9
menguji kelayakan model sehingga model sementara tersebut cukup memadai. Salah satu caranya adalah dengan menganalisis galat (residual). Galat merupakan selisih antara data observasi dengan data hasil keluaran model. • Tahap 4: Prakiraan Langkah ini merupakan langkah terakhir dimana kita bisa membuat prakiraan (forecasting) dari model yang telah kita buat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Spektral Data Kecepatan Angin Zonal pada Lapisan 850 mb Metode analisis spektral banyak digunakan untuk menganalisis fenomena osilasi atmosferik. Analisis ini digunakan untuk memunculkan periode dari setiap osilasi yang terjadi. Salah satu cara untuk mengamati perilaku MJO adalah dengan mengamati data indeks MJO yang saat ini telah dikenal luas yaitu Real Time Multivariate MJO (RMM1 dan RMM2) yang digunakan oleh pihak Badan Meteorologi Australia (BoM, Australia). RMM1 dan RMM2 adalah sepasang indeks untuk memonitoring MJO yang didasarkan pada sepasang fungsi ortogonal empiris gabungan dari data kecepatan angin pada lapisan 850 mb dan 200 mb, serta data Outgoing Longwave Radiation (OLR) (Wheeler dan Hendon, 2004). Namun, pada penelitian ini fenomena MJO hanya diamati dengan menggunakan data kecepatan angin zonal pada lapisan 850 mb atau sekitar ketinggian 1.455 km. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa pada lapisan tersebut merupakan pusat konveksi, dimana akan terbentuk dasar awan-awan hujan sebagai ciri kejadian MJO. Menurut Aldrian (2000) kecepatan angin juga akan mempengaruhi pembentukan awan konvektif. Jika kecepatannya terlalu tinggi maka akan menghalangi pembentukan awan konvektif, sedangkan jika terlalu lemah maka akan menyebabkan terjadinya gangguan lokal. Selain itu angin berperan dalam memindahkan awan dari tempat pembentukannya.
Gambar 8 Power Spectral Density (PSD) kecepatan angin zonal periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010 di Pontianak. Berdasarkan analisis PSD, osilasi kecepatan angin zonal harian pada lapisan 850 mb atau ketinggian sekitar 1.455 km di Pontianak menunjukkan 50 harian. Artinya jika osilasi ini berjalan sempurna maka dalam waktu 50 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin di kawasan tersebut. Hal ini menunjukkan fenomena MJO terasa di kawasan Pontianak. Hasil yang sama juga ditunjukkan dengan teknik wavelet. Global wavelet spektrum menunjukkan periodesitas 50 harian.
50 harian
Gambar 9 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 1.455 km periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010 di Pontianak.
10
kawasan tersebut. Hal ini menunjukkan fenomena MJO terasa di kawasan Biak.
Gambar 10 Power Spectral Density (PSD) kecepatan angin zonal periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010 di Manado.
Gambar 12 Power Spectral Density (PSD) kecepatan angin zonal periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010 di Biak.
45 harian
45 harian
Gambar 11 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 1.455 km periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010 di Manado. Analisis yang sama menggunakan teknik FFT dan wavelet mennjukkan bahwa osilasi kecepatan angin zonal harian pada lapisan 850 mb atau ketinggian sekitar 1.455 km di daerah Manado adalah 45 harian. Artinya jika osilasi ini berjalan sempurna maka dalam waktu 45 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin di kawasan tersebut. Hal ini menunjukkan fenomena MJO terasa di kawasan Manado. Begitu pula dengan daerah Biak. Hasil analisis kecepatan angin zonal harian pada lapisan 850 mb atau ketinggian sekitar 1.455 km di daerah Biak menghasilkan osilasi 45 harian. Artinya jika osilasi ini berjalan sempurna maka dalam waktu 45 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin di
Gambar 13 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 1.455 km periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010 di Biak. Disamping itu, dilakukan pula analisis spektral pada data indeks MJO yaitu RMM1 dan RMM2. Hasil PSD menunjukkan bahwa data RMM1 dan RMM2 menghasilkan osilasi 45 harian. Dari hasil analisis spektral diketahui bahwa data kecepatan angin zonal pada lapisan 850 mb memiliki osilasi yang sama dengan data indeks MJO global (RMM1 dan RMM2), yakni keduanya berosilasi sekitar 45 harian. Osilasi yang kuat pada 45 harian ini diidentifikasi sebagai suatu sinyal MJO di wilayah Pontianak, Manado, dan Biak.
11
sehingga dapat mendukung terjadinya pembentukan awan dan pergerakan awan dari barat ke timur sebagai ciri terjadinya MJO. Hal tersebut juga sesuai dengan karakteristik pergerakan SCC yang bergerak ke timur dengan kecepatan rata-rata sekitar 5 m/s (Zhang, 2005).
Gambar 14 Power Spectral Density (PSD) RMM1 dan RMM2 periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010.
45 harian
4.2 Analisis Statistik Data Kecepatan Angin Zonal pada Lapisan 850 mb dengan Data RMM1 dan RMM2 Analisis statistik ini dilakukan untuk membuktikan apakah data kecepatan angin zonal pada lapisan 850 mb dapat digunakan untuk memprediksi kejadian MJO di Indonesia, khususnya kawasan Pontianak, Manado, dan Biak. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa sebelum data kecepatan angin ini digunakan untuk prediksi MJO maka akan dibandingkan terlebih dahulu dengan data indeks MJO yang telah dikenal luas, yaitu RMM1 dan RMM2. Dengan teknik wavelet, diketahui terdapat puncak-puncak varians kecepatan angin zonal maupun RMM1 dan RMM2 yang dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 15 Wavelet RMM1 periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010.
45 harian
Gambar 16 Wavelet RMM2 periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010. Plot data angin di ketiga wilayah penelitian menunjukkan bahwa kecepatan angin berkisar 5 m/s. Kecepatan angin ini tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah
Gambar 17 Rata-rata time series kecepatan angin zonal, RMM1 dan RMM2 periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010. Secara sepintas terlihat bahwa kecepatan angin zonal memiliki pola yang sama dengan data RMM1 dan RMM2 meskipun amplitudonya berbeda. Analisis statistik menunjukkan bahwa data kecepatan angin zonal lapisan 850 mb dengan data RMM1 dan RMM2 memiliki hubungan yang signifikan pada selang kepercayaan 95 %. Gambar 17 menunjukkan terjadinya puncak-puncak kecepatan angin zonal maupun data RMM1 dan RMM2 khususnya
pada sekitar bulan Juni 2007, Desember 2007, Juni 2008, April 2009, November 2009, dan Oktober 2010. Sehingga analisis statistik dari variabel angin dengan RMM1 dan RMM2 difokuskan pada saat keduanya menguat. Pada bulan-bulan tersebut terlihat pula bahwa angin yang mendominasi adalah angin baratan. Tabel 4 menunjukkan persamaan menggunakan analisis regresi linear sederhana antara kecepatan angin zonal dengan RMM1 dan RMM2, dimana; Y = kecepatan angin zonal, X1 = RMM1, X2 = RMM2. Tabel 4
Bulan Jun07 Des07 Jun08 Apr09 Nov09 Okt10
Regresi linear antara kecepatan angin zonal di Pontianak dengan RMM1 dan RMM2 R2 Persamaan 0.32 0.86 0.47 0.27 0.87 0.33
Y= 0.226 + 1.258 X1 + 0.054 X2 Y= 4.481 + 2.705 X1 + 1.765 X2 Y= 1.515 + 1.204 X1 + 1.387 X2 Y= 0.668 + 0.591 X1 + 0.567 X2 Y= 3.291 + 1.984 X1 + 2.852 X2 Y= 1.547 + 1.413 X1 + 1.829 X2
0.52 Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara data angin zonal dengan data RMM1 dan RMM2 dengan nilai rata-rata R2 sebesar 0.52. Nilai R2 tinggi pada bulan Desember dan November. Pada masing-masing bulan di atas, fase MJO dimulai di belahan bumi bagian barat/ Afrika lalu bergerak ke timur melalui Samudera Hindia, Indonesia, dan Samudera Fasifik Bagian Barat. MJO aktif pada saat melewati Indonesia tidak sama setiap bulan, namun umumnya pada pertengahan hingga akhir bulan (sekitar 8-10 hari). Pada saat melewati Indonesia inilah yang menyebabkan curah hujan yang tinggi. Bulan Oktober-Desember memiliki curah hujan yang tinggi. Hal tersebut karena angin yang mendominasi adalah angin baratan yang membawa banyak uap air dari Samudera Hindia yang memungkinkan terjadinya banyak hujan di kawasan Pontianak. Pola curah hujan di Pontianak dapat dilihat pada Gambar 18.
Curah Hujan (mm)
12
500 400 300 200 100 0 J F MAM J J A S O N D Bulan
Gambar 18 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Pontianak Tahun 2007-2010. Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan tahun 2007-2010 di Pontianak memiliki pola curah hujan equatorial, dengan puncak curah hujan terjadi pada bulan Oktober dan April. Meskipun begitu, curah hujan pada bulan Oktober, November, dan Desember nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan curah hujan pada bulan April. Tabel 5
Bulan Jun07 Des07 Jun08 Apr09 Nov09 Okt10
Regresi linear antara kecepatan angin zonal di Manado dengan RMM1 dan RMM2 R2 Persamaan 0.07 0.10 0.06 0.82 0.86 0.54
Y= -1.193 + 0.380 X1 0.346 X2 Y= 1.584 + 0.110 X1 0.489 X2 Y= - 0.940 + 0.411 X1 0.300 X2 Y= 1.358 + 1.602 X1 + 1.687 X2 Y= 3.015 + 1.248 X1 + 2.750 X2 Y= - 1.483 + 0.225 X1 + 3.553 X2
0.41 Tabel 5 menunjukkan bahwa di Manado rata-rata R2 sebesar 0.41. Nilai R2 tertinggi terjadi pada bulan November. Pada bulan tersebut curah hujan di Manado mengalami puncak. Pada saat MJO menguat pada bulan Juni, posisi matahari berada di utara, namun pemanasan intensif belum terjadi di wilayah utara ekuator. Akibatnya curah hujan yang terjadi tidak terlalu tinggi. Sedangkan pada bulan Desember posisi matahari berada di selatan ekuator sehingga pengaruh pemanasan tidak intensif untuk kawasan di utara ekuator seperti Manado. Hal
13
350 300 250 200 150 100 50 0 J F MAM J J A S O N D
Hasil regresi di Biak menunjukkan bahwa di setiap bulan R2 cenderung tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa MJO berpengaruh pada kondisi iklim di Biak. Curah Hujan (mm)
Curah Hujan (mm)
tersebut mengakibatkan pengaruh MJO di Manado pada bulan Desember melemah.
Bulan
350 250 150 50 -50
J F MAM J J A S O N D Bulan
Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan di Manado tahun 2007-2010 cenderung berpola curah hujan monsunal, dengan puncak curah hujan terjadi pada bulan November. Puncak curah hujan terjadi pada bulan November-Januari. Sementara itu curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus– Oktober. Di kawasan Manado ini sepertinya faktor monsun lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh MJO dan karena pengaruh faktor lokal. Hubungan curah hujan Manado dengan ITCZ juga tidak konsisten, karena secara teori pengaruh ITCZ untuk kawasan di utara ekuator akan dirasakan pada bulan Agustus, namun pada kenyataannya pada bulan Agustus curah hujan di wilayah ini justru paling rendah. Hal tersebut menguatkan pendapat bahwa kawasan Manado lebih dipengaruhi oleh faktor lokal. Tabel 6
Bulan
Regresi linear antara kecepatan angin zonal di Biak dengan RMM1 dan RMM2 R2 Persamaan
Gambar 20 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Biak Tahun 2007-2010. Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan tahun 2007-2010, Biak memiliki pola curah hujan yang tidak begitu jelas. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Junaeni (2006) yang menyebutkan bahwa pola curah hujan di Biak sulit ditentukan karena tidak jelas apakah mengikuti pola equatorial atau lokal. Namun, Sunarsih (2007) menyebutkan bahwa curah hujan di Biak memiliki pola equatorial. Pada periode ini, curah hujan paling tinggi pada bulan Juni-Agustus serta bulan Oktober-Desember juga terlihat curah hujan cukup tinggi. Curah Hujan (mm)
Gambar 19 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Manado Tahun 2007-2010.
500 400 300 200 100 0
J F MAM J J A S O N D Bulan
Pontianak Jun07 Des07 Jun08 Apr09 Nov09 Okt10
0.63 0.76 0.52 0.66 0.74 0.77 0.68
Y= -2.682 - 0.503 X1 + 4.391 X2 Y= 2.368 + 0.886 X1 + 3.384 X2 Y= - 0.976+ 0.883 X1 + 5.469 X2 Y= 1.702 - 0.264 X1 + 2.070 X2 Y= 3.20 -0.198 X1 + 3.700 X2 Y= - 5.199 -0.363 X1 + 4.356 X2
Manado
Biak
Gambar 21 Distribusi Curah Hujan Rata-rata Bulanan Pontianak, Manado, dan Biak Tahun 2007-2010. Berdasarkan distribusi curah hujan bulanan periode Januari 2007-Desmber 2010 yang ditunjukkan pada Gambar 21 terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara curah hujan Pontianak, Manado dan Biak. Curah hujan rata-rata maksimum dimiliki oleh Pontianak sebesar 320 mm. Curah hujan ratarata Manado sebesar 203 mm sedangkan Biak sebesar 222 mm. Dari distribusi curah hujan ini terlihat bahwa semakin ke timur curah
14
hujan semakin kecil, yang berarti kekuatan MJO semakin berkurang, kecuali untuk Biak yang curah hujannya lebih tinggi dari Manado. Dengan menggunakan analisis statistik diperoleh adanya keterkaitan antara data kecepatan angin zonal dengan data indeks MJO global khususnya pada saat keduanya menguat yaitu sekitar bulan Januari 2007, Desember 2007, Juni 2008, April 2009, November 2009, dan Oktober 2010. Nilai R2 rata-rata melebihi 0.5 sehingga menunjukkan bahwa data kecepatan angin zonal signifikan dan valid untuk analisis lebih lanjut, yaitu untuk analisis MJO di kawasan Indonesia. Kecuali unutk daerah Manado, rata-rata R2 kurang dari 0.5 kemungkinan disebabkan faktor lokal. Hasil analisis regresi menunjukkan kecenderungan bahwa pada saat bulan-bulan basah yaitu Oktober, November, dan Desember nilai R2 lebih tinggi daripada pada saat bulan-bulan kering seperti April dan Juni. Hal tersebut berarti bahwa prediksi indeks MJO menunjukkan hasil yang baik pada saat musim basah karena MJO berkaitan dengan perjalanan ITCZ saat bergerak ke utara dan selatan.
4.3 Model Berbasis ARIMA Dari hasil analisis spektral dan statistik diketahui bahwa kecepatan angin zonal pada lapisan 850 mb (ketinggian 1.455 km) dapat menunjukkan terjadinya osilasi MJO di kawasan Indonesia khususnya Pontianak, Manado, dan Biak. Pemodelan ini menggunakan data harian kecepatan angin zonal selama 4 tahun (1461 data) yang terbagi menjadi 1369 data untuk menduga model sementara dan sisanya 92 data untuk validasi model. Pemodelan ini bertujuan untuk memperoleh model prediksi data time series kecepatan angin zonal yang nantinya dapat digunakan dalam mengembangkan model MJO. 4.3.1 Pontianak Tahapan awal dalam pemodelan ini yaitu melakukan uji stasioneritas data. Kestasioneran data merupakan kondisi yang diperlukan dalam analisis regresi deret waktu karena dapat memperkecil kekeliruan model. Kestasioneran data dapat dilihat secara visual pada plot data terhadap waktu dan melalui telaah plot ACF dan PACF.
T im e S e r ie s P lo t o f Z o n a l_ P o n tia n a k 15
Zonal_Pontianak
10 5 0 -5 -10 -15 1
137
274
411
548
685 In d e x
822
959
1096
1233
(1) Autocorrelation Function for Zonal_Pontianak
Partial Autocorrelation Function for Zonal_Pontianak (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1,0
1,0
0,8
0,8
0,6
0,6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8
0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8
-1,0
-1,0 1
10
20
30
40 Lag
50
60
70
80
1
10
20
30
40 Lag
50
60
70
80
(2) (3) Gambar 22 Plot data (1), ACF (2), PACF (3) kecepatan angin zonal di Pontianak periode 1 Januari 2007 – 30 September 2010.
15
Gambar 22 (1) menunjukkan bahwa data deret waktu sudah stasioner dalam rataan dan ragam, sehingga tidak perlu dilakukan proses differencing. Proses differencing ini merupakan proses transformasi data agar data menjadi stasioner dengan cara mencari selisih nilai saat ini dengan nilai kemarin. Dari Gambar 22 (2) dan 22 (3) terlihat bahwa pada plot ACF tail off (menurun secara eksponensial) tapi pada PACF nya cut off (menuju 0 setelah lag q). Plot PACF nyata pada lag 1, 2, 3 dan 4. Dengan demikian, model sementara dari plot data kecepatan angin zonal di Pontianak adalah model autoregressif (AR). Kemungkinan model adalah ARIMA(1,0,0), ARIMA(2,0,0), ARIMA(3,0,0), dan untuk lebih meyakinkan akan dicoba model ARIMA (4,0,0). Tahap selajutnya adalah melakukan penaksiran parameter terhadap model sementara. Hal ini diperlukan untuk menelaah besarnya kekeliruan jika model tersebut digunakan sebagai model ramalan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Minitab 15. Penaksir parameter untuk masing-masing model sementara dapat dilihat pada Lampiran 6.
Type
Hasil penaksiran model menunjukkan bahwa ARIMA (3,0,0) tidak nyata pada penduga pada koefisien AR(2). Sementara itu untuk ARIMA(2,0,0) nyata untuk semua penduga parameternya, maka ARIMA (2,0,0) ditetapkan sebagai model tentatif nya. Model AR(2), Zt = φ1 Z t-1 + φ 2 Z t-2 + at Zt = 0.33396 + 0.6792 Zt-1 + 0.0762 Zt-2+ at Setelah diperoleh model ARIMA selanjutnya dilakukan validasi untuk data tanggal 1 Oktober 2010-31 Desember 2010. Hasil validasi dapat dilihat pada Gambar 23. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa nilai galat yang diperoleh relatif kecil sehingga model ini cukup dapat mengenali pola kecepatan angin zonal di Pontianak. Berdasarkan Gambar 23 dapat dilihat bahwa plot data prediksi mendekati data asli dengan nilai r sebesar 0.783. Hasil prediksi ini cukup baik karena menghasilkan galat ratarata yang kecil yaitu sebesar 0.819 dan RMSE (Root Mean Square Error) sebesar 0.083. RMSE ini digunakan untuk menduga perbedaan antara nilai observasi dengan nilai prediksi.
Tabel 7 Penaksir Parameter ARIMA(2,0,0) Coef SE Coef T P
AR 1
0,6792
0,0270
25,18
0,000
AR 2
0,0762
0,0270
2,83
0,005
0,33396
0,05409
6,17
0.000
1,3651
0,2211
Constant Mean
T i m e S e r i e s P l o t o f D a ta _ A s l i ; N i l a i _ P r e d i k s i V a r ia b le D a ta _A sli N ila i_P r e d ik si
10
Data
5
0
-5
1
Gambar 23
9
18
27
36
45 54 In d e x
63
72
81
90
Plot data asli kecepatan angin zonal di Pontianak dengan hasil prediksi ARIMA(2,0,0) 1 Oktober 2010-31 Desember 2010.
16
Model ARIMA(2,0,0) untuk data kecepatan angin zonal di Pontianak artinya peramalan data angin zonal periode mendatang tergantung pada data dua waktu sebelumnya. Model tersebut dapat digunakan untuk menduga kecepatan angin tiga hari ke depan. Hasil prediksi menunjukkan bahwa kecepatan angin pada tanggal 1-3 Januari
2011 masih didominasi oleh angin baratan. Artinya kemungkinan curah hujan masih tetap tinggi. 4.3.2 Manado Uji stasioneritas dilakukan terhadap data kecepatan angin zonal di Manado.
T im e S e r ie s P lo t o f Z o n a l_ M a n a d o 10
Zonal_Manado
5
0
-5
-1 0
-1 5 1
137
274
411
548
685 In d e x
822
959
1096
1233
Gambar 24 Plot data asli kecepatan angin zonal di Manado periode 1 Januari 2007–30 September 2010.
T im e S e r ie s P lo t o f d iff_ 1 10
5
diff_1
0
-5
-10
-15 1
137
274
411
548
685 In d e x
822
959
1096
1233
Autocorrelation Functionfor diff_1
Partial AutocorrelationFunctionfor diff_1
(with 5%significance limits for the autocorrelations)
(with 5%significance limits for the partial autocorrelations)
1,0
1,0
0,8
0,8
0,6
0,6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(1)
0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8
0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8
-1,0
-1,0 1
10
20
30
40 Lag
50
60
70
80
1
10
20
30
40 Lag
50
60
70
80
(2) (3) Gambar 25 Plot data (1), ACF (2) PACF (3) differencing orde 1 kecepatan angin zonal di Manado periode 1 Januari 2007–30 September 2010.
17
Dari plot data pada Gambar 24 terlihat bahwa data tidak stasioner dalam rataan, maka dilakukan proses differencing satu kali. Setelah dilakukan proses pembedaan 1 maka terlihat bahwa data sudah stasioner. Dengan dilakukannya pembedaan 1 maka ditentukan model sementara (d=1). Plot ACF nya nyata pada lag 2 dan 3, sedangkan PACF nya nyata pada lag 2, 3, dan 4 maka kemungkinan model adalah ARIMA(2,1,2), ARIMA(2,1,3), ARIMA (2,1,4), ARIMA (3,1,2) ARIMA (3,1,3) ARIMA (3,1,4). Pada proses pendugaan parameter diperoleh bahwa ARIMA(2,1,2), ARIMA(2,1,3) nyata untuk semua parameternya. Penduga parameter dari masing-masing model dapat dilihat pada Lampiran 7. Namun, untuk kemungkinan model yang lain tidak bisa diperoleh penaksir parameternya disebabkan tidak muncul iterasi di Minitab. Sehingga model yang mungkin
untuk data kecepatan angin zonal di Manado adalah ARIMA(2,1,2), ARIMA(2,1,3). Model yang memiliki nilai MS dan SS paling kecil adalah ARIMA(2,1,2). Berdasarkan hal tersebut maka model terbaik adalah ARIMA(2,1,2). Bentuk persamaan modelnya adalah: Zt = (1+Ø1)Zt-1 + (Ø1+Ø2)Zt-2 – θ1at-1 – θ2 at-2. Berdasarkan Tabel 9 maka diperoleh persamaan ARIMA(2,1,2) adalah Zt = 1.4472 Zt-1 – 0.2842 Zt-2 – 0.5847 at-1 – 0.3883 at-2. Model ARIMA(2,1,2) untuk kecepatan angin zonal di Manado artinya peramalan data angin zonal periode mendatang tergantung pada data tiga waktu sebelumnya dan galat dua waktu sebelumnya. Model tersebut dapat digunakan untuk menduga kecepatan angin tiga hari ke depan. Hasil prediksi menunjukkan bahwa kecepatan angin pada tanggal 1-3 Januari 2011 menunjukkan kecenderungan untuk membentuk angin timuran. Artinya kemungkinan curah hujan tidak akan tinggi.
Tabel 8 Perbandingan Nilai MS dan SS masing-masing model MS SS Model ARIMA kecepatan angin zonal (2,1,2) 3,73 5078,84 (2,1,3) 3,74 5090,12 Tabel 9 Type
Parameter Model ARIMA(2,1,2) Coef SE Coef T P
0,4472 0,1630 0,5847 0,3883 -0,001281
AR 1 AR 2 MA 1 MA 2 Constant
0,0274 0,0289 0,0075 0,0091 0,001453
16,35 5,65 78,14 42,56 -0,88
0,000 0,000 0,007 0,040 0,378
T im e S e r ie s P lo t o f D a ta _ A s li; N ila i_ P r e d ik s i V a r ia b le D a ta _ A sli N ila i_ P r e d ik si
10
Data
5
0
-5
-10 1
9
18
27
36
45 54 In d e x
63
72
81
90
Gambar 26 Plot data asli kecepatan angin zonal di Manado dengan hasil prediksi ARIMA (2,1,2) periode 1 Oktober 2010-31 Desember 2010.
18
Gambar 26 menunjukkan perbandingan antara data asli dengan nilai prediksi. Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa plot data prediksi mendekati plot data asli dengan nilai r sebesar 0,785. Hasil prediksi ini cukup baik karena menghasilkan galat rata-rata yang kecil yaitu sebesar 0.042 dan RMSE sebesar 0.084.
4.3.3 Biak Analisis yang sama dilakukan untuk data kecepatan angin zonal di Biak. Dari plot data pada Gambar 27, terlihat bahwa data tidak stasioner dalam rataan, maka dilakukan proses differencing orde 1. Setelah dilakukan proses pembedaan 1 maka terlihat bahwa data sudah stasioner.
Tim e S e rie s P lot of Zona l_ B ia k
10
Zonal_Biak
5 0 -5 -10 -15 1
137
274
411
548
685 In d e x
822
959
1096
1233
Gambar 27 Plot data kecepatan angin zonal di Biak periode 1 Januari 2007 – 30 September 2010. T im e S e r ie s P lo t o f B ia k _ d if1 15
10
Biak_dif1
5
0
-5
-10 1
137
274
411
548
685 In d e x
822
959
1096
1233
(1) Autocorrelation Function for Biak_dif1
Partial AutocorrelationFunction for Biak_dif1 (with 5%significance limits for the partial autocorrelations)
1,0
1,0
0,8
0,8
0,6
0,6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5%significance limits for the autocorrelations)
0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8
0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8
-1,0
-1,0 1
10
20
30
40 Lag
50
60
70
80
1
10
20
30
40 Lag
50
60
70
80
(2) (3) Gambar 28 Plot data (1), ACF (2), PACF (3) differencing orde 1 kecepatan angin zonal di Biak periode 1 Januari 2007 – 30 September 2010.
19
Dari plot deret waktu pada Gambar 28(1) terlihat bahwa setelah dilakukan proses differencing orde 1 maka data deret waktu sudah stasioner dalam rataan dan ragam. Dengan dilakukannya pembedaan 1 maka ditentukan model sementara (d=1). Terlihat bahwa pada plot ACF cut off tapi pada PACF nya taill off. Plot ACF nya nyata pada lag 1, 2, dan 3, maka kemungkinan model adalah ARIMA(0,1,1), ARIMA(0,1,2), dan ARIMA(0,1,3). Penduga parameter dari masing-masing model tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Karena model-model tersebut nyata pada semua pendugaan parameternya maka untuk menentukan model terbaik dengan melihat nilai MS dan SS. Diantara ketiga model tersebut yang memiliki nilai MS dan SS paling kecil yaitu
ARIMA(0,1,3). Dengan demikian, model ARIMA(0,1,3) merupakan model terbaik. Bentuk persamaan modelnya adalah: Zt = Zt-1 – θ1at-1 – θ2 at-2 – θ3 at-3. Berdasarkan Tabel 11 maka diperoleh persamaan ARIMA(0,1,3) adalah Zt = Zt-1 - 0,00957 - 0,1385 at-1 0,2385 at-2 - 0,1874 at-3 Model ARIMA(0,1,3) untuk kecepatan angin zonal di Biak artinya peramalan data angin zonal periode mendatang tergantung pada data satu waktu sebelumnya dan galat tiga waktu sebelumnya. Model tersebut dapat digunakan untuk menduga kecepatan angin satu hari ke depan. Hasil prediksi menunjukkan bahwa kecepatan angin pada tanggal 1 Januari 2011 masih didominasi angin baratan. Artinya kemungkinan curah hujan tetap tinggi.
Tabel 10 Perbandingan Nilai MS dan SS masing-masing model Model ARIMA kecepatan MS SS angin zonal (0,1,1) 10723, 7,8
Type
(0,1,2)
10315,4
7,6
(0,1,3)
10047,7
7,4
Tabel 11 Penaksir Parameter ARIMA(0,1,3) Coef SE Coef T P
MA 1
0,1385
0,0266
5,21
0,000
MA 2
0,2385
0,0261
9,14
0,000
MA 3
0,1874
0,0266
7,04
0,000
-0,00957
0,03199
-0,30
0,765
Constant
T im e S e r ie s P lo t o f D a ta _ A s li; N ila i_ P r e d ik s i 10
V a r ia b le D a ta _ A sli N ila i_ P r e d ik si
Data
5
0
-5
-10 1
Gambar 29
9
18
27
36
45 54 In d e x
63
72
81
90
Plot data asli kecepatan angin zonal di Biak dengan hasil prediksi ARIMA (0,1,3) periode 1 Oktober 2010-31 Desember 2010.