IV HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa mengenai karakteristik tepung ubi jalar dilakukan sebagai masukan pada proses perancangan rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar. Karakteristik bahan baku (umbi ubi jalar), bahan setengah jadi (sawut ubi jalar) dan produk jadi (tepung ubi jalar) akan sangat berpengaruh pada proses penyimpanan, pendistribusian, dan juga terhadap struktur rantai pasokan. Umbi ubi jalar sebagai bahan baku agroindustri tepung ubi jalar memiliki beberapa karakteristik khas komoditas pertanian diantaranya perishable (mudah rusak) dan bulky (kamba) yang akan menjadi pertimbangan penting pada saat menyusun strategi rantai pasokannya (SCM). Pembahasan mengenai karakteristik tepung ubi jalar dilakukan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai kondisi aktual agroindustri tepung ubi jalar di Indonesia. Pemaparan kondisi aktual agroindustri ini merupakan masukan pada saat membuat rancangan rantai pasokan tepung ubi jalar.
4.1 Karakteristik Tepung Ubi Jalar 4.1.1 Karakteristik Ubi Jalar Masyarakat umumnya mengkonsumsi ubi jalar secara langsung setelah pengolahan secara sederhana, seperti dikukus, digoreng, direbus, atau dibuat kolak. Ubi jalar merupakan produk hasil pertanian yang memiliki sifat mudah rusak dan banyak membutuhkan tempat untuk penyimpanan, sehingga setelah pemanenan, para petani biasanya langsung menjual ubi jalar langsung ke tengkulak atau pasar-pasar tradisional. Pada program diversifikasi ubi jalar, pengolahan ubi jalar dapat dikembangkan melalui peningkatan keragaman menu olah ubi segar (seperti ubi rebus, obi, timus), pembuatan produk olah setengah jadi siap santap (produk ekstrusi, manisan, saos), produk olah setengah jadi siap masak (bihun, mie, snack food, makanan bayi), dan produk bahan baku awet (tepung, pati dan „chip‟). Usaha pengembangan produk-produk tersebut perlu memperhatikan sifat-sifat
36
fisik fisiko-kimia dan gizi bahan baku ubi jalar untuk dapat menghasilkan produk dan mutu produk olah sesuai dengan yang dikehendaki. Ubi jalar memiliki sifat fisik, seperti warna kulit dan daging, serta tekstur yang bervariasi menurut varietasnya. Berbagai jenis ubi jalar diantaranya jenis lokal, varietas unggul dan klon harapan (calon varietas unggul) menghasilkan keragaman pada bentuk ubi, ukuran ubi, warna ubi dan kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen.
Tepung ubi jalar dapat
dihasilkan dari berbagai jenis ubi jalar, namun menghasilkan mutu yang beragam pula. Pemilihan terhadap varietas ubi jalar yang akan digunakan sebagai bahan baku tepung ubi jalar dipengaruhi oleh pertimbangan karakteristik tepung yang ingin dihasilkan. Ubi jalar dengan daging ubi berwarna ungu akan menghasilkan tepung berwarna ungu. Hal ini akan mempengaruhi warna dari produk olahan pangan berbahan baku tepung ubi jalar ungu. Sebagai contoh, bakpau ungu yang dihasilkan dari tepung ubi jalar ungu. Warna daging ubi jalar terdiri dari berbagai macam, di antaranya warna putih, kuning, jingga dan ungu. Warna daging dan kulit ubi jalar yang beragam tersebut
ternyata berhubungan dengan kandungan gizi dalam ubi. Perbedaan
warna ubi disebabkan oleh kandungan pigmen di dalamnya. Salah satu pigmen yang terdapat di dalam ubi jalar adalah karatenoida. Ubi jalar oranye atau merah mengandung vitamin A hingga 7700 SI per 100 g bahan segarnya. Konsumen memiliki preferensi yang berbeda terhadap warna ubi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Damardjati (1990), produsen makanan kremes lebih memilih bahan baku ubi jalar segar berwarna daging kekuning-kuningan, sedangkan untuk saos dan selai dipilih warna daging ubi kemerah-merahan. Dalam produksi tepung ubi jalar, cenderung dipilih ubi yang memiliki warna daging maupun warna kulit yang putih agar dihasilkan warna tepung yang putih juga. Pemilihan warna daging ubi ini akan berpengaruh pada hasil akhir tepung. Bentuk dan ukuran ubi merupakan salah satu kriteria mutu yang langsung mempengaruhi harga (Damardjati & Widowati 1994). Ubi yang memiliki bentuk mendekati bulat-lonjong dan tak banyak lekukan mempermudah proses pengupasan sehingga umumnya rendemen ubi kupasnya tinggi. Ukuran ubi yang sedang dan seragam, dengan berat 200 – 250 g membutuhkan waktu pengupasan
37
yang relatif lebih cepat dibanding pengupasan ubi dengan bentuk yang tidak seragam besarnya. Bentuk ubi yang seragam tersebut merupakan bentuk yang ideal bagi pengusaha maupun tenaga kerja karena tahapan pengupasan ubi umumnya pekerja dibayar dengan sistem borongan. Seperti pada sifat fisik ubi jalar, sifat kimia ubi jalar bervariasi tergantung dari jenis/varietasnya. Ubi jalar segar mengandung 71 % air, 25 % karbohidrat, 1 - 2 % protein (Bradburry & Halloway 1988). Ubi jalar mengandung karbohidrat dalam jumlah tinggi seperti pada Tabel 2 dan jika dibandingkan dengan komoditas pertanian sumber karbohidrat lainnya ubi jalar memiliki potensi sebagai komoditas pertanian sumber karbohidrat yang baik jalar (Tabel 4). Dari segi kandungan gizinya, ubi jalar dapat memenuhi kebutuhan kalori seseorang per harinya. Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar ternyata mengandung vitamin A, C, dan B1 yang tinggi dibandingkan dengan beras, jagung, maupun terigu sebagai sumber pangan. Kandungan protein dalam ubi jalar lebih sedikit dibandingkan dengan beras giling, jagung dan terigu (Tabel 4). Jumlah kandungan protein ini akan berpengaruh pada karakteristik tepung yang akan dihasilkan nantinya. Ubi jalar juga mengandung lemak lebih sedikit namun dapat menjadi makanan sumber vitamin yang baik. Tabel 4
Kandungan gizi dalam100 g beras, jagung, terigu dan ubi jalar
Zat Makanan Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Zat Kapur (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) VitA (SI) Vit C (mg) Vit B 1 Kalsium
Beras Giling 360,00 6,80 0,70 78,90 6,00 140,00 0,80 0,26 0,12 ---
Jagung
Terigu
355,00 9,2 3,90 73,70 10,00 256,00 2,40 -----
365,00 8,90 1,30 77,30 16,00 106,00 1,20 0,12 0,12 ---
Ubi Putih 123,00 1,80 0,70 27,90 -49,00 0,70 60,00 22,00 0,90 20,00
Ubi Oranye 123,00 1,80 0,70 27,90 -49,00 0,70 7.700,00 22,00 0,90 30,00
Ubi kuning 136,00 1,10 0,40 32,30 -52,00 0,70 900,00 35,00 0,10 57,00
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)
Karakteristik ubi jalar yang berhubungan dengan kandungan karbohidrat adalah
kecenderungan
timbulnya
flatulensi
(perut
kembung)
setelah
mengkonsumsi ubi jalar. Flatulensi disebabkan oleh gas flatus, umumnya H2 dan CO2 (Palmer 1982), yang merupakan hasil samping fermentasi karbohidrat yang
38
tidak dicerna dalam tubuh, yang dilakukan oleh mikroflora usus. Karbohidrat yang tidak tercerna tersebut antara lain pati tidak tercerna (resistant starch), oligosakarida tak tercerna (non digestibility oligosaccharides), dan polisakarida non pati (non starch polysaccharides) seperti komponen-komponen serat makanan (Damardjati 2003). Ubi jalar juga mengandung zat anti gizi dan penurun cita rasa yang memberikan pengaruh negatif terhadap preferensi ubi jalar. Anti gizi utama dalam ubi jalar adalah trypsin inhibitor yang bersifat menghambat kerja tripsin yang berperan sebagai pemecah protein. Akibat adanya anti tripsin ini, menyebabkan pencernaan protein dalam usus terhambat, sehingga menurunkan tingkat penyerapan protein dalam tubuh yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala mencret (Bradburry & Halloway 1988). Aktivitas anti tripsin dapat berkurang dengan perebusan, pengukusan dan pemasakan (Bradburry & Halloway 1998, Damardjati & Widowati 1994). Pada ubi jalar terdapat beberapa senyawa yang tidak berbahaya bagi kesehatan tapi menimbulkan rasa pahit, seperti ipomoeamarone, furanoterpen, kouramin dan polifenol yang dibentuk dalam jaringan pada saat ubi jalar luka akibat serangan serangga (Damardjati & Widowati 1994). Penggunaan ubi jalar bermutu baik akan berpengaruh nyata terhadap mutu tepung ubi. Ubi jalar sesuai diproses menjadi tepung apabila mempunyai kadar bahan kering dan pati tinggi, serta kadar air rendah. Kadar bahan kering tinggi menghasilkan rendemen tepung yang tinggi pula. Besarnya kadar bahan kering tergantung pada jenis/klon, lingkungan dan umur tanaman (Bradburry dan Halloway 1988). Antarlina (2003) melakukan pengkarakterisasian terhadap tiga belas jenis/klon/varietas ubi jalar (Tabel 5). Kadar air dalam ubi jalar berbanding terbalik dengan kadar bahan kering ubi dan kadar pati ubi. Semakin tinggi kadar air ubi jalar, semakin rendah pula kadar bahan kering dan kadar pati ubi. Pada ubi jalar varietas kawi dengan daging ubi berwarna ungu memiliki kadar bahan kering paling tinggi (35.07 %) serta kadar pati yang tinggi (58.6 7% bk) dan memiliki kadar air rendah (64.93 % bb).
39
Tabel 5 Klon/ Varietas
Warna ubi dan komposisi kimia beberapa klon ubi jalar Warna Ubi
Air Bahan Pati Gula Rdks Abu Gula Reduksi (%bk) bk) (% bb) Kering (%) (% bk) (% (% bk)
Taiwan/396-6 Kuning Taiwan/395-23 Putih Taiwan/396-24 Kuning Tis 5125-42 Putih Tis 5125-82 Kuning Ciceh 27 Putih Ciceh 29 Krem Ciceh 35 Krem Ciceh 39 Krem Lapis 30 Krem Lapis 34 Krem Genjah Rante Kuning Kawi Ungu Sumber: Antarlina (2003)
71.89 71.96 73.65 71.96 65.19 66.43 72.27 69.92 77.72 63.36 67.51 67.09 64.93
28.11 28.04 26.35 28.04 34.81 33.57 27.73 30.08 22.28 36.64 32.49 32.91 35.07
55.84 57.27 52.57 53.2 55.53 52.19 55.76 53.52 48.14 57.49 60.34 56.29 58.67
5.56 7.08 7.15 5.32 4.17 4.47 5.76 6.31 7.89 2.75 4.49 5.57 3.33
3.81 3.28 4.04 3.51 3.39 3.19 3.4 3.34 4.23 2.56 2.95 2.93 --
Serat (% bk) 3.42 3.23 3.711 3.83 3.53 3.38 3.67 3.94 4.65 3.18 3.03 3.18 2.6
Kadar air dalam ubi jalar berbanding terbalik dengan kadar bahan kering ubi dan kadar pati ubi. Semakin tinggi kadar air ubi jalar, semakin rendah pula kadar bahan kering dan kadar pati ubi. Pada ubi jalar varietas kawi dengan daging ubi berwarna ungu memiliki kadar bahan kering paling tinggi (35.07 %) serta kadar pati yang tinggi (58.67% bk) dan memiliki kadar air rendah (64.93% bb). Kadar karbohidrat dan pati yang tinggi menyebabkan ubi jalar dapat diolah menjadi tepung-tepungan. 4.1.2 Pengolahan Ubi Jalar Menjadi Tepung Ubi Jalar, Panen dan Pascapanen Ubi Jalar Penentuan waktu panen ubi jalar didasarkan atas umur tanaman. Jenis atau varietas ubi jalar berumur pendek (genjah) dipanen pada umur 3 - 3.5 bulan, sedangkan varietas berumur panjang dipanen sewaktu berumur 4.5 – 5 bulan. Penanganan ubi jalar yang ideal dimulai pada umur tiga bulan, dengan penundaan paling lambat sampai umur empat bulan. Panen pada umur lebih dari empat bulan, selain beresiko tinggi terkena serangan hama boleng juga tidak akan memberikan kenaikan hasil ubi (Rukmana 1997). Pemanenan yang dilakukan terlalu awal menyebabkan ubi cepat keriput dan rendemen yang rendah. Sebaliknya, bila terlambat panen, ubi menjadi berserat, mudah rusak dan kurang menarik. Cara panen yang dilakukan kurang hati-hati menyebabkan ubi banyak yang rusak
40
sehingga cepat busuk. Tercampurnya ubi yang rusak ke dalam ubi sehat menyebabkan investasi hama dan penyakit. Proses pra-panen, panen, pasca panen, penyimpanan dan distribusi dapat menjadi hambatan dalam pemasaran ubi jalar bila tidak dilakukan dengan baik, karena dapat menyebabkan penurunan mutu ubi jalar. Cara-cara penanganan ubi pada saat pemanenan serta cara pengangkutan perlu mendapat perhatian yang baik agar mengurangi kerusakan yang terjadi. Umbi ubi jalar memiliki kulit yang lunak dan kadar air yang tinggi sehingga mudah rusak oleh pengaruh mekanis. Kerusakan mekanis ini akan memberi peluang bagi berlangsungnya kerusakan mikrobiologis yang akan mengakibatkan rusaknya umbi secara keseluruhan (Muryanto et al. 1978). Penanganan
pasca
panen
ubi
jalar
biasanya
ditujukan
untuk
mempertahankan daya simpan, dan menjaga agar ubi yang disimpan tidak turun mutunya/rusak. Penyimpanan ubi yang paling baik dilakukan dalam pasir atau abu. Cara penyimpanan dengan ditutup pasir atau abu dapat mempertahankan daya simpan ubi sampai lima bulan. Ubi jalar yang mengalami proses penyimpanan yang baik akan menghasilkan rasa ubi yang manis dan enak bila dibandingkan dengan ubi yang baru dipanen (Pramuji 2007). Ubi jalar bila disimpan pada tempat yang cukup kering dan aerasi yang baik dapat disimpan relatif cukup lama bila dibandingkan dengan ubi kayu (Damardjati & Widowati 1994). Hal yang penting diperhatikan dalam penyimpanan ubi jalar adalah melakukan pemilihan ubi yang baik, tidak ada yang rusak atau terluka dan tempat penyimpanan bersuhu rendah antara 27 – 30oC dengan kelembaban udara antara 85-90 % (Pramuji 2007). Untuk meningkatkan masa simpan di beberapa daerah, penyimpanan dengan menggunakan rak agar tidak langsung di atas tanah, atau di dalam keranjang bambu, atau di atas lantai semen. Cara-cara tersebut memberikan masa simpan yang lebih lama dibandingkan dengan disimpan di atas tanah tanpa rak (Widowati et al. 1991). Untuk meningkatkan masa simpan ubi jalar, diberikan perlakuan awal kondisi optimum untuk proses curing. Ubi jalar hasil panen, dibersihkan, disusun dalam tempat penyimpanan (keranjang) kemudian disimpan dalam suhu hangat
41
(30 oC) dan kelembaban yang tinggi (RH 90 - 95 %) selama 10 - 15 hari. Selama curing terjadi penggabusan dan penebalan pada lapisan kulit ubi. Ubi jalar yang mengalami proses curing dapat disimpan hingga enam bulan tanpa kerusakan (Damardjati & Widowati 1994). Tepung ubi merupakan tepung yang dibuat dari ubi yang dikeringkan, sehingga tepung mengandung seluruh komponen yang ada dalam ubi itu sendiri. Tepung ubi berbeda dengan pati; pati adalah hasil ekstraksi bahan dalam air dan dikeringkan. Dengan demikian, tepung ubi jalar berbeda dengan pati ubi jalar. Bentuk tepung mempunyai beberapa keunggulan, antara lain praktis, mudah diformulasi menjadi berbagai produk makanan, hemat ruang penyimpanan dan mudah didistribusikan serta mempunyai nilai gizi yang baik. Bentuk tepung juga mempermudah dan memperlama penyimpanan sampai beberapa bulan atau tahunan. Pembuatan tepung umbi umumnya sangat sederhana, hanya menggunakan proses
”pengupasan,
pencucian,
pengecilan
ukuran
(pengirisan
atau
pemarutan/sawut), pengeringan, dan penepungan”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ningrum (1999), jenis ubi jalar, jenis pengering, dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap kadar beta karoten, rendemen, kadar abu, kadar serat, kadar karbohidrat, kadar lemak, derajat putih pada tepung ubi jalar yang dihasilkan. Hasil penelitian Ningrum menunjukkan bahwa tepung ubi jalar yang dikeringkan dengan pengering drum merupakan tepung yang baik untuk dikonsumsi dan berpotensi untuk dikembangkan.
Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar Terdapat beberapa cara pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar. Secara umum, produksi tepung ubi jalar dapat dilakukan secara sederhana oleh industri rumah tangga. Pada umumnya, proses pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar meliputi tahapan pencucian ubi jalar, pengupasan, pemotongan ubi jalar/pengirisan hingga berbentuk chips (penyawutan), perendaman ubi jalar dalam larutan natrium metabisulfit, pengeringan, dan penepungan. Proses pengolahan tepung ubi jalar disajikan pada Gambar 10 berikut ini:
42
Ubi jalar segar
Pencucian, pengupasan dan penyawutan
Perendaman dalam larutan sodium bisulfit
Pengepresan
Pengeringan (hingga kadar air 12 – 14%)
Sinar matahari
Alat pengering
Sawut kering
Penepungan
Diayak 80 mesh
Tepung ubi jalar
Pengemasan
Gambar 10
Proses pembuatan tepung ubi jalar (BB Pasca Panen Bogor 2000)
Pencucian, pengupasan dan penyawutan ubi jalar Pencucian ubi jalar dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada ubi jalar. Perendaman dalam larutan natrium metabisulfit 0.3 % berfungsi untuk mencegah kontak langsgung dengan udara dan untuk m enghambat reaksi Maillard, karena pada metabisulfit akan berikatan dengan gugus aldehid dari gula sehingga gugus aldehid tersebut tidak dapat bereaksi dengan
43
senyawa-senyawa yang memiliki gugus NH, yaitu protein, akibatnya, kadar protein dapat dipertahankan. Metabisulfit digunakan juga untuk mempertahankan warna dan citarasa. Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetap menarik. Natrium metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau diasapkan. Prinsip pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke dalam bahan sebelum pengeringan.
Pengasapan
dilakukan
selama
+
15
menit.
Maksimum
penggunaannya sebanyak 2 g/kg bahan. Natrium metabisulfit yang berlebihan akan hilang sewaktu pengeringan (Warintek 2010). Pemotongan ubi jalar menjadi sawut dapat dilakukan dengan menggunakan slicer dengan ketebalan potongan kurang lebih 1.5 mm sehingga berbentuk chips tipis agar mempermudah dan mempercepat pengeringan. Blansir Proses blansir dapat dilakukan pada proses produksi tepung dari ubi jalar. Blansir merupakan proses pemanasan dengan menggunakan suhu tinggi dalam waktu yang singkat. Pemanasan dapat dilakukan dengan menggunakan uap air panas atau air mendidih (Muryanto et al. 1978). Tujuan dari proses blansir adalah untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat pada sayuran dan buah-buahan, yang dapat menyebabkan perubahan warna yang tidak dikehendaki pada hasil olahan. Perlakuaan blansir pada saat proses pengolahan ubi jalar menjadi tepung dapat mempertahankan kandungan karoten pada saat pengeringan dibandingkan dengan bahan yang tidak diblansir. Namun, untuk memperoleh kadar pati tepung yang lebih tinggi, dianjurkan untuk tidak menggunakan proses blansir (Muryanto et al. 1978). Proses blansir dapat mengakibatkan pati tergelatinkan. Pati yang telah mengalami gelatinisasi selanjutnya lebih mudah diuraikan menjadi gula sehingga kadar pati menurun.
44
Pengeringan Dari keseluruhan tahapan pengolahan ubi untuk tepung, pengeringan merupakan tahapan proses yang kritis yang menentukan mutu produk dan biaya produksi. Pengeringan ubi yang berkadar air sekitar 80 % menjadi dibawah 10 % memerlukan energi yang relatif banyak. Pengeringan yang saat ini umum dilakukan adalah pengeringan dengan tenaga matahari, yang biayanya amat rendah, namun sangat tergantung pada cuaca sehingga sulit untuk menjamin mutu produk akhirnya khususnya di musim penghujan. Pengeringan irisan ubi jalar memerlukan waktu 48 jam dibawah sinar matahari atau 36 jam dengan alat pengering pada suhu 60 0C untuk mencapai kadar air 7 % (Antarlina 1993). Ubi, baik ubi jalar maupun ubi kayu termasuk jenis hasil pertanian yang mudah rusak. Ubi kayu akan busuk (poyo) 48 jam sesudah dipanen. Sementara itu ubi jalar lebih tahan disimpan namun tetap mengalami penurunan kadar karbohidrat selama penyimpanan sebagai hasil respirasi, sehingga sebaiknya tidak disimpan lebih dari tujuh hari. Pemilihan alat dan kondisi pengering yang akan digunakan dipengaruhi oleh jenis bahan yang akan dikeringkan, mutu hasil akhir yang dikeringkan dan pertimbangan ekonomis. Jenis bahan padatan berbentuk lempeng maka alat yang sesuai untuk mengeringkan bahan tersebut adalah pengering kabinet atau tray dryer , oven, dan rotary dryer. Sedangkan untuk bahan yang berbentuk pasta atau puree alat yang sesuai untuk mengeringkan adalah pengering drum (Honestin 2007). Beberapa metode pengeringan yang dapat dilakukan pada proses pengolahan tepung ubi jalar adalah sebagai berikut: 1. Pengeringan dengan sinar matahari Keuntungan dari pengeringan dengan penjemuran di bawah sinar matahari yaitu adanya pemutih karena sinar ultraviolet matahari dan mengurangi degradasi kimia yang dapat menurunkan mutu bahan. Sedangkan kelemahanan dari metode ini adalah dapat terkontaminasinya bahan oleh debu. Dalam proses pengeringan sering timbul berbagai masalah seperti tidak adanya pengontro suhu dan kelembaban udara, terjadinya kontaminasi mikroba, serta ketergantungan pada kondisi cuaca setempat.
45
2. Pengeringan oven Pengering
oven
merupakan
alat
pengering
yang
paling
mudah
pemeliharaannya dan penggunaannya serta rendah biaya operasionalnya. Bahan yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam oven dan diatur pada suhu dan waktu tertentu, untuk selanjutnya digiling. Prinsip kerja pengering oven secara umum adalah memanaskan bahan dengan menggunakan prinsip pindah panas secara konveksi. Elemen pemanas akan memasukkan udara kemudian partikel-partikel udara mengenai bahan secara bergantian. 3. Pengeringan Drum (drum dryer) Drum dryer didefiniskikan sebagai alat untuk pengeringan dengan cara kontak bahan dengan permukaan luar alat secara kontinyu. Pengering drum merupakan tipe alat pengering yang pada dasarnya terdiri dari satu atau lebih silinder (drum) dari logam, yang berputar sesuai dengan as-nya pada posisi horizontal dan dilengkapi dengan pemanasan internal oleh uap air, air, atau medium cairan pemanasan lainnya. Produk yang akan dikeringkan dituangkan di atas permukaan drum sebagai suatu lapisan yang tipis. Produk yang kering dilepaskan dari permukaan drum dengan pisau pengeruk. Pengeringan chips ubi jalar dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pemilihan metode pengeringan sangat mempengaruhi mutu dan karakteristik tepung ubi jalar yang akan dihasilkan. Pada proses pengeringan, kerusakan karotenoid perlu diperhatikan, karena karoten mudahteroksidasi terutama pada suhu tinggi (Muryanto et al. 1978). Selain pengeringan matahari, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengering yang dapat diatur suhu dan kelembabannya. Beberapa alat pengering ubi jalar di antaranya adalah cabinet dryer (Dhania 2006, Muryanto et al. 1978), drum dryer (Simanjuntak 2001), metode oven (Setiawan 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2005), metode pembuatan tepung ubi jalar yang tepat untuk menghasilkan produk mie adalah dengn metode oven. Metode ini dipilih karena dapat mengurangi biaya proses dibandingkan dengan penggunaan drum dryer yang membutuhkan biaya cukup mahal untuk produksi uapnya. Selain itu, tepung hasil pengeringan dengan drum dryer telah tergelatinisasi dengan sempurna sehingga sulit dibentuk lembaran
46
adonan, karena adonan menjadi terlalu lengket. Sedangkan Simajuntak (2001) lebih memilih menggunakan tepung ubi jalar dengan metose perebusan dan pengeringan drum dryer dalam pembuatan mie kering. Pemilihan ini didasarkan pada warna yang dapat dipertahankan dari reaksi pencoklatan, daya kohesi yang terbentuk selama perebusan dan penghancuran senyawa toksik akibat panas selama perebusan. Penggilingan/penepungan dan pengayakan Proses penggilingan/penepungan, dapat menggunakan disc mill (Dhania 2006) dan masih diperoleh hasil penggilingan tepung yang kasar. Untuk memperoleh tepung yang lebih halus dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan 60 mesh (Dhania 2006). Pengemasan dan Penyimpanan Tepung Ubi Jalar Tepung ubi jalar bersifat higroskopis atau mudah menyerap air yang dapat menyebabkan kadar air pada tepung ubi jalar meningkat. Kadar air berkaitan dengan mutu dari produk tersebut. Semakin rendah kadar airnya, maka produk tersebut semakin baik mutunya. Kadar air yang rendah dapat mencegah dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak yang dapat menurunkan mutu produk tepung. Agar kadar air tepung ubi jalar tetap rendah maka harus dikemas dengan kemasan yang tidak mudah dilewati oleh uap air, misalnya plastik propilen (Dhania 1989). Rendemen tepung ubi jalar yang dihasilkan Rendemen tepung ubi jalar yang dihasilkan dapat mencapai 30% dari berat awal bahan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh varietas ubi jalar yang digunakan untuk proses penepungan, serta mutu dari ubi jalar itu sendiri. Penggunaan ubi jalar bermutu baik akan berpengaruh nyata terhadap mutu tepung ubi. Ubi jalar sesuai diproses menjadi tepung apabila mempunyai kadar bahan kering dan pati tinggi, serta kadar air rendah. Kadar bahan kering tinggi menghasilkan rendemen tepung yang tinggi pula. Besarnya kadar bahan kering tergantung pada jenis/klon, lingkungan dan umur tanaman (Bradburry dan Halloway 1988). Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Antarlina (2003) dan Dhania (2006), kadar air dengan kadar bahan kering dan pati ubi jalar berkorelasi
47
negatif. Semakin tinggi kadar air maka kadar bahan kering dan kadar patinya makin rendah. Kadar bahan kering dengan kadar pati berkorelasi positif, makin tinggi kadar bahan kering maka makin tinggi pula kadar pati ubi jalar. Korelasi antara kadar pati dengan gula reduksi, abu dan serat kasar, adalah negatif. Semakin tinggi kadar pati ubi jalar maka kadar gula reduksi dan serat kadarnya makin rendah. Korelasi antara kadar air dan kadar bahan kering ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 5. Rendemen tepung dihasilkan sangat tergantung pada kadar bahan kering ubi. Semakin tinggi bahan kering ubi, semakin tinggi pula rendemen tepung yang dihasilkan. Besarnya kadar bahan kering tergantung pada varietas/klon, lingkungan (radiasi sinar matahari,suhu, pemupukan,kelembaban tanah) dan umur tanaman (Bradburry dan Hollway 1998). 4.1.3 Karakteristik Tepung Ubi Jalar Sifat fisik dan kimia tepung ubi jalar berbeda-beda tergantung jenis, usia, keadaan tumbuh dan tingkat kematangan ubi jalar yang diolah menjadi tepung. Perbandingan komposisi kimia dan karakteristik tepung ubi jalar dengan berbagai jenis tepung lainnya disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6
Komposisi kimia tepung terigu, tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar Komposisi
Kadar air Karbohidrat Protein Lemak Abu Serat Sumber: 1) Marzempi et al. (1996) 2) Utomo dan Antarlina (1999)
Terigu1)
Ubi Kayu1)
Ubi Jalar2)
11,89 % 74,28 % 12,83 % 1,27 % 0,50 % 0,51 %
13,50 % 81,64 % 1,60 % 0,53 % 1,62 % 1,43 %
7,56 % 85,21 % 2,42 % 0,50 % 2,80 % 2,22 %
48
Tabel 7
Perbandingan karakteristik beberapa jenis tepung
Karakteristik Bentuk granula pati
Tapioka Bulat terpotong1) 3-231)
Ukuran granula pati Komposisi kimia - air 11.47 - abu 0.06 - protein 0.76 - lemak 0.19 - karbohidrat 87.531) Amilosa 173) SAG 65.35 VM 835 V95oC 440 VD 650 Sumber 1) Febriyanti (1990) 2) Moorthy (2000) 3) Glicksman (1969) 4) Swinkels (1985) 5) Djuanda (2003) di dalam Honestin (2007)
Beras Poligonal 3-81) 12.0 0.15 7.0 0.5 80.01) 16-173) 66 240 240 5551)
Jagung Bulat, poligonal1) 5-151)
Gandum Oval, bulat1) 2-351)
Ubi Jalar Bulat, poligonal2) 5-402)
10.0 1.4 10.3 4.8 73.51) 20-283) 62 470 470 8301)
12.0 0.11 8.9 1.3 77.31) 223) 65 65 60 3001)
3.74 2.31 1.92 1.20 90.835) 204) 60-80 480 3002)
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu tepung ubi jalar adalah; 1. Bahan baku. Keragaman bahan baku (ubi jalar) sangat tinggi, sehingga masing-masing jenis dapat menghasilkan mutu tepung ubi jalar yang berbeda faktor yang mempengaruhi mutu ini adalah umur tanaman, ukuran, bentuk bahan kering dan warna umbi. 2. Cara Pengolahan. Semua tahapan proses pembuatan tepung ubi jalar dapat mempengarui mutu tepung ubi yang dihasilkan. Pengupasan kulit benar-benar sempurna terutama kulit yang berwarna merah. Air yang digunakan harus bersih, proses pengeringan harus segera dilakukan pada sawut. 3. Serangan hama boleng. Ubi yang terserang hama boleng, tidak dianjurkan untuk diolah karena akan mempengaruhi aroma boleng yang terikut pada tepung ubi jalar. 4. Cara Penyimpanan Tepung Ubi Jalar. Tepung harus tersimpan dalam keadan tertutup rapat (kantong plastik atau kaleng toples) karena sifat tepung yang mudah menyerap air dan mencegah dari serangan hama.
49
4.1.4 Potensi Pengembangan Tepung Ubi Jalar Tepung ubi jalar dapat dimanfaatkan secara luas dalam pengolahan makanan. Bentuk olahan ubi jalar sebagai tepung memudahkan penggunaannya dalam membuat berbagai jenis makanan. Sesuai dengan karakteristiknya, tak jarang tepung ubi jalar digunakan sebagai bagian dari tepung komposit (tepung campuran) dengan jenis tepung lainnya guna menghasilkan makanan olahan yang lebih baik dan enak. Dari segi proses produksinya, teknologi pengolahan tepung sangat mudah dikuasai dengan biaya murah (Pramuji 2007). Dengan demikian para pelaku usaha skala kecil dan menengah bisa terlibat dalam mengembangkan usaha ini. Sebagai salah satu produk olahan berbahan dasar ubi jalar, upaya pemberdayaan tepung ubi jalar memiliki beberapa manfaat, antara lain: 1. Bahan baku ubi jalar segar relatif mudah didapat karena tanaman ini banyak diusahakan petani, baik di lahan sawah maupun tegal 2. Proses pembuatan tepung ubi jalar relatif mudah dan sederhana, dapat dilakukan oleh industri rumah tangga sampai industri besar 3. Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan subtitusi terigu untuk produk makanan olahan, dimana daya substitusinya tergantung dari produk yang dihasilkan 4. Kemampuan daya substitusi tersebut diperkirakan akan mampu menekan biaya produksi untuk industri makanan olahan 5. Untuk produk-produk makanan yang manis (misalkan kue/cookies) dapat menghemat penggunaan gula sekitar 20 %, berkaitan dengan sifat tepung ubi jalar yang mengandung kadar gula tinggi 6. Mutu bahan baku produk yang dihasilkan dan penerimaan konsumen tidak turun secara nyata (Damardjati dan Widowati 1994). Penelitian mengenai pemanfaatan tepung ubi jalar telah banyak dilakukan di Indonesia. Widowati et al. (1994) mengkaji penggunaan tepung ubi jalar sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan bihun. Ubi jalar juga diujicobakan untuk mensubstitusi berbagai jenis tepung dalam beragam resep makanan (Suismono 2003, Djami 2007). Daya substitusi ubi jalar terhadap beragam makanan tersebut
50
tergantung dari hasil olahan yang ingin dihasilkan. Keragaman hasil olahan tepung ubi jalar disajikan pada Tabel 8. Tabel 8
Keragaman hasil olahan tepung ubi jalar
No Nama Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Roti tawar Mie Cake Cookies Chiffon cake Pukis Cheese stick Marmer cake Kue tambang Kue lapis Spekoek Barongko pisang Cucur Domino cookies Brownies kukus Bolu kukus Putu ayu
Substitusi tepung ubi jalar (%) 10 - 20 10 - 20 50 – 100 50 - 100 50 50 30 50 30 50 50 50 50 50 100 20 100
Tepung yang disubstitusi Terigu Terigu Terigu Terigu Terigu Terigu Terigu Terigu Terigu Tepung beras Terigu Tepung beras Tepung beras Terigu Terigu Terigu Terigu
Sumber: Suismono (2003) dan Djami (2007)
Dalam pembuatan beberapa jenis kue tersebut, masih diperlukan campuran tepung terigu agar kue dapat mengembang dengan baik. Sedangkan pada beberapa jenis kue, tepung terigu dapat disubstiusi oleh tepung ubi jalar hingga 100 % (cake, cookies, putu ayu). Hal ini disebabkan karena tepung ubi jalar tidak mempunyai gluten sebagaimana tepung terigu yang dapat membantu dalam proses pengembangan adonan kue (Djami 2007). Produksi kue yang berasal dari tepung ubi jalar dapat mengurangi jumlah gula yang ditambahkan, karena kandungan gula yang terdapat pada ubi jalar.
Kendala Pramuji (2007) mengidentifikasi beberapa kendala yang menghambat perkembangan agroindustri tepung ubi jalar skala kecil di daerah Bogor (Unit Pengolahan Tepung Ubi Jalar di Desa Giri Mulya Kecamatan Cibungbulang), yaitu:
51
1. Hambatan teknis/teknologis, yaitu belum optimalnya kinerja mesin dan peralatan pengolah ubi jalar. 2. Hambatan kelembagaan, yaitu belum adanya kesepahaman diantara pihakpihak yang terkait mengenai model kelembagaan yang diinginkan sehingga program antar sektor yang menangani komoditas ubi jalar belum benar-benar serasi. 3. Hambatan input bahan baku, yaitu belum adanya kontinyuitas suplai bahan baku yang memenuhi standar kualitas dan tingkat harga yang diinginkan oleh pabrik. 4.2 Kondisi Aktual Agroindustri Tepung Ubi Jalar di Indonesia Secara umum jalur pemasaran ubi jalar di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 11. Ubi jalar segar dibeli oleh tengkulak dari petani yang kemudian dijual lagi ke pedagang pengumpul. Dari pedagang pengumpul ubi jalar segar tersebut dijual kepada pedagang besar/grosir, industri makanan ternak, pedagang pengecer dan ke industri pengolahan tepung. Ubi jalar segar dijual kepada konsumen secara langsung melalui pedagang pengecer. Ubi jalar segar sebagai bahan baku industri makanan dan tepung ubi jalar dipasok ke industri makanan. Hasil makanan olahan ubi jalar untuk selanjutnya diekspor ke luar negeri atau dipasok ke distributor untuk selanjutnya dijual ke konsumen akhir. 4.2.1 Produksi Ubi Jalar di Jawa Barat Hampir seluruh provinsi di Indonesia memproduksi ubi jalar, kecuali DKI Jakarta. Hal ini terlihat pada data produksi ubi jalar nasional dari tahun 2005 hingga 2009 (Lampiran 2). Tujuh provinsi penghasil ubi jalar terbesar adalah Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur dan Bali. Luas lahan tanam ubi jalar nasional hingga tahun 2008 menunjukkan kecenderungan menurun (Lampiran 3), namun produktivitas ubi jalar memiliki kecenderungan meningkat (Lampiran 4). Jawa Barat merupakan provinsi penghasil ubi jalar terbesar di Indonesia, dengan total produksi mencapai 389043 ton ubi jalar pada tahun 2006. Tabel 9 menyajikan data jumlah produksi ubi jalar masing-masing kabupaten di Jawa Barat pada tahun 2006. Kabupaten Kuningan merupakan produsen terbesar
52
dengan pangsa 25.75 persen, disusul oleh Kabupaten Garut 16.85 persen dan Kabupaten/Kota Bogor 15.87 persen dari total produksi ubi kayu di Jawa Barat. Sementara itu, daerah-daerah yang produksi ubi kayunya relatif kecil adalah Karawang dan Ciamis.
Petani Ubi Segar
Tengkulak
Pengolahan tepung
Pedagang Pengumpul
Tepung
Pedagang Besar/Grosir
Industri Makanan
Industri Makanan Ternak
Makanan olahan
Pakan ternak
Pedagang Pengecer
Distributor
Konsumen
Gambar 11 Jalur pemasaran ubi jalar (Hafsah 2004)
Eksportir
53
Tabel 9
Jumlah produksi dan pangsa produksi ubi jalar di Jawa Barat tahun 2006 Kabupaten
Produksi
Pangsa (%)
1
Bogor
61 753
15.87
2
Sukabumi
22 712
5.84
3
Cianjur
20 943
5.38
4
Bandung
34 329
8.82
5
Garut
65 566
16.85
6
Tasikmalaya
24 316
6.25
7
Ciamis
5 854
1.50
8
Kuningan
100 169
25.75
9
Cirebon
2 038
0.52
10
Majalengka
9 300
2.39
11
Sumedang
20 410
5.25
12
Indramayu
85
0.02
13
Subang
2 521
0.65
14
Purwakarta
17 775
4.57
15
Karawang
453
0.12
16
Bekasi
819
0.21
389 043
100
Jumlah Sumber : BPS Provinsi Jabar (2007)
Pada periode tahun 1998 – 2007, produksi ubi jalar di Provinsi Jawa Barat cenderung sangat berfluktuasi. Puncak produksi terjadi pada tahun 2005 dengan jumlah produksi 390 ribu ton. Pada periode 2004 – 2006, produksi ubi jalar cenderung stagnan.
Hal ini terlihat dari produksi tahun 2006 yang hanya
mencapai 389 ribu ton. Perkembangan produksi ubi jalar di Provinsi Jawa Barat pada periode tahun 1996 – 2006 dapat dilihat pada Gambar 12.
54
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (2007)
Gambar 12
Perkembangan produksi ubi jalar Jawa Barat tahun 1996 - 2006
Kabupaten Kuningan, sebagai penghasil terbesar ubi jalar di Provinsi Jawa Barat, pada periode tahun 1996 – 2006 cenderung mengalami peningkatan produksi. Pada tahun 2006, produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan mencapai 100 ribu ton. Pada periode tersebut, produksi terendah adalah pada tahun 1996 yang mencapai 29 ribu ton. Kabupaten Garut, sebagai penghasil terbesar kedua ubi jalar di Provinsi Jawa Barat, pada periode tahun 1996 – 2006 mengalami fluktuasi dalam hal produksi. Pada tahun 2006, produksi ubi jalar di daerah ini mencapai 65 ribu ton. Pada periode tersebut, produksi terendah adalah pada tahun 2001 yang mencapai 36 ribu ton. Kabupaten/Kota Bogor, sebagai penghasil terbesar ketiga ubi jalar di Provinsi Jawa Barat, pada periode tahun 1996 – 2006 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan terjadi peningkatan produksi. Pada tahun 2006, produksi ubi jalar di daerah ini mencapai 61 ribu ton. Pada periode tersebut, produksi terendah adalah pada tahun 1996 yang mencapai 44 ribu ton.Perkembangan produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Garut pada periode tahun 1996 – 2006 dapat dilihat pada Gambar 13:
55
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (2007)
Gambar 13
Perkembangan produksi ubi jalar di Kab. Kuningan, Kab. Bogor dan Kab Garut pada tahun 1996 - 2006
Jika dilihat dari masa panen secara rata-rata dengan menggunakan data luas tanam dan luas panen tahun 1987 – 2005, menunjukkan bahwa produksi ubi jalar cenderung tidak terlalu bervariasi pada hampir semua bulan dengan luas panen tertinggi pada bulan Maret dan Oktober. Sementara itu untuk puncak masa tanam, terjadi pada bulan Oktober, November dan Desember. Dengan pola seperti ini, diperkirakan masa tanam ubi jalar rata-rata mencapai 4 bulan. 4.2.2 Agroindustri Tepung Ubi Jalar di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar di Propinsi Jawa Barat. Pada tahun 2000 sampai dengan 2005, rata-rata tingkat produksi ubi jalar di kabupaten ini mencapai 61 030 ton dan produktivitas rata-rata mencapai 15 ton/ha. Rincian mengenai data produksi, luas panen dan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 10. Dua lokasi pengembangan agroindustri tepung ubi jalar di Bogor di antaranya adalah industri kecil tepung ubi jalar yang berlokasi di desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, dan Desa Giri Mulya Kecamatan Cibungbulang.
56
Tabel 10 Luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor (tahun 2000 – 2005) Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ton/Ha) 2000 4 219 57 329 14 2001 4 306 65 202 15 2002 4 144 67 515 16 2003 3 882 67 159 17 2004 3 656 56 213 15 2005 3 662 52 762 14 Sumber: BPS Kabupaten Bogor (2000-2005, data diolah)
Model pengembangan agroindustri ubi jalar yang saat ini dikembangkan oleh pihak Pemda Kabupaten Bogor masih tergolong ke dalam industri kecil. Realisasi pengembangannya dimulai pada tahun 2004 melalui pembangunan Unit Pengolahan Tepung Ubi jalar di Desa Giri Mulya, Kecamatan Cibungbulang, dengan produk yang dihasilkan adalah tepung ubi jalar (Pramuji 2007). Proses pengembangan agroindustri ini melibatkan berbagai pihak, diantaranya Pemda Kabupaten Bogor (melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Kantor Koperasi), pihak swasta/industri (PT Bogasari/PT Lippo), petani dan perguruan tinggi. Salah satu agro industri berskala rumah tangga yang terletak di Kabupaten Bogor adalah agroindustri yang dikelola oleh Kelompok Tani di Desa Cikarawang, yaitu Kelompok Tani Hurip. Kelompok Tani tersebut memproduksi tepung ubi jalar hasil tanam sendiri, dengan mencoba membidik pasar di wilayah Bogor dengan fokus utama konsumen yaitu
industri kecil pengolah pangan.
Industri-industri kecil pengolahan pangan tersebut mempunyai tingkat konsumsi tepung terigu yang tinggi, sehingga dengan kemiripan kandungan yang dimiliki antara tepung terigu dan tepung ubi jalar, diasumsikan tepung ubi jalar dapat menggantikan penggunaan tepung terigu oleh industri pengolah pangan tersebut. Tepung ubi jalar diposisikan sebagai tepung yang berkualitas, berbasis sumber daya lokal dengan kandungan gizi yang tinggi cocok sebagai tepung kesehatan. Agroindustri tepung ubi jalar berskala kecil yang dikelola Kelompok Tani hurip terdiri dari rumah salah satu warga yang merupakan ketua kelompok petani, tempat dilangsungkannya sebagian besar proses produksi, yaitu proses penyawutan, pemerasan sawut, pengeringan, penepungan, pengayakan dan pengemasan. Gudang bahan baku terletak tak jauh dari rumah produksi, yaitu
57
sekitar 4 m dari depan rumah. Lokasi industri rumah tangga tepung ubi jalar yang terletak di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Gambar 14. Proses produksi tepung di Desa Cikarawang ini menggunakan bahan baku ubi jalar hasil produksi warga sekitar yang berukuran kecil dan tak laku jual. Hal ini dilakukan dengan maksud memanfaatkan umbi ubi jalar yang tak laku jual yang diproduksi masyarakat sekitar -agar tak terbuang dengan meningkatkan nilai tambahnya dengan pengolahan lebih lanjut. Harga ubi jalar berukuran normal berkisar Rp 1000.00 /kg sedangkan ubi jalar berukuran kecil dihargai sekitar Rp 400.00 - 500.00 /kg. Upaya ini jelas dapat menghemat biaya perolehan bahan baku dan memperbesar margin keuntungan dari penjualan tepung ubi jalar.
Gambar 14
Lokasi industri rumah tangga tepung ubi jalar
Proses produksi tepung ubi jalar yang dilakukan oleh poktan Hurip di Desa Cikarawang secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 15. Proses diawali dengan penyortiran bahan baku ubi yang akan dijadikan tepung. Ubi ditimbang (A), dikupas (B) dan dihitung susut pengupasannya. Selanjutnya dilakukan proses penyawutan (C) dengan alat penyawut, dengan kapasitas penyawutan 60 kg ubi/jam. Selanjutnya sawut ubi jalar diperas untuk mengurangi kadar airnya, dan air sisa perasan yang mengandung pati ubi jalar akan diendapkan semalam untuk kemudian dikeringkan. Sawut ubi jalar selanjutnya dikeringkan dalam alat
58
pengering khusus (D, E), dengan kapasitas alat 10 kg per satu kali pengeringan. Bila cuaca mendukung, proses pengeringan ini memakan waktu sekitar 2 hari. Setelah didapatkan sawut kering (F), selanjutnya dilakukan proses penepungan (G). Tepung yang dihasilkan (H) kemudian diayak untuk mendapatkan tepung dengan tingkat kehalusan yang diinginkan (I). Tepung hasil ayakan kemudian dikemas (J) dan siap untuk dipasarkan.
C B
A A
A
E
D
A
A
G H
A
F
A
A
I J Gambar 15
A Proses pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar
4.2.3 Agroindustri Tepung Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan Kabupaten Kuningan saat ini lebih mengembangkan tanaman ubi jalar sebagai program prioritas mengingat lahannya sangat sesuai untuk tanaman tersebut dibanding dengan tanaman singkong. Mengingat ubi jalar menjadi prioritas, saat ini penggunaannya sudah dalam bentuk tepung.
59
Agribisnis ubi jalar di kabupaten Kuningan sudah berjalan sejak lama namun belum tertata dengan baik. Pada tahun 2007 - 2008 melalui program Pendanaan Kompetisi-Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM) Pemprov Jawa Barat, dilakukan program pengembangan agribisnis ubi jalar yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stake holder) yaitu mulai dari pemerintah, pihak swasta, petani/kelompok tani, kelompok usaha industri pengolah ubi jalar, Bank Perkreditan Rakyat, koperasi dan pihak lainnya. Tabel 11 menyajikan gambaran keunggulan komparatif ubi jalar dengan komoditas unggulan lain di Kabupaten Kuningan, yang menunjukkan bahwa tanaman ubi jalar merupakan komoditas pangan yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Dengan luas tanam setara dengan luas tanam komoditas jagung, namun ubi jalar memiliki produktivitas paling tinggi (20 ton/ha) dibandingkan dengan produktivitas berbagai komoditas pertanian lainnya yang ditanam di Kabupaten Kuningan.
Tabel 11 No.
Data luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas berbagai komoditas pertanian di Kabupaten Kuningan Komoditas Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ton)
(Ton/Ha)
1
Padi sawah
59.641
60.017
355.902
5.90
2
Padi Gogo
3.875
4778
14.261
3.00
3
Jagung
6.065
8.841
20.223
3.50
4
Kedelai
1.324
1.281
1.217
1.00
5
Kacang tanah
3.177
3.333
5.459
1.60
6
Kacang hijau
948
515
575
1.10
7
Ubi kayu
3.078
3.517
42.529
12.10
8
Ubi jalar
6.130
6.130
122.600
20.00
Sumber: Disperindag Kab. Kuningan (2009)
Pemerintah Daerah Kab. Kuningan menetapkan kebijakan agribisnis ubi jalar sebagai produk kompetensi inti daerah dengan berbagai pertimbangan. Permintaan ubi jalar dinilai akan terus meningkat karena merupakan bahan baku tepung bagi berbagai makanan olahan yang memiliki kelebihan dalam nilai nutrisinya. Produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan paling tinggi dibandingkan
60
dengan komoditas palawija lainnya, memberikan kontribusi 26 % produksi ubi jalar Jawa Barat. Ubi jalar dapat tumbuh di lahan yang tidak terlalu subur dan penanamannya sudah banyak dikenal masyarakat terutama varietas lokal AC merah dan AC putih. Pembudidayaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan dilakukan secara kontinyu dengan melibatkan 10 460 petani, 78 kelompok tani di 78 desa pada sebelas kecamatan penghasil ubi jalar utama yaitu Kecamatan Cilimus, Cigandamekar, Kramatmulya, Jalaksana, Pancalang, Cipicung, Japara, Sindang Agung, Paswahan, Mandiracan dan Kuningan dengan potensi areal ubi jalar seluas 6 130 ha dengan hasil produksi per tahun rata-rata 111 602 ton (Disperindag Kab Kuningan 2009). Peta wilayah Kabupaten Kuningan disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Peta lokasi Kabupaten Kuningan (Disperindag Kab Kuningan 2009)
Melalui PPK-IPM Pemprov Jawa Barat diharapkan pendapatan petani dapat meningkat, kelompok-kelompok usaha industri yang mengolah chip ubi jalar menjadi tepung ubi jalar
dan
produk-produk makanan olahan dari ubi
61
jalar/tepung ubi jalar dapat terwujud dalam suatu sistem mata rantai yang tak terpisahkan. Program pengembangan agribisnis ubi jalar dilakukan melalui berbagai upaya; diantaranya peningkatan produktivitas hasil melalui sentuhan teknologi (kegiatan intensifikasi budi daya ubi jalar), pengolahan ubi jalar menjadi produk chip ubi jalar (kegiatan produktivitas industri agro ubi jalar), pelatihan keterampilan, pemberian bantuan stimulan dana bergilir dan peningkatan pemasaran produk tepung ubi jalar.
Program kegiatan PPK-IPM telah
melaksanakan intensifikasi budidaya ubi jalar di sebelas kecamatan, membangun enam pabrik chip ubi jalar yang telah dilengkapi dengan mesin dan peralatan yang cukup memadai untuk memproduksi chip dan tepung ubi jalar yang dikelola oleh enam kelompok usaha chip ubi jalar di enam lokasi yaitu Desa Kalapagunung Kec. Kramatmulya, Cimaranten Kec. Cipicung, Manislor Kec. Jalaksana, Bandorasawetan Kec. Cilimus, Panawuan Kec. Cigandamekar dan Desa Pancalang Kec. Pancalang (Disperindag Kab Kuningan 2009). Masing-masing kelompok dilengkapi dengan sarana produksi yaitu satu unit mesin pencuci ubi jalar, satu unit mesin slicer/pengiris, satu unit mesin rotary drying (pengering chip ubi jalar). Pada tahun 2007, melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Provinsi Jawa Barat dibangun satu unit pabrik dan sarana produksi mesin tepung ubi jalar (non PPK-IPM) di Desa Panuwuan Kecamatan Cigandamekar. Pabrik dikelola oleh kelompok Panajaya Agro Lestari dengan kapasitas produksi tepung ubi jalar 5-7 ton per hari dengan tujuan menampung bahan baku chip ubi jalar untuk diproses menjadi tepung ubi jalar dari enam kelompok usaha chip ubi jalar yang dibentuk melalui PPK-IPM (Gambar 17 dan Gambar 18).
62
Bangunan Pabrik Chip Ubi Jalar
Mesin Pencuci Ubi Jalar
Mesin Slicer Ubi Jalar
Mesin Pengering Awal
Mesin Rotary Drying
Chip Ubi Jalar
(Pengering Akhir)
Pedal Sealer
Timbangan Duduk
Gambar 17 Bangunan dan sarana pembuatan chip ubi jalar di Kab. Kuningan
63
Pabrik Tepung Ubi Jalar
Mesin Penepung
Produk Tepung Ubi Jalar Gambar 18 Agroindustri tepung ubi jalar di Kab. Kuningan
64
Pada tahun 2008, diberikan fasilitas penyempurnaan mesin dan pabrik chip yang lebih higenis. Pemberian bantuan mesin di masing-masing kelompok usaha chip ubi jalar berupa satu buah timbangan, satu buah pedal sealer, satu buat alat tes kadar air, satu unit pengering awal yang berfungsi agar pada saat musim hujan proses produksi tetap berjalan. Bantuan peralatan juga diberikan pada dua puluh kelompok makanan yang diarahkan mengolah berbagai diversifikasi produk makanan olahan berbasis ubi jalar/tepung ubi jalar. Bantuan bagi masing-masing kelompok berupa satu buah oven, satu buah kompor gas, satu buah tabung gas, satu buah timbangan kue, satu buah mixer dan satu set loyang, sedangkan bagi dua kelompok usaha es krim yang diarahkan menggunakan bahan baku tepung ubi jalar, masing-masing kelompok mendapatkan satu buah mesin es krim, satu buah timbangan dan satu buah mixer (Gambar 19).
Gambar 19 Peralatan untuk pengolahan tepung ubi jalar
65
Menurut Disperindag Kab Kuningan (2009), terdapat banyak hal yang masih harus ditindaklanjuti setelah program PPK-IPM berakhir di Kab Kuningan, diantaranya yang paling penting adalah kepastian pasar produk olahan berbasis ubi jalar khususnya tepung ubi jalar. Terdapat dua kendala yang menghambat keberlanjutan usaha produksi tepung ubi jalar di Kabupaten Kuningan. Pertama; naiknya harga chip/tepung ubi jalar setelah pabrik chip/tepung ubi jalar terbangun tahun 2007. Sebelum pabrik dibangun, harga ubi jalar berkisar antara Rp 400.00 sd. Rp 600.00 /kg, setelah pabrik dibangun harga ubi jalar rata-rata di atas Rp 1000.00 /kg. Peningkatan harga ubi jalar di satu sisi berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani, akan tetapi di sisi lain meningkatkan biaya produksi chip/tepung ubi jalar. Namun demikian, diharapkan harga ubi jalar menjadi harga yang wajar (berkisar Rp 800.00 /kg) maka harga tepung ubi jalar dapat bersaing dengan harga tepung terigu di pasaran. Kendala kedua adalah belum adanya kepastian pemasaran tepung ubi jalar. Diharapkan terdapat distributor, agen, industri pengguna tepung ubi jalar yang secara riil dapat membeli tepung ubi jalar. Berdasarkan laporan dari Disperindag Kabupaten Kuningan (2009), pada tahun 2009 indikator keberhasilan sistem pengembangan agribisnis ubi jalar di Kabupaten Kuningan baru mencapai peningkatan pendapatan petani jika harga ubi jalar meningkat, serta terbangunnya enam pabrik chip ubi jalar, satu pabrik tepung ubi jalar, dua puluh kelompok makanan olahan dan dua kelompok es krim berbasis ubi jalar/tepung ubi jalar. Pabrik tepung ubi jalar belum berproduksi karena menghadapi kendala belum adanya pemasaran yang jelas. Kunci utama dari optimalisasi berjalannya sistem pengembangan agribisnis ubi jalar di Kabupaten Kuningan adalah terjualnya tepung ubi jalar baik kepada industri pengguna tepung ubi jalar, distributor, atau pihak-pihak yang berminat lokal maupun ekspor. Beberapa kegiatan pemasaran yang dipertimbangkan dapat dilakukan di antaranya adalah melalui upaya promosi, sosialisasi atau berhubungan langsung dengan industri pengguna tepung ubi jalar potensial, seperti pabrik biskuit, mie, kue kering/basah. Beberapa contoh makanan hasil olahan tepung ubi jalar disajikan pada Gambar 20.
66
Gambar 20 Aneka makanan olahan berbasis tepung ubi jalar
Secara umum rantai pasokan ubi jalar di daerah Kuningan dapat dilihat pada Gambar 21. Ubi jalar yang dihasilkan oleh petani disalurkan ke industri pengolah ubi jalar, pedagang pengumpul dan industri chips untuk kemudian diolah menjadi tepung ubi jalar. Pasokan bahan baku yang diterima oleh industri chip juga diperoleh melalui pedagang pengumpul. Tepung ubi jalar yang dihasilkan kemudian disalurkan ke industri makanan pengguna tepung ubi jalar. Rantai pasokan tepung ubi jalar di Kabupaten Kuningan dapat dilihat pada Gambar 22, yang merupakan contoh kasus industri manufaktur Agro Chips Ubi Jalar Desa Kapalagunung Kec. Kramat Mulya. Pabrik tepung ubi jalar (PT Panajaya Agrolestari) memiliki kapasitas: 1,5 kwintal tepung/hari. Pasokan bahan baku berupa chip ubi jalar dari produsen chip ubi jalar di Kabupaten Kuningan,
67
dengan sistem kontrak. Pada tahun 2009 harga tepung ditawar hanya Rp 3000.00 sehingga menyebabkan kerugian pada pabrik ini.
Gambar 21 Rantai pasokan ubi jalar dan tepung ubi jalar di daerah Kuningan
Gambar 22 Rantai pasokan tepung ubi jalar di Kabupaten Kuningan
4.3 Perbaikan Rantai Pasokan Agroindustri Tepung Ubi Jalar 4.3.1 Identifikasi Sifat Dasar Permintaan Tepung Ubi Jalar Dalam perancangan sebuah rantai pasokan, supply dan demand disesuaikan untuk memaksimumkan pemenuhan kebutuhan konsumen dan kompetisi pasar.
68
Tabel 12 Penggolongan ketidakpastian permintaan dalam sebuah produk (Waddington 2002)
Pertanyaan pembanding
Unit
Seberapa tak stabilnya kah Persentase jadwal permintaan eror konsumen? prakiraan bulanan Seberapa banyak jenis Jumlah varian produk yang varian diinginkan konsumen? Berapa lama delivery lead Satuan waktu time? Berapa durasi umur hidup Tahun produk?
Ketidakpastian permintaan 1 2 3 4 Rendah Di bawah Di atas Tinggi rata-rata rata-rata 0-10 11-30 31-50 >50
1-3
4-10
11-20
>21
>1 bulan >5
1-4 minggu 2-5
1-7 hari
1 hari
1-2
<1
Analisa berdasarkan penggolongan ketidakpastian permintaan berdasarkan Tabel 12 adalah sebagai berikut: Tepung ubi jalar merupakan salah satu bahan baku produk olahan makanan, yang dapat berfungsi mensubstitusi penggunaan tepung terigu hingga 100 %. Diperkirakan tepung ubi jalar memiliki persentase eror yang rendah per bulannya, mengingat tepung ubi jalar dapat digolongkan sebagai produk fungsional. Terdapat dua jenis varian tepung ubi jalar yang banyak diminta oleh konsumen, yaitu tepung ubi jalar berwarna putih dan tepung ubi jalar berwarna ungu. Jenis varian berdasarkan warna tepung ubi jalar ini sangat mempengaruhi terhadap warna produk makanan yang dihasilkan dari tepung ubi jalar tersebut. Sebagaimana tepung terigu, tepung ubi jalar diperkirakan memiliki durasi umur hidup lebih dari lima tahun. Berdasarkan program dan promosi yang gencar dilakukan oleh pemerintah di daerah-daerah wilayah Indonesia, tepung ubi jalar dicanangkan sebagai salah satu alternatif pemecah masalah ketahanan pangan. Hasil analisa dengan menggunakan parameter yang disajikan Fisher (1990) dinyatakan bahwa tepung ubi jalar digolongkan sebagai produk fungsional, dengan perkiraan siklus hidup produk lebih dari dua tahun, kontribusi margin di bawah 20 %, dengan variasi produk rendah. Berdasarkan hal tersebut, disimpulkan bahwa tepung ubi jalar merupakan produk dengan tingkat ketidak pastian yang rendah.
69
4.3.2 Analisa Kapabilitas Rantai Pasokan Kapabilitas rantai pasokan dapat dilihat dari responsivitas rantai pasokan yang ada. Berdasarkan fungsi yang dilakoni, rantai pasokan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu rantai pasokan physically efficient dan rantai pasokan marketresponsive. 4.3.3
Pemetaan Ketidakpastian Permintaan dan Pencocokan Rantai
Pasokan dengan Produk (achieving strategic fit) Setelah mengidentifikasi ketidakpastian permintaan produk yang dihadapi oleh agroindustri, pertanyaan selanjutnya untuk dijawab adalah bagaimana agroindustri
tersebut
dapat
memenuhi
permintaan
konsumen
dengan
ketidakpastiannya. Menciptakan kecocokan strategi adalah tentang menciptakan strategi rantai pasokan yang dapat memenuhi permintaan konsumen yang telah ditargetkan oleh industri. Berdasarkan matriks kecocokan Fisher (Gambar 9) tepung ubi jalar sebagai produk fungsional memerlukan rantai pasok yang efisien agar terjadi kecocokan antara strategi rantai pasokan dengan strategi kompetitif agroindustri tepung ubi jalar. Strategi rantai pasokan yang dikembangkan untuk tepung ubi jalar adalah rantai pasokan yang meminimumkan biaya, dengan fokus optimasi pada minimisasi total biaya rantai pasokan.
4.4 Pemodelan dan Simulasi 4.4.1 Pemodelan Lokasi Fasilitas Penentuan lokasi fasilitas merupakan salah satu kegiatan dalam tahapan desain/perancangan sebuah rantai pasokan. Penentuan lokasi fasilitas yang berupa pabrik pengolah ubi jalar menjadi tepung ubi jalar memiliki peran yang sangat penting dalam penentuan keefektifan atau keefisienan sebuah jaringan rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar. Terdapat beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan saat menentukan lokasi agroindustri tepung ubi jalar, yaitu 1. Letak sumber bahan baku (ubi jalar) 2. Letak industri pengguna tepung (sebagai konsumen langsung dari tepung ubi jalar)
70
4.4.1.1 Penentuan Alternatif Lokasi Agroindustri Penghasil Tepung (dengan Metode CPI) Sesuai dengan fokus penelitian yang mengkaji perancangan model rantai pasokan tepung ubi jalar yang mengambil daerah Jawa Barat sebagai contoh pengembangan, data mengenai sumber bahan baku agroindustri tersaji pada Tabel 9 (Tabel Jumlah Produksi Ubi Jalar). Konsumen langsung tepung ubi jalar merupakan industri pengolah tepung. Jumlah pabrik pengolahan tepung di daerah Jawa Barat disajikan pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13 Jumlah industri tepung dan industri roti dan kue pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat No. 1 2 3 4 5 6 7 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Wilayah Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kota Bogor Kab. Cirebon Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya Kab. Sukabumi Kota Banjar Kab. Bekasi Kab. Bogor Kota Tasikmalaya Kab. Bandung Kab. Cianjur Kab. Majalengka Kab. Karawang Kab. Purwakarta Kota Bekasi Kab. Garut Kab. Indramayu Kota Bandung Kota Cirebon Kota Depok
Industri Tepung 47 15 13 12 11 11 6 6 3 3 3 2 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0
Industri roti & kue 50 17 13 15 18 19 20 7 5 19 54 7 11 0 3 2 6 27 7 24 19 10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat 2007
Dari 16 daerah penghasil ubi jalar (Tabel 14), selanjutnya dipilih lima daerah yang menjadi fokus dalam penentuan lokasi agroindustri penghasil tepung ubi jalar. Fokus dalam penentuan lokasi agroindustri tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kedekatan agroindustri dengan sumber bahan baku, dan jarak agroindustri dengan konsumennya, dengan tujuan agar agroindustri dapat
71
memenuhi permintaan konsumen potensialnya secara optimal. Pemilihan tersebut dilakukan dengan menggunakan kriteria produksi ubi jalar, banyaknya industri tepung dan banyaknya industri kue dan roti yang menggunakan bahan baku tepung. Bobot yang digunakan adalah 40 % untuk produksi ubi jalar, 30 % untuk banyaknya industri tepung, serta 30 % untuk industri roti dan kue. Pembobotan yang lebih tinggi pada kriteria produksi ubi jalar dilakukan dengan pertimbangan pentingnya kedekatan sumber bahan baku dengan industri pengolah ubi jalar menjadi tepung ubi jalar. Penanganan pasca panen ubi jalar yang tepat serta minimasi jarak antara agroindustri dengan ubi jalar sebagai bahan bakunya diharapkan dapat mengurangi susut kualitas bahan baku. Pemilihan selanjutnya dilakukan
dengan
menggunakan
teknik
Perbandingan
Indeks
Kinerja
(Comparative Performance Index/CPI). Data yang digunakan dalam pemilihan daerah ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. Modifikasi data dilakukan dengan mengganti data jumlah industri tepung dan kue yang nilainya 0 menjadi 1, agar dapat diolah selanjutnya dengan teknik CPI. Tabel 14 Data yang digunakan dalam pemilihan daerah sebagai lokasi industri penghasil tepung Kabupaten (i) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Garut Tasikmalaya Ciamis Kuningan Cirebon Majalengka Sumedang Indramayu Subang Purwakarta Karawang Bekasi Minimum
Jumlah Produksi
Jumlah Industri
Jumlah Industri
Ubi Jalar (ribu ton) 61 753 22 712 20 943 34 329 65 566 24 316 5 854 10 0169 2 038 9 300 20 410 85 2 521 17 775 453 819 85
Tepung (unit industri) 16 6 1 2 1 14 47 15 12 1 11 1 1 1 1 4 1
Kue (unit industri) 32 20 11 31 27 73 50 17 34 1 18 7 1 2 3 11 1
72
Pengolahan selanjutnya, adalah mengkonversi nilai minimum pada setiap kriteria dengan angka 100 dan nilai-nilai yang lain dikonversi dengan cara membagi nilai awal dengan nilai minimum pada setiap kriteria dan dikalikan dengan 100. Nilai minimum untuk jumlah produksi ubi jalar adalah 85 ribu ton untuk daerah Indramayu. Pengolahan selanjutnya, adalah mengalikan nilai-nilai setiap kriteria untuk masing-masing daerah dengan bobot kriteria yang sudah disebutkan sebelumnya. Hasilnya dijumlahkan untuk masing-masing daerah dan diurutkan dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah. Peringkat daerah dengan menggunakan teknik CPI dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Pengolahan data dan pemilihan daerah sebagai lokasi industri penghasil tepung menggunakan teknik CPI Jumlah Produksi Jumlah Industri Jumlah Industri Ubi Jalar Tepung Kue (ribu ton) (unit industri) (unit industri) 1 Bogor 72 650.58 1 600.00 3 200.00 2 Sukabumi 26 720.00 600.00 2 000.00 3 Cianjur 24 638.82 100.00 1 100.00 4 Bandung 40 387.05 200.00 3 100.00 5 Garut 77 136.47 100.00 2 700.00 6 Tasikmalaya 28 607.05 1 400.00 7 300.00 7 Ciamis 6 887.05 4 700.00 5 000.00 8 Kuningan 11 7845.88 1 500.00 1 700.00 9 Cirebon 2 397.64 1 200.00 3 400.00 10 Majalengka 10 941.17 100.00 100.00 11 Sumedang 24 011.76 1 100.00 1 800.00 12 Indramayu 100.00 100.00 700.00 13 Subang 2 965.88 100.00 100.00 14 Purwakarta 20 911.76 100.00 200.00 15 Karawang 532.94 100.00 300.00 16 Bekasi 963.52 400.00 1 100.00 Minimum 100 100 100 Bobot Kriteria 0.4 0.3 0.3 Kabupaten (i)
Nilai
Peringkat
30 500.00 11 468.00 10 216.00 17 145.00 31 695.00 14 053.00 5 665.00 48 098.00 2 339.00 4 436.00 10 475.00 280.00 1 246.00 8 455.00 333.00 835.00
3
Berdasarkan Metode CPI, beberapa lokasi yang dipilih sebagai alternatif penentuan lokasi agroindustri penghasil tepung menurut peringkatnya adalah Kabupaten Kuningan, Garut, Bogor, Bandung, dan Tasikmalaya, dengan pembobotan 40 % untuk produksi ubi jalar, 30 % untuk banyaknya industri
4 2 5 1
73
tepung, dan 30 % untuk industri roti dan kue. Pendirian agroindustri tepung ubi jalar pada kelima alternatif lokasi tersebut dapat mengoptimalkan usaha dinilai dari kedekatan dengan bahan baku, dan kedekatan dengan pasar.
4.4.1.2 Penentuan Lokasi Agroindustri Penghasil Tepung Ubi jalar dengan Metode Non Linier Programming (metode gravitasi) Pada tahap ini, dilakukan penentuan lokasi agroindustri penghasil tepung ubi jalar yang dapat melayani konsumen (industri pengolah tepung) dengan meminimumkan jarak antara industri penghasil tepung dengan konsumennya. Gambar peta lokasi provinsi Jawa Barat beserta alternatif kota lokasi agroindustri penghasil tepung ubi jalar (ditandai dengan gambar bintang) tersaji sebagai berikut Gambar 23.
Gambar 23 Peta lokasi penghasil tepung ubi jalar
74
Persamaan jarak antara lokasi industri yang diusulkan dengan lokasi konsumen adalah sebagai berikut: di = [(xi - x)2 + (yi - y)2] dimana (x,y) = koordinat lokasi industri yang diusulkan (xi,yi) = koordinat industri konsumen i Fungsi tujuan dari model lokasi industri adalah sebagai berikut: Minimumkan total perjalanan d =
diti
di = jarak ke kota i ti = jumlah perjalanan (dalam satu tahun ) ke kota i diasumsikan nilai ti adalah sama dengan jumlah produksi bahan baku per tahun pada masing-masing daerah i. Koordinat masing-masing alternatif kota adalah: Kota
Bogor Garut Tasik Bandung Kuningan
KOORDINAT X Y 2.625 8.75 10.4 7.25 11.6
5.37 2.25 1.9 3.75 3.6
ASUMSI Frekuensi Perjalanan 61753 65566 24316 34329 110169
Hasil olahan nonlinier programming dengan menggunakan Solver adalah sebagai berikut: Kota
Bogor Garut Tasik Bandung Kuningan
KOORDINAT X Y 2.625 8.75 10.4 7.25 11.6
5.37 2.25 1.9 3.75 3.6
ASUMSI Frekuensi Jarak tempuh perjalanan (km) 61753 6.990852859 65566 0.715938421 24316 1.572518261 34329 2.098860455 110169 2.568007706
Dengan koordinat lokasi industri penghasil tepung yang optimum sebagai berikut x= y=
9.144796 2.847247
Koordinat tersebut terletak pada sebelah timur laut kota Garut.
75
Dan total jarak tempuh antara industri penghasil tepung dengan konsumen dalam satu tahun adalah 871 851,3 km. 4.4.2 Optimasi dengan Simulasi pemodelan Stella® Simulasi dengan menggunakan pemodelan Stella® dilakukan guna mencari total biaya rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar. Rantai pasokan yang diperhitungkan ke dalam pemodelan dimulai dari pasokan umbi ubi jalar dari para petani dan berakhir di konsumen yang meruapakan industri makanan pengguna tepung ubi jalar. Beberapa asumsi yang dipakai dalam pemodelan adalah sebagai berikut: Harga ubi jalar per kilogram Rp 500.00 Pasokan bahan baku ubi jalar 2000 kg/hari Konversi praperlakuan dari persediaan umbi ubi jalar menjadi ubi jalar siap olah yang merupakan proses pencucian dan pencucian adalah 90 %, yaitu terjadi susut berat bahan sebesar 10 % dari persediaan bahan awal. Susut bahan yang terjadi pada saat proses penyawutan diasumsikan sebesar 15 %. Susut berat akibat adanya proses penjemuran (pengeringan) adalah 25 % dari berat bahan sebelum pengeringan, dan susut berat bahan yang terjadi selama proses penepungan adalah 15 %. Beberapa komponen biaya yang mempengaruhi biaya total rantai pasokan tepung ubi jalar adalah biaya persediaan, biaya pembelian umbi ubi jalar, biaya angkut, biaya penyimpanan dan biaya distribusi tepung ubi jalar. Secara lengkap pemodelan rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar disajikan pada Gambar 24. Berdasarkan hasil running terhadap model tersebut, maka diperoleh total biaya rantai pasokan tepung ubi jalar sebesar Rp 2 752 534.53 per hari. Dengan simulasi pemodelan ini, harga bahan baku umbi ubi jalar dapat disimulasikan antara Rp 400.00 sampai Rp 600.00 /kg yang akan mempengaruhi biaya total rantai pasokannya.
Rancangan pemodelan dengan menggunakan pemrograman Stella adalah sebagai berikut: persediaan ubi jalar
ubi jalar siap olah
sawut kering
sawut ubi jalar
tepung ubi jalar
~ umbi ubi jalar
praperlakuan
proses peny awutan
pengeringan
konv ersi pengeringan konv ersi praperlakuan
distribusi
penepungan
Susut penepungan
susut peny awutan
pasokan dari petani
Permintaan konsumen Biay a distribusi produk
Biay a pembelian
Biay a Angkut
Biay a Peny impanan
Total biay a rantai pasokan
persediaan ubi jalar
2,222.2
Biay a pembelian
1,000,000.0
Biay a Angkut
Total biay …tai pasokan
439,277.9
2,752,534.53
Gambar 24 Pemodelan rantai pasokan tepung ubi jalar dengan program Stella®
Biay a Peny impanan
913,769.7
Biay a distribusi produk
399,487.0