27
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Letak Geografis Kota Gorontalo secara geografis terletak antara 00o 28’ 17” – 00o 35’ 56” LU dan 122o 59’ 44” – 123 o 05’ 59” BT, dengan batas wilayah administratif sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo.
Gambar 5. Peta Batas Adminsitrasi Kota Gorontalo
28
Tabel 4. Jumlah Kelurahan Per Kecamatan Kota Gorontalo No
Kecamatan Kota Barat
Kecamatan Dungingi
1 2
Dembe Lekobalo
Libuo Tuladenggi
3 4
Pilolodaa Buliide
5
Tenilo
Huangobotu Tomulabutao Timur Tomulabutao Selatan
6
MolosipatW
7
Buladu
8 9
Kecamatan Kota Selatan Biawao Biawu
Kecamatan Kota Timur Bugis Botu
Limba B Limba U. Satu Limba U. Dua Pohe
Heledulaa Heledulaa Selatan Ipilo
Tanjung Kramat Siendeng Tenda
Leato Selatan Moodu Padebuolo
10
Leato
Talumolo
11 Sumber:Susenas 2007,BPS
Kecamatan Kota Utara
Kecamatan Kota Tengah
Bulotadaa Bulotadaa Timur Dulomo Dulomo Selatan Dembe Dua
Dulalowo Liluwo
Molosipat U Tapa
Dulalowo Timur
Pulubala Paguyaman Wumialo
Wongkaditi Wongkaditi Barat Dembe Jaya
Tamalate
4.1.2 Luas Wilayah dan Topografi Kota Gorontalo memiliki luas wilayah 64,79 Km2 atau 0,53% dari luas Provinsi Gorontalo (12.215,44 km2). Topografi wilayah Kota Gorontalo berupa dataran landai, berbukit dan bergunung. Tanah datar 61,21 % ; tanah berbukit 32,15 % dan yang bergunung 6,64 % dari luas wilayah keseluruhan.
Letak
ketinggian daerah Kota Gorontalo berkisar antara 0 – 500 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan tanah berkisar 0-8 % sampai lebih dari 40 %. Kemiringan lahan pada kelas 0-8 % meliputi luas 3.670,28 ha atau 56,65 % dari luas wilayah Kota Gorontalo. Lahan yang berlereng lebih dari 40 % adalah seluas 2.745,28 Ha atau 42,37 %. Wilayah yang berupa dataran dilalui tiga buah sungai yang bermuara di Teluk Tomini pelabuhan Gorontalo. Bagian selatan diapit dua pegunungan berbatu kapur/pasir. Ketinggian dari permukaan laut antara 0-500 meter. Pesisir pantai landai berpasir.
Sungai yang melintasi Kota Gorontalo
adalah Sungai Bone (3,7 km), Sungai Bolango (17,20 km) dan Sungai Tamalate (6,70 km). 4.1.3 Iklim Kota Gorontalo seperti halnya wilayah Indonesia lainnya, dikenal dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Keadaan ini berkaitan erat dengan arus angin yang bertiup di wilayah Kota Gorontalo. Pada bulan
29
Oktober sampai dengan bulan April arus angin berasal dari barat/barat laut yang banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim penghujan. Bulan Juni sampai dengan bulan September arus angin berasal dari Timur yang tidak mengandung uap air. Keadaan ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan Mei dan Oktober. Curah hujan pada suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, geografi dan perputaran/pertemuan arus angin. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Catatan curah hujan per tahun berkisar antara 11 mm sampai dengan 266 mm. Keadaan angin umumnya hampir merata setiap bulannya, yaitu pada kisaran 1-4 m/detik. Suhu udara ditentukan oleh tinggi rendahnya wilayah tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Secara umum, suhu udara rata-rata di Kota Gorontalo pada siang hari 32,1oC, sedangkan pada malam hari 23,5 oC. 4.1.4 Kependudukan Salah satu modal dasar pembangunan nasional selain sumber daya alam dan IPTEK adalah jumlah penduduk atau sumber daya manusia. Pembangunan daerah membutuhkan SDM secara kuantitas mencukupi dan secara kualitas dapat diandalkan. Jika dalam suatu wilayah secara kuantitas dan kualitas telah tercukupi maka dengan dukungan modal pembangunan yang lain, segala program pembangunan diberbagai sektor pada wilayah tersebut akan terlaksana dengan baik. Jumlah penduduk per kecamatan di Kota Gorontalo disajikan secara rinci pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kota Gorontalo Tahun 2007 Penduduk Kepadatan Kecamatan Luas (Km2) (Jiwa/km2) Jiwa % Kota Barat 17.364 10.69 15,16 1.15 Dungingi 18.776 11.56 4,10 4.58 Kota Selatan 34.277 21.10 14,39 2.38 Kota Timur 39.838 24.53 14,43 2.76 Kota Utara 29.195 17.97 12,58 2.32 Kota Tengah 22.988 14.15 4,31 5.57 162.438 100,00 64,79 2.51 Jumlah Sumber:Susenas 2007,BPS
30
Tabel 6. Persentase Penduduk Kota Gorontalo Menurut Kelompok Usia Tahun 2007 Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Jumlah <2 3,95 3,96 3,96 2-4 6,91 6,12 6,50 5-9 11,62 8,99 10,27 10-14 9,63 9,68 9,65 15-49 54,67 56,60 55,66 50-64 9,96 11,02 10,51 >65 3,26 3,63 3,45 Total 100 100 100 Sumber:Susenas 2007,BPS
Tabel 7. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha Persentase Pertanian 8,09 Pertambangan 0,62 Industri 7,48 Listrik Gas dan Air 0,40 Konstruksi 10,79 Perdagangan 26,67 Transportasi dan Komunikasi 12,85 Keuangan 2,64 Jasa 30,47 Lainnya 0,00 Total 100 Sumber:Susenas 2007,BPS
Tabel 8. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki Status Pendidikan Laki-laki Perempuan Total Tidak Punya Ijazah 18,50 16,57 17,48 SD/Sederajat 25,46 25,64 25,56 SMP/Sederajat 17,61 19,18 18,44 SMA/Sederajat 29,04 27,90 28,44 Diploma I-III 2,39 4,59 3,55 Diploma IV/S1/S2/S3 6,99 6,13 6,54 Total 100 100 100 Sumber:Susenas 2007,BPS
4.1.5 Industri Kota Gorontalo memilki beberapa jenis industri yang hampir menyebar di seluruh kecamatan. Kecamatan yang memiliki industri paling banyak yaitu Kecamatan Kota Utara. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
31
Tabel 9. Jenis dan Jumlah Industri Per Kecamatan Kecamatan Gilingan Pabrik Penggergajian Padi Kapur kayu Kota Barat 49 14 Dungingi 18 Kota 2 4 Selatan Kota Timur 5 10 Kota Utara 5 26 Total 12 49 72
Penyortiran Rotan 1 4 -
Meubel Kayu/Rotan 52 67 55
1 2 8
90 162 428
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Gorontalo
Industri digolongkan/dibedakan atas industri besar, sedang, kecil dan industri rumah tangga. Data mengenai industri besar dan sedang belum tersedia. Industri yang diperoleh data yaitu industri kecil dan industri rumah tangga. Data mengenai industri yang berasal dari Dinas Perindustrian merinci industri menjadi dua kategori yaitu perusahaan industri dan industri kerajinan rumah tangga. Perusahaan industri menurut jenisnya dibedakan menjadi industri gilingan padi, pabrik kapur, penggergajian kayu, penyortiran rotan, industri mebel kayu/rotan. Di Kota Gorontalo jumlah masing masing industri ini adalah 12 industri gilingan padi, 49 pabrik kapur, 72 penggergajian kayu, 8 penyortiran rotan, dan 426 industri meubel kayu dan rotan.
32
4.2 Penutupan Lahan Pengolahan citra Landsat TM tanggal penyiaman 10 Januari 1991 diperoleh luasan dan persentase penutupan lahan di Kota Gorontalo dengan Overall Classification Accuracy 88,04%. Citra Landsat TM tanggal penyiaman 16 Juli 2001 dengan Overall Classification Accuracy 84,93%. Pengolahan citra Landsat TM tanggal penyiaman 5 Maret 2005 dengan Overall Classification Accuracy 85,41%. Pengolahan citra Landsat TM tanggal penyiaman 12 April 2007 dengan Overall Classification Accuracy 85,71%. Sebagaimana disajikan pada Tabel 10. Pada Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9 dapat dilihat distribusi penutupan lahan di Kota Gorontalo tahun 1991, 2001, 2005 dan 2007. Tabel 10. Penutupan Lahan Kota Gorontalo Penutupan Lahan Sawah Lahan terbangun L.Vegetasi pohon Ladang Air Semak dan rumput Lahan terbuka Awan Jumlah
1991
2001
2005
2007
Luas (ha) 872,40 926,73
Persen (%) 13,47 14,30
Luas (ha) 1011,37 1267,04
Persen (%) 15,61 19,56
Luas (ha) 979,65 1680,02
Persen (%) 15,12 25,93
Luas (ha) 1029,60 1690,77
Persen (%) 15,89 26,10
1150,46
17,76
694,52
10,72
556,73
8,59
518,81
8,01
1308,47 94,46 643,62
20,20 1,46 9,93
1125,55 99,29 1133,73
17,37 1,53 17,50
601,97 53,25 1400,05
9,29 0,82 21,61
213,68 39,14 1168,91
3,30 0,60 18,04
819,47
12,65
484,10
7,47
543,94
8,40
1154,70
17,82
663,39
10,24
663,39
10,24
663,39
10,24
663,39
10,24
6479
100
6479
100
6479
100
6479
100
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009
Total luas wilayah Kota Gorontalo pada Tahun 1991 berdasarkan pengolahan citra adalah 6479 ha. Luasan penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo tahun 1991 adalah pada kelas ladang yaitu seluas 1308,47 ha dengan persentase 20,20 % dari total luas wilayah Kota Gorontalo. Kelas penutupan lahan terbesar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kota Utara, Dungingi dan Kota Barat. Tipe penutupan lahan ini mendominasi di sebagian besar wilayah di Kecamatan Kota Utara. Penyebaran tipe penutupan lahan ini tersebar di wilayah pinggiran Kota Gorontalo yang belum tersentuh banyak pembangunan.
33
Penutupan lahan terluas kedua di Kota Gorontalo pada Tahun 1991 adalah lahan bervegetasi pohon dengan luas 1150,46 ha yang menutupi 17,76% dari total wilayah Kota Gorontalo. Kondisi ini dikarenakan Kota Gorontalo diapit dua bukit yang terletak di wilayah Kecamatan Kota Barat, Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur yang didominasi oleh pepohonan. Lahan terbangun merupakan kelas penutupan lahan terluas ketiga yaitu 926,73 ha dengan persentase 14,30% dari total luas wilayah Kota Gorontalo. Lahan terbangun tersebar di seluruh wilayah Kota Gorontalo namun didominasi di wilayah Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan. Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan merupakan kecamatan yang mempunyai luas wilayah terbesar kedua dan ketiga dengan kepadatan 276 jiwa/km2 dan 238 jiwa/km2. Luas penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo pada Tahun 2001 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 1267,04 ha yaitu 19,56 % dari total luasan Kota Gorontalo. Dari enam kecamatan yang ada di Kota Gorontalo, Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur memilki lebih dari sebagian luas wilayahnya merupakan bukit. Ketiga kecamatan tersebut yang memiliki wilayah topogafi landai/ datar hampir seluruhnya sudah merupakan lahan terbangun karena kebutuhan pembangunan. Hal ini terjadi seiring dengan berkembangnya Kota Gorontalo yang menjadi ibukota propinsi sejak ditetapkannya Propinsi Gorontalo pada 16 Februari 2001. Penutupan lahan terluas kedua di Kota Gorontalo pada tahun 2001 adalah kelas penutupan lahan semak dan rumput yaitu dengan luasan 1133,73 ha yang menutupi 17,50 % wilayah Kota Gorontalo. Penutupan lahan ini didominasi di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kota Barat, Kota Selatan dan Kota Timur yang sebagian wilayahnya merupakan perbukitan. Bukit tersebut mencapai ketinggian 500 mdpl yang merupakan bukit dengan tanah berkapur. Ladang di Kota Gorontalo pada Tahun 2001 memiliki luasan 1125,55 ha dengan persentase 17,73 % dari total luas Kota Gorontalo. Tipe penutupan lahan ladang bisa ditemui dihampir seluruh wilayah Kota Gorontalo. Kecamatan Kota Barat adalah kecamatan yang memiliki luas ladang paling tinggi. Kecamatan lain yang memiliki luas ladang yang cukup luas juga adalah Kecamatan Kota Timur.
Gambar 6. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun 1991
34
Gambar 7. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun 2001
35
Gambar 8. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun 2005
36
Gambar 9. Peta Penutupan Lahan Kota Gorontalo Tahun 2007
37
38
Luas penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo pada Tahun 2005 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 1680,02 ha yaitu 25,93 % dari total luasan Kota Gorontalo. Lahan terbangun dari tahun ke tahun mengalami peningkatan luas, hal ini seiring dengan berkembangnya Kota Gorontalo setelah empat tahun menjadi propinsi baru. Berbagai kepentingan memaksa terjadinya pembangunan yang tentu saja memerlukan lahan yang pada akhirnya harus merubah RTH menjadi ruang terbangun. Pembangunan berkembang dan menyebar di seluruh kecamatan. Penutupan lahan terluas kedua adalah semak dan rumput dengan luasan 1400,05 ha dengan persentase 21,61 % dari total luas kota Gorontalo. Tahun 2005 masih didominasi pada tiga kecamatan yang sebagian wilayahnya merupakan wilayah perbukitan, hal ini karena bukit tersebut tanahnya kurang subur maka untuk memanfaatkannya dibutuhkan pengolahan penanaman pohon dan sebagainya yang cukup rumit dan mahal. Sawah merupakan kelas penutupan lahan terluas ketiga di Kota Gorontalo pada Tahun 2005 dengan luas 979,65 ha yang menutupi 15,12 % total luas Kota Gorontalo. Kecamatan Kota Utara adalah kecamatan yang memiliki luas sawah paling tinggi. Kecamatan lain yang memiliki luas sawah yang cukup luas adalah Kecamatan Kota Timur. Kota Gorontalo memiliki curah hujan yang cukup rendah namun masih banyak ditemukan persawahan di wilayah Kota Gorontalo karena topografinya yang datar dan pengairan yang cukup. Luas penutupan lahan terbesar di Kota Gorontalo pada Tahun 2007 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 1690,77 ha yaitu 26,10 % dari total luasan Kota Gorontalo. Pembangunan terdistribusi di seluruh wilayah Kota Gorontalo, hampir di setiap Kecamatan telah banyak lahan terbangun. Wilayah Kota Timur yang merupakan perbukitan, sebagian telah dibangun kompleks perkantoran salah satunya Kantor Gubernur. Hal ini juga dilakukan karena mempertimbangkan banjir yang sering terjadi, jadi dipilih kawasan perbukitan sebagai salah satu kompleks perkantoran. Penutupan lahan terluas kedua di Kota Gorontalo pada Tahun 2007 adalah kelas penutupan lahan semak dan rumput yaitu dengan luasan 1168,91 ha yaitu 18,04 % dari total luasan Kota Gorontalo. Penutupan lahan terluas ketiga di Kota
39
Gorontalo pada Tahun 2007 adalah kelas penutupan lahan terbuka yaitu dengan luasan 1154,70 ha yaitu 17,82 % dari total luasan Kota Gorontalo. Sebaran kedua penutupan lahan tersebut masih sama dengan wilayah yang mencakup pada tahuntahun sebelumnya. Berdasarkan hasil pengolahan citra Landsat TM 1991, TM 2001, ETM 2005 dan ETM 2007 diketahui bahwa perubahan penutupan lahan di Kota Gorontalo terjadi pada setiap kelas penutupan lahan. Perubahan penutupan lahan sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah penduduk dengan berbagai aktifitasnya dalam memenuhi kebutuhan hidup dan perkembangan pembangunan wilayah Kota Gorontalo. Peningkatan luasan penutupan lahan terjadi pada kelas penutupan lahan berupa sawah dan kelas penutupan lahan terbangun. Berbagai kelas penutupan lahan di Kota Gorontalo, yang mengalami peningkatan jumlah luasan paling besar dan konstan adalah kelas penutupan lahan terbangun. Luasan kelas penutupan lahan terbangun bertambah dari 926,73 ha pada tahun 1991 menjadi 1690,77 ha pada tahun 2007, hal ini berarti dalam kurun waktu dua dekade Kota Gorontalo mengalami peningkatan luasan penutupan lahan terbangun sebesar 900,63 ha atau 97,18% dari luasan penutupan lahan terbangun Tahun 1991. Peningkatan luasan area terbangun di Kota Gorontalo ini berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk sebagaimana disajikan
158,360
156,390 147,354
160,000
148,080
165,000
155,000
162,438
pada Gambar 10.
150,000 145,000 140,000 135,000 2003
2004
2005
2006
2007
Gambar 10. Pertumbuhan Penduduk Kota Gorontalo Tahun 2003-2007
40
Luasan lahan terbangun terluas yaitu Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan yang merupakan pusat kota, namun perubahan luasan menjadi area terbangun tidak begitu besar. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan wilayah yang topografinya datar sudah hampir mencapai kapasitas maksimal lahan terbangun. Pada peta tutupan lahan tahun 1991 sampai tahun 2007 terlihat bahwa perkembangan area terbangun terjadi dari pusat kota kearah pinggiran kota. Peningkatan luasan terbangun ini biasanya area yang dibangun untuk pemukiman beserta fasilitasnya berupa jalan dan pengerasan pekarangan. Perubahan penutupan lahan bervegetasi pohon cukup tinggi dan konstan. Tercatat penurunan luasan dari 1150,46 ha pada tahun 1991 menjadi 518,81 ha pada tahun 2007. Luasan penutupan lahan bervegetasi pohon di Kota Gorontalo mengalami penurunan sebesar 631,66 ha atau lebih dari setengah luasan tahun 1991, hal ini harus diperhatikan karena kemungkinan hilangnya lahan bervegetasi pohon bisa terjadi dengan terus meningkat. Konversi lahan dari hutan ke non hutan dan tidak adanya upaya penanaman atau penghijauan kembali dapat meningkatkan suhu. Kelas penutupan lahan yang lain terjadi fluktuasi, ada yang meningkat dan menurun dari tahun ke tahun. Prediksi jumlah penduduk, lahan terbangun dan lahan bervegetasi pohon yang dilakukan perhitungan sampai tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 11 dengan menggunakan persamaan linier jumlah penduduk yaitu Y = 1253x + 3525 dengan R2 = 0,581. Untuk persamaan linier lahan terbangun yaitu Y = 28,89x + 100,5 dengan R2 = 0,314. Untuk persamaan linier lahan bervegetasi pohon yaitu Y = -52,43x + 69,08 dengan R2 = 0,999. Tabel 11. Prediksi Pohon Prediksi Jumlah Penduduk (jiwa) Lahan Terbangun (ha) Lahan Bervegetasi Pohon (ha)
Jumlah Penduduk, Lahan Terbangun dan Lahan Bervegetasi 1991 119307
2001 135311
2005 156390
2007 162438
2020 193681
926,73
1267,04
1680,02
1690,77
2166,84
1150,46
694,52
556,73
518,81
-93,7
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009
41
4.3 Distribusi Suhu Pada penelitian ini suhu yang digunakan adalah suhu permukaan yang berarti bahwa suhu yang didapatkan berasal dari hasil pemotretan satelit pada waktu itu juga. Jadi, suhu permukaan ini merupakan suhu pada satu waktu dan bukan merupakan suhu rataan dari berbagai waktu dan berbagai kondisi. Perlu diketahui juga bahwa suhu ini adalah suhu yang ditangkap citra diatas permukaan suatu benda di permukaan bumi sehingga hasilnya akan sangat berbeda dengan suhu yang didapat dengan pengukuran manual menggunakan termometer. Atmosfer berpengaruh nyata atas intensitas dan komposisi spektral tenaga yang terekam oleh sistem termal. Pengaruh atmosfer diantara sensor termal dan medan dapat menambah atau mengurangi tingkat radiasi tampak yang datang dari medan. Efek atmosfer pada sinyal medan tergantung pada derajat serapan, hamburan dan pancaran atmosferik pada saat dan tempat penginderaan. Gas dan partikel suspensi dalam atmosfer dapat menyerap radiasi dari obyek di medan yang mengakibatkan pengurangan tenaga yang mencapai sensor termal. Sinyal medan dapat juga diserap oleh hamburan partikel suspensi yang ada. Sebaliknya gas dan pertikel suspensi dalam atmosfer dapat memancarkan radiasinya sendiri dan menambah radiasi yang terekam. Dengan demikian maka serapan dan hamburan atmosfer merupakan hambatan yang membuat sinyal obyek di medan lebih dingin dari kenyataannya, dan pancaran atmosfer cenderung menyebabkan obyek di medan lebih panas dari suhu sebenarnya. Tergantung pada kondisi atmosfer selama pencitraan. Satu di antara sekian efek akan lebih kuat dari lainnya, hal ini akan membiaskan keluaran sensor. Kedua efek tersebut berbanding lurus terhadap panjang jalur atmosferik atau jarak penginderaan radiasi. Pengukuran sensor termal atas suhu dapat dibiaskan sebesar 2 oC atau lebih (Lillesand dan Kiefer, 1990) Korelasi suhu permukaan dan suhu udara sering digunakan dalam kalibrasi data termal. Faktor gangguan atmosferik ΔT pada ketinggian pembuatan citra dapat ditemukan. Diasumsikan bahwa faktor ini tetap untuk seluruh citra, sehingga -ΔT = To – Tg yang artinya selisih antara suhu yang diamati pada ketinggian pengumpulan data dikurangi suhu darat aktual. Sehingga dari hasil pengolahan citra Landsat suhu yang terekam ditambah 3 oC.
42
Distribusi suhu permukaan didapatkan dengan cara mengkonversi band 6 citra
Landsat
menggunakan
perangkat
lunak
ERDAS
Imagine
9.0.
Pengkonversian band 6 ini dilakukan dengan membuat model pada model maker yang ada pada perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0. Model maker dibuat untuk mengkonversi nilai-nilai pixel pada band 6. Proses klasifikasi suhu permukaan dibedakan menjadi 12 kelas suhu permukaan yaitu < 23 °C, 23-24 °C, 24-25 °C, 25-26 °C, 26-27 °C, 27-28 °C, 28-29 °C, 29-30 °C, 30-31 °C, 31-32 °C, 32-33°C ≥ 33 °
C. Dari hasil konversi citra Landsat TM 1991 yang diambil pada musim
penghujan yaitu tanggal 10 Januari, diperoleh 12 kelas distribusi suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Akan tetapi dari hasil pengolahan citra terdapat data yang cacat sehingga tergambar hasil suhu yang mencapai > 33°C dan itu tergambar pada daerah yang masih sangat sedikit lahan terbangunnya dan masih didominasi oleh tutupan lahan berupa sawah. Dari hasil konversi citra Landsat TM 2001 yang diambil pada musim kemarau yaitu tanggal 16 Juli, diperoleh 10 kelas distribusi suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Dari hasil konversi citra Landsat TM 2007 yang diambil pada musim Penghujan yaitu tanggal 12 April, diperoleh 11 kelas distribusi suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Hasil perhitungan luasan pada tiap kelas distribusi suhu disajikan pada Tabel 12. Distribusi suhu dapat dilihat pada, Gambar 11, Gambar 12 dan Gambar 13. Tabel 12. Distribusi Suhu Permukaan Kota Gorontalo No
Kelas Suhu
1991 2001 Luas Persen Luas Persen (ha) (%) (ha) (%) 1 < 23 1604,26 24,76 13,02 0,20 2 23 - 24 1093,54 16,88 298,79 4,61 3 24 - 25 1826,50 28,19 1336,4 20,63 4 25 - 26 845,61 13,05 1559,8 24,08 5 26 - 27 621,36 9,59 1440,0 22,23 6 27 - 28 371,77 5,74 1283,7 19,81 7 28 - 29 53,92 0,83 429,78 6,63 8 29 - 30 27,97 0,43 103,21 1,59 9 30 - 31 14,24 0,22 13,55 0,21 10 31- 32 10,57 0,16 0,79 0,01 11 32 - 33 8,56 0,13 0,00 0,00 12 >33 0,70 0,01 0,00 0,00 Jumlah 6479 100 6479 100 Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009
Luas (ha) 240,84 149,29 1189,2 1123,6 1117,4 1590,8 622,93 310,63 127,54 6,46 0,35 0,00 6479
2007 Persen (%) 3,72 2,30 18,35 17,34 17,25 24,55 9,61 4,79 1,97 0,10 0,01 0,00 100
43
Hasil konversi citra tahun 1991 diperoleh kelas suhu yang memiliki distribusi yang cukup luas adalah kelas suhu < 23 °C hingga kelas suhu 24 – 25°C yang masing-masing kelas suhu tersebut memiliki sebaran suhu dengan luasan lebih dari 1000 ha, dengan kelas suhu terluas adalah kelas suhu 24 – 25 °C dengan luasan 1826,50 ha atau 28,19% dari total luasan Kota Gorontalo. Luasan yang kurang dari 1000 ha yaitu kelas suhu 25-26 °C, 26-27 °C, 27-28 °C, 28-29 °C, 29-30 °
C dan 30-31 °C dengan luasan terkecil yaitu kelas suhu 30-31 °C yang hanya
memiliki luasan 14,24 ha atau 0,22% dari total luas Kota Gorontalo. Kelas suhu 28-29 °C, 29-30 °C dan 30-31 °C memiliki luasan kurang dari 100 ha atau kurang dari 1% dari total luasan Kota Gorontalo. Berdasarkan hasil layout antara Peta Distribusi Suhu Permukaan Tahun 1991 dengan Peta Administratif Kota Gorontalo terlihat bahwa kelas suhu 28-29 °C, 29-30 °C dan 30-31 °C menyebar dibeberapa wilayah Kota Gorontalo akan tetapi lebih tergambar jelas menunjukkan pada wilayah Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur, hal ini juga didukung karena Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur lebih luas lahan terbangunnya dibandingkan. Hasil konversi citra tahun 2001 diperoleh kelas suhu yang memiliki distribusi yang cukup luas adalah kelas suhu 24-25 °C, 25-26 °C, 26-27 °C dan 2728 °C. Pada masing-masing kelas suhu tersebut memiliki sebaran suhu lebih dari 1000 ha, dengan luasan tertinggi yaitu kelas suhu 25-26 °C dengan luas 1559,82 ha atau 24,08% dari total luasan Kota Gorontalo. Kelas suhu yang memiliki luasan kurang dari 1000 ha yaitu kelas suhu < 23 OC, 23 -24 °C, 28-29 °C, 29-30 °
C, 30-31 °C dan 31-32 °C. Luasan terrendah yaitu kelas suhu 31-32 °C dengan luas
0,79 ha atau 0,01%. Berdasarkan hasil layout antara Peta Distribusi Suhu Permukaan tahun 2001 dengan Peta Administratif Kota Gorontalo terlihat bahwa kelas suhu 28-29 °C, 2930 °C, 30-31 °C dan 31-32 °C mulai menyebar di beberapa wilayah Kota Gorontalo, dari yang sebelumnya pada Tahun 1991 hanya tergambar di Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur, pada tahun 2001 mulai menyebar di seluruh wilayah Kota Gorontalo. Kecamatan yang tercatat memiliki luasan suhu ketiga terluas yaitu Kecamatan Kota Utara, hal ini juga berbanding lurus dengan penyebaran luasan lahan terbangun.
Gambar 11. Peta Distribusi Suhu Kota Gorontalo Tahun 1991
44
Gambar 12. Peta Distribusi Suhu Kota Gorontalo Tahun 2001
45
Gambar 13. Peta Distribusi Suhu Kota Gorontalo Tahun 2007
46
47
Hasil konversi citra tahun 2007 diperoleh kelas suhu yang memiliki distribusi yang cukup luas adalah kelas suhu 24-25 °C, 25-26 °C, 26-27 °C dan 2728 °C. Pada masing-masing kelas suhu tersebut memiliki sebaran suhu lebih dari 1000 ha, dengan luasan tertinggi yaitu kelas suhu 27-28 °C yaitu 1590,81 ha atau 24,55% dari total luas Kota Gorontalo. Kelas suhu yang memiliki luasan kurang dari 1000 ha adalah kelas suhu < 23 °C, 23 -24 °C, 28-29 °C, 29-30 °C, 30-31 °C dan 31-32 °C. Luasan terendah yaitu kelas suhu 32-33 °C dengan luas 0,35 ha atau 0,01%. Berdasarkan hasil layout antara Peta Distribusi Suhu Permukaan tahun 2007 dengan Peta Administratif Kota Gorontalo terlihat bahwa kelas suhu 28-29 °C, 2930 °C, 30-31 °C dan 31-32 °C mulai menyebar di seluruh wilayah Kota Gorontalo. Kecamatan yang mengalami peningkatan luasan distribusi suhu pada kelas suhu 28-29 °C, 29-30 °C, 30-31 °C dan 31-32 °C yaitu Kecamatan Kota Tengah. Hal ini karena sebagian wilayah Kecamatan Kota Tengah merupakan daerah pusat perdagangan. Perubahan distribusi suhu permukaan menunjukkan bahwa pada semua kelas suhu terjadi perubahan luasan penyebaran. Penurunan luasan terjadi pada kelas suhu < 23 OC, 23-24 °C, 24-25 °C dan peningkatan luas penyebaran terjadi pada kelas suhu 27-28 °C hingga 30-31 °C. Penurunan luas terbesar terjadi pada kelas suhu < 23 °C yaitu sebesar 1363,42 ha sedangkan peningkatan luasan terbesar pada kelas suhu 27-28 °C yaitu sebesar 1219,04 haSecara umum kita bisa mengetahui bahwa luasan suhu yang semakin rendah mengalami penurunan luasan. Pada suhu yang semakin tinggi mengalami peningkatan luasan, semakin luasnya kelas distribusi suhu 27-28 °C hingga 30-31 °C, disebabkan karena adanya perubahan fungsi lahan menjadi area terbangun. Salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi suhu permukaan adalah jenis penutupan lahan. Risdiyanto dan Setiawan (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perbedaan suhu permukaan pada beberapa penutupan lahan disebabkan oleh sifat fisik permukaan seperti kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan luasan kelas suhu
48
perpenutupan lahan didapatkan luasan yang berbeda-beda pada tiap penutupan lahan. Tabel 13. Suhu Permukaan Pada Setiap Penutupan Lahan Penutupan Suhu Permukaan (oC) Lahan Tahun Tahun Tahun 1991 2001 2005 Sawah 23 – 30 24 – 28 23 – 33 Lahan Terbangun 23 – 33 24 – 32 23 – 33 L Bervegetasi Pohon 23 – 27 23 – 25 23 – 33 Lahan Terbuka 23 – 33 23 – 32 24 – 33 Semak dan Rumput 23 – 31 23 – 28 23 – 33 Air 23 – 27 23 – 28 23 – 33 Ladang 23 – 33 23 – 31 23 – 33
Tahun 2007 23 – 31 23 – 33 23 – 28 24 – 31 23 – 30 23 – 28 23 – 31
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009
Penutupan lahan secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap suhu pada tempat penutupan lahan itu sendiri dan wilayah sekitarnya. Berdasarkan hasil layout antara peta penutupan lahan dengan peta distribusi suhu permukaan dihasilkan distribusi suhu permukaan perpenutupan lahan. Pada Tabel 13. terlihat bahwa suhu minimum dan suhu maksimum antara penutupan lahan yang satu dengan yang lainnya tidak terlalu berbeda. Hal tersebut membuktikan bahwa penutupan lahan tidak hanya berpengaruh pada kondisi suhu tempat penutupan lahan itu sendiri tetapi juga berpengaruh pada kondisi suhu wilayah sekitarnya. Pada daerah terbangun radiasi matahari akan diubah menjadi panas yang meningkatkan suhu, sedangkan pada daerah bervegetasi radiasi matahari akan diserap oleh permukaan daun yang digunakan untuk proses fotosintesis sehingga akan menurunkan suhu radiasi. Penutupan lahan di Kota Gorontalo mengalami peningkatan luasan daerah terbangun yang mengakibatkan meningkatnya luasan kelas suhu yang semakin tinggi.
49
4.4 Hubungan Suhu Dengan Luasan RTH, Lahan Bervegetasi Pohon dan Lahan Terbangun Berdasarkan penelitian Effendy, 2007 menyatakan bahwa peningkatan suhu udara terjadi saat RTH berkurang, sebaliknya pada saat penambahan RTH terjadi penurunan suhu udara. Hal yang penting adalah laju kenaikan suhu udara lebih tajam dibandingkan laju penurunannya, hal ini menunjukkan resiko pengurangan RTH terhadap peningkatan suhu lebih besar dibandingkan upaya penambahan RTH. Hal ini menjadi masukan yang sangat berharga bagi pengambil kebijakan tata kota, bahwa setiap pengurangan RTH menyebabkan konsekuensi bagi peningkatan suhu udara dengan derajat yang lebih besar dibandingkan dengan upaya penambahan RTH. Sehingga harus lebih berhati-hati dalam setiap keputusan mengalihfungsikan RTH menjadi ruang terbangun. Hasil analisis hubungan dan pengaruh antara suhu dengan luasan RTH dengan menggunakan analisis regresi sederhana didapatkan persamaan Y = 27,421-0,033X1 (RTH) dengan nilai R2 = 38,6%. Koefisien negative (-) menunjukkan semakin luas RTH semakin rendah suhu. Berdasarkan perhitungan menggunakan hasil analisis regresi antara suhu dan luasan RTH diketahui bahwa setiap penambahan luasan RTH seluas 10 ha dapat menurunkan suhu 0,3 oC. Cara yang sama dilakukan antara suhu dengan luasan lahan bervegetasi pohon, didapatkan persamaan Y = 26,334 – 0,070X2 (lahan bervegetasi pohon) dengan nilai R2 = 32,3%. Koefisien negative (-) menunjukkan semakin luas lahan bervegetasi pohon semakin rendah suhu. Berdasarkan perhitungan menggunakan hasil analisis regresi antara suhu dan luasan lahan bervegetasi pohon diketahui bahwa setiap penambahan lahan bervegetasi pohon seluas 10 ha dapat menurunkan suhu 0,7oC. Artinya penambahan hutan kota yang didominasi vegetasi pohon lebih efektif dalam menurunkan suhu. Persamaan antara suhu dengan lahan terbangun Y = 24,252 + 0,051X3 (lahan terbangun) R2 = 68,6%. Koefisien positif (+) menunjukkan semakin luas lahan terbangun semakin tinggi suhu.
50
4.5 Kondisi saat ini RTH dan Hutan Kota Lingkungan alamiah adalah elemen-elemen alami dan keadaan tempat sekitar tapak seperti iklim, air, tanah, topografi, vegetasi dan kehidupan makhluk hidup lainnya yang penting bagi perencanaan tapak khususnya hutan kota. Luas ruang terbuka hijau dalam bentuk Taman Kota maupun Hutan Kota yang ada di Kota Gorontalo sesuai dengan Profil Kota sebesar 8,39 Ha yang terdiri atas: Taman Kota berjumlah 21 buah dan yang dinilai hanya satu yaitu Taman Taruna Remaja karena taman ini diakses oleh masyarakat umum sedangkan yang lain hanya merupakan pemanfaatan ruang sudut-sudut kota. Kawasan Hutan Kota sebagaimana SK Walikota No. 359 Tahun 2004 Tentang Penetapan Kawasan Hutan Kota di Kota Gorontalo dapat dilihat pada Tabel 14. dan Tabel 15. Tabel 14. Lokasi Kawasan Hutan Kota, 2008 No Lokasi 1 Kompleks Kampus Universitas Negeri Gorontalo 2 Kompleks SMK Negeri 1 Kota Gorontalo 3 Kompleks SMK Negeri 2 Kota Gorontalo 4 Kompleks SMK Negeri 3 Kota Gorontalo Sumber: Dinas Tata Kota Dan Pertamanan, 2008
Keterangan 7,7 Ha Tambahan Tambahan Tambahan
51
Tabel 15. Luas Hutan Kota, 2008 No Lokasi Luas (ha) 1 Kampus 1 UNG 5
2
Kampus II UNG
1,2
3
Kampus III UNG
1,5
Total
7,7
Jenis Pohon Krey payung Jambura Mahoni Angsana Jati Nangka Mangga Kemiri Akasia Glodokan Jambu Air Nipah Kelapa Krey payung Jambura Mahoni Angsana Jati Nangka Mangga Kemiri Akasia Glodokan Jambu Air Nipah Kelapa Krey payung Jambura Mahoni Angsana Jati Nangka Mangga Kemiri Akasia Glodokan Jambu Air Nipah Kelapa
Jumlah Pohon 24 100 45 45 35 10 26 15 25 6 50 5 10 6 36 12 20 23 8 20 15 20 3 12 3 5 5 40 10 22 25 9 20 12 14 4 15 3 10 768
Total 396
183
189
768
Sumber: Universitas Negeri Gorontalo, 2008
Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Lingkungan Hidup, terdapat beberapa sekolah dan instansi yang telah menata halaman dengan menanam
52
pohon yaitu: SMA Negeri 2, SMA Negeri 3, SMA Negeri 4, SMA Prasetyo, SMP Negeri 1, SMP Negeri 2, SMP Negeri 3, SMP Negeri 6, SMP Negeri 7, SMP Negeri 8, SMP Negeri 10, SMP Negeri 12, SMP Negeri 13, SD Negeri 27, SD Negeri 30, SD Negeri 43, SD Negeri 77, SKPD, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD), Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD), Bappeda, Deperindag, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT), PDAM, DPR, Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD), dan Dinas Pertanian, Kelautan dan Kehutanan. Jalur hijau di beberapa ruas jalan sudah tertata dengan baik yaitu: Jl Bengawan Solo, Jl Raden Saleh, Jl AMD Kota Utara, Jl Taman Hiburan, Jl Manado, Jl Tondano, Jl Selayar, Jl Jeruk, Jl Durian, Jl Rambutan, Jl Beringin, Jl Manggis, Jl Mangga, Jl Membramo. Jalan merupakan prasarana pengangkutan darat yang penting untuk memperlancar hubungan antar daerah, masyarakat dan lebih utama adalah memperlancar perekonomian. Dengan meningkatnya pembangunan jalan, maka memudahkan pula mobilitas penduduk dan lalulintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Panjang jalan di seluruh Kota Gorontalo umumnya tidak mengalami perubahan baik jalan negara, jalan propinsi maupun jalan daerah, yaitu 25.650 km. Selain itu untuk mendukung hal tersebut perlu adanya jalur hijau yang berfungsi untuk menyejukkan serta dapat berfungsi untuk jalur pengarah dan pengaman jalan. Jenis-jenis pohon yang ditemui antara lain: Krey payung (Filicum decipiens), Gmelina (Gmelina arborea), Angsana (Pterocarpus indicus), Mangga (Mangifera
indica),
heterophyllus),
Akasia
Manggis
(Akasia
(Garcinia
mangium),
mangostana),
Nangka
(Arthocarpus
Rambutan (Nephilleum
lapphactheum), Bunga Merak (Caesalpinia pulcherimma), Glodokan tiang (Polyalltia
longifolia),
(Terminalia catappa).
Mahoni
(Swietenia
macrophylla)
dan
Ketapang
53
4.6
Analisis Kebutuhan RTH dan Hutan Kota
4.6.1 Kebutuhan RTH dan Hutan Kota Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 63 Tahun 2002 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menentukan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan distribusi ruang terbuka hijau publik disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota menentukan bahwa luas hutan kota minimal 10% dari luas seluruh kota. Pada Tabel 16. dapat dilihat luas RTH dah Hutan Kota yang harus disediakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan distribusi per kecamatan. Tabel 16. Distribusi Luas RTH dan Hutan Kota per Kecamatan Luas UU No. 26 PP No. 63 No Kecamatan Kecamatan Tahun Tahun (Ha) 2007 2002 Kota Utara 1258 377,4 125,8 1 Kota Timur 1443 432,9 144,3 2 Kota Selatan 1439 431,7 143,9 3 Kota Barat 1516 454,8 151,6 4 Kota Tengah 413 123,9 41,3 5 Dungingi 410 123 41,0 6 TOTAL 6476 1942,8 647,6
Luas RTH Hasil Citra 2007 (ha) 245,48 495,74 343,88 471,22 77,61 109,82 1753,22
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009
Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Pasal 29 Ayat (1) Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Ruang terbuka hijau publik adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Ruang terbuka hijau privat adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Luas kawasan menurut RTRW Kota Gorontalo tahun 2009/2029 yaitu: kawasan resapan air yang terletak di daerah perbukitan dengan kemiringan lahan > 40 %. Kawasan resapan air terletak di wilayah Kecamatan Kota Selatan, Kota Timur dan Kota Barat. Luas kawasan resapan air adalah 1.965 ha. Kawasan
54
sempadan pantai mempunyai luas sekitar 23 ha. Kawasan Sempadan pantai tersebar di Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur. Kawasan sempadan sungai memiliki luas sekitar 119 ha. Kawasan sempadan sungai terdapat di Kecamatan Kota Selatan, Kota Timur, Kota Barat, Kota Utara dan Dungingi. Kawasan sekitar danau sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ditetapkan dengan kriteria: a) daratan dengan jarak 50 meter sampai dengan 100 meter dari titk pasang air danau tertinggi; atau b) daratan sepanjang tepian danau yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau. Kawasan sekitar danau di wilayah perencanaan terletak di bagian barat dari Danau Limboto, termasuk dalam wilayah Kecamatan Kota Barat. Luas kawasan ini sekitar 9 (sembilan) hektar. Sempadan mata air, radius 200 meter di sekitar mata air. Jadi total luasannya adalah 2116 ha, ini berarti sudah memenuhi kriteria satu wilayah kota yaitu 1942,8 ha dengan selisih 173, 2 ha. Walaupun data per kecamatan belum tersedia karena belum selesainya penyusunan RTRW detail. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhkan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Akan tetapi luas hutan kota yang sudah ditetapkan berdasarkan SK Walikota No. 359 Tahun 2004 Tentang Penetapan Kawasan Hutan Kota di Kota Gorontalo baru mencapai luasan 8,39 ha yang berarti masih membutuhkan penambahan 639,21 ha. Pembangunan hutan kota memang tidak mudah, akan tetapi di Kota Gorontalo masih sangat mungkin untuk memenuhi kriteria tersebut karena lahan yang dibutuhkan masih tersedia. Pembangunan hutan kota membutuhkan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak mulai dari pejabat tertinggi di Kota Gorontalo hingga masyarakat. 4.6.2 Berdasarkan Jumlah Penduduk Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk sesuai dengan kriteria yang dikemukakan oleh Simonds (1983) bahwa jika dilihat dari tiap kecamatan maka masuk kedalam kriteria komunitas dengan jumlah penduduk wilayah 10.000 dan luas 20 m2/jiwa. Selengkapnya pada Tabel 17.
55
Tabel 17. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Per Kecamatan No Kecamatan Luas Jumlah Standar Luas RTH Kecamatan Penduduk Luas RTH Hasil Citra (Ha) (Ha) 2007 (ha) 1 Kota Utara 1258 17.364 34,73 245,48 2 Kota Timur 1443 18.776 37,55 495,74 3 Kota Selatan 1439 34.277 68,55 343,88 4 Kota Barat 1516 39.838 79,68 471,22 5 Kota Tengah 413 29.195 58,39 77,61 6 Dungingi 410 22.988 45,98 109,82 TOTAL 6476 162.438 324,88 1753,22 Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009
Berdasarkan hasil pengolahan citra tahun 2007 diperoleh luasan RTH perkecamatan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa luas RTH Kota Gorontalo masih memenuhi standar luas RTH dalam luas perkecamatan. Hal ini karena masih banyak terdapat ladang dan lahan bervegetasi pohon. Akan tetapi lahan bervegetasi pohon tidak menyebar secara merata di setiap kecamatan. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan pembangunan lahan bervegetasi pohon dalam hal ini hutan kota, agar upaya menciptakan iklim mikro yang lebih nyaman bisa terwujud. 4.6.3
Berdasarkan issu penting yaitu Kenyamanan Aspek yang menjadi salah satu dasar dalam rencana pembangunan hutan
kota yang menjadi kajian dalam penelitian yaitu aspek lingkungan/ iklim mikro untuk meningkatkan kenyamanan berdasarkan issu penting yang ada di Kota Gorontalo yang merupakan daerah kajian penelitian. Dalam analisisnya merupakan hasil olahan citra Landsat. Menurut Tjasyono (2004) Kesehatan, energi dan kenyamanan manusia lebih ditentukan oleh cuaca dan iklim daripada oleh unsur lingkungan fisis. Fungsi terhadap perubahan cuaca dan timbulnya gejala penyakit tertentu menunjukkan kaitan yang erat dengan iklim dan musim. Mental dan emosi manusia dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan iklim, tidak semua manusia mempunyai reaksi yang sama terhadap kondisi iklim, hubungannya sangat rumit bergantung pada beda fisis seseorang, usia, makanan dan pengaruh budaya. Cuaca ekstrim dan perubahan cuaca menyebabkan sejumlah pengaruh pada kesehatan manusia. Suhu ekstrim cuaca sering menimbulkan sakit. Sengatan
56
panas terjadi jika tubuh tidak mampu menghilangkan panas akibat suhu udara nisbi tinggi di atas suhu tubuh, peristiwa ini dapat menimbulkan kematian. Gejalanya adalah demam, mual, pusing, dan sakit kelapa (Tjasyono, 2004). Kota Gorontalo yang memiliki arah angin terbanyak ke arah utara dan selatan dengan kecepatan mencapai 12 – 16 knot dan suhu yang mencapai 33 °C dan lama penyinaran 7,5 jam dapat menimbulkan berbagai penyakit terutama gangguan pernafasan disebabkan oleh angin yang membawa debu. Suhu dan kelembaban adalah faktor penting dalam pelepasan tepung sari yang menimbulkan penyakit alergi. Udara sangat kering sebagai penyebab utama karena kulit menjadi merekah-rekah dan hal ini akan menghalangi penyembuhan luka atau rasa sakit. Hasil analisis spasial dengan menggunakan citra Landsat menggambarkan bahwa Kota Gorontalo terjadi peningkatan suhu udara perkotaan yang merupakan fenomena Urban Heat Island (UHI), yakni suhu udara perkotaan (urban) lebih tinggi dibandingkan wilayah suburban dan rural. Pada wilayah pusat kota dan beberapa wilayah sekitar yang merupakan lahan terbangun menunjukkan suhu udara yang tinggi yaitu antara 29oC – 32 oC, angka ini sudah melebihi batas kenyamanan. Untuk itu perlu dibangun hutan kota dalam bentuk kompak dengan distribusi lokasi diseluruh wilayah Kota Gorontalo. Luasan wilayah sesuai dengan distribusi suhu tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Luasan Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun 2007 Kecamatan 26-27 27-28 28-29 29-30 30-31 31-32 32-33 ----------------------------------------------ha ---------------------------------------------Kota Barat Kota Selatan Kota Timur Kota Utara Kota Tengah Dungingi
240,7 149,3 171,9 344,1 49,21 138,1
219,2 174,6 289,4 569,9 147,9 182,7
71,39 129,1 156,0 92,24 108,2 68,74
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2009
17,32 123,4 86,05 24,92 39,23 21,56
5,04 83,40 17,58 5,12 13,61 4,15
0,35 4,59 0,00 0,35 1,24 0,00
0,27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09
57
4.7 Kelembagaan dan Kebijakan Hutan Kota dan Persepsi Masyarakat Kelembagaan (institusional) terdapat dua jenis, yaitu institusi sebagai aturan main (rule of games) dan institusi sebagai organisasi. Sebagai aturan main yaitu institusi sebagai suatu gugus aturan tentang hubungan antar individu dalam sistem sosial yaitu mencerminkan hak dan kewajiban. Oleh karena itu kelembagaan merupakan sistem organisasi dan kontrol sumberdaya alam. Suatu institusi dicirikan oleh tiga hal yaitu (1) batas juridikasi, (2) property rights (hak-hak kepemilikan), dan (3) aturan representasi. Batas juridikasi adalah batas wilayah kerja atau ruang lingkup kegiatan yang memiliki implikasi penting terhadap ukuran usaha dan batas wewenang partisipan dalam organisasi. Konsep hak kepemilikan muncul dari konsep hak dan kepemilikan yang didefinisikan atau diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus dalam kepentingan terhadap sumberdaya, situasi atau kondisi. Hak kepemilikan akan mengontrol distribusi manfaat insentif dan disinsentif antar partispan. Aturan representasi merupakan perangkat aturan yang mengatur pengambilan keputusan. Aturan representasi ini akan mengontrol ongkos transaksi, yang dicerminkan oleh kepentingan siapa yang diutamakan dalam pengambilan keputusan (Schmid, 1972 dalam Affandi, 1994). Penataan ruang perkotaan dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian wilayah perkotaan dari kondisi yang ada menjadi kondisi yang lebih baik. Kondisi ideal tersebut menurut Affandi (1994), disamping dikaitkan dengan konsep city of tomorrow dari sistem kegiatan serta sistem jejaringnya, juga dipengaruhi oleh sistem kelembagaan. Dengan demikian dibutuhkan juga penataan atau manajemen sistem kelembagaan yang ada untuk menunjang perwujudan wilayah perkotaan yang ideal tersebut. Institusi yang dibutuhkan tersebut antara lain pengadaan dana, pembenahan organisasi dan kerjasama serta penyesuaian perangkat hukum. Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pihak terkait antara lain Bappeda, Dinas Tata Kota dan Pertamanan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Kelautan dan Kehutanan, dapat dirumuskan keadaan penyelenggaraan hutan kota di Kota Gorontalo saat ini. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Gorontalo tahun anggaran 2009/2029. Didalamnya terdapat
58
Rencana Pola Ruang Kota Gorontalo tahun 2009/2029 yang hanya mengatur Rencana Kawasan Ruang Terbuka Hijau Kota Gorontalo tahun 2009/2029 sedangkan untuk hutan kota belum diatur, walaupun dalam waktu penelitian RTRW Kota Gorontalo ini belum disahkan. Akan tetapi berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Gorontalo 2008 terdapat SK Walikota No. 359 Tahun 2004 Tentang Penetapan Kawasan Hutan Kota di Kota Gorontalo. Perencanaan pembangunan hutan kota hendaknya masuk dalam rencana tata ruang kota yang secara resmi mendapatkan pengesahan dalam bentuk peraturan daerah. Selama ini komponen-komponen hutan kota dalam berbagai hirarki rencana tata ruang masuk dalam sektor ruang terbuka hijau. Akibat banyaknya cakupan dalam sektor ruang terbuka hijau dan pembangunan hutan kota kurang mendapat perhatian. Masuknya rencana pembangunan hutan kota dalam berbagai hirarki rencana penataan ruang maka hutan kota dilindungi dan tidak mudah diubah-ubah alokasi penggunaan lahannya. Hutan kota dapat menunjukkan ciri khas dari suatu daerah jika hutan kota telah berkembang dengan baik. Hutan kota berpotensi menjadi tempat pariwisata di dalam kota, selain fungsi utamanya melindungi lingkungan. Penunjukan, Pembangunan dan Pembinaan Dan Pengawasan belum ada, padahal sesuai amanat PP 63 Tahun 2002 bahwa ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan hutan kota ditetapkan dengan Perda dan terdapat landasan hukumnya. Namun dalam pengelolaan melibatkan Pemda khususnya yaitu Dinas Tata Kota dan Pertamanan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Kelautan dan Kehutanan dan juga partisipasi masyarakat. Selain itu kendala yang dihadapi adalah adanya konflik kepentingan yang disebabkan oleh pembangunan yang masih berorientasi pada aspek ekonomi sehingga pembangunan pasar moderen, industri, perkantoran, perumahan atau fasilitas kota yang lain lebih mendapat proritas dibandingkan dengan kehadiran hutan kota. Sementara banyak ruang terbuka hijau dikonversi untuk pembangunan fasilitas kota. Anggaran yang minim juga menjadi hambatan dalam proses penyelenggaran hutan kota. Salah satu tipe hutan kota adalah hutan kota pekarangan rumah. Pekarangan rumah ada yang banyak tanamannya dan ada juga yang tidak ada tanamannya. Berdasarkan hasil survey dan wawancara secara acak dibeberapa wilayah di
59
seluruh kecamatan diperoleh hasil bahwa masyarakat pada umumnya senang dan memelihara pohon di pekarangan rumah. Jenis tanaman yang paling banyak yaitu tanaman hias dan pohon (menghasilkan buah), hal ini menurut masyarakat selain memperindah dan meneduhkan rumah, buahnya juga bisa dimanfaatkan. Bagi masyarakat yang pekarangan rumahnya tidak terdapat pohon, disebabkan karena pekarangan yang sempit sehingga tidak cukup untuk ditanami pohon. Adanya pepohonan disekitar perumahan penduduk merupakan salah satu tipe hutan kota yang sangat bermanfaat sebagai supply oksigen dan memberikan efek teduh sehingga masyarakat merasa lebih nyaman. Akan tetapi wawasan mengenai hutan kota pada umumnya masyarakat belum mendengar apalagi memahami fungsi dan manfaatnya. Untuk itu sosialisasi dan ajakan sangat perlu dilakukan agar masyarakat lebih bisa mempertahankan keberadaan pepohonan yang sudah ada dan meningkatkan penghijauan di lokasi sekitar. Mengalihkan nilai sosial suatu komunitas atau masyarakat kota untuk lebih menyatukan pandangan atau persepsi tentang hubungan manusia dengan alam. Dengan cara merubah gaya hidup masyarakat kota dengan menambahkan unsur alam. Konsep hutan kota adalah membangun dan memelihara pohon-pohon dan ekosistem di dalam dan sekitar kawasan kota. Untuk membangun dan memelihara pohonpohon di dalam kawasan kota perlu untuk memahami pentingnya keberadaan pohon-pohon untuk penduduk kota (Miller 1988).
60
4.8 Rencana Pembangunan Hutan Kota Pembangunan
hutan
kota
membutuhkan
ketersediaan
lahan,
yang
merupakan faktor paling penting karena hutan kota diperuntukkan untuk masyarakat luas , maka tentu saja penyediaan lahan tersebut menjadi kewajiban penduduk kota dan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka lahan hutan kota dapat dikategorikan dalam dua kelompok berdasarkan status pemiliknya (Fakuara, 1987) yaitu: 1) lahan hutan kota harus disediakan pada lokasi-lokasi atau tempattempat umum, seperti pusat komunitas (pertokoan, pasar, sekolah, perkantoran dan lain-lain), jalan raya serta tempat-tempat umum lainnya. Untuk keperluan ini lahan harus disediakan oleh pemerintah yang dapat berasal dari tanah negara maupun tanah milik; 2) lahan hutan kota yang harus disediakan pada tempattempat perorangan, termasuk dalam kelompok pemukiman, industri dan tempattempat lainnya yang dibebani hak milik. Untuk keperluan tersebut lahan harus disediakan oleh masyarakat, baik secara individu maupun badan hukum seperti pengembang (developer), pengusaha dan lain-lain. Rencana pembangunan hutan kota dalam penelitian ini dibatasi sampai pada penentuan lokasi yaitu memuat rencana teknis tentang tipe dan bentuk hutan kota dan luas hutan kota. Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan citra Landsat menggambarkan bahwa di Kota Gorontalo terjadi peningkatan suhu udara perkotaan yang merupakan fenomena Urban Heat Island (UHI), yakni suhu udara perkotaan (urban) lebih tinggi dibandingkan wilayah suburban dan rural. Pada wilayah pusat kota dan beberapa wilayah sekitar yang merupakan lahan terbangun menunjukkan suhu udara yang tinggi yaitu antara 29 oC – 32 oC. Untuk membangun hutan kota dalam bentuk kompak yang memerlukan lahan minimal 0,25 ha masih mungkin untuk semua wilayah Kota Gorontalo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kecamatan Kota Tengah, sebagian Kota Selatan dan Kota Timur memiliki luasan suhu 29oC – 32 oC yang paling luas yang berarti sangat perlu dibangun hutan kota untuk meningkatkan kenyamanan diwilayah tersebut. Tiga wilayah lain seperti Kecamatan Kota Utara, Kota Barat dan Dungingi perlu juga dibangun hutan kota untuk mencegah perluasan distribusi suhu diatas batas kenyamanan. Berdasarkan hal tersebut hasil penelitian ini
61
merekomendasikan 12 titik lokasi yang selengkapnya dapat dilihat luasan per kecamatan pada Tabel 19 dan dapat dilihat pada peta rencana hutan kota pada Gambar Lampiran 9. Tabel 19. Rencana Luasan Komponen Hutan Kota Yang Akan Dibangun di Kota Gorontalo Kecamatan
Hutan Jalur Jalur Jalur Kota Hijau Hijau Hijau Sem Sem untuk Jalan Menu padan padan Sungai Pantai runkan suhu 2,1oC Kota Barat 4,70 19,07 22,32 0 Kota Selatan 4,40 34,46 28,9 10,3 Kota Timur 5,17 71,66 40,92 9,56 Kota Utara 5,07 37,41 15,34 0 Kota Tengah 5,34 28,9 0 0 Dungingi 5,32 19,08 13,25 0 Jumlah 30 210,6 120,73 19,59 Sumber: Hasil Olahan Data Penelitian, 2009
Total
Existing Lahan vegetasi Pohon
46,18 77,79 127,3 56,82 29,24 28,65 366
94,60 136,37 260,35 39,11 13,19 0,80 544,50
PP No. 63 Tahun 2002
Selisih antara PP dan Existing
125,8 144,3 143,9 151,6 41,3 41,0 647,6
31,2 7,93 +116,45 112,49 28,11 40,2 103
Total luasan rencana pembangunan hutan kota yaitu 366 ha, sesungguhnya apabila mengikuti ketentuan yang berlaku dapat memenuhi selisih kurangnya lahan bervegetasi pohon yaitu 103 ha. Adanya kelebihan luasan 263 ha tetap harus dibangun karena jalur hijau jalan sangat dibutuhkan untuk penyerap polutan dan sempadan sungai dan sempada pantai merupakan kawasan lindung yang wajib dihijaukan. Bentuk hutan kota yang paling efektif untuk meningkatkan kenyamanan yaitu berbentuk kompak/ mengelompok dalam luasan yang cukup luas karena dapat mendukung dalam membentuk iklim mikro yang sejuk dan nyaman sedangkan bentuk jalur hijau hanya dapat memberikan efek teduh. Tipe dan bentuk hutan kota yang akan dibangun mengikuti kondisi kawasan yang akan dibangun. Tipe hutan kota terdiri dari : a. tipe kawasan permukiman; b. tipe kawasan industri; c. tipe rekreasi; d. tipe pelestarian plasma nutfah; e. tipe perlindungan; dan f. tipe pengamanan. Penentuan bentuk hutan kota disesuaikan dengan karakteristik lahan. Bentuk hutan kota terdiri atas : a. jalur; b. mengelompok; dan c. menyebar. Penelitian perencanaan hutan kota untuk meningkatkan kenyamanan terdiri dari beberapa tujuan pokok yaitu menentukan lokasi/spot, kebutuhan luasan dan kelembagaan. Selain itu manfaat ekonomi hutan kota juga sangat berkaitan dengan hukum ekonomi supply (penawaran) dan demand (permintaan).
62
Keberadaan hutan kota dalam pengelolaan kota menuju kota berwawasan lingkungan sangat penting sekali, bukan saja sekedar prestise untuk memperindah kota dan salah satu upaya untuk mendapatkan penghargaan Adipura. Akan tetapi lebih luas dari itu adalah untuk menghadapi permasalahan peningkatan suhu (global warming) yang disebabkan berkurangnya hutan dan meningkatnya pencemaran. Permintaan terhadap hutan kota di masa mendatang akan menunjukkan kenaikan. Kenaikan permintaan tersebut disebabkan pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan semakin meningkatnya pencemaran industri. Demand terhadap hutan kota tersebut perlu diimbangi dengan supply berupa ketersediaan lahan yang terencana dan teralokasi dimasa mendatang, serta adanya dukungan, partsipasi dan koordinasi dari seluruh stakeholders. Beberapa komponen pendukung yang diperlukan untuk pembangunan dan pengembangan hutan kota antara lain (Dahlan 1992): (1) Tersedianya kebun pembibitan yang dapat menyediakan bibit secara masal, (2) Ilmu dan teknologi yang memadai, (3) Pelayanan jasa konsultasi untuk umum, (4) Dukungan dari penentu kebijakan, (5) Peraturan-perundangan, (6) Dukungan masyarakat, (7) Tenaga ahli. Kriteria dan Jenis Tanaman Untuk Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota Tanaman dan atau pohon merupakan salah satu bahan utama untuk konservasi lingkungan. Kemampuan tumbuhan untuk mengkonservasi lingkungan beraneka antar spesies akibat adanya perbedaan penampilan ekofisiologisnya. Ciri-ciri tumbuhan bernilai konservatif merupakan suatu kebutuhan untuk dapat memberdayakan kemampuannya secara optimal (Purwowidodo 2002). Beberapa kriteria tanaman untuk ruang terbuka hijau dan hutan kota dari berbagai tipe dan bentuk (Tandjung 2002). 1. Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau pertamanan kota.
Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi, struktur daun setengah rapat sampai rapat.
63
Jenis ketinggian bervariasi, warna hijau dan variasi warna lain seimbang
Kecepatan tumbuh cepat dan jarak tanam sesuai dengan jenis tanaman
2. Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau rekreasi kota
Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi, struktur daun setengah rapat sampai rapat, ketinggian vegetasi bervariasi, warna hijau dan variasi warna seimbang.
Kecepatan tumbuhnya sedang
Jenis tanaman tahunan atau musiman
3. Kriteria vegetasi untuk kawasan kegiatan olah raga
Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi.
Jenis tanaman tahunan atau musiman
Berupa tanaman lokal dan tanaman budidaya
4. Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau pemakaman
Karakteristik tanaman : perakaran tidak mengganggu pondasi, struktur daun renggang sampai setengah rapat, dominasi warna hijau
Jenis tanaman tahunan dan musiman
Berupa tanaman lokal dan tanaman budidaya
5. Kriteria vegetasi untuk kawasan jalur hijau.
Karakteristik tanaman ; struktur daun setengah rapat sampai rapat, dominan warna hijau, perakaran tidak mengganggu pondasi
Kecepatan tumbuhnya bervariasi dan dominan jenis tanaman tahunan
Mudah tumbuh pada tanah yang padat
Tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah
Tahan terhadap hembusan angin dan serasah yang dihasilkan sedikit
Tanaman yang tidak menghasilkan buah yang besar
Tahan terhadap polutan
6. Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau pekarangan
Kecepatan tumbuh bervariasi dan jenis tanaman tahunan atau musiman