ( 0C )
100 80 60 Percobaan Ulangan I
40
Ulangan II Percobaan 20 0 0
2
4
6 8 10 Waktu (menit)
12
14
Gambar 15. Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I dan II
Tabel 11. Data suhu air pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I dan II Waktu Ulangan I Ulangan II 0
28,1
26
2
49,9
47,1
4 6
60,3 71,6
60,4 73,2
8
85,4
81,8
10 12
96,8 99,1
92,1 96,2
14
99,0
Pada ulangan pertama dan kedua dilakukan dengan perlakuan yang sama. Dimana dilakukan proses pemasakan air langsung setelah tangki portable diisi biogas. Dua ulangan ini menghasilkan hasil yang cukup berbeda, dimana pada ulangan pertama, dari awal proses pemasakan hingga air mendidih dibutuhkan waktu 12 menit, sementara pada ulangan kedua waktu yang dibutuhkan proses hingga air mendidih yaitu 14 menit. Pada ulangan pertama melalui hasil perhitungan efisiensi pemasakan didapatkan efisiensi sebesar 9,7 % dan pada ulangan kedua didapatkan efisiensi sebesar 8.3 %. Suhu awal air juga berbeda, pada ulangan 1 suhu awal air 28,1oC dan pada ulangan 2 suhu awal air 26oC. suhu awal air yang lebih rendah menunjukkan peningkatan suhu pemasakan yang lebih lambat.
28
Dalam melakukan kedua percobaan, percobaan dilakukan dengan standar prosedur yang sama dan juga tempat yang sama, dan bisa diasumsikan dengan tempat yang berarti juga memiliki tekanan udara yang sama, jadi terjadinya perbedaan waktu kenaikan suhu air hingga mendidih lebih diakibatkan karena untuk suhu air yang lebih rendah maka dibutuhkan perpindahan kalor yang lebih besar untuk meningkatkan suhu air tersebut.
Tekanan (Psi)
Percobaan perlakuan II
10,2 10 9,8 9,6 9,4 9,2 9 8,8 8,6 8,4
Grafik perubahan tekanan gas dalam ban (Psi) pada uji penyimpanan ulangan I
Waktu
Gambar 16. Grafik perubahan tekanan gas dalam ban pada uji penyimpanan ulangan I
Tekanan (Psi)
Grafik perubahan tekanan gas dalam ban (Psi) pada uji penyimpanan ulangan II 10,2 10 9,8 9,6 9,4 9,2 9 8,8 8,6 8,4
Waktu
Gambar 17. Grafik perubahan tekanan gas dalam ban pada uji penyimpanan ulangan II
29
Dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17 terjadi penurunan tekanan gas dalam ban. Penurunan paling drastis terjadi mulai dari hari ketiga sampai dengan hari kelima. Tingkat penurunan tekanan tangki tetap sama walaupun mengalami perubahan suhu lingkungan berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa suhu ruang tidak berpengaruh pada penurunan tekanan tangki. Penurunan tekanan bisa terjadi karena masih bisa lolosnya gas melalui celah antara pentil tabung yang terhubung dengan katup pressure gauge.
Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I dan II 120
Suhu (0C)
100 80 60
Percobaan Ulangan II
40
Ulangan II Percobaan
20 0 0
2
4
6
8
10
12
Waktu (menit) Gambar18. Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I dan II Pada percobaan perlakuan II ulangan I dan II dilakukan perebusan air dengan terlebih dahulu dilakukan perlakuan penyimpanan tangki portable selama seminggu dalam ruangan dan posisi yang sama. Kemudian diukur suhu ruangan dan perubahan tekanan gas pada tangki portable pada jam 06.00, 12.00 dan 18.00 WIB. Perlakuan penyimpanan dilakukan untuk melihat hubungan antara lama penyimpanan dengan perubahan tekanan gas. Melihat kualitas pembakaran gas melalui proses pemasakan dan kemudian membandingkannya dengan percobaan pemasakan air tanpa perlakuan penyimpanan. Melalui 2 kali ulangan didapatkan data yang memperlihatkan 2 hasil yang berbeda. Dimana dalam 2 ulangan menunjukkan pencapaian titik didih yang berbeda. Walaupun dalam dua ulangan menunjukkan 2 pencapaian titik didih yang berbeda, namun dicapai dalam waktu yang sama. Adapun pada ulangan I titik didih yang dicapai oleh air lebih rendah dari pada titik didih yang dicapai oleh ulangan II lebih diakibatkan karena suhu lingkungan yang berbeda. Pada ulangan I suhu lingkungan lebih rendah 3oC, suhu lingkungan yang lebih rendah juga berakibat pada penurunan tekanan udara pada lingkungan. Tekanan udara lingkungan yang lebih rendah mengakibatkan titik didih pemasakan juga lebih cepat dicapai.
30
Percobaan perlakuan III
Suhu ( 0C )
Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I dan II 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20
Ulangan III I Percobaan Percobaan Ulangan IV II
0
8
16
24
32
40
48
56
Waktu (menit) Gambar 19. Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I dan II Percobaan perlakuan III menggunakan massa air yang lebih besar yakni sebanyak 5 liter. Penggunaan massa air yang lebih besar bertujuan untuk melihat kemampuan maksimal dari besarnya kandungan biogas dalam tangki yang mampu diinjeksikan keluar dan dapat dibakar, serta mampu digunakan untuk memasak. Tujuan lain adalah untuk menghitung total nilai kalor dari biogas yang ada pada tangki portable. Dalam percobaannya ternyata nyala api yang ada tidak mampu memanaskan air hingga mendidih. Tidak seperti pada perlakuan I dan II dimana air 1 liter mampu dipanaskan dalam waktu 12 dan 14 menit. Tentu saja dikarenakan massa air yang jauh lebih besar, sesuai dengan teori Q~∆T (kalor sebanding dengan perubahan suhu). Dimana jika ingin meningkatkan suhu pada massa air yang lebih besar diperlukan juga sejumlah kalor yang lebih besar. Pada ulangan I suhu awal air 26,4oC dan memilik suhu tertinggi 78,4oC sehingga kenaikan suhu yang dicapai adalah 52oC. Sedangkan pada ulangan II suhu awal air 28,2oC dan memiliki suhu tertinggi 78,9o C sehingga kenaikan suhu yang dicapai adalah 50,7oC. Dari kedua ulangan ini, memiliki perbedaan kenaikan suhu sebesar 1,3oC. Dalam grafik perbandingan kedua ulangan ini dapat dilihat bahwa perbedaan kenaikan suhu air tidak memiliki selisih yang jauh. Perlakuan yang sama dengan menggunakan standar prosedur yang sama. Adapun terjadinya perbedaan kenaikan suhu juga dapat disebabkan oleh suhu awal air yang berbeda, sehingga energi yang di butuhkan untuk menaikkan suhu juga berbeda. Suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap kenaikkan suhu, dimana pada ulangan I suhu lingkungan sekitar 27,3 oC dan pada ulangan II suhu lingkungan sekitar 29,1 oC.
31
Perhitungan nilai kalor terpakai dari biogas yang dihasilkan juga dapat diketahui. Perhitungan nilai kalor gas terpakai dapat dicari dengan rumus: ܳ=
݉ × ܿ × ∆ܶ ܸܾ
Dimana: m : massa air yang dipanaskan (kg) c : nilai panas jenis air (4,2 kJ/oC/kg) ∆T : perubahan suhu air (oC) Vb : volume biogas (m3) Penghitungan nilai kalor biogas dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perhitungan nilai kalor biogas Ulangan keI II
Massa air 5 5
Tawal (oC) 26,4 28,2
Takhir (oC) 78,4 78,9
∆T (oC) 52 50,7
Vbiogas (m3) 2,03 2,03
Q(kJ/m3) 537,93 524,48
Jika perhitungan diatas dibalik, maka dari nilai kalor real diatas dapat dihitung berapa banyak air yang dapat dipanaskan sampai mendidih dengan biogas yang ada dalam tangki portable. Berikut perhitungan massa air yang dapat didihkan: Ulangan I: ݉=
537,93 × 2,03 ܳ × ܸܾ = = 3,58 ݇݃ ܿ × ∆ܶ 4,2 × (99 − 26,4)
݉=
ܳ × ܸܾ 524,48 × 2,03 = = 3,58 ݇݃ ܿ × ∆ܶ 4,2 × (99 − 28,2)
Ulangan II
Dari perhitungan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa satu buah tangki portable yang terisi penuh dapat digunakan untuk mendidihkan 3,58 kg atau 3,58 liter air. Menurut Abdullah et al., 1984 rata-rata jumlah anggota keluarga di pedesaan bogor adalah 5,56 orang. Bila satu keluarga terdiri dari 6 orang anggota, maka untuk keperluan memasak saja diperlukan biogas sebanyak 1,785 m3. Dengan kata lain tangki portable dengan volume 2.03 m3 seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, akan tetapi pada kenyataannya berbeda.
C. Kajian Tekno-Ekonomi Pemanfaatan Tangki Portable Kajian tekno-ekonomi bertujuan untuk menganalisis tingkat kelayakan penggunaan tangki portable sebagai media penampung biogas. Kajian dilakukan dengan cara menghitung biaya investasi pembangkit biogas tipe india 9 m3 ditambah investasi tangki portable dan pompa manual termodifikasi, serta menghitung biaya per-unit output biogas dalam kurun waktu tertentu. Adapun dalam kajian tekno-ekonomi ini, dilakukan beberapa pengasumsian variable biaya. Pada kajian teknoekonomi ini diasumsikan bahwa unit digester yang dibangun berada langsung di peternakan dan dioprasikan langsung oleh pemilik, sehingga upah tenaga kerja dan feses sebagai bahan baku bukan merupakan variabel biaya yang masuk dalam perhitungan usaha ini. Hal ini juga berlaku pada unit kompor yang juga tidak termasuk dalam variabel biaya, karena sudah langsung dimiliki peternak. Disamping itu, dalam proses produksi biogas tidak dilakukan pengapuran (untuk meningkatkan nilai
32
pH dalam digester) maka dari itu, pengapuran juga tidak dimasukkan sebagai variabel biaya perhitungan. Asumsi lain yang digunakan adalah pada tingkat output energi (efisiensi), didalam perhitungan ini diasumsikan bahwa tingkat efisiensi (output energi) yang dihasilkan dianggap konstan atau tidak mengalami penurunan dari tahun ke tahun (sampai umur ekonomisnya habis). Tabel 13. Perhitungan biaya per satuan output energi biogas ditambah unit tangki portable 1
2
3
4
5
6 7 8 9 10 11
Biaya pembuatan digester (Rp) Umur ekonomis Annuity factor (20%) ACC digester (Rp) Biaya pembuatan gas holder Ferosemen (Rp) Umur ekonomi Annuity factor (20%) ACC gas holder Ferosemen (Rp) Biaya Pembuatan Pompa Manual (Rp) Umur ekonomis Annuity factor (20%) ACC pompa (Rp) Biaya pembuatan tangki portable (Rp) Umur ekonomis Annuity factor (20%) ACC tangki portable (Rp) Perlengkapan tambahan (Rp) Umur ekonomis Annuity factor (20%) ACC perlengkapan (Rp) Biaya perbaikan tahunan (Rp) Biaya pengurasan tahunan (2 tahun sekali) (Rp) Biaya pengecatan gas holder(2 tahun sekali) (Rp) Produksi gas ahunan Output energi (efisiensi 60%) Biaya per-unit output (Rp/kkal)
7.095.715 10 tahun 0,2385 1.692.328,03 3036.000 10 tahun 0,2385 724.086 128.700 3 tahun 0,4747 61.093 616.000 2 tahun 0,6545 403.172 361.000 5 tahun 0,3344 120.718 219.240 222.070 66.000 1552,5 m3 4.657.500 kkal 0,7533
Tujuan perhitungan analisis investasi pembangkit biogas tipe India 9 m3 ini adalah untuk mencari nilai/ biaya per-unit output biogas yang diproduksi. Selain itu juga mencari nilai/biaya per-unit output setelah ditambahkan unit tangki portable dan pompa manual. Melalui hasil perhitungan dan mengacu pada survei harga bahan terbaru, didapatkan biaya per-unit output biogas sebesar Rp 0.6537/kkal. Dan jika ditambahkan investasi berupa tangki portable dan pompa manual, maka akan ada kenaikan biaya per-unit output biogas menjadi Rp 0,7533/kkal. Adapun untuk melihat posisi effisiensi alat dari segi ekonomi, maka kinerja pembangkit biogas dibandingkan dengan biaya per-unit output gas elpiji, dengan mengasumsikan bahwa penggunaan gas elpiji berada pada tingkat effisiensi yang sama, yaitu sebesar 60%.
33
Tabel 14. Perhitungan biaya per-unit output energi gas elpiji (menggunakan tabung gas 3 kg) 1
2
3
4 5
Harga kompor gas (Rp) Umur ekonomis Annuity factor (20%) ACC kompor gas (Rp) Harga tabung gas 3 kg Umur ekonomis Annuity factor (20%) ACC tabung gas (Rp) Konsumsi gas Harga gas (Rp/kg) kg/ hari kg/ tahun Biaya (Rp/tahun) Output energi (effisiensi 60%) 156,95 kg x 11.254,61 kkal/kg x 0.6 Biaya per-unit output (Rp/kkal)
75.000 5 tahun 0,3344 25.000 100.000 3 tahun 0,4747 47.470 5.333 0,43 156,95 885.001,35 1.059.846,63 kkal 0,9034
Berdasarkan perhitungan biaya per-unit output energi gas elpiji (menggunakan tabung gas 3 kg) didapatkan bahwa, biaya per-unit output gas elpiji sebesar Rp 0,9034 /kkal. Lebih besar Rp 0,1501 /kkal daripada biaya per-unit output biogas ditingkat output energi yang sama, yaitu 60 %. Melalui tabel dibawah dapat dilihat beberapa tingkat biaya per-unit output biogas dengan beberapa tingkat efisiensi output energi. Tabel 15. Hubungan tingkat efisiensi output energi dengan biaya per-unit output biogas No 1 2 3 4 5 6
Tingkat efisiensi output energi (%) 60 50 40 30 20 10
Biaya per-unit output (Rp/kkal) 0,7533 0,9040 1,1300 1,5067 2,2600 4,5200
Melalui tabel diatas dapat dilihat bahwa, semakin menurunnya tingkat efisiensi output energi, akan membuat biaya per-unit output biogas semakin tinggi. Penurunan efisiensi dapat terjadi Karena penurunan nilai ekonomis perangkat pembangkit biogas dari tahun ketahun. Jadi, umur ekonomis yang semakin menurun maka akan membuat biaya per-unit output biogas naik dan berada diatas nilai biaya per-unit output gas elpiji. Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa jika pada tingkat effisiensi dibawah 50% biaya per-unit output energi biogas tidak kompetitif lagi terhadap gas elpiji.
34
Tabel 16. Hubungan umur ekonomis digester dan gas holder dengan biaya per satuan unit output energi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Umur ekonomis digester dan gas holder (tahun) 10 9 8 7 6 5
Biaya per satuan unit output energi (Rp/kkal) 0.7533 0.7742 0.8014 0.8380 0.8886 0.9620
Selain itu dilakukan pula uji sensitifitas terhadap biaya per satuan unit output energi. Uji sensitifitas dilakukan dengan memperhitungkan perubahan umur ekonomis digester dan gas holder. Semakin pendek umur ekonomis digester dan gas holder akan menyebabkan meningkatnya biaya per satuan unit output energi. Hubungan umur ekonomis digester dan gas holder terhadap kenaikan biaya per satuan unit output energi dapat dilihat dengan jelas pada Tabel 16. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jika umur ekonomis dari unit digester dan gas holder turun hingga dibawah 5 tahun, maka penggunaan biogas tidak lagi kompetitif terhadap gas LPG. Untuk itu dalam pelaksanaannya, perlu dilakukan perawatan berkala pada digester dan gas holder sehingga umur ekonomisnya tidak turun dan tidak berakibat pada naiknya biaya per satuan output energi biogas. Perawatan berkala ini juga berlaku pada alat yang lain, karena pada dasarnya penurunan umur ekonomis pada setiap alat akan membuat terjadinya kenaikan biaya persatuan unit output energinya.
35