IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses produksi teh hitam meliputi kegiatan budidaya tanaman teh yang bertujuan menghasilkan pucuk teh yang berkualitas tinggi dan pengolahan pucuk teh menjadi bubuk teh yang siap dipasarkan. Semua kegiatan tersebut memerlukan masukan-masukan energi yang dapat dibagi menjadi tiga sumber yaitu: energi langsung seperti bahan bakar minyak berupa solar untuk pengangkutan dan generator, bahan bakar padat berupa kayu teh, dan listrik yang berasal dari dua buah generator pembangkit listrik berdaya 285 KVA dan satu generator lagi berdaya 265 KVA. Sumber yang kedua adalah energi tak langsung atau energi embodied berupa energi yang digunakan untuk memproduksi pupuk, pestisida, dan peralatan atau mesin. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36,Kieserite, Rockphospate, ZA. Sedangkan pestisida yang digunakan adalah Gliphosat, Tupormin, Nordox 56 WP, Confidor, Furadan, Matador. Peralatan atau mesin yang digunakan adalah knapsack, cangkul, sabit, waring, palung pelayuan, open top roller, rotorvane, press cap roller, fan, RRB, two stage drier, heat exchanger, bubble tray, crusher, chota shfifter, drag rool, vibro mess, vibro blank, conveyor, peti miring, dan tea bulker. Sumber energi yang ketiga adalah energi biologis yang berasal dari tenaga kerja. Bentuk energi yang digunakan dalam proses produksi teh hitam di Kebun Jolotigo adalah energi panas yang berasal dari pembakaran bahan bakar minyak dan bahan bakar kayu. Selain itu digunakan juga bentuk energi mekanis yaitu pada perputaran motor listrik sebagai tenaga penggerak peralatan dan mesin. Perhitungan audit energi pada proses produksi teh hitam di perkebunan Jolotigo dimulai dari kegiatan pembibitan sampai dengan proses pengolahan teh hitam yang meliputi perhitungan energi bahan bakar minyak, bahan bakar padat, listrik, pupuk, pestisida, serta tenaga manusia. Tabel 13 menunjukan hasil audit energi di perkebunan Jolotigo. Nilai ini diperoleh dengan menghitung kebutuhan energi pada kegiatan budidaya pada tahun 2010 dan produksi teh hitam ratarata sejak tahun 1989 hingga 2009. Dalam kegiatan audit energi ini tidak memperhitungkan nilai energi embodied pada proses pembuatan alat-alat dan mesin karena tidak tersedianya data yang mendukung. Sumber energi yang paling banyak digunakan adalah bahan bakar padat kayu yaitu 72% dari total keseluruhan penggunaan energi. Bahan bakar padat kayu merupakan sumber energi utama dalam proses pelayuan dan pengeringan (pembahasan lebih rinci terdapat pada sub bab B). Sedangkan sumber energi yang paling sedikit digunakan adalah energi listrik yaitu 1.138 % dari total keseluruhan penggunaan energi. Energi listrik yang diaudit merupakan sumber energi sekunder dengan energi primernya berasal dari solar sebagai sumber bahan bakar generator. Ulasan dan perhitungan mengenai effisiensi generator terdapat pada sub bab C (effisiensi dan peluang penghematan energi). Masukan energi manusia sebesar 6.7% merupakan tenaga kerja pada semua tahapan proses produksi teh. 12.5% energi berasal dari penggunaan pupuk, dan 1.51% berasal dari pestisida. Penggunaan pestisida lebih kecil daripada pupuk karena pestisida digunakan hanya jika ada serangan hama atau penyakit. Energi
32
bahan bakar minyak yang digunakan untuk pengangkutan adalah sebesar 6.05% dari total keseluruhan energi. Tabel 13. Kebutuhan energi pada proses produksi teh hitam di perkebunan Jolotigo (MJ/kg teh kering)
Tahap
E. manusia
E.listrik
E. BBM
E. Bahan bakar padat
Jumlah
Persentase terhadap energi total
Pembbibitan
0.006579
-
-
-
0.179312
0.66914
0.855031
1.48
Penanaman Pemeliharaan TBM Pemeliharaan TM
0.03245
-
-
-
1.12206
0.098
1.25251
2.18
0.401669
-
-
-
0.447262
0.052248
0.901179
1.57
1.26293
-
-
-
5.444157
0.04904
6.756127
11.75
-
-
-
-
1.87508
3.26
E.pupuk
E. pestisida
Pemetikan Total energi pada produksi pucuk
1.87508
-
3.578708
0
0
0
7.192791
0.868428
11.63993
20.26
Pengangkutan
0.02166
-
3.4789
-
-
-
3.500557
6.09
Pelayuan
0.024751
0.47747
-
26.2346
-
-
26.73682
46.53
Penggilingan
0.055689
0.093565
-
-
-
-
0.149254
0.26
Pengeringan
0.01547
0.06719
-
15.16384
-
-
15.2465
26.53
Sortasi
0.021657
0.0144
-
-
-
-
0.036057
0.06
Pengemasan Total energi pengolahan teh Total energi pada sistem produksi
0.01238
0.001547
-
-
-
-
0.013922
0.03
0.12995
0.65417
0
41.3984
0
0
42.32178
73.65
3.73
0.65417
3.4789
41.3984
7.192791
0.868428
57.32304
100
A. ALIRAN ENERGI DALAM PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI PERKEBUNAN JOLOTIGO, PEKALONGAN Hasil audit energi di kebun Jolotigo menunjukan bahwa kebutuhan energi untuk memproduksi teh hitam adalah 57.32304 MJ/kg teh kering (Gambar 13). Konsumsi energi terbesar di perkebunan Jolotigo adalah pada proses pelayuan sebesar 26.73682 MJ/kg teh kering yang didominasi penggunaan bahan bakar padat berupa kayu teh. Nilai ini adalah 46.53% dari total seluruh konsumsi energi pada proses produksi teh. Sedangkan untuk konsumsi energi terendah berasal dari tahapan pengemasan yaitu sebesar 0.013922 MJ/kg teh kering atau 0.024% dari total keseluruhan penggunaan energi.
33
Pu= 0.179312 Ma= 0.006579
Ma= 0.03245
Ma=0.401669
Pembibitan
Peng. Lahan dan Penanaman
Pemeliharaan TBM
Pi= 0.66914
Pu= 1.12206 Pi= 0.098 Pu= 0.447262 Pi= 0.052248
Ma= 1.26293
Pemeliharaan TM
Pu= 5.444157 Pi= 0.04904
Ma= 1.87508
Ma= 0.021657
Ma= 0.024751
Pemetikan
Pengangkutan pucuk
Bm= 3.4789 Li= 0.47747
Pelayuan Bp= 26.2346
Ma= 0.055689
Ma= 0.01547
Penggilingan & fermentasi
Pengeringan
Li=0.093565
Li = 0.06719 Bp= 15.16384
Ma= 0.021657
Sortasi kering
Li = 0.0144
Ma= 0.01238
Pengemasan
Li= 0.001547
Keterangan : Ma= Tenaga manusia, Li= Listrik, Pu= pupuk, Pi= Pestisida, Bp= Bahan bakar padat, Bm= bahan bakar minyak Masukan energi dalam satuan MJ/kg teh kering
Gambar 13. Nilai masukan energi pada produksi teh hitam di PTPN IX kebun Jolotigo
34
Pada tahap budidaya tanaman teh, konsumsi energi terbesar adalah pada tahap pemeliharaan tanaman menghasilkan yaitu sebesar 11.75% dari total keseluruhan penggunaan energi. Kegiatan pemeliharaan tanaman menghasilkan menentukan kualitas pucuk teh yang dapat dipetik. Oleh karena itu, kegiatan ini membutuhkan suatu penanganan dan perawatan khusus untuk menghindari penurunan produksi. Input energi dari kegiatan ini berasal dari pupuk sebagai input terbesar, pestisida, dan tenaga manusia. Total input untuk pemeliharaan tanaman menghasilkan adalah 6.756127 MJ/kg teh kering. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan perkebunan-perkebunan lain di PTPN VIII (lihat Tabel 14). Penggunaan pupuk, dan pestisida sangat dipengaruhi kondisi lingkungan kebun seperti keadaan tanah, cuaca pada tahun budidaya, serta tingkat serangan hama dan penyakit pada masa budidaya. Tahap budidaya atau produksi pucuk teh mengkonsumsi energi sebesar 20.2% dari keseluruhan proses produksi teh. Perbandingan konsumsi energi pada proses produksi teh antara perkebunan Jolotigo dengan beberapa perkebunan lain dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Perbandingan konsumsi energi proses produksi teh hitam di perkebunan Jolotigo dengan beberapa perkebunan (MJ/kg teh kering)
Kegiatan
Pembibitan Persiapan lahan Penanaman Pemeliharaan TBM Pemeliharaan TM
PTPN VIII Cisaruni
PTPN IX Jolotigo kapasitas 3500 kg/hari (ortodoks)
kapasitas 8910 kg/hari (ortodoks)
PTPN VIII Parakan Salak 2) kapasitas 10890 kg/hari (CTC)
0.855031
-
-
-
1.25251
-
-
-
-
-
-
0.901179
-
-
-
1.37181
4.71044
6.756127
-
20.58
27.30167
24.60238
28.04716
1)
PTPN VIII Ciater 3) kapasitas 11550 kg/hari (Ortodoks)
PTPN VIII Gedeh 4) kapasitas 8910 kg/hari (Ortodoks)
PTPN VIII Goalpara5) (Ortodoks)
Teh Nusamba,6) Cianjur (CTC)
0.21933
0.04361
0.00356
0.21703
3.88831
0.00415
PTPN VIII Gunung mas 7) (CTC)
3.1453 21.88775
Pemetikan Pengangkutan pucuk
1.87508
-
0.96
0.00153
2.01564
0.0343
0.17825
0.01
3.500557
-
2.11
0.5594
1.00062
1.16
3.02265
0.15
Pelayuan
26.73682
4.7241
1.24
9.91084
8.80173
7.2981
12.18045
1.3763
penggilingan
0.149255
0.4151
1.13
1.41797
1.85223
1.0831
1.28836
0.6776
pengeringan
15.2465
28.1092
15.67
8.80763
8.77846
9.107
14.78591
12.2984
sortasi
0.036057
0.3683
0.29
0.672
1.38476
0.1126
Pengemasan
0.153146
-
0.04
0.01714
0.5103
0.07866
0.0372
Total
57.46226
33.6167
42.02
48.68818
55.88232
54.8145
17.8074
Sumber : 1. 2. 3. 4.
Setiawan , 2010 Edi Purnomo, 2006 Noviyanti, 2002 Somantri, 2002
1.53567 50.3949
keterangan: 5. Mulyawan, 1997 6. Nasution, 1992 7. Malcom, 1991
: menggunakan bahan bakar kayu padat
35
Pada tahap pengolahan, konsumsi terbesar adalah pada tahap pelayuan. Seperti telah dipaparkan sebelumnya, konsumsi energi pada keseluruhan proses produksi teh hitam di kebun Jolotigo 46.53% adalah dari tahap ini. Kebun Jolotigo menggunakan kayu bakar sebagai sumber panas proses pelayuan karena keberlimpahan kayu dari replanting teh sebagai pengganti IDO (industrial diesel oil).
B. KEBUTUHAN ENERGI PADA PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI PERKEBUNAN JOLOTIGO, PEKALONGAN Tabel 15. Penggunaan sumber energi pada tahapan produksi teh (MJ/kg teh kering) Tahap
E.manusia
E.listrik
E.BBM
E.Bahan bakar padat
E.pupuk
E.pestisida
Produksi pucuk Pengangkutan Pengolahan teh
3.578708
0
0
0
7.192791
0.868428
0.02166 0.12995
0.65417
3.4789 0
41.3984
0
0
Persentase konsumsi setiap sumber energi (%)
6.5
1.4
6.06
72
12.5
1.51
1.
Pupuk Penggunaan pupuk dalam pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, dan pemeliharaan tanaman menghasilkan bertujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman teh. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, Kieserite, KCl, Rockphospate, ZA, Supermes, dan Bifolan. Setiap kilogram teh hitam membutuhkan energi tidak langsung dari pupuk sebesar 7.192791 MJ (data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-3). Penggunaan pupuk terbesar adalah pada tahap pemeliharaan tanaman menghasilkan sebesar 5.444157 MJ/kg teh kering. Penggunaan pupuk ini lebih kecil daripada penggunaan pupuk di perkebunan Goalpara (Mulyawan, 1997), Ciater (Kartikasari, 2002), Gedeh (Somantri, 2002), dan teh Nusamba Cianjur (Nasution, 1992). Konsumsi pupuk di Jolotigo mengikuti standar yang ditetapkan direksi PTPN IX (persero). Akan tetapi, penggunaan pupuk dapat berubah sewaktu-waktu tergantung kondisi di lapangan seperti cuaca dan serangan hama/penyakit pada saat tahun budidaya. 2.
Pestisida
Penggunaan pestisida di perkebunan Jolotigo meliputi penggunaan herbisida, insektisida, dan fungisida. Pestisida digunakan untuk mencegah dan memberantas hama serta penyakit pada masa budidaya teh sejak pembibitan hingga pemeliharaan tanaman menghasilkan. Standar yang telah ditetapkan dapat berubah tergantung seberapa besar kondisi serangan hama dan penyakit pada tiap tahap dan periodenya masing-masing.
36
Kebutuhan pestisida adalah sebesar 0.868428 MJ/kg teh kering atau sebesar 1.5 % dari total kebutuhan energi pada proses produksi teh hitam di kebun Jolotigo (data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-2). Konsumsi terbesar pestisida adalah pada tahap pembibitan teh. 3.
Tenaga manusia
Penggunaan tenaga manusia sangat penting dalam proses produksi teh hitam sejak pembibitan hingga pengemasan. Pada tahap budidaya, tenaga manusia sangat diperlukan karena di Kebun Jolotigo tidak menggunakan alat dan mesin canggih seperti alat petik teh. Sedangkan pada pengolahan teh, tenaga manusia berperan baik sebagai operator alat dan mesin maupun sebagai tenaga transportasi dari satu tahap ke tahap selanjutnya. Secara keseluruhan, konsumsi energi pada proses produksi teh di kebun Jolotigo adalah 3.730307 MJ/kg teh kering atau 6.5% (data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-4). Tahap pemetikan membutuhkan tenaga manusia terbesar dari keseluruhan proses, yaitu 1.87508 MJ/kg teh kering atau 50.2%. Hal ini dikarenakan pada tahap pemetikan hanya digunakan tenaga manusia tanpa mesin petik. Produktivitas rata-rata pemetikan di kebun Jolotigo adalah 21 kg/HOK. 4.
Bahan bakar minyak
Bahan bakar minyak yang digunakan di perkebunan Jolotigo adalah solar. Solar digunakan untuk kebutuhan pengangkutan pucuk dan bahan bakar generator pembangkit tenaga listrik. Kebutuhan energi secara keseluruhan dari bahan bakar minyak pada proses produksi adalah sebesar 3.4789 MJ/kg teh kering (data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-8). Nilai tersebut setara dengan 6.06 % dari total konsumsi energi pada produksi teh yang digunakan sebagai sumber energi armada angkut. Nilai ini lebih besar daripada proses pengangkutan pucuk di PTPN VIII Goalpara yang hanya 1.16 MJ/ kg teh kering serta Perkebunan teh Nusamba, Cianjur sebesar 3.02 MJ/kg teh kering. Konsumsi energi yang besar ini dikarenakan jarak tempuh kendaraan angkut teh yang cukup panjang yaitu sekitar 150 km setiap hari. Lokasi kebun yang cukup jauh dari pabrik serta medan yang sulit membuat konsumsi BBM cukup tinggi setiap harinya yaitu 103.95 liter solar untuk armada angkut sebanyak 7 buah truk. Kebutuhan solar untuk tenaga generator cukup tinggi yaitu 22.5233705 MJ/kg teh kering. Berbeda dengan kebun lain yang menggunakan listrik dari PLN, kebun Jolotigo masih menggunakan generator untuk proses produksi teh, penerangan, dan operasional kantor. Total penggunaan solar untuk tiga buah generator berdaya 285KVA rata-rata setiap hari adalah 673 liter dengan efisisensi teknis rata-rata generator adalah 29% (data dan perhitungan terdapat pada Lampiran 13). 5.
Bahan bakar padat
Bahan bakar padat yang digunakan untuk proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam ortodox di perkebunan Jolotigo adalah berupa kayu teh. Kayu tersebut merupakan biomass yang diperoleh dari kebun sendiri hasil dari replanting. Bahan bakar padat berupa kayu digunakan sebagai sumber energi untuk memanaskan udara pada tahap pelayuan dan pengeringan, dimana bentuk energi panas yang dihasilkan digunakan untuk menguapkan air dari dari daun dan bubuk teh. Kayu-kayu tersebut sebelumnya telah diperkecil dengan cara dipotong dengan gergaji mesin dan kemudian dikeringkan secara alami sebelum dimasukan ke ruang bakar untuk dibakar secara konvensional, dimana ruang bakar dipasang fire bar
37
(roster) sebagai tempat pembakaran. Udara primer dialirkan melalui bagian bawah fire bar dan dihisap oleh induced draught fan (ID fan). Kebutuhan energi total dari bahan bakar padat pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam adalah sebesar 41.39844 MJ/kg teh kering(data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-7). Dari jumlah tersebut penggunaan energi dari bahan bakar padat terbesar terjadi pada tahap pelayuan sebesar 26.2346 MJ/kg teh kering dengan rasio bahan bakar padat 1.45. Selain itu bahan bakar padat digunakan pada tahap pengeringan sebesar 15.16384 MJ/kg teh kering. Total penggunaan bahan bakar padat adalah 72% dari keseluruhan konsumsi energi dan merupakan masukan energi terbesar. Jika dibandingkan dengan perkebunan Cisaruni, maka penggunaan bahan bakar kayu untuk pelayuan sangat berbeda jauh. Di kebun Cisaruni hanya membutuhkan 3.9433 MJ/kg teh kering dengan rasio bahan bakar padat 0.2. Jumlah bahan bakar padat yang dibutuhkan selain dipengaruhi oleh proses itu sendiri juga dipengaruhi oleh kandungan air dalam pucuk, tebal hamparan pucuk, kelambaban udara luar dan temperatur udara panas yang keluar dari heat exchanger. Di kebun Cisaruni, bahan bakar kayu tidak digunakan setiap hari, sedangkan di Jolotigo dilakukan setiap hari. Hal ini karena kelembaban udara di Cisaruni sudah cukup untuk tidak menggunakan udara panas pada pelayuan. Jenis kayu yang digunakan di kebun Cisaruni adalah campuran antara kayu teh, karet, albasiah, mahoni, dan jati yang menghasilkan kalor lebih tinggi daripada kayu teh saja seperti yang digunakan di kebun Jolotigo. Pada saat penelitian dilakukan, keadaan cuaca di perkebunan Jolotigo sedang musim hujan sehingga cuaca cukup lembab dan kandungan air dalam pucuk tinggi. Hal ini mengakibatkan harus digunakan burner untuk memanaskan udara pelayuan. Diperlukan banyak kayu untuk memanaskan udara hingga outlet 27°C di setiap palung dengan inlet 100°C saat keluar heat exchanger. Kelembaban udara lingkungan pada saat pelayuan sekitar 91%. Dibandingkan dengan pelayuan, pengeringan memerlukan lebih sedikit bahan bakar padat. Rasio bahan bakar padatnya adalah 0.83, artinya untuk mengeringkan 1kg teh dibutuhkan 0.83 kg kayu. Kelembaban udara lingkungan pengeringan sekitar 78% mengakibatkan mudah untuk menjaga suhu tetap stabil dengan inlet sekitar 110°C. Sebagai perkebunan yang sama-sama menggunakan bahan bakar kayu padat untuk pengeringan, kebun Cisaruni lebih banyak mengkonsumsi bahan bakar kayu. Hal ini dikarenakan proses pengeringan di kebun Cisaruni lebih lama serta mesin lebih banyak berkaitan dengan kapasitas pabrik yang lebih besar pula dibanding Jolotigo. Selain faktor lingkungan seperti kelembaban dan keadaan teh itu sendiri, faktor kebersihan alat juga menentukan banyaknya bahan bakar yang digunakan. Di dalam burner terdapat pipa-pipa udara sebagai heat exchanger . Jika pipa-pipa ini tidak dibersihkan secara rutin maka akan ada banyak abu yang akan menghambat laju perpindahan panas. Semakin lama laju perpindahan panas maka akan semakin banyak bahan bakar yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang diinginkan. Proses pembersihan burner pengeringan dilakukan seminggu sekali, sedangkan pada burner pelayuan sebulan sekali padahal kedua mesin ini digunakan setiap hari. Penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar padat untuk pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam ortodoks di PTPN IX kebun Jolotigo adalah upaya untuk mengatasi krisis energi khususnya bahan bakar minyak fosil. Hal ini disebabkan karena seiring dengan naiknya biaya produksi untuk
38
mengolah pucuk teh menjadi teh hitam di pabrik apabila masih menggunakan bahan bakar minyak. Selain itu juga bahan bakar padat merupakan biomass hasil limbah perkebunan yang berpotensi menjadi sumber energi yang murah, tersedia setempat (tidak perlu impor), dan adanya keuntungan terhadap pembangunan dan lingkungan. 6.
Listrik
Kebutuhan energi listrik untuk pabrik, penerangan, dan kantor di kebun Jolotigo dipenuhi dari dua buah generator pembangkit listrik berdaya 285 KVA dan satu generator lagi berdaya 265 KVA. Penggunaan pembangkit listrik tenaga air untuk membantu proses pengolahan di pabrik sudah tidak dapat dilakukan lagi karena debit sumber air yang semakin mengecil. Pada penelitian ini, energi listrik yang diaudit adalah energi listrik yang digunakan pada proses pengolahan teh di pabrik yang meliputi motor listrik-motor listrik penggerak peralatan dan mesin pengolahan. adapun mesin dan alat yang digunakan pada saat penelitian adalah palung pelayuan,open top roller, rotorvane, press cap roller, fan, RRB, two stage drier, heat exchanger, bubble tray, crusher, chota shfifter, drag rool, vibro mess, vibro blank, konveyor, peti miring, dan tea bulker. (jumlah dan spesifikasi terdapat pada Lampiran ke- 5). Untuk penerangan pabrik tidak dilakukan perhitungan karena ketidakpastian dalam penggunaanya. Penggunaan energi listrik dalam proses produksi teh adalah 0.654172 MJ/kg teh kering atau sebesar 1.14% dari keseluruhan energi yang digunakan(data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-9). Penggunaan energi listrik terbesar adalah pada proses pelayuan sebesar 0.47747 MJ/kg teh kering. Hal ini disebabkan karena proses pelayuan memerlukan waktu yang lama sekitar 15 jam proses dan sebagian besar alat/mesin pada bagian tersebut yaitu blower palung pelayuan digerakan oleh motor listrik. Effisiensi teknis motor listrik rata-rata sebagai tenaga penggerak peralatan dan mesin rendah. Pada proses penggilingan adalah 27%, sortasi 7%, dan pengemasan 8% (Lampiran 12).
C. EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DAN PELUANG KONSERVASI ENERGI Konservasi energi merupakan usaha untuk memelihara dan melestarikan sumber energi yang ada sehingga tidak terjadi pemborosan energi yang berarti dan membawa dampak yang tidak baik dalam suatu industri atau perusahaan. Konservasi energi bermanfaat bukan hanya untuk menekan konsumsi dan biaya konsumsi energi, namun juga memberikan dampak yang lebih baik terhadap lingkungan. Sumber utama pemanasan global yang dikhawatirkan masyarakat planet bumi kini adalah pembakaran bahan bakar fosil, atau aktivitas manusia yang berkaitan dengan penggunaan energi. Kegiatan pembakaran bahan bakar fosil, misalnya yang ditunjukkan oleh kegiatan transportasi, menghasilkan berbagai polutan seperti COx, NOx maupun SOx di samping partikel debu yang mengotorkan udara. Dari hasil pengamatan di kebun Jolotigo, usaha konservasi yang dapat dilakukan adalah penghematan penggunaan masukan energi yang memerlukan biaya produksi relatif besar dibandingkan dengan masukan energi lainnya. Bahan bakar adalah masukan energi yang cukup besar untuk setiap kilogram teh yang dihasilkan dan jauh berbeda jika dibandingkan dengan perkebunan lainnya.
39
Pada tahap budidaya, penggunaan energi berupa tenaga manusia, pupuk, dan pestisida sudah cukup hemat jika dibandingkan dengan perkebunan lain. Tidak ada standar perhitungan efektifitas dalam tahapan budidaya. Sedangkan pada tahap pengolahan, beberapa usaha penghematan energi yang dapat dilakukan adalah secara teknis maupun non teknis. Secara teknis yang dapat dilakukan antara lain: pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan mesin secara teratur, memodifikasi motor listrik, penggantian peralatan yang bekerja di luar karakteristik kerja dan umur kerja. Sedangkan non teknis adalah dengan melakukan pelatihan atau pembinaan para karyawan untuk menggunakan peralatan dan mesin secara tepat dan benar sesuai standar operasional serta menanamkan pengertian pentingnya penghematan energi. 1.
Peluang penghematan energi bahan bakar padat pada proses pelayuan teh
Dalam proses produksi teh hitam ortodoks di kebun Jolotigo, konsumsi energi pada tahap pelayuan adalah 26.736% dari keseluruhan input energi. Dari nilai itu, 64% berasal dari bahan bakar padat dan 36% dari listrik. Meskipun penggunaan energi bahan bakar kayu lebih besar, namun secara ekonomi lebih murah dibanding dengan energi listrik karena kayu diperoleh dengan cuma-cuma. Permasalahan pada tahap pelayuan adalah rendahnya efisiensi sistem yang terdiri dari sub-sistem 1 dan sub-sistem 2 yaitu 5.4165%. Sub-sistem 1 yang terdiri dari tungku, heat exchanger, main fan, dan pipa distribusi memiliki efisiensi 15.4%. Sedangkan sub-sistem 2 yang terdiri dari blower dan hamparan pucuk teh dalam palung memiliki efisiensi 31.3%. Energi yang dihasilkan berupa energi untuk memanaskan bahan dan energi untuk menguapkan air. Laju penggunaan bahan bakar kayu adalah 345-375 kg/ jam. Penggunaan bahan bakar kayu tergantung pada kadar air dan jenis kayu yang digunakan, karena itu akan berpengaruh terhadap efektifitas panas yang dihasilkan. Selain itu juga dipengaruhi kebersihan pipa udara dalam heat exchanger nya. Prinsip kerja HE (heat exchanger) adalah memanaskan pipa api dengan udara panas dari tungku pembakaran. Tahapnya adalah panas dialihkan dari tungku kepada dinding pipa api, panas memasuki dinding pipa api dan dialihkan dari dinding pipa api ke udara. Udara bersih di luar pipa api yang telah panas dihisap main fan melewati pipa distribusi menuju blower dan selanjutnya dialirkan ke palung pelayuan.
40
Gambar 14. Burner pelayuan tampak depan
Udara panas dari R. pembakaran Udara panas bergerak antar pipa api Udara panas dari pipa api menuju ID fan Depan
Belakang Gambar 15. Burner pelayuan tampak samping
Pemberian udara panas pada proses pelayuan tidak mutlak digunakan karena tergantung dari faktor kelembaban luar. Namun pada kenyataanya pemberian udara panas tetap dilakukan karena apabila hanya menggunakan udara luar maka proses pelayuan akan berjalan lebih lama. Usaha penghematan energi pada tahap pelayuan dapat dilakukan dengan menggunakan udara luar sebelum pucuk diberi udara panas untuk aerasi. Pemberian udara panas untuk mencapai suhu udara pelayuan yang dikehendaki harus terkontrol agar tidak sampai menaikan suhu pelayuan terlalu tinggi sehingga terjadi penggunaan bahan bakar yang berlebihan. Selain itu, harus dilakukan upaya pembersihan terhadap peralatan dan mesin serta kontrol terhadap kebocoran pada pipa distribusi maupun area sekeliling blower palung pelayuan yang selama ini tidak dilakukan secara rutin. Penggunaan bahan bakar kayu padat secara ekonomi lebih menguntungkan dibandingkan dengan solar (IDO) bagi perkebunan karena kayu didapatkan secara cuma-cuma. Dari sisi keamanan cadangan energi, penggunaan kayu akan menghemat cadangan minyak bumi. Di kebun Cisaruni, penggunaan bahan bakar padat sebagai sumber energi pelayuan dan pengeringan dapat menghemat energi panas sebesar 4.62% dari energi panas sebelumnya yang berasal dari IDO.
41
2.
Peluang penghematan bahan bakar pada proses pengeringan
Konsumsi energi pada tahap pengeringan adalah 36% dari total konsumsi energi pada tahap pengolahan dan 26.6 % dari total konsumsi energi pada produksi teh hitam yang terdiri dari tenaga manusia, bahan bakar padat, dan listrik. Dari jumlah tersebut 99% adalah bahan bakar padat berupa kayu. Pengeringan di kebun Jolotigo menggunakan mesin pengering two stage drier dengan suhu udara masuk mesin pengering berkisar 99-105°C dan udara keluar berkisar 44-46 °C. Dari hasil pengamatan, suhu inlet dan outlet pengering pada saat beroperasi tidak konstan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan bahan bakar yang harus selalu dikontrol (Lampiran ke-10). Jika kayu tidak didorong masuk lebih dalam ke tungku maka suhu akan turun. Efisiensi sistem pengeringan adalah 24% dengan efisiensi penggunaan panas sebesar 57% (Lampiran 11). Laju konsumsi bahan bakar padat sebesar 150 kg/jam. Rasio bahan bakar padat pada proses pengeringan adalah 0.84, sedangkan menurut rekomendasi Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung adalah 0.78. Penggunaan bahan bakar kayu dipengaruhi oleh tingkat kekeringan kayu tersebut. Kayu dengan kadar air tinggi akan menakibatkan korosi pada pipa udara (heat exchanger) dan cerobong. Panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu adalah panas yang dibutuhkan untuk mengeringkan kadar air yang terkandung dalam kayu tersebut dan panas yang digunakan untuk mengeringkan bubuk teh. Prinsip kerja HE adalah memanaskan pipa api dengan udara panas dari tungku pembakaran. Tahapnya adalah panas dialihkan dari tungku kepada dinding pipa api, panas memasuki dinding pipa api dan dialihkan dari dinding pipa api ke udara. Udara bersih di luar pipa api yang telah panas dihisap main fan menuju mesin two stage drier.
Gambar 16. Skema proses pengeringan Penghematan energi yang dapat dilakukan pada proses pengeringan adalah dengan cara perawatan dan penggantian bagian peralatan yang mengalami kerusakan pada heat exchanger (Lampiran 11). Perawatan yang perlu dilakukan adalah membersihkan debu dari hasil pembakaran kayu, membongkar heat exchanger dan mengontrol kebocoran agar hasil pembakaran pada burner tidak masuk bersama udara panas pada saat pengeringan.
42
3.
Peluang penghematan pada sistem supplai atau pasokan listrik
Untuk menggerakan seluruh motor listrik di pabrik, penerangan rumah karyawan, dan operasional kantor di kebun Jolotigo masih menggunakan generator yang menggunakan bahan bakar solar dengan konsumsi setiap harinya rata-rata 673 liter. Dengan harga solar untuk industri saat ini sekitar Rp. 7.000/liter , setiap hari perkebunan Jolotigo membutuhkan biaya Rp. 4.711.000. Dan jumlah besar untuk 1 bulan (30 hari) yaitu Rp. 141.330.000. Total konsumsi energi kebun Jolotigo untuk BBM generator sangat tinggi jika dibandingkan dengan perkebunan lainnya yang telah mengganti sumber energi listrik utama ke PLN dan menjadikan generator sebagai cadangan sumber energi listrik ketika listrik PLN padam. Besar konsumsinya adalah 22.523 MJ/ kg teh kering atau 39% dari total konsumsi energi pada proses produksi teh hitam. Perkebunan Cisaruni yang sedang berangsur mengurangi penggunaan BBM solar untuk sumber listrik mengkonsumsi energi listrik sebesar 1.98 MJ/kg teh kering. Penggunaan solar sebagai bahan bakar pembangkit generator di kebun Cisaruni pada Maret 2010 dihemat 95.86 %, sehingga sumber energi listrik lebih banyak dari PLN. Selain itu, energi listrik di kebun Cisaruni masih bisa dihemat sebesar 26.75% dengan digantinya sumber energi panas menjadi bahan bakar padat (Setiawan, 2010). Perkebunan Gedeh yang juga menggunakan PLN dan generator mengkonsumsi energi listrik sebesar 10.31297 MJ/kg teh kering atau 20.46 % dari total konsumsi energi (Somantri, 2002). Sedangkan konsumsi energi listrik di kebun Ciater yang dipenuhi dari PLTA dan generator adalah sebesar 4.449 MJ/kg teh kering (Kartikasari, 2002). Dari sisi ekonomi, pengeluaran kebun paling banyak adalah untuk bahan bakar minyak generator. Setiap tahunnya membutuhkan biaya sekitar Rp. 1,7 M jika konsumsi rata-rata solar setiap hari adalah 673 liter dengan harga solar Rp. 7000/liter. Sedangkan jika menggunakan listrik dari PLN, biaya pertahunnya sekitar Rp. 500 juta (Perhitungan oleh kebun Jolotigo didasarkan dengan biaya listrik pertahun perkebunan lain di PTPN IX yang memiliki kapasitas hampir sama). Biaya investasi untuk mengganti sumber listrik dari generator ke listrik PLN 3 fase yang berada di ibukota kecamatan (10 km) adalah Rp. 2,3M. Penggunaan generator sudah tidak sesuai lagi untuk saat ini dan perlu penggantian ke listrik PLN. Hal ini karena selain pertimbangan ekonomi, juga karena penggunaan generator mengharuskan adanya operator sehingga akan menambah biaya produksi. Sumber energi untuk generator adalah solar yang perlu pendistribusian yang panjang sebelum sampai ke perkebunan sehingga akan semakin banyak energi yang dikonsumsi untuk transportasi bahan bakar minyak tersebut. Selain dihadapkan dengan harga minyak dunia yang terus naik, keadaan generator yang sudah tua dengan efisiensi teknis hanya 29% menyebabkan banyaknya energi yang hilang. Jika telah digunakan listrik dari PLN, generator masih tetap bisa digunakan ketika ada pemadaman. Salah satu hal yang harus diantisipasi oleh perkebunan ketika telah menggunakan listrik PLN adalah jika ada pemadaman. Kesigapan dan kecepatan waktu alih dari PLN ke generator sangat diperlukan agar tidak mempengaruhi proses yang sedang berjalan khususnya pada pengolahan teh.
43