IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rancangan Mekanisme Sistem Kendali Rancangan mekanisme sistem kendali terbagi atas dua bagian yaitu mekanisme untuk mengendalikan roda kemudi sebagai kendali belok dan mekanisme untuk mengendalikan tuas akselerator sebagai pengatur besar kecilnya putaran mesin yang diinginkan. Pada penelitian ini kendali roda kemudi diatur oleh putaran motor DC 38 Watt dengan mekanisme T-Belt. Pemilihan mekanisme ini didasarkan pada perbandingan tenaga yang ditransmisikan dari sumber penggerak dengan komponen yang akan digerakkan besarnya sama, karena transmisi T-Belt tidak terjadi slip saat berputar jika di bandingkan dengan transmisi V-Belt. Putaran motor yang dihasilkan untuk memutar roda kemudi ke kanan dan ke kiri adalah rata – rata sebesar 11 rpm. Adapun hasil perancangan kendali roda kemudi di tunjukkan pada Gambar 16.
Gambar 16. Mekanisme kendali roda kemudi Rancangan mekanisme pengendalian pada tuas akselerasi menggunakan mekanisme batang hubung yang ditarik menggunakan tali, mekanisme ini dipilih sesuai dengan dengan torsi motor DC yang di hasilkan. Ketika menggunakan meknisme batang hubung hubung tanpa menggunakan tali pada Gambar 17(a), motor tidak kuat untuk memutar mekanisme. Kemudian dicoba menggunakan mekanisme lain yaitu menggunakan tali yang ditarik motor Gambar 17(b).
(a)
(b) Gambar 17. Mekanisme pengatur akselerasi
20
Penentuan kebutuhan tenaga untuk menggerakkan pengatur akselerasi digunakan perhitungan berikut: Poros putar tuas akselerasi
F2
F1 α l Motor DC Gambar 18. Analisis gaya pada tuas akselerasi F1 = 19.62 N α = 24o
T = F2 × T = 7.98 × 0.17 T = 1.36 N
F2 = F1 × sin 24 F2 = 19.62 × sin 24 F2 = 7.98 N Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui untuk menggerakkan tuas aklserasi harus digunakan motor yang memiliki torsi lebih dari 1.36 N.
4.2 Rancangan Rangkaian Elektronika Sistem Kendali 4.2.1 Rancangan Perangkat Lunak Sistem Kendali Perancangan perangkat lunak terdiri atas pemilihan bahasa pemrograman, pembuatan algoritma program, penulisan program, kompilasi program dan proses mendownloadkan program ke chip mikrokontroler. Dalam pembuatan program digunakan bahasa C, karena bahasa C merupakan bahasa pemrograman level tinggi yang umum digunakan pada bidangmikrokontroler. Kode program dalam bahasa C ditulis dalam software CodeVision AVR V2.05.3 Standard, pada software CodeVisionAVR sudah terdapat library Mikrokontroler yang digunakan. Dalam hal ini digunakan mikrokontroler jenis AVR Atmega 128 L. Kode yang telah dibuat kemudian dikompilasi dan didownloadkan ke chip mikrokontroler. Program yang dibangun meliputi beberapa bagian yaitu program untuk mengukur jarak dengan ultrasonik, membaca besar sudut belok, membaca besar putaran motor, menyimpan dan mengirim data, dan mengaktifkan buzzer. Pembuatan program secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.Tampilan penulisan program dalam CodeVision AVR dapat dilihat pada Gambar 19. Setelah program dibuat, kemudian dilakukan kompilasi untuk mengubah bahasa C menjadi bahasa mesin (.HEX) agar instruksi yang ada dapat dibaca oleh modul elektronik untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Proses kompilasi program seperti yang ditunjukkan Gambar 20.
21
Gambar 19. Tampilan Lembar Kerja Software Code Vision AVR V2.05.3 Standard
Gambar 20. Tampilan Proses Kompilasi Program
22
Gambar 21. Proses download program ke chip mikrokontroler Pada Gambar 21 menunjukkan proses pengunduhan program yang telah dikompilasi ke dalam chip mikrokontroler. Program yang telah diunduhkan akan disimpan oleh mikrokontroler dalam Flash.
4.2.2 Pembuatan simulasi kinerja sistem Sebelum melakukan perancangan prototipe dilapangan, pembuatan simulasi perlu dilakukan untuk mengetahui berfungsi atau tidak sistem yang dirancang. Simulasi rangkaian menggunakan software ISIS Proteus 7.10SP0. Intelligent Schematic Input System Proteus (ISIS) merupakan sebuah program untuk mendesain dan melakukan simulasi rangkaian elektronika (rangkaian analog dan digital) secara interaktif berdasarkan hubungan dari seluruh komponen yang ada dalam rangkaian tersebut (Rangkuti, 2011). ISIS dapat melakukan simulasi kinerja mikroposesor dan mikrokontroler, termasuk mikrokontroler jenis AVR. Selain itu, pada program ISIS dilengkapi program compiler, sehingga dapat melakukan kompilasi program dari file kode sumber yang di tulis menggunakan CodeVision AVR. Tahapan dalam pembuatan simulasi kinerja sistem adalah: 1)
2)
Membuat rangkaian elektronika pada lembar kerja Sofware ISIS Proteus 7.10SP0 sesuai dengan komponen yang akan digunakan. Komponen dan rangkaian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah rangkaian semua telah terhubung, tahap selanjutnya memasukkan file program .HEX yang telah dibuat pada CodeVision ke dalam chip mikrokontroler. Yaitu dengan double klik pada chip mikrokontroler yang akan dimasukkan program, sampai keluar kotak dialog seperti dibawah ini.
23
Gambar 22. Kotak dialog mengedit properties ATmega 128 3)
Pada kotak dialog seperti diatas, di klik tombol open yang terdapat pada ”Program File”. Lalu di pilih file simulasi yang berekstensi .COFF, untuk memasukkan file tersebut pada skematik rangkaian.
Gambar 23. Kotak dialog memasukkan file program ke chip mikrokontroler. 4)
Setelah file .COFF dimuat, lalu di klik tombol PLAY yang terdapat pada kontrol panel animasi.
Gambar 24. Tombol kontrol panel animasi
24
Apabila simulasi telah berjalan lancar selanjutnya melakukan pembuatan prototipe rangkaian sistem.
Gambar 25. Tampilan simulasi rangkaian dengan Software ISIS Proteus 7.10SP0
4.3 Pembuatan Rangkaian Sistem Kendali 4.3.1 Rangkaian Power Supply Power supply berfungsi sebagai sumber tegangan untuk seluruh rangkaian. Rangkaian power supply yang dibuat terdiri dua keluaran yaitu 12 volt dan 5 volt. Output 12 volt digunakan untuk menggerakkan motor dan output 5 volt untuk mensupply tegangan ke sensor-sensor. Rangkaian power supply yang telah dibuat seperti Gambar 26.
Gambar 26. Rangkain Power Supply Sumber tegangan power supply berasal dari Accu Traktor 12 Volt. Dalam rangkaian digunakan beberapa komponen elektronika seperti IC 7805 yang berfungsi regulator tegangan, agar tegangan keluaran tetap 5 Volt meskipun tegangan yang masuk berkurang. Kapasitor 10mF berfungsi untuk meratakan arus yang masuk ke rangkaian, Resistor 330 ohm sebagai regulator penyalaan LED dan LED sebagai indikator bahwa rangkaian dalam keadaan berfungsi baik.
25
4.3.2 Rangkaian Transmitter dan Receiver Rangkaian utama kontrol kendali secara nirkabel terdiri tiga bagian yaitu rangkaian transmitter untuk mengirim perintah, rangkaian receiver untuk menerima dan mengolah perintah, dan rangkaian EMS H – Bridge untuk menggerakkan motor berdasarkan perintah dari receiver. Modul transmitter merupakan sebuah perangkat yang berfungsi untuk mengirimkan perintah – perintah ke modul receiver, perintah tersebut dalam bentuk logika high maupun low yang dikirim melalui wireless dengan frekuensi kerja 433 Mhz. Untuk mengirimkan perintah, modul transmitter dihubungkan dengan Gamepad (Joystick) yang dapat diset mode operasinya sesuai dengan keinginan.
Gambar 27. Modul Transmiter SPC Wireless Gamepad Interface. Keterangan tombol: 1. Tombol arah digital 2. Joystick analog kiri 3. Joystick analog kanan 4. Tombol aksi ( ) 5. Tombol Left (L1 dan L2) 6. Tombol Right (R1 dan R2) 7. Tombol select analog
Gambar 28. Bagian-bagian Gamepad
Gambar 29. Rangkaian Modul Transmitter secara lengkap.
26
Perubahan mode operasi dapat dilakukan dalam waktu maksimum 10 detik pertama setelah koneksi pertama kali berhasil dilakukan yang ditandai dengan menyalanya LED koneksi. Perubahan dapat dilakukan dengan menekan kombinasi tombol secara bersamaan. Kombinasi masing – masing mode operasi dijelaskan pada tabel berikut ini. Apabila perubahan mode operasi berhasil dilakukan maka LED indikator mode analog atau digital pada gamepad akan berkedip 1 kali. Berikut ini deskripsi pilihan mode yang dapat dipilih dan kombinasi tombol untuk mengaktifkannya: Tabel 3. Pilihan Mode Operasi pada Gamepad Mode
Steering
Kombinasi Tombol
Axis Control
Pengendali
Output
Pengendali
Output
+
Digital
PWM A
Analog Kanan
PWM B
+
Digital
PWM B
Analog Kanan
PWM A
L1 + L2 + X +
Analog Kiri
PWM A
Analog Kanan
PWM B
L1 + L2 + X +
Analog Kiri
PWM B
Analog Kanan
PWM A
4
L1 + L2 + X +
Analog Kanan
PWM A
Analog Kiri
PWM B
5
L1 + L2 +
+
Analog Kanan
PWM B
Analog Kiri
PWM A
6
L1 + L2 +
+
+
Analog Kanan
PWM A
Digital
PWM B
L1 + L2 +
++ X
Analog Kanan
PWM B
Digital
PWM A
0
L1 + L2 +
1
L1 + L2 +
2 3
7
Sumber: Innovative Electronics,2012.
Pada penelitian ini mode operasi yang digunakan adalah mode 6, cara pengaturan mode operasi 6 ditunjukkan pada Gambar 30. Mode 6 memiliki keluaran PWMA pada analog kanan dan PWM B pada digital.PWM B dipakai untuk kendali belok dan kendali tuas akselerasi, maka tombol digital digunakan sebagai tombol kendali. Arah kanan – kiri untuk kendali belok dan arah atas – bawah untuk kendali tuas akselerasi (Gambar 31).
= ditekan bersamaan Gambar 30. Cara pengaturan mode operasi Tombol Digital
Akselerasi
Belok
Gambar 31. Tombol untuk tuas kendali
27
Modul receiver berfungsi sebagai penerima logika yang dikirim oleh modul transmitter, lalu mengolahnya menjadi set output dalam bentuk sinyal PWM (Pulse Width Modulation) yang terdiri dari PWM A dan PWM B. Penekanan tombol akan menghasilkan sinyal PWM100%. PWM tersebut berfungsi sebagai penggerak dan menentukan arah putaran motor. Dalam mengendalikan putaran motor diperlukan modul EMS 30A H Bridge.
Gambar 32. Modul Receiver SPC Wireless Gamepad Interface
Gambar 33. Rangkaian Modul Receiver Embedded Module Series (EMS)30 A H-Bridge merupakan H-Bridge berbasis IC VNH3SP30 yang didesain untuk menghasilkan drive 2 arah dengan arus kontinu sampai dengan 30 A pada tegangan 5.5 Volt sampai 16 Volt. Modul jenis ini dipilih karena sesuai untuk menggerakkan motor DC 12 Volt, modul ini hanya mampu menggerakkan 1 buah motor. Maka untuk mengendalikan 2 buah motor diperlukan 2 buah modul EMS 30A H Bridge. Pada penelitian ini digunakan 2 buah modul EMS yaitu modul 1 untuk menggerakkan motor pada roda kemudi dan modul 2 untuk menggerakkan motor pada tuas akselerasi. Modul Receiver sendiri dapat dihubungkan dengan 4 buah modul EMS 30A H Bridge, sehingga dapat mengendalikan 4 buah motor sekaligus.
28
Gambar 34. Modul EMS 30 A H-Bridge Hubungan Pin pada Modul Receiver dengan EMS 30 A H-Bridge disajikan pada Tabel di bawah ini:
Modul Receiver (J9) Pin Nama 1 M3DIR1 2 M3DIR2 3 M3PWM 4 VCC 5 GND
Tabel 4. Hubungan modul receiver dan EMS 30 A H Bridge EMS 30 A H Bridge Modul Receiver EMS 30 A H Bridge ke -1 (J1) (J9) ke -2 (J1) Pin Nama Pin Nama Nama Pin 1 MIN1 6 GND 8 atau 10 PGND 2 MIN2 7 M4DIR1 MIN1 1 6 MPWM 8 M4DIR2 MIN2 2 7 atau 9 VCC 9 M4PWM MPWM 6 10 VCC VCC 8 atau 10 PGND 7 atau 9
Sumber: Innovative Electronics, 2012.
4.3.3 Rangkaian Mikrokontroler dan Sensor – sensor Rangkaian mikrokontroler dan sensor – sensor berfungsi sebagai bagian sistem pembacaan, pengolahan dan penyimpanan data. Komponen – komponen yang digunakan terdiri dari Mikrokontroler DT AVR ATmega 128L, Potensiometer, Sensor Ultrasonik, Modul LCD 16 x 2, Rangkaian Alarm (LED dan Buzzer) dan EMS Data Flash Memory. Adapun hubungan tiap komponen atau konfigurasi pin-pin ditunjukkan Lampiran 3. a.
Rangkaian Mikrokontroler
DT AVR ATmega 128 L merupakan unit mikrokontroler AVR yang berfungsi sebagai pusat kendali dari seluruh sistem, untuk menerima data-data input dari hasil pengukuran sensor ultrasonik, sensor suhu, dan potensiometer lalu mengolah data tersebut dan ditampilkan ke LCD Display, Buzzer dan EMS Data Flash memory.
29
Gambar 35. Skematik hubungan pin-pin Mikrokontroler ATmega 128L
Pada gambar rangkaian Mikrokontroler di atas, PA.0 berfungsi sebagai output untuk membunyikan buzzer, PA.1- PA.5 dihubungkan ke EMS Data Flash Memory, PB.2 – PB.3 dan PC.2 – PC.3 digunakan sebagai input dari sensor ultrasonik, PD.0 – PD.7 dipakai sebagai output ke tampilan LCD, serta PF.0 merupakan input pembacaan sensor suhu LM 35, sedangkan PF.1 dan PF.2 sebagai input dari Potensiometer. b.
Rangkaian Sensor Ultrasonik
Sensor yang digunakan pada rangkaian ini adalah sensor DT Sense Ultrasonic and Infrared Ranger (USIRR). Yang merupakan modul pengukur jarak non kontak dengan pemancaran gelombang ultrasonik. Spesifikasi dari USIRR adalah: Terdiri dari sebuah Ultrasonik Ranger dan dapat dihubungkan dengan 2 buah sensor Infrared Ranger GP2D12 (opsional). Memiliki 2 buah antarmuka yang dapat aktif bersama yaitu: Pulse Width / Lebar Pulsa (10 µs/mm) I2C-bus Dapat di-cascade hingga 8 modul dengan hanya 2 pin I/O (menggunakan antarmuka I2C-bus). Single supply 5 VDC. Supply Current (tanpa sensor infrared ranger): Aktif: 17 mA typ. Reduced Operation: 13 mA typ. Power Down: 7 mA typ. Power Down + Reduced Operation: 2 mA typ. Pembacaan dapat dilakukan tiap 25 ms (40 Hz rate). Spesifikasi Ultrasonic Ranger: Jangkauan: 2 cm hingga 3 m Objek 0 – 2 cm diukur berjarak 2 cm.
30
DT Sense Ultrasonic and Infrared Ranger (USIRR) memiliki 4 buah pin. Pin 1 berfungsi sebagai titik referensi Ground, pin 2 sebagai input tegangan 5 Volt, pin 3 (SIG) sebagai pin pulsa dan pin 4 (Busy/ready) sebagai pin output. Untuk memicu dan membaca data data pengukuran diperlukan 1 buah pin mikrokontroler yang terhubung ke pin 3 (SIG) pada USIRR. Pin – pin sensor ultrasonik 1 dihubungkan ke Port B Mikrokontroler yaitu pin 3 (Port B.2) dan pin 4 (Port B.4), sedangkan ultrasonik 2 ke Port C Mikrokontroler. Yang dibaca pada sistem pengukuran jarak dengan sensor ultrasonik adalah PWM. Rangkaian hubungan sensor ultrasonik dengan mikrokontroler dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 36. DT Sense Ultrasonic and Infrared Ranger (USIRR) Pada penelitian ini digunakan 2 buah sensor ultrasonik sebagai pendeteksi adanya rintangan di depan traktor, sensor ultrasonik 1 dipasang pada bagian atas depan chassis traktor dan sensor ultrasonik 2 dipasang pada bagian bawah dari rangka traktor.
c.
Rangkaian Buzzer
Buzzer dalam rangkaian sistem kendali ini berfungsi sebagai output adanya halangan di depan traktor dari hasil pengukuran sensor ultrasonik yang telah diolah oleh mikrokontroler dimana ketika mendeteksi objek ≤1500 1500 mm, buzzer akan aktif dan sebaliknya. Rangkaian Buzzer dihubungkan dengan PA.0 pada mikrokontroler.
Gambar 37. Rangkaian alarm (Buzzer)
31
d.
Rangkaian Sensor posisi (Potensiometer)
Potensiometer digunakan sebagai pengatur posisi sudut, karena potensiometer ini mempunyai sudut putar 3600, tetapi dengan desain khusus sudut putarnya bisa melebihi 3600. Potensiometer yang digunakan adalah potensiometer linear 10k karena potensiometer jenis ini perubahan tahanannya sangat halus dengan jumlah putaran sebanyak 10 kali. Potensiometer linier memiliki 3 pin yaitu pin VCC, pin GND dan pin Output. Pin VCC dan GND dihubungkan dengan catu daya 5 volt, sedangkan pin Output dihubungkan ke pin ADC (Analog to Digital Converter) pada mikrokontroler untuk dibaca keluaran dari potensiometer dan diubah menjadi data digital. Potensiometer 1 berfungsi untuk membaca putaran motor dalam menggerakkan tuas akselerasi, dimana pin output potensiometer 1 ini dihubungkan ke pin ADC1 (Port F.1). Sedangkan potensiometer 2 berfungsi sebagai sensor posisi putaran sudut roda depan, pin output potensiometer 2 dihubungkan ke pin ADC2 (Port F.2).
Gambar 38. Rangkaian hubungan Potensiometer dengan mikrokontroler.
e.
Rangkaian modul LCD (Liquid Crystal Display)
LCD 16 x 2 merupakan modul LCD untuk menampilkan karakter dengan ukuran 16 karakter x 2 baris. Dalam penelitian ini modul LCD digunakan untuk menampilkan data – data hasil pengukuran oleh sensor dan mengetahui mengetahui kinerja dari sensor dalam melakukan pengukuran. Untuk mengaktifkan LCD 16 x 2, modul ini dikonfigurasikan dengan pin-pin pada mikrokontroler. dalam hal ini pin yang digunakan adalah pin pada Port.D (PD.0 – PD.7). konfigurasi dari pin-pin tersebut disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 5. Konfigurasi Pin LCD dengan Pin Mikrokontroler Pin Mikrokontroler PD.0 PD.1 PD.2 PD.3 PD.4 PD.5 PD.6 PD.7
Pin LCD RS RW E D4 D5 D6 D7
Keterangan Data/Instruction code Read/Write Chip enable signal Data bit 4 Data bit 5 Data bit 6 Data bit 7
Gambar 39. Rangkaian konfigurasi pin LCD dengan Mikrokontroler
32
Gambar 40. Modul LCD 16 x 2 Pada Gambar 37 menunjukkan data hasil pengukuran oleh sensor – sensor. U1 dan U2 adalah hasil pengukuran jarak dalam satuan mm oleh sensor ultrasonik dan T adalah data pengukuran suhu oleh sensor Suhu LM 35. Data suhu tersebut digunakan dalam kalibrasi pengukuran jarak. Sebelum dilakukan pemasangan rangkaian pada traktor, dilakukan pembuatan prototipe untuk mengetahui kinerja dari seluruh rangkaian. Dalam membangun prototipe kemudi traktor digunakan mobil-mobilan yang telah di bongkar, hanya dimanfaatkan bodi mobil-mobilan, sumber tenaga dan gear boxnya. Mobil-mobilan disini sebagai pengganti traktor. Rangkaian yang telah disambung sesuai konfigurasi pin-pin kemudian dipasang pada mobil-mobilan seperti gambar di bawah ini:
Gambar 41. Prototipe Sistem Kendali Kemudi
4.4 Perakitan Rangkaian Pada Traktor Prototipe yang telah dirancang dan dilakukan pengujian kemudian dipasang pada traktor. Tahapan dalam perakitan rangkaian adalah meliputi pemasangan box kontrol sistem kendali, sensor ultrasonik sebagai deteksi halangan, potensiometer sebagai sensor putaran, mekanisme kontrol roda kemudi dan mekanisme kontrol akselerasi. Letak penempatan rangkaian pada traktor dapat di lihat seperti gambar berikut:
33
Potensiometer dan Motor DC
Sensor Ultrasonik
Receiver SPC Wireless
Potensiometer
EMS H Bridge 30A
Parabolik
Mikrokontroler AVR 128L EMS Data Flash Memory LCD 16 x 2
Sensor Suhu LM 35
Box kontrol
Motor DC dan Timing
Buzzer
Gambar 42. Skematik Perakitan Rangkaian Pada Traktor Box kontrol merupakan tempat peletakan rangkaian komponen-komponen elektronika meliputi modul ReceiverSPC Wireless Gamepad Interface, Mikrokontroler, Rangkaian LCD 16 x 2, Catu Daya, dan rangkaian penyimpanan data. Box kontrol diletakkan pada chasing dari mesin traktor agar tidak mengganggu sistem kerja traktor. Untuk mengurangi adanya getaran yang dapat menyebabkan terganggunya rangkaian elektronika, pada dasar box kontrol diberikan alas dengan busa.
(a)
(b)
Gambar 43. (a) Pemasangan box kontrol dan (b) rangkaian di dalam box kontrol Sensor ultrasonik berfungsi sebagai pendeteksi adanya halangan di depan traktor dengan sistem pengukuran jarak halangan. Sensor ultrasonik dipasang pada bagian depan traktor yaitu bagian bawah dan bagian atas. Pemasangan sensor ultrasonik bagian bawah dan bagian atas diletakkan sejajar. Sensor ultrasonik bagian bawah berfungsi untuk mendeteksi halangan yang relatif rendah seperti batu besar, sedangkan bagian atas berfungsi sebagai sensor tambahan agar deteksi objek lebih akurat.
34
Gambar 44. Pemasangan Sensor Ultrasonik Potensiometer sebagai sensor sudut belok dipasang pada roda depan traktor bagian sebeleh kanan, tepatnya satu poros dengan poros belok roda depan traktor. Seperti yang ditunjukkan gambar dibawah ini.
Gambar 45. Letak pemasangan potensiometer sebagai sensor sudut belok Sedangkan untuk mengetahui besar putaran tuas akselerasi juga dipasang potensiometer sebagai sensornya. Pemasangan potensiometer satu poros dengan poros motor kendali tuas akselerasi.
Gambar 46. Potensiometer sebagai sensor putaran tuas akselerasi
35
Dalam pengendalian roda kemudi traktor digunakan mekanisme hubungan sabuk dan puli bergerigi sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Annas (2012). Puli besar dihubungkan dengan poros roda kemudi dan puli kecil terhubung dengan poros motor DC. Pemasangan mekanisme tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 47. Pemasangan mekanisme kontrol roda kemudi
4.5 Hasil Rancangan Sistem Kendali Kemudi dengan SPC Wireless Gamepad Interface
Gambar 48. Hasil perancangan sistem kendali nirkabel pada pengemudian traktor mini Prinsip kerja dari sistem kendali kemudi dengan SPC Wireless Gamepad Interface adalah pada modul transmitter dikirim logika high atau low melalui media wireless pada pita frekuensi 433 MHz lalu logika tersebut akan diterima oleh modul receiver dan mengubah dalam set output PWM (Pulse Width Modulation). Pengiriman logika dapat diatur menggunakan mode operasi yang ada pada Gamepad, dimana dalam hal ini digunakan mode digital yaitu arah atas-bawah untuk kendali akselerasi dan arah kanan-kiri untuk kendali belok. PWM dari modul receiver digunakan untuk memutar motor melalui driver motor (EMS 30 A H-Bridge ). Motor tersebut akan memutar roda
36
kemudi sebagai kendali belok traktor melalui transmisi timing belt dan juga tuas akselerasi sebagai kendali kecepatan putar mesin melalui mekanisme batang hubung. Penekanan tombol arah akan menghasilkan sinyal PWM100%. Pada traktor dilengkapi sensor-sensor yaitu sensor ultrasonik yang dipasang di depan sebagai pendeteksi objek rintangan terhadap maju traktor, apabila objek mendeteksi halangan atau jarak bahaya maka akan membunyikan alarm (buzzer). Sensor lain yang digunakan adalah potensiometer sebagai sensor posisi putaran. Sistem kerja dari sensor – sensor dikendalikan oleh mikrokontroler ATmega 128L, mulai dari inisialisasi program, pembacaan, pengolahan dan penyimpanan data. Data hasil pengukuran akan disimpan dalam EMS DataFlash Memory dan ditampilkan pada layar LCD. Kemudian data tersebut dapat ditransfer ke computer setelah proses pengambilan data telah selesai.
4.6 Analisis Sistem Transmitter - Receiver Modul transmitter merupakan sebuah perangkat yang berfungsi untuk mengirimkan perintah – perintah ke modul receiver, perintah tersebut dalam bentuk logika high maupun low yang dikirim melalui wireless dengan frekuensi kerja 433 Mhz. Untuk mengirimkan perintah, modul transmitter dihubungkan dengan Gamepad (Joystick) yang dapat diset mode operasinya. Mode operasi menentukan pengendali yang digunakan pada gamepad (tombol arah digital sebelah kiri, joystick analog kiri atau joystick analog kanan) yang terhubung ke output PWM (PWM A atau PWM B), serta menentukan mode kerja dari masing – masing set output PWM (Steering atau Axis Control).Dalam penelitian ini mode operasi yang digunakan adalah mode digital, dimana tombol arah digital yang digunakan untuk mengontrol sebuah sistem. Tombol arah atas dan bawah berfungsi untuk mengatur besar kecilnya akselerasi yang dihasilkan, pengaturan ini diatur melalui putaran motor DC. Apabila tombol arah atas ditekan secara terus menerus maka kecepatan putar mesin akan semakin meningkat dan apabila tombol arah bawah ditekan maka kecepatan putar mesin akan menurun. Seperti yang disajikan pada Gambar 52. Akselerasi naik
Akselerasi turun
Gambar 49. Penekanan tombol untuk kendali tuas akselerasi Sedangkan tombol arah kanan dan kiri berfungsi untuk mengatur belok traktor baik belok kanan maupun belok kiri.Putaran motor diatur oleh sebuah driver motor EMS H Bridge dari output PWM yang dihasilkan pada Modul Receiver. Setiap penekanan tombol akan menghasilkan PWM 100%. Cara penekanan tombol pada gamepad untuk kendali belok dapat dilihat pada Gambar 53.
37
Belok kanan Belok kiri
Gambar 50. Penekanan tombol untuk kendali belok Modul Transmitter dan Receiver terhubung melalui wireless, jarak jangkauan dengan media wireless terbatas sesuai denganbandwidthantenanya.Bandwidth merupakan range frekuensi kerja antena dimana antena masih dapat bekerja secara efektif. Berdasarkan datasheet yang ada pada modul SPC Wireless Gamepad Interface, jarak jangkauan maksimum antara transmitter dan receiver adalah 100 meter dengan tanpa halangan. Jarak jangkauan dipengaruhi oleh besar kecilnyapenerimaaan sinyal oleh Receiver. Pada jarak dekat penerimaan sinyal oleh Receiver akan kuat tetapi semakin jauh dari Transmitter, penerimaan sinyal akan semakin melemah bahkan bahkan akan hilang jika sudah terlalu jauh dari jangkauan transmitter. transmitter. Untuk meningkatkan jarak jangkauan dari penerimaan sinyal wireless, salah satunyadilakukan dengan menggunakan tambahan parabolikdiantenaReceiver.
4.7 Analisis Penguatan Sinyal dengan Silinder Parabolik Pada penelitian ini silinder silinder parabolik digunakan sebagai reflektor untuk meningkatkan penangkapan sinyal dari transmitteryang akan diarahkan ke titik fokus antena pada receiver.Setiap parabolik memiliki titik fokus yang berbeda-beda berdasarkandiameter reflektor dan kedalaman reflektor.Berdasarkan persamaan polar untuk parabola dapat dihitung besar diameter silinder parabolik yang akan dirancang agar terjadi penangkapan sinyal yang efektif. efektif. Persamaan polar yang dapat digunakan dalam perancangan silinder parabolik adalah =
1
cos
dimana d=2 p (p=direktriks) dan e = 1 (untuk parabola)
(p=2) (p=3) (p=4) Gambar 51. Penampang silinder parabolik dengan beberapa diameter
38
Gambar 54 diatas menunjukkan beberapa alternatif rancangan silinder parabolik dengan berbagai perubahan diameter. Besarnya diameter parabolik akan berpengaruh terhadap letak titik fokus. Semakin besar diameter dari suatu parabolik maka akan semakin besar pula letak titik fokus tersebut. Dalam perancangan silinder parabolik sebagai reflektor penangkapan sinyal digunakan parabolik dengan diameter 10 cm, kedalaman 3 cm dan titik fokus terletak pada jarak 2.08 cm (seperti Gambar 54 kiri).
Gambar 52. Silinder parabolik yang di pasang pada antena receiver Pada silinder parabolik yang telah dirancang menggunakan bahan kertas aluminium, karena aluminium mempunyai reflektansi yang baik jika dibandingkan dengan reflektansi bahan yang lain. Dengan adanya reflektansi yang baik diharapkan akan meningkatkan penangkapan sinyal ke titik fokus pada antena Receiver.Pengujian jarak jangkauan antara transmitter dengan receiver dilakukan pada ruang terbuka tanpa adanya halangan antara transmitter dan receiver. Untuk jarak jangkauan dimulai dari jarak 10 meter, kemudian dilakukan penambahan perpindahan setiap 10 meter dan di amati respon antara transmitter dan receiver.Hasil pengujian jarak tersebut disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Hasil pengukuran jarak jangkauan transmitter dan receiver Jarak (meter)
Responpada Receiver
10
Tanpa Parabolik Ada
Dengan Parabolik Ada
20
Ada
Ada
30
Ada
Ada
40
Ada
Ada
50
Ada
Ada
60
Ada
Ada
70
Ada
Ada
80
Ada
Ada
90
Tidak ada
Ada
100
Tidak ada
Ada
110
Tidak ada
Ada
120
Tidak ada
Ada
130
Tidak ada
Tidak ada
39
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan pemasangan parabolik pada receiver, pada jarak 80 meter masih ada respon pengiriman data antara transmitter dan receiver, tetapi pada jarak 90 meter antara transmitter dan receiver sudah tidak terjadi koneksi lagi. Dari hasil pengukuran dilapangan jarak jangkauan maksimum antara transmitter dan reciever tanpa adanya parabolik adalah 87 meter. Setelah dilakukan pemasangan parabolik pada antena receiver terjadi penambahan jarak jangkauan antara transmitter dan receiver menjadi 125 meter. Disini terlihat adanya pengaruh dari pemasangan parabolik pada antena receiver, yaitu terjadi penambahan jarak jangkauan yangn meningkat sekitar 1.5 kali dari sebelumnya. Hal ini terjadi karena penangkapan sinyal antena receiver menjadi lebih besar. Penguatan antena parabolik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah diameter reflektor antena, semakin besar diameter reflektor maka penangkapan sinyal oleh permukaan reflektor akan semakin besar pula. Bahan reflektor yang digunakan juga akan mempengaruhi, untuk memperbesar penangkapan sinyal harus dipilih bahan yang memiliki nilai reflektansi yang baik agar sinyal yang terperangkap semuanya direfleksikan ke titik fokus antena, dan frekuensi atau panjang gelombang sinyal yang dikirim maupun diterima.
4.8 Analisis Sensor Ultrasonik Sensor yang digunakan adalah sensor DT Sense Ultrasonic and Infrared Ranger (USIRR). USIRR merupakan modul pengukur jarak non-kontak yang bekerja dengan cara memancarkan pulsa ultrasonik dan menghasilkan pulsa yang menyatakan jarak yang ditempuh oleh sinyal tersebut sebelum menyentuh sebuah objek dan memantulkannya kembali. Sinyal tersebut dikirim setiap 20 mikrosecond pada frekuensi 40 KHz, sehingga siklus pengukuran dapat dilakukan secara cepat. Jangkauan dari sensor ini adalah 2 cm sampai dengan 300 cm, dengan catatan objek yang berada pada jarak 0 – 2 cm diukur berjarak 2 cm. Sensor ultrasonik bekerja berdasarkan kecepatan suara di udara, padahal kecepatan udara dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan udara. Pada temperatur tinggi kecepatan suara di udara akan semakin kecil karena udara mengalami perenggangan, sedangkan pada suhu rendah kecepatan suara di udara akan cepat karena udara mengalami pemampatan. Jadi agar pengukuran jarak yang dihasilkan lebih akurat, perlu adanya kalibrasi sensor dahulu sebelum digunakan. Kalibrasi dilakukan pada saat pembuatan prototipe yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal dari sensor yang digunakan. Hasil pengukuran jarak dengan sensor ultrasonik pada saat pembuatan prototipe disajikan pada Tabel 7. Tabel 7.Kalibrasi pengukuran jarak dengan DT Sense Ultrasonik and Infrared Ranger Jarak sebenarnya (mm)
Jarak terukur
20
45
30
53
40
68
50
98
60
112
70
120
80
150
90
165
(mm)
40
Jarak sebenarnya (mm)
Jarak terukur
100
180
110
202
120
218
130
232
140
255
150
270
160
285
170
308
180
338
190
345
200
368
(mm)
400 300 200
y = 1.814x + 0.991 R² = 0.997
100 0 0
100
200
300
Jarak sebenarnya (mm) (a)
400
Jarak terukur (mm)
Jarak terukur (mm)
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa hasil pengukuran jarak terjadi perbedaan antara jarak sebenarnya dan jarak terukur, jarak sebenarnya merupakan jarak yang diukur menggunakan penggaris dan jarak terukur merupakan jarak yang diukur menggunakan sensor ultrasonik. Perbedaan hasil pengukuran jarak tersebut kemudian dibuat grafik regresi linier untuk mengetahui persamaan regresi linier. Persamaan garis tersebut digunakan sebagai dasar dalam penulisan bahasa pemrograman untuk validasi data pengukuran jarak. Grafik regresi linier dan persamaan kalibrasi ditunjukkan pada Gambar 56 (a). 300 250 200 150 100 50 0
y = 1.007x - 1.394 R² = 0.998 0
100
200
300
Jarak sebenarnya (mm) (b)
Gambar 53. Hasil (a) kalibrasi dan (b) validasi pengukuran jarak dengan DT Sense Ultrasonic and Infrared Ranger Berdasarkan hasil validasi pengukuran jarak dapat diketahui bahwa sensor ultrasonik telah mampu melakukan pengukuran jarak dengan hasil pengukuran mendekati atau sama dengan jarak sebenarnya. Hal ini ditunjukkan dari grafik pada Gambar 56 (b), dimana nilai R2 yang lebih tinggi dari R2 sebelumnya yaitu 0.998. Semakin besar nilai R2 (mendekati 1) maka variabel x dan y memiliki korelasi linier yang tinggi. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat keakuratan hasil pengukuran jarak dengan sensor ultrasonik, dilakukan pengujian pengukuran pada beberapa kondisi yaitu ada getaran dari luar, dan pada 27oC, 30oC, 33oC. Berikut grafik pengukuran jarak sensor ultrasonik pada berbagai kondisi:
41
3500 Jarak Terukur (mm)
3000
y = 0.988x + 35.60 R² = 0.999
2500 2000
Jarak (ada getaran) 1500 Linear (Jarak (ada getaran))
1000 500 0 0
500
1000 1500 2000 2500 3000 3500 Jarak Sebenarnya (mm)
Gambar 54. Grafik kalibrasi pengukuran jarak dengan sensor ultrasonik pada pengaruh getaran
3500
Jarak terukur (mm)
3000 y = 0.994x + 7.646 R² = 1
2500 2000
jarak (pada suhu 27 oC) 1500 Linear (jarak (pada suhu 27 oC))
1000 500 0 0
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Jarak sebenarnya (mm)
Gambar 55. Grafik kalibrasi pengukuran jarak dengan sensor ultrasonik pada suhu 27 oC
42
3500
Jarak terukur (mm)
3000 y = 0.995x + 27.61 R² = 0.999
2500 2000
Jarak (pada suhu 30 oC) 1500 Linear (Jarak (pada suhu 30 oC))
1000 500 0 0
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Jarak sebenarnya (mm)
Gambar 56. Grafik kalibrasi pengukuran jarak dengan sensor ultrasonik pada suhu 30oC 3500
Jarak terukur (mm)
3000 y = 0.991x + 33.58 R² = 0.999
2500 2000
Jarak (pada suhu 33 oC) 1500 Linear (Jarak (pada suhu 33 oC))
1000 500 0 0
500
1000 1500 2000 2500 3000 3500 Jarak sebenarnya (mm)
Gambar 57. Grafik kalibrasi pengukuran jarak dengan sensor ultrasonik pada suhu 33oC Dari Gambar 58 – 60 di atas dapat diketahui bahwa besarnya perubahan suhu mempengaruhi hasil pengukuran jarak dengan sensor ultrasonik, meskipun dari grafik di atas pengaruh suhu sangat kecil. Pada pengukuran jarak ultrasonik di lapangan, pengaruh hasil pembacaan sensor yang besar adalah getaran, karena dengan adanya getaran kondisi pengiriman sinyal dan penerimaan sinyal menjadi tidak stabil, artinya ketika sinyal dikirim oleh transmitter kemudian mengenai objek dan dipantulkan kembali, sinyal tersebut tidak tepat mengenai receiver sensor (pemantulan tidak sempurna). Untuk mengurangi kesalahan hasil, pada sensor ultrasonik di gunakan alas dengan bahan spons agar terjadi peredaman getaran oleh spons. Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada tabel (Lampiran 4), nilai error hasil pengukuran jarak pada beberapa kondisi memiliki nilai yang bervariasi antara -2 % sampai dengan 16.8 %, sedangkan nilai error yang masih diperbolehkan adalah ± 5%. Pada pengukuran di bawah 80
43
cm memiliki error di atas 5%, dimana nilai error terbesar 16.8 % terjadi pada kondisi pengukuran adanya getaran. Ini menunjukkan getaran sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran. Untuk memperkecil error hasil pengukuran jarak di bawah 80 cm perlu adanya sensor tambahan yaitu GP2D12, yaitu sensor pengukur jarak dengan infra red. Karena sensor ultrasonik yang digunakan kompatibel dengan sensor GP2D12. Sensor ultrasonik di dalam penelitian ini digunakan sebagai sensor pendeteksi adanya rintangan yang ada di depan traktor berdasarkan hasil pengukuran jarak. Pemilihan sensor ultrasonik sebagai deteksi rintangan karena tergolong murah dan mudah dalam penggunaannya jika dibandingkan dengan menggunakan sensor yang berbasis visual. Sensor ultrasonik ini dipasang pada bagian traktor, jika sensor mendeteksi adanya halangan ≤1500 mm (1.5 m), maka akan memberikan logika high yang dikirim ke mikrokontroler dan mikrokontroler mengaktifkan buzzer dan menghasilkan bunyi. Prinsip kerja dari buzzer adalah apabila sensor ultrasonik mendeteksi jarak ≤ 1500 mm, PA.0 pada mikrokontroler akan menghasilkan logika 1 (5 volt) dan akan menyebabkan transistor dalam keadaan aktif, dimana kolektor pada transistor akan terhubung ke emittor. Karena emittor terhubung ke ground akan menyebabkan tegangan di kolektor menjadi 0 volt, sehingga adanya keadaan ini akan mengaktifkan buzzer. Dan sebaliknya apabila sensor ultrasonik mendeteksi jarak ≥ 1500 mm, PA.0 akan menghasilkan logika 0 yang akan memberikan sinyal off pada transistor dan buzzer tidak aktif karena tidak ada beda potensial pada buzzer. Pada penelitian ini output dari deteksi rintangan hanya membunyikan alarm (buzzer) belum ada umpan balik terhadap sistem kendali. Apabila rintangan berada pada jarak ≤ 150cm dari traktor, maka buzzer akan berbunyi terus-menerus dan akan mati ketika rintangan telah melebihi jarak 150 cm. Penggunaan sensor ultrasonik sebagai pendeteksi rintangan memiliki beberapa kelemahan seperti jarak jangkau terbatas antara 2 – 300 cm, keakuratan pengukuran di pengaruhi oleh tingkat kekasaran permukaan objek. Apabila permukaan objek tersebut rata (halus), maka gelombang ultrasonik yang dipancarkan akan di pantulkan kembali secara sempurna dan hasil pengukuran akurat. Tetapi jika permukaan objek tidak rata, maka gelombang ultrasonik yang dipancarkan belum tentu akan diterima kembali hasil pantulannya karena pada permukaan yang tidak rata akan terjadi pemantulan yang acak.
4.9 Analisis Sensor Posisi (Potensiometer)
ADC
Sensor posisi digunakan untuk mengetahui posisi roda depan traktor dan mengetahui besar putaran motor pada tuas akselerasi. Sensor posisi yang digunakan adalah potensiometer linier yang mampu berputar sampai dengan sepuluh putaran dengan perubahan tahanan yang dihasilkan sangat halus. Keluaran dari potensiometer ini dalam bentuk analog, sehingga harus dihubungkan ke ADC(Analog to Digital converter) agar dapat dibaca oleh mikrokontroler. Adapun hasil pengujian potensiometer sebagai sensor posisi di sajikan pada Gambar 61.
900 895 890 885 880 875 870
892 886
897 898
888 883
0
895
10
YKanan = -0.266x + 885.8 R² = 0.990 YKiri = 0.282x + 885.8 R² = 0.989
880
20
878 30
Belok Kiri 876 40
873
Belok Kanan
50
Sudut Belok (°) Gambar 58. Grafik hubungan sudut belok dengan keluaran ADC (Analog to Digital Converter)
44
Dari grafik di atas menunjukkan perbandingan antara besar sudut belok terhadap keluaran ADC yang dihasilkan, ketika roda depan dalam keadaan lurus nilai ADC yang dihasilkan adalah 886, nilai ini akan semakin naik ketika roda depan diputar ke kiri dan akan semakin menurun ketika roda depan diputar ke kanan. Perubahan ADC di amati setiap perubahan 10o, simpangan roda ke kanan maupun ke kiri maksimum adalah 45o dari posisi lurus roda depan. Nilai linieritas pada saat roda depan diputar ke kanan lebih besar daripada pada saat diputar ke kiri, hal ini disebabkan oleh jarak roda kanan ke poros tengah traktor tidak sama, kondisi roda agak geser ke kanan. Selain itu juga di pengaruhi oleh kondisi roda kemudi yang sudah tidak sesuai dengan kondisi aslinya karena traktor telah melebihi umur teknis, ketika memutar roda depan ke kanan lebih berat daripada memutar roda depan ke kiri. Pada pengujian selanjutnya potensiometer digunakan untuk mengetahui besaran nilai keluaran ADC terhadap kecepatan putar motor yang dihasilkan dari mekanisme putaran tuas akselerasi. Untuk menggerakkan tuas akselerasi tersebut digunakan motor DC yang dipasang potensiometer pada porosnya. Tabel 6. Hasil Pengujian Keluaran ADC dan kecepatan putar motor Persentase Akselerasi (%)
Keluaran ADC
0
915
Kecepatan Putar Motor (RPM) 1490
25
899
1788
50
875
2262
75
853
2527
100
832
2785
Pada tabel di atas menunjukkan keluaran ADC pada beberapa kondisi akselerasi, nilai ADC tersebut ditampilkan pada layar LCD. Antara persentase akselerasi dengan ADC memiliki hubungan linier, semakin besar persentase akselerasi, semakin kecil nilai ADC yang dihasilkan, nilai ADC yang semakin kecil ini disebabkan karena dalam pemasangan potensiometer dalam keadaan terbalik. Beberapa kondisi persentase akselerasi akan menghasilkan peningkatan kecepatan putar pada motor, pada kondisi akselerasi minimum besar kecepatan putar motor adalah 1490 dan pada kondisi maksimum dihasilkan kecepatan putar motor sebesar 2785. Pengukuran besar kecepatan putar dilakukan secara manual pada saat traktor sedang diam tetapi mesin dalam keadaan menyala, karena panel penunjuk besar kecepatan putar sudah tidak ada sehingga tidak dapat dilakukan pembacaan secara otomatis. Penggunaan potensiometer sebagai sensor posisi memiliki kelemahan diantaranya adalah diperlukan proteksi apabila jangkauan ukur melebihi rating dari potensiometer tersebut, rentan rusak apabila terjadi gesekan yang berlebihan akibat putaran yang akan menyebabkan error dalam pembacaan, dan resolusi potensiometer tergolong sangat terbatas yaitu sekitar 0.25 – 0.5 %.
45