IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT
Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan maka bobot tomat semakin berkurang. Menurut Pantastico (1986), meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan transpirasi yang tinggi. Pembukaan dan penutupan kulit menentukan jumlah kehilangan air yang mengakibatkan susut bobot. Perubahan bobot tomat selama penyimpanan dengan perlakuan pendahuluan gas N2 dan CO2 pada suhu ruang selama penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini.
0,7 y = 0,2648x - 0,1715 R2 = 0,9259
SUSUT BOBOT (%)
0,6 0,5
y = 0,185x - 0,106 R2 = 0,9461
0,4 0,3
y = 0,0623x + 0,017 R2 = 0,9961
0,2 0,1
KONTROL N2S1
0 H7
H11 PENYIMPANAN (HARI)
H14
CO2S1 Linear (KONTROL)
Gambar 4. Grafik Susut Bobot Tomat pada Penyimpanan Suhu Ruang.
Perlakuan pendahuluan dengan gas CO2 pada suhu ruang memiliki peningkatan susut bobot yang lebih kecil dibandingkan dengan gas N2 yaitu sebesar 0,206%. perlakuan pendahuluan baik dengan gas CO2 atau N2 pada penyimpanan suhu ruang tidak mampu mempertahankan mutu tomat selama 21 hari penyimpanan. Buah tomat hanya bertahan pada hari ke-14 penyimpanan. Hal ini disebabkan laju respirasi yang lebih tinggi. Laju respirasi mempengaruhi laju metabolisme yang berpengaruh terhadap umur simpan dari buah tomat. Semakin tinggi laju respirasinya maka buah akan semakin pendek umur simpannya.
18
Peningkatan susut bobot tomat selama penyimpanan dengan perlakuan pendahuluan gas N2 dan CO2 pada suhu 15°C selama penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 5 di bawah ini.
0,25
y = 0,0514x + 0,0102 2
R = 0,9811
SUSUT BOBOT (%)
0,2 y = 0,0341x + 0,003 2
R = 0,9767
0,15
y = 0,0319x + 0,0024 2
R = 0,9905
0,1
0,05 TGS2 N2S2
0
CO2S2
H7
H11
H14
H18
H21
Linear (TGS2) Linear (N2S2)
PENYIMPANAN (HARI)
Linear (CO2S2)
Gambar 5. Grafik Susut Bobot Tomat pada Penyimpanan Suhu Suhu 15°C.
Buah tomat tanpa perlakuan pendahuluan mengalami peningkatan susut bobot terbesar pada suhu penyimpanan 15°C yaitu sebesar 0,22% dan hanya mampu mempertahankan mutu tomat selama 18 hari penyimpanan. Sedangkan buah tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 pada suhu 15°C memiliki susut bobot terendah yaitu sebesar 0,165% selama 21 hari penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan dengan gas CO2 pada suhu 15°C mampu menghambat laju respirasi dibandingkan tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 pada suhu ruang, Susut bobot buah tomat disebabkan oleh hilangnya karbon selama proses respirasi. Pada proses respirasi ini senyawa-senyawa karbon yang terdapat dalam gula buah tomat akan mengikat dan bereaksi dengan oksigen yang akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang mudah menguap yaitu karbondioksida dan uap air sehingga buah akan kehilangan bobotnya. Proses respirasi ini dapat ditekan dengan mengkombinasikan antara perlakuan
19
pendahuluan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Perlakuan suhu berpengaruh terhadap susut bobot, sehingga buah tomat yang disimpan pada suhu 10°C memiliki nilai susut bobot yang lebih rendah bila dibandingkan dengan buah tomat yang disimpan pada suhu 15°C dan suhu ruang. Hal ini sesuai dengan Muchtadi (1992) yang menyatakan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, sehingga daya simpan buah tomat dapat diperpanjang. Dengan meningkatnya suhu, laju respirasi akan semakin cepat dimana setiap kenaikan suhu 10°C maka laju respirasi akan meningkat dua sampai tiga kali. Perubahan susut bobot tomat selama penyimpanan dengan perlakuan pendahuluan gas N2 dan CO2 pada suhu 10°C selama penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 6 di bawah ini.
0,18
y = 0,0349x - 0,0122 2
R = 0,9752
0,16
SUSUT BOBOT (%)
0,14
y = 0,0274x - 0,0045 2
R = 0,9935
0,12 0,1
y = 0,021x - 0,0019 0,08
R2 = 0,9812
0,06 0,04 TGS3
0,02
N2S3 CO2S3
0 H7
H11
H14
H18
H21
Linear (TGS3) Linear (N2S3)
PENYIMPANAN (HARI)
Linear (CO2S3)
Gambar 6. Grafik Susut Bobot Tomat pada Penyimpanan Suhu 10°C.
Susut bobot pada tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan pendahuluan gas N2 dan tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu 10°C selama penyimpanan yaitu sebesar 0,10 %. Hal ini menunjukkan gas CO2 lebih baik dalam mempertahankan mutu tomat dibandingkan dengan gas N2 selama penyimpanan.
20
Gas CO2 dapat menghambat laju respirasi lebih baik dibandingkan dengan gas N2 sehingga susut bobot dapat dipertahankan. Menurut Pantastico (1986), konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran karena terjadinya gangguan pada respirasi. Perlakuan pendahuluan dan penyimpanan dalam suhu rendah mampu menghambat proses respirasi dan transpirasi yang merupakan faktor penyebab susut bobot. Oleh sebab itu tomat yang diberikan perlakuan pendahuluan mangalami laju penurunan bobot lebih kecil dibandingkan dengan tomat tanpa perlakuan pendahuluan. Dengan demikian proses respirasi dan transpirasi yang terjadi pun lebih lambat sehingga proses kehilangan air lebih sedikit dan penyusutan bobot buah tomat juga lebih kecil dibandingkan dengan tanpa perlakuan pendahuluan. Kenaikan persentase susut bobot pada tomat tanpa perlakuan pendahuluan lebih tinggi dibandingkan penyimpanan tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 atau N2. Suhu penyimpanan juga memberikan pengaruh terhadap kenaikan persentase susut bobot. Penyimpanan pada suhu ruang mengalami kenaikan susut bobot yang lebih tinggi dibandingkan penyimpanan pada suhu suhu 15°C dan 10°C. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buahbuahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama proses respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Setelah penyimpanan selama 21 hari, buah tomat kemudian display pada suhu ruang dan suhu 15°C selama 2 minggu. Peningkatan susut bobot selama display dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.
21
Gambar 7. Grafik Susut Bobot Tomat Selama Pemajangan pada Suhu Ruang.
Gambar 8. Grafik Susut Bobot Tomat Selama Pemajangan pada Suhu 15°C.
Peningkatan susut bobot selama pemajangan pada suhu ruang lebih tinggi dibandingkan dengan tomat yang di panjang pada suhu 15°C. Buah tomat yang di pajang tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu ruang memiliki nilai susut bobot tertinggi yaitu 0,24%. Penyusutan bobot ini disebabkan oleh penguapan air dari jaringan buah melalui stomata atau kulit ke lingkungan. Buah tomat merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan air yang sangat tinggi yaitu 94% sehingga kehilangan air selama pemajangan sangat
22
mempengaruhi bobot dari buah tomat. Menurut Winarno (1991), kandungan air pada bahan pangan ikut menentukan kesegaran penampakan dan daya tahan bahan pangan tersebut. Apabila sebagian air pada bahan pangan tersebut menguap maka akan dapat menyebabkan terjadinya susut bobot yang berarti kesegaran, penampakan, dan daya tahan dari bahan pangan tersebut menurun. Gas CO2 dapat mempertahankan susut bobot lebih baik bila dibandingkan dengan gas N2 dan tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu yang sama. Namun, susut bobot tomat dengan perlakuan pendahuluan CO2 pada penyimpanan awal suhu 15°C lebih tinggi dibandingkan tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 pada penyimpanan awal suhu 10°C. Berdasarkan hasil maka selain gas, perlakuan suhu juga berpengaruh terhadap susut bobot tomat selama display. Hal ini disebabkan oleh proses pematangan pada buah tomat tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan buah tomat dengan perlakuan pendahuluan CO2 pada suhu penyimpanan awal 10°C. Dengan kata lain proses metabolisme dan kehilangan air pada buah tomat dengan perlakuan pendahuluan CO2 pada suhu 15°C lebih cepat.
B. KEKERASAN
Tingkat kekerasan buah-buahan pada umumnya akan menurun selama penyimpanan. Semakin lunak kulit buah tomat maka dapat dikatakan buah telah rusak dan tidak disukai oleh konsumen. Nilai kekerasan dinyatakan dengan satuan mm/gram detik. Semakin tinggi nilai kekerasan maka buah tomat semakin lunak hal ini ditunjukkan dengan semakin dalamnya penetrasi jarum pada buah tomat. Nilai kekerasan buah tomat dengan perlakuan pendahuluan pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 9.
23
0,2 TINGKAT KEKERASAN (mm/gram/10detik
y = 0,0393x + 0,0493 0,18
2
R = 0,955
0,16 0,14
y = 0,0343x + 0,0408
0,12
R = 0,9047
2
0,1
y = 0,016x + 0,0622
0,08
2
R = 0,9948 0,06 0,04 0,02 0 H7
H11 PENYIMPANAN (HARI)
H14
KONTROL N2S1 CO2S1 Linear (KONTROL) Linear (N2S1) Linear (CO2S1)
Gambar 9. Grafik Kekerasan Tomat pada Penyimpanan Suhu Ruang.
Tomat dengan perlakuan pendahuluan pada suhu yang lebih tinggi yaitu suhu ruang menghasilkan penurunan kekerasan yang lebih besar bila dibandingkan dengan perlakuan pendahuluan pada suhu yang lebih rendah yaitu suhu 15°C dan suhu 10°C. Hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi akan mengakibatkan laju respirasi yang lebih tinggi dan aktivitas enzim yang lebih cepat. Semakin aktif enzim-enzim tersebut bekerja maka tekstur buah akan semakin lunak. Perlakuan pendahuluan dengan gas N2 pada suhu ruang memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi yaitu sebesar 0,15 mm/gram/10detik bila dibandingkan dengan gas CO2 pada suhu yang sama selama 14 hari penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa gas N2 tidak dapat menghambat laju respirasi dengan baik selama penyimpanan. Sedangkan gas CO2 memberikan kondisi lingkungan dengan oksigen yang lebih sedikit dan dapat bersaing dengan etilen sehingga proses pemasakan buah dapat diperlambat. Peningkatan susut bobot menyebabkan menurunnya kekerasan pada buah tomat karena pektin yang tidak larut (protopektin) telah dirombak menjadi pektin yang larut. Semakin lama buah disimpan akan semakin lunak, karena propektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dalam asam pektat (Winarno dan Wirakartakusumah 1981). Perombakan ini merupakan hasil
24
kerja dari enzim-enzim seperti pektin metil esterase, pektin transetiminase, dan poligalakturonase. Sejalan dengan pematangan, kadar protopektin pada buah akan menurun sedangkan kadar pektin yang larut akan meningkat. Penurunan kekerasan ini juga disebabkan oleh adanya respirasi dan transpirasi. Pada proses respirasi akan mengakibatkan pecahnya karbohidrat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, dengan adanya pemecahan karbohidrat ini maka akan menyebabkan pecahnya jaringan pada buah sehingga buah menjadi lunak. Proses respirasi ini menyebabkan kelanjutan pematangan pada buah. Pada saat itu terjadi degradasi hemiselulosa dan pektin dari dinding sel yang mengakibatkan perubahan kekerasan buah tomat. Sedangkan pada proses transpirasi akan terjadi penguapan air yang menyebabkan buah menjadi layu dan mengerut sehingga buah menjadi lunak. Hal ini terjadi karena sebagian air pada buah mengalami pengguapan sehingga ketegaran buah menjadi menurun.
0,1400
y = 0,0126x + 0,0673
TINGKAT KEKERASAN (mm/gram/10detik)
2
R = 0,9846
0,1200 y = 0,0115x + 0,065
0,1000
2
R = 0,9567
0,0800 y = 0,0117x + 0,0619
0,0600
2
R = 0,9902
0,0400 0,0200 TGS2 N2S2
0,0000 H7
H11
H14 PENYIMPANAN (Hari)
H18
H21
CO2S2
Gambar 10. Grafik Perubahan Kekerasan Tomat dengan Perlakuan Pendahuluan pada Penyimpanan Suhu 15°C. Buah tomat yang disimpan tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu 15°C memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pendahuluan dengan gas N2 atau CO2. Pada hari ke-18 buah tomat tanpa perlakuan pendahuluan memiliki nilai kekerasan 0,116 mm/gram/10detik
25
sedangkan tomat dengan perlakuan pendahuluan gas N2 memiliki nilai kekerasan
0,108
mm/gram/10detik
dan
tomat
dengan
perlakuan
pendahuluan gas CO2 memiliki nilai kekerasan 0,106 mm/gram/10detik. Nilai kekerasan tomat dengan perlakuan pendahuluan pada pada penyimpanan suhu 15°C dapat dilihat pada Gambar 10 di atas. Perlakuan pendahuluan dengan gas CO2 pada suhu 10°C mampu memperlambat laju penurunan kekerasan buah tomat. Hal ini disebabkan gas CO2 pada suhu 10°C dapat mempertahankan perubahan tekstur yang terjadi pada tomat yaitu dari keras menjadi lunak sebagai akibat terjadinya proses kelayuan akibat respirasi dan transpirasi. Proses kelayuan merupakan masa penuaan yang diikuti dengan kerusakan buah. Perubahan kekerasan buah tomat dengan perlakuan pendahuluan pada penyimpanan suhu 10°C dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini.
0,14
TINGKAT KEKERASAN (mm/detik gram)
y = 0,0132x + 0,0561 R2 = 0,9609
0,12
y = 0,0132x + 0,0508
0,1
R2 = 0,9927
0,08
y = 0,0139x + 0,045 2
R = 0,9931
0,06
0,04
0,02
TGS3 N2S3
0 H7
H11
H14
H18
H21 CO2S3
PENYIMPANAN (Hari)
Gambar 11. Grafik Perubahan Kekerasan Tomat dengan Perlakuan Pendahuluan pada Penyimpanan Suhu 10°C. Perubahan senyawa karbohidrat pembentuk dinding sel yang terutama adalah pektin. Pada pematangan buah, jumlah asam pektat dan pektinat bertambah sedangkan jumlah pektin total berkurang (Meyer,1960).
26
Perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa pektin akan mempengaruhi tekstur dan total padatan buah. Pada Gambar 12, dapat dilihat perubahan kekerasan buah tomat selama pemajangan pada suhu ruang.
Gambar 12. Grafik Kekerasan Tomat selama Pemajangan di Suhu Ruang
Perubahan kekerasan buah tomat pada suhu ruang terlihat sangat jelas. Nilai kekerasan buah tomat semakin meningkat, hal ini disebabkan karena buah tomat yang semakin matang. Proses pematangan tomat dikarenakan laju respirasi yang tinggi pada suhu ruang sehingga laju metabolisme yang mengubah senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa sederhana di dalam sel menjadi lebih cepat. Perlakuan pendahuluan buah tomat pada suhu ruang tidak mampu memperlambat laju repirasi sehingga buah menjadi cepat matang dengan tekstur yang melunak.
27
Gambar 13. Grafik Kekerasan Tomat selama Pemajangan pada Suhu 15°C
Pada Gambar 13 di atas, dapat dilihat tingkat kekerasan tomat selama display pada suhu 15°C. Nilai kekerasan pada buah tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 lebih kecil bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada hari ke-3 pemajangan nilai kekerasan sebesar 0,2 mm/gram/10detik. Nilai kekerasan ini tetap pada hari ke-9 yaitu menjadi 0,2 mm/gram/10detik dan pada hari ke-11 nilai kekerasan 0,24 mm/gram/10detik. Sedangkan tomat dengan perlakuan pendahuluan
gas N2 memiliki nilai kekerasan 0,2
mm/gram/10detik pada hari ke-3 pemajangan, pada hari ke-7 tetap 0,2 mm/gram/10detik dan pada hari ke-11 menjadi 0,28 mm/gram/10detik. Buah tomat tanpa perlakuan pendahuluan memiliki nilai kekerasan pada hari ke-11 yaitu 0,21 mm/gram/10detik.
C. TOTAL PADATAN TERLARUT
Selama penyimpanan selain terjadi perubahan fisik juga terjadi perubahan kimia. Perubahan kimia tersebut terutama pada rasa manis buah yang ditunjukkan melalui padatan terlarut. Total padatan terlarut yang terdapat pada buah tomat selama penyimpanan cenderung meningkat. Pada Gambar 14
28
menunjukkan perubahan kandungan total padatan terlarut buah tomat selama penyimpanan.
5
y = 0,2925x + 3,7217 4,5
2
R = 0,993
4 3,5
y = 0,21x + 3,635
TPT (0BRIX)
2
R = 0,9849
3 2,5
y = 0,21x + 3,6067 2
2
R = 0,9881
1,5 1 KONTROL 0,5
N2S1 CO2S1
0 H7
H11
Linear (KONTROL)
H14
Linear (CO2S1)
PENYIMPANAN (HARI)
Linear (N2S1)
Gambar 14. Grafik Total Padatan Terlarut Tomat pada Suhu Ruang.
Pada grafik terlihat tomat tanpa perlakuan pendahuluan dengan penyimpanan pada suhu ruang memiliki peningkatan total padatan terlarut terbesar bila dibandingkan dengan tomat yang diberikan perlakuan pendahuluan pada suhu yang sama. Pada hari ke-7 buah tomat tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu ruang memiliki nilai total padatan terlarut 4°Brix. Kemudian meningkat pada penyimpanan hari ke-11 yaitu sebesar 4,33°Brix dan pada hari ke-14 total padatan terlarut mencapai 4,584°Brix. Perubahan
total
padatan
terlarut
buah
tomat
dengan
perlakuan
pendahuluanpada suhu 15°C dapat dilihat pada Gambar 15.
29
4,5 y = 0,1175x + 3,7475
4,4
2
R = 0,8825
4,3 TPT ( 0 BRIX)
4,2 y = 0,102x + 3,745
4,1
2
R = 0,9
4 3,9
y = 0,1505x + 3,6305
3,8
2
R = 0,9548
3,7 3,6
TGS2
3,5
N2S2
3,4
CO2S2 Linear (TGS2)
H7
H11
H14
H18
H21
Linear (N2S2) Linear (CO2S2)
PENYIMPANAN (Hari)
Gambar 15. Grafik Total Padatan Terlarut Tomat pada Suhu 15°C.
Buah tomat yang disimpanan tanpa menggunakan perlakuan pendahuluan pada suhu penyimpanan 15°C memiliki penurunan persentase gula lebih cepat lebih cepat bila dibandingkan buat tomat
yng diberikan perlakuan
pendahuluan dengan gas N2 atau CO2 pada hari ke-18 penyimpanan. Hal ini terjadi karena lebih banyak tersedianya O2 di sekitar lingkungan penyimpanan yang mengakibatkan proses respirasi tidak dapat ditekan serendah mungkin. Dengan demikian semakin banyak glukosa yang digunakan selama proses respirasi sehingga kandungan gula dalam buah lebih cepat menurun. Penurunan persentase total padatan terlarut selama penyimpanan pada suhu rendah (10°C) dapat ditekan karena pada suhu rendah laju respirasi dapat dihambat sehingga penggunaan gula untuk proses respirasi lebih sedikit. Peningkatan total padatan terlarut tomat dapat dilihat pada Gambar 16.
30
4,2 y = 0,068x + 3,779
4,1
2
R = 0,9412 3,9
y = 0,0585x + 3,7065
3,8
R = 0,9446
2
0
TPT ( BRIX)
4
3,7 y = 0,074x + 3,512
3,6
2
R = 0,9193
3,5 TGS3
3,4 3,3 H7
H11
H14
H18
PENYIMPANAN (Hari)
H21
N2S3 CO2S3 Linear (TGS3) Linear (N2S3) Linear (CO2S3)
Gambar 16. Grafik Total Padatan Terlarut Tomat pada Suhu 10°C
Pada penyimpanan suhu 10°C, buah tomat tanpa perlakuan pendahuluan memiliki nilai total padatan terlarut yang tetap pada hari penyimpanan ke-18 dan ke-21 yaitu sebesar 4,08°Brix. Hal ini dikarenakan buah tomat mulai melewati masa pemasakan dan aktivitas enzim menurun sehingga total padatan terlarut juga menurun. Pantastico (1993) menyatakan bahwa selama pemasakan, pati akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa sederhana yang merupakan sumber energi selama proses respirasi. Pada tahap ini sukrosa yang terbentuk akan pecah menjadi glukosa dan fruktosa. Sebagian glukosa digunakan dalam proses respirasi. Penurunan total padatan terlarut dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 pada suhu 10°C selama penyimpanan dapat dihambat. Hal ini menunjukkan perlakuan pendahuluan dengan gas CO2 mampu mempertahankan kandungan kimia di dalam sel. Gas CO2 mampu menghambat aktifitas enzim pada proses respirasi dan daya pemacuan etilen terhadap pemasakan sehingga proses metabolisme yang merombak pati menjadi gula akan terhambat. Pantastico (1975) menyebutkan jika konsentrasi CO2 yang tinggi dalam kemasan akan mengakibatkan matinya sel-sel buah akibat terhambatnya aktifitas enzim pada proses respirasi dan asam organik, gagalnya buah mengalami pemasakan sehingga proses metabolisme yang merombak pati menjadi gula akan terhambat.
31
Karbohidrat yang terkandung dalam buah tomat akan terhidrolisis menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa selama proses pematangan buah, namun setelah itu kandungan gulanya akan menurun karena telah melewati batas kematangannya (Hobson dan Davies 1971). Buah dan sayuran menyimpan karbohidrat untuk persediaan bahan dan energi yang digunakan untuk melaksanakan aktifitas sisa hidupnya, sehingga dalam proses pematangan, kandungan
gula
dan
karbohidrat
selalu
berubah
(Winarno
dan
Wirakartakusumah 1981). Sebagian besar total padatan terlarut berupa gula yang terdapat pada buah. Hal ini merupakan sifat khas buah dalam keadaan klimakterik. Peningkatan total padatan terlarut dengan kandungan utama gula sederhana disebabkan oleh laju resprasi yang meningkat, sehingga terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat. Hal ini menyebabkan kandungan pati tomat menurun dan gula sederhana (sukrosa, gula dan fruktosa) terbentuk. Gula merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan flavor buah yang menyenangkan melalui perimbangan antara gula dan asam (Pantastico, 1993).
Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), pada saat respirasi
terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat, yang menyebabkan kandungan pati turun dan gula sederhana terbentuk. Hidrolisis zat pati menghasilkan konsentrasi glukosa dan fruktosa yang sama dengan sedikit sukrosa. Pada Gambar 17 dijelaskan perubahan total padatan terlarut dari tomat selama pemajangan.
32
Gambar 17. Grafik Total Padatan Terlarut Tomat selama Pemajangan di Suhu Ruang. Total yang terdapat pada buah tomat selama pemajangan pada suhu ruang cenderung meningkat pada hari ke-7 dan menurun sampai hari akhir pemajangan. Sebagian besar total padatan terlarut dari tomat berupa gula. Peningkatan persentase gula ini sejalan dengan penurunan persentase asamasam organik yang terkandung selama pematangan buah tomat. Perubahan lain yang menyebabkan adanya perubahan total padatan terlarut adalah degradasi senyawa pektin dari dinding sel menjadi pektat dan pektinat yang larut.
33
Gambar 18. Grafik Total Padatan Terlarut Tomat selama Pemajangan di Suhu 15°C. Total padatan terlarut dari buah tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 pada suhu pemajangan 15°C cenderung meningkat. Penurunan persentase gula total dapat ditekan karena pada suhu rendah (15°C) pada suhu rendah laju respirasi dapat dihambat sehingga proses penggunaan gula untuk proses respirasi lebih sedikit. Kombinasi antara perlakuan pendahuluan dan suhu rendah dapat lebih menekan laju penurunan persentase gula total pada buah tomat. Perubahan total padatan terlarut dari tomat selama pemajangan pada suhu 15°C dapat dilihat pada Gambar 18 di atas.
D. TINGKAT KERUSAKAN
Selama penyimpanan buah tomat akan mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi pada buah tomat diantaranya yaitu kerusakan mekanis, fisiologis, .dan kerusakan akibat suhu dingin (chilling injury). Kerusakan mekanis sering terjadi selama penanganan hasil buah tomat. Kerusakan mekanis tidak saja menyebabkan perubahan struktur fisiologis tetapi juga dapat memudahkan masuknya mikroorganisme perusak atau pembusuk. Gangguan fisiologi pada buah meliputi :
34
1. Pematangan tomat tidak merata 2. Busuk ujung disebabkan karena kekurangan Ca, K yang berlebihan (Pantastico, 1975). 3. Retak kutikula disebabkan selaput lilin pada buah hilang, kehilangan air berlangsung cepat diikuti keriput dan warna pudar. Fluktuasi kandungan air dan suhu penyebab utama (Pantastico, 1975). 4. Retak buah terjadi di pangkal buah. Kerusakan biologis dapat berupa kekopongan buah yaitu terjadi karena faktor penghambatan penyerbukan secara normal. Seperti golongan buah-buahan klimaterik lainnya (pisang dan ketimun), kulit tomat tipis dan lunak. Menurut Pantastico (1986) gejala kerusakan akibat pendinginan pada tomat adalah gagal membentuk warna merah, rentan terhadap pembusukan Alternaria, kantung-kantung kecil berwarna putih pada kulit buah tomat yang hijau biasanya ada pada bagian dekat tangkai. Tingkat kerusakan buah tomat selama penyimpanan pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 19 di bawah ini.
1
y = 0,32x - 0,0717
TINGKAT KERUSAKAN (%)
0,9
R2 = 0,996
0,8 0,7
y = 0,2725x - 0,0917
0,6
R2 = 0,9668
0,5 0,4
y = 0,2275x - 0,0933
0,3
R2 = 0,9478
0,2 0,1 0 H7
H11 PENYIMPANAN (Hari)
H14
KONTROL N2S1 CO2S1 Linear (KONTROL) Linear (N2S1) Linear (CO2S1)
Gambar 19. Garfik Tingkat Kerusakan Tomat pada Penyimpanan pada Suhu Ruang.
35
Tingkat kerusakan buah tomat terbesar terdapat pada buah tomat tanpa perlakuan pendahuluan yang disimpan di suhu ruang (kontrol) yaitu sebesar 0,90%. Hal ini menunjukkan buah tomat tidak tahan disimpan pada suhu ruang karena pada suhu ruang laju respirasi menjadi lebih tinggi sehingga pematang buah menjadi lebih cepat dan diikuti dengan kerusakan buah. Kerusakan buah pada suhu ruang diakibatkan tingginya laju respirasi dan transpirasi sehingga buah menjadi layu dan berkeriput serta banyak terdapat busuk pada bagian ujung buah akibat kekurangan nutrisi yang berlebihan. Pada suhu ruang buah tomat baik yang dengan perlakuan pendahuluan gas N2 atau dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 hanya dapat bertahan sampai hari ke-14 penyimpanan. Pada hari ke-18 penyimpanan, buah tomat sudah mengalami kebusukan semua. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan pada suhu ruang tidak berpengaruh terhadap tingkat kerusakan buah tomat karena laju respirasi tidak dapat ditekan serendah mungkin. Pada penyimpanan suhu 15°C, buah tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 memiliki nilai kerusakan terendah yaitu 0,012%. Pada suhu 15°C gas CO2 mampu menekan laju respirasi dari buah tomat sehingga kerusakan yang terjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain dan buah dapat bertahan sampai hari ke-21 penyimpanan. Perubahan tingkat kerusakan buah tomat pada suhu 15°C dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah ini.
0,8
y = 0,1925x - 0,06 R2 = 0,9792
TINGKAT KERUSAKAN(%)
0,7 0,6
y = 0,1875x - 0,0975 R2 = 0,9382
0,5 0,4
y = 0,135x - 0,058 R2 = 0,9799
0,3 0,2 0,1
TGS2
0 H7
H11
H14 PENYIMPANAN (Hari)
H18
H21
N2S2 CO2S2 Linear (TGS2) Linear (N2S2)
Linear (CO2S2)
Gambar 20. Grafik Tingkat Kerusakan Tomat pada Penyimpanan Suhu 15°C.
36
Bahan yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu optimum tertentu akan mengalami kerusakan, yang dikenal dengan kerusakan dingin (chilling injury). Gejala kerusakan dingin terlihat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas, dan peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yang khas.
Pada Gambar 21 di bawah ini, dapat dilihat tingkat
kerusakan buah tomat selama penyimpanan dengan suhu 10°C.
0,7
y = 0,1215x - 0,0685 R2 = 0,9292
TINGKAT KERUSAKAN (%)
0,6
0,5
y = 0,0945x - 0,0365 R2 = 0,973
0,4
y = 0,048x + 0,021
0,3
R2 = 0,966 0,2
TGS3
0,1
N2S3 CO2S3
0 H7
H11
H14
H18
H21
Linear (TGS3) Linear (N2S3)
PENYIMPANAN (Hari)
Linear (CO2S3)
Gambar 21. Tingkat Kerusakan Tomat selama Penyimpanan pada Suhu10°C. Menurut Pantastico (1986) gejala kerusakan akibat pendinginan pada tomat adalah gagal membentuk warna merah, rentan terhadap pembusukan Alternaria, kantung-kantung kecil berwarna putih pada kulit buah tomat yang hijau biasanya ada pada bagian dekat tangkai. Dikatakan pula bahwa suhu chilling injury pada tomat dimulai pada suhu 7,2°C. Sedang Muchtadi dan Sugiyono (1989) mengemukakan pada suhu rendah (0-10°C) buah-buahan dapat mengalami kerusakan karena tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal. Buah tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 dapat menghambat laju respirasi sehingga kerusakan yang terjadi relatif kecil. Namun, kerusakan tetap terjadi dan disebabkan oleh faktor suhu yaitu chilling injury.
37
Kerusakan dingin tersebut seperti adanya lekukan, cacat, bercak-bercak kecoklatan pada permukaan buah, penyimpangan warna di bagian dalam atau gagal matang setelah dikeluarkan dari ruang pendingin. Dikatakan juga mekanisme terjadinya kerusakan dingin antara lain adalah (a) terjadinya respirasi abnormal, (b) perubahan lemak dan asam dalam dinding sel, (c) perubahan permeabilitas membran sel, (d) perubahan dalam reaksi kinetika dan termodinamika, (e) ketimpangan distribusi senyawa kimia dalam jaringan dan (f) terjadinya penimbunan metabolit beracun. Tingkat kerusakan pada buah tomat selama pemajangan pada suhu ruang relatif besar. Kerusakan ini sebagian besar disebabkan oleh faktor respirasi. Selain itu, kerusakan juga disebabkan oleh mikroorganisme. Tingkat kerusakan tomat pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 22 di bawah ini.
TINGKAT KERUSAKAN (%)
1
y = 0,1575x + 0,39 R2 = 0,9423
0,9 0,8
y = 0,1175x + 0,2467 R2 = 0,8734
0,7 0,6
y = 0,1075x + 0,15 R2 = 0,8359
0,5 0,4
y = 0,07x + 0,1867 R2 = 0,8293
0,3 0,2 0,1 0 H3
H7 PEMAJANGAN (Hari)
H11
CO2S2SR N2S3SR CO2S3SR TGS3SR Linear (CO2S2SR) Linear (N2S3SR) Linear (CO2S3SR) Linear (TGS3SR)
Gambar 22. Grafik Tingkat Kerusakan Tomat selama Pemajangan di Suhu Ruang
38
Persentase kerusakan buah tomat pada suhu 15°C dapat dilihat pada Gambar 23 dibawah ini.
Gambar 23. Grafik Tingkat Kerusakan Tomat selama Pemajangan pada Suhu 15°C. Kerusakan yang terjadi pada suhu 15°C sebagian besar disebabkan oleh cendawan. Hal ini disebabkan karena selain faktor suhu, kelembaban juga mempengaruhi. Kelembaban sangat mempengaruhi pertumbuhan cendawan. Cendawan dapat tumbuh pada kelembaban antara 76-85 %.
39
E. PEMBAHASAN UMUM Buah tomat setelah dipanen akan tetap melangsungkan proses metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat fisik dan kimia. Perlakuan pendahuluan yang diberikan pada buah tomat bertujuan untuk mempertahankan sifat fisik dan kimia dari buah tomat agar tetap terjaga kesegarannya sampai pada konsumen akhir. Salah satu perlakuan pendahuluan yang diberikan adalah dengan memberikan gas N2 atau pun gas CO2 ke dalam kemasan plastik yang berisi buah tomat, kondisi tersebut akan menjadikan komoditi menjadi dorman. Pada kondisi ini respirasi akan terhambat sehingga mutu dari buah tomat dapat dipertahankan. Perlakuan pendahuluan yang diberikan pada buah tomat akan mengalami perubahan susut bobot yang terjadi relatif kecil. Perubahan susut bobot terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan maka bobot tomat semakin berkurang. Meningkatnya susut bobot ini sebagian besar disebabkan oleh kehilangan air akibat transpirasi dan terurainya glukosa menjadi CO2 dan H2O selama proses respirasi walaupun dalam jumlah kecil. Gas yang dihasilkan akan menguap dan menyebabkan susut bobot. Menurut Pantastico (1986), meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan transpirasi yang tinggi. Pembukaan dan penutupan kulit menentukan jumlah kehilangan air yang mengakibatkan susut bobot. Kenaikan persentanse susut bobot pada suhu ruang tanpa perlakuan pendahuluan (kontrol) lebih tinggi dari penyimpanan pada suhu yang sama dengan perlakuan pendahuluan gas N2 atau CO2. Hal ini disebabkan gas N2 dan CO2 mampu menghambat laju respirasi komoditi karena terbatasnya ketersediaan oksigen disekitar lingkungan komoditi. Tomat tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu ruang mengalami susut bobot sebesar 0,67% selama 14 hari penyimpanan, sedangkan tomat dengan perlakuan pendahuluan gas N2 mengalami susut bobot sebesar 0,47% dan tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 mengalami penyusutan bobot sebesar 0,20%.
40
Buah tomat dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 pada suhu 10°C mengalami penyusutan bobot yang lebih kecil (0,024; 0,035; 0,057; 0,08; 0,1)% dibandingkan dengan tomat dengan perlakuan pendahuluan pada suhu ruang (0,08; 0,13; 0,2)%. Hal ini menunjukkan bahwa suhu penyimpanan mampu mempetahankan penyusutan bobot buah tomat. Kecilnya laju susut bobot pada tomat tersebut disebabkan oleh kondisi penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah sehingga proses respirasi dan kehilangan air relatif lebih lambat dan penyusutan bobot yang lebih lamabat pula. Selain itu proses pematangan pada buah tomat lebih lama sehingga umur simpannya lebih panjang. Peningkatan susut bobot menyebabkan menurunnya kekerasan buah. Pada penelitian ini perlakuan pendahuluan dengan gas N2 atau CO2 efektif mengurangi peningkatan susut bobot. Nilai kekerasan terendah selama penyimpanan terdapat pada tomat dengan perlakuan gas CO2 yaitu sebesar 0,109 mm/gram/10detik. Hal ini membuktikan bahwa gas CO2 berperan baik menahan laju peprubahan fisiologis akibat pematangan pada buah tomat selama penyimpanan. Tomat tanpa perlakuan memiliki perubahan kekerasan kulit yang relatif lebih besar (0,093; 0,118; 0,172)mm/gram/10detik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besarnya nilai kekerasan maka semakin dalam penetrasi jarum dari penetrometer yang mengindikasikan semakin lunak kulit dari buah tomat. Salah satu perubahan kimia yang terjadi selama penyimpanan tomat adalah perubahan total padatan terlarut. Sebagian besar total padatan terlarut yang terdapat pada buah berupa gula. Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa pada awal penyimpanan terdapat kenaikan kandungan gula yang kemudian disusul dengan penurunan. Hal ini merupakan sifat khas dari buah klimakterik. Peningkatan total padatan terlarut dengan kandungan utama gula sederhana disebabkan oleh laju respirasi yang meningkat sehingga terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti polisakarida. Hal ini menyebabkan kandungan pati tomat menurun dan gula sederhana terbentuk. Perubahan total padatan terlarut
41
dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 relatif kecil yaitu sebesar 4,25°Brix. Hobson dan Davies
(1971), karbohidrat yang terkandung
dalam buah tomat akan terhidrolisis menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa selama proses pematangan buah, namun setelah itu kandungan gulanya akan menurun karena telah melewati batas kematangannya. Tomat tanpa perlakuan pendahuluan mengalami perubahan total padatan terlarut yang lebih cepat (4; 4,33; 4,58)°Brix dibandingkan tomat dengan perlakuan pendahuluan gas N2 (3,83; 4,08; 4,25)°Brix dan gas CO2 (3,83; 4; 4,25)°Brix pada suhu yang sama yaitu suhu ruang. Kerusakan akibat mikroorganisme merupakan persoalan besar dalam penanganan pasca panen produk hortikultura yang dapat memperpendek umur simpan dari komoditi tersebut. Secara umum umur simpan dapat diartikan sebagai rentang waktu antara produk mulai dikemas atau diproduksi hingga saat mulai digunakan dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Tingkat kerusakan terbesar terdapat pada tomat tanpa perlakuan pendahuluan pada penyimpanan suhu ruang (0,26; 0,54; 0,9)% bila dibandingkan dengan perlakuan pendahuluan dengan gas N2 (0,21; 0,4; 0,75)% dan CO2 (0,16; 0,3; 0,62)%. Pada kondisi ini laju respirasi sangat tinggi sehingga buah akan cepat mengalami kebusukan, selain itu kerusakan terjadi karena adanya aktifitas mikroba yang cukup tinggi.
42